apakah produk yang dihasilkan bermutu atau tidak bermutu. Manajemen mutu merupakan aspek dari semua fungsi manaj emen yang melaksanakan kebijakan mutu dan juga merupakan filsafat budaya organisasi yang lebih menekankan kepada usaha menciptakan mutu yang konsisten melalui tiap tiap aspek didalam kegiatan perusahaan.
Manajemen mutu sangat membutuhkan figur kepemimpinan yang bisa memotivasi karyawan supaya bisa memberikan usaha dan kontribusi yang maksimal kepada organisasi. Hal ini bisa dijalakan dengan memahami dan menjiwai bahwa mutu produk yang dihasilkan bukan hanya tanggung jawab pimpinan semata, melainkan tanggung jawab semua anggota yang ada didalam organisasi. Standard mutu yang diinginkan membutuhkan kesepakatan serta partisipasi penuh dari semua anggota organisasi, sedangkan manajemen mutu tanggung jawabnya terdapat pada puncak pimpinan.
B. Manajemen Mutu Secara Khusus Dalam Dunia Keperawatan
Adanya tuntutan terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus di respon oleh perawat. Pelayanan keperawatan secara profesional perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan
dunia
mengoptimalkan
peran
keperawatan. dan
Salah
fungsi
satu
perawat
strategi
dalam
untuk
pelayanan
keperawatan adalah melakukan manajemen keperawatan dengan harapan adanya faktor kelola yang optimal mampu meningkatkan keefektifan
pembagian
pelayanan
keperawatan
sekaligus
lebih
menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan. Manajemen
merupakan
ilmu
atau
seni
tentang
bagaimana
menggunakan sumber daya secara efisien, aktif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan. Manajemen keperawatan
merupakan proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional. Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan kesehatan merupakan tempat yang memungkinkan bagi perawat untuk menerapkan ilmu dan kiatnya secara optimal. Namun perlu disadari, tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan professional hanyalah akan menjadi teori semata. Untuk itu perawat perlu
mengupayakan kegiatan
penyelenggaraan
Model
Praktek
Keperawatan Profesional (MPKP) yang merupakan penataan sistem pemberian pelayanan keperawatan melalui pengembangan model praktik keperawatan yang ilmiah. Model ini sangat menekankan pada kualitas
kinerja
tenaga
keperawatan
yang
berfokus
pada
profesionalisme keperawatan antara lain melalui penataan dan
fungsi setiap jenjang tenaga keperawatan, sistem pengembalian keputusan, sistem penugasan dan sistem penghargaan yang memadai. 1. Berbagai pengertian tentang MUTU
1. Berbeda untuk tiap orang 2. Dapat berarti bagus, lux, atau paling bagus Definisi para ahli juga berbeda tetapi saling melengkapi …
Phillip B. Crosby (1979): Mutu adalah kesesuaian permintaan persyaratan.
Prof. J. M. Juran: mutu sebagai fitness for use.
Dr. W. Edwards Deming: Siklus peningkatan yang terus menerus tanpa henti.
American Society for Quality Control: Gambaran total sifat dari produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.
2. Dua arti penting MUTU bagi manager
1. Keistimewaan produk 2. Bebas dari kekurangan Mutu Jasa Pelayanan, karakteristik: 1. Tidak dapat diraba (intangibility) 2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory) 3. Produksi dan konsumsi secara bersama 4. Memasukinya lebih mudah 5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti teknologi dan peraturan pemerintah. Arti mutu pelayanan keperawatan dari beberapa sudut pandang:
Pasien/masyarakat : suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, ramah, efektif meringankan gejala penyakit & efektif mencegah penyakit.
Provider : bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan sesuai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang berlaku.
Manager/administrator : fokus pada mutu mendorong untuk mengelola staf, pasien dan masyarakt secara baik.
Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan (baca: Keperawatan)
Menurut Lori Di Prete Brown, dkk. terdapat 8 dimensi yang dipakai untuk mengukur mutu :
Kompetensi teknis : petugas, manager, staf pendukung; sesuai standar pelayanan?
Akses : mudah? (a.l. meliputi: geografis, ekonomi, sos-bud, bahasa
Efektifitas : prosedur dilakukan secara benar dan menghasilkan sesuai harapan
Hubungan antar manusia : baik? (petugas-pasien, manager petugas, tim kes.-masyarakat)
Efisiensi : pelayanan yg terbaik dgn sumber daya yang dimiliki
Kelangsungan pelayanan : klien menerima layanan secara lengkap seperti yang dibutuhkan
Aman, terhadap risiko cidera, infeksi, efek samping dan bahaya lain
Nyaman : a.l. menyangkut kebersihan, privacy
MANAJEMEN RISIKO DALAM KERANGKA MUTU
Dunia penuh ketidak pastian: BERISIKO !
Ketidakpastian ekonomi: perubahan sikap konsumen, perubahan selera, perubahan harga, perubahan teknologi
Ketidakpastian alam: banjir, gempa, badai dll
Ketidakpastian kemanusiaan: pencurian, penggelapan, peperangan, dll Diperlukan MANAJEMEN RISIKO!. Manajemen Risiko : strategi untuk mengurangi atau mencegah kerugian atau tindakan hukum dengan identifikasi, analisa, dan evaluasi risiko dan rencana penanganannya. Hal-hal umum terjadinya risiko :
Lantai licin sehingga pasien/keluarga jatuh (KUH Perdata 1367 dan 1369) Listrik, kabel yang terbuka/terkelupas.
Pemeliharaan: alat-alat tdk siap pakai. Tanda peringatan : DILARANG MEROKOK, DILARANG MASUK, AWAS TEGANGAN TINGGI, dll.
RISIKO DALAM RUANG PERAWATAN :
Tidak dipasangnya side-rail / hek
Bel pasien tidak berfungsi
Bel pintu masuk berbunyi tidak ada yang peduli
Selang waktu antara panggilan pasien/bel dgn datangnya perawat lama
Tabung oksigen kosong
Kunjungan diluar jam besuk
Brandkar tidak bertabung O2 atau tidak ber-hek
Pemberian obat tidak menerapkan prinsip-prinsip pemberian obat yang benar
Kurang perhatian thdp laporan penunggu pasien atau tenaga penunjang
Pemberian transfusi
Sasaran/tujuan manajemen risiko :
Mengidentifikasi
berbagai
variabel
kualitas
asuhan
yang
membahayakan.
Mengkoreksi atau meminimalkan sehingga mencegah terjadinya masalah.
Langkah-langkah proses manajemen risiko : 1. Menentukan tujuan yang ingin dicapai. 2. Mengidentifikasi risiko - risiko yang dihadapi atau terjadinya kerugian (paling sulit tapi penting). 3. Menentukan besarnya risiko atau kerugian :
Frekuensi kejadian
Besarnya akibat dari kerugian tersebut terhadap keuangan (kegawatannya)
Kemampuan meramalkan besarnya kerugian yang jelas akan timbul
4. Mencari cara penanggulangan yang paling baik, tepat dan ekonomis. 5. Mengkoordinir penanggulangan.
dan
melaksanakan
keputusan
untuk
6. Mencatat, memonitor, dan mengevaluasi langkah-langkah yang ditempuh.
Agar program penanggulangan risiko berlangsung efektif :
Telaah secara berkala: apakah ada perubahan, dampak terhadap kerugian/bahaya dan upaya penanggulangannya yg menyangkut biaya, program keselamatan, pencegahan kerugian,dsb.
Dokumen kerugian harus selalu diperiksa untuk mengetahui perkembangan.
Menjaga mutu pelayanan keperawatan; suatu rangkaian kegiatan pelayanan keperawatan berdasarkan:
Standar asuhan dan
Standar prosedur keperawatan
Karena klien keperawatan adalah manusia (yang unik), upaya menjaga mutu meliputi :
Mutu perilaku : memperlakukan pelanggan berdasarkan penghargaan hubungan manusiawi yang lebih baik.
Mutu prosedur
Prinsip utama dalam menjaga dan meningkatkan mutu keperawatan : 1. Fokus pada klien 2. Fokus pada sistem dan proses 3. Fokus pada keputusan berdasarkan data 4. Fokus pada partisipasi dari tim kerja
Langkah menjamin mutu (Quality Assurance) : 1. Planing For Quality Assurance 2. Developing Guidelines and Setting Standards
3. Communicating Standards and Specification 4. Monitoring Quality 5. Identifying Problems and Selecting Opportunities for Improvement 6. Defining The Problem Operationally 7. Choosing Team 8. Analyzing and Studying The Problem to Identify Its Roots Causes 9. Developing Solutions and Actions for Improvement 10. Implementing and Evaluations Quality Improvement Efforts
BAB II 8 PRINSIP MANAJEMEN MUTU ISO 9001 ISO 9001 adalah suatu standar internasional untuk Sist em Manajemen Mutu dan juga merupakan standar internasional yang paling banyak diaplikasikan di industri. ISO 9001 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu Sistem Manajemen Mutu, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan, dimana organisasi bertanggung jawab untuk menjamin kualitas dari produk-produk tertentu, atau merupakan kebutuhan dari pasar tertentu, sebagaimana ditentukan oleh organisasi. Kebanyakan orang salah kaprah dan menilai standar ISO 9001 merupakan standar produk. ISO 9001 bukanlah merupakan standar produk karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk (barang dan/atau jasa). Tidak ada kriteria penerimaan produk dalam ISO 9001, sehingga kita tidak dapat menginspeksi suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO 9001 hanya merupakan standar Sistem Manajemen Mutu. Dengan demikian, apabila ada perusahaan yang mengiklankan bahwa produknya telah memenuhi standar internasional, ini merupakan hal yang salah dan keliru. Seharusnya, manajemen perusahaan hanya boleh menyatakan bahwa Sistem Manajemen Mutu yang telah memenuhi standar internasional, bukan produk berstandar internasional, karena tidak ada kriteria pengujian produk dalam ISO 9001. Manajemen Mutu ISO 9001 ini disusun berdasarkan delapan prinsip manajemen mutu. Prinsip-prinsip ini dapat digunakan sebagai kerangka kerja ( framework ) yang membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja. Delapan prinsip manajemen mutu yang menjadi landasan penyusunan ISO 9001 antara lain:
1. Prinsip 1 : Fokus Pelanggan
Tidak dapat dipungkiri bahwa semua organisasi sangat bergantung pada pelanggan mereka. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memahami kebutuhan pelanggan, tidak hanya sekarang namun juga untuk masa yang akan datang. Organisasi harus memenuhi kebutuhan pelanggan dan giat berusaha melebihi ekspektasi pelanggan. Dengan penerapan prinsip ini, tidak hanya pelanggan yang diuntungkan, namun juga organisasi sendiri, antara lain :
Meningkatkan penerimaan dan pangsa pasar, yang diperoleh melalui tanggapan-tanggapan yang cepat dan fleksibel terhadap kesempatan pasar.
Meningkatkan efektivitas penggunaan sumber-sumber daya organisasi menuju peningkatan kepuasan pelanggan.
Meningkatkan loyalitas pelanggan yang akan memimpin pada percepatan perkembangan bisnis melalui pengulangan transaksi ( repeat order ).
2. Prinsip 2 : Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam suatu organisasi bukanlah hal yang dapat dipandang sepele. Pemimpin organisasi dalam hal ini bertanggung jawab dalam menetapkan kesatuan tujuan dan arah dari organisasi. Pemimpin ini harus menciptakan dan memelihara lingkungan organisasi agar orang-orang dapat menjadi terlibat secara penuh dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Manfaat pokok yang dapat dirasakan oleh suatu organisasi yang menerapkan prinsip kepemimpinana ini adalah :
Orang-orang akan memahami dan termotivasu menuju sasaran dan tujuan organisasi
Aktivitas-aktivitas akan dievaluasi, disesuaikan dan diterapkan dalam suatu kesatuan cara
Meminimumkan kesalahan komunikasi antara tingkat-tingkat dalam organisasi
3. Prinsip 3 : Keterlibatan Personel
Personel pada semua tingkat merupakan faktor yang sangat penting dari suatu organisasi dan keterlibatan personel secara penuh akan memungkinkan kemampuan personel digunakan untuk manfaat organisasi. Manfaat pokok jika organisasi menerapkan prinsip keterlibatan personel adalah :
Orang-orang dalam organisasi menjadi termotivasi memberikan komitmen dan terlibat
Menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas dalam mencapai tujuantujuan organisasi
Orang-orang menjadi bertanggung jawab terhadap kinerja mereka
Orang-orang menjadi giat berpartisipasi dalam peningkatan terus-menerus
4. Prinsip 4 : Pendekatan Proses
Suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara lebih efisien apabila aktivitas dan sumber-sumber daya yang berkaitan dikelola sebagai suatu proses. Proses dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari orang, material, metode, mesin, dan peralatan, dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output bagi pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi. Keuntungan aplikasi prinsip pendekatan proses terhadap suatu organisasi adalah :
Biaya menjadi lebih rendah dan waktu siklus ( cycle times) menjadi lebih pendek, melalui efektivitas penggunaan sumber daya
Hasil meningkat, konsisten, dan dapat diperkirakan ( predictable)
Kesempatan peningkatan menjadi prioritas dan terfokus
5. Prinsip 5 : Pendekatan Sistem terhadap Manajemen
Pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan dari proses-proses yang saling berkaitan sebahgai suatu sistem, akan memberikan kontribusi pada efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya. Penerapan prinsip pendekatan sistem akan membawa organisasi menuju :
Strukturisasi suatu sistem untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan cara yang paling efektif dan efisien
Pemahaman kesalingtergantungan di antara proses-proses dari sistem
Pendekatan terstruktur yang mengharmonisasikan dan mengintergrasikan proses-proses
Pemahaman yang lebih baik tentang peranan dan tanggung jawab yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan bersama dan oleh karena itu akan mengurangi hambatan-hambatan antar fungsi dalam organisasi
Pemahaman kemampuan organisasi dan penetapan kendala-kendala dari sumber-sumber daya sebelum bertindak
Kemampuan menentukan target dan mendefinisikan bagaimana aktivitasaktivitas spesifik dalam sistem harus beroperasi
Peningkatan terus menerus dari sistem melalui pengukuran dan evaluasi
6. Prinsip 6 : Perbaikan Berkesinambungan
Peningkatan terus-menerus dari kinerja organisasi secara keseluruhan harus menjadi tujuan tetap dari organisasi. Peningkatan terus-menerus didefinisikan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya terus-menerus meningkatkan efektivitas dan/atau efisiensi organisasi untuk memenuhi kebijakan da tujuan dari organisasi. Peningkatan berkesinambungan membutuhkan langkahlangkah konsolidasi yang progresif, menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan, dan akan menjamin suatu evolusi dinamik dari Sistem Manajemen Mutu.
7. Prinsip 7 : Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta
Keputusan yang efektif adalah berdasarkan pada analisis data dan informasi untuk menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga masalah-masalah kualitas dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. Keputusan manajemen organisasi sewajarnya ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi dan efektifitas implementasi Sistem Manajemen Mutu. Manfaat pokok apabila organisasi menerapkan prinsip pembuatan keputusan berdasarkan fakta adalah :
Keputusan berdasarkan informasi yang akurat
Meningkatkan kemampuan untuk menunjukkan efektivitas dari keputusan lalu melalui referensi terhadap catatan-catatan faktual
Meningkatkan kemampuan untuk meninjau ulang serta mengubah opini dan keputusan-keputusan
8. Prinsip 8 : Hubungan Saling Menguntungkan dengan Pemasok
Suatu organisasi dan pemasoknya adalah saling bergantung satu sama lain dan hubungannya yang saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan bersama dalam menciptakan nilai tambah. Keuntungan dari penerapan prinsip ini oleh suatu organisasi adalah :
Meningkatkan kemampuan untuk menciptakan nilai bagi kedua pihak
Meningkatkan fleksibilitas dan kecepatan bersama untuk menanggapi perubahan pasar atau kebutuhan dan ekspektasi pelanggan
Mengoptimumkan biaya dan penggunaan sumber-sumber daya
Pendekatan Delapan Prinsip Mutu memberikan kerangka kerja yang menyeluruh mengenai apa yang harus dilakukan oleh organisasi untuk maju dan berkembang. Delapan Prinsip Manajemen Mutu yang ada ini akan semakin efektif apabila diterapkan secara menyeluruh oleh organisasi. ISO 9001 sebagai salah satu kerangka kerja yang menggunakan pendekatan Delapan Prinsip Mutu secara terstruktur dan saling melengkapi, dimana “pendekatan sistem” dan “pendekatan proses” digunakan sebagai dasar sistem secara keseluruh di pasal 4 yang meliputi “kepemimpinan” atau leadership dan “fokus pada pelanggan” yang menjadi bagian dari Pasal 5 terkait dengan Tanggung jawab Manajemen, kemudian dilanjutkan dengan perencanaan sumber daya, salah satunya adalah “keterlibatan personil” yang ada di pasal 6. Pasal 7 terkait dengan realisasi produk salah satunya diterapkan dengan menggunakan prinsip “hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok” dan tindak lanjut terkait realisasi produk dan jasa yang sudah diberikan harus dilakukan dengan menggunakan “pendekatan
pembuatan
keputusan
berdasarkan
fakta”
dan
“perbaikan
berkesinambungan”. Dengan penerapan Delapan Prinsip Mutu tersebut, organisasi akan semakin berkembang secara seimbang dan berkesinambungan.
Pada kesempatan ini, penulis memilih Prinsip 7, yaitu : Pendekatan Factual dalam Pembuatan Keputusan / Pembuatan Keputusan Berdasarkan Fakta.
Keputusan yang efektif adalah keputusan yang berdasarkan pada analisis data dan informasi untuk menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga masalahmasalah kualitas dapat terselesaikan secara efektif dan efisien. PEMBAHASAN PENDEKATAN FAKTUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN ( Factual Approach to Decision Making) A.
Pengertian Pengambilan Keputusan
Para individu dalam organisasi membuat keputusan (decision), artinya mereka membuat pilihan-pilihan dari dua alternative atau lebih. Sebagai contoh, manajer puncak
bertugas menentukan tujuan-tujuan organisasi, produk atau jasa yang
ditawarkan, cara terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa yang menempatkan pabrik manufaktur
yang baru. Manajer tingkat menengah dan
bawah menentukan jadwal produksi, menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkan bayaran karyawan. Karyawan nonmanajerial juga membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja. Semakin banyak organisasi memberikan karyawan nonmanajerial otoritas pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan pekerjaan, maka pengambilan
keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perilaku organisasi. Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan altematif terbaik dari sejumlah Alternatif yang tersedia. Teori-teori pengambilan keputusan bersangkut paut dengan masalah bagaimana pilihan-pilihan semacam itu dibuat. Beberapa pegertian tentang keputusan menurut beberapa tokoh (dhino ambargo: 2) adalah sebagai berikut :
Menurut Davis (1988) keputusan adalah hasil dari pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Hal ini berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Keputusan dibuat untuk menghadapi masalahmasalah atau kesalahan yang terjadi terhadap rencana yang telah digariskan
atau penyimpangan serius terhadap rencana yang telah diteta pkan sebelumnya. Tugas pengambilan keputusan tingkatnya sederajad dengan tugas pengambilan rencana dalam organisasi.
Siagian (1996) menyatakan, pada hakikatnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data. Penentuan yang matang dari altenatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Claude S. George, Jr (2005) menyatakan, proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian dan pemilihan di antara sejumlah alternatif.
Horolddan Cyril O'Donnell (2005) juga berpendapat bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu.
Ralp C. Davis dalam Imam Murtono (2009) menyatakan keputusan dapat dijelaskan sebagai hasil pemecahan masalah, selain itu juga harus didasari at as logika dan pertimbangan, penetapan alternatif terbaik, serta harus mendekati tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pengambil keputusan haruslah memperhatikan hal-hal seperti; logika, realita, rasional, dan pragmatis.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesi mpulan bahwa pengambilan keputusan ini adalah sesuatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat suatu
masalah, pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Pengambilan keputusan yang dilakukan biasanya memiliki beberapa tujuan , seperti ; tujuan yang bersifat tunggal (hanya satu masalah dan tidak berkaitan dengan masalah lain) dan tujuan yang bersifat ganda (masalah saling berkaitan, dapat bersifat kontradiktif ataupun tidak kontradiktif).
Adapun faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembilan keputusan adalah : 1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan; 2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi; 3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain; 4. Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan; 5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik; 6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang cukup lama; 7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik; 8. Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan 9. Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya.
Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu akibat adanya reaksi atas sebuah masalah (problem), yang artinya ada ketidaksesuian antara perkara saat ini dan keadaan yang diinginkan, yang membutuhkan pertimbangan untuk membuat
beberapa tindakan alternative. Namun, berpaling dari hal ini keputusan yang dibuat haruslah keputusan yang baik, rasional, dan mengandung nilai-nilai etis dalam batasan-batasan tertentu. Oleh karena itu haruslah ada kerangka kerja pengambilan keputusan yang etis atau ethical decision making (EDM) Framework.
B.
Perkembangan Terkini
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah menunjukkan kepada masyarakat luas, runtuhnya pasar modal, dan pada akhirnya Sarbanes Oxley Act 2002, yang membawa reformasi tata kelola yang luas. Skandal-skandal korporasi berikutnya, termasuk Adephia, Tyco, HealthSouth, dan skandal lainnya menyajikan kesadaran publik yang semakin tinggi bahwa para eksekutif dapat membuat keputusan yang lebih baik. Kasus pengadilan berikutnya terkait denda, hukuman penjara, dan penyelesaiannya telah menggaris bawahi kebutuhan akan keputusan untuk menghasilkan tindakan yang legal. Pengadilan pendapat umum juga telah secara kejam berdampak pada perusahaan dan individu yang telah bertindak tidak etis. Kehilangan reputasi akibat tindakan tidak etis atau ilegal telah menyebabkan penurunan pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham, dan akhir karir bagi banyak eksekutif meskipun tindakan tersebut belum diinvestigasi secara penuh dan tanggung jawab bagi mereka belum sepenuhnya terbukti.
C.
Ethical Decision Making (EDM) Framework
Kerangka kerja EDM menilai etis atau tidaknya suatu keputusan atau tindakan dengan menguji :
Konsekuensi atau kemunculan keuntungan atau biaya bersih
Hak dan kewajiban yang terpengaruh
Keadilan yang ada
Motivasi atau kebajikan yang diharapkan
Tiga
pertimbangan
pertama
dari
empat
pertimbangan
diatas,
yaitu
konsekuensialisme, deontologi dan keadilan, diuji dengan menitikberatkan pada dampak suatu keputusan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan lain yang terpengaruh, yang dikenal dengan analisis dampak pemangku kepentingan. Pertimbangan keempat, motivasi pengambil keputusan, adalah
pendekatan yang dikenal dengan etika kebajikan. Keempat pertimbangan harus sungguh-sungguh diuji dan nilai etika yang sesuai harus diterapkan dalam keputusan dan implementasinya jika suatu keputusan atau tindakan dapat dipertahankan secara etis.
D.
Pendekatan-pendekatan pengambilan keputusan etis (Leonard J Brooks : 330)
1.
Pendekatan filosofi
a.
Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi
Pelaku Konsekuensialisme sungguh-sungguh dalam memaksimalkan manfaat yang dihasilkan oleh keputusan. Paham ini berpegang pada prinsip bahwa suatu tindakan itu benar secara moral jika dan hanya jika tindakan itu memaksimalkan manfaat bersih. Dengan kata lain, suatu tindakan dan juga keputusan disebut etis jika konsekuensi yang menguntungkan lebih besar daripada konsekuensi yang merugikan. Utilitarianisme klasik berkaitan dengan utili tas keseluruhan, mencakup keseluruhan varian, dan karenanya hal ini hanyalah sebagian manfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis, profesional dan organisasi. Konsekuensialisme dan utilitarianisme berfokus pada hasil atau akhir dari ti ndakan, maka disebut juga Teleological.
b.
Deontologi
Berbeda dengan konsekuensialisme, deontologi berfokus pada kewajiban dan tanggung jawab yang memotivasi suatu keputusan atau tindakan dan bukan pada konsekuensi dari tindakan. Tindakan yang didasarkan pada pertimbangan kewajiban, hak, dan keadilan sangat penting bagi professional, direktur, dan eksekutif
yang
diharapkan
memenuhi
kewajibannya.
Menambah
konsekuensialisme dengan analisis deontologi secara khusus termasuk perlakuan yang adil akan menjaga terhadap situasi dimana untuk kepentingan apa pertimbangan konsekuensi yang menguntungkan akan diperbolehkan untuk membenarkan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mencapai tujuan.
c.
Virtue Ethics
Kalau kedua pendekatan tadi menekankan pada konsekuensi dari tindakan atau tanggung jawab, hak dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk membenarkan kebiasaan moral, etika kebajikan berkaitan dengan aspek motivasi dari karakter moral yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan.
Stakeholder Impact Analysis – alat untuk menilai keputusan dan tindakan
Sejak berkembangnya konsep utilitarianisme pada 1861, suatu pendekatan yang diterima untuk menilai keputusan dan hasil tindakan adalah dengan mengevaluasi hasil akhir atau konsekuensi dari tindakan, yang secara tradisional didasarkan pada dampak keputusan terhadap kepentingan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Biasanya, dampak ini diukur dari keuntungan atau kerugian yang terjadi, karena keuntungan telah menjadi ukuran keberadaan yang ingin dimaksimalkan oleh pemegang saham. Pandangan tradisional ini sekarang berubah dalam dua jalan. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham ingin memaksimalkan hanya keuntungan jangka pendek menunjukkan fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak dan tuntutan kelompok-kelompok non-pemegang saham, seperti pekerja, konsumen/klien, supplier, pemerhati lingkungan, dan pemerintah yang mempunyai kepentingan dalam keluaran keputusan, atau didalam perusahaan itu sendiri, statusnya diakui dalam pengambilan keputusan perusahaan. Perusa haan modern sekarang akuntabel terhadap pemegang saham dan kelompok non pemegang saham, yang keduanya menjadi pemangku kepentingan, kepada siapa respon perusahaan ditujukan. Biasanya, maksimalisasi keuntungan dalam jangka waktu lebih dari setahun memerlukan hubungan yang harmonis dengan kelompok pemangku kepentingan dan kepentingannya.
Kepentingan mendasar dari pemangku kepentingan
Pengambil keputusan mengkonsolidasikan kepentingan kelompok pemangku kepentingan kedalam tiga kepentingan yang umum atau mendasar, yaitu :
Kepentingan mereka seharusnya menjadi lebih baik sebagai hasil dari
o
keputusan. Keputusan tersebut seharusnya menghasilkan pembagian yang adil dalam
o
keuntungan dan beban. Keputusan tersebut seharusnya tidak menyinggung hak para pemangku
o
kepentingan, termasuk para pembuat keputusan. Jadi, keputusan yang ditawarkan dapat dikatakan tidak etis jika keputusan tersebut gagal untuk memberikan keuntungan bersih, tidak adil, atau mengganggu hak para pemangku kepentingan.
Analisis dampak pemangku kepentingan pengambilan keputusan pendekatan
Beberapa pendekatan dikembangkan memanfaatkan analisis dampak pemangku kepentingan untuk memberikan bimbingan tentang kepatutan tindakan yang diusulkan untuk pengambil keputusan. Memilih pendekatan yang paling berguna tergantung pada apakah dampak keputusan pendek daripada jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan / atau probabilitas, atau mengambil tempat dalam pengaturan perusahaan. Pendekatan dapat digabung disesuaikan untuk mengatasi situasi tertentu. Analisis etis yang komprehensif melebihi model Tucker, Velasquez, dan Pastin dikembangkan untuk menggabungkan penilaian dari motivasi, kebajikan, dan karakter sifat dipamerkan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh stakeholder.
2.
Pendekatan 5 pertanyaan
Kerangka 5-pertanyaan adalah pendekatan berguna untuk pertimbangan tertib masalah tanpa banyak eksternalitas dan di mana f okus khusus yang diinginkan oleh perancang proses pengambilan untuk pengobatan yang diperluas dari pendekatan ini. Pendekatan 5 pertanyaan opsional dirancang untuk memfokuskan proses pengambilan keputusan pada relevansi isu tertentu untuk organisasi atau pengambil keputusan yang terlibat.
3.
Pendekatan standar moral.
Pendekatan standar moral untuk analisis dampak stakeholder yang dibangun langsung pada tiga kepentingan mendasar dari stakeholder. Hal ini agak lebih umum dalam fokus dari pendekatan 5-pertanyaan, dan memimpin pengambil keputusan untuk analisis yang lebih luas berdasarkan keuntungan bersih bukan hanya profitabilitas sebagai tantangan pertama dari keputusan yang diusulkan. Akibatnya, ia menawarkan sebuah kerangka yang lebih cocok untuk pertimbangan keputusan yang memiliki dampak signifikan di luar korporasi dari kerangka kerja 4-pertanyaan. Pertanyaan berfokus pada keadilan distributif, atau keadilan, ditangani dengan car a yang sama seperti dalam pendekatan 5-pertanyaan.
MORAL STANDARD
QUESTION
OF
PROPOSED
DECISION Bermanfaat Maximaize
bersih
manfaat
masyarakat secara keseluruhan
bagi apakah manfaat
tindakan sosial
dan
memaksimalkan meminimalkan
cedera social hak-hak individual Menghormati dan melindungi
adalah sction yang konsisten dengan hak setiap orang?
Keadilan Distribusi manfaat yang adil dan beban akan memimpin untuk ajust distribusi manfaat dan beban? Semua standar moral harus diterapkan ada: tidak ada adalah tes cukup dengan itu sendiri
4.
Pendekatan Pastin
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar untuk apture gagasan bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diinginkan. Jika keputusan dipandang menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan bahwa disenchamtment
atau relatiation akan terjadi. Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan pemecatan seorang karyawan yang bertindak tanpa pemahaman aturan dasar etika baik dari organisasi pengusaha yang terlibat. Dalam rangka untuk memahami aturan dasar yang berlaku untuk benar mengukur komitmen organisasi untuk proposal dan untuk melindungi pembuat keputusan., Pastin menunjukkan bahwa pemeriksaan keputusan masa lalu atau tindakan dibuat. Ia menyebut ini pendekatan reverse engineering keputusan, karena upaya ini dilakukan untuk mengambil keputusan masa lalu terpisah untuk melihat bagaimana dan mengapa mereka dibuat. Pastin menunjukkan bahwa orang sering dijaga (secara sukarela atau tanpa sadar) tentang mengekspresikan nilai-nilai mereka, dan bahwa reverse engineering menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan masa lalu, apa nilai-nilai mereka. Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar untuk apture gagasan bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar atau nilai-nilai fundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diinginkan. Jika keputusan dipandang menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan bahwa disenchamtment atau relatiation akan terjadi.
Memperluas dan pencampuran pendekatan
Dari waktu ke waktu, masalah etika akan naik yang tidak cocok dengan sempurna ke salah satu pendekatan yang dijelaskan. Untuk eksistensi, masalah yang diangkat oleh suatu masalah etika dapat diperiksa dengan pendekatan 5-pertanyaan, mengharapkan bahwa ada dampak jangka panjang yang signifikan atau eksternalitas yang panggilan untuk analisis biaya-manfaat daripada profitability sebagai pertanyaan tingkat pertama. Untungnya, biaya-manfaat analisis dapat diganti atau ditambahkan ke pendekatan untuk memperkayanya. Demikian pula, konsep dasar etika aturan dapat dicangkokkan ke pendekatan non-Pastin, jika diperlukan dalam keputusan yang berhubungan dengan pengaturan di dalam perusahaan. Perawatan harus diambil ketika memperluas dan blending pendekatan, bagaimanapun, untuk memastikan Thet setiap bidang baik offness, keadilan, dan dampak pada hak-hak individu diperiksa dalam analisis keputusan-lain komprehensif terakhir mungkin rusak.
Mengintegrasikan pendekatan dampak analisis filosofis dan stakeholder
Pendekatan-konsekuensialisme filosofis, deontologi, dan kebajikan-etika yang dikembangkan pada awal bab mendasari, dan harus disimpan dalam pikiran untuk menginformasikan dan memperkaya, analisis bila menggunakan pendekatan tiga pemangku kepentingan dampak. Pada gilirannya, dampak pemangku kepentingan analisis pendekatan yang digunakan harus memberikan pemahaman tentang fakta, hak, kewajiban, dan keadilan yang terlibat dalam keputusan atau tindakan yang aseential ke analisis etis yang tepat dari motivasi, vitues, dan karakter yang diharapkan. Akibatnya, dalam analisis, efektif komprehensif dari ethicality dari keputusan atau tindakan yang diusulkan, pendekatan-pendekatan filosofis tradisional harus menambah model stakeholder dan sebaliknya.
Menilai motivasi, dan kebajikan yang diharapkan dan karakter
Sebagaimana dicatat sebelumnya, suatu analisis etis yang komprehensif harus melampaui Tucker, Velasques, dan model Pastin untuk memasukkan penilaian motivasi, kebajikan, dan karakter yang terlibat dibandingkan dengan yang diharapkan oleh stakeholder. Kebajikan harapan, bagaimanapun, belum secara luas diakui sebagai penting dalam analisis stakeholder, sebagai skandal terakhir menunjukkan mereka harus. Keputusan yang dibuat oleh eksekutif perusahaan dan oleh akuntan dan pengacara yang terlibat dalam Enron, Arthur Andersen, WorldCom, Tyco, Adephia, dan lain-lain telah menunjukkan bahwa para pengambil keputusan banyak yang gagal untuk hidup sampai dengan harapan para pemangku kepentingan. Beberapa termotivasi akan keserakahan, bukan oleh kepentingan enlighteded berfokus pada kebaikan semua. Lain pergi bersama dengan keputusan etis karena mereka tidak mengakui bahwa mereka diharapkan untuk berperilaku berbeda dan memiliki kewajiban untuk melakukannya. Beberapa beralasan bahwa karena semua orang sedang melakukan sesuatu yang mirip, bagaimana bisa salah? Mereka lupa untuk mempertimbangkan cukup kebajikan (dan kewajiban) mereka diharapkan untuk menunjukkan. Apabila suatu kewajiban fidusia telah memiliki masa depan kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya, keutamaan sifat-karakter yang diharapkan seperti integritas,
profesionalisme,
keberanian,
dan
sebagainya-tidak
cukup
diperhitungkan. Oleh karena itu akan bijaksana untuk includde penilaian harapan etika moralitas sebagai langkah yang terpisah dalam setiap proses EDM untuk memperkuat sistem pemerintahan dan penjaga terhadap keputusan etis.
G. Pengembangan tindakan lebih etis
Perbaikan yang berulang adalah salah satu keuntungan menggunakan kerangka yang diusulkan EDM. Menggunakan set pendekatan filosofis, 5 pendekatan pertanyaan, standard moral, pastin, atau pendekatan yang umum memungkinkan aspek etis dari keputusan untuk diidentifikasi, dan kemudian dimodifikasi untuk meningkatkan interatively dampak keseluruhan dari keputusan. Sebagai contoh, jika keputusan itu diharapkan tidak adil kepada kelompok stakeholder tertentu, mungkin keputusan dapat diubah dengan meningkatkan kompensasi untuk kelompok itu, atau dengan menghilangkan atau mengganti tindakan. Pada akhir setiap pendekatan EDM, harus ada khusus untuk solusi saling menguntungkan. Proses ini melibatkan latihan imajinasi moral. Kadang-kadang, direktur, eksekutif, atau profesional akuntan akan kesulitan mengambil keputusan karena kompleksitas analisis atau ketidakmampuan untuk menentukan pilihan yang terbaik karena ragu ragu, terbentur waktu atau alasan lain. Herbert Simon__memberikan konsep untuk memecahkan masalah ini. Dia berargumen bahwa seseorang "seharusnya tidak membiarkan kesempurnaan menjadi musuh dari kebaikan"---- perbaikan iteratif sampai tidak ada kemajuan lebih lanjut dapat dibuat untuk menghasilkan solusi yang harus dipertimbangkan cukup baik dan bahkan pada titik optimal dalam waktu.
Kebiasan yang keliru pada para pembuat keputusan :
- Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan kepentingan pemegang saham. Seringkali, dampak yang paling signifikan (pemegang saham, pemegang saham) dari suatu tindakan yang diusulkan adalah mereka bahwa permukaan di masa depan dan mereka dengan nonshareholder stakeholder pertama. Hanya setelah kelompok ini bereaksi terhadap pemegang saham menanggung biaya kesalahan. Obat untuk miopia ini adalah untuk memastikan cakrawala waktu yang cukup untuk analisis,
dan untuk mempertimbangkan eksternalitas akun berdasarkan biaya-manfaat, meskipun dampaknya diukur awalnya oleh sekelompok nonshareholder. - Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan pemegang saham Seringkali, dampak yang paling signifikan (pemegang saham, pemegang saham) dari suatu tindakan yang diusulkan adalah mereka bahwa permukaan di masa depan dan mereka dengan nonshareholder stakeholder pertama. Hanya setelah kelompok ini bereaksi terhadap pemegang saham menanggung biaya kesalahan. Obat untuk miopia ini adalah untuk memastikan cakrawala waktu yang cukup untuk analisis, dan untuk mempertimbangkan eksternalitas akun berdasarkan biaya-manfaat, meskipun dampaknya diukur awalnya oleh sekelompok nonshareholder. - Berfokus hanya pada legalitas banyak manajer yang hanya peduli dengan apakah suatu tindakan sesuai dengan aturan. Hukum, beranggapan bahwa "Jika itu sesuai aturan hukum, berarti tindakannya etis."
-
Keadilan yang terbatas
Kadang-kadang pengambil keputusan bersikap adil hanya untuk kelompok yang disukai. Dan mereka tak punya kemampuan mengendalikan opini umum dan ujung ujungnya membayar untuk mengawasi mereka. Banyak eksekutif telah menunda masalah dan mengabaikan atas resiko. Cara yang terbaik untuk menjamin suatu keputusan itu etis bila berlaku adil untuk semua pemangku kepentingan. -
Pembatasan hak yang teliti
Pengambil keputusan seharusnya meneliti dampak terhadap hak seluruh pemangku kepentingan. -
Konflik kepentingan
Perkiraan/prasangka bukan satu-satunya alasan untuk menunjukkan penilaian tindakan yang diusulkan. Penghakiman dapat diliputi oleh konflik kepentingan kepentingan pribadi dari pembuat keputusan terhadap kepentingan terbaik perusahaan
,
atau
sekelompok
pengambilan
keputusan
adalah
penyimpangan terhadap kepentingan terbaik perusahaan -
Keterkaitan pemangku kepentingan
Seringkali pembuat keputusan gagal mengantisipasi bahwa apa yang mereka putuskan untuk satu kelompok akan mempengaruhi kelompok yang lain.
-
Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok stakeholder
Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua stakeholder dan kelompok kepentingan sebelum mengevaluasi dampak dari masing-masing bukti diri. Namun, ini merupakan langkah yang diambil untuk diberikan berulang kali, dengan hasil bahwa isu-isu penting tidak diketahui. Sebuah pendekatan yang berguna untuk membantu masalah ini adalah untuk berspekulasi tentang bagaimana buruk itu bisa pergi dari tindakan yang diusulkan dan mencoba untuk menilai bagaimana media bereaksi. Hal ini sering mengarah pada identifikasi kelompok yang paling rentan stakeholder. -
Kegagalan memberi peringkat pada kepentingan stakeholder
Kecenderungan untuk memperlakukan semua kepentingan stakeholders sama tingkat pentingnya. Namun, sering memperlakukan kepentingan yang mendesak yang paling penting. Mengabaikan ini tidak benar dan dapat menyebabkan keputusan kurang optimal dan tidak etis. -
Meninggalkan kebaikan, kejujuran dan hak.
Seperti dijelaskan sebelumnya,, bahwa keputusan etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika salah satu dari tiga aspek terlupakan. -
Kegagalan mempertimbangkan motivasi untuk sebuah keputusan
Selama bertahun-tahun, pengusaha dan profesional yang tidak peduli tentang motivasi untuk tindakan, seperti consenquences dapat dit erima. Sayangnya, banyak produsen telah kehilangan melihat kebutuhan untuk meningkatkan jaringan global untuk semua pengambilan manfaat (atau sebanyak mungkin) dan keputusan dibuat bahwa manfaat sendiri, atau hanya sedikit kurang beruntung pendek dan jangka panjang lainnya . Cupet ini, murni SEFT - pengambil keputusan organisasi yang berminat mewakili risiko tinggi untuk pemerintahan. -
Kegagalan untuk memperhitungkan kebajikan yang seharusnya ditunjukkan
Anggota dewan, eksekutif dan akuntan profesional diharapkan untuk bertindak dengan itikad baik dan pembuangan kewajiban fidusia kepada orang-orang mengandalkan mereka. Mengabaikan kebajikan diharapkan dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran, kurangnya integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama stakeholder, dan kegagalan untuk debit keberanian dalam menghadapi orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis,
atau meniup peluit bila diperlukan. Akuntan profesional yang mengabaikan nilainilai yang diharapkan dari mereka cenderung lupa bahwa mereka diharapkan untuk melindungi koleksi publik.
Langkah-langkah untuk mengambil Keputusan yang Beretika
1. Mengidentifikasi fakta dan seluruh kelompok pemangku kepentingan serta kepentingannya yang terpengaruh 2. Merangking pemangku kepentingan dan kepentingannya, mengidentifikasi yang terpenting dan memberikan bobot terhadapnya lebih dari isu yang lain dalam analisis 3. Menilai
dampak
tindakan
yang
ditawarkan
pada
masing-masing
kepentingan kelompok pemangku kepentingan dengan memperhatikan keberadaan mereka, perlakuan adil, dan hak lainnya, termasuk harapan kebajikan, menggunakan kerangka kerja pertanyaan secara menyeluruh dan meyakinkan bahwa perangkap umum yang dibicarakan kemudian tidak masuk dalam analisis.
Tujuh langkah analisis pengambilan keputusan oleh amrican accounting associat ion (1993 : 1.
Menentukan fakta (what, who, where, when and how)
2.
Menetapkan masalah etika
3.
Mengidentifikasikan prinsip dasar, peraturan dan nilai
4.
Menetapkan alternative pilihan
5.
Membandingkan nilai dengan alternative
6.
Menetapkan konsekuensinya
7.
Membuat keputusan
BAB III CONTOH KASUS ATAU APLIKASI DARI PRINSIP “PENDEKATAN FACTUAL DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN”
Penerapan Pendekatan Factual dalam Pembuatan Keputusan dalam pelayanan keperawatan, antara lain : Para individu dalam organisasi membuat keputusan (decision), artinya mereka membuat pilihan-pilihan dari dua alternative atau lebih. Sebagai contoh, manajer puncak
bertugas menentukan tujuan-tujuan organisasi, produk atau jasa yang
ditawarkan, cara terbaik untuk membiayai berbagai operasi, produk atau jasa yang menempatkan pabrik manufaktur
yang baru. Manajer tingkat menengah dan
bawah menentukan jadwal produksi, menyeleksi karyawan baru, dan merumuskan bagaimana meningkatkan bayaran karyawan. Karyawan nonmanajerial juga membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaan dan organisasi tempat mereka bekerja. Semakin banyak organisasi memberikan karyawan nonmanajerial otoritas pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan pekerjaan, maka pengambilan
keputusan individual merupakan satu bagian penting dari perilaku organisasi. Decision Making adalah suatu proses pemikiran dalam rangka penyelesaian/ pemecahan
suatu masalah untuk memperoleh hasil akhir guna dilaksanakan.
Keputusan yang diambil adalah hasil akhir dari pemilihan sejumlah alt ernatif yang terbaik, yang paling kecil risikonya. Dalam menghadapi pilihan itu, setiap alternatif perlu ditunjang oleh informasi selengkap-lengkapnya agar wawasannya menjadi luas dan dalam sehingga keputusan yang diambil tidak akan begitu meleset, dibandingkan dengan kalau tidak mengusahakan informasi selengkap-lengkapnya.
BAB IV PERAN PERAWAT DALAM PRINSIP “PENDEKATAN FACTUAL DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN”
Pengambilan keputusan merupakan salah satu langkah dalam proses keperawatan, dimana dalam pengambilan keputusan sangat diperlukan proses berpikir. Pengambilan keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual, dimana keputusan yang ada memerlukan tindakan nyata dalam menentukan pilihan dari beberapa alternatif pemecahan masalah yang ada. Pengambilan keputusan ini berdasarkan analisis dari data-data dan informasi yang dikumpulkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang paling menguntungkan dengan menggunakan logika dan rasional. Keputusan yang diambil dengan memperhatikan prioritas masalah yang paling penting untuk diatasi terlebih dahulu, waktu yang dibutuhkan, biaya, kemampuan, dan kemungkinan keberhasilan yang paling tinggi. Komponen yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan : 1) Tanda/ gejala yang ditimbulkan
misalnya tanda vital, keluhan, hasil
laboratorium. 2) Hipotesis (dugaan sementara) misalnya kemungkinan alergi, infeksi, kelainan ginjal, kelainan jantung dll. 3) Pengetahuan dasar berhubungan dengan informasi, literatur, pernyataan yang didukung dengan logika dan rasionalisasi. 4) Tindakan keperawatan ditentukan dari beberapa alternatif yang diajukan. 5)
Penyelidikan/ pemeriksaan, hal ini dilakukan untuk memperkuat/ memvalidasi dan mendukung keputusan yang akan diambil.
6) Pendapat/ perkiraan awal sebelumnya.
Pengambilan keputusan untuk menyelesaikan dan mengatasi masalah yang timbul selain dengan menggunakan metode dan elemen diatas sangat diperlukan kreativitas dari tenaga kesehatan. Pengambilan keputusan yang baik adalah pengambilan keputusan yang dilakukan secara cepat, tepat, efektif dan efisien serta tidak menimbulkan konflik untuk pencapaian tujuan. Langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : 1. Identifikasi masalah Masalah dan perumusan masalahnya harus benar-benar jelas. Pertanyaan pertanyaan berikut ini akan memperjelas perumusan masalah seperti mengapa masalah itu harus dipecahkan? Apa untung ruginya ? Faktor-faktor apa yang berpengaruh? Kapan harus diselesaikan? Berapa biaya yang diperlukan? Harapan apa yang diperoleh? Bagaimana melaksanakannya? Siapa yang akan diikutsertakan? 2. Pengumpulan data Untuk menyelesaikan/ memecahkan masalah, data sangat diperlukan dan harus relevan/ sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 3. Analisis data Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan sistematis, yang nantinya menjadi informasi untuk mengambil keputusan. 4. Penentuan alternatif Data yang sudah dianalisis akan memunculkan beberapa alternatif yang harus diambil salah satu menurut pertimbangan pali ng baik. Untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif dilakukan dengan menyusun suatu rangking dari alternatif yang ada dengan melihat apakah mempermudah tercapainya tujuan, memberikan kepuasan yang paling besar, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan efisiensi. Penentuan alternatif harus berdasarkan pertimbangan
yang matang, berlandaskan pemikiran yang masak sehingga kecil risikonya, aman, sesuai dan tidak menimbulkan efek negative. 5. Pelaksanaan alternatif Alternatif direalisasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang pastinya akan banyak rintangan/ hambatan sehingga membutuhkan kreativitas. 6. Penilaian/ evaluasi Dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan cocok dengan perencanaan/ alternatif yang sudah dipilih dan dapat dijadikan pengalaman sehingga kesalahan tidak lagi terjadi di masa-masa yang akan datang. Kalau kita amati secara seksama, langkah pengambilan keputusan ini hampir sama dengan proses keperawatan yang diawali dengan pengkajian, analisis data dan diagnosa keperawatan, perencanaan. Implementasi dan evaluasi. Kreativitas merupakan kemampuan seseorang didasarkan data/ informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dengan penekanan pada kuantitas, ketepat gunaan, keragaman jawaban. Seorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, bertualang, suka bermain-main serta intuitif ( berdasar bisikan hati). Orang kreatif juga menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan membuat lompatan yang memungkinkan mereka memandang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru. Menciptakan ide dapat dilakukan dengan cara antara lain : 1. Mengembangkan ide lama dengan merubah bentuk dan penggunaannya . 2. Merubah ide lama dengan cara menyusun kembali atau menggabungkan bagian-bagian tertentu dengan cara mendesainnya. 3. Menyusun ide yang benar-benar baru, orisinil (asli) dan bermanfaat.
Semakin cepat informasi keluar dan diterima oleh orang, semakin cepat orang menyerapnya, mengkombinasikan dan merekombinasikannya untuk menciptakan konsep, teori, fakta dan penemuan baru yang lebih banyak lagi. Pengelompokkan kreativitas berdasarkan 4P, yaitu : 1) Product yaitu hasil suatu kerja yang diterima sangat berguna dan dapat memuaskan sekelompok orang dalam waktu tertentu. 2)
Press artinya mempunyai dorongan atau tekanan yang dapat membuat orang lain termotivasi untuk mengikuti dan mengakui pendekatan pemecahan masalah dengan mengemukakan ide/ pendapatnya untuk mewujudkan hasil yang kreatif.
3)
Process yaitu proses yang dilakukan mulai dari awal sampai akhir sebagai suatu sistem yang baru dan dianggap baik serta dapat diterima secara disadari ataupun tidak.
4)
Person artinya pribadi/ individu yang mempunyai keunikan yang berbeda dengan orang lain dalam berfantasi, berekspresi, berkreasi dan kebebasan dalam menyatakan sikap dan perbuatannya terhadap sesuatu.
Dalam berkreativitas juga sering mengalami hambatan, antara lain : 1)
Hambatan Internal dalam berimajinasi, berekspresi dan berkreatif. a) Tidak mendapat informasi yang tepat. b) Keterbatasan bahasa/ kurang bisa berkomunikasi. c) Tidak biasa berimajinasi. d) Terlalu realistis. e) Kurang mampu mengekpresikan ide/ menyampaikan gagasan.
f)
Hambatan persepsi seperti stereotype/ terpaku pada pola yang ada.
g) Hambatan emosi seperti malas berpikir dan bicara, takut salah, takut mengambil risiko, tegang, ingin cepat berhasil, kurang tantangan, tidak biasa membedakan fantasi dan realita. 2)
Hambatan Eksternal seperti lingkungan dan sosial budaya. a) Budaya yang tabu dan penuh tahayul. b) Keterbatasan jaringan/ hubungan. c) Keterbatasan anggaran. d) Kekurangan waktu. e) Tidak mendapat dukungan dari lingkungan. Dalam keperawatan khususnya pada saat memberikan asuhan keperawatan
pada klien, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan kreativitas saling berkaitan dan mempengaruhi. Hal ini dapat dilihat ketika perawat membuat perencanaan keperawatan yang di dalamnya membutuhkan penyelesaian dari setiap masalah yang dihadapi klien dan mengambil keputusan dari berbagai alternatif pemecahan yang ada serta membutuhkan kreativitas dalam melakukan tindakan keperawatan karena respon klien dapat berubah dengan cepat. Ketiga hal ini pun melibatkan proses berpikir yang cepat dan tepat.