BAB I PEMBAHASAN
1.1 LATAR BELAKANG
Apabila kita mempunyai sebuah benda yang memiliki energi E 0, kemudian kita akan melempar benda tersebut pada sebuah tembok yang ada di depan kita. Maka kita akan meninjau meninjau kasus ini dalam dalam dua tinjauan Fisika yang berbeda. berbeda. Dalam tinjauan gerak Klasik, maka kita akan mendapatkan bahwa benda dengan energi E 0 tidak akan dapat menembus tembok yang ada di depannya, karena bisa jadi potensial tembok yang lebih besar daripada energi benda tadi. Kecuali jika benda tersebut memiliki energi yang lebih besar dari potensial tembok sehingga benda tersebut dapat menembus tembok. Berbeda lagi jika kita meninjau kasus benda tadi dalam konsep kuantum. Di dalam kuantum sebuah benda atau partikel dianggap sebagai gelombang (dualisme gelombang dan partikel) dan dapat dinyatakan dengan persamaan Schrodinger, yaitu :
Dengan menggunakan persamaan di atas, apabila ada sebuah partikel yang akan melintasi sebuah potensial pengahalang. Ternyata ada sesuatu yang tidak biasa dalam tinjauan kuantum, yaitu partikel tadi bisa saja menembus penghalang yang energinya lebih tinggi daripada energi yang dimiliki oleh partikel. Persamaan di atas merupakan persamaan gerak sebuah sebuah
partikel. Apabila Apabila
partikel tadi akan kita lewatkan dalam sebuah potensial penghalang yang memiliki energi lebih besar daripada energi yang dimiliki partikel, maka dengan menggunakan persamaan di atas akan diperoleh kesimpulan bahwa partikel tetap ditemui di daerah setelah penghalang tersebut. Dari perbedaan antara konsep gerak dalam Fisika klasik dan Fisika kuantum tersebut, maka makalah ini kami susun untuk menjelaskan bagaimana fenomena
1
penerobosan penghalang potensial ini dapat terjadi dan apa faktor apa saja yang menyebabkannya berdasarkan tinjauan kuantum.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah gejala penerobosan itu ?
Bagaimana proses terjadinya gejala penerobosan ?
Seperti apakah aplikasi fenomena tunneling itu?
1.3 TUJUAN
1. Untuk menjelaskan apakah pengertian gejala penerobosan itu. 2. Untuk menjelaskan bagaimana proses terjadinya gejala penerobosan. 3. Untuk menjelaskan aplikasi dari fenomena tunneling.
1.4 MANFAAT
1. Untuk mengetahui pengertian gejala penerobosan. 2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya gejala penerobosan. 3. Untuk mengetahui aplikasi dari fenomena tunneling.
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN GEJALA PENEROBOSAN
Apa yang terjadi jika kita melempar bola ke arah tembok? Bola akan terpantul balik bukan? Dapatkah bola menerobos tembok? Tentu saja tidak. Tetapi secara mekanika kuantum bola mempunyai kemungkinan (walaupun kecil) untuk menerobos tembok, Peluang atau kemungkinan ini makin besar jika bolanya semakin kecil. Gejala penerobosan ini biasanya terjadi pada level atom. Sebagaimana dari prinsip sumur potensial, secara mekanika klasik sebuah elektron tidak dapat menembus penghalang, karena E < E 0, tidak memungkinkan elektron bisa menembus daerah tersebut, sehingga Ek = E – E0 bernilai negatif. Atau dengan bahasa lain X>0 merupakan daerah larangan yang tidak munkin di temukan elektron, yang terjadi hanya dipantulkan kembali. Namun nyatanya, secara kuantum pada sisi setelah penghalang tersebut, masih bisa ditemukan elektron. Teori kuantum ini juga meramalkan kemungkinan elektron menembus suatu penghalang yang hanya terjadi di dunia mikro. Fenomena inilah yang dikenal dengan gejala penerobosan. Dalam mekanika klasik sebuah potensial tak bergantung waktu satu dimensi dapat memberikan 2 jenis gerak yang berbeda. Jika V(x) meningkat melebihi besar daripada energi total partikel (E) di kedua sisi (gambar i) maka partikel akan terperangkap pada sumur potensial (terguncang bolak-balik) diantara titik balik, tapi tidak dapat melarikan diri. Keadaan partikel tersebut disebut keadaan terikat (bound state). Jika pada sisi lain E > V(x) pada satu sisi atau keduanya, lalu partikel datang dari ketakterbatasan, memperlambat kecepatan atau menambah kecepatan dibawah pengaruh potensial dan kembali ke keadaan tak hingga(gambar ii). Keadaan ini di sebut keadaan hamburan (scattering state).
3
Gambar (i). Bound State
Gambar (ii). Scattering State
Kita telah menemui dua jenis solusi persamaan schrodinger tak bergantung waktu, yaitu untuk spektrum diskrit dan kontinu. Persamaan Schrodinger ini menerangkan secara tepat pada bound state dan scattering state. Perbedaannya terlihat sangat jelas pada wilayah kuantum karena fenomena Tunneling ini mengijinkan partikel untuk menerobos melalui dinding potensial yang terbatas (finite), jadi satu-satunya permasalahannya adalah pada saat potensial bernilai tak hingga.
2.2 PROSES TERJADINYA GEJALA PENEROBOSAN.
Apabila partikel berenergi E bergerak atau ditembakkan dari kiri melewati penghalang potensial berikut ini :
Struktur potensial penghalang ganda yang dilukiskan pada gambar 1 di atas terdiri dari dua penghalang simetris. Jika ada elektron datang dengan energi E yang lebih kecil daripada energi potensial
penghalang V 0, maka dalam keadaan ini
elektron dapat memasuki sistem dengan probabilitas tunneling mendekati harga 4
satu. Hal ini dapat dijelaskan dengan keadaan resonans, yaitu bahwa elektron mendapatkan penambahan probabilitas tunneling ketika energi elektron yang datang tepat sama dengan energi resonans keadaan-keadaan eigen di dalam sumur potensial. Peristiwa ini juga dapat dipandang sebagai interferensi konstruktif antara gelombang elektron yang meninggalkan penghalang pertama dengan gelombang elektron yang direfleksikan oleh potensial penghalang kedua. Besarnya probabilitas tunneling dari pembawa muatan yang masuk ke dalam struktur potensial penghalang ganda dapat dimulai dari persamaan Schrodinger berikut ini:
Saat partikel datang dengan energi E < V 0, maka persamaan Schrodinger di atas akan menjadi :
Untuk daerah I ( -
) dan daerah III (
) memiliki persamaan
fungsi gelombang yang sama, yaitu saat V 0 = 0
dengan
Untuk daerah II (
), karena berada potensial V 0
maka persamaan
gelombangnnya adalah
5
dengan
Solusi persamaan-persamaan tersebut adalah
Dengan
,
Syarat fisis
Sehingga suku
,
,
0
,
,
adalah konstanta- konstanta.
untuk
(pada daerah III)
tidak diterima di daerah III
Sehingga solusi persamaannya menjadi :
Arti fisis dari persamaan solusi gelombang di atas adalah pada daerah I merupakan superposisi dari 2 gelombang yang berasal dari gelombang datang dan gelombang pantul setelah gelombang tersebut bertumbukan dengan penghalang potensial. Pada daerah II juga terdapat 2 superposisi gelombang yang berasal dari gelombang yang ditransmisikan oleh gelombang datang dan gelombang pantul yang menumbuk potensial berikutnya. Sedangkan untuk daerah III hanya terdapat 1 fungsi gelombang yang berarti hanya terdapat gelombang yang ditransmisikan dari gelombang yang berada dalam potensial penghalang dan tidak terdapat gelombang yang di pantulkan karena selanjutnya tidak ada penghalang potensial.
6
Gambar 2. Fungsi gelombang untuk E
| |
2
Sehingga intensitas gelombang terpantul
| | * + | | 2
=
2
=
Maka, intensitas gelombang datang = intensitas gelombang pantul Syarat kontinuitas gelombang di daerah II dan daerah III adalah Ψ 2
= Ψ 3
(qx)
B1 e
Syarat Kontinuitas
(-qx)
+ B2e
(ikx)
= Ce
Untuk x =0, maka B1 + B 2 = C ......................................................................................................(1)
7
Untuk x = 0 ; maka qB1 – qB2 = ikC q(B1 - B2) = ikC ...................................................................................................(2) Substitusi persamaan (1) ke (2) q(B1 - B2) = ikC dimana C = B1 + B 2 q(B1 - B2) = ik(B1 + B 2) qB1 - qB2 = ikB1 + ikB2 qB1 - ikB1 = ikB2 + qB2 B1(q - ik) = B2(q + ik)
atau
Persamaan di atas merupakan koefisien refleksi dari potensial penghalang. Sedangkan untuk koefisien transmisinya bisa diperoleh dari
Sifat dari T untuk harga qa ekstrim (kecil sekali)
8
Dengan R & T <1, dan R+T=1
2.3 APLIKASI GEJALA PENEROBOSAN
Peluruhan alfa merupakan salah satu peristiwa efek penerobosan (tunneling effect). Diasumsikan dua netron dan dua proton yang berada dalam inti membentuk partikel alfa. Dua proton dan dua netron ini bergerak terus di dalam inti, yang kadang-kadang bergabung dan terkadang berpisah. Di dalam inti partikel alfa terikat oleh gaya inti yang sangat kuat. Tetapi jika partikel alfa inti bergerak lebih jauh dari jari-jari inti ia akan segera merasakan tolakan gaya Coulomb. Tinggi potensial halang dalam inti berat sekitar 30 MeV sampai 40 MeV, sementara partikel alfa hanya memiliki energi sekitar 4 sampai 8 MeV. Jadi, secara klasik partikel alfa tidak akan mengkin menerobos potensial Coulomb yang begitu besar. Namun, dalam mekanika kuantum, penerobosan seperti itu diijinkan. Terdapat peluang partikel alfa untuk menerobos “dinding yang begitu tebal dan kuat”.
| | ∫ Jika kita menuliskan
kemudian
Dengan R adalah jari-jari nuclear dan b adalah titik balik, yang didapatkan dari penyelesaian integran. Z 1 adalah muatan dari anak inti dan Z 2 adalah muatan dari partikel yang diemisikan. Bentuk integral dapat diselesaikan
( ) √ [ () ] Untuk energi yang rendah ( relatif terhadap tinggi penghalang Coulomb pada r=R, didapatkan b>>R, dan kemudian
2
dengan b=Z1Z2e /E.
9
Bila kita menuliskan energi dari partikel α, E=mv2 /2, dengan v kecepatan akhir, maka
10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fenomena Tunneling terjadi karena elektron yang lepas memiliki energi yang lebih besar dibandingkan energi fermi dari bahan logam tersebut.
peristiwa peluruhan radiaoaktif juga merupakan salah satu fenomena tunneling.
Secara mekanika klasik, partikel/zarah tidak akan bisa menembus dinding potensial penghalang.
Tetapi pada kenyataannya, secara kuantum partikel atau zarah t ersebut masih bisa ditemukan pada daerah setelah penghalang tersebut.
Hal ini juga menunjukkan bukti bahwa zarah pada fisika kuantum merupakan superposisi
dari
beberapa
gelombang
(dapat
direfleksikan
dan
ditransmisikan).
Probabilitas menemukan zarah/partikel pada daerah tersebut sebanding dengan koefisien refleksi dan transmisi dari persamaan gelombangnya, yaitu;
11
DAFTAR PUSTAKA
Gasiorowicz, S, 1974, Quantum Physics , John Wiley and Sons, New York Griffith, J. David, 1995, Introduction to Quantum Mechanics , Pearson Prentice Hall, United States of America Krane, Kenneth, 2008, Fisika Modern, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Purwanto, Agus, 1997, Pengantar Fisika Kuantum , Citra Media Pustaka, Surabaya
12