26
MAKALAH DISCOVERY LEARNING
"KONSEP KEPERAWATAN KOMUNITAS DAN KELUARGA"
Dosen Pengampu Karyadi, pHD
Kelompok 4B:
Ani Selfi Yulianti 11151040000059
Visia Talimurti 11151040000071
Desi Kurniawati 11151040000076
Fazhiyah Febriyanti 11151040000082
Syifa Fauziah 11151040000084
Nadhira 11151040000086
Novia Suryani 11151040000090
Fuja Amanda 11151040000097
Cindy Karmila 11151040000105
Cynthia Alya Tantiani 11151040000104
Ibnu Syarifudin H 11151040000121
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunianya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah dalam bentuk makalah tanpa suatu halangan yang amat berarti hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Karyadi, pHd sebagai dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Komunitas dan Keluarga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah discovery learning mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Demikian yang dapat penulis sampaikan, apabila terdapat kata di dalam makalah ini yang kurang berkenan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran bagi yang membacanya. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa yang akan datang dan kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penyusun,
Kelompok 4B
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 6
BAB II 7
PEMBAHASAN 7
2.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 7
2.2 Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional 7
2.3 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 7
2.4 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional 8
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 10
2.5.1 Kelebihan 10
2.5.2 Kerugian 10
2.6 Permasalahan Jaminan Kesehatan Nasional yang Terjadi di Masyarakat 11
2.7 Pengorganisasian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 15
2.7.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Dewan Pengawas Dalam melaksanakan Pekerjaannya. 15
2.7.2 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Direksi Dalam menyelenggarakan JKN. 16
2.8 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 17
2.9 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 20
2.9.1 Jenis Pelayanan 20
2.9.2 Prosedur Pelayanan 20
2.9.3 Kompensasi Pelayanan 20
2.9.4 Penyelenggara Pelayanan Kesehatan 21
2.10 Dasar Hukum Terbentuknya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 21
2.11 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 22
2.11.1 Iuran 22
2.11.2 Pembayaran Iuran 22
2.11.3 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan 23
2.11.4 Pertanggung Jawaban BPJS Kesehatan 24
BAB III 25
PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
DAFTAR PUSTAKA 26
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut pasal 25 ayat 1, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Sehingga, Pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Uni versal Health Coverage).
Untuk mewujudkan komitmen global tersebut, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha tersebut diselenggarakan dalam beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi-bagi. Sehingga, biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Mendukung pelaksanaan tersebut, Kemen terian Kesehatan memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur antara lain pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga akan mengatur jenis dan plafon harga alat bantu kesehatan dan pelayanan obat dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Apa saja tujuan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Apa saja manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Apa saja prinsip – prinsip dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Apa saja kelebihan dan kekurangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Apa saja permasalahan yang muncul akibat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Bagaimana pengorganisasian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Siapa saja yang dapat dikategorikan peserta dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Bagaiamana sistem pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Apa saja dasar hukum terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Bagaimana sistem pembiayaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?
Tujuan
Mahasiswa memahami pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami tujuan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami prinsip – prinsip dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami kelebihan serta kekurangan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami permasalahan yang muncul akibat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami bagaimana pengorganisasian dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami siapa yang tergolong peserta dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami sistem pelayanan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami dasar hukum terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mahasiswa memahami bagaiamana sistem pembiayaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah Peraturan BPJS No.1 tahun 2014).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional, ini diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (Mandatory) berdasarkan Undang – Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
2.2 Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional
Agar semua penduduk indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga merea dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehata masyarakat yang layak. JKN diluncurkan pemerintah republik indonesia sejak 1 januari 2014, kementrian kesehatan melakukan berbagai upaya untuk memperkuat pelayanan kesehatan. Berbagai peraturan dan panduan tentang pelayanan kesehatan dan standar tarif dasar bagi pemberi dan pengelola pelayanan kesehatan (Yankes) telah dikeluarkan. (Permenkes No. 28 tentang pedoman pelaksanaan program JKN).
2.3 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Manfaat JKN terdiri atas 2 jenis yaitu secara medis dan non medis.
Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan komprehensif, yakni pelayanan yang diberikan bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan rehabiitatif. Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya iuaran bagi peserta.
Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulan. Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter. Promotif dan preventif yang diberikan bagi upaya kesehatan perorangan (personal care). JKN menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk termasuk warga asing harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk indonesia sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
2.4 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:
Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong- 18 Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat 19 Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.5.1 Kelebihan
Premi asuransi komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat.
Manfaat yang ditawarkan umumnya terbatas.
Memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau.
Asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan "terserah dokter" atau terserah "rumah sakit".
Asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan).
Asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.
2.5.2 Kerugian
Tidak sesuai prosedur;
Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS;
Pelayanan bertujuan kosmetik;
General checkup,
Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi;
Pelayanan kesehatan pada saat bencana
Pasien Bunuh Diri /Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat;
Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment);
Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
Perbekalan kesehatan rumah tangga;
Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah; dan
Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan
2.6 Permasalahan Jaminan Kesehatan Nasional yang Terjadi di Masyarakat
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan program JKN/KIS yang diselenggarakan BPJS Kesehatan pada semester I tahun 2016. Hasilnya, DJSN menemukan 8 masalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang perlu diperbaiki.Kedelapan masalah itulah yang selama ini dianggap sebagai bagian dari penghambat program JKN/KIS.
Pertama, aspek kepesertaan, yaitu penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat pendaftaran peserta JKN/KIS. Ini diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014 dan Surat Edaran (SE) BPJS Kesehatan No. 17 Tahun 2016.Anggota DJSN, Zaenal Abidin, melihat ada yang perlu diperbaiki dalam mekanisme pendaftaran itu karena Peraturan Presiden (Perpres) No. 19 Tahun 2016 yang telah diubah menjadi Perpres No. 28 Tahun 2016 menyebut NIK bukan syarat wajib kepesertaan. Syarat kepesertaan adalah identitas. Jika NIK belum bisa disediakan oleh instansi yang bertanggungjawab, BPJS Kesehatan mestinya menyediakan identitas sementara untuk peserta yang belum punya NIK. "Kebijakan BPJS Kesehatan yang menjadikan NIK sebagai syarat mutlak pendaftaran peserta ini dapat menghambat perluasan kepesertaan," kata Zaenal dalam jumpa pers yang diselenggarakan DJSN di Jakarta, awal Agustus.
Kedua, soal pelayanan, menyangkut prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas dalam program JKN/KIS yang berjalan selama ini belum optimal. Portabilitas artinya setiap peserta dapat menikmati layanan kesehatan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Kalaupun seorang peserta pergi ke daerah lain, ia tetap bisa mendapatkan layanan.Namun, dari sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) yang ditemui DJSN menyebut ada kebijakan BPJS Kesehatan yang membatasi pelayanan bagi peserta yang berobat di luar faskes tingkat pertama (FKTP) tempat peserta terdaftar. Peserta bisa mendapat pelayanan di FKTP itu maksimal 3 kali. Ada juga FKTP menolak melayani peserta dari FKTP wilayah lain dengan alasan mekanisme pembayaran untuk portabilitas belum jelas. Jika tetap ingin dilayani, ia harus menghubungi layanan di daerah asal.Pemantauan DJSN menunjukan portabilitas pada kasus darurat relatif berjalan. Tapi hal serupa tidak ditemui dalam portabilitas pelayanan non darurat. DJSN merekomendasikan agar pembatasan pelayanan sebanyak 3 kali itu ditujukan kepada peserta yang terdaftar di faskes yang masih dalam satu kabupaten/kota; menyediakan petugas call center di daerah untuk pelayanan portabilitas; dan mengembangkan pola pembayaran khusus kepada FKTP yang memberi pelayanan kepada peserta yang berasal dari FKTP daerah lain.
Ketiga, menyangkut regionalisasi rujukan. Pelayanan dalam program JKN/KIS dilaksanakan secara berjenjang mulai dari FKTP sampai faskes rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Beberapa provinsi seperti Sumatera Selatan dan Jakarta mengatur rujukan itu berdasarkan wilayah administratif pemerintan daerah. DJSN menilai regionalisasi rujukan tidak tepat karena menyebabkan peserta terhambat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Peserta harus menempuh jarak yang jauh dengan biaya yang besar untuk mencapai sebuah faskes.Masalah rujukan juga dialami peserta karena FKTP hanya boleh merujuk ke RS tipe C terlebih dulu. Padahal, tidak semua RS tipe C punya fasilitas dan SDM yang bisa melayani peserta sesuai diagnosa rujukan. Itu menimbulkan kesan pelayanan terhadap peserta diperlambat atau dipersulit. Bahkan bisa menyebabkan kondisi penyakit yang diderita peserta lebih parah dan meningkatkan biaya transportasi rujukan yang ditanggung BPJS Kesehatan. Untuk mengatasi masalah rujukan itu DJSN mengusulkan agar regionalisasi rujukan diatur berdasarkan 'konsep jangkauan' dan 'kemampuan' faskes.
Keempat, soal kriteria gawat darurat (emergency). Selama dua tahun program JKN/KIS berjalan, kriteria gawat darurat jadi kendala pelaksanaan pelayanan kesehatan di lapangan. Belum ada regulasi yang detail mengelompokkan kondisi-kondisi yang tergolong gawat darurat atau bukan.Penjaminan BPJS Kesehatan dalam kasus gawat darurat di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan hanya mengacu diganosa, bukan kriteria yang dimaksud darurat. "Misalnya, kasus stroke dianggap darurat, kondisi apa yang dianggap masih darurat? Kriteria stabil, seperti apa dianggap stroke stabil? Apakah penurunan kesadaran dianggap stabil?," urai Zaenal. DJSN merekomendasikan BPJS Kesehatan, IDI dan perhimpunan profesi untuk menetapkan kriteria darurat dan stabil. BPJS Kesehatan dituntut mampu mengumpulkan informasi tentang kemampuan dan ketersediaan tempat tidur di faskes yang bekerjasama. Sehingga pasien darurat dapat dipindahkan ke RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Kelima, perihal pembagian kelas perawatan. Pembagian kelas perawatan rawat inap yang ada saat ini dinilai DJSN tidak sesuai dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Regulasi itu jelas menyebut kelas perawatan bagi peserta yang membutuhkan rawat inap menggunakan kelas standar tanpa ada pembagian kelas. Pembagian kelas I, II dan III sebagaimana berlangsung saat ini berdampak terhadap diskriminasi pelayanan karena tarif yang dibayar berbeda, tergantung kelas perawatannya. Diskriminasi ini bertentangan dengan prinsip kemanusiaan sebagaimana amanat UU SJSN dan UU BPJS.
Keenam, menyoal pengadaan obat-obatan. DJSN berpendapat item obat dalam e-catalog tidak dapat memenuhi kebutuhan. Karena itu e-catalog bukan satu-satunya cara untuk pengadaan obat dalam program JKN/KIS. Item obat yang tidak ada di e-catalog dapat mengacu harga pasar. Tetapi terkendala Permenkes No. 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Beleid ini menyebut pengajuan klaim atas obat program rujuk balik, obat penyakit kronis dan kemoterapi serta biaya pelayanan kefarmasian mengacu pada harga dasar obat sesuai e-catalog. DJSN merekomendasikan agar Permenkes itu ditinjau ulang.
Ketujuh, terkait klasifikasi tarif INA-CBGs. Pasal 24 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN mengamanatkan besarnya pembayaran kepada faskes untuk setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BPJS dan asosiasi faskes di wilayah tersebut. Zaenal mengatakan ketentuan itu tidak terpenuhi karena tarif INA-CBGs sudah ditetapkan berdasarkan regional sehingga menutup ruang kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi faskes untuk menentukan tarif. DJSN menilai pembagian tarif INA-CBGs berdasarkan tipe RS berdampak pada mutu pelayanan di daerah terpencil sehingga tidak terwujud prinsip ekuitas sebagaimana amanat UU SJSN. Padahal RS tipe paling rendah sampai tinggi memberikan standar pelayanan yang sama. Pembayaran berdasarkan kelas di RS itu dianggap DJSN bertentangan dengan pasal 19 ayat (1) UU SJSN. Untuk membenahi masalah klasifikasi tarif INA-CBGs itu DJSN merekomendasikan Kementerian Kesehatan membuat kisaran tarif sebagai ruang untuk kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi faskes. Kemudian, membuat tarif yang acuannya bukan tipe kelas RS tapi kemampuan RS. BPJS Kesehatan perlu menegosiasikan tarif kepada setiap faskes berdasarkan nilai kredensialing.
Kedelapan, pembagian jasa medis di RS pemerintah. Selama ini pengaturan pembagian jasa medis di RS pemerintah berstatus badan layanan umum (BLU) hanya mencantumkan presentase maksimal. Dikhawatirkan ini disalahgunakan manajemen RS dan merugikan tenaga medis. Sementara RS atau faskes pemerintah daerah yang belum BLUD pembagian remunerasinya dapat tertunda dan tidak pasti. Jelas kondisi tersebut menurunkan motivasi tenaga pelaksana, sehingga berpengaruh terhadap mutu pelayanan peserta JKN/KIS.Terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi mengatakan intinya BPJS Kesehatan menerima masukan dari berbagai pihak termasuk DJSN. Namun, ada beberapa hal yang menurutnya perlu ditanggapi dari hasil monitoring dan evaluasi DJSN pada semester I tahun 2016 itu. Diantaranya, soal NIK, BPJS Kesehatan menerima peserta yang sudah ataupun belum memiliki NIK.
Menurut Irfan, mengacu peraturan perundang-undangan, BPJS Kesehatan bisa menerbitkan identitas kepesertaan. Itu diterbitkan bagi peserta yang sudah punya NIK atau belum. Bagi peserta yang sudah punya NIK, keuntungannya ketika kartu kepesertaannya hilang dan ingin mendapat pelayanan kesehatan, dia hanya perlu menunjukan KTP nya ke faskes.Ia menyebut BPJS Kesehatan sudah melakukan sinkronisasi data kepesertaan JKN/KIS dengan database NIK yang dikelola Kementerian Dalam Negeri. Dengan sistem penomoran kepesertaan yang digunakan BPJS Kesehatan, Irfan yakin tidak akan ada orang yang bisa memiliki kartu kepesertaan ganda karena ada perangkat pencegahnya. Irfan menjelaskan peserta yang berpergian ke daerah lain tidak perlu khawatir untuk mendapat pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan. Jika di daerah tujuan butuh pelayanan kesehatan, peserta hanya perlu menyambangi kantor cabang BPJS Kesehatan terdekat untuk mencari informasi FKTP yang bisa melakukan pelayanan. Ini bakal mempermudah petugas BPJS Kesehatan berkomunikasi dengan FKTP yang dimaksud untuk menjamin pelayanan terhadap peserta."Dulu memang ada aturan yang membatasi pelayanan kesehatan bagi peserta yang pergi ke daerah lain. Tapi sekarang peraturan itu tidak ada lagi," pungkasnya kepada hukumonline lewat telepon.
2.7 Pengorganisasian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
JKN diselenggarakan oleh BPJS yang merupa kan badan hukum publik milik Negara yang bersifat non profit dan bertanggung jawab kep ada Presiden. BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang anggota: 2 (dua) orang unsur Pemerintah, 2(dua) orang unsur Pekerja, 2 (dua) orang unsur Pemberi Kerja, 1 (satu) orang unsur Tokoh Masyarakat. Dewan Pengawas tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur pro fesional. Direksi sebagaimana dimaksud di angkat dan diberhentikan oleh Presiden.
2.7.1 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Dewan Pengawas Dalam melaksanakan Pekerjaannya.
Fungsi Dewan Pengawas adalah mela kukan pengawasan atas pelak-sanaan tugas BPJS.
Dewan Pengawas bertugas untuk:
Melakukan pengawasan atas kebi jakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi
Melakukan pengawasan atas pelak sanaan pengelolaan dan pengemb angan Dana Jaminan Sosial oleh Direksi
Memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi me ngenai kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan BPJS
Menyampaikan laporan pengawas an penyelenggaraan Jaminan So sial sebagai bagian dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tem busan kepada DJSN.
Dewan Pengawas berwenang untuk:
Menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS
Mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi
Mengakses data dan informasi me ngenai penyelenggaraan BPJS
Melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai pe nyelenggaraan BPJS
Memberikan saran dan rekomen dasi kepada Presiden mengenai ki nerja Direksi.
2.7.2 Fungsi, Tugas, dan Wewenang Direksi Dalam menyelenggarakan JKN.
Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin Peserta untuk menda patkan Manfaat sesuai dengan haknya.
Direksi bertugas untuk:
Melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
Mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan
Menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsinya.
Direksi berwenang untuk:
Melaksanakan wewenang BPJS
Menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi, dan sistem kepegawaian
Menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS
Mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi
Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas
Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas
Melakukan pemindah tanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai dengan Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden
Melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Persyaratan untuk menjadi Dewan Pe ngawas dan Dewan Direksi diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2011.
2.8 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Peserta tersebut meliputi:
Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:
Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir mis- kin dan orang tidak mampu.
Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
Pegawai Negeri Sipil
Anggota TNI
Anggota Polri
Pejabat Negara
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
Pegawai Negeri Sipil
Anggota TNI
Anggota Polri
Pejabat Negara
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri
Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah
Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga ne gara asing yang bekerja di Indonesia pa ling singkat 6 (enam) bulan.
Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
Investor
Pemberi Kerja
Penerima Pensiun
Veteran
Perintis Kemerdekaan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar Iuran.
Penerima pensiun terdiri atas
Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pension
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension
Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
Istri atau suami yang sah dari Peserta
Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:
Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri
Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang- undangan tersendiri.
Syarat pendaftaran Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
Lokasi pendaftaran Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.
Prosedur pendaftaran Peserta
Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan
Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
Hak dan kewajiban Peserta
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas Peserta dan manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk membayar iuran dan melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat domisili atau pindah kerja.
Masa berlaku kepesertaan
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.
Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.
Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS.
Pentahapan kepesertaan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan; Anggota TNI/PNS di ling kungan Kementerian Pertahanan dan ang gota keluarganya; Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
2.9 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
2.9.1 Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupapelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
2.9.2 Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
2.9.3 Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
2.9.4 Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.
2.10 Dasar Hukum Terbentuknya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Independent of Human Right dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948 yang terdiri dari 30 pasal. Pasal 25 ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk
hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada diluar kekuasaannya.
Resolusi WHA ke 58 Thn 2005 di Jenewa: setiap negara perlu mengembangkan UHC melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan.
Pencapaian Universal Health Coverage (UHC) melalui mekanisme asuransi sosial agar pembiayaan kesehatan dapat dikendalikan sehingga keterjaminan pembiayaan kesehatan menjadi pasti dan terus menerus tersedia yang pada gilirannya Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sesuai Sila ke 5 Pancasila) dapat terwujud.
Pada Pasal 28 H ayat (1) (2) (3) UUD 1945 disebutkan:
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehatserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan danmanfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
5. Pada pasal 34 ayat (1), (2), (3) UUD 1945 disebutkan:
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
6. Untuk dapat menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan kondisi yang ditetapkan, maka telah diterbitkan berbagai peraturan sebagai berikut:
UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN
UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS
PP No 101 Tahun 2012 tentang PBI
Perpres No 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Roadmap JKN, Rencana Aksi Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Permenkes, Peraturan BPJS
Jaminan Kesehatan merupakan bagian dari prioritas reformasi pembangunan kesehatan (Kemenkes RI, 2013)
2.11 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
2.11.1 Iuran
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, perpres No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2.11.2 Pembayaran Iuran
Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah.
Bagi peserta pekerja penerima upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja
Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peerta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan.
Besarnya iuran jaminan kesehatan Nasional ditetapkan melalui peraturan presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar yang layak.
Pembayaran iuran setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan presentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan menerima upah dan PBI).
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjannya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak yang dibayar oleh pemberi kerja.
Peserta bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuaran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulan kepada BPJS kesehatan. Pembayaran iuaran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai gaji atau upah peserta. Dalam hal terjadi klebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta paling lambat 14 hari kerja serta sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan peraturan BPJS kesehatan.
2.11.3 Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan kapitasi. Untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS kesehatan membayar dengan sisitem pakar INA CBG. Mengigat kondisi geografis indonesia, tidak semua fasilitas kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitalisasi, BPJS kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil.
Semua fasilitas kesehatan meskipun tida menjalani kerja sama dengan BPJS kesehatan wajib melayani pasien dala keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib menunjukke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. BPJS kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku diwilayah tersebut.
2.11.4 Pertanggung Jawaban BPJS Kesehatan
BPJS kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 hari sejak dokumen klien diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditemukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS kesehatan dan asosisai fasilita kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang diterapkan oleh Mentri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Mentri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan diterapkan oleh Mentri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non media berupa akomodari, misalnya: peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih ntara biaya yang dijamin oleh BPJS kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawat, yang disebut dengan iuran biaya. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya. BPJS kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan, pengelola program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 januari sampai engan 31 desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada presiden dengan tembusan kepada DISN paling lambat tanggal 30 juni tahun berikutnya. Laporan tersebut di publikasikan dalm bentuk ringkasan eksekutif melalui meida massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 media massa cetak yang memiliki peredaran luasa secara nasional, paling lambat tanggal 3 juli tahun berikutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah Peraturan BPJS No.1 tahun 2014). Dimana, manfaat dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini adalah agar semua penduduk indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga merea dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehata masyarakat yang layak.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini sendiri diluncurkan pemerintah republik indonesia sejak 1 januari 2014. Dalam pelaksanaannya, sistem ini memiliki beberapa kelebihan dan juga beberapa kekurangan. Namun, pemerintah senantiasa terus memperbaiki sistem ini agar masyarakat dapat merasakan kelebihannya dan tidak memandang kekurangannya. Sehingga, nantinya semua masyarakat baik dari golongan bawah-atas dapat mempergunakan sistem ini dengan baik dan semestinya.
Namun, penulis menmgharapkan dengan diluncurkannya sistem ini maka angka kesehatan indonesia dapat ditingkatkan. Dan tidak ada lagi intimidasi bagi masyarakat golongan bawah. Karena, masih terlihat sekarang ini hanya orang yang golongan atas yang mendapatkan perawatan dengan semsetinya dan ditangani dengan cepat. Alasan kembali bermunculan, ketika masyarakat miskin sakit dan berobat di rumah sakit, karena mereka menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sehingga, kami semua mengharapkan adanya keadilan pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebelum nantinya ditetapkan bagi semua Warga Negara Indonesia (WNI) secara wajib memilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ady. 2016. Delapan Masalah Penghambat Jaminan Kesehatan Nasional. Artikel Online Hukumonline. Di askses pada 30 Maret 2017 pukul 19.55 WIB.
Kemenkes RI. 2013. Bahan Paparan: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kemenkes RI
Muzaham F. 2007. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Sarwono S. 2007. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press