BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ikan nila berasal dari Sungai Nil di Afrika Utara dan masih berkerabat
dekat dengan ikan mujair sehingga mempunyai sifat yang hampir sama
(Sugiarto, 1988). Oreochromis niloticus termasuk familia Ciclidae, sama
seperti ikan nila hitam dan mujair. Ikan nila merah diduga hasil perkawinan
silang antara Oreochromis niloticus atau Oreochromis mosambicus dengan
Oreochromis hornorum, Oreochromis aureus atau Oreochromis zilii (Santoso,
1996). Nila merupakan ikan yang sangat populer dibudidayakan, dengan
keunggulan yaitu cara membudidayakannya mudah, tahan terhadap penyakit
sesuai dengan iklim tropis, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Hal
ini dikarenakan ikan tersebut merupakan komoditas ikan air tawar yang
memperoleh banyak perhatian dari pemerintah dan pemerhati masalah perikanan
dunia, terutama dalam hal peningkatan gizi masyarakat di negara-negara yang
sedang berkembang. Berbagai upaya penelitian dengan tujuan memperoleh ikan
nila yang produktif terus dilakukan khususnya di Indonesia.
Bibit ikan didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan
adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh
Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah
melalui Direktur Jenderal Perikanan.
Budidaya ikan nila dewasa ini banyak dikembangkan berbagai teknologi
dalam rangka peningkatan mutu induk ikan nila. Hal ini disebabkan pada saat
ini telah banyak terjadi penurunan kualitas induk ikan nila. Oleh karena
itu kebutuhan induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih
yang berkualitas. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
termasuk dalam program revitalisasi perikanan budidaya yang dicanangkan
oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya dalam
meningkatkan kualitas induk dan benih ikan nila yang beredar di masyarakat.
Dalam proses budidaya terhadap ikan nila, maka sangat penting untuk
mengetahui tahapan perkembangan ikan nila sehingga dapat dilakukan
pembudidayaan secara tepat dengan hasil yang memuaskan. Pembudidayaan ikan
nila dimulai dari tahap pemilihan bibit indukan yang unggul, pemijahan,
penetasan telur, pemeliharaan larva, pendederan dan pemanenan. Dalam proses
tersebut seringkali terdapat beberapa kendala yang seringkali dihadapi ,
salah satunya berupa gangguan hama yang mampu mempengaruhi perkembangan
ikan nila yang sedang dibudidayakan. Oleh sebab itu penting bagi kita untuk
mengetahui semua hal yang terkait dengan perkembangan ikan nila yang
terkait daklam proses pembudidayaan ikan nila tersebut.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah identifikasi dan klasifikasi ilmiah ikan nila?
2. Bagaimanakah proses pertumbuhan dan perkembangan Ikan nila?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui identifikasi dan klasifikasi ilmiah ikan nila.
2. Untuk mengetahui proses pertumbuhan dan perkembangan Ikan nila.
4. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
Bagi penulis dapat menambah wawasan mengenai proses pertumbuhan dan
perkembangan ikan nila.
Bagi pembaca dapat memberikan infromasi lebih lengkap mengenai
identifikasi, klasifikasi ilmiah serta proses pertumbuhan dan
perkembangan ikan nila.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Asal Mula Dan Klasifikasi Ikan Nila
Ikan Nila merupakan jenis ikan air tawar. Pada mulanya, ikan Nila
berasal dari perairan tawar di Afrika. Di Asia penyebaran ikan Nila pada
mulanya berpusat di beberapa negara seperti Filipina dan Cina. Dalam
perkembangan selanjutnya, ikan Nila meluas dibudidayakan di berbagai
negara, antara lain Taiwan, Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia.
Pengembangan ikan Nila di perairan tawar di Indonesia dimulai tahun 1969.
Jenis atau strain ikan Nila yang pertama kali didatangkan ke Indonesia
adalah Nila hitam asal Taiwan. Tahun 1981 didatangkan lagi jenis atau
strain ikan Nila merah hibrida. Kedua jenis ikan Nila ini telah meluas
dibudidayakan di seluruh wilayah perairan nusantara (Rukmana, 1997).
Menurut Suyanto (1993) Ikan Nila dalam klasifikasi biologi termasuk
dalam:
Filum : Chordata
Anak filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Anak kelas : Acanthoptherigi
Bangsa : Percomorphi
Suku : Cichlidae
Marga : Oreochromis
Jenis : Oreochromis niloticus, L.
2. MORFOLOGI IKAN NILA (Oreochromis niloticus, L.)
Berdasarkan morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh
panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol,
dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus
dibagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah
dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung,
sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti
duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam.
Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam. Ikan Nila
memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada
(pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan
sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup
insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip
perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak
panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk berbentuk bulat dan hanya
berjumlah satu buah.
Ikan Nila memiliki sirip punggung dengan rumus D XV, 10, sirip ekor C
II, 15, dan sirip perut C I, 6. rumus tersebut menunjukkan perincian
sebagai berikut : D XV, 10 artinya D = Dorsalis (sirip punggung), XV = 15
duri, dan 10 = 10 jari-jari lemah. C II, 15 artinya C = Caudalis (sirip
ekor) terdiri dari 2 duri, dan 15 jari-jari lemah.. V I, 6 artinya V =
Ventralis (sirip perut) terdiri dari 1 duri, dan 6 jari-jari lemah
(Rukmana, 1997).
Berdasarkan alat kelaminnya, ikan Nila jantan memiliki ukuran sisik
yang lebih besar daripada ikan Nila betina. Alat kelamin ikan Nila jantan
berupa tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran
sperma yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan Nila jantan
akan mengeluarkan cairan bening (cairan sperma) terutama pada saat musim
pemijahan. Sementara itu, ikan Nila betina mempunyai lubang genital
terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak di depan anus. Bentuk
hidung dan rahang belakang ikan Nila jantan melebar dan berwarna biru muda.
Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip dan
berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan Nila jantan
berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan Nila betina, garisnya
berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri & Khairuman, 2002).
3. REPRODUKSI IKAN NILA
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunannya
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Tidak setiap
individu mampu menghasilkan keturunan, tetapi setidaknya reproduksi akan
berlangsung pada sebagian besar individu yang hidup dipermukaan bumi ini.
Kegiatan reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung
kondisi lingkungan. Ada yang berlangsung setiap musim atau kondisi tertentu
setiap tahun.
Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan
telur pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya
mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah (Sukiya, 2005).
Ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku
dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun berukuran
kecil sebagai konsekuensi dari kelangsungan hidup yang rendah. Sebaliknya,
ikan yang memiliki jumlah telur sedikit, ukuran butirnya besar, dan kadang-
kadang memerlukan perawatan dari induknya, misal ikan Tilapia (Fujaya,
Yushinta., 2004).
Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti
reproduksi dimana peninjauan perkembangan tadi dilakukan dari berbagai
aspek termasuk proses-proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap
individu maupun populasi. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan
bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian
besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Dalam individu
telur terdapat proses yang dinamakan vitellogenesis yaitu terjadinya
pengendapan kuning telur pada tiap individu-individu telur. Hal ini
menyebabkan perubahan-perubahan pada gonad. Umumnya pertambahan berat gonad
pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan
sebesar 5-10%. Dalam biologi perikanan, pencatatan perubahan atau tahap-
tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan
yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap
kematangan gonad ini juga akan didapat keterangan bilamana ikan itu akan
memijah, baru memijah, atau sudah selesai memijah. Mengetahui ukuran ikan
untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan
pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhinya.
Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya masak menjadi
masak tidak sama ukuranya. Demikian dengan ikan yang sama spesiesnya. Lebih-
lebih bila ikan yang sama spesiesnya itu tersebar pada lintang yang
perbedaanya lebih dari lima derajat, maka akan terdapat perbedaanya ukuran
dan umur ketika mencapai kematangan gonad untuk pertamakalinya. Sebagai
contoh ikan large mouth bass yang terdapat di Amerika Serikat. Ikan
tersebut yang terdapat dibagian Selatan pada waktu berumur satu tahun
dengan berat 180 gram, gonadnya sudah masak dan dapat bereproduksi. Ikan
yang sama spesiesnya yang terdapat di bagian Utara pada umur satu tahun.,
ukuranya lebih besar yaitu panjangnya 25 cm dan beratnya 230 gram tetapi di
dalam gonadnya tidak didapatkan telur yang masak, demikian juga spermanya.
Ikan blue gill yang beratnya 42 gram, gonadnya masak dan dapat berpijah
pada umur satu tahun. Tetapi ikan yang sama spesiesnya dalam keadaan banyak
makan, dalam waktu 5 bulan beratnya dapat mencapai 56 gram dan gonadnya
masak dan dapat berpijah. Jadi faktor utama yang mempengaruhi kematangan
gonad ikan di daerah bermusim empat antara lain ialah suhu dan makanan.
Tetapi untuk ikan di daerah tropik faktor suhu secara relatif perubahannya
tidak besar dan umumnya gonad dapat masak lebih cepat (Effendie , Moch.
Ichsan., 1997).
Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara : pertama cara
histologi dilakukan di laboratorium, kedua cara pengamatan morfologi yang
dapat dilakukan di laboratorium dan dapat pula dilakukan di lapangan. Dari
penelitian histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih
jelas dan menditail. Sedangkan pengamatan secara morfologi tidak akan
sedetail cara histologi, namun cara morfologi ini banyak dilakukan para
peneliti. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad
dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan
perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Perkembangan gonad ikan betina
lebih banyak diperhatikan dari pada ikan jantan perkembangan diameter telur
yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang
terdapat di dalam testis.
Garis besar perkembangan ovarium ikan terbagi dua tahap, pertama tahap
perkembangan struktural yaitu pertumbuhan ovarium hingga hewan mencapai
dewasa kelamin dan kedua tahap perkembangan fungsional yaitu tahap
pematangan telur. Sehubungan dengan tahap perkembangan telur, perubahan-
perubahan morfologi dapat dipakai sebagai tolak ukur tahap perkembangan
oogenesis. Perubahan morfologi yang terjadi dapat meliputi warna, bentuk,
keadaan permukaan, penampakan oosit dan pembuluh darah.
Perubahan-perubahan berat ovarium dapat terjadi selama tahap
perkembangan telur. Berat ovarium akan semakin bertambah dengan semakin
lanjutnya perkembangan telur hingga mencapai maksimum saat akan mengalami
pemijahan. Menurut Effendie, Moch. Ichsan. (1997) perubahan-perubahan
kondisi ovarium (sehubungan dengan pertambahan berat) dapat dinyatakan
dalam suatu indeks kematangan atau indeks Gonado Somatik. Yang menunjukkan
berat gonad dibagi berat tubuh dikali 100%. Biasanya indeks kematangan ini
biasanya hanya ditunjukan untuk hewan betina.
4. SYARAT HIDUP IKAN NILA
Ikan Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya
sehingga dapat dipelihara di dataran rendah yang berair payau hingga
dataran tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan Nila cukup beragam,
dari sungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak. Ikan Nila
dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-38ºC dan dapat memijah
secara alami pada suhu 22-37ºC. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan,
suhu optimum bagi ikan Nila adalah 25-30oC. Pertumbuhan ikan Nila biasanya
terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14ºC atau pada suhu tinggi
38ºC. Ikan Nila akan mengalami kematian pada suhu 6ºC atau 42ºC (Amri &
Khairuman, 2002).
Ikan Nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan
hidup. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan Nila,
tetapi pH optimal untuk perkembangan dan pertumbuhan ikan ini adalah 7 – 8.
ikan Nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada kadar salinitas 0
– 35 permil. Oleh karena itu, ikan Nila dapat dibudidayakan di perairan
payau, tambak, dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran
(Rukmana, 1997).
5. KEBIASAAN HIDUP
Secara alami, ikan Nila bisa berpijah sepanjang tahun di daerah
tropis. Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di
alamnya, ikan nila bisa berpijah 6-7 kali dalam setahun. Berarti, rata-rata
setiap dua bulan sekali, ikan Nila akan berkembang biak. Ikan ini mencapai
stadium dewasa pada umur 4-5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa
pemijahan produktif adalah ketika induk berumur 1,5-2 tahun dengan bobot di
atas 500 gram/ekor. Seekor ikan Nila betina dengan berat sekitar 800 gram
menghasilkan larva sebanyak 1.200 – 1.500 ekor pada setiap pemijahan.
Sebelum memijah, ikan Nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan
berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran
ikan Nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan Nila jantan.
Ketika masa birahi, ikan Nila jantan kelihatan tegar dengan warna cerah dan
secara agresif mempertahankan daerah terotorialnya tersebut. Sarang
tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan telur.
Proses pemijahan ikan Nila berlangsung sangat cepat. Telur ikan Nila
berdiameter kurang lebih 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna
kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan. Telurtelur yang
telah dibuahi dierami di dalam mulut induk betina kemudian menetas setelah
4-5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang larva 4-5 mm.
Larva yang sudah menetas diasuh oleh induk betina hingga mencapai umur 11
hari dan berukuran 8 mm. Larva yang sudah tidak diasuh oleh induknya akan
berenang secara bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau di pinggir
kolam (Amri & Khairuman, 2002).
Telur ikan Nila bulat dengan warna kekuningan. Sekali memijah dapat
mengeluarkan telur sebanyak 300-1.500 butir tergantung ukuran induk betina.
Ikan Nila mulai berpijah pada bobot 100-150 gram, tetapi produksi telurnya
masih sedikit. Induk yang paling produktif bobotnya antara 500-600 gram
(Suyanto, 1993).
Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora, karena itulah,
ikan ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang
disukai ikan Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera
sp, Monia sp atau Daphnia sp. Selain itu, juga memakan alga atau lumut yang
menempel pada benda-benda di habitat hidupnya. Ikan Nila dewasa ataupun
induk pada umumnya mencari makanan di tempat yang dalam. Jenis makanan yang
disukai ikan dewasa adalah fitoplankton, seperti algae berfilamen, tumbuh-
tumbuhan air, dan ooganisme renik yang melayang-layang dalam air (Rukmana,
1997).
6. JENIS IKAN NILA
Ada banyak jenis ikan Nila. Umumnya, berbagai jenis ikan Nila itu
banyak ditemukan di perairan umum Afrika dan sebagian di berbagai negara.
Dari berbagai jenis ikan Nila yang ada, tiga jenis diantaranya merupakan
ikan Nila yang produktif dan banyak dibudidayakan masyarakat, terutama di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketiga jenis ikan Nila
tersebut adalah Nila lokal, Nila GIFT, dan Nila merah. Jenis lain yang
tergolong ikan Nila varietas baru adalah Nila TA.
a. Nila Lokal
Ikan Nila local merupakan jenis ikan Nila yang pertama kali
didatangkan dari Taiwan ke Indonesia. Setelah melalui serangkaian
ujicoba, ikan ini disebarluaskan ke masyarakat dan dalam waktu singkat
sudah menyebar ke seluruh pelosok tanah air. Begitu akrabnya
masyarakat kita dengan ikan jenis ini, sehingga tidak mengherankan
jika ada yang menyebutnya dengan ikan Nila local. Ikan Nila inilah
yang pertama kali disebut sebagai "ikan Nila" dan namanya ditetapkan
oleh Direktur Jendral Perikanan pada tahun 1972. Julukan sebagai Nila
biasa atau lokal ditujukan untuk membedakannya dengan jenis ikan Nila
merah dan ikan Nila GIFT yang merupakan pendatang baru. Ikan Nila
lokal memiliki warna tubuh abu-abu atau hitam, terutama pada pagian
tubuh bagian atas. Tubuh bagian bawah (perut dan dada) berwarna agak
putih kehitaman atau kekuningan (Rukmana, 1997).
b. Nila GIFT
Ikan Nila GIFT merupakan hasil persilangan beberapa varietas ikan
Nila. Ikan ini dikembangkan pertama kali pada tahun 1987 oleh
International Center For Living Aquatik Research Management (ICLARM),
di Filipina. Program tersebut dibiayai oleh Asian Development Bank
(ADB) dan United Nations Development Program (UNDP). Nama GIFT berasal
dari akronim kata Genetic Improvement of Farmed Tilapias. Ikan ini
didatangkan ke Indonesia pada tahun 1994 lewat Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) sebagai salah satu anggota
International Network for Genetic in Aquaculture (INGA). Nila GIFT
yang pertama kali didatangkan ke Indonesia tersebut merupakan generasi
ke empat. Kemudian pada tahun 1997 didatangkan lagi ikan Nila GIFT
berikutnya yang berasal dari generasi keenam.
Sepintas, Nila GIFT dan Nila lokal agak sulit dibedakan baik warna
ataupun bentuk tubuh, terutama ketika masih dalam stadium benih.
Namun, perbedaannya bisa dilihat dari proposi tubuh. Tubuh Nila GIFT
lebih pendek dengan perbandingan panjang dan tinggi 2 :1 sementara itu
perbandingan panjang dan tinggi tubuh Nila lokal adalah 2,5 : 1 (lebih
panjang). Dalam tinggi dan lebar tubuh, Nila GIFT tampak lebih tebal
dengan perbandingan 4:1 dan Nila lokal tampak lebih tipis dengan
perbandingan 3:1. Tanda lainnya warna tubuh Nila GIFT hitam agak putih
bagian bawah tutup insangnya berwarna putih. Nila lokal berwarna
putih, tetapi nampak sedikit hitam bahkan ada yang agak kuning. Ukuran
kepala Nila GIFT relatif lebih kecil daripada Nila lokal dan ukuran
matanya cukup besar (Amri & Khairuman, 2002).
c. Nila NIFI / Nila Merah
Nila NIFI ( National Inland Fish Institude) dikenal juga sebagai Nila
merah atau nirah. Semula ada yang menduga Nila NIFI adalah Nila yang
mengalami penyimpangan genetik warna tubuh sehingga menjadi albino.
Namun dugaan itu keliru. Nila merah adalah varietas tersendiri. Ikan
ini kemungkinan merupakan hasil persilangan antara Oreochromis
mossambicus atau Oreochromis niloticus dengan Oreochromis honorum,
Oreochromis aureus, atau Oreochromis zilii. Dalam perkembangannnya,
Nila merah disebut juga dengan Nila Hibrida. Penamaan ini untuk
membedakan dengan Nila lokal dalam hal pertumbuhan karena Nila merah
mempunyai laju pertumbuhan yang cepat. Nila merah didatangkan setelah
Nila lokal masuk ke Indonesia awal tahun 1981. Ikan ini diimpor oleh
Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Ciri umum ikan Nila merah adalah
warna tubuh kemerahan atau kuning agak putih, pertumbuhan lebih cepat
daripada Nila lokal, dan keturunannya dominan jantan (Rukmana, 1997).
d. Nila TA
Nila TA (Tilapia auretus) tergolong baru sehingga belum banyak dikenal
secara luas oleh masyarakat. Selain belum tersebar di berbagai daerah,
informasi tentang ikan Nila TA juga masih sedikit. Bentuk tubuhnya
sangat mirip dengan NILA GIFT. Namun, jumlah garis-garis vertikal di
tubuh Nila TA lebih sedikit dibandingkan dengan Nila GIFT, demikian
juga dengan garis-garis di ujung sirip punggung Nila TA. Di tepi sirip
punggung dan sirip ekor Nila TA jantan terdapat garis tepi berwarna
merah (Rukmana, 1997).
7. LOKASI PEMBENIHAN
Lokasi pembenihan ikan Nila sangat menentukan keberhasilan dan kondisi
benih yang dihasilkan. Terdapat beberapa kriteria lokasi pembenihan ikan
Nila yang baik (Anonim, TT), antara lain :
a. Lokasi hendaknya dekat dengan sumber air, dimana sumber air bisa
berasal dari saluran irigasi, sungai, sumur ataupun umbul, dan air
tersebut tersedia sepanjang tahun. Ikan Nila cocok dipelihara di
dataran rendah sampai agak tinggi (500 m di atas permukaan laut).
b. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan ikan Nila adalah jenis tanah
liat/lempung. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar
dan tidak bocor sehingga tinggal membuat pematang/dinding kolam.
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5%
untukmemudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
c. Air jangan terlalu keruh, kejernihan air sebaiknya masih terlihat
hingga kedalaman 50 cm dan tidak tercemar baik dari limbah industri
ataupun rumah tangga.
d. Ikan Nila dewasa memerlukan debit air antara 8-15 liter/detik, untuk
benih ikan memerlukan debit air yang lebih kecil berkisar 0,5
liter/detik.
e. Ikan Nila juga memerlukan padat tebar tertentu untuk dikembangbiakkan,
dimana lokasi hendaknya memiliki luasan dan/atau kedalaman kolam yang
cukup, sehingga selain perlu diproyeksikan kebutuhan kolam yang luas,
juga perlu dipikirkan posisi ketinggian antara titik sumber air dengan
dasar kolam.
f. Kisaran suhu air normal untuk hidup Nila merah adalah 20-32 ºC, namun
demikian kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan
adalah 25 – 30 ºC.
g. Ikan Nila hidup pada kisaran pH air 5-11, namun titik optimumnya
adalah pada kisaran pH 7-8.
h. Kadar garam optimumya adalah 15 per mil, walaupun ikan Nila dapat
hidup pada kisaran kadar garam 0-35 permil. Selain itu kualitas air
untuk ikan Nila harus memiliki oksigen terlarut >3 mg/L dan kadar
amonia (NH3)< 0,1 mg/L.
8. FASILITAS DAN PERALATAN
Tempat pembenihan dapat berupa kolam atau bak, keramba, dan kolam
sawah. Wadah pemeliharaan induk di kolam/keramba berbentuk empat persegi
panjang/bujur 12 sangkar, relatif luas, dalam dan tertutup. Luasan kolam
menyesuaikan terhadap tingkat kepadatan ikan yang merupakan variabel dari
umur ikan dan jumlah populasi ikan, yaitu semakin besar ikan dan semakin
banyak populasinya maka akan memerlukan kolam yang lebih luas. Sedangkan
kedalaman kolam antara 100-150 cm, dengan ketinggian muka air antara 70-100
cm sesuai dengan kebutuhan. Dasar kolam dibuat miring dari sisi air masuk
ke arah sisi air keluar dengan kemiringan 0,5 – 1%, di tengah kolam dibuat
saluran atau caren yang melebar mendekati pintu air keluar untuk
penangkapan benih (saat panen).
Dalam satu kegiatan pembenihan diperlukan beberapa jenis kolam dengan
peruntukan yang berbeda dan keseluruhannya dinamai dengan Unit Kolam
Pembenihan (UKP) dengan rincian sebagai berikut:
Yang pertama adalah 2 unit kolam conditioning atau pematangan yaitu
untuk memberok atau memisahkan antara ikan Nila jantan dan ikan Nila
betina sebelum dan sesudah perkawinan/pemijahan.
Yang kedua adalah 1 unit kolam pemijahan fungsinya sebagai tempat
untuk mengawinkan ikan jantan dengan ikan betina.
Yang ketiga adalah kolam pendederan I, yaitu fungsinya adalah sebagai
tempat untuk membesarkan larva (anak ikan yang baru pecah/keluar dari
telur) hingga anak ikan berukuran 3-5-8 cm (gelondong kecil, per kg
terdiri atas 80-60 ekor anak ikan) yaitu selama kurang lebih 1,5-2
bulan pemeliharaan. Kolam pendederan I ini dapat hanya berjumlah 1
unit, namun memiliki luasan yang sesuai dengan standar kepadatan
populasi ikan. Untuk memudahkan pemantauan, biasanya kolam pendederan
I ini disekat-sekat menggunakan jaring/hapa yang dapat digeser-geser
untuk memudahkan pemisahan antara anak ikan yang baru keluar dari
telur dengan anak ikan yang sudah agak besar (dikelompokkan per 5-10
hari pengambilan berturut-turut) untuk menghindari terjadinya
kompetisi bahkan kanibalisme.
Terakhir adalah kolam pendederan II, yaitu untuk membesarkan benih
Nila hingga ukuran 8-12 cm (gelondong besar, per kg terdiri atas < 60
ekor anak ikan). Namun demikian karena kolam pendederan II ini
memerlukan luasan kolam yang lebih luas, biasanya pendederan II
dilakukan dengan meminjam kolam/sawah milik petani secara kerjasama.
Peralatan yang diperlukan dalam usaha pembenihan ikan Nila dapat
dipilah menurut tahap-tahap kegiatan usahanya. Untuk tahapan kegiatan
pemijahan, penetasan dan pemeliharaan larva, peralatan yang diperlukan
meliputi alat pengukuran kualitas air dan termometer, serta peralatan
lapangan seperti ember, baskom, gayung, selang plastik, saringan, plankton
net, serok, timbangan, aerasi dan instalasinya. Kemudian untuk tahapan
kegiatan pendederan dan pemanenan, peralatan yang diperlukan cukup
peralatan lapangan seperti termometer, ember, baskom, saringan, serok,
waring, cangkul, hapa penampung benih, dan timbangan. Sedangkan untuk
tahapan pengiriman benih, peralatan yang diperlukan meliputi plastik untuk
pengemasan, oksigen, karet gelang, dan box/kardus bila diperlukan
(Prihatman, Kemal., 2000).
9. HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama
Hama, menurut Prihatman, Kemal. (2000), hama dan penyakit yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan Ikan Nila, yaitu :
a) Bebeasan (Notonecta), berbahaya bagi benih karena sengatannya.
Pengendalian: menuangkan minyak tanah ke permukaan air 500
cc/100 meter persegi.
b) Ucrit (Larva cybister), dapat menjepit badan ikan dengan
taringnya hingga robek. Pengendalian: sulit diberantas; hindari
bahan organik menumpuk di sekitar kolam.
c) Kodok, dapat memakan telur telur ikan. Pengendalian: sering
membuang telur yang mengapung; menagkap dan membuang hidup-
hidup.
d) Ular, dapat menyerang benih dan ikan kecil. Pengendalian:
lakukan penangkapan; pemagaran kolam.
e) Lingsang, dapat memakan ikan pada malam hari.
Pengendalian:pasang jebakan berumpun.
f) Burung, dapat memakan benih yang berwarna menyala seperti merah,
kuning. Pengendalian: diberi penghalang bambu agar supaya sulit
menerkam; diberi rumbai-rumbai atau tali penghalang.
2. Penyakit
1. Streptococcosis Bakteri ini merupakan penyebab penyakit paling
signifikan pada budidaya nila terutama dengan sistem pemeliharaan
indoor. Strain yang sering terdeteksi sebagai pathogen adalah
Streptococcus iniae (air laut) dan Streptococcus agalactiae (air
tawar). Penyakit ini dapat menyebabkan angka kematian antara 30-100%
selama masa pemeliharaan. Faktor predisposisi kejadian streptococcosis
adalah kualitas air yang kurang baik, pedat tebar tinggi, fluktuasi
suhu dan penanganan (handling) yang kasar. Gejala klinis yang terlihat
merupakan akibat dari infeksi yang bersifat sepsis dari streptococcus.
Gejala streptococosis yang dapat diamati antara lain ikan terlihat
lemah, tidak nafsu makan,warna kemerahan pada bagian anus dan pangkal
sirip, perdarahan pada mata, insang, organ dalam dan otot, dropsi
(cairan pada rongga perut), pembengkakan ginjal, limpa dan hati.
Selain itu, sebagian ikan menunjukkan gejala berenang berputar, kornea
mata buram, exopthalmia (mata membengkak) dan pembesaran bagian perut.
Pada beberapa kasus tidak terlihat gejala klinis yang signifikan,
hanya terjadi kematian secara gradual. Penggunaan vaksin menjadi salah
satu cara yang efektif untuk pencegahan streptococcosis. Saat ini
sediaan vaksin yang dapat digunakan untuk induk maupun benih adalah
Strep-sa® dan Strep-si®. Selain vaksin, penggunaan immunostimulan,
aplikasi biosekuriti dan implementasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik
(CPIB) merupakan usaha pencegahan yang cukup baik. Antibiotik di
beberapa negara masih digunakan sebagai usaha pengobatan. Namun
pengaturan penggunaan obat ini harus digunakan secara ketat sehubungan
dengan isu keamanan pangan dan resistensi antibiotik.
2. Motile Aeromonas Septicemia (MAS) Kejadian Motile Aeromonas Septicemia
(MAS) sering disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Bakteri ini
dapat diisolasi dari saluran cerna dan kulit ikan sehat, lumpur
tambak, air pemeliharaan, beberapa jenis protozoa dan tanaman air.
Oleh karena itu, usaha mengeliminasi total pada suatu sistem
pemeliharaan ikan hampir sulit dilakukan. Infeksi Aeromonas bersifat
oportunis, terjadi ketika kondisi ikan dalam keadaan stress, daya
tahan menurun dan atau bertindak sebagai agen infeksi sekunder.
Beberapa faktor pemicu MAS antara lain peningkatan suhu, ammonia dan
nitrit tinggi, fluktuasi pH, oksigen rendah, padat tebar tinggi, air
dengan kandungan bahan organik tinggi, penanganan kasar, transportasi
serta aktifitas memijah. Kematian akibat infeksi MAS dapat lebih dari
50%, bahkan mencapai 100% pada pemeliharaan benih. Gejala klinis yang
dapat diamati pada infeksi MAS hamper sama dengan kejadian infeksi
bakteri pada umumnya. Kelainan dapat diamati pada organ internal
maupun eksternal seperti perdarahan dan lepas sisik, insang pucat,
pembengkakan perut, exopthamia, pembengkakan kantong empedu, lesi pada
limpa, hati serta ginjal.
3. Trichodiniasis Infestasi Trichodina sp banyak terjadi pada insang
meskipun dapat juga ditemukan pada kulit, terutama ketika ikan dalam
kondisi lemah. Secara umum, parasit (protozoa) ini akan menyebabkan
hiperplasia pada sel epitel insang sehingga akan terjadi gangguan
pernafasan. Warna tubuh Ikan dapat terlihat pucat, bergerak lambat,
frekuensi pernapasan meningkat, terjadi penurunan berat badan, insang
rusak dan produksi lender yang berlebihan. Infeksi bakteri dapat
meningkatkan angka kematian secara signifikan. Padat tebar yang
tinggi, pemberian pakan berlebihan dan tingginya ammonia menjadi
kondisi ideal untuk reproduksi parasit ini. Diagnosis dapat dilakukan
dengan pemeriksaan kerokan kulit dan potongan insang menggunakan
mikroskop. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
penggantian air secara rutin untuk mengurangi kandungan bahan organik,
pengaturan padat tebar serta pemberian pakan secara tepat. Sedangkan
tindakan pengobatan dapat menggunakan larutan garam tanpa iodine
sebanyak 1-2 ppt atau 10-30 ppt untuk perendaman singkat (waktu
perendaman tergantung kondisi ketahanan ikan), air tawar (nila air
payau/air laut), 2,5-10 pmm KMnO4 selama lebih 20 menit (lakukan
pengenceran jika ikan terlihat stres), CuSO4 (dosis dalam ppm,
ditentukan dengan cara membagi alkalinitas dengan angka 100) dan 125-
250 ppm formalin selama 1 jam (tergantung kondisi ketahanan ikan).
4. Columnaris Penyakit ini disebabkan oleh jenis myxobacteria seperti
Flavobacterium collumnare atau Flexibacter collumnare. Gejala klinis
yang dapat diamati biasanya berupa luka berwarna coklat kekuningan
pada bagian insang, kulit dan sirip. Jarang terlihat kelaianan pada
organ dalam, namun pada beberapa kasus terlihat pembengkakan ginjal
posterior. Infeksi columnaris dapat terjadi pada ikan yang dipelihara
pada kondisi lingkungan normal. Meskipun demikian faktor stres akibat
buruknya kondisi lingkungan pemeliharaan, padat tebar tinggi dan
penanganan yang kasar, dapat meningkatkan resiko kejadian infeksi
columnaris. Diagnosis dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
pada kerokan kulit dan filamen insang menggunakan mikroskop. Manajemen
pakan, manajemen kualitas air, pengaturan padat tebar dan handling
merupakan beberapa faktor penting yang harus diperhatikan untuk
mengurangi stres pada ikan sehingga dapat menurunkan resiko serangan
penyakit akibat columnaris. Pengobatan dapat dilakukan dengan
pemberian 2-5 ppm KMnO4 (tergantung kondisi ketahanan ikan dan total
bahan organik) dan garam 0,5%. Meskipun pada beberapa kasus pemberian
antibiotik terlihat cukup efektif, namun disarankan tidak digunakan.
BAB III
METODE KERJA
1. Waktu dan Tempat Pengamatan
Pengamatan perkembangbiakan ikan nila dilakukan pada tanggal 4 Desember
2015, pukul 08.00-10.00 WITA di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan, Jalan
Mertasari No 92 Denpasar.
2. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada proses pengamatan adalah alat tulis
berupa pulpen dan buku tulis serta kamera digital sebagai alat untuk
pengambilan gambar (dokumentasi).
3. Cara Kerja
Proses pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode observasi
langsung (pengamatan langsung) ke lokasi perkembangbiakan ikan nila yang
berlokasi di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan, Jalan Mertasari No 92
Denpasar. Selanjutnya pengumpulan data primer diperoleh melalui proses
wawancara terhadap Kepala UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan Denpasar
dan pengambilan data dari dokumentasi berupa SOP cara pembenihan ikan yang
baik. Data primer yang telah diperoleh kemudian diolah secara deskriptif
yang mencakup semua informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan ikan
nila.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di UPT Pasar Benih
dan Balai Benih Ikan Denpasar, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:
"No "Hasil Pengamatan "Keterangan "
"1 " "Lokasi pengamatan "
" " "budidaya ikan nila"
" " "yaitu UPT Pasar "
" " "Benih dan Balai "
" " "Benih Ikan. "
"2 " "Kolam pemijahan "
" " "dengan luas 200m2 "
" " "dan ketinggian air"
" " "kolam ± 1 meter. "
"3 " "Kolam pendederan "
" " "dengan luas 2,5m x"
" " "8m, ketinggian air"
" " "±80cm "
"4 " "Benih ikan nila "
" " "dikolam pendederan"
" " "dengan ukuran 3-5 "
" " "cm "
"5 " "Pemberian pakan pf"
" " "800 pada benih "
" " "ikan nila dikolam "
" " "pendederan "
"6 " "Surat keterangan "
" " "asal induk ikan "
" " "nila yang "
" " "dibudidaya dengan "
" " "species "
" " "Oreochormis "
" " "niloticus blkr. "
"7 " "Pakan ikan nila "
"8 " "Proses pengumpulan"
" " "data dengan cara "
" " "wawancara dan "
" " "observasi langsung"
" " "bersama Kepala UPT"
" " "Pasar Benih dan "
" " "Balai Benih Ikan. "
"9 " "Pelaksanaan "
" " "observasi langsung"
" " "perkembangan ikan "
" " "nila oleh kelompok"
" " "3 di UPT Pasar "
" " "Benih dan Balai "
" " "Benih Ikan. "
2. PEMBAHASAN
1. Identifikasi dan klasifikasi ilmiah Ikan Nila
Secara umum klasifikasi ikan nila menurut Trewavas dalam Suyanto
(2013), adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vetebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphy
Sub Ordo : Percoidea
Famili : Cichilidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan nila adalah jenis ikan omnivora dan ikan ini pertama di temukan
di Sungai Nil yaitu di sekitaran Afrika Timur, syria sampai Liberia. Ikan
ini mempunyai keunggulan tersendiri di mata masyarakat, dan karena
keunggulan nya itu ikan ini banyak di manfaatkan sebagai ikan konsumsi dan
penyebaran ikan ini sangat cepat karena ikan ini dapat bertahan hidup di
beberapa jenis air seperti di air payau, air tawar dandi air asin.
Klasifikasi Awalnya, nila dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica
atau ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telur dan larva di
dalam mulut induknya. Dalam perkembangannya, para pakar perikanan
menggolongkannya ke dalam jenis Sorotherodon niloticus atau kelompok ikan
tilapia yang mengerami telur dan larvanya di dalam mulut induk jantan dan
betina. Akhirnya, diketahui bahwa yang mengerami telur dan larva di dalam
mulut hanya induk betinanya. Para pakar perikanan kemudian memutuskan bahwa
nama ilmiah yang tepat untuk ikan ini adalah Oreochromis niloticus atau
Oreochromis sp.
Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip
perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu,
tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam
dan agak keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila
lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar,
kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian
depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian
atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup
insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran
kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai
mata yang besar.
Bentuk badan ikan nila (Oreochromis niloticus) ialah pipih ke samping
memanjang. Mempunyai garis vertikal pada badan sebanyak 9–11 buah,
sedangkan garis-garis pada sirip berwarna merah berjumlah 6–12 buah. Pada
sirip punggung terdapat juga garis-garis miring. Mata kelihatan menonjol
dan relatif besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif
lebih tebal dan kekar dibandingkan ikan mujair. Garis lateralis (gurat sisi
di tengah tubuh) terputus dan dilanjutkan dengan garis yang terletak lebih
bawah.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Ikan Nila
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
satuan waktu, sedangkan pertumbuhan pada suatu populasi merupakan
pertumbuhan jumlah. Pertumbuhan dalam individu adalah pertambahan jaringan
akibat dari pembelahan sel secara mitosis.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
tubuh, beberapa yang termasuk faktor internal diantaranya keturunan, umur,
ketahan tubuh, serta kemampuan mencerna makanan. Yang dimaksud dengan
faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh ikan.
Beberapa yang termasuk faktor eksternal antara lain jumlah makanan, jumlah
populasi, kandungan gizi makan, dan parameter lingkungan.
Ikan nila dalam perkembangbiakannya bersifat ovipar dan cepat
pertumbuhannya. Adapun siklus hidupnya, adalah sebagi berikut :
Gambar. Proses pertumbuhan dan perkembangan Ikan Nila
Proses perkembangan ikan nila berdasarkan gambar diatas terjadi
melalui beberapa tahapan yaitu dimulai dari tahapan pemijahan, pembenihan,
pendederan dan terakhir pembesaran.
1. Pemijahan
Proses pemijahan ikan nila di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan
terjadi melalui beberapa tahapan yaitu manajemen induk, persiapan kolam dan
proses pemijahan.
a. Manajemen induk
Manajemen induk dilakukan dengan tujuan untuk memilih dan
menetapkan induk yang berkualitas dengan perlakuan teknis yang
optimal sehingga mendukung sistem mutu yang telah ditetapkan.
Manajemen induk ini meliputi kegiatan seleksi induk, kegiatan
kondisioning (memisahkan induk jantan dan betina), dan pemberian pakan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
I. Seleksi induk
Induk diseleksi dengan cara melihat cirri-ciri morfologis
secara langsung untuk menentukan kematangan gonadnya.
Induk betina yang diseleksi adalah induk yang mempunyai ciri-
ciri:
Bobot 250-350 gr/ekor
Memiliki tiga lubang urogenital yaitu, lubang anus, lubang
genital papilla sebagai keluarnya telur, lubang ketiga
lubang urin.
Perut membesar ke arah anus dan lembek apabila diraba, alat
kelamin terlihat jelas dan berwarna merah.
Induk jantan yang diseleksi adalah induk yang mempunyai ciri-
ciri:
Bobot 300-400gr/ekor
Memiliki dua lubang urogenital, lubang pertama anus dan
lubang kedua sebagai keluarnya urin dan sperma, lubang kedua
berbentuk agak menonjol dan meruncing.
Alat kelamin terlihat meruncing dan berwarna merah.
Pengamatan juga dilakukan pada tampilan fisik berdasarkan
kondisi kesehatan ikan yaitu; ikan tidak terlihat sakit, tidak
terdapat luka-luka pada tubuh dan tidak cacat.
II. Conditioning
Conditioning dilaksanakan sebelum dan sesudah proses
pemijahan.
Conditioning pada induk ikan nila dilakukan dengan cara
memisahkan pemeliharan antara induk jantan dan betina selama
minimal 1 bulan dengan diberi pakan sebanyak 1-5% per hari
dengan frekuensi 3 kali (pagi, siang dan sore).
Selama induk dipelihara dalam masa conditioning, dilakukan
pemeriksaan terhadap kesehatan dan perkembangan gonadnya.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pengamatan visual pada induk
dari hasil sampling.
Pengamatan dilakukan seminggu sekali.
b. Persiapan kolam
Persiapan kolam dilakukan untuk mengkondisikan lingkungan yang
baik untuk proses pemijahan ikan nila. Prosedur persiapan kolam di UPT
Pasar Benih dan Balai Benih Ikan, antara lain:
Menutup saluran air masuk serta melakukan pembersihan pada saluran
pemasukan dan membuka saluran pembuangan sampai kondisi kolam tidak
ada air yang tergenang.
Membersihkan dinding dan dasar kolam dari kotoran dengan
menggunakan sikat atau sejenisnya.
Dilakukan pengeringan kolam selama 4-6 hari.
Melakukan pengapuran dengan dosis 25-50 g/m2 dan pemupukan pupuk
organic dengan dosis 250-500 g/m2.
Menyaring saluran inlet dengan menggunakan saringan air yang
terbuat dari kain hapa/waring.
Isi air kedalam kolam dengan ketinggian yang disesuaikan dengan
kondisi ikan/
Kolam dibiarkan stagnant selama 3-4 hari, hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menstabilkan pH air kolam, dan penumbuhan pakan alami.
Perawatan kolam meliputi:
o Kontrol saluran pemasukan (inlet) dan saluran pengeluaran air
(outlet)
o Bersihkan inlet dan outlet dari kotoran/sampah.
o Periksa dasar/pematang kolam dari kebocoran
Kolam siap digunakan.
c. Pemijahan Ikan Nila
Ikan nila di alam siap memijah bila sudah berumur 4 bulan dengan
panjang sekitar 9,5 cm, pembiakan bisa sepanjang tahun tanpa musim.
Induk betina bisa menghasilkan 250 sampai 1.000 butir telur dan akan
menetas dalam 3-5 hari di dalam mulut induk betina (tergolong ikan
Mouth Breeder).
Ikan nila termasuk jenis ikan yang mudah memijah, proses
pemijahan berlangsung 30-50 hari (1 siklus) dan dapat menghasilkan ±
120.000 benih dasar/larva, untuk pemijahan suhu air adalah 26-30 °C
dan ketinggian air 40-80 cm. selain itu diusahakan dasar kolam agak
berpasir supaya memudahkan induk jantan dalam pembuatan lubang sarang
pemijahan.
Kemudian pemijahan dimulai dengan induk jantan yang membuat
lubang cekung didasar kolam dengan diameter antara 3-6 cm, kemudian
induk betina memijahkan telurnya dilubang tersebut untuk dibuahi oleh
induk jantan. Perbandingan jumlah induk jantan dan betina didalam
kolam adalah 1:3.
Setelah dibuahi telur tersebut akan disimpan didalam mulutnya
untuk dierami, dan telur akan menetas sesudah 3-5 hari di dalam mulut.
Setelah menetas larva diasuh oleh induknya selama 2 minggu, ketika
larva telah menjadi anak ikan dilepas keluar mulut ke bagian kolam
yang dangkal.
Setelah telur dibuahi dan dikeluarkan dari mulut betina, telur
tersebut akan dipindahkan ke kolam pemijahan hingga benih dasar
mencapai 0,8-1 cm dengan syarat pompa air radiator unuk oksigen.
Kondisi air yang tenang akan menguntungkan bagi pertumbuhan dan
pemijahan ikan nila. Dalam upaya memperoleh tingkat pemijahan yang
optimum, pemijahan dilakukan dengan cara memasangkan induk jantan
dengan betina dengan perbandingan 1:3. Lamanya pemijahan sampai benih
lepas dari perawatan induk adalah sekitar 10 hari.
2. Pembenihan
Benih merupakan faktor terpenting untuk mencapai keberhasilan budidaya
ikan nila. Oleh sebab itu benih ikan nila harus tersedia dalam jumlah cukup
serta berkualitas tinggi. Pembenihan dilakukan dengan sistem selektif,
yaitu pemisahan benih segera dari induknya setelah keluar dari mulut induk
betina.
Panen dilakukan saat benih masih kecil, yaitu berukuran 0,8-1 cm.
Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air perlahan hingga mencapai
ketinggian tertentu. Biasanya induk akan masuk kemalir lalu tertampung di
kolam kobakan. Sementara larva akan mencari aliran baru dan naik melalui
kemalir lalu tertampung dalam kobakan penampungan benih. Benih ini diambil
dengan hati-hati menggunakan jaring halus dan ditampung dalam hapa yang
sudah disiapkan. Seleksi benih dilakukan dengan menggunakan ayakan yang
diberi lubang sesuai ukuran yang dikehendaki. Benih berukuran lebih kecil
akan keluar melalui lubang tersebut.
3. Pendederan
Proses pendederan ikan nila di UPT Pasar Benih dan Balai Benih Ikan
meliputi kegiatan proses perawatan larva sampai ukuran 1-3cm dan 3-5 cm
yang sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Larva yang sudah diseleksi kemudian dipelihara dalam kolam pendederan.
Penebaran larva hasil panen/kolektif larva dengan cara diaklimatisasi
terlebih dahulu. Penebaran untuk benih ukuran 1-3cm sebanyak 200 – 250
ekor/m2 selama periode 10-14 hari, sedangkan penebaran untuk benih ukuran 3-
5cm sebanyak 100-200 ekor/m2 selama periode 15-40 hari. Pada kolam
pendederan ini harus diperhatikan sirkulasi air untuk menambah kandungan
oksigen, sehingga dilengkapi dengan pompa. Larva/benih diberi pakan dengan
tekstur tepung/crumble yang mengandung protein diatas 28%, dengan frekuensi
pemberian pakan 3 kali sehari selama pemeliharaan. Selanjutnya akan
dilakukan proses pemanen/mutasi benih nila ke kolam pendederan berikutnya.
4. Pembesaran
Proses pembesaran benih dari ikan nila tidak dilakukan di UPT Pasar
Benih dan Balai Benih Ikan. Benih yang sudah diproduksi tersebut kemudian
diperuntukkan untuk kelompok masyarakat di kota Denpasar dengan pengajuan
surat permintaan benih ikan kepada Dinas Peternakan,Perikanan dan Kelautan
Kota Denpasar. Benih dengan ukuran 3-5cm biasanya ditebar di perairan umum
kota denpasar melalui surat pemohonan kepala desa/lurah setempat. Penebaran
dalam satu periodenya biasanya sebanyak 15.000-25.000 benih ikan nila.
Dalam perkembangbiakan ikan nila ini terdapat hal yang perlu
diperhatikan yaitu salah satunya kualitas air kolam pemeliharaan. Kualitas
air yang kurang baik akan mengakibatkan pertumbuhan ikan menjadi lambat.
Beberapa parameter yang menentukan kualitas air, di antaranya:
Suhu
Suhu atau temperatur air sangat berpengaruh terhadap metabolisme dan
pertumbuhan organisme serta memengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi
organisme perairan. Suhu juga memengaruhi oksigen terlarut dalam
perairan. Suhu optimal untuk hidup ikan nila pada kisaran 14-38 °C.
Secara alami ikan ini dapat memijah pada suhu 22-37 °C namun suhu yang
baik untuk perkembangbiakannya berkisar antara 25-30 °C.
pH
Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman perairan . Beberapa
faktor yang memengaruhi pH perairan di antaranya
aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Nilai
pH yang ditoleransi ikan nila berkisar antara 5 hingga 11, tetapi
pertumbuhan dan perkembangannya yang optimal adalah pada kisaran pH
7–8 .
Amonia
Amonia merupakan bentuk utama ekskresi nitrogen dari
organisme akuatik. Sumber utama amonia (NH3) adalah
bahan organik dalam bentuk sisa pakan, kotoran ikan maupun dalam
bentuk plankton dari bahan organik tersuspensi.
Pembusukan bahan organik,terutama yang banyak mengandung protein,
menghasilkan ammonium (NH4+) dan NH3. Bila proses lanjut dari
pembusukan (nitrifikasi) tidak berjalan lancar maka dapat terjadi
penumpukan NH3 sampai pada konsentrasi yang membahayakan bagi ikan.
Oksigen terlarut
Oksigen terlarut diperlukan untuk respirasi, proses pembakaran
makanan, aktivitas berenang, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain.
Sumber oksigen perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang
terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton. Kadar oksigen terlarut yang optimal
bagi pertumbuhan ikan nila adalah lebih dari 5 mg/l.
Kekeruhan air yang disebabkan oleh pelumpuran di dasar kolam juga akan
memperlambat pertumbuhan ikan. Lain halnya bila kekeruhan air
disebabkan oleh adanya plankton; air yang kaya plankton dapat berwarna
hijau kekuningan dan hijau kecoklatan karena banyak mengandung diatom.
Plankton ini baik sebagai makanan ikan nila, sedangkan plankton biru
kurang baik. Tingkat kecerahan air karena plankton harus dikendalikan.
BAB V
SIMPULAN
1. Simpulan
Berdasarkan paparan pembahasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan:
1. Ikan nila adalah jenis ikan omnivora dan ikan ini pertama di temukan di
Sungai Nil yaitu di sekitaran Afrika Timur, syria sampai Liberia. Ikan
nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Ikan nila
mempunyai nama ilmiah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp.
2. Pertumbuhan dan perkembangan ikan nilai terjadi melalui beberapa tahapan
umum yaitu pemijahan, pembenihan, pendederan dan pembesaran.
Pemijahan : Proses pemijahan dimulai dengan seleksi induk dan
persiapan kolam. Proses pemijahan berlangsung 30-50 hari (1 siklus)
dan dapat menghasilkan ± 120.000 benih dasar/larva.
Pembenihan : Pembenihan dilakukan dengan sistem selektif, yaitu
pemisahan benih segera dari induknya setelah keluar dari mulut
induk betina.
Pendederan : Proses pendederan ikan nila di UPT Pasar Benih dan
Balai Benih Ikan meliputi kegiatan proses perawatan larva sampai
ukuran 1-3cm dan 3-5 cm yang sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan.
Pembesaran : Tidak dilakukan di UPT Pasar Benih dan Balai Benih
Ikan.
2. Saran
Penulisan makalah lanjutan, kami sarankan untuk membahas lebih detail
mengenai perkembangan dan cara budidaya ikan nila yang lebih mudah
diterapkan di masyarakat. Sehingga makalah tersebut dapat menjadi sumber
pembelajaran bagi masyarakat pada umumnya dan pelajar pada khususnya.
" "
Bottom of Form