BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat permeabel terhadap lingkungan maupun lautan garam. Sifat fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan ada perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air tawar dengan ikan air laut. Cairan tubuh ikan tawar mempunyai mempunyai tekanan yang lebih besar dari pada lingkungannya, garam-garam cenderung ke luar. Sebaliknya ikan ik an yang hidup di laut mempunyai tekanan osmotik yang lebih kecil dari pada lingkunganya, sehingga terdapat kecenderungan garam-garam masuk ke dalam tubuh dan air keluar. Osmoregulasi adalah pengontrolan kadar air dan garam mineral di dalam darah. Ini merupakan mekanisme homeostatik. Regulasi dari konsentrasi Na+ pada plasma hampir sama konsentrasinya dengan ekskresi regulasi Na+ yang berhubungan dengan sensor dan efektor yang berbeda-beda (penerima volum) yang berasal dari keseimbangan air dan osmoregulasi Tanpa osmoregulasi maka ikan akan mati, ini karena osmoregulasi dapat mengontrol konsentrasi cairan dalam tubuh. Jika ikan tidak bisa mengatur proses osmose dalam tubuhnya maka ikan akan mati, karena osmoregulasi sangat berfungsi dalam aspek kesehatan ikan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengamati osmoregulasi pada ikan nila (Oreochromis niloticus). niloticus).
1.3
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh pada praktikum kali ini adalah kita dapat mengetahui osmoregulasi pada ikan nila pada media hidup dengan salinitas yang bervariasi.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Ikan Nila
Ikan Nila adalah sejenis ikan sejenis ikan konsumsi air konsumsi air tawar. Ikan tawar. Ikan ini diintroduksi diintroduksi dari Afrika pada Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolamkolam air tawar dan beberapa waduk di Indonesia. Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Tilapia. Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. 30 cm. Sirip Sirip punggung (dorsal ( dorsal ) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (anal ( anal ) dengan 3 duri dan 8-11 jari jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor bergaris-garis tegak , 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak (Wikipedia, 2009). Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora), (omnivora), pemakan plankton, sampai plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air. Ikan ini sangat peridi, peridi, mudah berbiak. Secara alami, ikan nila (dari perkata an Nile an Nile,, Sungai Nil) ditemukan mulai dari Syria di utara hingga Afrika timur sampai ke Kongo dan Liberia. Pemeliharaan ikan ini diyakini pula telah berlangsung semenjak peradaban Mesir peradaban Mesir purba. Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan dite rnakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di pelbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikan fillet (Wikipedia, 2009). Ikan nila relatif cepat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang baru. Daya adaptasi juga berbeda antara ikan besar dan ikan kecil. Ikan yang berukuran besar ternyata kurang cepat beradapasi dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil ( Effendi, 2001).
2
Klasifikasi ikan nila (Trewavas 1982 diacu dalam Shindu 2005) adalah : Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichtyes
Ordo
: Percomorphi
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Gambar 1. Ikan Nila Sumber : pena-khadafi.blogspot.com 2.2
Osmoregulasi
Osmoregulasi
adalah
proses
mengatur
konsentrasi
cairan
dan
menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup. Osmoregulasi sangat penting pada hewan air karena tubuh ikan bersifat permeabel terhadap lingkungan maupun lautan garam. Sifat fisik lingkungan yang berbeda menyebabkan ada perbedaan proses osmoregulasi antara ikan air tawar dengan ikan air laut. Cairan tubuh ikan tawar mempunyai tekanan yang lebih besar dari pada lingkungannya, garam-garam cenderung ke luar. Sebaliknya ikan
3
yang hidup di laut mempunyai tekanan osmotik yang lebih kecil dari pada lingkunganya, sehingga terdapat kecenderungan garam-garam masuk ke dalam tubuh dan air keluar. Osmoregulasi adalah pengontrolan kadar air dan garam mineral di dalam darah. Ini merupakan mekanisme homeostatik. Regulasi dari konsentrasi Na+ pada plasma hampir sama konsentrasinya dengan ekskresi regulasi Na+ yang berhubungan dengan sensor dan efektor yang berbeda-beda (penerima volum) yang berasal dari keseimbangan air dan osmoregulasi (vitamins-guide 2004.) dan ditambahkan pula oleh Fujaya (1999) bahwa osmoregulasi adalah upaya mengontrol keseimbangan air dan ion – ion antara tubuh dan lingkungannya atau suatu proses pengaturan tekanan osmose. Hal ini penting dilakukan, terutama oleh organisme perairan karena; 1. Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan; 2. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat; 3. Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan. Tanpa osmoregulasi maka ikan akan mati, ini karena osmoregulasi dapat mengontrol konsentrasi cairan dalam tubuh. Jika ikan tidak bisa mengatur proses osmose dalam tubuhnya maka ikan akan mati, karena osmoregulasi sangat berfungsi dalam aspek kesehatan ikan (Fujaya,1999). Osmoconformer adalah sebutan bagi hewan yang mampu memelihara keseimbangan
antara
cairan
tubuh
dengan
keadaan
lingkungan
sekitar.
Kebanyakan invertebrata laut adalah osmoconformer, dimana cairan tubuh mereka isotonik dari keadaan lingkungannya. Meskipun konsentrasi relatif dari garam dan cairan tubuh mereka berubah – ubah dibandingkan air laut, dalam kasus ini hewan juga harus mengatur tingkat ion internal (Djawad, dkk, 2007).
2.3
Organ Osmoregulasi
Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam proses pengaturan tekanan osmosis atau osmoregulasi agar proes fisiologis didalam tubuhnya dapat berjalan normal. Pada ikan air laut terjadi
4
kehilangan air dari dalam tubuh melalui kulit dan kemudian ikan akan mendapatkan garam-garam dari air laut yang masuk lewat mulutnya. Organ dalam tubuh ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+ dan Cl-, serta air masuk ke dalam
darah
dan
selanjutnya
disirkulasi.
Kemudian
insang
ikan
akan
mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari darah ke lingkungan luar. Osmoregulasi merupakan suatu fungsi fisiologis yang membutuhkan energi, yang dikontrol oleh penyerapan selektif ion-ion melewati insang dan beberapa bagian tubuh lainnya dikontrol oleh pembuangan yang selektif terhadap garam-garam. Kemampuan osmoregulasi bergantung suhu, musim, umur, kondisi fisiologis, jenis kelamin dan perbedaan genotip. 1.
Ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi yang mempunyai peranan di dalam proses penyaringan (filtrasi). Pada sebagian besar ikan, pronephoros hanya berfungsi pada stadia awal,yaitu pada stadia embrio/larva. Yang kemudian fungsinya digantikan oleh mesonephros ketika ikan menjadi dewasa. Ginjal melakukan dua fungsi utama : 1. Mengeksresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh, 2. Mengatur konsentrasi cairan tubuh. 2.
Insang
Insang ikan bersifat permeabel terhadap air dan garam. Di dalam laut salinitasnya lebih besar daripada dalam cairan tubuhnya. Pada lingkungan air keluar, tetapi garam berdifusi kedalam. Ikan air laut minum air dalam jumlah yang banyak dan mengeluarkan sedikit urin. Ikan air tawar, garam akan memasuki insang dan dalam jumlah yang banyak air akan masuk lewat kulit ikan dan insang. Hal ini karena kadar garam di dalam tubuh ikan (mendekati 0.5%) yang lebih tinggi daripada konsentrasi air di mana ikan tersebut hidup. Karena tubuh ikan akan berusaha agar proses difusi antara air kedalam tubuh ikan tetap berlangsung, sejumlah besar air dikeluarkan oleh ginjal. Sebgai hasilnya bahwa konsentrasi garam pada urine sangat rendah ( Fujaya,1999).
5
3.
Kulit
Pada ikan teleostei air tawar yang bersifat hiperosmotik terhadap media/lingkungan hidupnya, masalah utama yang muncul adalah bagaimana memasukkan air secara osmosis. Peranan kulit dalam penyerapan secara aktif pada ikan bertulang sejati (teleostei) air tawar menjadi kurang berarti bila dibandingkan dengan peranan insang. Hal ini dikarenakan insang mempunyai permukaan yang lebih besar/luas dan didukung dengan permeabilitasnya yang tinggi sedangkan kulit umumnya memiliki ketebalan yang lebih besar sehingga bersifat impermeabel. Umumnya kulit berperan dalam proses osmoregulasi pada jenis ikan-ikan tertentu, terutama pada stadia awal/larva. 4.
Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan yang berperan dalam osmoregulasi adalah bagian esofagus
dan
usus.
Pada
ikan
bertulang
sejati
air
laut,
karena
media/lingkungannya bersifat hipertonik, maka tubuh ikan akan kekurangan air. Oleh karena itu ikan air laut meminum air laut. Pada waktu meminum air laut ionion Na+ dan Cl- akan diserap darah. Air yang diminum masuk kedalam usus telah mengalami penawaran sehingga mudah diserap usus.
2.4
Tingkat osmoregulasi
Tingkat osmoregulasi dipengaruhi oleh salinitas tertentu dan akan berpengaruh terhadap tingkat osmolalitas plasma, jika salinitasnya meningkat maka
osmolalitas
plasma
juga
meningkat
sedangkan
pada
kapasitas
osmoregulasinya semakin besar kadar salinitas suatu perairan maka semakin kecil nilai kapasitas osmoregulasinya. Dalam osmoregulasi terdapat dua istilah yaitu eurihalin dan stenohalin. Eurihalin adalah kemampuan suatu organisme terhadap keadaan perubahan salinitas yang tinggi. Ikan yang tergolong dalam eurihalin adalah salah satunya ikan nila. Stenohalin adalah tingkat adaptasi yang sempit terhadap salinitas yang tinggi. Contoh organisme yang bersifat stenohalin salah satunya adalah ikan nilam.
6
Dalam responnya terhadap perubahan salinitas, pengaturan air dan ion paling sedikit terdapat dua fase. Pengaturan segera yaitu ikan mulai atau menghentikan minum dan meningkatkan atau menurunkan aktivitas transport ion dan air yang telah ada pada epitel osmoregulasi yang berhadapan dengan perubahan salinitas lingkungan. Pengaturan jangka panjang melibatkan modifikasi organ-organ osmoregulasi seperti insang, intestine dan ginjal. Pada level jaringan dan sel, bila kan berpindah ke lingkungan laut, sel klorida tipe air tawar hilang, sedangkan sel klorida tipe air laut berdiferensiasi pada insang. Tidak ada organisme yang hidup di air tawar tidak melakukan osmoregulasi. Sedangkan pada ikan air laut, beberapa diantaranya hanya melakukan sedikit upaya untuk mengontrol tekanan osmose dalam tubuhnya. Semakin jauh perbedaan tekanan osmose antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energy metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, namun tetap ada batas toleransi. a. Kapasitas osmoregulasi > 1 disebut Hiperosmotik. b. Kapasitas osmoregulasi = 1 disebut Isoosmotik. c. Kapasitas osmoregulasi < 1 disebut hipoosmotik. Untuk
ikan-ikan
potadrom
yang
bersifat
hiperosmotik
terhadap
lingkungannya dalam proses osmoregulasi, air bergerak ke dalam tubuh dan ionion keluar ke lingkungan dengan cara difusi. Keseimbangan cairan tubuhnya dapat terjadi dengan cara meminum sedikit air atau bahkan tidak minum sama sekali. Kelebihan air dalam tubuhnya dapat dikurangi dengan membuangnya dalam bentuk urin. Untuk ikan-ikan oseanodrom yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir secara osmose dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang dan kulit ke lingkungan, sedangkan ion-ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi. Sedangkan untuk ikan-ikan eurihalin, memiliki kemampuan untuk dengan cepat menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuhnya dengan media (isoosmotik), namun karana kondisi lingkungan perairan tidak selalu tetap, maka proses ormoregulasi seperti halnya ikan potadrom dan oseanodrom tetap terjadi.
7
2.5
Sistem Osmoregulasi
Sistem Osmoregulasi ialah sistem pengaturan keseimbangan tekanan osmotik cairan tubuh (air dan darah) dengan tekanan osmotik habitat (perairan). Tekanan osmotik adalah tekanan yang diberikan pada larutan yang dapat menghentikan perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan melalui membran semi permeabel (proses osmosis). Osmoregulasi pada ikan air tawar
Gambar 2. Osmoregulasi Ikan Nila Sumber : www.jenjet.com Ikan air tawar cenderung untuk menyerap air dari lingkungannya dengan cara osmosis, terjadi sebagai akibat dari kadar garam dalam tubuh ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Insang ikan air tawar secara aktif memasukkan garam dari lingkungan ke dalam tubuh. Ginjal akan memompa keluar kelebihan air sebagai air seni. Ikan air tawar harus selalu menjaga dirinya agar garam tidak melarut dan lolos ke dalam air. Ginjal mempunyai glomeruli dalam jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni sebanyak-banyaknya. Ketika cairan dari badan malpighi memasuki tubuli ginjal, glukosaakan diserap kembali pada tubuli
8
proximallis dan garam - garam diserap kembali pada tubuli distal. Dinding tubuli ginjal bersifat impermiable (kedap air, tidak dapat ditembus) terhadap air. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan kedap, sehingga garam di dalam tubuhnya tidak mudah bocor kedalam air. Satu-satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah insang.
9
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum Osmoregulasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dilaksanankan di Laboratorium MSP, Gedung Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Kamis-Selasa, 6-11 November 2014 pukul 13.00 – selesai. 3.2
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Osmoregulasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai berikut : 3.2.1
Alat
1. Akuarium, sebagai media hidup ikan nila
2. Aerator dan selang aerator untuk memberikan suplai oksigen kedalam air.
10
3. Hand counter, untuk menghitung buka tutup operculum
4. DO meter untuk menghitung oksigen yang terlarut dalam air
5. Stop watch / jam tangan, untuk menghitung waktu
6. pH meter, untuk mengukur pH air
11
7. Termometer, untuk mengukur suhu air
8. Timbangan elektrik, menimbang ikan dan pakan
9. Beaker glass, melarutkan garam ikan
10. Refraktosalinometer, mengukur salinitas air
12
3.2.2
Bahan
1. 5 Ekor benih ikan nila 2. Pakan FF 99 (40%protein) 3. Garam Ikan
3.3
Prosedur Praktikum
3.3.1
Aklimatisasi Media
1. Menimbang garam sebanyak 100 gram untuk membuat salinitas 10 ppt. 2. Melarutkan garam yang sudah ditimbang dengan air dalam beaker glass. 3. Memasukkan larutan garam tersebut ke dalam akuarium. 4. Mengukur suhu, DO, salinitas, dan pH air dalam akuarium. 3.3.2
Aklimatisasi Ikan Uji
1. Menimbang bobot ikan nila sebelum perlakuan sebanyak 5 ekor. 2. Memasukkan ikan nila ke dalam akuarium dengan salinitas 10 ppt. 3.3.3
Aklimatisasi Pakan
1. Menimbang pakan sebanyak 3% dari jumlah bobot ikan. 2. Menyediakan dan menyiapkan pakan untuk 5 hari. 3.3.4
Pengamatan
1. Melakukan pengamatan terhadap kondisi sub lethal, lethal dan kualiitas air selama 5 hari. 2. Mendokumentasikan setiap hasil pengamatan.
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil
4.1.1
Hasil Pengamatan Kelompok
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Harian Hari Pertama
Hari Kelima
Ikan
Bobot
Panjang
Bobot
Panjang
Bobot
Panjang
Ke
Ikan
Ikan (cm)
Ikan
Ikan (cm)
Ikan
Ikan
(gram)
(cm)
(gram)
(gram)
1
5.26
7
5.49
7.2
1.74
0.2
2
5.72
6.2
5.92
6.5
0.48
0.3
3
4.38
6.3
4.65
6.5
1.92
0.2
4
4
6.5
4.05
6.7
1.5
0.2
5
4.45
6.2
6.56
6.3
1.75
0.1
∑
23.81
32.2
26.67
33.2
7.39
1
Rata-
4.8
6.44
5.3
6.64
1.48
0.2
rata
Perhitungan Laju Pertumbuhan Harian
G
Laju Pertumbuhan
= =
=
= 37,6 %
14
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sub Lethal dan Lethal kelompok Sub Lethal Tanggal
6/11/2014
7/11/2014
Waktu
9/11/2014
10/11/2014
11/11/2014
TL
TL
Renang Makan
BT.
Berat
Operculum
(g)
13.00
-
Aktif
Lahap
132
4,76
19.00
Sedikit
Aktif
Lahap
114
-
01.00
Sedikit
Aktif
Lahap
128
-
07.00
Sedikit
Aktif
Lahap
142
-
Aktif
Lahap
133
-
Aktif
Lahap
140
-
Tidak
Tidak
terlalu
terlalu
130
-
aktif
lahap
Tidak
Tidak
terlalu
terlalu
141
-
aktif
lahap
Tidak
Tidak
terlalu
terlalu
153
6,64
aktif
lahap
13.00
8/11/2014
Mukosa
Lethal
13.00
13.00
13.00
13.00
Cukup banyak Cukup banyak
Banyak
Banyak
Banyak
SR
100 %
Tabel 3. Hasil Pengamatan Kualitas Air Kelompok Kualitas Air Tanggal
6/11/2014
7/11/2014
Waktu
Suhu
Salinitas (ppt)
DO (mg/L)
pH
13.00
25
10
1,7
6,64
19.00
25
10
1,3
6,72
01.00
25
10
1,4
6,83
07.00
25
10
1,2
6,46
15
13.00
24
10
1,6
6,75
8/11/2014
13.00
23,9
10
1,9
6,18
9/11/2014
13.00
23
10
1,4
6,90
10/11/2014
13.00
25
10
1,6
6,53
11/11/2014
13.00
25
10
1,7
6,87
4.1.2
Hasil Pengamatan Kelas
Tabel 4. Hasil Pengamatan Sub Lethal dan Lethal kelas (Lab FHA, Akuakultur, MSP) Sub Lethal Lab
Kelompok
Mukosa
Lethal
Tl
Tl
BT.
Renang
Makan
Operculum
1
Sedang
Tenang
Aktif
143
100 %
2
Sedikit
Aktif
Aktif
128
100 %
Cukup
Cukup
Banyak
Aktif
Aktif
135
100 %
152
100 %
140
0%
3 FHA 4
5
Sedikit
Kurang aktif
Tidak langsung dimakan
Banyak
Kurang
Kurang
busa
aktif
aktif
Sub Lethal Lab
SR
Kelompok
Tl Mukosa Renang
Lethal
Tl Makan
BT. Operculum
SR
Kurang napsu makan
125
100 %
1 Akuakultur
2
Sedikit
Aktif
16
3
4
Sedikit
Kurang aktif
Kurang napsu makan
173
100 %
Sedikit
Kurang aktif
Kurang napsu makan
153
100 %
5
Sub Lethal Lab
Kelompok
Tl
BT. Operculum
SR
Renang
Tl Makan
Sedang
Tidak Aktif
Tidak Habis
156
100 %
Sedang
Tidak Begitu Aktif
Kurang napsu makan
144
100 %
3
Sedikit
Kurang aktif
Kurang napsu makan
135
100 %
4
Cukup banyak
Aktif
Lahap
126
100 %
5
Banyak
Tidak Aktif
Tidak Habis
135
100 %
Mukosa
1
2
MSP
Lethal
17
Tabel 5. Hasil Pengamatan Kualitas Air Kelas (Lab FHA, Akuakultur, MSP) Laju
Kualitas Air Lab
Kelompok
Suhu ()
FHA
pH
Pertumbuhan
Salinitas
DO
Awal
Akhir
(ppt)
(mg/L)
(gr)
(gr)
1
25
7.04
0
2.2
5.22
5.22
2
25
6.84
5
1.87
5.8
5.23
3
25
6.72
10
1.81
5.21
5.32
4
25
6.66
15
1.77
10.79
10.84
5
25
6.13
20
1.9
4.26
0
Laju
Kualitas Air Lab
Kelompok
Suhu ()
pH
Pertumbuhan
Salinitas
DO
Awal
Akhir
(ppt)
(mg/L)
(gr)
(gr)
1 Akuakultur
2
25
6.76
5
1.54
4.78
7.78
3
24
6.57
10
1.8
8.3
7.7
4
25
6.63
15
1.56
4.8
3.15
5
Laju
Kualitas Air Lab
Kelompok
Suhu ()
MSP
pH
Pertumbuhan
Salinitas
DO
Awal
Akhir
(ppt)
(mg/L)
(gr)
(gr)
1
25
6.79
0
1.6
11.33
11.51
2
25
6.51
5
1.78
6.33
6
3
25
6.66
10
1.51
4.76
6.64
4
25
6.67
15
1.75
4.94
4.55
5
25
6.57
20
1.82
9.78
10.58
18
4.2
Pembahasan
4.2.1
Pembahasan Data Kelompok
Praktikum kali ini yaitu mengenai Osmoregulasi pada ikan nila. Pada praktikum ini dilakukan beberapa pengamatan. Pengamatan pertama
yaitu
pengamatan sub lethal yang mencakup pengamatan jumlah mukosa, tingkah laku (gerak) renang dan makan, buka tutup operculum serta pertumbuhan harian. Pengamatan kedua yaitu pengamatan lethal dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada pengamatan hari terakhir dengan jumlah ikan yang hidup pada hari pertama pengamatan (Effendi,1997). Ketiga yaitu pengamatan kualitas air. Indikator yang diamati untuk kualitas air yaitu salinitas yang diukur dengan menggunakan alat refraktosalinometer, Dissolved oxygen (DO) yang diukur dengan menggunakan DO Meter, Suhu yang diukur dengan termometer dan pH yang diukur dengan menggunakan pH meter. Pengamatan pertama yaitu mengenai pengamatan sublethal. Dari hasil pengamatan yang tertera pada tabel 1.2 dapat diketahui bahwa kadar mukosa yang terdapat pada ikan semakin hari semakin banyak. untuk tingkah laku renang ikan semakin hari semakin pasif atau tidak terlalu aktif bergerak. Dalam responnya terhadap perubahan salinitas, pengaturan air dan ion paling sedikit terdapat dua fase. Pengaturan segera yaitu ikan mulai atau menghentikan minum dan meningkatkan atau menurunkan aktivitas transport ion dan air yang telah ada pada epitel osmoregulasi yang berhadapan dengan perubahan salinitas lingkungan. Pengaturan jangka panjang melibatkan modifikasi organ-organ osmoregulasi seperti insang, intestine dan ginjal. Pada level jaringan dan sel, bila ikan berpindah ke lingkungan yang bersalinitas tinggi, sel klorida tipe air tawar berkurang, sehingga kadar mukosa semakin meningkat. Osmoregulasi memiliki hubungan dengan pertumbuhan dalam hal penggunaan energi dimana hubungan tersebut bersifat berbanding terbalik. Meningkatnya penggunaan energi untuk osmoregulasi akan menurunkan porsi energi untuk pertumbuhan. Hal ini terkait kecenderungan bahwa osmoregulasi
19
mutlak harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk tumbuh. Maka dari itu pertumbuhan akan maksimal pada kondisi salinitas yang optimal sehingga laju pertumbuhan rata-rata bobot ikan dapat meningkat 1,48 gram. Begitupula dengan laju pertumbuhan panjang ikan mengalami rata-rata penambahan panjang 0,2 cm. Indikator sublethal yang selanjutnya yaitu buka tutup operculum. Pada setiap pengamatan jumlah buka tutup operculum berbeda-beda, hal ini terjadi karena faktor lingkungan ikan seiring dengan penambahan dan penurunan suhu. Indiktor yang terakhir yaitu laju pertumbuhan harian, dari hasil perhitungan didapatkan bahwa laju pertumbuhan harian pada ikan tersebut yaitu 37,6 %. 180 153
160
m u 140 l u c r 120 e p O100 p 80 u t u T 60 a k 40 u B
142
132
128
133
140
141 130
114
20
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pengamatan ke-
Grafik 1. Jumlah BT. Operculum Pada Tiap Pengamatan Pengamatan kedua yaitu pengamatan lethal, pengamatan ini dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan yang hidup pada hari pertama dengan jumlah ikan yang hidup pada hari kelima. dari hasil pengamatan didapatkan bahwa nilai kelangsungan hidup ikan sebesar 100 %. Ikan nila dapat dinyatakan sebagai ikan eurihalin karena dapat bertahan hingga salinitas 10 ppt. Pengamatan ketiga yaitu pengamatan kualitas air, indikator yang diamati pertama yaitu suhu, suhu relatif tidak bervariasi dengan kisaran 23-25 . Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 14°C – 38°C, atau suhu optimal 25°C – 30°C. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari 14°C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas
20
30°C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas suhu yang mematikan ikan nila berturut-turut adalah 11-12°C dan 42°C (Rukmana,1997).
25.5 25
25
25
25
25
25
8
9
25 24.5 24 24
23.9
u h u S 23.5 23 23 22.5 22 1
2
3
4
5
6
7
Pengamatan ke-
Grafik 2. Nilai Suhu Pada Tiap Pengamatan Indikator yang kedua yaitu Dissolved Oxygen (DO). DO sangat berperan dalam respirasi,DO yang terukur bervariasi berkisar 1,2-1,9 mg/L. DO yang ada di akuarium disuplai dengan menggunakan bantuan aerator. Dengan adanya aeratoor sangat membantu terhadap respirasi dan osmoregulasi ikan. 1.9
2 1.8
1.7
1.6
1.6
n e 1.4 g y x 1.2 O d 1 e v l 0.8 o s s i 0.6 D
1.3
1.6
1.4
1.7
1.4 1.2
0.4 0.2 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Pengamatan ke-
Grafik 3. Nilai DO Pada Tiap Pengamatan
21
9
Indikator terahir yang diamati yaitu pH air. pH yang didapat berkisar 6,16,9 sehingga masih dapat ditoleransi oleh ikan nila. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997). Semakin aktif ikan bergerak maka semakin sedikit jumlah mukosa yang dikeluarkan ini berbanding lurus dengan pH yang didapat dalam praktikum kali ini. Jika pH semakin bertambah maka mukosa semakin bertambah pula, ini dikarenakan mukosa diperlukan untuk melindungi dan menjaga kstabilan tubuh ikan . 7
6.9
6.87
6.83 6.75
6.72
6.8 6.64
6.53
6.6
6.46
H6.4 p 6.18 6.2 6 5.8 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pengamatan ke-
Grafik 4. Nilai pH Pada Tiap Pengamatan
4.2.2
Pembahasan Data Kelas
Pengamatan yang dilakukan oleh beberapa kelompok dengan perlakuan (salinitas) yang berbeda menghasilkan perbedaan dalam hasil yang cukup signifikan. Pada pengamatan pertama mengenai pengamatan Sub Lethal dan Lethal, dalam pengamatan mukosa rata-rata julah mukosa semakin hari semakin sedikit karena ikan cenderung pasif. Mukosa yang dihasikan digunakan untuk mempertahanan diri dari lingkungan sekitar. Selain pengamatan mukosa, pengamatan bobot ikan pada tiap kelompok ada yang mengalami peningkatan dan
22
adapula yang mengalami penurunan (lihat grafik 5). Peningkatan bobot ikan yang paling besar yaitu kelompok 2 Lab Akuakultur dimana pertambahan bobotnya sebesar 3 gram dengan tingkah laku ikan yang aktif, menyebabkan ikan membutuhkan lebih banyak energi yang didapatkan dari pakan. Peningkatan bobot ikan dapat disebabkan oleh daya cerna ikan terhadap pakan sangat tinggi sehingga pakan yang dicerna dapat digunakan untuk pertumbuhan. Pada beberapa kelompok bobot ikan mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya salinitas air yang menyebabkan osmoregulasi yang dilakukan ikan sangat tinggi sehingga energi yang didapatkan dari pakan digunakan untuk metabolisme dan mempertahankan diri bukan untuk pertumbuhan. 14 12 10 8 Bobot Awal 6
Bobot Akhir
4 2 0 1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Grafik 5. Bobot awal dan Bobot Akhir Pengamatan Kelas
Pengamatan kedua yaitu mengenai pengamatan kualitas air, pada hasil pengamatan pH (lihat grafik 6) didapatkan bahwa pH berada pada kisaran 6-7. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8 (Rukmana, 1997). PH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam kurang produktif malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut berkurang, sebagai akibatnya oksigen menurun, aktifitas pernapasan naik, serta makan akan berkurang. Hal sebaliknya terjadi
23
pada suasana basa. Sebagian besar biota aquatic sensitive terhadap perubahan PH dan menyukai nilai PH sekitar 7 - 8,5. Nilia PH sangat mempengaruhi proses biokimia
perairan
misalnya,
proses
nitrifikasi
akan
berakhir
jika
PH
rendah (Novontny and Olem, 1994 dalam Kordi, 2009).
pH 7.2
7.04
7
6.84 6.72
6.8
6.79
6.76 6.66 6.57
6.66 6.67
6.63
6.57
6.51
6.6 6.4 6.13
6.2 6 5.8 5.6 1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Grafik 6. pH pengamatan Kelas Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup (Andrianto, 2005). Tingkah laku ikan nila ketika diberi salinitas antara 5 ppt sampai 20 ppt masih normal. Ikan nila juga masih mampu bertahan hidup. Begitu pula dengan tingkat kelangsungan hidup ikan nila sampai pada 20 ppt masih tinggi. Jika diberi perlakuan dengan media hidup dengan salinitas 20 ppt maka tingkat kelangsungan hidup ikan nila rendah bahkan 0%. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila hanya dapat mentolerir salinitas air sampai sekitar 20 ppt. Ini didukung oleh pendapat William (1979) dalam Anggraeni (2002) yang menyatakan bahwa seluruh organisme memilki beberapa kisaran salinitas dan apabila kisaran tersebut terlampaui maka organisme tersebut akan mati atau pindah ke tempat lain.
24
Dissolved Oxygen (DO) yang terdapat pada hasil pengamatan berkisar antara 1,5-2,2 mg/L. DO berbanding terbalik dengan salinitas, pada salinitas yang tinggi, kandungan oksigen terlarutnya rendah, namun pada pengamatan ini didapatkan hasil bahwa pada salinitas yang tinggi (20 ppt) memiliki kadar DO yang lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas yang lebih rendah. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya penumpukkan amonia ataupun pakan yang terendam dalam air yang menyebabkan kadar amonia tinggi dan kadar oksigen terlarut rendah.
Dissolved Oxygen 2.5 2.2 1.87
2
1.81 1.77
1.9
1.8
1.78 1.6
1.56
1.54
1.75
1.82
1.51
1.5
1
0.5
0 1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
Grafik 7. Dissolved Oxygen (DO) hasil Pengamatan Kelas
25
5
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Pemberian media dengan salinitas yang berbeda-beda pada media hidup ikan nila memberikan hasil pengamatan osmoregulasi yang berbeda-beda
Pada pengamatan sub lethal dan lethal, mukosa yang terdapat pada ikan semakin hari semakin sedikit, ikan semakin pasif dan buka tutup operculum bervariasi
Pada pengamatan kualitas air, pH berkisar antara 6-7. Pada kisaran ini ikan nila dapat hidup dengan baik karena masih dapat mentolerir pH antara 6-8. Suhu yang didapat berkisar antara 23-25°C. Salinitas yang digunkan mulai dari 0-20 ppt.
Pada salinitas 20 ppt ikan ada yang mengalami kematian, sehingga dapat diketahui bahwa ikan nila bisa mentolerir salinitas sampai 20 ppt.
DO sangat dibutuhkan untuk proses respirasi dan osmoregulasi. DO yang tercatat berkisar antara 1,5-2,2 mg/L.
5.2
Saran
Untuk pengamatan lebih lanjut diharapkan dalam pengamatan dilakukan oleh satu orang saja, karena untuk pengamatan sub lethal setiap orang memiliki pendapat/ pernyataan yang berbeda-beda.
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Hubungan Parameter Kualitas Air Dalam Budidaya Ikan Nila https://www.academia.edu/3250891/HUBUNGAN_PARAMETER_KU ALITAS_AIR_DALAM_BUDIDAYA_IKAN_NILA diakses 19 November 2014 Pukul 22.47 WIB Anonim.2013.Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air http://himbiounpad.files.wordpress.com/2013/06/fisiologi-hewan-air.pdf diaskes 19 November 2014 Pukul 22.51 WIB Jenie.2012.Osmoregulasi http://jeniewulandari.wordpress.com/2012/10/05/osmoregulasi/ 19 November 2014 Pukul 22.49 W IB
27
diakses