MAKALAH KELOMPOK PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
OLEH : KELOMPOK 4
1. JAYANTI SEKAR WANGI
(1114201006)
2. AYULIANA
(1114201014)
3. HERLINA
(1114201025)
4. NANA MARDIANA
(1114201024)
5. ANDI KUSMAWATI
(1114201003)
6. GUNAWAN AMDAR
(1114201004)
7. SUTRIANI
(1114201036)
STIKES PUANGRIMAGGALATUNG BONE 2014
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur syukur kehadirat kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat
dan
hidayah-Nya
kami
dapat
menyelesaikan
makalah
Keperawatan Gawat Darurat ini dengan dengan judul “EMFISEMA” sesuai “EMFISEMA” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini banyak hambatan dan kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, tugas ini dapat terselesaikan. Maka patutlah kiranya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I
Fitriani.,S.Kep.,Ns
yang
telah
memberi
tugas
untuk
tambahan
pengetahuan mahasiswa. Dengan segala kerendahan hati kami berusaha menyajikan yang terbaik dalam tugas ini. Namun, kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari harapan, kritik atau saran yang bersifat konstruktif tetap diharapkan demi kesempurnaan tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Aamiin. Watampone, April 2014 Penulis (Kelompok 4 )
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang .......................... ............. .......................... .......................... .......................... ........................... .................. .... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3 A. Definisi Emfisema.......................... ............. .......................... ........................... ........................... .......................... ............. 3 B. Etiologi Emfisema ............................................................................... 5 C. Tanda dan Gejala Emfisema .............................................................. 6 D. Patofisiologi Patofisiologi dan Penyimpangan KDM .......................... ............. .......................... .................... ....... 8 E. Pemeriksaan Penunjang Emfisema ................................................. 11 F. Penatalaksanaan Emfisema ............................................................. 13 G. Pengkajian Keperawatan ................................................................. 15 H. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 23 I. Perencanaan Asuhan Keperawatan ........................... .............. .......................... ...................... ......... 24 BAB III PENUTUP PENUTUP........................... .............. .......................... .......................... .......................... .......................... .................. ..... 37 A. Kesimpulan................................ Kesimpulan................... .......................... .......................... .......................... ........................... ................ .. 37 B. Saran ................................................................................................ 38 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Organisasi
Kesehatan
Dunia
(WHO)
menyebutkan,
angka
kematian PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK. Survey
Kesehatan
Rumah
Tangga
(SKRT)
menemukan
peningkatan konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7 dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai 12,8- 27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang rokok setahun. Kondisi ini memerlukan
perhatian semua pihak khususnya yang peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang merupakan salah satu bagian dari PPOK. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
B. Rumusan Masalah 1. Pengertian Emfisema 2. Etiologi Emfisema 3. Tanda dan Gejala Emfisema 4. Patofisiologi & Penyimpangan KDM 5. Pemeriksaan Penunjang Emfisema 6. Penatalaksanaan Emfisema 7. Pengkajian Keperawatan 8. Diagnosa Keperawatan 9. Rencana Asuhan Keperawatan
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Emfisema Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua kondisi. (Arif Muttaqin, 2008). Terdapat 2 jenis emfisema yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru yaitu : 1. Emfisema
Panlobulor
(Panacinar).
Emfisema
panlobulor
melibatkan seluruh lobules respiratorius. Bentuk morfologik yang lebih jarang, alveolus mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata mengenai bagian ainus yang sentral maupun yang perifer. Bersamaan dengan penyakit yang semakin parah, semua komponen asinus sedikit demi sedikit menghilang sehingga akhirnya hanya tertinggal beberapa jaringan yang biasanya berupa pembuluh- pembuluh darah. 2. Emfisema Sentrilobulor. Emfisema sentrilobulor hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris. Dindingdinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung
menjadi
satu
ruang
sewaktu
dinding-
dinding
mengalami integritas. Mula- mula duktus alveolaris dan sakus alveolaris
yang
lebih
distal
dapat
dipertahankan.
Sering
menyerang bagian atas paru dan penyebarannya tidak merata keseluruhan paru. Emfisema tamak berkaitan dengan banyak cedera yang terjadi jangka panjang. Prevalensi dan beratnya paling besar pada individu lansia. Jaringan elastin dan serat dari alveoli dan jalan napas dirusak. Alveoli membesar, dan banyak dindingnya dihancurkan. Perusakan alveolar menimbulkan pembentukan ruang udara yang lebih besar daripada normal, yang sangat menurunkan permukaan difusi alveolar. Bila proses mulai, proses ini berjalan lambat dan tidak konsisten. Tabel 10-2. Klasifikasi Emfisema Klasifikan
Deskripsi
Menyebar/umum Lobulus atau acini seluruh paru yang terkena. Fokal
Dihubungkan dengan deposisi debu fokal (mis, debu karbon).
Iregular
Dihubungkan dengan pengerutan jaringan parut fibrotik, biasanya karena penyakit lama.
Obstruktif
Disertai dengan obstruksi bronkial yang dapat dilihat.
Bula
Ruang emfisematosus lebih dari 1 cm dalam paru yang mengembang; dapat terjadi pada tipe emfisema apapun.
B. Etiologi Emfisema 1. Merokok . Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV) (Nowak, 200). 2. Keturunan. Belum
diketahui jelas
apakah factor
keturunan
beeperan atau tidak pada emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi alfa 1antitripsin adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autonom resesif. Orang yang sering menderita emfisema paru adalah penderita yang memilki gen S atau Z. emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut merokok. 3. Infeksi. Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi salurang pernapasan atas pada seorang penderita bronchitis kronis hamper sellau menyebabkan infeksi paru bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. 4. Polusi Udara. Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema
dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar. 5. Faktor Sosial Ekonomi. Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek. 6. Hipotesis
Elastase-antielastase.
Didalam
paru
terdapt
keseimbangan antara keduanya akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastik paru. Struktur paru akan berubah dan ditimbullah emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pangkreas, sel-sel PMN, dam makrofag alveolar (Pulmonary alveolar macrophage- PAM). Rangsangan pada bau antara lain oleh asap rokok dan infeksi menyebabkna elastase bertambah banyak. Aktivitas system antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1protease-inhibitor
terutama
menurun.
yang
Akibat
keseimbnagan
antara
enzim
ditimbulkan elastase
alfa
1-antitripsin
karena dan
tidak
menjadi ada
antielastase
lagi akan
menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru dan kemudian emfisema. (Arif Muttaqin, 2008). C. Tanda dan Gejala Emfisema Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok
berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia. Pada pengkajian fisik didapatkan : 1. Dispnea 2. Pada inspeksi: bentuk dada „burrel chest‟ 3.
Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru. 5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi. 6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum 7. Distensi vena leher selama ekspirasi. Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah: 1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis. 2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit. 3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk. 4. Bibir tampak kebiruan 5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6. Batuk menahun. D. Patofisiologi dan Penyimpangan KDM Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruks sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari
pada
pemasukannya.
Dalam
keadaan
demikian
terjadi
penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus. Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang. Mekanisme katup penghentian: Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih
penimbunan udara di alveolus menjadi
bertambahsukar dari pemasukannya di sebelah distal dari paru.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus. Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang
kelenjar
mukosa.
Keadaan
ini
ditambah
dengan
gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli.
Penyimpangan KDM Faktor predisposisi: merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen, lingkungan kerja
Faktor predisposisi : familial
Defisiensi enzim alfa 1antitripsin
Inflamasi dan pembengkakan bronkhus, produksi lendir yang berlebihan,
Kehilangan rekoil elastitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan poenurunan redistribusi udara ke alveoli
Penurunan kemampuan batuk efektif
Peningktan tahanan jalan napas aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru
Ketidakefektifan bersihan jalan napas Resiko tinggi infeksi pernapasan
Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversibel
Peningkatan usaha frekuensi pernapasan , penggunaan otot namtu pernapasan.
Respon sistemik dan psikologis
Gangguan pertukaran gas
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, melaise, kelemahan, dan keletihan fisik.
Perubahan pemenuhan nutrisi kerang dari kebutuhan Gangguan pemenuhan ADL
Keluhan psikososial , kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis
Kecemasan Ketidaktahuan/kurang emenuhan informasi
E. Pemeriksaan Penunjang Emfisema a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri) Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan ynag dialami klien dalam mendorong udara keluar dari paru. No
Normal
Pada klien Emfisema
TLC
6000 ml
6000 ml
RV
1200 ml
1200 ml
VC
4800 ml
<
4800 ml
FEV
1100 ml
<
1100 ml
b. Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah arteri
dapat
menunjukkan
adanya
hipoksia
hiperkapnea. Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl Hematokrit normal: 35.0-50.0 % Hematokrit pasien emfisema: 51 %
ringan
dengan
PO2 Normal : 80-100 mmHg Hipoksia ringan : PaO2 of 60-80 mmHg Hipoksia sedang: PaO2 of 40-60 mmHg Hipoksia Berat PaO2 < 40 mmHg c. Pemeriksaan radiologis Rontgen
thoraks
menunjukkan
adanya
hiperinflasi,
pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung se rin g dit e m ukan bagai tergantung ( Heart till drop).
(Dilihat pada gambar
berikut)
Gambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam struktur rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma mendatar dan rendah. d. Analisis Gas Darah Ventilasi
yang
hampir
adekuat
masih
sering
dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO 2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
PaCO2 normal
: 35-45 mmHg
PaCO2 Pasien emfisema
: < 45 mmHg
F. Penatalaksanaan Emfisema Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas: 1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik. 2. Pencegahan a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan. b. Menghindari
lingkungan
polusi,
sebaiknya
dilakukan
penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik
yang
mengeluarkan
zat-zat
polutan
yang
berbahaya terhadap saluran nafas. c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus. 3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan: a. Pemberian Bronkodilator, Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam
darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L. Golongan
agonis
B2,
biasanya
diberikan
secara
aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama. b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan. c. Mengurangi sekresi mukus Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.
Nebulisasi
dan
humidifikasi
dengan
uap
air
menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin. 4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk : a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas. b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis 5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari. G. Pengkajian Keperawatan 1. Anamnesis Dispnea adalah keluhan utama emfisema dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan. Klien biasaya mempunyai riwayat merokok, batuk kronis yang lama, mengi serta napas pendek dan cepat (takipnea). Gejala-gejala diperburuk oleh infeksi pernapasan. Parawat perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klien, memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali. Riwayat Kesehatan : a. Keluhan Utama Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan emfisema untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk produktif, berat badan menurun. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Tanyakan selama keluhan batuk muncul, apakah ada keluhan lain. Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular. Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak napas, maka dapat dibedakan sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajian. 1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas? 2) Quality of Pain : apa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien 3) Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan? 4) Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien 5) Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita bronkhitis atau
infeksi pada saluran pernapasan atas, keluhan batuk lama pada masa kecil, dan penyakit lainnya yang memperberat emfisema. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Secara patologi emfisema diturunkan, dan perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai lainnya sebagai faktor predisposisi penularan didalam rumah. 2. Pemeriksaan Fisik Fokus b. Inspeksi Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapsan dengan bibir dirapatkan. Pernapsan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot bantu napas (Sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan
pernapasan.
adanya
tanda
pertama
infeksi
c.
Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
d. Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragama menurun. e. Auskultasi Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hiposemia)
dan
kadar
karbon
dioksida
yang
tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya,
bahkan
gerakan
ringan
sekalipun
seperti
membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkonstraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari seksresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, kien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distenis selama ekspirasi.
3. Pemeriksaan Fisik Umum a. Aktivitas/Istirahat Gejala: 1) Keletihan, kelelahan, malaise 2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas 3) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi 4) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan Tanda: 1) Keletihan, gelisah, insomnia 2) Kelemahan umum/kehilangan massa otot b. Sirkulasi Gejala: pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda: 1) Peningkatan
tekanan
darah,
peningkatan
frekuensi
jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher 2) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung 3) Bunyi
jantung
redup
(yang
peningkatan diameter AP dada)
berhubungan
dengan
4) Warna
kulit/membran
mukosa:
normal
atau
abu-
abu/sianosis 5) Pucat dapat menunjukkan anemia c. Makanan/Cairan Gejala: 1) Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) 2) Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan 3) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis) Tanda: 1) Turgor kulit buruk, edema depende 2) Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema) 3) Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis) d. Hygiene Gejala: Penurunan
kemampuan/peningkatan
melakukan aktivitas sehari-hari Tanda: Kebersihan, buruk, bau badan e. Pernafasan Gejala:
kebutuhan
bantuan
1) Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) 2) “Lapar udara” kronis 3) Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis) 4) Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif ( emfisema) 5) Riwayat
pneumonia
berulang:
terpajan
pada
polusi
kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji) 6) Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema) 7) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus Tanda: 1) Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
2) Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal 3) Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru. 4) Perkusi: hiperesonan pada area paru 5) Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. f. Keamanan Gejala: 1) Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan 2) Adanya/berulangnya infeksi 3) Kemerahan/berkeringat (asma) g. Seksualitas Gejala: Penurunan libido h. Interaksi sosial Gejala: Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama Tanda: 1) Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
2) Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu i.
Penyuluhan / Pembelajaran Gejala: Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.
H. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, akumulasi secret jalan napas, dan menurunnya kemampuan batuk efektif. 2. Risiko
tinggi
infeksi
pernapaan
yang
berhubungan
dengan
akumulasi secret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif. 3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversible/menetap 4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kutang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan. 5. Ansietas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (Ketidakmampuan utnuk bernapas). 6. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
I.
Rencana Asuhan Keperawatan
N
Diagnosa
Tujuan &
o
Keperawatan
Kriteria hasil
1. Ketidakefektifan
Setelah
Intervensi 1. Auskultasi
Rasional 1. Mengetahui
bersihan jalan
dilakukan
bagian dada
penurunan
napas yang
tindakan
anterior dan
atau
berhubungan
keperawatan
posterior
ketiadaan
dengan adanya
selama 3x24
ventilasi dan
bronkhokonstrik jam maka
adanya
si, akumulasi
pasien
suara napas
secret jalan
menunjukkan
tambahan
napas, dan
pembersihan
menurunnya
jalan napas
frekuensi
ada pada
kemampuan
yang efektif.
pernafasan,
beberapa
batuk efektif.
Dengan kriteria
catat rasio
derajat dan
hasil:
inspirasi
dapat
mengi
ditemukan
(emfisema)
pada
1. Pasien dapat batuk efektif 2. Mengeluarkan
2. Kaji/pantau
2. Takipnea
penerimaan/
secret secara
selama
efektif
stress/
3. Mempunyai
adanya
jalan napas
proses
yang paten
infeksi akut.
4. Pada
Pernafasan
pemeriksaan
dapat
auskultasi,
melambat
memiliki suara
dan ferkuensi
napas yang
ekspirasi
jernih
memanjang
5. Mempunyai
dibanding
irama dan frekuensi pernapasan
inspirasi 3. Ajarkan cara
3. batuk yang
batuk efektif
terkontrol&
dalam rentang
efektif dapat
normal
mmudahkan
6. Mempunyai
pengeluaran
fungsi paru
sekret yang
dalam batas
melekat di
normal
jalan napas 4. Ajarkan klien
4. Ventilasi
teknik nafas
maksimal
dalam
membuka lumen jalan napas&memudahkan pengeluaran sekret napas.
5. Atur posisi
5. Untuk
pasien
pengemba-
misalnya
ngan
bagaian
maksimal
kepala tempat
rongga dada.
tidur
Peninggian
ditinggikan 45o
kepala
kecuali ada
tempat tidur
kontraindikasi
mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi
6. Informasikan
6. Agar pasien
kepada pasien
dan keluarga
dan keluarga
mengetahui
tentang
bahaya
larangan
merokok
merokok di
untuk
dalam ruang
kesehatan
perawatan;
masing-
beri
masing dan
penyuluhan
mencegah
tentang
infeksi
pentingnya
nosokomial,
berhenti merokok. 7. Aktivitas
7. Menurunkan
Kolaboratif:
kekentalan
Berikan
sekret
humidifikasi
mempermu-
tambahan mis
dah
nubuter
pengeluaran
nubuliser,
dan
humidiper
membantu
aerosol
menurunkan/
ruangan dan
mencegah
membantu
pembentu-
menurunkan
kan mukosa
/mencegah
tebal pada
pembentukan
bronkus
mukosa pada bronkus
N
Diagnosa
Tujuan &
o
Keperawatan
Kriteria hasil
Intervensi 1. Awasi suhu
Rasional
2
Risiko tinggi
Setelah
.
infeksi
dilakukan
dapat
pernapaan yang
tindakan
terjadi
berhubungan
keperawatan
karena
dengan
selama
3x24
infeksi/
akumulasi
jam
maka
dehidrasi.
secret jalan
ganguan
napas dan
pernapasan
pentingnya
meningkat-
menurunnya
berkurang.
latihan nafas,
kan
kemampuan
Dengan
batuk efektif,
mobilisasi
batuk efektif.
hasil:
perubahan
dan
a. Menyatakan
posisi sering,
pengeluaran
pemahaman
dan masukan
sekret untuk
cairan
menurunkan
adekuat
resiko terjadi
2. Kaji
kriteria
penyebab faktor
/
resiko
asi intervensi
Demam
2. Aktifitas
individu. b. Mengidentifik
1.
ini
infeksi paru 3. Tunjukkan dan
bantu
3. Cegah penyebaran
untuk
pasien
patogen
mencegah/m
tentang
melalui
enurunkan
pembuangan
cairan
resiko infeksi.
tisu
c. Menunjukkan teknik,
dan
sputum 4. Dorong
4. Menurunkan
perubahan
keseimba-
konsumsi/
pola
ngan
kebutuhan
hidup
antara
untuk
aktifitas
meningkat-
istirahat
dan
keseimbangan oksigen
kan
dan
lingkungan
memperbaiki
yang
pertahanan
aman.
pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan 5. Dapatkan
5. Dilakukan
spesimen
untuk
dengan
mengidentifi-
batuk/penghi
kasikan
sapan untuk
organisme
pewarnaan
penyebab
kuman gram
dan
kultur
kerentanan
sensitivitas
/
terhadap berbagai anti
mikrobia.
N
Diagnosa
Tujuan dan
o
Keperawatan
kriteria hasil
3. Gangguan
Setelah
Intervensi 1. Tingkatkan
Rasional 1. Untuk
pertukaran gas dilakukan
keseimbanga
mencegah
yang
tindakan
n asam-basa
adanya
berhubungan
keperawatan
dan
asidosis dan
dengan
selama 3x24
komplikasi
alkalosis
peningkatan
jam maka
akibat
respiratori
kerja
ganguan
ketidakseimb
maupun
pernapasan,
pernapasan
angan asam-
metabolisme.
hipoksemia
berkurang.
basa
secara
Dengan kriteria
reversible/mene
hasil:
kepatenan
mendapatka
tap.
1. Frekuensi
jalan napas
n
cegah
2. Fasilitasi
2. Agar
pasien
napas
pernapasan
secara
16-20x/menit
adekuat.
2. Irama
3. Analisis
3. Agar
dapat
pernapasan
secara
normal.
data
mengambil
laboratorium
tindakan
Dispnea saat
pasien untuk
yang
istirahat.
membantu
untuk pasien.
3. Tidak
ada
kritis
pengambilan keputusan
lebih mudah
tepat
klinis. 4. Gunakan alat 4. Alat
bantu
buatan untuk
pernapsan
membantu
diberikan
pasien
untuk
bernapas
memperlancar pernapasan pasien.
5. Berikan
5. Pasien dapat
oksigen dan
memeperlan
pantau
car
efektivitas-
pernapasan-
nya
nya.
6. Kumpulkan dan
analisis
data
pasien
6. Perawat mengetahui reaksi pasien
untuk
setelah
memastikan
diberikan
kepatenan
bantuan alat
jalan
buatan
napas
dan
pernapasan.
adekuatnya pertukaran gas. 7. Tingkatkan
7. Agar
pasien
pola
dapat
pernapasan
meningkat-
spontan yang
kan
optimal
pernapasan
pola
dalam
secara
memaksimal
normal yaitu
kan
16-20x/menit
pertukaran oksigen dan karbondioksi da di dalam paru. 8. Pantau
8. Menentukan
tanda-tanda
dan
vital pasien
mencegah komplikasi pada pasien.
N
Diagnosa
Tujuan dan
o
Keperawatan
kriteria hasil
4. Gangguan
Setelah
Intervensi 1. Berikan
Rasional 1. Meningkatkan
pemenuhan
dilakukan
makanan
nafsu makan
kebutuhan
tindakan
yang
klien
nutrisi: dari
kurang keperawatan
kebutuhan selama
tubuh
3x
24
sesuai
karena
dengan
sesuai
pilihan klien
dengan
yang jam maka nutrisi
keinginan
berhubungan
klien tercukupi.
dengan
Dengan kriteria 2. Pertahankan
penurunan
hasil:
makan
nutrisi pasien
nafsu makan.
1. Pasien akan
pasien
terpenuhi
mempertaha
sesuai jadwal
sesuai
nkan
makan
kebutuhan.
berat
badan 2. Mempertahn
klien.
dan
2. Agar
intake
kudapan 3. Beritahukan
3. Pasien
dapat
kan
massa
kepada
mengetahui
pasien
dan
berat badan
pentingnya
tentang
dalam batas
memenuhi
pentingnya
normal.
kebutuhan
memenuhi
nutrisi tubuh
kebutuhan
tubuh
dan
3. Selera makan meningkat
mengerti
nutrisi. 4. Timbang berat
4. Mengetahui
badan
setiap
hari
intake cairan yang masuk.
sesuai dengan indikasi. 5. Temani pasien
5. Untuk ke
mengobserva
kamar mandi
si
adanya
setelah
muntah yang
makan/meng
disengaja.
udap. 6. Tindakan kolaboratif
6. Tujuannya: a. Berguna
Berikan diet
untuk
sesuai
membuat
kebutuhan:
program diet
a. Makanan
untuk
lunak b. Berikan obat sesuai indikasi
memenuhi kebutuhan individu. b. Untuk menekan
antiemetik
timbulnya rangsangan yang
dapat
menghamba t intake oral.
N
Diagnosa
Tujuan dan
o
Keperawatan
kriteria hasil
5. Ansietas
yang Setelah
berhubungan
Intervensi 1. Kaji
dan 1. Mengetahui
dokumentasi
tingkat
dengan adanya tindakan
kan
kecemasan
ancaman
kecemasan
kematian
dilakukan
Rasional
keperawatan yang selama
dibayangkan
jam
(Ketidakmampu
ansietas
an bernapas).
3x
24
maka klien
utnuk berkurang.
tingkat
klien.
pasien, termasuk reaksi
fisik
klien.
Dengan kriteria 2. Beri
2. Pasien dapat
hasil:
dorongan
merasakan
1. Pasien dapat
kepada
kenyamanan
meneruskan
pasien untuk
setelah
aktivitas
mengungkap
mengungkap
yang
kan
akan
dibutuhkan
verbal pikiran
perasaan
meskipun
dan
dan pkiran.
mengalami
perasaan
kecemasan
untuk
2. Menunjukka
secara
mengekstern
n
alisasi
kemampuan
ansietas
untuk
3. Sediakan
3. Untuk
berfokus
pengalihan
menurunkan
pada
melalui
ansietas
pengetahuan
televise,
klien
dan
radio,
memperluas
keterampilan
permainan
fokus.
yang baru
serta berikan
3. Mengidentifi kasi
gejala
yang
terapi okupasi 4. Dorong
4. Agar
pasien
merupakan
pasien untuk
bisa
indicator
mengekspres
tenang
ansietas
ikan
merasa lega
pasien
kemarahan
dengan
sendiri
dan
ekspresi
4. Mengkomuni
iritasi
serta izinkan
kasikan
pasien untuk
kebutuhan
menangis.
dan
5. Informasikan
lebih dan
emosi.
5. Pasien
perasaan
tentang
mengetahui
negative
gejala-gejala
gejal-gelala
secara tepat
ansietas
cemas
5. Memiliki
6. Berikan obat 6. Ansietas
tanda-tanda
untuk
pasien dapat
vital
meurunkan
ditekan
batas
ansietas, jika
dengan obat
normal.
perlu.
anti-ansietas.
Intervensi
Rasional
dalam
N
Diagnosa
Tujuan dan
o
Keperawatan
Kriteria Hasil
6. Kurangnya
dan
Setelah
1. Diskusikan
1. Penting bagi
pengetahuan
dilakukan
obat
pasien
yang
tindakan
pernafasan,
memahami
berhubungan
keperawatan
efek samping
perbedaan
dengan
selama
dan reaksi
antara
yang tak
samping
diinginkan
mengganggu
informasi tidak
3x
24
yang jam maka Klien
adekuat mampu
mengenai
untuk
mengetahui
dan
efek
efek
proses penyakit pengertian/infor
samping
dan
masi
merugikan
pengobatan.
penyakit
tentang dan 2. Berikan
2. Menurunkan
pengobatan.
informasi
ansietas dan
Dengan kriteria
tentang
dapat
hasil:
rencana
menimbulkan
a. Menyatakan
pengobatan
perbaikan
pemahaman
yang akan
partisipasi
kondisi
dilakukan
pada
atau
proses
rencana
penyakit dan
pengobatan
tindakan.
3. Beri
b. Mengidentifik
3. Meningkatka
penyuluhan
n
asi hubungan
sesuai
pemahaman
tanda/gejala
dengan
klien tentang
yang
tingkat
penyakit dan
pemahaman
pengobatan
penyakit dan
klien, ulangi
yang
menghubung
informasi bila
dilakukan.
kan
diperlukan.
dari
ada proses
dengan
faktor penyebab.
4. Fasilitasi
akan
4. Meningkatka
Pembelaja-
n
ran
kemampuan
untuk memproses dan memahami informasi yang
ingin
diketahui klien. 5. Berikan
5. klien
dapat
waktu
menanyakan
kepada
apa
pasien untuk
ingin
mengajukan
diketahui
pertanyaan
klien tentang
yang
penyakitnya ataupun yang lainnya
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Emfisema adalah penyakit paru menahun yang paling umum dan sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian simultan dari dua kondisi. Penyebab atau etiologi emfisema yaitu: merokok, keturunan, infeksi, polusi udara, dan hipotesis elastase-antielastase. Pada emfisema paru, terdapat pelebaran secara abnormal saluran udara sebelah distal bronchus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah: 1.
Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.
2.
Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.
3.
Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk.
4.
Bibir tampak kebiruan
5.
Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6.
Batuk menahun
Pemeriksaan penunjang pada kasus emfisema dapat dilakukan sebagai berikut: pengukuran fungsi paru (Spirometri), pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Sasaran
utama
pengobatan
emfisema
adalah
untuk
memperbaiki kualitas hidup, memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia.
B. Saran Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.