MARVIN GIANTORO NIM : 16907 / 14089 GROUP : 14205
Nama : Bp.S Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 67 tahun No RM : 011678xx Alamat : Sumber Tetes, Patuk, Gunung Kidul
Keterangan klinis : PPOK Eksaserbasi Permintaan : Foto thorax proyeksi AP (10/12/2014) Vital sign dan assessment nyeri : tidak dilakukan
Foto thorax proyeksi AP, posisi semierect, simetris, inspirasi dalam dan kondisi cukup. Hasil : -Tampak hiperaerasi pulmo dengan SIC melebar -Tampak perselubungan semiopak inhomogen di paracardial dextra, air bronchogram (+) -Tampak ruang pleura bilateral tak melebar -Tampak hemidiafragma sinistra licin dan tak mendatar, sedang hemidiafragma dextra mendatar -CTR = 0,39 membentuk gambaran tear drop -Tampak sistema tulang yang tervisualisasi intak
-
Emfisematous lung Infiltrat di paracardial dextra Besar cor normal
OVERVIEW EMFISEMA
suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan1.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.Sumber anti elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paruparu normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Dari angka mortalitas, WHO memperkirakan pada tahun 2020 pasien PPOK termasuk emfisema akan meningkat dan menjadi terbesar dan menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian setiap tahun. Di Indonesia emfisema paru menjadi penyakit utama yang disebabkan oleh rokok dan mencapai 70 % kematian karena rokok. Data WHO menunjukan di dunia pada tahun 1990, PPOK termasuk empfisema menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian penyakit tidak menular.
Rokok Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan. Faktor Genetik Factor genetiK mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
Hipotesis Elastase-Anti Elastase Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Infeksi Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae. Polusi Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi1.
-
Pada awal penyakit emfisema tidak memberi gejala sampai 1/3 parenkim paru tidak mampu berfungsi. sesak napas batuk wheezing berat badan menurun Tanda klasik dari emfisema adalah dada seperti tong ( barrel chested) dan ditandai dengan sesak napas disertai ekspirasi memanjang karena terjadi pelebaran rongga alveoli lebih banyak dan kapasitas difus gas rendah3.
CLE (Emfisema Sentrilobular) CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).
PLE (Emfisema Panlobular) Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan cherniack, 1983).
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan: 1. Pemberian Bronkodilator Ø Golongan Teofilin Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L Ø Golongan Agonis B2 Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
2. Pemberian Kortikosteroid Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
3. Mengurangi Sekresi Mucus Ø Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ø . Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Ø Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Ø Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan Daya tahan tubuh kurang sempurna Proses peradangan yang kronis di saluran napas Tingkat kerusakan paru makin parah