MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EMFISEMA
Dosen Pembimbing : Ns. Ikha Ardianti, S.Kep
Oleh :
YUSTYA PURNAMA BRATA
PRODI : S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO 1
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS EMFISEMA, ini telah disetujui oleh Pembimbing Akademik mata kuliah Keperawatan Dewasa, untuk dipresentasikan pada hari Selasa tanggal 2Oktober 2013.
Mengetahui, Dosen Pembimbing Akademik
Ns, Ikha Ardianti, S.Kep
2
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS EMFISEMA, ini telah disetujui oleh Pembimbing Akademik mata kuliah Keperawatan Dewasa, untuk dipresentasikan pada hari Selasa tanggal 2Oktober 2013.
Mengetahui, Dosen Pembimbing Akademik
Ns, Ikha Ardianti, S.Kep
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanMakalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan EMFISEMA Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa III olehdosenpembimbing mata kuliahkeperawatan Dewasa III, dan merupakansalahsatu tugas individu yang harusdipenuhiolehmahasiswa. Dalampembuatanmakalahinipenulisbanyakmendapatkanbimbingan
dan
arahandariberbagaipihak, olehsebabitupenulismengucapkanbanyakterimakasihkepadadosenpembimbing mata kuliahyakni ibu IKHA ARDIANTI, S.Kep, Ns dan Rekan-rekanmahasiswa yang telahmembantu dan memberikandorongandalampembuatanmakalahini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis mengharapkan mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Bojonegoro, September 2013
PENULIS
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................
1
Halaman Pengesahan .......................................................................................
2
Kata Pengantar .................................................................................................
3
Daftar Isi ..........................................................................................................
4
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
Banyak orang dapat mencapai umur tua dengan kesehatan baik, tetapi jalan kehidupannya sering disertai oleh berbagai macam penyakit. Salah satu penyakit usia lanjut adalah emfisema yang sering disertai bronkhitis menahun atau penyakit infeksi lain. Penyakit ini adalah suatu penyakit menahun yang prosesnya progresif, kebanyakan diderita oleh orang setengah umur atau lebih; lebih sering pada laki-laki. Pada pemeriksaan klinis, penderita nampak cemas, tegang, mudah lelah dan batuk-batuk (berlendir dan tanpa lendir), napas pendek dangkal dan terengahengah, sehingga dapat mengganggu aktifitas sehari-hari penderita. Emphysema adalah kondisi abnormal paru-paru di mana pasien tidak dapat mengeluarkan udara dari paru-parunya. Sering dikenal sebagai penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), Emphysema disebabkan oleh terdapatnya bahan kimia beracun, termasuk jangka panjang paparan asap tembakau.Untuk memahami lebih lanjut tentang emphysema, marilah kita mencoba untuk memahami anatomi paru-paru manusia. Paru-paru adalah organ utama yang bertanggung jawab atas penarikan dan pengeluaran udara yang kita hirup. Paru-paru terdiri dari alveoli bergabung dengan saluran udara yang disebut bronchioles. Struktur yang unik ini membuat paru-paru sangat elastis dan karena itu membantu proses pernapasan, di mana oksigen masih dipertahankan dalam tubuh dan diberikan ke darah, sedangkan karbondioksida dikeluarkan. Pada Emphysema, alveolus mengalami kerusakan dan ini mengurangi elastisitas paru-paru. Karena paru-paru ini bisa kaku dan tidak bisa mengeluarkan karbon dioksida yang tidak diinginkan dari tubuh. Hal ini menyebabkan meresapnya karbon dioksida dalam paru-paru dan kemudian akan membesar. Kadang-kadang, pembesaran cukup berat bisa menyebabkan paru paru pecah. Emphysema adalah kondisi yang irreversibel berlangsung perlahan selama bertahuntahun dan menyebabkan banyak gangguan kesehatan. Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk membahas mengenai emfisema serta konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan emfisema.
5
1.2
RumusanMasalah
1.
Apa definisi dari emfisema?
2.
Apa penyebab, dan patofisiologi dari emfisema?
3.
Ada berapaklasifikasidanbagaimanamanifestasiklinisdariemfisema?
4.
Apasajakomplikasisertabagaimanapenatalaksanaanmedisuntukpasiendenganemfisema?
5.
Bagaimana asuhan keperawatan untukpasiendenganemfisema?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui definisi dari emfisema.
2.
Mengetahui penyebab, patofisiologi dari emfisema.
3.
Mengetahuiklasifikasisertamanifestasiklinisdariemfisema.
4.
Mengetahuikomplikasisertapenatalaksanaanmedisuntukemfisema.
5.
Mengetahui asuhan keperawatanuntukpasiendengan emfisema.
6
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. AnatomidanFisiologiSistemPernafasan Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu pernapasan luar dan dalam. Sistem pernapasan pada manusia mencakup dua hal, yakni saluran pernapasan dan mekanisme pernapasan. Urutan saluran pernapasan adalah sebagai berikut: rongga hidung faring – laring - trakea -bronkus - paru-paru (bronkiolus dan alveolus).
Adapun alat-alat Pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut : 1. alat pernafasan atas a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring. b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
7
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. c. Laring
laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor) 2. Alat pernafasan bawah a.Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. b.Cabang-cabang Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. c.Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
8
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain. Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia. Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara (alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan.
B. Definisi Penyakit Emfisema adalah keadaan abnormal pengembangan ruang udara hingga bronkhiolus terminal yang disertai kerusakan dinding alveolus.
(Smeltzer, 2000 : 453)
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan
(WHO)
Emfisema secara anatomik adalah “ suatu perubahan anatomik paru-paru
yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal hingga bronkus terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveolus”.
( Soeparman, 1999 : 754)
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya dibagian sentral lobus, dimana dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkhiolus, atau dapat
mengenai bagian
paru secara
kerusakan bronkus dan alveolus.
keseluruhan, yang dapat menyebabkan (Corwin, 2001 : 435)
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun 9
mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.
C. Etiologi Penyebab pasti dari emfisema belum jelas, tetapi biasanya timbul tahun merokok. Menurut Soemantri
setelah bertahun-
“ faktor utama yang mempengaruhi timbulnya
emfisema paru, yaitu rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan, status sosial, dan hipotesis elastase anti elastase” . ( Soeparman, 1999 : 755). Menurut Guyton emfisema paru sering ditemukan karena efek merokok. Ia disebabkan oleh dua perubahan fatofisiologi utama dalam paru-paru. Pertama, aliran udara melalui banyak bronkhiolus tersumbat. Kedua, sebagian besar dinding alveolus rusak. (Guyton, 1995 : 379) Menurut Sutisna ada tiga faktor yang memegang peranan penting dalam timbulnya emfisema.
Pertama,
kelainan
radang pada
bronkus dan bronkhiolus
yang sering
disebabkan oleh asap rokok, atau debu industri yang banyak. Radang peribrokhiolus disertai fibrosis menyebabkan iskemia dan jaringan parut, sehingga memperlemah dinding bronkhiolus. Kedua, kelainan atrofik yang meliputi elastik dan gangguan aliran darah.
pengurangan jaringan
Hal ini memang dapat dijumpai pada proses
menjadi tua seseorang. Ketiga, abstruksi inkomplit yang menyebabkan gangguan pertukaran udara. Hal ini dapat disebabkan oleh penebalan dinding bronkiolus akibat bertambahnya makrofag (sel debu) pada penderita yang banyak merokok pada waktu inspirasi udara
dapat masuk kealveolis. Waktu ekspirasi
jalan udara
menyempit,
sehingga udara sebagian tertahan, dan hal ini mengakibatkan pelebaran alveolus (Sutisna, 1998 : 158)
10
D. MANIFESTASI KLINIS 1.
Dispnea a. Pada inspeksi : bentuk dada „burrel chest‟ Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid) b. Pada perkusi : hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru. c. Pada auskultasi : terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi.
2.
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum.
3.
Distensi vena leher selama ekspirasi.
4.
Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis
5.
Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
6.
Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk.
7.
Bibir tampak kebiruan/ Sianosis
8.
Batuk menahun
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada penyakit emfisemaparu adalah : a.
Sinar X dada Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma; peningkatan udara retrosternal, penurunan tanda vascularisasi dcaubula.
b.
Tes fungsi paru Dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu ; untuk menentukan fungsi abnormal adalah obstruksi atau retraksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi.
c.
Kapasitas inspirasi
: menurun pada emfisema
d.
Volume residu
: meningkat pada emfisema
e.
GDA Memperkirakan progresi proses penyakit kronis, misalnya Pa CO2 meningkat atau normal, PaO2 menurun, pH normal atau asidosis alkalosis respiratorik ringan yang berhubungan denganhiperventilasi dan hipoksemia.
f.
Bronkogram 11
Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, dan kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat. g. Kimia darah Pemeriksaan kadar Alpha 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer. h.
Sputum Kultur dilakukan untuk menentukan adanya infeksi ; mengidentifikasi patogen ; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui adanya keganasanatau gangguan alergi.
i.
EKG Deviasi aksiskanan ; peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF, aksis vertikal QRS.
(Doenges, 1999 : 155).
F. PATOFISIOLOGI Menurut Lewis merokok dalam jangka waktu
yang lama dapat mengakibatkan
gangguan langsung terhadap saluran pernafasan. Terjadinya iritasi merupakan efek dari merokok yang menyebabkan hiperplasia pada sel-sel paru dan bertambahnya sel-sel goblet, yang mana kemudian berakibat pada meningkatnya produksi sekret. Merokok juga menyebabkan dilatasi saluran udara distal dengan kerusakan dinding alveolus (Lewis, 2000 : 682) Menurut Smeltzer faktor keluarga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya emfisema berhubungan dengan tidak normalnya protein plasma, kekurangan Alpha 1antitipsin (AAT) yang menghalangi kerja enzim protease, orang-orang tertentu dapat mengalami defisiensi alpha 1-antitripsin yang diturunkan secara resisif atosomal. (Smeltzer, 2000:453) Menurut Cherniack, “Alpha 1-antitripsin (AAT) adalah antiprotease, diperkirakan sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami. Protease dihasilkan oleh bakteria, dan magrofag sewaktu fagositosis berlangsung dan mempunyai kemampuan memecahkan elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru. Merokok dapat mengakibatkan respon peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (proteose). Bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat alpha 1-antiripsin” 12
Faktor-faktor
diatas
kemudian
berlanjut
pada
proses
obstruksi
pada saluran
pernafasan, terutama bronkhiolus. Obstruksi bronkhiolus sangat meningkatkan tahanan saluran
pernafasan
dan mengakibatkan
sangat
meningkatnya
pekerjaan
bernafas.
Penderita sangat sulit untuk mengalirkan udara melalui bronkhiolus tersebut selama ekspirasi
karena
mengkompresi
kekuatan
alveolus,
kompresi
tetapi
juga
pada
bagian
mengkompresi
luar
paru-paru
bronkhiolus,
tidak sehingga
hanya lebih
meningkatkan tahanannya. Hilangnya parenkim paru secara menyolok karena rusaknya dinding paru sangat menurunkan kapasitas difusi paru yang mengurangi kemampuan paru untuk mengoksigenisasi darah dan untuk membuang karbon dioksida, sehingga terjadi hipoksemia,
hipoksia dan hiperkapnea. Rusaknya sebagian besar jaringan paru
juga menurunkan jumlah kapiler paru yang dapat dialiri darah. Sebagai akibatnya, tahanan vaskuler
paru meningkat sangat
menyolok, dan menyebabkan terjadinya
hipertensi pulmonalis. Hal ini kemudian membebani jantung kanan secara berlebihan dan sering terjadi payah jantung kanan, yang pada akhirnya menyebabkan kor pulmonal. ( Price dan Loraine, 1995 : 692)
13
G. PATHWAY Infeksi, Virus, Polusi, Rokok ↓ Enzim α-1 antripsin, enzim protease Inflamasi
Peningkatan Produksi Sputum
Elastisitas paru ↓ Destrusi jaringan paru Destruksi kapiler paru
↓ Nafsu makan EMFISEMA
↓ perfusi O2 Sianosis Penurunan ventilasi Peningkatan upaya menangkap O2
Alveolar di bronkiolus Pembesaran dan rusak
Kurangnya info Penyakit Perubahan status kesehatan Kurangnya Pengetahuan
Serabut elastic paru rusak Tidak mampu mengembangkan paru secara elastic -
↓ Berat Badan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Sesak RR > 20x/ menit CO2meningkat → hiperkapnia O2menurun → hipoksia
RR Meningkat Gangguan Pertukaran Gas
Nyeri Dispnea Pola nafas tidak efektif
14
Penumpukan sekret Bersihan jalan nafas tidak efeftif
H.
-
Komplikasi
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksis paru kronis, yang akhirnya menyebabkan kor pulmonalise.
-
Bersama dengan bronkitis kronik, emfisema dapat berkembang ke arah PPOK.
-
Penurunan kualitas hidup pada pengidap penyakit ini yang parah.
I.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup: -
Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas
-
Pengobatan cepat infeksi
-
Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari
-
Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
-
Dukungan psikologis
-
Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang bersinambungan
a)
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan napas karena preparat ini melawan baik
edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi obstruksi jalan napas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.
Medikasi
ini mencakup agonis
-adrenergik (metapro-terenol,
isoproterenol) dan
metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melalui mekanisme yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser balongenggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis-terukur, atau IPPB. Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, yang termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sistem saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Karena efek samping ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat sesuai dengan toleransi pas ien dan respon klinis. 15
b)
Terapi aer osol. Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus) dari
bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan trakeobronkial.
Aerosol yang dinebuliser menghilangkan bronkospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi. Alat nebuliser dengan balongenggam dan aerosol dosis-terukur memberikan peredaan yang cepat bagi pasien. Nebuliser dengan tenaga listrik dan nebuliser dengan tenaga udara sangat membantu jika pasien menglami kerusakan ventilasi yang lebih parah. Perbaikan saturasi oksigen dari darah arteri dan reduksi kandungan karbon dioksidanya membantu dalam menghilangkan hipoksia pasien dan memberikan peredaan besar akibat keletihan pernapasan yang konstan. Tindakan nebuliser dengan oksigen harus diberikan dengan waspada pada pasien yang mengalami kenaikan tekanan karbon dioksida secara kronis dan pasien yang bernapas pada stimuli hipoksik. Terdapat trend disamping penggunaan IPPB, terutama di rumah.
c)
Ekpektoran, tindakan lain untuk mengurangi obstruksi saluran napas adalah dengan
memberikan hidrasi yang memadai untuk mengencerkan secret bronkus. Meskipunkadangkadangekpektorandiberikan, namun beberapa ahli percaya bahwa lebih banyak bahayanya daripada keuntungannya. Air tetap dianggap sebagai ekspektoran yang terbaik, danhidrasi yang adekuat yang tidakmenimbulkankelebihancairanharusdiberikan. Lazimnya 3-4 L cairandiberikan per haribilamanapasientidakmenderitacorpulmonaledantidaksedangmendapatpembatasancairan.
d)
Pengobatan I nf eksi. Pasien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati
pada saat awak timbulnya tanda-tanda infeksi. S. pneumonia, H. Influenzae dan Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi tersebut. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernapasan, seperti yang dibuktikan dengan sputum purulen, batuk meningkat, dan demam.
e)
Kortikosteroid tetap menjadi kontroversial dalam pengobatan emfisema. Kortikosteroid
digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi tidak menunjukan hasil. Prednison biasanya diresepkan.
16
Dosis disesuaikan untuk menjaga pasien pada dosis yang terendah mungkin. Efek samping termasuk gangguan gastrointestinal dan peningkatan nafsu makan. Jangka panjang, pasien mungkin mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan pembentukan katarak.
f)
Oksigenasi. Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan
emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan PaO2, hingga antara 65-80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dengan 24 jam lebih baik. Modalitas ini dapat menghilangkan gejalagejala pasien dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Beberapa pasien memerlukan penggunaan oksigen di rumah dalam jangka waktu yang panjang.
17
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
a)
Identitas Pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, diagnosa medis, dan lain-lain.
b)
Identitas penanggung jawab, meliputi nama, umur,pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
c)
Keluhan utama
-
Sesak napas
-
Terkadang batuk dengan banyak sputum
- Nyeri dada -
Mual/muntah sehingga tidak nafsu makan
-
Cepat lelah
d)
Riwayat Penyakit Sekarang Berisi latar belakang penyakit, mulai dirasakan oleh pasien, berkembang dan tindakan yang dilakukan dalam mengatasi penyakitnya.
e)
Riwayat Penyakit Dahulu Kaji dan tanyakan apakah pasien seorang perokok, pernah bekerja ditempat dengan tingkat polusi udara yang tinggi, kaji riwayat penyakit asma dan lain-lain.
f)
Riwayat Penyakit Keluarga Kaji apakah ada dalam anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien dan kaji apakah ada riwayat anggota keluarga hipersensitifitas.
g)
Pemeriksaan Fisik, meliputi : 1.
Keadaan umum
Kaji keadaan umum pasien meliputi tingkat kesadaran, ekspresi wajah, dan posisi pasien 2.
Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada pasien emfisema terjadi peningkatan tekanan darah, takikardi, nafas cepat 3.
Sistem kardiovaskuler
Peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat, disritmia. Bunyi jantung redup karena terdapat peningkatan diameter AP dada. 4.
Pemeriksaan dada 18
-
Bentuk dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel) dengan
gerakan diafragma minimal. -
Biasanya nafas cepat, dapat lambat. Fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas
bibir. Terjadi penggunaan otot bantu pernapasan seperti meninggikan bahu, retraksi fosa superklavikula, dan melebarkan hidung. -
Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi.
-
Pada perkusi paru, hipersonor pada area paru karena jebakan udara di dalam alveoli.
kultasi bunyi napas melemah serta ronki bila disertai bronkitis 5.
Pemeriksaan abdomen
Palpitasi abdominal menyatakan hepatomegali 6.
Pemeriksaan anggota gerak
Bisa terdapat edema dependen yang tidak berkaitan dengan penyakit jantung. Warna kulit atau membran mukosa normal bila yang terjadi emfisema panlobular, warna kebiruan bila yang terjadi emfisema sentrilobular. Tabuh pada jari-jari. Turgor kulit buruk. Terjadi penurunan massa otot/lemak subkutan. 7. -
Pola aktivitas sehari-hari berhubungan dengan : Aspek biologi : mual, muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk
makan karena distress spernapasan, penurunan berat badan menetap, cepat lelah dan letih , tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, insomnia, kebersihan buruk, bau badan. -
Aspekpsiko : gelisah, ansietas, ketakutan, peka terhadap rangsangan
-
Aspeksosio: terjadi hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan dari / terhadap pasangan /orang terdekat
B
Diagnosa Keperawatan
1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Penurunan ventilasi.
2
Bersihan jalan napasInefektif berhubungan dengan Penumpukan sekret.
3.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen
4
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan tindakan perawat.
19
C .
Rencana Tindakan
No. Dx 1
Tujuan&KriteriaHasil
Intervensi
Setelah di lakukan
Mandiri
tindakan keperawatan 1
1. Auskultasi bunyi nafas catat
1Bunyi nafas menurun/tak
x 24 jam pola napas
dan
pasien kembali normal
entisius,
seperti sekunder
dengan kriteria hasil :
krekel.
Mengi, pendarahan.
adanya ada bila jalan nafas obstruksi
gesekan pleural
- Frekuensi napas 16-20
frekuensi nadi 60-100 x/menit dan menghilangnya dispnea.
Ronki
jalan
dan
nafas/kegagalan
pernafasan
bersih tidak ada batuk,
ketidaknyamanan dada,
terhadap
mengi menyertai obstruksi
x/menit, bunyi napas
tidak ada
Ttd
Rasional
2.Tinggikan tempat pasien
kepala 2 Pengiriman oksigen dapat
tidur, untuk
bantu diperbaiki memilih duduk
dengan
posisi
tinggi
dan
latihan
untuk
menurunkan
posisi yang mudah untuk
napas
bernapas. Dorong napas
kolaps jalan napas, dispnea,
dalam napas
perlahan bibir
atau dan kerja napas. sesuai
kebutuhan individu. 3. Anjurkan pasien tidak 3 banyak bicara.
Pengaturan
napas
frekuensi
lebih
mudah
dikendalikan dalam keadaan tidak bicara. 4
Pakaikan baju yang Memudahkan
tipis dan tidak ketat pada
pergerakan
dada.
pasien. 5Awasi tanda vital dan irama jantung.
Takikardia, disritmia, dan
perubahan
TD
menunjukkan hipoksemia
efek sistemik
fungsi jantung.
20
dapat
pada
Kolaborasi
1.Berikan oksigen yang
Oksigen
akan
dilembabkan
pada memperbaiki atau mencegah
kecepatan
aliran
yang memburuknya hipoksemia.
dianjurkan
biasanya
2
L/menit.
Konsultasi kepada
Gagal pernapasan akut
dokter jika gejala-gejala
merupakan komplikasi utama
tersebut menetap atau
yang sering menyertai
memburuk. Siapkan
PPOM. Ventilasi mekanis
pasien untuk
sangat diperlukan untuk
dipindahkan ke UPI dan
membantu pernapasan pasien
untuk pemasangan
sampai pasien dapat bernapas
ventilasi mekanis, jika
sendiri.
terjadi gagal napas.
21
No. Dx 2
Tujuan & Kriteria Hasil
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam bersihan alan napas menjadi terpelihara dengan kriteria hasil : -
-
Mempertahankan jalan
Intervensi
Rasional
Ttd
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas.
Beberapa derajat spasme
Catat adanya bunyi nafas bronkus terjadi dengan mis : mengi, krekels,
obstruksi jalan nafas dan
ronki
tak
di
manifestasikan
nafas paten dengan bunyi
adanya bunyi nafas. Mis :
nafas bersih/jelas
bunyi nafas redup dengan
menunjukkan.perilaku
ekspirasi mengi
untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, mis :
Pantau
frekuensi
Takipnea biasanya ada
batuk efektik dan
pernafasan. Catat rasio pada
mengeluarkan sekret
inspirasi/ekspirasi
beberapa
derajat
dan dapat di temukan pada
penerimaan
selama
adanya
atau proses
infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat
frekuensi
dan
ekspirasi
memanjang
dibanding
inspirasi - catat adanya dispnea.
- Disfungsi pernafasan
Mis : gelisah, ansietas, adalah distres
variable
pernafasan, tergantung
pengunaan otot bantu
yang
pada
tahap
proses
kronis
selain
proses
akut
yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit mis : infeksi, reaksi alergi
Ajarkan pasien untuk
Teknik
ini
akan
melakukan teknik batuk
membantu memperbaiki
efektif.
ventilasi udara dan untuk mengeluarkan secara efektif. 22
sekret
Tingkatkan cairan
masukan
hingga
3000
Hidrasi
membantu
mengurangi
kekentalan
L/hari sesuai toleransi sekret dan mempermudah jantung.
Berikan
air pengeluaran. Penggunaan
hangat.
cairan
hangat
menurunkan
dapat spasme
bronkus.
Kolaborasi
Memberikan
obat
expectoran.
Obat expectoran akan membantu
menurunkan
kekentalan
sekret
sehingga
sekret
mudah Memberikan nebulizer.
lebih untuk
dikeluarkan. Obat expectoran dapat diberikan
Melakukan suction
dalam
nebulizer. Dilakukan bila produksi sekret terlalu banyak dan sulit untuk dikeluarkan.
23
No.
Tujuan & Kriteria
Dx
Hasil
3
setelah di lakukan tindakan
Intervensi
Rasional
andiri
Kajifrekuensi,
kedalaman 1.
kebutuhan penggunaan
oksigen terpenuhi
hasil : -
Menunjukan
otot
aksesor,
oksigenasi
jaringan
adekuat
sputum : penghisapan bila
sekresi adalah sumber utama
diindikasikan
gangguan pertukaran gas pada nafas kecil
. Auskultasi bunyi nafas,
pernafasan -
Berpartisipasi
dalam
3. Bunyi nafas mungkin redup
catat area penurunan aliran karena penurunan aliran udara, udara dan bunyi tambahan
adanya
mengi
mengidentifikasikan
normal
dan bebas distres
kronis proses penyakit
2. kental, tebal dan banyaknya
dengan GDA dalam rentang
evaluasi
mengeluarkan
Dorong
perbaikan ventilasi dan
dalam
nafas bibir
kriteria .
dengan
Berguna
Catat derajat distres pernafasan dan
keperawatan 1 x 24 pernafasan. jam
Ttd
spasme
bronkus/tertahanya sekret .
Awasi
kesadaran/status
tingkat
4. gelisah dan ansietas adalah
mental. manifestasi umum pada hipoksia.
Selidiki adanya perubahan
program
GDA
Memburuk
disertai
bingung menunjukan disfungsi
pengobatan dalam
serebral
yang
tingkat
dengan hipoksia
kemampuan/situasi . pantau tanda vital dan irama
5.
Takikardia,
berhubungan
disritmia
dan
perubahan TD dapat menunjukan
jantung
efek hipoksemia sistemik pada olaborasi
fungsi jantung
. Berikan penekan ssp mis :
Kolaborasi
antiansietas, sedatif atau 1.Digunakan untuk mengontrol ansietas
narkotik 2.Berikan oksigen tambhan yang
sesuai
dengan
meningkatkan
konsumsi oksigen 2.Dapat
indikasi hasil GDA dan
mencegah,
toleransi pasien
hipoksia
24
yang
memperbaiki
/
memburuknya
No. Dx 4
Tujuan & Kriteria
Intervensi
Hasil
Setelah
di
1 x 24 jammasukan
menjadi
dan
Ttd
lakukan Mandiri
tindakan keperawatan
makanan
Rasional
Pantau :
1
Masukan dan keluaran tiap 8
cairan jam.
Untuk mengidentifikasi
adanya
kemajuan
atau
penyimpangan dari tujuan
adekuat Jumlah
makanan
yang
yang diharapkan.
dengan kriteria hasil : - dikonsumsi setiap kali makan. napsu makan baik dan Timbang berat badan pasien berat badan kembali setiap seminggu.
2Makanan
normal.
membangkitkan
Berikan makan dalam keadaan
hangat.
dapat napsu
makan. 3Makan
Berikan
hangat
makan
sedikit
tapi
sering.
sedikit
dengan dapat
porsi
mengurangi
resiko sesat pada saat pasien makan dan resiko mual 4.
Menciptakan
suasana
Bau-bauan
yang pemandangan
dan
yang
menyenangkan, lingkungan yang
menyenangkan
bebas bau selama waktu pasien
waktu
makan.
menyebabkan
tidak selama
makan
dapat anoreksia
(tidak nafsu makan). Kol abor asi :
1 Berikan obat penambah napsu 1 Membantu meningkatkan makan
napsu makan pasien.
2 Merujuk pasien ke ahli diet
2Ahli
untuk membantu merencanakan
spesialisasi
makanan yang akan dikonsumsi,
membantu
diet
merupakan yang
dapat
pasien
dalam
jika setiap porsi makanan yang merencanakan
makanan
dikonsumsi selalu kurang dari
dengan
nutrisi
sesuai
30%.
dengan
kebutuhan
usia,
sakitnya dan pembentukan tubuh. 25
3 Memberikan terapi intravena 3 Untuk mengatasi masalah sesuai
dengan
anjuran
dan
melakukan tindakan perawatan
dehidrasi
minum minimal 3 liter per hari, jika tanpa infus.
26
pasien
sering mengurangi masukan
serta pencegahan. Memberikan cairan dorongan kepada pasien untuk
karena
akibat
sesak napas,
mengalami
No.Dx 5
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan medis 2x 24 jam Hilangnya rasa
Rasional
Memberikan pemahaman
tentang yang
takut/kecemasan pasien berkaitan penyakit emfisema: dengan meningkatnya
-
yang
pasien mengenai penyakitnya dan
saluran
perawat dengan kriteria hasil :
-
klientidaklagimerasagelisah
terjadi
informasi diberikan,
akan
Gangguan-gangguan pasien
pengetahuan dan pemahaman
rencana tindakan yang diberikan
Setiap
Ttd
dirasakan membantu
pada mengurangi
pernapasan kecemasan.
berhubungan dengan penyakit emfisema -
Penanggulangan
yang dilakukan untuk mengatasi gangguan
dan ekspresi wajah rileks.
Pemeriksaan pemeriksaan
yang
harus dipatuhi untuk mengurangi
atau
meniadakan gangguan-gangguan.
Memberikan kesemapatan pasien
dan
terdekatnya
kepada kemampuan pasien orang
dalam
untuk
masalahnya dengan
mengekspresikan perasaan
Membantu
mengatasi
meninggatkan dan lingkungan
harapannya.
yang
nyaman
dan
mendukung. Libatkan dalam tentang emfisema
keluarga
Mengurangi
memahami kecemasan keluarga penyakit
, sehingga keluarga dapat bekerja sama dengan
perawat
dalam
tindakan
perawatan. 27
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronis dengan karakteristik penurunan elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding alveolus dan pembesaran ruangudara distal daribronkiolus non respirator terminale. Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas, yaitu : -
Inflamasi dan pembengkakan bronkhi,
-
Produksi lendir yang berlebihan,
-
Kehilangan rekoil elastis jalan nafas,
-
Dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-polmunal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Dada seperti tong (barrel chest ) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan dinding dada untuk mengembang. Terdapat dua jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru : 1)
Panlobular (paracinar)
2)
Sentrilobular (sentroacinar)
3)
Paraseptal Dispnea adalah gejala utama emfisema dan mempunyai awitan (efek) yang membahayakan. Ketika dada diperiksa, ditemukan hiperesonans dan penurunan fremitus ditemukan pada seluruh bidang paru. Auskultasi menunjukan tidak terdengarnya bunyi napas dengan krekles, ronki, dan
28
perpanjangan eksirasi. Kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (kiperkapnia) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Komplikasi pada penderita emfisema : -
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksis paru kronis, yang akhirnya menyebabkan kor pulmonalise.
-
Bersama dengan bronkitis kronik, emfisema dapat berkembang ke arah PPOK.
-
Penurunan kualitas hidup pada pengidap penyakit ini yang parah. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:
-
Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya bernapas
-
Pengobatan cepat infeksi
-
Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari
-
Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan
-
Dukungan psikologis
-
Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang bersinambungan Penatalaksanaan medis pada emfisema adalah dengan memberikan bronkodilator, terapi aerosol, ekspektoran, pengobatan infeksi (bila terjadi infeksi karena mikroorganisme), kortikosteroid, dan oksigenasi.
B. Saran
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bagi para pembaca diharapkan dapat mengatur pola hidup sehat mulai dari sekarang seperti tidak merokok, menghidari linkungan polusi dan bila perlu dapat dilakukan vaksinasi.
29