Ketoasidosis Ketoasidosis Diabetikum ec Diabetes Mellitus Tipe 1
Amira Yasmine* ( 102015060 ) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Jalan Arjuna Utara Nomor 16 Jakarta Barat Email :
[email protected] Tutor : Dr.Fendra Wician
Abstrak Ketoasidosis diabetik timbul jika kita tidak mampu mengenali manifestasi klinis awal Diabetes Melitus 1 ( DM1 ) akibat destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun, penurunan sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat berlebihan keadaan hiperglikemia. Proses autoimun dicetuskan karena adanya gen yang rentan diabetes (diabetes susceptibility gene) dan juga faktor lingkungan antara lain pemberian susu sapi sebelum usia dua tahun dan infeksi virus. Antibodi terhadap antigen sel beta dapat dideteksi beberapa bulan sebelum awitan gangguan fungsi sel beta, serta insiden DM 1 yang banyak terjadi di Amerika Serikat dan faktor genetik yang berperan penting terhadap DM1, manifestasi klinis dari gejala klinis DM 1 yang dapat menjadi ketoasidosis yang ditandai dengan poliuria, polidipsia mual dan muntah yang dapat menyebabkan cairan elektrolit berkurang sehingga timbul dehidrasi, komplikasi, pencegahan pencegahan dan terapi akan saya bahas dalam tinjauan pustaka ini. Kata kunci: Ketoasidosis, Diabetes Melitus 1
Abstract Diabetic ketoacidosis arises if we are unable to recognize the initial clinical manifestations of Diabetes Mellitus 1 (DM1) due to the destruction of pancreatic beta cells due to the autoimmune process, decreased insulin secretion so that blood glucose levels increase excessively excessively hyperglycem hyperglycemic ic state. The autoimmune process is triggered by the susceptible genes of diabetes (diabetes susceptibility gene) as well as environmental factors such as the introduction of cow's milk before the age of two and viral infection. Antibodies against beta cell antigens can be detected several months before the onset of beta cell function disruption, as well as the incidence of DM 1 that is pr evalent in the United States and genetic factors that play an important role in DM1, clinical manifestations of clinical symptoms of DM 1 that can be ketoacidosis characterized by polyuria , polydipsia nausea and vomiting which may cause the electrolyte fluid to decrease resulting in dehydration, complication, prevention and therapy therapy will be discussed discussed in this literature literature review.
Keywords: Ketoacidosis, Diabetes Mellitus
1|Page
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Ketoasidosis diabetik timbul jika kita tidak mampu mengenali manifestasi klinis awal Diabetes Melitus 1 ( DM1 ) akibat destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun, penurunan sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat berlebihan keadaan hiperglikemia. Proses autoimun dicetuskan karena adanya gen yang rentan diabetes (diabetes susceptibility gene) dan juga faktor lingkungan antara lain pemberian susu sapi sebelum usia dua tahun dan infeksi virus. B. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami keadaan KAD, serta etiologi dan perjalanan penyakitnya, komplikasi, komplikasi, pencegahan pencegahan 2. Mahasiswa dapat mengetahui mengetahui terapi yang tepat pada KAD dan prognosisnya
2|Page
Bab II Pembahasan. ¹ Skenario Seorang anak perempuan, 6 tahun, dibawa oleh ibunya ke Unit Gawat Darurat RS karena napas yang cepat, tampak mengantuk dan sesak sejak 1 jam SMRS. Hasil anamnesis : Keluhan utama anak, ibu mengatakan anaknya tampak sesak napas sejak 1 jam SMRS dan tampak mengantuk beberapa jam kemudian diikuti napas yang cepat dan dalam dengan bau napas seperti bau buah-buahan (fruity odor), terjadi penurunan berat badan dari 20 kg menjadi 14 kg disertai polifagia, polidipsia polidipsia dan poliuri. Tidak ada demam, tidak ada batuk batuk pilek, tidak pernah anaknya anaknya mempunyai riwayat sesak, kejang dan trauma kepala. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak Somnolen tampak sakit berat, napas berbau buah (Fruity Breath Odor), napas dalam dan cepat, TD 80/50 mmHg, denyut nadi 110x/menit, RR 40x/menit, suhu 36˚C, pada bagian kepala dan wajah: mukosa bibir dan mulut tampak kering, leher dalam batas normal, pemeriksaan thorax : bunyi jantung I-II reguler, tidak ada galoop dan murmur, paru tidak ada retraksi, suara nafas vesikuler, tidak ada ronki dan mengi, pada pemeriksaan abdomen : turgor kulit kembali lambat, ekstremitas akral dingin, nadi teraba lemah. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDS 500 mg/dL, urinalisis : benda keton (+++), AGD pH 6.5 keadaan asidosis metabolik dan HCO 3- <15 mEq. Elektrolit Na: 120 mEq/L, K: 2,5 mEq/L, Cl: 85 mEq/L, magnesium 1 mEq/L
Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh H to T (head to toe), dimulai dengan Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi. Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes (KAD) ditemukan : -
Napas Kussmaul (cepat dan dalam)
- Turgor kulit menurun
-
Kulit kering
- Selaput lendir kering
3|Page
-
- Mual, muntah, nyeri perut
Gambar 1. Pola pernapasan2 Tanda-tanda vital ditemukan : -
Takikardi
- Hipotensi
-
Takipneu
- Hipotermia
Ada tanda khusus yang khas pada KAD -
Napas berbau aseton ( berbau buah/ Fruity Fruity breath Odor) Napas berbau aseton/ fruity reath odor adalah hasil pernapasan yang berasal dari aseton yang berlebih. Tanda ini khas terjadi dengan ketoasidosis yaitu yaitu sebuah kondisi kondisi yang dapat berpotensi mengancam nyawa, dan harus segera ditangani untuk unt uk mencegah dehidrasi berat, koma, koma, dan kematian. kematian.
Pada keadaan glukosa yang berlebih, sekresi insulin akan berlangsung tetapi ketika tubuh tidak mempunyai insulin yang cukup dikarenakan proses autoimun yang tercetus dari faktor gen yaitu adanya gen yang rentan diabetes ( diabetes susceptibility gene) menurut peneltian yang sudah ada, pada gen regio HLA pada kromosom 6 merupakan determinan kerentanan yang kuat yaitu HLA kelas II DR dan DQ ( HLA DR3 dan DR4) meningkat pada diabetes melitus 1.
Penurunan kesadaran ( alert,drowsy,stupor, coma) Pasien KAD termasuk pasien gawat darurat, apalagi pasien sudah mengalami koma KAD diakibatkan karena penanganan yang terlambat misalnya gejala DM poliuri
4|Page
yang terus menerus BAK tanpa asupan intake yang cukup menyebabkan cairan elektrolit banyak keluar sehingga dapat keadaan dehidrasi berujung pada penurunan kesadaran.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menunjang suatu diagnosis,yang diagnosis,yang terdiri atas : Laboratorium :
GDS ( Glukosa Darah Sewaktu ) normalnya dari range 70-200 mg/dL waktu pengambilan dapat dilakukan kapan saja diluar pada saat puasa ataupun 2jam setelah makan.
Natrium: Hiperglikemia mengakibatkan mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari ekstravaskuler ekstravaskuler ke ruang intravaskular. Kadar natrium normalnya 135-145 mEq/L.
Kalium: kalium perlu diperiksa secara berkala, ketika asidosis kadar kalium normal atau sedikit meningkat (3-5 mmol per liter). Ketika diberi pemberian insulin maka kalium akan menurun. Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L . Kadar kalium normalnya 3,5-5,5 mEq/L.
Bikarbonat: digunakan untuk mengukur anion gap. Sehingga dapat menentukan derajat asidosis. Kadar bicarbonate 25-29 mEq/L normalnya.
Clorida merupakan cairan ekstrasel, yang normalnya 95-105 mEq/L
Magnesium merupakan merupakan kation terbanyak kedua kedua pada cairan intrasel yang normalnya normalnya 1,3-2,1 mEq/L
Gas darah arteri (analisa gas darah): pH <7,3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pengukuran pH. pH. pH vena pada pada pasien dengan dengan DKA adalah 0,03 lebih lebih rendah dari dari pH arteri.. o
Nilai normal pada AGD :
Partial pressure of oxygen (PaO2) - 75 - 100 mmHg
Partial pressure of carbon dioxide (PaCO2) - 38 - 42 mmHg
Arterial blood pH of 7.38 - 7.42
Oxygen saturation (SaO2) - 94 - 100%
Bicarbonate - (HCO3) - 22 - 28 mEq/L
Keton: positif Menguji keton dapat digunakan untuk menilai ketoasidosis dini pada penderita DM tipe 1. Tes ini dilakukan dengan menggunakan menggunakan sampel urin. Uji keton dilakukan saat :
Gula darah >240 mg/dL
Selama penyakit pada pneumonia, pneumonia, serangan serangan jantung, atau stroke
Ketika mual muntah muncul
5|Page
kehamilan
Beta hidroksibutirat: Serum atau hidroksibutirat beta kapiler dapat digunakan untuk mengikuti tanggapan terhadap pengobatan. Tingkat lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat 3 mmol / L berkorelasi dengan ketoasidosis diabetikum. diabetikum.
Urinalysis: Cari ketosis glycosuria dan urin. Gunakan ini untuk mendeteksi mendasari infeksi saluran kencing.
Keadaan
Jenis Anion
Ketoasidosis
Asetoasetat, betahidroksibutirat
Asidosis laktat
Laktat
Gagal ginjal
Sulfat, fosfat, urea, hipurat
Keracunan methanol
Format
Keracunan etilen glikol
Glikosilat, glikolat, oksalat
Keracunan salisilat
Asam keton, laktat, salisilat
Table 1.jenis anion pada keadaan klinis tertentu.
6|Page
Table 2. Kriteria Diagnostik 3
7|Page
table 3. Evaluasi laboratorium dari dari penyebab metabolic dari asidosis dan dan koma. Pemeriksaan lainnya yang juga perlu dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:
EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium . Perubahan karakter EKG
akan terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem.
Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu: o
Interval QT memanjang
o
Depresi segmen ST
o
Gelombang T mendatar atau difasik
o
Gelombang U
o
Interval PR memanjang
o
Blok SA
A. Diagnosis a. Differential Diagnosis
HONK
8|Page
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik, pada penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Suatu keadaan metabolic yang ekstrim yang terjadi akibat kombinasi beberapa penyakit, dehidrasi, dan ketidak mampuan untuk mendapat terapi diabetic karena efek penyakit (misal pada penderita GGK yang punya riwayat DM lama, mendapat pengobatan diuretic, yang menyebabkan interaksi antara obat DM dengan diuretic yang berakibat obat diabetic tidak bisa bekerja dengan baik). Keadaan HONK berpotensi sebagai keadaan kegawat daruratan. HONK dikarakterisasi sebagai Hiperglikemia sebagai Hiperglikemia berat berat dengan ditandai Hiperosmolaritas serum.
Etiologi : Pada DM1, DM1 timbul akibat destruksi sel beta pankreas akibat proses autoimun. DM1 timbul tidak hanya akibat adanya gen yang rentan diabetes juga faktor lingkungan yaitu pemberian susu sapi sebelum usia 2 tahun, infeksi virus rubella, mumps.
Epidemiologi
Insiden KAD dari tahun 1980-2003 yang terus meningkat. Insiden DM1 terbanyak di Amerika Serikat sebesar 20 per 100.000 penduduk per tahun dan tertinggi didunia dan terendah insiden DM1 di negara asia yaitu china 1 per 100.000, selain itu faktor genetik yang yang berperan dalam kerentanan terhadap DM1 pada HLA DR3 dan HLA DR4 regio HLA pada kromosom 6.
9|Page
Manifestasi Klinis Dari pemeriksaan penunjang gula darah sewaktu dan puasa dengan hasil range buruk ( GDS : 70-200 70-200 mg/dL normalnya normalnya dan GDP GDP range baik : 80-100 mg/dL, sedang : 100125 mg/dL, buruk: >126 mg/dL) pada skenario ini GDS 500 mg/dL keadaan hiperglikemia yang terjadi jumlah insulin yang disekresikan tidak mampu mengambil ambilan glukosa perifer dan tidak mampu mensupresi produksi glukosa hepar dan renal.
Faktor risiko HONK sering terjadi pada: 1. Kelompok usia dewasa tua (<50 tahun) 2. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram 3. Riwayat DM pada kehamilan 4. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl) 5. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HONK adalah banyak BAK, terjadi penurunan berat badan, banyak banyak makan dan minum, sering haus, kulit kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, mudah lelah, kadang terdapat gejala gastrointestinal, kadar HCO3<10 meQ/L, celah anion <10mEq. Patofisiologi KAD Ketika sekresi insulin yang inadekuat maka glukagon akan meningkat, penurunan insulin mengakibatkan berlangsung terus menerus oksidasi asam lemak parsial oleh hepar menjadi benda keton, dua dari tiga benda keton merupakan merupakan asam organik menyebabkan menyebabkan asidosis pada keadaan muntah yang berlebihan, kurang intake cairan yang masuk sehingga timbul keadaan dehidrasi menyebabka menyebabkan n perfusi jaringan jaringan buruk dan dan
pada keadaan keadaan dehidrasi dehidrasi berat laktat
meningkat, penurunan hormon insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel dan peningkatan hormon glukagon menyebabkan menyebabkan peningkatan terjadi hiperglikemia. hiperglikemia. Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya elektrolit.
Kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka
10 | P a g e
ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul ti mbul hiperosmolar hiperglikemik. hiperglikemik.
Sehingga pada patofisiologi ketoasidosis disimpulkan ketika sekresi insulin tidak ada maka akan terjadi oksidasi asam lemak yang diubah menjadi keton secara terus menerus yang dapat terjadi asidosis, dan DD HNOK (Kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperosmolar hiperglikemik)
DM tipe lain:
DM tipe 2 Diabetes Melitus Tipe 2 dikenal sebagai penyakit gula yang tidak tergantung Insulin. Diabet tipe 2 ini berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi tidak cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karena insulin yang dihasilkan mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara maksimal. Gejala Klinis
3P (polifagi, polidipsi, poliuri)
Komplikasi
Penglihatan kabur
Kesemutan baal
Gangguan berkemih
11 | P a g e
Etiologi mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetic memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Akan tetapi sekarang ini, pasien yang terdiagnosa DM 2 sering diakibatkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat.
Faktor Risiko
Usia >55 thn
Obesitas
Riwayat keluarga
Nutrisi
Working Diagnosis Ketoasidosis diabetikum ec Diabetes mellitus tipe 1
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematia n akibat KAD. Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon.. Hal ini akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (beta hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mMol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat
<
15
mMol/L).
Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat keparahan asidosis, dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat ,15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4).
12 | P a g e
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (beta-hidroksibutirat dan asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Kriteria biokimia untuk diagnosis KAD mencakup hiperglikemia (gula darah > 11 mmol/L / 200 mg/dL) dengan pH vena < 7,3 dan atau bikarbonat < 15 mmol/L).
Beberapa pemeriksaan laboratoris dapat diindikasikan pada pasien KAD, yaitu:
Gula darah 1. Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama terapi dilakukan, sekurang-kurangnya sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian pemberian terapi. 2. Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara progresif atau bila diberikan infus insulin.
Gas darah 1. Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah dalam pengambilan pengambilan dan lebih sedikit sedikit menimbulkan menimbulkan trauma pada anak. 2. Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH < 7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) mmol/L) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).
Kalium 1. Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar kalium mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan. 2. Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.
Natrium 1. Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia hiperglikemia 2. Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3 mmol/L glukosa). 3. Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi 4. Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan dengan peningkatan risiko risiko edema serebri.
13 | P a g e
Ureum dan Kreatinin: Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton, sehingga memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi yang terjadi pada KAD.
Kadar keton: Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, ketoasidosis, dimana nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1 mmol/L.
Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada 0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema sere bri. Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia. Klasifikasi KAD normal
Mild
Moderate
Severe
CO2 (mEq/ L, venous)
20-28
16-20
10-15
<10
pH (venous)
7.35-7.45
7.25-7.35
7.15-7.25
<7.15
Clinical
No change
Oriented, alert but fatigue
Kussmaul, oriented but sleepy, arrousable
Kussmaul, sleepy to depressed sensorium to coma
Table 4. klasifikasi KAD. 7 Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM ) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau pada pulau-pulau Langerhans pankreas Langerhans pankreasSampai Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah maupun olah raga. raga. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
14 | P a g e
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitasaktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata -rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l. Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena
<110
110 - 199
>200
Darah kapiler
<90
90 - 199
>200
Plasma vena
<110
110 - 125
>126
Darah kapiler
<90
90 - 109
>11
Kadar glukosa darah puasa:
Table 5. Kadar glukosa darah. 5 Pada Diabetes Melitus Tipe 1 penyebab utamanya
ialah
terjadinya
kekurangan hormon insulin insulin pada pada proses penyerapan makanan.
15 | P a g e
Terapi. ²
Terapi untuk pasien KAD meliputi penggantian defisit cairan, koreksi asidosis dan hiperglikemia dengan pemberian insulin 1. Dehidrasi Derajat dehidrasi harus dihitung dengan tepat, bolus cairan isotonik IV ( salin ) sebanyak 10-20 mL/kg, kemudian sisa defisit cairan setelah bolus ditambahkan cairan rumatan dan total cairan diganti secara perlahan dalam waktu 36-48 jam, jika jumlah urin cukup banyak keluar dan difusi perifer buruk, diuresis osmotik biasanya minimal jika glukosa<300 mg/dL, untuk menghindari perubahan osmolaritas serum digunakan Nacl 0,9% pada 4-6 jam pertama selanjutnya Nacl 0,45% 0,45% 2. Hiperglikemia dan asidosis Insulin kerja cepat diberikan dalam drip IV kontinu (0,1 U kg/jam) kadar glukosa serum tidak boleh turun lebih dari 100 mg/dL/jam. Jika kadar glukosa serum sudah mencapai 250-300 mg/dL perlu ditambahkan glukosa ke cairan IV dan dihentikan ketika asidosis terkoreksi. Terapi insulin mengurangi produksi asam lemak bebas, mengurangi katabolisme protein dan meningkatkan ambilan glukosa perifer sehingga proses ini akan mengoreksi asidosis. Tetapi, imbalans elektrolit ketika insulin diberikan kadar kalium akan menurun cepat, asidosis yang terkoreksi menyebabkan kalium ditukar dengan ion hidrogen intraselular, jika sudah ada produksi urin yang adekuat maka kalium akan diberikan di intravena.
Penggantian kalium diberikan kalium clorida 50% dan kalium fosfat 50% konsentrasi 20-40 mEq/L.
Monitoring
Monitoring elektrolit diulang dilakukannya setiap 2-3 jam dan evaluasi berkala agar tidak timbul komplikasi.
Transisi untuk tatalaksana rawat jalan. ¹ Ketika asidosis sudah terkoreksi maka pasien dapat mentolerir dengan asupan oral, insulin IV dihentikan dapat diganti dengan insulin subkutan, dosisnya yang pertama harus diberikan 30-45 menit sebelum insulin IV dihentikan, kemudian pasien melakukan terapi insulin sebagai pasien baru dengan dosis insulin dimulai dari 0,7
16 | P a g e
U/kg/24 jam untuk pasien prepubertal dan remaja 1 U/kg/24jam. Pilihan yang baik digunakan adalah insulin kerja cepat/lispro, aspart, glulisine) setiap makan, dan insulin kerja panjang (glargine) pada sebelum tidur.
Regimen injeksi harian lebih fleksibel berisi insulin campuran tetap, 2/3 dosis total harian diberikan pada pagi hari yaitu insulin kerja menengah dan 1/3nya pada sore hari saat makan malam dengan insulin kerja cepat. Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai standar.
Kalium Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:
Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.
Penambahan Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.
Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan, membahayakan, dipertimbangkan pemberian kalium kalium oral (atau (atau melalui NGT) NGT) dalam formulasi formulasi cair. Apabila Apabila koreksi koreksi hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, intravena, kecepatan pemberian harus dikurangi.
Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.
Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, 5,0, tambahkan 30 mEq/L
Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, 5,5, tambahkan 20 mEq/L
Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan preparat kalium kalium ke dalam cairan intravena. intravena.
Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil hiperkalemia pada EKG.
Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG sebagai berikut:
Kompleks QRS melebar
17 | P a g e
Gelombang T tinggi
Interval PR memanjang
Gelombang P hilang
Kompleks QRS difasik
Asistole
Asidosis Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme. Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi asidemia secara spontan. Selain itu, memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik dan mencegah asidosis laktat. Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Edema Serebri Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul. Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25 – 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30 menit dapat digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait dengan KAD. Penilaian rutin derajat kesadaran:
Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian menggunakan GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran.
18 | P a g e
Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri yang semakin berat.
Beberapa prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD, yaitu:
Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan, infus insulin, drip, dan lain-lain.
Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda syok berat, dan adanya tanda asidosis berat.
19 | P a g e
20 | P a g e
B. Pencegahan Sebelum Diagnosis Diagnosis awal mencakup skrining genetik Sesudah Diagnosis Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi evalua si psikososial, dan status kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan. C. Komplikasi
Edema serebri pada Ketoasidosis Diabetik Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema serebri dipicu oleh penyebab lain (misalnya trauma dan stroke), dan pada manusia manusia karena dehidrasi yang berat. Prognosis
Angka kematian telah menurun secara signifikan dalam 20 tahun terakhir dari 7,96% menjadi 0,67%. Tingkat
kematian masih
Prognosis memburuk dengan
usia dan
tinggi di
negara
berkembang
sifat dan keparahan dari patologi yang
mendasaripengendapan (infark miokard terutama, sepsis dan pneumonia).
Kehadiran koma pada presentasi oliguria persisten merupakan indikator prognosis yang buruk.
Edema serebral tetap menjadi penyebab paling umum kematian, terutama pada anak.
21 | P a g e
Bab III Kesimpulan
Anak dengan gejala napas kussmaul, tampak mengantuk dan diketahui napas berbau aseton dan ditemukan ciri DM pada pemeriksaan fisik dan penunjang didiagnosis sebagai KAD ec DM tipe 1. KAD sering ditemukan pada DM 1, dan prevalensi terbanyak pada DM yang tidak terdeteksi. Penanganan untuk KAD dikategorikan ke dalam kegawatdaruratan karena KAD memiliki mortalitas yang cukup tinggi.
Daftar Pustaka 1. Nelson. Ilmu Ilmu Kesehatan Anak Essensial. Ed VI. Singapura : Elsevier ; 2014. h.682-89. 2. Departemen farmakologi dan terapeutik Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. Farmakologi dan terapi. Jakarta: FK Ukrida; 2016.h.688. 3. Kapita Selekta. Jakarta : FK UI; 2015.h.455-57.
22 | P a g e