LAPORAN PENDAHULUAN TOTAL AV BLO A. PENGERTIAN AV Blok merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG) terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3 derajat sesuai tengan tingkat keparahan. (Lippincot, William, 2011) Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan penanganan segera. Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II, tetapi total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau interval PR yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak blok total sering diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan ventrikel. Jika terjadi distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar dan kecepatan ventrikel biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ). B. ETIOLOGI AV Blok sering terjadi dari kelanjutan fase buruk dari : 1. Iskemia jantung 2. Infark jantung 3. Gagal jantung kongestif 4. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi). 5. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. 6. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya. 7. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
8. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. 9. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. 10. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis). 11. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme). 12. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung. 13. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung) yang akhirnya menghambat konduksi implus dari SA node ke AV node. C. TANDA DAN GEJALA Tanda umum yang terjadi pada pasien dengan total AV blok ini adalah : a. Chest pain b. Dyspnea c. Confusion d. Pulmonary edema Namun terdapat tanda gejala yang kompleks dari masing masing stage total AV blok yaitu: a. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat dilihat gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. b. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi; dapat bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia (terutama Mobitz II) dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama Mobitz I [Wenckebach]) c. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing,
presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang terletak di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN). (Chirag M Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape). D. STAGE AV BLOCK a. B AV blok derajat I: letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat
perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls
dihantarkan ke ventrikel. Kelainan ini sering terdapat pada usia lanjut.
b. AV blok derajat II tipe Wenckebach, Mobitz II ataupun AV blok total biasanya disebabkan oleh infark miokard akut inferior. Pada gambaran
EKG pada AV blok derajat
II terlihat
ada
gelombang P yang tidak mempunyai pasangan gelombang QRS yang artinya bahwa ada rangsang yang tidak disalurkan kebawah karena ada gangguan pada AV node ataupun His‐ Purkinye.
Sedangkan pada AV blok total terlihat tidak ada asosiasi antara gelombang P dan gelombang QRS yang artinya tidak ada hubungan sama sekali antara atrium dan ventrikel dimana masing‐masing mengeluarkan impulsnya.
Pengobatan pada AV blok derajat I tidak ada yang khusus, hanya memperhatikan faktor penyebab
seperti
mengobati
yaitu PJK. Sedangkan pada AV
penyakit
penyebab
efek
digitalis
ataupun
blok II dan III disamping penyakit penyebab, simtomatis dapat diberikan sulfas atropin, atau isoproterenol. Khusus untuk AV blok total tindakan terbaik adalah dengan pemasangan pacu jantung. Ekstra Sistole
Dibagi berdasar asal fokus yaitu : supraventrikel dan ventrikel. Gambaran EKG pada ES supraventrikel adalah gambaran gelombang QRS lancip atau sama dengan gambaran gelombang QRS lain yang normal. Fokus berasal dari supra His.
Gambaran EKG pada ES
ventrikel adalah gelombang QRS yang melebar (>0.12 ms). Focus berasal dari ventrikel.
Penyebab terbanyak adalah karena: Infark Miokard dan jenis Penyakit Jantung Koroner lain, efek digitalis, ataupun karena psikologis. Pada pemeriksaan fisik:
terdengar bunyi jantung ekstra disela irama
jantung yang reguler. Frekuensi Berdasarkan
dapat terdengar sering atau jarang.
frekuensi ini dapat ditentukan bigemini atau trigemini.
Klasifikasi ES umumnya pada ES ventrikel adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
jumlahnya < 5/menit atau <30/jam konsekutif Fenomena R on T Multifokal
5. Bigemini atau lebih Kesemuanya ini sudah merupakan indikasi untuk pengobatan. Pemeriksaan penunjang adalah EKG. Untuk pengamatan lama (24 atau
48
jam)
dapat
dilakukan
dengan
alat
Holter
Monitoring.Pengobatan: dengan obat anti aritmia kelas I atau kelas III. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
EKG
: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. 2.
Monitor Holter
: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3.
Foto dada
: Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup 4.
Skan pencitraan miokardia
:
dapat
menunjukkan
aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. 5.
Tes stres latihan
: dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan
latihan yang menyebabkan disritmia. 6.
Elektrolit
: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia. 7.
Pemeriksaan obat
: Dapat menyatakan toksisitas obat jantung,
adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. 8.
Pemeriksaan tiroid
: peningkatan atau penururnan kadar tiroid
serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia. 9.
Laju sedimentasi
:
Penignggian
dapat
menunukkan
proses
inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. 10.
GDA/nadi oksimetri :
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
Hipoksemia
dapat
1.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS Terapi medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia 2. Terapi mekanis a. Kardioversi Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
b. Defibrilasi Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak
ada
irama
jantung
yang
terorganisasi.
Defibrilasi
akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker. c. Defibrilator kardioverter implantable Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel. d. Terapi pacemaker Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.
e. Pembedahan hantaran jantung Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi
radio.
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung. Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan. Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan. Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar
dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik. G. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Pengkajian primer : 1.
Airway Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapatdianggap bahwa jalan nafas bersh. Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas tambahan misalnya stridor.
2.
Breathing I nspeksi Frekuensi naFas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahanseperti rongki, wheezing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat menyebabkan takipnea dan dispnea. Adakah distress pernafasan ? Adakah hipoksemia berat ? Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ? Apakah ada bunyi whezing ? 3. Circulation Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ? Apakah ada takikardi ? Apakah ada takipnoe ?
Apakah haluaran urin menurun ? Apakah terjadi penurunan TD ? Bagaimana kapilery refill ? Apakah ada sianosis ?
1.
b. Pengkajian sekunder Riwayat penyakit Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi Kondisi psikososial
2. a. b.
Pengkajian fisik Aktivitas Sirkulasi
: kelelahan umum : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi
mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung c.
menurun berat. Integritas ego
d.
menolak,marah, gelisah, menangis. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
e.
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
f.
letargi, perubahan pupil. Nyeri/ketidaknyamanan
g.
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
: perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
: nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. Keamanan
h.
: demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi,
eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia. 2. 3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan
dengan
kurang
informasi/salah
pengertian
kondisi
medis/kebutuhan terapi. 3.
INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia. Kriteria hasil :
a Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa b Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia c Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia. Intervensi 1 Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris. 2 Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi. 3 Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. 4 Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung 5 Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut.
6 Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi 7 Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD 8 Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
9 Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi Siapkan untuk bantu kardioversi elektif Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung Masukkan/pertahankan masukan IV Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi. -
Tujuan/kriteria hasil : Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan. Memenuhi perawatan diri sendiri. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi : 1. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta. Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung. 2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat. Rasional : Penurunan/ketidakmampuan
miokardium
untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. 3. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas. Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. 4. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi). Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air Tujuan/kriteria hasil : -
B Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
-
masukan dan pengeluaran. Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima. - Berat badan stabil dan tidak ada edema. - Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi : 1. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. 2. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. 3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. 4. Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru, gagal jantung. 5. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal. 4. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi. Kriteria hasil : a menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan b Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat Intervensi : 1.
Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal 2. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada pasien/keluarga 3. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo. 4. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan 5. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan 6. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein
7. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang 8. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat 9. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan 10.
gejala yang memerlukan intervensi medis Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu.
17
DAFTAR PUSTAKA Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta. Aesculapius, M. 2000.Infark miokard Akut. Kapita Selekta Kedokteran. 437-440 Alwi, Idrus,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006. Davey,Patrick. At A Glance Medicine. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2006. Gray, Huon H,dkk. Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat. Erlangga Medical. 2005. Sitompul, Barita, dkk. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2002. Zulkhairi,
Haris
Hasan.
Majalah
http://www.jantunghipertensi.com.Desember 2002.
Kedokteran
Indonesia.