LAPORAN PENDAHULUAN GASTRITIS EROSIF RUANG FLAMBOYAN RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA BLOK KOMPREHENSIF 1
Disusun Oleh NUR MEGAWATI G1D013008
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO 2016
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut data World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke empat dengan jumlah penderita gastritis terbanyak setelah negara Amerika, Inggris dan Bangladesh yaitu berjumlah 430 juta penderita gastritis. Insiden gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2008). Gastritis termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit dengan posisi kelima pasien rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit. Rata-rata pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan baik di puskesmas maupun rumah sakit mengalami keluhan yang berhubungan dengan nyeri ulu hati (Profil Dinkes Nasional, 2010). Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag merupakan peradangan (pembengkakan) dari mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis fungsional, yaitu mencapai 7080% dari seluruh kasus. Gastritis fungsional merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan kecemasan (Saydam, 2011). Penyakit gastritis ini lebih menyerang kepada usia remaja sampai dewasa sehingga butuh perawatan khusus karena akan menggaggu masa tua, sehingga dibutuhkan pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya penyakit ini sejak dini. Oleh karena itu, pada laporan pendahuluan ini akan membahas mengenai gastritis erosif. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami konsep materi mengenai gastritis erosif. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi gastrtitis b.
Mahasiswa mampu mengetahui Klasifikasi gastrtitis
c.
Mahasiswa mampu mengetahui etiologi gastritis
d.
Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi gastritis erosif
e.
Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi gastritis
f. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi gastritis g. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik gastritis h. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan gastritis erosif i.
Mahasiswa mampu mengetahu diagnosa keperawatan dari gastritis erosif
j.
Hmahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan dari gastritis erosif.
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
A. Definisi Gastritis Erosif Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Hirlan dalam Suyono, 2006). Gastritis erosif atau ulserasi duodenum adalah kondisi lambung dimana terjadi erosi atau ulserasi lambung atau duodenum yang telah mencapai sistem pembuluh darah lambung atau duodenum (Priyanto dan Lestari, 2008). Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada bagian mukosa (Inayah, 2004). Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakankerusakan atau perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut. Sehingga, gastritis erosif berarti inflamasi pada mukosa lambung yang disertai perlukaan pada mukosa lambung. B. Klasifikasi Gastritis Gastritis Akut 1. Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Sala h satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah: a.
Gastritis akut erosif Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak l ebih dalam daripada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
b.
Gastritis akut hemoragic Disebut hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, men yertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut ( Hirlan, 2001).
2. Gastritis Kronis Menurut Muttaqin (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut : a.
Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta perdarahan dan erosi mukosa.
b.
Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief.
c.
Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.
C. Etiologi Menurut Muttaqin (2011) Penyebab dari gastritis antara lain : 1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin, ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi (mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung. OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung. 2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin. 3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor Bakteri tersebut hidup di bawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung. Fungsi lapisan lendir sendiri adalah untuk melinudngi kerusakan dinding lambung akibat produksi asam lambung. Infeksi yang diakibatkan bakteri Helicobacter menyebabkan peradangan pada dinding lambung yang disebut gastritis 4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus 5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis. 6. Stress fisik dan psikis. Stres fisik yaitu yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus lambung. Sedangkan stres psikis karena system persarafan di otak berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang sel-sel dalam lambung yang kemudian memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri, perih dan kembung. Lamakelamaan hali ini dapat menimbulkan luka di dinding lambung 7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan
Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen iritasi mukosa lambung. Alkohol dan cafein seperti kopi. dapat meningkatkan produksi asam lambung berlebihan hingga akhirnya terjadi iritasi dan menurunkan kemampuan fungsi dinding lambung. D. Manifestasi Klinis Menurut Mansjoer (2001), tanda dan gejala pada gastritis adalah: 1. Gastritis akut a. Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung. b. Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan mual hingga muntah. c. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. 2. Gastritis kronis Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan. E. Komplikasi Menurut Mansjoer (2001), komplikasi yang terjadi dari gastritis adalah: 1. Gastritis akut a. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berupa hematemesis dan melena. Kadang-kadang perdarahannya cukup banyak sehingga dapat menyebabkan syok hemoragik yang bisa mengakibatkan kematian. b. Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat. Ulkus ini diperlihatkan hampir sama dengan perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun pada tukak peptic penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar 100 % pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini dapat ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi. 2. Gastritis kronis a. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap vitamin. b.
Anemia pernisiosa yang mempunyai antibodi terhadap faktor intrinsik dalam serum atau cairan gasternya akibat gangguan penyerapan terhadap vitamin B12
c.
Gangguan penyerapan zat besi.
F. Patofisiologi Terjadinya gastritis adalah karena adanya gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obatobatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok,
atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. (Brunner, 2000). Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya, yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat (HCO3-) serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO 3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005). Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa lambung melalui beberapa mekanisme, obat-obat ini dapat menghambat aktivitas siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung. Mukosa lambung berperan penting dalam melindungi lambung dari autodigesti oleh HCl dan pepsin . Bila mukosa lambung rusak dan pertahanan mukosa lambung terganggu maka akan terjadi difusi kembali HCl dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Iritasi yang terus menerus dapat menyebabkan jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah per darahan
Pathway
Obat-obatan
H.phylori
Mengganggu pembentukan sawar mukosa lambung
Melekat pada epitel lambung
Makanan yang pedas, panas dan asam
Kafein
Menurunkan produksi bikarbonat HCO3-
Penurunan produksi mukus oleh sel kolumner
Menghancurkan lapisan mukosa Menurunkan kemampuan protektif terhada asam
Menurunkan barier lambung terhadap asam dan pepsin
Pengelupasan sel mukosa lambung
Menyebabkan difusi kembali asam lambung dan pepsin
Erosi mukosa
Inflamasi mukosa lambung
Nyeri epigastrium
Menurunkan tonus dan peristaltis
Mukosa lambung kehilangan integritas
N eri akut
Refluks isi duodenum ke lambung
Perdarahan
Menurunkan sensori untuk makan Anoreksia
Mual
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Dorongan ekspulsi isi lambung ke mulut
Muntah
Kekurangan volume cairan
G. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2000) sebagai berikut 1. Radiologi: sinar x gastrointestinal bagian atas 2.
Endoskopi : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3.
Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4.
EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau cidera
5.
Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.
6.
Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah, mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik dan pembentukan asam noktura
7.
Feses: tes feses akan positif H. Pylory, kreatinin : biasanya tidak meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.
8.
Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah besar diberikan.
9. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap simpanan cairan tubuh. H. Penatalaksanaan 1.
Pengobatan pada gastritis meliputi: a. Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung b.
Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejalagejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat.
c.
Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d.
Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang menyebabkan iritasi.
e.
Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi, Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus. (Dermawan, 2010)
f.
Diet 1)
Mudah dicerna, porsi kecil dan sering diberikan.
2.
2)
Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.
3)
Lemak rendah yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4)
Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
5)
Cairan cukup, terutama bila ada muntah.
6)
Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis, mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya tahan terima perorangan).
7)
Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48 jam untuk memberi istirahat pada lambung.
Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi: Gastritis akut diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missal : alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer. b. Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya perforasi Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004), penatalaksanaannya jika terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2.
I. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada klien gastritis ditemukan sebagai berikut 1. Nyeri akut berhungan dengan mukosa lambung teriritasi 2.
Mual berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan karena iritasi lambung
3.
Kekurangan volume cairan b/d kehilangan aktif (perdarahan, mual, muntah dan anoreksia )
4.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan nutrisi tidak adekuat.
5.
Risiko perdarahan berhubungan dengan penyakit gastrointestinal
J. Rencana Keperawatan No. Dx
Tujuan
Intervensi
1.
Setelah dilakukan tindakan
NIC:
keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Rasional
Pain 1. Mengetahui
Management
adanya
1. Kaji nyeri secara komprehensif
NOC : Pain level
tanda
verbal
Awal
Akhir
menggunakan teknik
nyeri
nafas dalam
nyeri Panjang episode nyeri Ekspesi wajah terhadap nyeri
menetapkan tindakan selanjutnya
untuk 2. Mengetahui
Melaporkan
Frekuensi
dari
ketidaknyamanan 3. Ajarkan
Indikator
nyeri, agar dapat
2. Observasi non
karakterisktik
adanya nyeri
relaksasi 3. Memfokuskan
4. Anjurkan
perhatian pasien
menggunakan relaksasi
membantu mengurangi nyeri
nafas 4. Untuk
dalam saat nyeri
mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan 5. Terapi dokter
dalam
farmakologi
pemberian
terapi
dapat
analgesik 6. Anjurkan
menurunkan pasien
nyeri dari derajat
untuk
ringan
Keterangan:
meningkatkan
berat.
1. Sangat parah
istirahat
2. Parah 3. Sedang
dan
7. Kaji
sampai
6. Menghilangkan keefektifan
kontrol nyeri
tegangan abdomen
4. Ringan
bertambah
5. Tidak parah
dengan
yang
posisi
terlentang. 7. Mengetahui kemajuan penyembuhan
dan
perubahan
pada karakteristik nyeri serta acuan tindakan keperawatan selanjutnya.
2.
Setelah dilakukan tindakan
Nausea 1. Mengidentifikasi
NIC:
keperawatan selama 2x24 jam Management
keefektifan
diharapkan
Lakukan
intervensi
klien dapat teratasi dengan
pengkajian secara
diberikan.
kriteria hasil:
komprehensif
NOC: Nausea and vomiting
rasa
masalah
mual
1.
severi ty Indikator
Awal
2. Mengidentifikasi
mual
pengaruh
mual
termasuk
terhadap kualitas
frekuensi, durasi,
hidup pasien.
tingkat mual, dan
Akhir
yang
3. Memenuhi
Frekuensi
faktor
mual
menyebabkan
pasien
Intensitas
mual.
mencegah mual.
mual
2.
Peningkat an ekskresi saliva
yang
Evaluasi mual
terhadap
nafsu
maka,
aktivitas
sehari-
hari, NOC
:
Nausea
Indikator
Awal
dan
3.
Akhir
Penurunan
menghindari terjadinya mual 5. Untuk menghindari efek mual.
makan
dalam
dengan
efek
jumlah
sedikit
sentralnya
pada
makanan
dalam
Penurunan
hangat.
cairan
4. Untuk
pasien
tapi
4.
dan
Anjurkan
intake
intake
pola
tidur pasien.
and
Vomiting: Disruptive E ffects
efek
kebutuhan nutrisi
sering
Anjurkan
dan
keadaan
6. Mengurangi mual
hipotalamus menghambat produksi HCL
pasien
mengurangi
dan
jumlah makanan Keterangan :
yang
1.
Sangat parah
menimbulkan
2.
Parah
mual.
3.
Sedang
4.
Ringan
untuk
5.
Tidak parah
meningkatkan
5.
Anjurkan
bisa
pasien
istirahat dan tidur yang adekuat. 6.
Kolaborasi pemberian antiemetik: Ondansentron dan Ranitidin
Setelah dilakukan tindakan
F luid 1. Intake
NIC:
keperawatan selama 2x24 jam Management
output
diharapkan
seimbang
klien
terpenuhi cairannya
dapat
1.
kebutuhan dengan
catatan intake dan
kriteria
output
hasil:
2.
yang
Awal
2.
Akhir
Monitor
Indikator dehidrasi
akurat
NOC: F luid Balance
indikator
Pertahankan
dan
atau
hipovolemia, status
keadekuatan
hidrasi
penggantian
(kelembaban
cairan.
TTV
membran
dalam
mukosa,
batas
tekanan darah)
pasien,
suhu
Monitor
tubuh
yang
normal
3.
nadi,
tanda-
tanda vital
Turgor kulit
3.
4.
Dorong
Mengetahui keadaan umum
tinggi pasien
(hipertermi)
Tidak
untuk
menunjukkan
ada
meningkatkan
respon terhadap
tanda-
masukan
kehilangan
oral
tanda
(minum
dehidrasi
banyak) 5.
yang
cairan tubuh. 4.
Mengganti
Kolaborasi
cairan
yang
mukosa
pemberian cairan
hilang
dan
lembab
IV.
mengurangi
Membran
Tidak
terjadinya
ada tanda
dehidrasi. 5.
kehausan
Rehidrasi cairan
Keterangan :
3
1.
Sangat parah
2.
Parah
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak parah
Setelah dilakukan tindakan
NIC:
keperawatan selama 2 x 24
reduction
jam
cairan
seimbang
tubuh dengan
Bleeding
adanya
pasien gastrointestinal kriteria
hasil:
perdaraan
1. Observasi adanya darah
dalam
feses. NOC: Blood Coagulation
indikator Darah dalam feses
Awal
Akhir
faktor
status
status
cairan
Hb dalam
intake dan output. 6. Catat
3. Stres
dapat
termasuk
warna,
normal
jumlah
TTV
karakter feses.
peningkatan HCL
(melena)
batas
bagian atas
menyebabkan
nutrisi pasien. 5. Monitor
cerna
kadar Hb
stress 4. Monitor
saluran
di
2. Mengetahui
2. Monitor Hb 3. Kurangi
1. Mengetahui
dan
4. Mengetahui status
nutrisi
pasien 5. Menjaga keseimbangan cairan
yang
dalam batas normal
7. Berikan
cairan
intravena.
6. Mengetahui
8. Kolaborasi pemberian
adekuat
adanya obat
darah
dalam feses
Keterangan :
untuk
7. Rehidrasi
6.
Sangat parah
menghentikan
8. Asam
7.
Parah
perdarahan
8.
Sedang
dapat
9.
Ringan
membantu
10. Tidak parah
traneksamat
menghentikan terjadinya perdarahan.
BAB III KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa gastritis erosif merupakan gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara akut, kronis, difus atau lokal yang disebabkan oleh infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut. Tanda dan gejala dari gastritis erosif diantaranya nyeri pada bagian epigastrium, mual, muntah, kembung, dan terjadi perdarahan. Komplikasi dari gastritis yaitu dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna atas. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya yaitu pemeriksaan radiologi dan endoskopi. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien gastritis erosif yaitu kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (muntah, melena), nyeri akut berhubungan dengan iritasu mukosa lambung, dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2000. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC Bulechek, Gloria. M, et al. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. United States of America: Elsevier. Dermawan,D. T. R. (2010). Keperawatan medikal bedah ( sistem pencernaan ). Yogyakarta: Gosyen Publishing. Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2014). NANDA International Nursing Diagnosis: Definitions & Classification, 2015-2017. 10 nd ed . Oxford: Wiley Blackwell. Kementerian Kesehatan RI. (2008). Profil kesehatan indonesia tahun 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Mansjoer, A. (2001). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Moorhead, Sue, et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) Sixth Edition. United States of America: Elsevier. Muttaqin, A. K. S. (2011). Gangguan gastrointestinal . Jakarta: Salemba Medika. Price, A. W. dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit . Jakarta: EGC. Priyanto, Agus dan Lestari, Sri. (2008). Endoskopi gastrointestinal . Jakarta: Salemba Medika. Saydam. (2011). Memahami berbagai penyakit (penyakit pernapasan dan gangguan pencernaan). Bandung : Alfabeta. Suyono, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.