LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN POST PARTUM DENGAN PERDARAHAN DI RUANG BOUGENVILLE RS R.A. KARTINI JEPARA
OLEH: RUYATI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS 2012
A. POST PARTUM SPONTAN I.
DEFINISI
Masa Masa post post partum partum adalah adalah masa masa pulih pulih kembali kembali mulai mulai dari dari persal persalina inan n selesai sampai saat alat kandungan kembali seperti pra hamil lama post partum yaitu 6-8 minggu, (Rustam M, 1998 : 115) Masa Nifas adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil dan lamanya masa nifas kurang lebih 6 minggu. (Departemen Kesehatan RI, 1979 : 191), Masa Nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu, (Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : 316)
II.
Etiologi
Nyeri Nyeri perine perineum um sebagai sebagai manife manifesta stasi si dari dari luka luka bekas bekas penjahi penjahitan tan yang yang dirasakan dirasakan klien akibat ruptur perineum pada kala pengeluaran, pengeluaran, yaitu yaitu bagian terdepan dari anak telah berada di dasar panggul. Ruptur perineum tidak selalu dihindarkan, tetapi dengan pertolongan yang baik pada waktu lahirnya anak robekan itu dapat dikurangi. Kalau terjadi robekan perineum, harus diperiksa dimana robekan itu, bagaimana panjangnya, bagaimana dalamnya dan rata atau tidak. Ruptur perineum harus secepat mungkin dijahit, sebab jika terlalu lama, luka baru itu akan menjadi luka lama yang mempunyai potensi untuk terkena infeksi. Dalam menjahitan harus dijaga kerapian dan kerapatannya, sehingga perineum perineum dapat rata kembali sebelum terjadi robekan. Adanya cedara jaringan lunak yang direkontruksi dengan benar dengan cara menjahit robekan perineum mempunyai resiko perdarahan dan infeksi luka. Untuk itu dibutuhkan teknik perawatan yang benar dan hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi dan luka jahitan perineum
I.
PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”. Disa Disamp mpin ing g
invo involu lusi si
terj terjad adii
peru peruba baha hann-pe peru ruba baha han n
pent pentin ing g
lain lain
yakn yaknii
memokon memokonsen sentra trasi si dan timbul timbulnya nya laktas laktasii yang yang terakhi terakhirr ini karena karena pengaru pengaruh h lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama. Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertus setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala. Nifas dibagi dalam tiga periode : I.
Post partum dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
II.
Post partum intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
III.
Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
III. PATHWAY
Bagian terdepan anak berada pada dasar panggul Kala pengeluaran Ruptur perineum
Tingkat I (robek pada bagian luar dan jaringan kulit)
Tingkat II (robek mengenai otot-oto)
Tingkat III (otot yang robek sampai dengan elevator ani)
Cedera jaringan lunak setelah persalinan Terjadi Perdarahan Reparasi dengan jahitan perineum
Cemas
II.
Nyeri
Resiko terjadinya infeksi
MEKANISME PERSALINAN
Gerakan utama pada mekanisme persalinan : 1. Engagement •
Diameter biporiental melewati PAP
•
Multipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
•
Multipara terjadi permulaan persalinan
•
Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP flexi ringan.
2. Descent •
Turunnya presentase pada inset
•
Synclitismens dan asynclitismus
3. Flexion Majunya kepala dasar panggul
mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau flexi (dagu lebih mendekati dada).
Keuntungan : Ukuran kepala yang lalui jalan lahir lebih kecil (D. Dob : 9,5 cm)
coklat.
III.
PENATALAKSANAAN POST PARTUM
1. Mobilisasi Karena habis bersalin Ibu harus beristirahat, disesuaikan dengan kondisi klien. Kemudian miring kanan dan miring kiri untuk mencegah terjadinya trombosit dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, kemudian hari ke-3 jalan-jalan dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang. 2. Diet Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori tinggi dari 3000 kalori, sebaiknya makan-makananyang mengandung protein banyak sayuransayuran dan buah-buahan, serta minum lebih dari 3000 cc. 3. Miksi Hendaknya BAK dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang waniita mengalami sulit kencing karena spasime. Muskulus ini selama persalinan dilakukan kateterisasi. 4. Defokasi BAB harus dilakukan 3-4 hari persalinan bila masih sulit BAB dan terjadi obstipasi apa bila keras dapat diberikan obat pencegahan per oral atau rektal. 5. Perawatan payudara Perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak keras, dan kering merangsang pengeluaran ASI sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. 6. Laktasi Ibu menghadapi masa laktasi sudah sejak dini ibu harus mengetahui terjadinya perubahan-perubahan pada kelenjar mamae, maka pada waktu post partum ibu harus bisa meneteki bayinya. Disamping ASI merupakan makanan utama bayi juga dapat menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayi.
B. PERDARAHAN POST PARTUM a. PENGERTIAN
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta.(3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15) Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.(2) Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : (4,6,7,8,9,15) a.
Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir. b.
Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang
terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
b. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah. (4,5,7) a.
Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : (7,8,10,11,12) 1) Manipulasi uterus yang berlebihan, 2) General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), 3) Uterus yang teregang berlebihan : a) Kehamilan kembar b) Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram ) c) polyhydramnion 4) Kehamilan lewat waktu, 5) Portus lama 6) Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ), 7) Anestesi yang dalam 8) Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ), 9) Plasenta previa, 10) Solutio plasenta, b. Tissue
1) Retensio plasenta 2) Sisa plasenta 3) Plasenta acreta dan variasinya. Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian
maka
akan
terjadi
perdarahan
yang
merupakan
indikasi
untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva ) b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta ) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
c. Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir: 1) Ruptur uterus 2) Inversi uterus 3) Perlukaan jalan lahir 4) Vaginal hematom Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tibatiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi : 1) Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut. 2) Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina. 3) Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina. Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah
persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. d. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa : 1) Hipofibrinogenemia, 2) Trombocitopeni, 3) Idiopathic thrombocytopenic purpura, 4) HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count ), 5) Disseminated Intravaskuler Coagulation, 6) Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
c. PATOFISIOLOGI
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum.
Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa
mendorong pada keadaan shock hemoragik.
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi
b.
Menentukan adanya gangguan kongulasi
Dengan hitung protombrin time
( PT )
dan activated Partial
Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.
e. PENATALAKSANAAN I.
Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepatmungkin.(11) Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian pokok : (9) a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat. 1) Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate 2) Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell 3) Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)
II.
Manajemen penyebab hemorraghe postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum : a. Atonia uteri Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.
b. Sisa plasenta Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.
Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi c. Trauma jalan lahir Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup.
Lakukan reparasi penjahitan
setelah
diketahui
sumber
perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan. d. Gangguan pembekuan darah Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( trombosit,fibrinogen). e. Terapi pembedahan 1) Laparatomi Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk
memudahkan mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica. 2) Ligasi arteri i.
Ligasi uteri uterine Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang
berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan. ii.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan iii.
Ligasi arteri iliaca interna Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua
traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi. 3) Histerektomi Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix,fornix vagina. Referensi pemberian uterotonica : (8) 1. Pitocin a. Onset in 3 to 5 minutes b. Intramuscular : 10-20 units c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour 2. Ergotamine ( Methergine ) a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour b. Onset in 2 to 5 minutes c. Kontraindikasi 1)
Hypertensi
2)
Pregnancy Induced hypertntion
3)
hypersensitivity
3. Prostaglandin ( Hemabate ) a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium b. Onset < 5 minutes c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg 4. Misoprostol 600 mcg PO or PR
ASUHAN KEPERAWATAN I. Pengkajian A. Pengumpulan Data
I. Identitas Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan, suku bangsa, status perkawinan, tanggal dan jam MRS, diagnosa medis II. Keluhan utama Biasanya klien mengeluh nyeri / ketidaknyamanan pada daerah kemaluannya setelah melahirkan. III. Riwayat penyakit sekarang IV. Riwayat kesehatan lalu Perlu ditanyakan mengenai kondisi penyakit sebelumnya seperti hipertensi, DM, Jantung atau keluhan yang lainnya. V. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien mengeluh nyeri pada bagian kemaluannya disaat klien bergerak dan berkurang apabila beristirahat. VI. Riwayat kesehatan keluarga Yang perlu ditanyakan adalah penyakit yang sifatnya menurun (hipertensi, DM, Jantung) dan penyakit menular serta mempunyai riwayat persalinan kembar. VII. Riwayat kesehatan psikososial Biasanya pasien dengan masa nifas mengalami kecemasan tentang keadaan bayinya serta nyeri pada daerah perineum. VIII. Pola-pola fungsi kesehatan IX. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan Karena kecemasannya terhadap jahitan perineum biasanya klien BAK atau BABnya menjadi sulit dan takut karena jahitannya dapat robek. Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan dan pengetahuan tentang cara vulva hygiene setiap BAK atau BAB agar dapat terjadi infeksi dan jahitannya dapat kering. X. Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya klien pada masa nifas mengalami peningkatan nafsu makan dan penurunan nafsu makan. XI. Pola eliminasi Pada penderita post partum sering terjadi adanya perasaan sering atau susah untuk BAK yang ditimbulkan oleh terjadinya odem dari trigono,
yang menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi. Selain itu klien takut BAB atau BAK karena jahitannya robek atau nyerinya bertambah. XII. Pola istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena merasakan nyeri pada perineum. XIII. Pola aktivitas dan latihan Biasanya klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan terbatas, misalnya makan, minum, duduk dan biasanya klien dengan nyeri perineum terjadi keterbatasan aktivitas. XIV. Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami nyeri pada perineum akibat luka jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri. Pada pola kognitif terjadi pada ibu primipara yang mengalami kecemasan atas nyeri yang dialaminya. XV. Pola persepsi dan kensep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehailannya lebih menjelang
persalinan.
Dampak
psikologisnya
adalah
terjadinya
perubahan konsep diri yaitu Body Image dan ideal diri. XVI. Pola reproduksi dan sexual Terjadi perubahan sexsual atau disfungsi sexual yaitu perubahan dalam hubungan sexual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. XVII. Pola hubungan dan peran Dalam hubungan peran biasanya mengalami sedikit gangguan karena masa nifas adalah masa dimana ibu harus istirahat dan melakukan aktivitas terbatas. XVIII. Pola tata nilai dan kepercayaan Klien dengan masa nifas tidak dapat melakukan ibadah, tetapi klien hanya bisa berdoa karena klien masih dalam keadaan bedrest dan belum bersih
B. Pemeriksaan fisik
1.
Kepala
Pada klien dengan nyeri perineum biasanya tidak terdapat kelainan pada kepala 2.
Lochea
Lochea rubra warna merah kehitaman 3.
Vulva
Vulva bersih dan biasanya tidak ada masalah 4.
Vagina
Dari vagina dapat dilihat ada tidaknya perdarahan, jumlah perdarahan dan ada / tidaknya fluor albus 5.
Uterus
Biasanya uterus lama kelamaan akan mengecil dan biasanya apabila ibu baru post partum tinggi uterus adalah 1 jari bawah pusat 6.
Perineum
Terdapat perobekan alami atau akibat episiotomi sehingga ini dapat menyebabkan nyeri 7.
Cervix
Biasanya ibu nifas, keadaan cervixnya menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensi lunak dan biasanya ada perobekan 8.
Payudara
Biasanya ibu nifas, payudaranya tegang dan membesar, puting susu menonjol, dan ini sebelumnya harus mendapatkan perawatan payudara agar tidak terjadi infeksi, lecet dan bendungan ASI
II. Analisa Data
Data yang terkumpul selanjutnya dikelompokkan, meliputi data subyektif dan obyektif untuk menentukan masalah data yang telah dikelompokkan dan ditentukan masalah keperawatannya kemudian ditentukan penyebabnya serta dirumuskan kedalam diagnosa keperawatan (Lismidar, 1990)
III. Diagnosa keperawatan
Adalah suatu pernyantaan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan yang ditetapkan berdasarkan analisa dan intervensi. Diagnosa yang muncul pada klien dengan nifas adalah : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya luka post partum, peregangan perineum, luka episiotomy. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubung dengan personal hygiene kurang. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang menyusui.
IV. Rencana keperawatan
Perencanaan
merupakan
tahap
kedua
dalam
menyusun
rencana
keperawatan yang dilaksanakan setelah mengumpulkan data, menganalisa data dan menetapkan diagnosa keperawatan serta menentukan pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah atau mengurangi masalahnya. Diagnosa keperawatan 1 :
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya luka post partum, peregangan perineum, luka episiotomi Tujuan
: Nyeri berkurang / menghilang
Kriteria hasil
: - Klien mampu beradaptasi dengan nyeri - TTV dalam batas normal - Wajah klien tidak menyeringai kesakitan - Klien tidak memegangi daerah yang sakit - Skala nyeri O
Rencana tindakan : 1. Lakukan pendekatan secara terapeutik pada pasien dan keluarga R/ : Diharapkan klien dan keluarga kooperatif dalam setiap tindakan yang akan dilakukan 2. Kaji tingkatan skal nyeri klien R/ : Untuk mengetahui tingkat ambang nyeri dengan mempermudah dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Berikan posisi yang nyaman pada pasien sesuai dengan keinginan ibu. R/ : Dengan memberikan posisi yang klien dapat beristirahat dan nyeri berkurang. 4. Ajarkan pada klien teknik relaksasi dengan nafas dalam R/ : Nafas dalam dapat membuat otot-otot abdomen rilex sehingga nyeri berkurang 5. Observasi TTV setiap 2 jam R/ : Untuk mengetahui kondisi dan keadaan pasien 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik R/ : Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan 2 :
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan personal hygiene kurang Tujuan
: Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
: - Bebas tanda-tanda infeksi (REEDA) - TTV dalam batas normal
- Tidak adanya PUS pada perineum - Luka jahit pada perineum baik dan tidak perdarahan Rencana tindakan : Observasi TTV R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda adanya infeksi Lakukan vulva Hygiene tiap selesai BAK dan BAB R/ : Meminimalkan terjadinya infeksi. Berikan penjelasan pada klien tentang cara melakukan vulva hygiene dengan benar R/ : Melatih personal hygiene Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Antibiotik R/ : Mencegah terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999 2. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional (April 27,2001) 3. Gabbe : Obstretics – Normal and Problem Pregnancies,4th ed.,Copyright © 2002 Churchil Livingstone, Inc. 4. Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan, SpOG 5. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer , Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan. 6. http://www.geocities.com/yosemite/Rapids/1744/clobpt12.html 7. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H DeCherney and Lauren Nathan , 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc. 8.
http://www.fpnotebook.com/OB16.htm, akses tanggal 29 Januari 2012.
9.
http://www.medicine.com/EMERG/topic481.htm , akses tanggal 29 Januari 2012.
10. http://www.pdpersi.co.id/? show=detailnews&kode=507&tbl=biaswanita, akses tanggal 29 Januari 2012. 11. http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/peds_hrpregnant/po spart.cfm, akses tanggal 29 Januari 2012. 12. http://www.rashaduniversity.com/poshem.html, akses tanggal 29 Januari 2012. 13. http://www.midwiferytoday.com/articles/hemoraghe.asp, akses tanggal 29 Januari 2012. 14. http://www.reproline.jhu.edu/english/6read/6issues/6jtn/v4/tn110he mor.htm, akses tanggal 29 Januari 2012. 15. http://www.pregnancy.about.com/cs/postpartumrecover/a/pph.htm, akses tanggal 29 Januari 2012.
16. Sastrawinata Sulaiman, Bagian Obstetri dan Ginekologi Obstetri Fisiologi 1903, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung. 17. Nasrul E, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta. 18. Lismidar, Proses Keperawatan, 1999, Jakarta.