BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lesi adalah istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh. Hal ini dapat terjadi karena proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, dan elektris, infeksi, masalah metabolism, dan autoimun. Tarsal Tunel Syndrom (TTS) atau disebut Syndrom Terowongan tarsal/Sindrom Kanal Tarsal merupakan kompresi neuropathy dan kondisi kaki yang menjadi nyeri akibat terjadinya penekanan pada nervus tibia yang melewati terowongan tarsal Pada pasien dengan kaki flat foot dapat mengalami kondisi tersebut akibat strain pada kaki dan perubahan rangkaian nervus dan tendon yang melewati kaki. Hal ini terjadi karena penekanan pada nervus tibialis. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan lesi N. Anterior Tibial ? 2. Apa yang dimaksud dengan lesi N. Musculocutaneus 3. Bagaimana proses fisioterapi pada Tarsal Tunnel Syndrome ? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui lesi N. Anterior Tibial. 2. Untuk mengetahui lesi N. Musculocutaneus. 3. Untuk mengetahui proses fisioterapi Tarsal Tunnel Syndrome.
BAB II PEMBAHASAN
A. Lesi N. Anterior Tibial (Deep Fibular/Peroneal Nerve) dan Lesi N. Musculocutaneus (Superficial Fibular/Peroneal Nerve) Lesi peroneal merupakan kelainan yang ditandai dengan penurunan fungsi sensorik dan motoric pada tungkai bawah kaki akibat lesi pada nervus peroneal. Ketidakmampuan untuk menaikkan bagian depan kaki karena terlalu lemah atau adanya kelemahan pada M. Tibialis Anterior yang berfungsi untuk dorso fleksi, sehingga jika berjalan kaki tampak diseret. 1. Anatomi DPN (Deep Peroneal Nerve) Deep Peroneal Nerve mengirimkan inervasi motoric pad a otot-otot anterior compartment, yaitu: a. Tibialis Anterior, b. Extensor Digitorum Longus, c. Extensor Hallucis Longus) dan d. fibularistertius (peroneus tertius)
Otot otot ini melakukan kerja dorsifleksi kaki pada sendi ankle. Pada saat pola berjalan (gait cycling), dorsi fleksi dibutuhkan pada saat: a. Ketika tumit menyentuh lantai di stance phase b. Saat swing phase Deep Peroneal Nerve merambat secara distal pada ankle joint, Os. Talus dan Os. Navicular mengikat nervus tersebut secara dorsal. Pada posisi ventral, serabut otot dan tendon ekstensor hallucis longus dan inferior extensor retinaculum melapisi nervus ini. Di bawah inferior extensor retinaculum, Deep Peroneal Nerve bercabang menjadi medial dan lateral. Pada cabang lateral melintas di bawah extensor retinaculum dan berinervasi pada M. Extensor Digitorum dan M. Hallucis Brevis, sedangkan pada cabang medial melintas dibawah tendon extensor hallucis brevis untuk mengirimkan sensasi pada kulit diantara jari kaki pertama dan kedua.
1
2. Anatomi SPN (Superficial Peroneal Nerve) N. Musculocutaeus atau Superficial Peroneal Nerve muncul dari d ari common fibular nerve pada kaki bagian proksimal dan melintasi kaki secara distal, melewati lateral compartment. Selain menjadi inervasi otot fibularis (peroneus longus dan brevis) di dalam lateral compartment pada kaki, nervus ini memberikan sensasi pada anterolateral kaki bagian lower kedua-ketiga dan dorsum dari foot. Nervus musculocutaneus menjadi superficial di dalam muskuler compartment yaitu sekitar 5cm diatas ankle joint dimana nervus tersebut menembus fascia agar menjadi subcutaneus. Nervus ini dibagi menjadi 2 batang terminals sensorik, yaitu: saraf intermediate dan medial dorsal cutaneus. Saraf intermediate dorsal cuatenus melintasi ruang metatarsal ketiga, lalu terbagi lagi menjadi batang dorsal digital untuk mengirim sensasi ke lateral 2 digit. Batang medial dorsal cutaneus melewati anterior aspek dari ankle di tendon common ekstensor, merampat paralel ke tendon ekstensor hallucis longus, dan membagi digital ke inferior retinaculum menjadi 3 batang dorsal digital. 3. Clinical Relevance dari Lesi N. Anterior Tibial (Deep Fibular/Peroneal Nerve) dan Lesi N. Musculocutaneus (Superficial Fibular/Peroneal Nerve) Drop foot (DF) merupakan gangguan yang melibatkan pergelangan kaki dan jari-jari kaki ke atas. Tingkat keparahan mulai berkisar dari sementara untuk kondisi permanen, tergantung pada kelemahan otot atau kelumpuhan. Salah satu faktor yang menyebabkan DF yaitu kerusakan saraf perifer. Dimana saraf perifer yang terkena adalah common peroneal nerve. Manifestasi klinis yang ditimbulkan sangat khas yaitu hilangnya fungsi motorik dari gerakan eversi dan ekstensi jari jari kaki dan dorsi fleksi secara keseluruhan ataupun sebagian dapat terjadi pada ketiga gerakan atau salah satunya. Fungsi sensoris yang terganggu yaitu pada
2
bagian area dorso lateral tungkai bawah dan maleolus lateral serta punggung pung gung kaki dan kelima jari. Pasien DF menimbulkan berbagai tingkat gangguan yaitu impairment, berupa kekuatan otot, keterbatan LGS (Lingkup Gerak Sendi), atrofi, dan juga berpotensial terjadinya kontraktur, fungsional limitation meliputi gangguan aktivitas sehari-hari karena keluhan tersebut pada tingkat partisipation restriction menyebabkan pola jalan berubah. 4. Etiologi Drop Foot
Cedera saraf: saraf peroneal merupakan cabang dari saraf sciatic yang membungkus dari belakang lutut ke belakang tulang lutut. Karena itu duduk dengan saat dekat dengan permukaan, dapat menyebabkan cedera Gangguan otak atau vertebrae kondisi neurologis yang dapat berkontribusi untuk drop foot: stroke, multiple sklerosis, CP Gangguan otot: otot melemah secara progresif Penyebab umum: sepatu yang ketat sehingga mengkompresi saraf di bawah ekstensor retinakulum
5. Gejala Drop Foot
Ketidakmampuan untuk menunjukkan jari jari kaki kearah tubuh atau dorsifleksi Nyeri
Kelemahan
Mati rasa
Hilangnya fungsi kaki
High-stepping walk (drop foot gait)
6. Proses Fisioterapi Anamnesis yaitu nama nyonya S, umur 57 th, perempuan, islam, alamat bekasi utara, pekerjaan pedagang. Keluhan Utama Merasa lemah pada kaki bagian kanan, kesulitan mengangkat kaki. Riwayat Penyakit Sekarang Sekitar 7 bulan yang lalu merasakan jimpi-jimpi pada kaki kanan, kemudian mjendapatkan terapi tapi belum ada perubahan. Lalu 4 bulan kemudian memeriksakan lagi ke poli dalam kemudia 2 bulan yang lalu memeriksakan ke poli saraf dan dirujuk ke poli fisioterapi 3
Pemeriksaan FT 1. Pemeriksaan Fisik Berisi tentang vital sign : HR 120/80 mmHg, denyut nadi 80 x permenit, pernafasan 20 x permenit, tinggi badan 165 cm, BB 55 kg 2. Inspeksi Inspeksi Statis : kondisi umum baik, ekspresi wajah pucat, saat berjalan memakai alat bantu, ada atropi pada tungkai bawah Inspeksi Dinamis : saat berjalan kaki diseret, kesulitan mengangkat kaki. Modalitas 1. IR (infra red) 2. ES (electrical stimulation) 3. Terapi Latihan:
Forced passive exercise
Resisted active exercise
Assisted active exercise
B. Tarsal Tunnel Sindrom Tarsal Tunel Syndrom (TTS) atau disebut Syndrom Terowongan tarsal/Sindrom Kanal Tarsal merupakan kompresi neuropathy dan kondisi kaki yang menjadi nyeri akibat terjadinya penekanan pada nervus tibia yang melewati terowongan tarsal. Pada flexor retinaculum memiliki keterbatasan untuk meregang, sehingga pada peningkatan tekanan akan menyebabkan nervus yang berada dalam terowongan tarsal tertekan (terkompresi). 1. Anatomi Kanal tarsal terbentuk dari tulang talus dan calcaneus pada dinding medial dan tulang tibial pada dinding medial bagian distal dan flexor retinaculum diluarnya. Kanal tarsal ini terletak sepanjang betis bagian dalam dibelakang malleolus medial. Rangkaian yang berada di dalamnya yaitu arteri tibia posterior, nervus tibia, tendon tibia posterior, posterior, flexor digitorum digitorum longus, longus, flexor longus hallucis melewati rangkaian dari terowongan tarsal. 2. Etiologi Tarsal Tunnel Syndrom (TTS) disebabkan oleh penekanan atau kompresi pada nervus tibia. Penekanan nervus tersebut terjadi akibat adanya trauma, varicosities, kaki varus dan valgus. Tarsal tunnel syndrome memiliki banyak kemungkinan penyebab dan dalam beberapa kasus dokter tidak dapat menentukan penyebab utama dari TTS. Orang dengan kaki flat foot dapat d apat mengalami kondisi tersebut akibat strain pada kaki dan perubahan rangkaian nervus dan tendon yang 4
melewati kaki. Hal ini terjadi karena penekanan pada nervus tibialis. Tumor pada area kaki dapat menghasilkan tekanan pada nervus. Abnormalitas lain pada area ini yang menyebabkan TTS meliputi varises, pembengkakan tendon, dan adanya osteofit. Proses penyakit sistemik seperti Rheumathoid Arthritis atau diabetes bisa menyebabkan atau meningkatkan kondisi ini. Inflamasi di sendi yang disebabkan oleh arthritis dapat memperkecil ruang untuk saraf, sehingga meningkatkan tekanannya. Pada diabetes vena dan arteri yang melewatinya bisa melebar karena kadar glukosa yang tinggi sehingga dapat meningkatkan tekanan pada saraf. Injury pada ankle menyebabkan bengkak disekitar sendi yang dapat menekan saraf di tibial. Fraktur atau dislokasi dapat menyebabkan pergeseran tunnel. 3. Proses Fisioterapi Identitas Nama: Wahyu Usia: 35 tahun Kelamin: laki-laki Pekerjaan: guru PNS Pemeriksaan Umum Keluhan Utama
Nyeri sekitar punggung kaki sampai ke jari jari kaki Lokasi keluhan punggung dan jari jari kaki
Pemeriksaan Khusus
Inspeksi: tidak kuat untuk berjalan
Palpasi: terdapat Oedem
Spesifik
Stretch test
Hold Relax
Contract Relax
Diagnosa
Nyeri pada otot paha bagian lateral sampai ke lutut yang diakibatkan iliotibial band syndrome Kelemahan otot otot paha bagian lateral akibat iliotibial band syndrome
5
Program FT
Jangka pendek:
Mengurangi ketegangan otot otot ITB dan jaringan sekitar
Mencegah komplikasi dan mengurangi oedem otot sekitar
Mengurangi nyeri disekitar paha dan lutut
Intervensi
a. Untuk Akut
RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) Prosedur: Untuk mengistirahatkan otot ankle dan jaringan sekitar serta memberikan stimulasi dingin agar otot – otot otot yang tegang menjadi rileks kembali. US (0,5 – 1 1 watt/cm2) : Untuk mengurangi perdangan dan mengurangi penebalan tendon.
b. Untuk Kronis
Manual Terapi : Massage, Transfer Friction, Stretching Tujuan : Untuk memberikan stimulasi rileksasi dan mengurangi nyeri pada otot – otot ankle. Terapi Latihan : PNF, Latihan Gait Tujuan : Untuk membantu/melatih pasien pada latihan berjalan menggunakan otot otot ankle. – otot
6
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Nervus peroneal bercabang menjadi Deep Peroneal Nerve (N. Tibialis Anterior) dan Superficial Peroneal Nerve (N. Musculocutaneus). Lesi pada nervus peroneal akan berdampak pada kedua cabang nervus dan menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan otot Tibialis Anterior yang berfungsi untuk dorso fleksi dan menyebabkan kelumpuhan pada otot fibularis yang berfungsi untuk plantar fleksi, sehingga dapat menimbulkan kelainan Drop Foot. Drop foot merupakan hilangnya fungsi motorik dari gerakan eversi dan ekstensi jari jari kaki dan dorsi fleksi secara keseluruhan ataupun sebagian dapat terjadi pada ketiga gerakan atau salah satunya. Kemudian fungsi sensoris yang terganggu yaitu pada bagian area dorso lateral tungkai bawah dan maleolus lateral serta punggung kaki dan kelima jari. Modalitas fisioterapi yang bisa digunakan untuk DF yaitu IR (infra red), ES (electrical stimulation), Terapi Latihan (Forced passive exercise, Resisted active exercise, Assisted active exercise). Tarsal Tunel Syndrom (TTS) merupakan kompresi neuropathy dan kondisi kaki yang menjadi nyeri akibat terjadinya penekanan pada nervus tibia yang melewati terowongan tarsal. Penekanan nervus tersebut terjadi akibat adanya trauma, varicosities, kaki varus dan valgus. Intervensi yang dapat dilakukan untuk DF yaitu untuk akut: RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation), US (ultra sound), dan untuk kronis: (Manual Terapi: Massage, Transfer Friction, Stretching), Terapi Latihan (PNF, Latihan Gait). B. Saran
Dari tugas makalah tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari. Seperti halnya dengan terselesaikannya makalah ini dapat menambah wawasan kita dan pemahaman kita mengenai lesi pada cabang saraf peroneal dan tarsal tunnel syndrome. Untuk itu kami menyarankan kepada para pembaca untuk tidak mengacu kepada makalah kami dan mencari referensi lain.
7
DAFTAR PUSTAKA http://teachmeanatomy.inf http://teachm eanatomy.info/lower-limb/n o/lower-limb/nerves/deep-fibul erves/deep-fibular/ ar/
8