TUGAS MAKALAH KELOMPOK OM (Lesi Multiple Akut dan Kronis)
Disusun Oleh : Kelompok 1
Apriko Merza
(04111004001)
Msy. Nurul Qomariah (04111004002) Zara Alviometha Alviometha Putri (04111004003) Yenni Amalia Bahar
(04111004004)
Chiance Ongtin
(04101004006)
Dosen Pembimbing : Drg. Sulistiawati
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013
LESI MULTIPEL AKUT DAN KRONIS ACUTE MULTIPLE LESIONS ( LESI MULTIPEL AKUT)
1. Acute Necrotizin g Ul cer ative Gin giviti s (ANUG) Penyakit ini dimulai dari satu reaksi akut dimana keadaannya didominasi oleh lesi ulseratif yang sangat sakit, nekrotik dan lesi membranosa sampai infeksi kronis dengan sedikit gejala. Sering ditemukan pada remaja dan dewasa muda.
Etiologi
Suatu gingivitis yang dikaitkan dengan sejumlah besar organisme Fusosipirochaeta dan Fusiformis anaerob. Faktor predisposisi, oral hygiene yang buruk, merokok, cacat kekebalan (jarang, termasuk AIDS). Faktor predisposisi penyakit ini antara lain : 1. Faktor Sistemik a. Nutrisi yang tidak memadai b. Penyakit hematology c. Istirahat yang tidak cukup d. Kebiasaan merokok
2. Faktor Lokal a. Perikoronitis Margin restorasi yang berlebihan Gingivitis marginalis
http://www.accentu8dental.com.au/page41.php
Manifestasi Klinik
1. Timbul tiba-tiba, rasa sakit, sensitifitas tinggi, hipersalivasi, perdarahan spontan dari jaringan gusi, kadang timbul kegoyangan gigi. Tanda-tanda yang sering terjadi adalah perdarahan gusi dan tumpulnya papilla interdental. 2. Lesi yang khas terdiri dari ; ulserasi yang dangkal dan nekrotik, paling sering timbul pada papila interdental dan margin gusi. Dapat terjadi pula pada bibir, pipi dan lidah dimana jaringan ini berkontak dengan lesi gingival atau setelah terjadinya trauma. 3. Lesi ulseratif dapat berkembang dan melibatkan prosesus alveolar disertai dengan sekuestrasi dari gigi dan tulang. Bila perdarahan gusi merupakan gejala yang paling menonjol maka gigi dapat terwarnai superfisial dengan warna coklat disertai bau mulut. 4. Nodus limfe regional biasanya sedikit membesar, kadang ditemukan limfadenopati yang mencolok, terutama pada anak-anak. 5. Bila terdapat demam, merupakan manifestasi penyakit sis temik yang menyertainya.
Terapi
1. Pada kunjungan awal gingival harus dibersihkan dengan irigasi maupun kuretase periodontal. Penyembuhan lesi sejalan dengan penghilangan faktor lokal. Penghilangan faktor lokal secara sempurna biasanya sulit dilakukan pada awal pertemuan karena adanya rasa sakit yang sangat hebat. Pada kunjungan pertama ini diberikan OHI. 2. Pemberian antibiotik biasanya tidak dibutuhkan untuk kasus-kasus ringan ANUG kecuali bila terjadi serangan luas pada gingival, limfadenopat atau tanda-tanda sistemik lainnya. Penisilin merupakan obat terpilih pada pasien yang tidak alergi terhadap penisili n. 3. Setelah penyakit sembuh, pasien harus kembali untuk menjalani evaluasi periodontal yang lengkap.
2. Er ythema M ulti forme
Merupakan suatu penyakit akut dari kulit dan membran mukosa yang dapat menyebabkan beberapa jenis lesi kulit. Gambaran khas terdapat lesi pada mulut, vesikel yang khas yang cepat pecah dan terdapat bula. Dapat terjadi sekali atau kambuh kembali.
Etiologi
1. Deposisi imun kompleks pada mikrovaskular superfisial dikulit dan mukosa. 2. Deposisi IgM dan C3 di pembuluh darah superfisialis. 3. Infeksi jamur, bakteri dan virus.
4. Dikaitkan dengan leiomyoma dari lambung dan uterus fibroma dari ovarium. 5. Penyakit Crohn dari usus besar, penyakit Addison, sarkoides dan karsinoma berhubungan pula dengan erythema multiforme. 6. Faktor stress dan emosional serta idiopatik.
http://canelukisari.blogspot.com/2010/04/erythema-multiforme.html
Manifestasi Klinik
1. Sering ditemukan pada anak kecil dan orang dewasa muda. 2. Penyakit ini memiliki suatu serangan akut atau eksplosif. Seorang pasien mungkin saja tidak bergejala dan dalam waktu kurang dari 24 jam akan memperlihatkan lesi yang eksplosif di kulit dan mukosa. 3. Bentuk paling ringan adalah makula serta papula dengan diameter 0,5 - 2 cm. Bentuk vesikobulosa muncul pada penyakit yang lebih berat dapat menyebabkan pengelupasan yang ekstensif dsari kulit dan menyebabkan ketidakmampuan yang hebat atau kematian akibat infeksi sekunder atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. 4. Daerah di kulit yang paling sering terserang adalah tangan, kaki dan permukaan ekstensor dari siku serta lutut. 5. Lesi erythema multiforme dapat mengambil banyak bentuk, tetapi target patognomonik harus dicari dalam penyakit ini. Lesi ini terdiri dari sebuah bula sentral atau daerah yang pucat dilelilingi oleh edema dan pinggiran kemerahan. Kadang-kadang lesi ini mengandung beberapa pinggiran merah yang konsentris. 6. Lesi dalam mulut biasanya muncul bersama lesi kulit. Bila lesi mulut ini dominan sekali dan tidak terdapat lesi target di kulit maka harus dapat dibedakan dengan infeksi herpes simpleks primer.
7. Gambaran histologik dari eritema multiforme di mulut tidak dianggap spesifik, akan tetapi adanya infiltrat limfositik perivaskular dan edema epitilial serta hiperplasia dianggap cukup untuk mencurigai adanya suatu erithema multiforme. 8. Serangan lesi cepat dimulai, diawali dengan bula dengan dasar kemerahan, mudah pecah menjadi ulser yang tidak teratur. Lesi erythema multiforme lebih sering terjadi pada bibir dan jarang mengenai gingival.
Terapi
1. Kasus ringan, diatasi dengan tindakan suportif yaitu obat kumur anestesi topikal dan diet lunak atau diet cair. 2. Terapi dengan cairan intravena jika terjadi ketidakseimbangan elektrolit. 3. Erythema Multiforme derajat sedang sampai berat dirawat dengan kortikosteroid jangka pendek.
3. Stomatiti s Al er gik a
Etiologi
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai substansi yang meliputi gigi tiruan dari bahan crom, cobalt, restorasi inlay, bahan soft lining gigi tiruan, permen karet, tambalan amalgam, gigi tiruan dari akrilik, jembatan cekat se mentara, dan pasta gigi, elastik ortodonti. Alergi kontak terhadap amalgam biasanya disebabkan oleh merkuri yang dibebaskan selama proses kondensasi. Alergi kontak dengan pasta gigi jarang ditemui tetapi bisa terjadi. Alergi ini diduga disebabkan oleh minyak kayu manis ( cinnamon Oil ) yang terdapat dalam pasta gigi.
http://b-health-news.blogspot.com/2012_04_01_archive.html
Manifestasi Klinik
Gambaran kliniknya meliputi pembengkakan, pecah-pecah, dan fisur di bibir, deskuamasi perioral serta edema, cheiletis angular, pembengkakan dari gusi serta ulser di mulut. Biasanya semua lesi menghilang dalam 1 minggu setelah penghentian pemakaian pasta gigi. Alergi terhadap akrilik biasanya akibat monomer bebas yang lazim dijumpai pada dokter gigi dan ara teknisi gigi. Gambaran klinisnya sulit dibedakan dari trauma, eritem, edema, dan kasus-kasus berat. Tetapi biasanya tanda khas dari penyakit ini adalah ulserasi di lokasi kontak. Keluhan yang khas yang terjadi pada kulit adalah gatal-gatal. Sedangkan pada mukosa mulut keluhan yang biasa dirasakan adalah rasa terbakar.
Prognosis
Prognosis stomatitis didasarkan pada masalah yang menyebabkan adanya gangguan ini. Infeksi stomatitis biasanya dapat disebabkan karena pengobatan atau bila masalahnya disebabkan oleh obat-obatan maka yang harus dilakukan dengan mengganti obat. Stomatitis yang disebabkan oleh iritasi lokal dapat diatasi dengan oral hygene yang bagus, memeriksakan gigi secara teratur, diet yang bermutu, dan pengobatan.
Diagnosa
Patch test merupakan satu-satunya yang dapat digunakan untuk membedakan lesi akibat alergi dengan lesi lainnya. Pada tes ini, alergen yang dicurigai diletakkan pada kulit normal yang tidak berambut. Substansi yang diuji, dibiarkan berkontak dengan kulit selama 48 jam. Kemudian patch ini diangkat, setelah 2 sampai 4 jam kemudian daerah tersebut diperiksa apakah daerah itu terdapat kemerahan yang menetap.
Terapi
Tergantung pada tingkat keparahan dari lesi. Pada kasus ringan, cukup dengan penghentian kontak dengan alergen. Pad kasus yang parah disertai dengan eritema atau ulser, aplikasi preparat kortikosteroid topikal akan sangat membantu.
4. Acute Vi ral Stomatiti s
Terdiri dari : a. Infeksi virus herpes simpleks primer
b. Infeksi coxsackie virus c. Infeksi virus varicella zoster
a. I nf eksi vir us her pes simpl eks pr im er
Riwayat dari penyakit akan dapat membantu dalam membedakan lesi infeksi HSV primer dari jenis yang lain dari suatu lesi multiple yang akut dalam mukosa mulut pasien yang memiliki gejala prodormal selama satu sampai dua hari dapat membedakan infeksi virus ini dari stomatitis alergika atau eritema multiforme. Riwayat tingkah laku seksual yang buruk untuk rekuren herpes labialis atau yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien yang menderita herpes primer atau herpes rekuren juga sangat membantu dalam menegakkan diagnosa.
Manifestasi Klinik
Kira-kira dalam waktu 1 sampai 2 hari setelah gejala prodormal, vesikel kecil akan muncul pada mukosa mulut. Vesikel ini cepat pecah dan menghasilkan suatu ulser diskret yang bulat dan dangkal yang dikelilingi oleh peradangan. Lesi-lesi ini terjadi pada semua bagian mukosa, seiring dengan berkembangnya penyakit, beberapa lesi akan berkumpul, membentuk beberapa lesi iregular yang lebih besar. Suatu kriteria penting adalah gambaran gingivitis marginal akut di seluruh mulut. Seluruh gingiva mulut edematous dan meradang. Beberapa ulser gingival yang kecil sering dijumpai.
Terapi
Terapi pada anak-anak kecil dan orang dewasa yang sehat pada dasarnya bersifat suportif yang meliputi pemberian aspirin atau asetaminofen untuk mengatasi demam dan cairan untuk mempertahankan hidrasi yang layak dan keseimbangan elektrolit. Jika pasien memiliki kesulitan untuk makan dan minum, maka perlu diberikan anestetik topikal yang diberikan sebelum makan misalnya dyclonine hydrochloride 0,5 %.antibiotik tidak membantu dalam terapi herpes rimer, dan penggunaan kortikosteroid merupakan suatu kontraindikasi.
b. I nf eksi Coxsackie vir us
Penyakit ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu A dan B. Jenis infeksi klinis di regio mulut biasanya disebabkan oleh kelompok Coxsackie virus A L Herpangina, penyakit tangan, kaki dan mulut, dan faringitis limfonodular akut.
Herpangina Penyakit ini mayoritas mengenai anak-anak, tetapi pada orang dewasa muda juga pernah dilaporkan. Infeksi dimulai dari gejala umum berupa demam, menggigil, dan anoreksia. Selain itu pasien juga akan mengeluh sakit tenggorokan, disfagia dan kadang-kadang sakit di mulut. Pemeriksaan dari mulut serta dinding faringeal posterior menunjukkan vesikel kecil, diskret dan bilateral yang kebanykan menyerang daerah faring posterior, tonsil, pilar-pilar fausia dan palatum lunak. Lesi jarang ditemukan pada mukosa bukal, lidah dan palatum keras . Dalam waktu 24 – 48 jam vesikel akan pecah, membentuk ulser kecil berdiameter 1-2 mm. Penyakit ini biasanya ringan dan akan sembuh tanpa diberi terapi dalam waktu 1 minggu.
Manifestasi Klinik
Penyakit ini ditandai dengan demam ringan, vesikel dan luser di mulut, dan makula non pruritus, papula dan vesikel terutama pada permukaan ekstensor dari tangan dan kaki. Lesi mulutnya lebih ekstensif dibandingkan dengan herpangina. Biasanya lesi terdapat di palatum keras, lidah serta mukosa bukal.
Terapi
Hanya bersifat suportif yang meliputi hidrasi yang selayaknya dan pemberian anestesi topikal bila pendertia mengalami kesulitan dalam makan dan minum. Penyakit kaki, tangan dan mulut.
Faringitis limfonodular akut
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis dari lesi ini berbeda dengan gambaran klinis yang dijumpai dalam herpangina dan penyakit tangan, kaki dan mulut. Dapat dijumpai nodul kuning keputihan yang menonjol dari jaringan di sekitarnya pada suatu dasar yang kemerahan pada dinding posteriornya. Tidak dijumpai lesi di mulut. Gejala dan tanda-tanda akan hilang dalam waktu 1-2 minggu.
Terapi
Hanya simptomatik.
c. I nf eksi vir us vari cell a zoster
Manifestasi Klinik
Ditandai dengan suatu erupsi yang sangat gatal di seluruh tubuh dan akan berkembang dengan cepat menjadi vesikel dengan dasar kemerahan dan dengan cepat pula mengalami ulserasi. Lesi herpes zoster mungkin hanya terbatas pada daerah mulut dan wajah. Semua daerah pada mukosa mulut dapat terkena. Lesi tidak terasa sakit. Periode prodormal selama 2-4 hari. Penyembuhan akan terjadi dalam waktu 2-3 minggu.
http://wijayalabs.com/2012/06/18/penyakit-herpes/
Terapi
1. Hanya simtomatik pada kasus yang tidak memberikan komplikasi di kulit dan mulut. 2. Vidarabine (Ara-A) atau acyclovire untuk pasien yang mengalami imunosupresi 3. Kortikosteroid, untuk pasien yang berusia diatas 60 tahun untuk mencegah terjadinya neuralgia Postherpetik. 5. Or al Ul cer Kar ena Kemoter api Kan ker
Kemoterapi adalah obat yang digunakan dalam terapi kanker untuk merusak, menekan dan mencegah penyebaran sel kanker yang berkembang biak dengan cepat. Obat-obat ini mempengaruhi sel kanker maupun sel normal dan dalam jumlah yang tertentu dapat menimbulkan efek samping terhadap mukosa oral dan gastrointestinal, folikel rambut, sistem reproduktif dan sistem hematopoitik. Kemoterapi ini menimbulkan efek samping atau komplikasi di rongga mulut. Risiko terjadinya komplikasi oral tergantung pada jaringan oral dan perubahan anatomi dan fungsi oral akibat kanker yang diderita. Komplikasi oral akibat kemoterapi dibagi atas 2 bentuk utama yaitu ; 1. Komplikasi dari obat kemoterapi yang langsung menimbulkan efek pada mukosa oral (direct stomatotoxity). 2. Efek dari perubahan mukosa (indirect stomatotoxity).
Efek stomatotoksitas langsung diantaranya adalah mukositis, xerostomia dan neurotoksik sedangkan efek stomatotoksitas tidak langsung adalah infeksi bakteri, virus dan fungi dan perdarahan akibat trombositopeni. Diantara komplikasi oral yang sering terjadi akibat kemoterapi adalah mukositis, xerostomia, neurotoksik, infeksi, perdarahan dan gangguan pengecapan. Manifestasi oral pada mukositis termasuk eritema, ulser, perdarahan, dan eksudat berupa cairan inflamasi.
Obat-obat kemoterapi sering digunakan untuk mencapai remisi pada tumor-tumor yang solid maupun keganasan hematologik. Empat jenis obat anti kanker utuma yaitu : alkylating agents, antimetabolite, antibiotik dan alkaloid. Salah satu dari efek samping yang biasa terjadi adalah ulser mulut multiple baik secara langsung maupun tidak langsung. Obat yang menyebabkan stomatitis secara tidak langsung akan mendepresi sumsum tulang dan respon imun yang menyebabkan suatu infeksi invasif pada mulut. Yang lainnya misalnya seperti methotrexate menyebabkan ulser mulut melalui efek langsung pada replikasi dan pertumbuhan dari sel-sel epitel mulut dengan menghambat sintesa protein dan asam nukleat sehingga mengakibatkan penipisan serta ulserasi dari mukosa mulut. Ulser di mulut mungkin merupakan tanda dini dari toksisitas obat dan dalam beberapa kasus dapat memaksa dilakukannya reduksi atas dosis obat-obat tersebut atau penghentian total dari terapinya. Lesi di mulut sebagai akibat tidak langsung dari obat kemoterapi tersebut ditandai dengan ulser nekrotik yang besar dan dalam yang sangat khas, tanpa disertai dengan kerusakan jaringan dan dengan dasar yang mengalami peradangan minimal yang dapat menyerang semua permukaan mukosa. Lesi-lesi tersebut dapat dibedakan secara klinis dari jenis yang lain, suatu ulser multiperl yang akut dengan riwayat baru mendapatkan kemoterapi dan melalui gambaran klinis dari lesi-lesinya. Semua ulser harus dikultur karena ulser tersebut sering terinfeksi dengan basilus gravidarum dan dapat menyebakan septikemia yang fatal. Ulser harus dibiopsi bila dicurigai telah terjadi infeksi jamur yang kronis. Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, kumurkumur dengan anestesi topikal seperti d yclonina atau diphenhidramine hydrochloride.
CHRONIC MULTIPLE LESIONS (LESI MULTIPEL KRONIS)
1. Pemphigus Vul garis
Pemphigus Vulgaris adalah suatu penyakit vesikulobulosa yang berpotensi fatal pada kulit dan mukosa. Pemphigus Vulgaris merupakan tipe paling umum dari pemphigus intraoral namun jarang ditemukan, biasanya terjadi antara usia 30 dan 50 tahun. Dapat dijumpai pada pasien lebih muda atau lebih tua, tetapi jarang terjadi pada pasien di atas usia 60 tahun. Dijumpai pada pria dan wanita dan biasanya terjadi pada pasien-pasien berkulit pucat, Yahudi atau berasal dari Laut Tengah.
Etiologi
1. Penyakit autoimun, dimana antibodi diarahkan pada protein desmoglein yg berhubungan dengan desmoglein 3 atau desmoglein 1. 2. Jarang disebabkan oleh obat (penisilamin) atau bahan lain.
Sumber : Burket’s Oral M edicin e Di agnosis & Tr eatment .
Gambaran Klinis 1. Lesi pada mulut dimulai dengan suatu bula dengan dasar yang tidak meradang, cepat
pecah. Sering ditemukan pada mukosa bukal, palatum dan gingival. 2. Lesinya terjadi akibat destruksi dalam lapisan sel spinosum. 3. Lesi berbentuk bula berdinding tipis pada kulit atau mukosa normal. Bula ini dengan
cepat akan pecah dan terus meluas di bagian perifernya dan akhirnya akan menghasilkan suatu daerah yang luas dan terkelupas dari kulit tersebut. 4. Tanda khas nicolsky positif.
Diagnosis Banding
Erythema multiforme
Pemphigoid Membran Mukosa (Cicatrical)
Erosive lichen planus
Reaksi obat Paraneoplasik pemphigus
Perawatan
Immunosupresi dengan kortikosteroid
Prednisone, azathioprine, mycophenolate mofetil,cyclophosphamide
Immunosupresi dengan plasmapheresis
Prognosis
Sedang
Sekitar 5% mortalitas sekunder untuk jangka panjang mengalami komplikasi sistemik terkait kortikosteroid
2. Pemph igus Vegetan
Merupakan varian yang relatif jinak daripada pemphigus vulgaris, dimana pasien menunjukkan kemampuan sembuhnya pada daerah yang sudah mengalami denudasi. Etiologi dari Pemphigus Vegetan yaitu penyakit autoimun. Ada 2 bentuk pemphigus vegetan yang sudah dikenal yaitu : a. Jenis Neumann Jenis Neumann lebih sering terjadi dan lesi yang dini akan terlihat mirip dengan lesi yang dijumpai pada pemphigus vulgaris dengan bula yang besar dan daerah yang mengalami denudasi. Daerah tersebut akan berusaha untuk sembuh dengan membentuk vegetasi dari jaringan granulasi heperplastik. b. Jenis hallopeau. Pada jenis haallpeau, lesi dininya berbentuk pustula bukan bula. Pustula ini disusul dengan verukosa, vegetasi hiperplastik.
Sumber : vi sual photo.com
Gambaran Klinis
1. Lesi mulut sering dijumpai pada kedua bentuk dari pemphigus vegetan. 2. Lesi gingival digambarkan sebagai ulser seperti kisi-kisi dengan permukaan purulen dengan dasar yang merah. Lesi gingivanya memiliki gambaran granular atau batu kerikil. 3. Lesinya dapat juga terdapat pada mukosa bukal dan sublingual.
4. Lesi gingival memiliki dasar kemerahan dan memiliki suatu permukaan yang kusut dengan bercak-bercak putih
Perawatan
Seperti pemphigus vulgaris, sifat kronis dari lesi yang multiple ini memberikan kesan sebagai pemhigus sehingga harus dilakukan biopsi.
3. Pemphi goid Bul osa
Pemphigoid bullosa, yaitu tipe yang lebih jarang terjadi dari pemphigoid vulgaris dan pemphigoid vegetan, terjadi pada kulit dan rongga mulut, tidak mempunyai predileksi jenis kelamin atau ras. Biasanya terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun dan pada orang dewasa di atas 60 tahun. Penyakit ini bersifat self limiting dan jarang yang bertahan lebih dari 5 tahun.
Etiologi
Tidak diketahui, akan tetapi antibodi dalam sirkulasi yang melawan antigen zona membrana basalis dapat dideteksi pada diri penderitanya. Tidak ada predisposisi seksual ataupun ras dalam penyakit ini.
Sumber : mayocli ni c & medicaler a
Gambaran Klinis
1. Pada pemphigoid defek pertamanya lebih cenderung subepitelial di regio membrana basalis. 2. Tidak akan ada tolisis dan tidak ada tanda-tanda nikolsky. 3. Gejala mulut agak jarang pada pemphigoid bulosa.
4. Lesi mulut paling sering terjadi pada mukosa bukal. Lesinya lebih kecil, terbentuk lebih lambat, dan tidak begitu sakit dibandingkan dengan lesi yang dijumpai dalam pemphigus vulgaris. 5. Lesi gingivanya terdiri dari edema yang menyeluruh, peradangan dan deskuamasi disertai dengan pembentukan vesikel yang diskret.
Perawatan
1. Kortikosteroid sistemik dengan dosis yang rendah dan waktu yang lebih singkat. 2. Immunosupresi dengan kortikosteroid. 3. sulfone dan sulfapyeridine.
4. Pemphigoid M embran M ukosa Jin ak / Cycatri cal Pemphigoid
Pemphigoid membran mukosa adalah penyakit subepithelial autoimmune kronik yang mempengaruhi membran mukosa dari pasien di atas usia 50 tahun, menyebabkan ulserasi pada mukosa dan jaringan parut. Lesi mulut merupakan tanda yang paling sering ditemukan dan mulut mungkin merupakan satu-satunya tempat yang terserang. Diawali dengan erosi non spesifik yang mirip dengan pemphigus atau sebagai vesikel yang utuh. Tidak jarang dijumpai erosi pada pipi dan vesikel pada palatum. Merupakan penyakit yang terjadi lebih lambat dibanding pemphigus dan lesinya lebih kecil dan jarang yang meluas. Lesi gingival digambarkan sebagai suatu bentuk gingivitis deskuamatif.
Etiologi
Memiliki tanda-tanda autoimmune. Tidak jarang terjadi. Terutama mengenai wanita setengah baya atau lanjut usia.
Sumber : or al medici ne
Tanda Klinis
Mulut lepuh ( kadang terisi darah), di daerah manapun, terutama di daerah yang terkena trauma. Ulser dapat sembuh disertai jaringan parut, sering terlihat desquamative gingivitis. Disertai juga dengan lesi konjungtiva yang mengganggu penglihatan (entropion atau simbleparon), lesi laring yang menimbulkan stenosis.
Perawatan
Perawatan pemphigoid membran mukosa tergantung berat dari gejalanya. Ketika lesi terbatas pada mukosa oral, kortikosteroid sistemik akan menekan pembentukannya, tetapi klinisi harus mempertimbangkan manfaat dan bahaya dari efek yang ditimbulkan obat tersebut. Pasien dengan penyakit yang ringan harus dirawat dengan steroid topikal dan intralesional. Ketika terapi topical atau intralesional tidak berhasil, terapi dapsone mungkin dibutuhkan. Dalam kasus yang berat steroid sistemik mungkin dibutuhkan 40-60 mg prednisone untuk mengontrol penyakit dan dosisnya harus dikurangi secara perlahan-lahan sampai mencapai dosis terendah untuk mengontrol gejala-gejalanya.
5. L ichen Planus Er osif dan Bul osa
Linchen planus, merupakan lesi permukaan yang bersifat bilateral. Manifestasinya berupa cincin atau renda berwarna putih atau abu-abu, dan sebaiknya dibiopsi, karena diduga merupakan prakeganasan. Lichen planus lazimnya berlokasi di mukosa bukal, lidah, gingival, dan bibir serta kulit. Penyakit ini dapat diambil dengan terapi laser atau diseset. Dalam beberapa kasus, lesi yang dimulai dari vesicle atau bullae: ini diklasifikasikan sebagai “ lichen planus bulosa”. Dalam kebanyakan kasus, penyakit yang dikarakteristikkan sebagai ulser disebut “ lichen planus erosif”. Erosif lichen planus dihubungkan dengan terapi obat, gangguan medis, dan reaksi terhadap dental restorasi.
Etiologi
Biasanya tidak ditemukan faktor penyebab. Sebagian kecil diantaranya disebabkan oleh: obat, penyakit host vs graft. Lichen planus jarang menyerang bibir atau kulit wajah. Sering terutama pada wanita setengah baya dan lanjut usia.
Sumber: oral medici ne
Sumber : cli ni cal outl in e of oral pathology
Gambaran klinis
Lesi mungkin tidak terasa sakit, sering berupa striae putih jarang berupa erosi, plak berwarna putih, daerah-daerah berwarna merah, ulkus dalam mulut, papula berwarna keunguan pada kulit. Lesi cenderung bilateral. Keadaan ini bisa asimptomatik, disertai rasa pegal atau nyeri. Erosi tidak teratur, sakit dan sulit dihilangkan, dengan lapisan kekuningan dan seringkali berhubungan dengan lesi putih. Erosif lichen planus dikarakteristikkan berdasarkan adanya vesicle, bullae, atau ulser dangkal irregular pada mukosa mulut. Lesi biasanya hadir beberapa minggu atau bulan. Bulosa lichen planus belakangan ini sangat jarang terjadi, oral bullae banyak ditemui di mukosa bukal dan muncul seperti plak bullous bergelatin disekitar erythema. Memiliki sedikit kemungkinan perubahan keganasan (1%).
Perjalanan penyakit
Penyakit berlangsung lama, responsive terhadap pemberian preparat steroid topical.
Perawatan
Jika ada gejala, pasien dengan lichen planus berat harus diberi terapi obat. Terapi terpilih untuk penyakit ini adalah berikan kortikosteroid topikal (misal krem atau salep betametason
valerat 0,1%), kadang-kadang steroid intra lesional dapat digunkan untuk lesi indolen. Dalam kasus eksaserbasi yang hebat, steroid sistemik mungkin dapat dipertimbangkan untuk jangka waktu pendek.
Daftar Pustaka
1. Lewis, Michael A.O dan Richard C.K. Jordan. 2012. Oral Medicine. USA: Manson Publishing Ltd. 2. Cawson, R. A, C. Scully. 2013. Atlas Bantu Kedokteran Gigi: Penyakit Mulut . Jakarta: Hipokrates. 3. Greenberg, Martin S, DDS, Michael Glick, DMD. 2003.
Burket’s Oral Medicine
Diagnosis & Treatment . Spanyol: BC Decker Inc. 4. Lewis R. Eversole. 2011. Clinical Outline of Oral Pathology. USA : PMPH-USA, Ltd. 5. Asdie, Ahmad H. 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 6. Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery). Jakarta : EGC. 7. Miller, Craig S, Robert P. Langlais. 2000. Atlas Berwarna: Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates. 8. Prescott SL, Tang LK. The Austalasian Society of Clinical Immunology ang Allergy position statement : Summary of allergy prevention in children. MJA 2005;182(9):464-7 9. Treister NS, Bruch JM. 2010. Clinical oral medicine and pathology. New York: Humana Press.
10. Sonis ST, Costa JW, Kufe at al .Oral Complication of Cancer Therapy. In Cancer Medicine : Cancer Medicine. Hamilton : BC Decker Inc., 2003 : 2371-2378.