LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL HEWANI
PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM DENGAN PERBEDAAN KONSENTRASI MINYAK NABATI SEBAGAI EMULSIFIER
Oleh:
DISUSUN OLEH: WILLIAM SAPUTRAJAYA G.
6103010032
PRICILIA MONIKA P.
6103010057
DIAN IVANA Y
6103010064
DEA SUSANTO
6103010103
Tanggal : 25 MARET 2013 KELOMPOK C-3
ASISTEN: IR. THOMAS INDARTO PUTUT SUSENO M.P.
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA SURABAYA 2013
I.
TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan Instruksional Umum
Memahami proses dan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengolahan sosis, serta pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk yang dihasilkan. Tujuan Instruksional Khusus
Memperoleh ketrampilan laboratoris tentang urutan kerja pengolahan sosis dan analisis kimia dan fisika produk yang dihasilkan.
Menyebutkan dan menjelaskan faktor yang berpengaruh pada proses pengolahan sosis dan mutu produk yang dihasilkan.
Mampu mengolah sosis ayam dan mengetahui pengaruh pengunaan minyak nabati sebagai emulsifier.
Mengetahui konsentrasi minyak nabati yang terbaik yang dapat digunakan dalam pembuatan sosis ayam, agar menghasilkan produk akhir yang berkualitas.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging atau ikan yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu – bumbu dan dimasukkan dalam selongsong yang berasal dari usus hewan atau selongsong sintetis dengan atau tanpa dimasak, dan atau tanpa diasap (Hadiwiyanto, 1983) . Sosis adalah salah satu jenis produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi (diatas pH isoelektrik). Nilai pH sosis ditentukan oleh pH daging yang dipakai dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-rigor (Suparno, 1998). Menurut Forrest et al (1975) Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water) yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang bertindak sebagai emulsifier sehingga protein air dalam adonan sosis akan membuat matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang
stabil.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kestabilan
emulsi
yang
berhubungan dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang ditambahkan, jenis minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak
atau minyak tersebut. Protein yang berperan sebagai emulsifier dalam pembuatan sosis adalah protein aktin dan miosin pada daging yang bersifat larut dalam garam. Oleh sebab itu stabilitas sistem emulsi pada sosis sangat penting yang berkaitan dengan mutu produk. Sosis yang merupakan salah satu bentuk produk emulsion meat dalam pembuatannya juga memanfaatkan bahan tambahan lain untuk menghasilkan sifat fisikokimiawi dan organoleptik pada sosis. Bahan penyusun yang dipilih dan digunakan dalam proses bervariasi, sesuai dengan produk yang diinginkan (Kramlich, et al .,1973). Bahan – bahan dalam pembuatan sosis antara lain: 1.
Daging Pada pembuatan sosis digunakan jenis daging tak berlemak, yaitu daging yang mengandung sedikit lemak dan merupakan sumber protein yang sangat berperan terhadap kestabilan emulsi dan membentuk sifat produk akhir. Selama pembentukkan emulsi sosis, protein daging berfungsi mengikat air dan mengemulsi lemak, (Naruki, 1992).
2.
Lemak Penambahan lemak dalam pembuatan sosis dapat meningkatkan palatability sosis. Tenderness dan juiceness dari sosis masak dipengaruhi oleh kandungan lemak, akan tetapi jumlah lemak yang berlebih menyebabkan emulsi sosis tidak stabil. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng mempunyai fungsi sebagai media penghantar panas , penambah rasa gurih , serta penambah nilai gizi dan kalori pada bahan pangan yang digoreng (Hui , 1992).
3.
Bahan pengisi ( Filler ) Bahan pengisi adalah bahan yang mengandung karbohidrat yang dapat menyerap air secara maksimal, berperan kecil sebagai pengemulsi. Beberapa produk yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi, antara lain: tepung terigu, tepung tapioka, tepung kentang, dan remahan roti (FAO, 2005).
4.
Bahan pengikat ( Binder ) Bahan pengikat adalah bahan non-daging yang berprotein tinggi, yang dapat meningkatkan pengikatan air dan membantu dalam pengikatan bahan – bahan
dalam sosis sehingga terbentuk struktur sosis yang kompak. Tapioka adalah salah satu bahan pengikat pada sosis. Sosis sebagai produk emulsi ditentukan oleh kemampuan saling mengikat diantara bahan-bahan yang digunakan, oleh sebab itu digunakan suatu bahan yang mampu mengikat dan berperan sebagai stabilitas emulsi , misalnya tepung tapioka. Tapioka mempunyai amilopektin tinggi , tidak mudah menggumpal , daya lekatnya tinggi , tidak mudah pecah , atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relatif rendah (Prinyawiwatkul , 1997). Pati Tapioka mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu , pati tapioka mempunyai kadar amilosa sebesar 17%23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52°C – 64°C (Hui , 1992). Selain tapioka, bahan lain yang berfungsi sebagai pengikat adalah susu skim. Susu skim membantu pengikatan air dan minyak karena susu skim mengandung protein yang juga mampu berperan sebagai stabilizer . 5.
Es Dalam pembuatan sosis dilakukan penambahan air dalam bentuk es. Menurut Kramlich (1973), penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein serabut otot, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan emulsi yang terbentuk (Price dan Schweigert, 1987). Kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis. Kadar air yang dihasilkan berasal dari es yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan kandungan air yang tinggi.
6.
Garam Penambahan garam dimaksudkan untuk membentuk larutan garam yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, memberi flavor dari bahan- bahan yang digunakan, serta berfungsi sebagai pengikat. (Hui,1992)
7.
Bumbu Penambahan bahan penyedap dan bumbu ditujukan untuk menambah atau meningkatkan flavour (Soeparno, 1998). Selain itu, menurut Kramlich, et al. (1973), beberapa bumbu mempunyai sifat sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat perkembangan ransiditas lemak. Bumbu yang digunakan adalah merica dan bawang putih. Biasanya fungsi dari penambahan merica adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas. Bawang putih juga berfungsi sebagai peningkat flavour. Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen sulfur. Bawang putih dapat menghasilkan enzim alicin dimana enzim tersebut berperan dalam memberi aroma bawang putih serta merupakan salah satu zat aktif anti bakteri. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam.
III.
ALAT DAN BAHAN a) Alat:
- Kompor “ Rinnai”
- Meat processor (chopper)
- Baskom stainless steel
- Serbet
- Baskom plastik
- Solet dan sutil
- Sendok
- Pisau stainless steel
- Piring plastik
- Telenan
- Piring kaca
- Sarung tangan plastik/karet
- Nampan plastik
- Label
- Saringan stainless steel
- Gelas ukur 10 mL “ Iwaki”
- Wajan stainless steel
- Pipet tetes
- Kertas timbang
- Gunting
- Timbangan digital
- Freezer
- Refrigerator
- Gelas beker 100 mL
- Sentrifuse “Hehich”
- Kuisioner
- Tabung sentrifuse
- Batang pengaduk
- Vortex
- Ulekan
“Iwaki”
b) Bahan:
- Daging ayam (dada)
- Es batu
- minyak sayur
- Air mineral
- Selongsong (selulose)
- Tali
- Garam dapur
- Susus Skim
- Merica bubuk
- Tepung Tapioka
- Ketumbar sangrai bubuk IV.
CARA KERJA
Daging ayam 1 kg Pembagian menjadi 4 perlakuan @250
Minyak goreng 37 5 mL
Minyak goreng 50 mL
8 g Garam 8 g Gula 2 g Merica 5 g Bawang putih 8,75 g Susu skim 75 g Es batu 25 g Tepung tapioka
Minyak goreng 62 5 mL
Penghancuran
Pencampuran
Pengisian dalam selongsong
Pengukusan, 20’
Sosis ayam
Pengamatan: Obyektif: Tekstur, WHC, Kestabilan emulsi
Minyak goreng 75 mL
V.
DATA HASIL PENGAMATAN
Kestabilan Emulsi
Volume Berat Sosis Stabilitas Emulsi (%) Berat Minyak Sosis Sebelum Setelah Sebelum Setelah Goreng Awal (g) dikukus (g) dikukus (g) dikukus dikukus (mL) 37,5 10 9,6 8,7 96% 87% 50 10 8,6 8,8 86% 88% 62,5 10 8,1 8,7 81% 87% 75 10 9,2 8,6 92% 86% Contoh perhitungan sampel 1 (32,5 mL minyak goreng):
()
() ()
WHC
Volume Volume Berat Volume air yang WHC Rata-Rata WHC tersisa (mL) Minyak Air Sosis Goreng Awal Awal Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah (mL) (mL) (g) dikukus dikukus dikukus dikukus dikukus dikukus 4,8 3,4 4% 32% 37,5 5 5 6% 32% 4,6 3,4 8% 32% 4,5 3,3 10% 34% 50 5 5 11% 35% 4,4 3,2 12% 36% 4,4 3,2 12% 36% 62,5 5 5 13% 37% 4,3 3,1 14% 38% 4,5 2,8 10% 44% 75 5 5 9% 43% 4,6 2,9 8% 42% Contoh perhitungan sampel 1 (32,5 mL minyak goreng) sebelum dikukus:
()
( ) ( )
Kode Tekstur 642 579 901 813 Tekstur (objektif) Sampel 642 901 813 579
Keterangan Minyak 50 mL Minyak 75 mL Minyak 37,5 mL Minyak 62,5 mL
Penetrometer 1,03 0,24 0,47 0,94
Kode Rasa 451 895 784 369
1,02 0,22 0,59 1,00
Keterangan Minyak 50 mL Minyak 75 mL Minyak 37,5 mL Minyak 62,5 mL
Rata-rata 0,993333 0,206667 0,536667 0,926667
0,93 0,16 0,55 0,84
OneWay ANOVA
Nilai_Tekstur Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 1.208 .030 1.238
df
Mean Square 3 .403 8 11
F 107.177
Sig. .000
.004
Nb : sig. < 0,05 H1 diterima, h0 ditolak terdapat pengaruh penggunaan konsentrasi minyak nabati yang berbeda terhadap tekstur sosis yang dihasilkan.
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Dependent Variable:Nilai_Tekstur (I) Kode_tekst ur 579.00
(J) Mean Kode_tek Difference stur (I-J) Std. Error LSD 642.00 -.06667 .05006 813.00 .39000 .05006 901.00 .72000 .05006 642.00 579.00 .06667 .05006 813.00 .45667 .05006 901.00 .78667 .05006 813.00 579.00 -.39000 .05006 642.00 -.45667 .05006 901.00 .33000 .05006 901.00 579.00 -.72000 .05006 642.00 -.78667 .05006 813.00 -.33000 .05006 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Sig. .220 .000 .000 .220 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Homogeneous Subsets Nilai_Tekstur Subset for alpha = 0.05 Kode_tekstur N 1 2 3 a Duncan 901.00 3 .2067 813.00 3 .5367 579.00 3 .9267 642.00 3 .9933 Sig. 1.000 1.000 .220 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -.1821 .0488 .2746 .5054 .6046 .8354 -.0488 .1821 .3412 .5721 .6712 .9021 -.5054 -.2746 -.5721 -.3412 .2146 .4454 -.8354 -.6046 -.9021 -.6712 -.4454 -.2146
Uji Organoleptik Tekstur
Nama Gita Debrina Gaby Ire Dina Vista Emilia Monique opan Melisa Inge Ria Rachel Stief Henry Arnold Edo Rosalin Melisa Stphen
642 4 3 2 2 4 5 3 4 3 2 5 4 5 3 3 3 2 4 3 3
Tekstur 579 901 3 5 3 5 3 4 2 4 3 2 1 5 2 2 2 3 2 1 1 4 4 5 3 2 4 5 2 4 2 3 2 2 1 4 3 5 3 4 2 4
813 4 2 4 3 3 2 1 2 3 2 4 3 4 3 3 4 3 2 3 4
ANOVA
nilai_tekstur Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
17.538
3
5.846
Within Groups
78.850
76
1.038
Total
96.388
79
F 5.635
Sig. .002
Nb : sig. < 0,05 H1 diterima, h0 ditolak terdapat pengaruh penggunaan konsentrasi minyak nabati yang berbeda terhadap tekstur sosis yang dihasilkan.
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
Dependent Variable:nilai_tekstur (I) (J) Mean kode_tek kode_tek Difference stur stur (I-J) Std. Error Sig. LSD
579.00
642.00 813.00
642.00
813.00
901.00
-.95000 -.55000
901.00
-1.25000
579.00
.95000
95% Confidence Interval Lower Bound
.32210 .004 -1.5915
-.3085
.32210 .092 -1.1915
.0915
.32210 .000 -1.8915
-.6085
.32210 .004
.3085
1.5915
813.00
.40000
.32210 .218
-.2415
1.0415
901.00
-.30000
.32210 .355
-.9415
.3415
579.00
.55000
.32210 .092
-.0915
1.1915
642.00
-.40000
.32210 .218 -1.0415
.2415
901.00
-.70000
.32210 .033 -1.3415
-.0585
579.00
1.25000
.32210 .000
.6085
1.8915
.32210 .355
-.3415
.9415
.32210 .033
.0585
1.3415
642.00 813.00
.30000 .70000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets nilai_tekstur
Subset for alpha = 0.05 kode_tekstur Duncana
N
1
2
579.00
20
2.4000
813.00
20
2.9500
642.00
20
901.00
20
Sig.
Upper Bound
3
2.9500 3.3500
3.3500 3.6500
.092
.218
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.
.355
Uji Organoleptik Rasa
Rasa
nama
451 4 3 4 2 4 4 4 4 3 3 5 4 5 4 5 4 4 3 4 4
Gita Debrina Gaby Ire Dina Vista Emilia Monique opan Melisa Inge Ria Rachel Stief Henry Arnold Edo Rosalin Melisa Stphen
895 4 5 4 5 3 4 3 4 4 5 5 4 5 3 4 4 4 4 5 4
784 5 4 4 3 3 5 3 4 2 2 5 3 4 5 4 3 4 4 3 3
369 4 4 2 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5 3 4 2 2 4
ANOVA
nilai_rasa Sum of Squares Between Groups
Df
Mean Square
2.550
3
.850
Within Groups
52.200
76
.687
Total
54.750
79
F 1.238
Sig. .302
Nb : sig. > 0,05 H0 diterima, h1 ditolak tidak terdapat pengaruh penggunaan konsentrasi minyak nabati yang berbeda terhadap tekstur sosis yang dihasilkan.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets nilai_rasa
Subset for alpha = 0.05 kode_rasa
N
1
Duncana 784.00
20
3.6500
369.00
20
3.8500
451.00
20
3.8500
895.00
20
4.1500
Sig.
.085
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000. VI.
PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dibuat sosis dari daging ayam dengan perlakuan pada jumlah penambahan minyak. Minyak yang digunakan disini adalah minyak nabati. Perlu diketahui bahwa sosis merupakan produk dengan sistem emulsi minyak dalam air sehingga perlu ditambahkan minyak untuk membentuk sistem emulsi tersebut. Minyak berpengaruh terhadap kelezatan, keempukan, dan juiciness sosis, serta berperan dalam menstabilkan emulsi sosis. Pada umumnya, jumlah penambahan minyak menurut Koswara (1992) berkisar 5-25% dari berat total sosis. Pengamatan sosis dilakukan terhadap tekstur (penetrometer), Water Holding Capacity (WHC), kestabilan emulsi, serta uji organoleptik yang meliputi tekstur dan rasa. Minyak yang digunakan adalah minyak goreng yang berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak goreng yang digunakan adalah 32,5 mL, 50 mL, 62,5 mL, dan 75 mL. Perbandingan volume minyak inilah yang digunakan sebagai perlakuan dalam pembuatan sosis ayam.
WHC Water Holding Capacity atau yang disebut daya ikat air merupakan kemampuan daging untuk mengikat air atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar misalnya pemotongan daging, pemanasan,
penggilingan, dan tekanan. Besar kecilnya WHC dapat mempengaruhi warna, tekstur, kekenyalan, juiceness, dan keempukan (Forrest et al., 1975). Minyak memegang peranan besar dalam produk sosis. Dalam sistem emulsi sosis, minyak bertindak sebagai fase diskontinyu. Minyak merupakan penentu utama dalam keempukan dan juiciness. Bila kadar minyak meningkat, maka keempukan dan juiciness akan meningkat (Naruki, 1991). Dengan adanya kandungan minyak yang tinggi mengakibatkan globula lemak masih ada yang belum terikat dan dapat membentuk globula lemak yang lebih besar dan mudah terpisahkan dari adonan. Hasil pengamatan WHC dari sosis ayam meliputi WHC sebelum dikukus dan WHC setelah dikukus. Perlakuan 1 dengan volume minyak 32,5 mL, perlakuan 2 dengan volume minyak 50 mL, perlakuan 3 dengan volume minyak 62,5 mL, dan perlakuan 4 dengan volume minyak 75 mL. Untuk WHC sosis sebelum dikukus berturut-turut dari perlakuan 1 hingga perlakuan 4 adalah 6%, 11%, 13%, dan 9%. Sedangkan untuk WHC sosis setelah dikukus berturut-turut dari perlakuan 1 hingga perlakuan 4 adalah 32%, 35%, 37%, dan 43%. Tinggi rendahnya WHC sosis lebih dipengaruhi oleh kadar protein daging, itu sebabnya pada saat penggilingan diberi penambahan es, yaitu supaya protein daging tidak banyak terdenaturasi (karena suhu dingin) selama penggilingan, sehingga daging masih dapat mengikat air dan menghasilkan tekstur sosis yang baik. Dari hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa sosis sebelum dikukus memiliki WHC yang sangat rendah jika dibandingkan dengan sosis setelah dikukus. Hal ini disebabkan karena pada saat sosis sebelum dikukus kemampuan dalam mengikat air hanya dipengaruhi oleh protein dalam daging. Protein yang terkandung dalam daging ayam relatif kecil akibatnya menghasilkan WHC yang kecil pula sedangkan pada saat setelah dikukus, protein daging akan bereaksi dengan pati yang ditambahakan sehingga saat terkena panas pati akan tergelatinisasi dan membentuk kompleks pati-protein yang mampu mengikat air lebih besar dibandingkan dengan protein ayam saja.
Kestabilan Emulsi Stabilitas emulsi adalah kemampuan protein untuk mempertahankan sistem emulsi terhadap perlakuan panas. Kestabilan emulsi diukur dengan memberikan sentrifugasi pada produk sosis, dan kadar minyak yang terlepas menunjukkan nilai kestabilan emulsi sosis yang dihasilkan. Semakin tinggi jumlah minyak yang terlepas maka emulsi yang dihasilkan semakin tidak stabil dan mudah pecah. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh kemampuan daging dalam menstabilkan antara lemak dan air yang ada di daging sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Apabila proporsi protein daging dan lemak tidak sesuai, nilai kestabilan emulsi sosis akan menurun, dan sosis menjadi keras (kurang elastis). Apabila terlalu banyak lemak, sebaliknya maka sosis akan banyak kehilangan air saat pengukusan dan menjadi keriput. Sistem emulsi sosis adalah minyak dalam air, lemak merupakan penyusun utama dalam sosis dan sebagai komponen struktural utama sosis. Dari hasil praktikum, emulsi sosis yang paling stabil berturut-turut dari sosis sebelum dikukus adalah dari perlakuan 1 sebesar 96%, perlakuan 4 sebesar 92%, perlakuan 2 sebesar 86%, dan perlakuan 3 sebesar 81%. Sedangkan untuk sosis setelah dikukus didapatkan hasil dari yang paling stabil yaitu pada perlakuan 2 sebesar 88%, perlakuan 1 dan 3 sebesar 87%, dan perlakuan 4 sebesar 86%. Dengan semakin banyaknya proporsi lemak, maka sistem emulsi akan semakin stabil, karena dengan semakin banyaknya lemak, maka gugus hirofobik akan semakin banyak pula sehingga proporsi air menjadi semakin sedikit. Selain itu, digunakan bahan pengikat dan bahan pengisi yang dapat membantu stabilitas emulsi sosis, yaitu tepung tapioka sebagai bahan pengisi dan susu skim sebagai bahan pengikat. Kestabilan emulsi sosis juga dipengaruhi oleh protein sebagai emulsifier, sebab protein merupakan senyawa poliionik dengan sifat aktif permukaan yang dapat membantu pembentukan dan penstabilan emulsi minyak dalam air. Protein yang terdapat dalam sosis berasal dari daging, dan jenis protein yang memiliki daya emulsifikasi dan stabilitas yang paling baik adalah protein miofibril (Kahoni, 1991). Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Carballo, dkk (1996), sumber protein lain
yang dapat digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan sosis adalah putih telur, akan tetapi dalam praktikum tidak diberikan penambahan putih telur. Semakin tinggi kestabilan emulsinya, maka air yang diikat oleh lemak juga semakin kuat dan tidak mudah terlepas, sehingga WHC-nya juga semakin tinggi. Namun, hasil percobaan berkebalikan, hal ini mungkin disebabkan karena kesalahan pengukuran, di mana supernatan yang diambil tidak maksimal (tidak terambil semua), sehingga hasilnya pun tidak akurat.
Rasa Pengujian rasa sosis ayam dilakukan dengan uji kesukaan oleh panelis sebanyak 20 orang. Dari hasil data pengamatan organoleptik sosis ayam tidak terdapat perbedaan yang nyata pada rasa sosis ayam. Rasa dari sosis ayam dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan pada proses pembuatan seperti garam, bawang putih, dan bumbu-bumbulainnya. Perbedaan yang dilakukan pada pembuatan sosis ayam adalah jumlah minyak sayur yang ditambahkan sebagai pengganti lemak untuk emulsi pada sosis ayam sehingga hal ini tidak terlalu mempengaruhi rasa karena jumlah bahan lain yang ditambahkan proporsinya sama. Namun bila dilihat dari hasil penilaian panelis (jumlah nilai rata-rata kesukaan panelis) sosis ayam yang paling disukai adalah dengan penambahan minyak sayur 75 mL sedangkan yang paling tidak disukai adalah sosis ayam dengan penambahan minyak sayur 32,5 mL. Adanya perbedaan ini karena minyak ikut menyumbang rasa lezat pada sosis sehingga menambah rasa sosis ayam.
Tekstur Pada sosis ayam faktor yang mempengaruhi tekstur dapat berasal dari jumlah lemak, jumlah pati yang ditambahkan, serta daging yang digunakan dalam pembuatan sosis. Pati yang ditambahkan berfungsi sebagai filler yang akan membantu membentuk kepadatan dari sosis ayam serta membantu mengikat air dan meningkatkan viskositas dari sosis sehingga emulsi dapat terjaga. Penggunaan pati dapat mempengaruhi tekstur sosis menjadi semakin
keras karena adanya pati yang mengikat air. Lemak pada sosis dapat membantu dalam proses emulsi serta membentuk tekstur sosis yang padat karena sifatnya yang padat pada suhu ruang. Penggunaan minyak sayur sebagai pengganti lemak mengurangi nilai tekstur sosis karena minyak sayur cair pada suhu ruang dan sulit memadat sehingga kurang dapat membentuk emulsi sosis dengan baik. Bagian daging yang digunakan juga mempengaruhi tekstur karena kadar dan jenis protein pada tiap bagian daging ayam berbeda. Berdasarkan hasil uji organoleptik tekstur terhadap 20 panelis ternayata terdapat beda nyata pada perlakuan sosis ayam dengan penambahan jumlah minyak sayur yang berbeda. Semakin banyak jumlah minyak yang ditambahkan semakin tidak disukai oleh panelis hal ini karena tekstur sosis yang dihasilkan semakin lembek. Hal ini juga sejalan dengan hasil pengukuran tekstur pada penetrometer sosis dengan penambahan minyak sayur 75mL memberikan hasil yang besar yaitu 0,926667 dimana semakin besar angka berarti kekerasan sosis makin kecil atau semakin lunak. Penambahan minyak yang banyak tidak membantu dalam pembentukan tekstur sosis karena minyak sendiri tidak memadat namun malah membuat sosis tampak berminyak berlebihan dan lembek. Pada uji organoleptik tekstur sosis ayam terdapat beda nyata antara penambahan minyak 75 mL dan penambahan minyak 32,5 mL. Namun tidak terdapat perbedaan nyata pada perlakuan penambahan minyak 50 mL dan 62,5 mL dengan perlakuan lainnya. Perlakuan yang paling disukai panelis adalah dengan penamabahan minyak 32,5 mL dan yang paling tidak disukai adalah dengan penambahan minyak 75 mL. Berdasarkan hasil uji pada penetrometer tekstur paling keras ada pada sosis ayam dengan penambahan minyak 32,5 mL lalu berurutan perlakuan dengan penambahan minyak 62,5 mL, 50 mL, dan 75 m L.
VII.
KESIMPULAN
WHC sosis sebelum dikukus tertinggi adalah sosis dengan penambahan minyak goreng 62,5 mL (13%).
WHC sosis setelah dikukus tertinggi adalah sosis dengan penambahan minyak goreng 75 mL (43%).
Sosis yang memiliki stabilitas emulsi yang paling tinggi sebelum dikukus adalah sosis dengan penambahan minyak goreng 37,5 mL (96%) dan setelah dikukus adalah sosis dengan penambahan minyak goreng 50 m L (88%).
Rasa sosis dengan perlakuan perbedaan jumlah minyak tidak memberikan perbedaan yang nyata.
Tekstur sosis dengan jumlah minyak yang besar dapat memberikan nilai tekstur yang lebih baik.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Carballo, J., P. Fernandez., G. Barreto., M.T. Solas dan F. Jimenez Colmenero. 1996. Morphology and Teksture of Bologna Sausage as Related to Content of Fat, Starch and Egg White. J of Food Sci 61:652-655. Food and Agricultural Organization. 2005. Small-Scale Sausage Production. http://www.fao.org/docrep/003/x6556502.htm Forrest, CJ., E.D. Aberle, H.B. Hendricle, M.D. Judge, and R.A. Merkel. 1975. Principle of Meat Science. San Fransisco, USA: W.H. Freeman and Co. Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil
–
Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur.
Yogyakarta: Liberty. Hui , F H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons , Inc. USA Kahoni, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Daging Kramlich, W. E., A. M. Pearson, dan F. W. Tauber. 1973. Processed Meats. Westport Connecticut, The AVI Publishing Company, Inc. Naruki, S. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Daging. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Price, J. F. dan B. S. Schweigert. 1987. The Science of Meat and Meat Products 3rd ed . Westport Connecticut, The AVI Publishing Company, Inc. Priyawinatkul , W. 1997. Optimizing Aceeptability of ChickenNuggets Containing Fermented Courpea and Peanuts Flours . Journal of Food Science 62 : 889-882 Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.