SEKOLAH TINGGI TI NGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI S-1 FARMASI
LAPORAN PRAKTIKUM UJI AKTIFITAS DIURETIK PADA HEWAN PERCOBAAN KELINCI
PENYUSUN NURYANTI 10012030 BOGOR 2013
KATA PENGANTAR
Laporan ini disusun dalam rangka pemenuhan rangkaian penilaian Mata Kuliah praktikum farmakologi bagi mahasiswa Semester V Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor tahun ajaran 2012/2013. Garis besar laporan ini meliputi pendahuluan, pembahasan, simpulan dan daftar pustaka. Puji dan syukur penyusun panjatkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat disusun. Pada kesempatan ini penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu demi tersusunnya laporan ini khususnya Bapak Sudrajat Sugiharta selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan. Laporan yang penyusun susun ini tidaklah lepas dari kesalahan, mengingat kemampuan dan pengetahuan penyusun yang terbatas. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik pembaca yang dapat membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor,27 Januari 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................. ...............................................
ii
PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar belakang ............................................... ........ ...........
1
B. Tujuan dan manfaat ................................................. ...........
2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................
3
A. Mekanisme kerja obat diuretik ...........................................
3
B. Penggolongan diuretic .......................................................
4
C. Toksisitas diuretic ................................................................
5
D. Penggunaan obat diuretic .................................................. ..
6
E. Masalah yang timbul pada pemberian diuretic……………
7
F. Obat – obat diuretic ................................................... ...........
8
BAB I
BAB II
BAB III ALAT,BAHAN dan METODE .............................................
10
A. Alat ....................................................................................
10
B. Bahan .................................................................................
10
C. Metode .................................................. .............................
10
BAB IV HASIL ......................................................................................
11
PEMBAHASAN ......................................................................
13
BAB VI KESIMPULAN .......................................................................
14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
iii
LAMPIRAN ................................................ ...............................................
iv
BAB V
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang lebih banyak. Jika pada peningkatan ekskresi garam-garam, maka diuretika ini dinamakan 3
saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit)
Walaupun kerjanya pada ginjal,diuretika bukan ‘obat ginjal’,artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika diperlukan dialysis,tidak dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urin dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus 2
sehingga memperburuk insufisiensi ginjal . Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume 3
darah (dekstran), atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alkohol) . Fungsi utama ginjal adalah memelihara kemurnian darah dengan jalan mengeluarkan semua zat asing dan sisa pertukaran zat dari dalam darah dimana semuanya melintasi saringan ginjal kecuali zat putih telur dan sel-sel darah. Fungsi penting lainnya adalah meregulasi kadar garam dan cairan tubuh. Ginjal merupakan organ terpenting pada pengaturan homeostasis, yakni keseimbangan dinamis antara cairan intra dan ekstrasel, serta pemeliharaan volume total dan susunan cairan ekstrasel. Hal ini terutama tergantung dari jumlah ion Na+, yang untuk sebagian besar 3
terdapat di luar sel, di cairan antar sel, dan di plasma darah .
1
2
B. Tujuan percobaan
1. Untuk mengetahui efek dari obat diuretik pada hewan percobaan 2. Untuk mengetahui volume urine yang dihasilkan oleh hewan akibat pemberian obat diuretic 3. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari obat diuretic
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme kerja obat diuretik
Kebanyakan diuretika bekerrja dengan mengurangi reabsorbsi natrium, sehingga pengeluaranya lewat kemih dan demikian juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni di : 1. Tubuli proksimal ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang disini direabsorbsi +
secara aktif untuk kurang lebih 70%, antara lain ion-Na dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmosis (manitol, sorbitol) bekerja di sini dengan merintangi reabsorbsi air dan juga natrium. 2. Lengkungan henle Dibagian menaik dari Henle’s loop ini k,l. 25% bsorbsi pasif dari Na
+
+
dan K tetapi tanpa hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetamida dan etakrinat, bekerja -
terutama di sini dengan merintangi transpor Cl dan demikian +
+
reabsorbsi Na . pengeluaran K dan air juga diperbanyak. 3. Tubuli distal +
Dibagian pertama segmen ini, Na direabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis.sentawa thiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan memperbanyak +
–
eksreksi Na dan Cl sebesar 5-10%. Dibagian kedua segmen ini, ion +
Na
ditukarkan
dengan
3
ion
K
+
atau
4
+
NH4 ; proses ini dikendalikan oleh hormon anak-ginjal aldosteron antagonis aldosteron (spironolacton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triateren) bertitik kerja disini dengan mengekibatkan +
+
ekskresi Na (5%) dan retensi- K . 4. Saluran pengumpul Hormon antidiuretika ADH (vasoprin) dari hipofisis bertitik kerja disini dengan jalan memengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini. B. Penggolongan Diuretik
Pada umumnya diuretik dibagi dalam beberapa kelompok, yakni : 1. Diuretik lengkungan/diuretic kuat Furosemid, Bumetanida dan Etakrinat. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat ( 4-6 jam ). Mekanisme bekerja pada lengkungan Henle dengan cara mereabsorsi kurang lebih 25% semua ion yang telah difiltrasi secara aktif kemudian disusul dengan reabsorbsi pasif dari dan
tetapi
pengeluaran dan air juga diperbanyak. 2. Derivate thiazida Contohnya : hydroklorthiazid,klortalidon,mefrusida,indapamida ,xipamida dan klopamida. Efeknya lebih lemah dan lambat, tetapi bertahan lebih lama +
(6-8 jam ). Mekanismenya : bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi Na +
pada tubuli distal dan berakibat retensi K karena pada tubuli distal terjadi +
+
pertukara Na dengan K . 3. Diuretic penghemat kalium / antagonis aldosteron Antagonis aldosteron contohnya : spironolakton, kankrenoat , amilorida, dan triamteren. Efek-efek obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Mekanismenya : bekerja pada tubuli distal dengan cara menukarkan ion dengan ion atau proses ini dikendalikan oleh kelenjar anak ginjal aldosteron. Dimana aldosteron menstimulasi reabsorbsi
dan ekskresi
, proses ini
5
dihambat secara kompetetif ( saingan ) oleh obat-obat ini mengakibatkan ekskresi kurang dari 5% dan retensi . 4. Diuretika osmotis Contohnya : manitol, sorbitol,urea,glycerin,isosorbid. Obat-obat ini hanya reabsorbsi sedikit oleh tubuli hingga reabsorbsi air juga terbatas. Efeknya adalah dieresis osmotif dengan sekresi air kuat dan relatif sedikit ekskresi mekanismenya : menigkatkan tekanan osmotic sehingga air yang direabsorbsi sedikit ,golongan ini menyebabkan ekskresi air tinggi +
dengan sedikit ekskresi Na . Digunakan : untuk menurunkan tekanan caira dan tekanan intraocular ,volume cairan cerebrospinal dan cairan intracranical . 5. Penghambat karbonanhidrase : Contohnya : Asetozolamide. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrose ditubuli proksimal. Mekanismenya : bekerja pada tubuh proksimal dengan merintangi enzim karbonanhidrase sehingga karbonat, diekskresikan lebih banyak bersamaan dengan air. C. Toksisitas diuretik
Pada pengobatan hipertensi, sebagian besar efek samping yang lazim terjadi adalah deplesi kalium. Walaupun hipokalemia ringan dapat ditoleransi oleh banyak pasien , hipokalemia dapat berbahaya pada pasien yang menggunakan digitalis, pasien dengan aritmia kronis, pada infarktus miokardium akut atau disfungsi ventrikel kiri. Kehilangan kalium diimbangi dengan reabsorpsi natrium. Oleh karenanya ,pembatasan asupan natrium dapat meminimalkan kehilangan kalium. Diuretik glukosa, dan peningkatan konsentrasi lemak serum. Diuretik dapat meningkatkan konsentrasi uric acid dan menyebabkan terjadinya gout (pirai). Penggunaan dosis rendah dapat meminimalkan efek metabolik yang tidak diinginkan tanpa mengganggu efek 1
antihipertensinya .
6
D. Penggunaan obat diuretic
1. Hipertensi dengan cara mengurangi volume darah sehingga tekanan darah turun. 2. Gagal jantung Cirinya peredaran darah tidak sempurna dan terdapat cairan berlebihan pada jaringan. Contohnya : udem,paru-paru,sindrom nefrotik,cirosis hati. E. Masalah yang timbul pada pemberian diuretic
1. Hipokalemia Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretic adalah : a. Peningkatan aliran urin dan natrium di tubulus distal, meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. b. Peningkatan kadar bikarbonat (muatan negatip meningkat) dalam tubulus distal akibat hambatan reabsorbsi di tubulus proksimal oleh penghambat karbonik anhidrase akan me-ningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. c. Diuretik osmotik akan menghambat reabsorbsi kalium di tubulus proksimal. d. Diuretik loop juga menghambat reabsorbsi kalium di thick ascending limb 2. Hiperkalemia Pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan kadar kalium darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spiro-nolakton, Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton ber-gantung pada tinggi rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene tidak tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi kalium di tubulu s distal. 3. Hiponatremia Tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat memberikan gejala-gejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar natrium (kurang dari 12 jam), kadar
7
natrium < 110 meq/L, terdapat gejala susunan saraf pusat, merupakan pertanda buruk akibat hponatremia. Keadaan ini harus di-tanggulangi secepatnya 4. Deplesi cairan Pengurangan cairan ekstraseluler merupakan tujuan utama dalam pemakaian diuretik. Keadaan ini sangat menguntungkan pada edema paru akibat payah jantung. Pada keadaan sindrom nefrotik, terutama dengan hipoal-buminemi yang berat, pemberian diuretik dapat menimbulkan syok atau gangguan fungsi ginjal. 5. Gangguan keseimbangan asam basa Diuretik penghambat karbonik anhidrase dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat dua proses di atas. Diuretik potassium¬sparing menghambat sekresi ion¬H se-hingga dapat menyebabkan asidosis metabolic. 6. Gangguan metabolic a. Hiperglikemi Diuretik
dapat
menyebabkan
gangguan
toleransi
glukosa
(hiperglikemi). Hipokalemia akibat pemberian diuretik di-buktikan sebagai penyebab gangguan toleransi ini (respon insulin terhadap glukosa pada fase I dan fase II terganggu). b. Hiperlipidemia Trigliserida, kolesterol, Chol¬HDL, Chol¬VLDL akan meningkat dan Chol¬HDL akan berkurang pada pemberian diuretik jangka lama c. Antagonis Aldosteron akan menghambat ACTH, meng-ganggu hormon
androgen
(anti
androgen).
Mengakibatkan
terjadinya
ginekomastia atau gangguan menstruasi. d. Hiperurikemia Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Karena terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi melalui
8
glomerulus
berkurang
dan
absorbsi
oleh
tubulus
meningkat.
Dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya hipo-natremi. e. Hiperkalsemia Pemberian diuretik tiasid akan meninggikan kadar kalsium darah. Ekskresi kalsium melalui urin akan berkurang. Peninggian kalsium darah ini disebutkan juga mempunyai hu-bungan dengan keadaan hiperparatiroid. f.
Hipokalsemia Diuretik loop menyebabkan hipokalsemi akibat peningkatan ekskresi 5
kalsium melalui urin .
F. Obat-obat diuretic Furosemid
Gambar II.1 rumus bangun furosemid Farmakokinetik furosemid 1. Onset diuresis
: Oral antara 30-60 menit, im 30 menit, iv 5 menit.
2. Efek puncak
: Oral dicapai 1-2 jam setelah pemberian.
3. Durasi
: 6-8 jam, iv 2 jam.
4. Absorpsi
: Oral 60-67%
5. Ikatan dengan protein : >98% 6. T1/2 disease 9 jam.
: Fungsi ginjal normal 0,5-1,1 jam, end-stage renal
9
7. Eliminasi
: 50% dari pemberian oral atau 80% iv diekskresikan
melalui urin setelah 24 jam.
BAB III ALAT,BAHAN DAN METODE A. Alat
1. Timbangan digital 2. Spuit 1cc 3. Beaker glass B. Bahan
1. Kelinci 2. Suspensi Na CMC 0,5% 3. Furosemid injeksi C. Metode
1. Kelinci dipuasakan selama 16 jam (tetap diberikan minum) 2. Pada ke 2 ekor kelinci masing-masing diberikan tanda 3. Kelinci di timbang dan bobotnya dicatat 4. Kelinci dikelompokkan menjadi : a. Kelinci 1 diberikan Na CMC 0,5% secara intraperitoneal sebanyak 8ml b. Kelinci 2 diberikan injeksi furosemid 40mg/kgBB manusia secara intra peritoneal sebanyak 0,584ml 5. Waktu keluarnya urin diamati 6. Diukur volume urin kelinci selama 4 jam selang waktu 20 menit
10
BAB IV HASIL A. Pembuatan sediaan furosemid injeksi
Sediaan (10mg/ml)
0,5mg/ml
10 x (x) = 0,5 x 10 X
= 0,5ml
Jadi furosemid yang di ambil dalam sediaan seban yak 0,5ml dan dilarutkan dengan aqua dest hinggal 10ml. B. Perhitungan konversi dosis
Bobot kelinci uji
= 156,5gram
Furosemid 40mg/kgBB manusia : 40 x 0,07 = 2,8mg/1,5kgBB Volume injeksi :
x 156,5 = 0,584ml
C. Tabel bobot kelinci dan volume pemberian obat
Kelinci
Bobot
Na CMC
Furosemid
1 (control)
147,6
8ml (PO)
-
2 (uji)
156,5
-
0,584ml
Tabel IV.1 bobot kelinci dan volume pemberian obat
11
12
D. Tabel data pengamatan
Waktu
Control
Faeces
Uji
faeces
20’
-
+
5ml
-
40’
-
-
-
-
60’
-
-
-
-
80’
-
-
-
-
100’
-
+
-
+
120’
4,3ml
-
-
-
140’
-
-
-
-
160’
-
+
-
-
180’
-
+
-
+
200’
2ml
+
-
+
220’
-
+
-
+
240’
-
-
-
-
Tabel II.2 data pengamatan waktu pengeluaran urin dan faeces Keterangan : + (terdapat faeces pada kelinci)
BAB V PEMBAHASAN
Furosemid merupakan diuresis kuat yang bekerja pada lengkung henle, mula kerjanya cepat ± 0,5 – 1 jam bertahan 4 – 6 jam. Kelinci yang dilakukan pengujian di puasakan terlebih dahulu selama 16 jam tetapi tetap di beri minum untuk mencegah sebelum diberikan obat untuk menghilangakn factor makanan. Namun walaupun demikian factor variasi biologis dari hewan tidak dapat di hilangkan sehingga factor ini relative dapat mempengaruhi hasil.Pada kelinci control hanya diberikan Na CMC secara per oral dan pada mencit uji di berikan injeksi furosemid secara intra peritoneal,lalu diamati frekuensi pengeluaran air kemih selama 4 jam @ 20menit. Berdasarkan percobaan, kelinci pertama sebagai kelinci kontrol yang tidak diberi furosemid mengalami pengeluaran urine seperti biasanya. Pada kelinci kedua peningkatan urin yang dikeluarkan menunjukkan bahwa furosemid telah bekerja. Karena memberikan volume yang lebih besar dari kelinci kontrol. Dan kelinci uji yang diberikan furosemid hanya menunjukkan efek pada 1 jam pertama saja. Hal ini sesuai dengan teori sebab furosemid mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, sedangkan melaui injeksi dalam beberapa menit dan 2,5 jam 3
lamanya . Namun pada kelinci uji pengeluaran urin hanya terjadi pada 20 menit pertama saja,seharusnya jika diberikan injeksi furosemid yang definisinya saja adalah memperbesar volume pengeluaran urin,kelinci uji ini masih bisa mengeluarkan urin dalam jangka waktu 2,5 jam sebelum efek furosemid melemah,hal ini kemungkinan terjadi karena kesalahan dalam proses penginjeksian yaitu furosemid tidak masuk semua ke pembuluh darah ( ada volume yang tumpah ). Furosemid merupakan diuretik yang efek utamanya pada pars asendens ansa henle. Obat-obat yang bekerja di salah satu bagian nefron ini memiliki efektivitas yang tertinggi dalam memobilisasi Na+ dan Cl- dari tubuh sehingga merupakan diuretic yang paling efektif dalam meningkatkan volume urin. Hal ini disebabkan karena pars asendens bertanggung jawab untuk reabsorpsi 25-30% NaCl yang disaring.
13
BAB V KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan,didapatkan hasil bahwa furosemid mula kerjanya sangat pesat,di buktikan dengan langsung terjadinya proses berkemih dalam waktu 20 menit pertama pada kelinci uji,sedangkan pada kelinci control yang hanya diberikan Na CMC secara per oral mengalami proses berkemih secara normal.
14
BAB VI DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik . Jakarta : Salemba Medika. 2. Mutschaler,Ernst.1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Bandung : ITB.
3. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting , PT Gramedia ; Jakarta. 4. Mycek, M. J., Harvey, R.A., Champe, P. C. (1997). Farmakologi Ulasan Bergambar . Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Widya Medika. Hal. 230-231. 5. Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar. (2008). Masalah Penggunaan Diuretika.www.kalbe.co.id.
iii
LAMPIRAN
iv