Laporan Pendahuluan Thypoid Fever (Demam Thypoid) A. Konsep Penyakit 1. Definisi
PengertianDemam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenaisaluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih d ari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk, 2005, hal 152). Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejalad emam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpagangguan kesadaran (Rampengan, 2007). Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonellatyphi (Ovedoff, 2002:514). 2. ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun, ini akan dapat menginfeksi orang lain. Adapun beberapa macam dari salmonella typhi adalah sebagai berikut: a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: 1) Antigen O(somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida) 2) Antigen H(flagella) 3) Antigen K(selaput) dan protein membrane hialin. b. Salmonella parathypi A c. Salmonella parathypi B d. Salmonella parathypi C
3. Patofisiologi
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endo toksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal. Di usus ini kuman menularkan endtoksin sehingga bakteriema primer sebagian akan difagosit dan sebagian tidak di fagosit. Bakteri yang difagosit akan mati sedangkan yang tidak difagosit berkembang biak dan meradang pada jaringan sekitar. Kuman yang masuk ke aliran darah kapiler prosecia pada kulit dan tidak hipertermi. Kuman selanjutnya masuk usus halus dan terjadi peradangan menyebabkan mual muntah atau anoreksia intake tidak adekuat sehingga terjadi kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh selain itu menyebabkan hiperperistaltik pada usus sehingga klien dengan typoid sering terjadi diare tindakan bedrest untuk mencegah kondisi klien menjadi buruk. Kuman masuk ke hepar dan kandung empedu menyebabkan endotoksin meningkat dan kuman merusak hepar sehingga terjadi SGOT / SGPT meningkat. Kuman yang mencapai hipotalamus akan menekan system syaraf termoregulator menyebabkan hipertermi sehingga klien cepat lelah menjadi intoleransi aktifitas. Selain itu kuman pada organ intestinal menyebabkan
perdarahan usus, peritonitis sedangkan di ekstraintestinal menyebabkan pneumoni serta meningitis. Phatway
4. MANIFESTASI KLINIK
Demam typoid yang tidak diobati sering kali merupakan penyakit berat yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih: a. Minggu pertama: demam yang semakin meningkat, nyeri kepala, malaise, konstipasi, batuk non produktif, brakikardi relative. b.
Minggu kedua: demam terus menerus, apatis, diare, distensi abdomen, ‘rose spot’ (dalam 30%) splenomegali (pada 75%).
c. Minggu ketiga: demam terus menerus, delirium, mengantuk, distensi abdomen massif, diare ‘pea soup’ . d. Minggu keempat: perbaikan bertahap pada semua gejala. Setelah pemulihan, relaps dapat terjadi pada 10% kasus (jarang terjadi setelah terapi fluorokuinolon). Kasus dapat berlangsung ringan atau tidak tampak. Kasus paratyphoid serupa dengan typhoid namun biasanya lebih ringan. Masa tunas 7-14 (ratarata 3 – 30)hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas): a. Perasaan tidak enak badan b. Lesu c. Nyeri kepala dan pusing d. Diare e. Anoreksia f.
Bradikardi relatif
g. Nyeri otot Menyusul gejala klinis yang lain: a. Demam (> 39 OC) Demam berlangsung 3 minggu 1) Minggu I: Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari 2) Minggu II: Demam terus 3) Minggu III: Demam mulai turun secara berangsur – angsur
b. Gangguan pada saluran pencernaan 1)
Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor
2)
Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3)
Terdapat konstipasi atau diare
c. Gangguan kesadaran 1) Kesadaran yaitu apatis – somnolen 2) Gejala lain “ROSEOLA” (bintik -bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) 5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam t yphoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1)
Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. 3) Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. 4) Pengobatan dengan obat anti mikroba Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal 3adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2)
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3)
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. 6. KOMPLIKASI
a.
Perdarahan dan perforasi usus(terutama pada minggu ketiga).
b.
Miokarditis.
c. Neuropsikiatrik: Psikosis, ensefalomielitis. d.
Kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pneumonia, pancreatitis.
e.
Abses pada limpa, tulang atau ovarium(biasanya setelah pemulihan).
f.
Keadaan karier kronik(kultur urin / tinja positif setelah 3 bulan) terjadi pada 3% kasus(lebih sedikit setelah terapi fluorokuinolon).
Komplikasi dapat dibagi dalam: a.
Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perforasi usus 3) Ileus paralitik
b.
Komplikasi ekstra intestinal. 1)
Kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifer(renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitie.
2)
Darah: Anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom uremia hemolitik
3)
Paru: Pneumoni, empiema, pleuritis.
4)
Hepar dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistitis.
5)
Ginjal: Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6)
Tulang: Osteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
7) Neuropsikiatrik: Delirium, meningiemus, meningitis, polinefritis, perifer, sindrom guillan-barre, psikosis dan sindrom katatonia. 7. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan. 1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. 2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan. b. Diet. 1)
Diet yang sesuai cukup kalori dan tinggi protein.
2)
Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3)
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4)
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita b ebas dari demam selama 7 hari.
5)
Obat-obatan.
6)
Klorampenikol.
7)
Triampenikol
8)
Kotrimoxazol
9)
Amoxilin dan ampicillin
B. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian
a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik. b. Keluhan utama Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid. e. Riwayat penyakit keluarga Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus. f. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola nutrisi dan metabolisme Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali. 2) Pola eliminasi Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan
eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.
Klien dengan demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 3) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu. 4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh. 5) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya. 6) Pola sensori dan kognitif Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien. 7) Pola hubungan dan peran Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total. 8) Pola penanggulangan stress Biasanya orang tua akan nampak cemas g. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C, muka kemerahan. 2) Tingkat kesadaran Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis). 3) Sistem respirasi Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis. 4) Sistem kardiovaskuler Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah. 5) Sistem integumen Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam 6) Sistem gastrointestinal Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat. 7) Sistem muskuloskeletal Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
8) Sistem abdomen Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat. 2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi. b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/fisik / bedrest. d. Gangguan keseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah). e. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat dalam tubuh.
3. Rencana Keperawatan
No
1
Diagnosa
Tujuan dan Kreteria
Keperawatan
Hasil
Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella thypi
Stelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh normal/terkontrol. Dengan kreteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh. Turgor kulit membaik
Intervensi
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh . 2. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. 3. Batasi pengunjung 4. Observasi TTV tiap 4 jam sekali 5. Anjurkan pasien untuk banyak minum, 2,5 liter / 24 jam. 6. Memberikan kompres air biasa.
Rasional
1. Agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul. 2. Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh. 3. Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas. 4. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
7. Kolaborasi dokter pemberian antibiotik antipiretik
2
Gangguan
Stelah
pemenuhan
tindakan
dengan 5. Peningkatan suhu tubuh dalam mengakibatkan tx penguapan tubuh dan meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 6. Untuk membantu menurunkan suhu tubuh. 7. Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.
dilakukan 1. Jelaskan pada klien 1. Untuk 2x24
nutrisi kurang diharapkan
jam Pasien
dari kebutuhan mampu
meningkatkan
dan keluarga tentang
pengetahuan
manfaat
tentang nutrisi sehingga
makanan/nutrisi.
motivasi untuk makan
tubuh
mempertahankan
berhubungan
kebutuhan
dengan
adekuat Kriteria hasil:: 3. Beri nutrisi dengan
peningkatan
anoreksia
-
penurunan berat badan
Nafsu
2. Timbang berat badan
klien
nutrisi
makan
meningkat 3-
Pasien
klien setiap 2 hari.
diet
lembek,
meningkat. 2. Untuk
tidak
mengandung banyak 3. Untuk mampu
serat,
tidak
mengetahui dan
meningkatkan
asupan makanan karena
menghabiskan makanan
merangsang, maupun
sesuai
menimbulkan banyak 4. Untuk menghindari mual
dengan
yang diberikan
porsi
gas dan dihidangkan saat masih hangat.
kecil
dan
frekuensi sering. 5. Kolaborasi dokter pemberian
dan muntah. 5. Antasida
4. Beri makanan dalam porsi
mudah ditelan.
dengan untuk antasida
dan nutrisi parenteral.
mengurangi
rasa mual dan muntah.
3
Intoleransi
Setelah
aktivitas
tindakan selama 2x24
berhubungan
Pasien bisa melakukan 2. Anjurkan klien untuk
pada
dengan
aktivitas
keluhan
kelemahan
sehari-hari
fisik/bed rest.
optimal. Kriteria hasil
pemenuhan
:- Kebutuhan personal
sehari-hari
terpenuhi
kebutuha
-
Dapat
dilakukan 1. Kaji
kehidupan
terhadap aktifitas
istirahat
melakukan 4. Tingkatkan yang
bermanfaat bagi tubuh. Memenuhi
dengan
klien 1. Untuk
(AKS) 3. Bantu
gerakkan
-
respon
dalam aktifitas sesuai
mengetahui
perubahan yang terjadi klien
dalam
kelemahan,
keletihan
yang
berkenaan
dengan
aktifitas. 2. Dengan istirahat dapat
aktifitas
secara bertahap
mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks..
AKS
3. Dapat memberikan rasa
teknik
tenang dan aman pada
penghematan energi
klien karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi bantuan
dengan keluarga
dan
perawat 4. Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang
diinginkan,
meningkatkan
proses
penyembuhan
dan
kemampuan emosional.
koping
4
Gangguan
Setelah
keseimbangan
tindakan
di
lakukan 1. Berikan
keperawatan
penjelasan 1. Untuk
tentang
pentingnya
cairan (kurang selama 3x24 jam Tidak
kebutuhan
dari
terjadi
pada
kebutuhan)
keseimbangan
berhubungan
Kriteria hasil:-
dengan cairan yang
gangguan
Turgor
cairan
keluar meningka.
berlebihan
keluarga.
mengetahui
keseimbangan cairan. 3. Untuk
pemasukan
dan
pengeluaran cairan.
- Wajah tidak nampak 3. Anjurkan
(diare/muntah) pucat
cairan
(minum) pada pasien.
dan 2. Untuk
2. Observasi kulit
pemberian
cairan
pasien
mempermudah
kebutuhan cairan. 4. Untuk
pasien
untuk
mencegah
2,5 liter /
24 jam
adanya
edema. 5. Untuk
4. Observasi kelancaran tetesan infuse. 5. Kolaborasi
pemenuhan
kebutuhan cairan dan
banyak
minum,
pemenuhan
pemenuhan
kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
dengan
parenteral).
dokter untuk terapi cairan
(oral
/
parenteral). 5
Gangguan
Setelah
dilakukan 1. Monitor
pola eliminasi tindakan
keperawatan
(konstipasi)
selama
3x24
berhubungan
diharapkan
dengan
terjadi gangguan pada
kurangnya
pola eliminasi BAB
cairan serat tubuh.
Klien
dapat
Tanda Vital.
Tidak
sering
minum
BAB
air 2.
putih yang banyak. 3. Anjurkan klien untuk makan
makanan
berserat
secara rutin yaitu 1x 4. Berikan
mengetahui
perkembangan kondisi
jam 2. Anjurkan klien untuk
dan Kriteria hasil: dalam -
Tanda- 1. Untuk
klien. Supaya masukan adekuat
cairan membantu
mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan
huknah
membantu eliminasi.
sehari seperti biasa.
gliserin
untuk 3. Karena diet seimbang
- Tidak teraba massa
membantu
tinggi kandungan serat
pada abdomen.
mempermudah BAB.
merangsang peristaltik dan eliminasi regular.
4. Karena dapat membatu dan BAB
mempermudah
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan) Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc