LAPORAN PENDAHULUAN THYPOID FEVER
Disusun Oleh: NOVITA ADITAMA P1337420216048 2B
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMEMTERIAN KESEHATAN SEMARANG PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO 2018
LAPORAN PENDAHULUAN THYPOID FEVER
A. DEFINISI Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007). Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella para thypi A,B,C sinonim dari penyakit ini adalah Thypoid dan Parathypoid abdominalis (Patriani,2008). Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono,2010). Demam thypoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella Thypii (Elsevier,2013).
B. ETIOLOGI Etiologi dari demam thypoid adalah: 1. Bakteri Salmonella Thyposa. 2. Bakteri Salmonella Parathyposa A,B,dan C. Salmonella Thyposa sangat resisten dan dapat hidup lama dalam air yang keruh atau pada makanan yang terkontaminasi. Salmonella parathypi basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya empat macam antigen yaitu antigen O (somatik), H (flagela), VI dan protein membran hialin (Kasendaadhd,2008).
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu: 1. Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali. kembali. 2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis. 4. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah
suhu
badan
normal
kembali,
terjadinya
sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
D. PATOFISIOLOGI Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi). Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri.
Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. PATHWAY
E. KOMPLIKASI 1.
Komplikasi intestinal a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus c. Ilius paralitik 2.
Komplikasi extra intestinal a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatansepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik. c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis. e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis. f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari: 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan darah tepi: dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia. b. Biakan empedu: basil salmonella thypii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. c. Pemeriksaan WIDAL: Bila terjadi aglutinasi. d. Identifikasi antigen: Elisa, PCR, IgM S thyphi dengan Tubex TF cukup akurat. e. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam thypoid. Kenaikan
SGOT
dan
SGPT
ini
tidak
memerlukan
pembatasan
pengobatan.(Patriani,2008)
G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan untuk pasien penderita thypoid, yaitu: 1. Tirah baring selama demam masih ada sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. 2. Diet a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. 3. Obat-obatan Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti
ampicillin,
kloramfenikol,
trimethoprim
sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat antibiotik adalah: a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21
hari. c. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari. d. Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. 4. Bila ada indikasi perforasi usus dilakukan operasi. 5. Mobilisasi bertahap bila panas badan mulai menurun (Ummusalma,2007).
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien Meliputi
nama,
umur,
jenis
kelamin,
alamat,
pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik. b. Keluhan utama Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran. c. Riwayat penyakit sekarang Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam tubuh. d. Riwayat penyakit dahulu Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid. t hypoid. e. Riwayat penyakit keluarga Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus. f. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola nutrisi dan metabolisme Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
2) Pola eliminasi Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.
Klien dengan
demam thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 3) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu. 4) Pola tidur dan istirahat Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh. 5) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit anaknya. 6) Pola sensori dan kognitif Pada
penciuman,
perabaan,
perasaan,
pendengaran
dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien. 7) Pola hubungan dan peran Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total. 8) Pola penanggulangan stress Biasanya orang tua akan nampak cemas. g. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C, muka kemerahan. 2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis). 3) Sistem respirasi Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis. 4) Sistem kardiovaskuler Terjadi
penurunan
tekanan
darah,
bradikardi
relatif,
hemoglobin rendah. 5) Sistem integumen Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam 6) Sistem gastrointestinal Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat. 7) Sistem muskuloskeletal Klien lemah, terasa lelah tapi ta pi tidak didapatkan adanya kelainan. 8) Sistem abdomen Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.
Pada
perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat. 2. Diagnosa keperawatan a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang yang kurang (mual, muntah) c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan. e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
3. Intervensi a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus Tujuan : suhu tubuh kembali normal Kriteria hasil: 1) Tidak demam 2) Tanda-tanda vital dalam batas normal Intervensi: 1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 4 jam. R/: Mengetahui keadaan umum pasien 2) Berikan kompres dingin. R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh 3) Atur suhu ruangan yang nyaman. R/:
Memberikan
suasana
yang
menyenangkan
dan
menghilangkan ketidaknyamanan. 4) Anjurkan untuk banyak minum air putih R/:
Peningkatan
suhu
tubuh
mengakibatkan
penguapan
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak 5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian
antibiotik menghambat pertumbuhan dan
proses infeksi dari bakteri b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria hasil : 1) Tidak mual 2) Tidak demam 3) Muntah 4) Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi: 1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi kebutuhan cairan. 2) Monitor dan catat intake dan output cairan R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan 3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat 4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan turgor kulit R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan 5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok 6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan 7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara dekuat R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh 8) Kolaborasi pemberian cairan intravena R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan yang hilang c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : 1) Tidak demam
2) Mual berkurang 3) Tidak ada muntah 4) Porsi makan tidak dihabiskan Intervensi: 1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam keadaan hangat R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi 2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan 3) Kaji kemampuan makan klien R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi selanjutnya 4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah 5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat 6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang disukai R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan klien 7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang mengandung gas/asam, pedas R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi 8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu mual/muntah d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif Kriteria hasil : 1) Melaporkan tidur nyenyak 2) Klien tidur 8-10 jam semalam 3) Klien tampak segar Intervensi: 1) Kaji pola tidur klien R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami, memudahkan intervensi selanjutnya 2) Berikan bantal yang nyaman R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur 3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur 4) Anjurkan
untuk
melakukan
teknik
relaksasi
nafas
dalam/masasepunggung sebelum tidur R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan Tujuan : nyeri hilang/berkuran Kriteria hasil : 1) Tidak ada keluhan nyeri 2) Wajah tampak tampak rileks 3) Ttv dalam batas normal Intervensi: 1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan. 2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien. R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan otot-otot. 3) Ajarkan tehnik nafas
dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri 4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian 5) Kolaborasi obat-obatan analgetik R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri 4. Implementasi Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain. 5. Evaluasi Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan : a. Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol. b. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat. c. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal. d. Kebutuhan cairan terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC NANDA. 2015. Diagnosis keperawatan.Nanda : Definisi dan Klasifikasi Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi volume 2.Jakarta : EGC Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby Inc.