LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN TUNA GRAHITA DI SD SLB MANDARA B-F KENDARI
OLEH:
WINDALESTARI MEKUO
N201701258
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Anak
Pengertian Anak
Anak adalah aset bangsa dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan negara kita. Oleh karena itu perhatian dan harapan yang besar perlu diberikan kepada anak (Kemenkes RI, 2014).
Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang dimaksud bisa berupa keluarga (orang tua), pengurus panti (bila anak berada di Panti Asuhan), atau bahkan tanpa orang tua mereka yang hidupnya menggelandang. Semua individu tersebut menjadi klien dari keperawatan anak (Supartini, 2010).
Usia Dini
Hakikat anak usia dini dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 adalah kelompok manusia yang berusia 0 sampai dengan 6 tahun. Namun ada beberapa ahli yang mengelompokkannya hingga usia 8 tahun (Essa dalam Mutiah, 2012).
Anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosial, emosional, bahasa, dan komunikasi. Karena keunikan dalam tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, maka anak usia dini dibagi dalam empat tahapan perkembangan, yaitu:
Masa bayi, usia lahir 0 – 12 bulan.
Masa toddler (batita) usia 1 - 3 tahun.
Masa early childhood/pra sekolah, usia 3 - 6 tahun
Masa kelas awal SD, usia 6 – 8 tahun (Mutiah, 2012).
Tumbuh Kembang Anak
Menurut Wong dkk (2013) mengemukakan perkembangan anak secara umum terdiri atas tahapan sebagai berikut:
Periode Prenatal
Periode ini terdiri atas fase ovum, embrio, dan janin. Fase ovum, yaitu mulai dari konsepsi sampai kurang lebih usia kehamilan 2 minggu. Fase embrio mulai dari usia kehamilan 2 minggu sampai 8 minggu dan fase janin mulai 8 minggu sampai 40 minggu atau kelahiran. Pada periode ini terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan sangat penting karena terjadi pembentukan organ dan sistem organ anak.
Periode Bayi
Periode ini terbagi atas neonatus dan bayi. Neonatus adalah sejak lahir (0 hari) sampai 28 hari. Diatas 28 hari sampai usia 12 bulan termasuk kategori bayi. Pada periode ini, pertumbuhan dan perkembangan yang cepat terutama pada aspek kognitif, motorik, dan sosial dan pembentukan rasa percaya diri anak melalui perhatian dan pemenuhan kebutuhan dasar dari orang tua. Kemampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan stimulus sensorik – motorik mutlak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena masih bergantung secara total pada lingkungan, terutama keluarga sebagai lingkungan pertama.
Periode Kanak-kanak Awal
Periode ini terdiri dari usia 1 sampai 3 tahun yang disebut dengan toddler dan pra sekolah, yaitu antara 3 sampai 6 tahun. Toddler menjunjukkan perkembangan motorik yang lebih lanjut dan anak menunjukkan kemampuan aktivitas lebih banyak bergerak, mengembangkan rasa ingin tahu dan ekplorasi terhadap benda yang ada di sekelilingnya. Dengan demikian, bahaya atau resiko terjadi kecelakaan harus diwaspadai pada periode toddler. Orang tua perlu mendapatkan bimbingan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bahaya atau ancaman kecelakaan tersebut. Kemampuan interaksi sosial lebih luas terutama pada anak usia pra sekolah dan mempersiapkan diri untuk memasuki dunia sekolah, dan perkembangan konsep diri telah dimulai pada periode ini. Pada usia pra sekolah, perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Sistem tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlatih dengan toileting. Keterampilan motorik, seperti berjalan, berlari, melompat menjadi semakin luwes, tetapi otot tulang belum begitu sempurna.
Periode Kanak-kanak Pertengahan
Periode ini dimulai pada usia 6 sampai 11 tahun atau 12 tahun, dengan pertumbuhan anak laki-laki sedikit lebih meningkat dari pada anak perempuan, dan perkembangan motorik sempurna. Untuk hal ini, anak membutuhkan aktivitas yang reguler kurang lebih 4 sampai 5 jam perhari. Periode ini lebih dikenal sebagai fase usia sekolah, fase usia sekolah terbagi atas dua fase yakni ; 1) masa kelas rendah sekolah dasar (usia 6 tahun sampai usia sekitar 8 tahun). Pada usia ini dikategorikan mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 3. 2) masa kelas tinggi sekolah dasar (usia 9 tahun sampai kira-kira usia 12 tahun) pada usia ini dikategorikan mulai dari kelas 4 sampai dengan kelas 6. Anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai norma dan budaya dari lingkungan selain keluarganya. Karenanya sangat penting untuk diperhatikan bagi para orang tua, agar memilih sekolah yang baik bagi perkembangan anak. Sehingga dapat membentuk kepribadian anak, mandiri melalui lingkungan sekolah. Masa usia sekolah juga merupakan fase penting dalam pencapaian perkembangan konsep diri, dan keterampilan dasar membaca, menulis, serta berhitung lebih dikuasai.
Periode Kanak-kanak Akhir
Periode ini merupakan fase transisi, yaitu anak mulai memasuki usia remaja, pada usia 11 atau 12 tahun sampai 18 tahun. Anak perempuan mulai memasuki fase pubertas pada usia 11 tahun, sedangkan anak laki-laki pada usia 12 tahun. Perkembangan yang mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas diri anak sebagai remaja akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki perkembangan sebagai orang dewasa, terutama pada fase remaja akhir. Boleh dikatakan pada fase ini anak melalui krisis identitas sebagai remaja yang sedang tumbuh untuk menjadi dewasa dan dengan sendirinya diperlukan bantuan orang tua untuk memfasilitasi melewati fase tersebut sehingga berhasil mempunyai identitas diri yang positif.
Definisi Tuna Grahita
Istilah untuk anak tunagrahita bervariasi dalam bahasa Indonesia dikenal dengan nama : lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tuna grahita. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Mentally Handicaped, Mentally Retardid. Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya, dibawah rata-rata normal, sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi, maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus (Sumarno, 2008).
Keterbelakangan Mental atau Retardasi Mental (RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun. Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial, sejumlah 3% dari seluruh penduduk Indonesia mengalami keterbelakangan mental (Kaplan dan Saddock, 1994 ).
Etiologi
Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25% kasus yang memiliki penyebab yang spesifik. Secara kasar, penyebab RM dibagi menjadi beberapa kelompok (Medicastore, 2009) yakni :
Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
Cedera kepala yang berat
Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
Rubella kongenitalis
Meningitis
Infeksi sitomegalovirus bawaan
Ensefalitis
Toksoplasmosis kongenitalis
Listeriosis
Infeksi HIV
Kelainan kromosom
- Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)
- Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Willi)
- Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat
Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
Galaktosemia
Penyakit Tay-Sachs
Fenilketonuria
Sindroma Hunter
Sindroma Hurler
Sindroma Sanfilippo
Leukodistrofi metakromatik
Adrenoleukodistrofi
Sindroma Lesch-Nyhan
Sindroma Rett
Sklerosis tuberosa
Metabolik
- Sindroma Reye
- Dehidrasi hipernatremik
- Hipotiroid kongenital
- Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik)
Keracunan
Pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
Keracunan metilmerkuri
Keracunan timah hitam
Gizi
Kwashiorkor
Marasmus
Malnutrisi
Lingkungan
Kemiskinan
Status ekonomi rendah
Sindroma deprivasi.
Tanda dan Gejala
Beberapa bentuk kelainan pada anak dengan retardasi mental menurut sumarno (2008), sebagai berikut :
Sutura sagitalis yang terpisah
"Plantar crease" jari kaki I dan II
Hyperfleksibilitas
Peningkatan jaringan sekitar leher
Bentuk palatum yang abnormal
Hidung hipoplastik
Kelemahan otot dan hipotonia
Bercak brushfield pada mata, mata sipit.
Mulut terbuka dan lidah terjulur
Lekukan epikantus (lekukan kulit yang berbentuk bundar) pada sudut mata sebelah dalam
Single palmar crease pada tangan kiri dan kanan
Jarak pupil yang lebar
Tangan dan kaki yang pendek serta lebar
Bentuk / struktur telinga yang abnormal, telinga letak rendah
Kelainan mata, tangan, kaki, mulut, sindaktili
Gejala-Gejala Lain :
Anak-anak yang menderita retardasi mental ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.
Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
Patofisiologi
Terdapat beberapa faktor penybab yang dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi mental, misalnya faktor cedera yang terjadi di dalam rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin. Selain itu dapat pula terjadi sedera pada saat kelahiran (persalinan). Ada teori lain yang menyebutkan adanya variasi somatik yang dikarenakan perubahan fusngsi kelenjar internal dari ibu selama kehamilan, dan hal ini belum diketahui mekanismenya. Demikian pula dengan faktor prenatal yang dialami oleh ibu-ibu yang hamil, misalnya ibu terkena penyakit campak (Rubella) sering anak yang dikandungnya akan mengalami retardasi mental.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh ganngguan metabolisme (misalnya metabolisme karbohodrat, protein dan lemak), sindrome reye, dehidrasi hipernatrenik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia dan malnutrisi dapat mengakibatkan retardasi mental.
Penyakit otak yang nyata juga dapat menyebabkan retardasi mental, misalnya akibat neoplasma otak akan mengakibatkan reaksi sel otak yang bersifat degenaratif, inflamatif, proliferatif ataupun sklerotik yang menyebabkan disfungsi otak.
Retardasi mental juga dapat disebabkan oleh kesalahan jumlah kromosom (sindroma down), defek pada kromosom dan translokasi kromosom. Kelainan genetik dan kelaianan metabolik yang diturunkan juga dapat menyebabkan retardasi mental seperti galaktosemia dan fenilketonuria.
Prematuritas dan kehamilan wanita diatas 40 tahun juga dapat menjadi penyebab kasus retardasi mental. Hal ini berhubungan dengan keadaan bayi waktu lahir yaitu dengan berat badan rendah kurang dari 2500 gram, imaturitas karena persalinan prematur dan ketidakseimbangan hormon ibu hamil yang tua (diatas 40 tahun) (Salmiah, 2010).
Penyebab langsungantenatalPathway
Penyebab langsung
antenatal
intranatal
intranatal
Infiltrasi sel kanker ke otakKehamilan tua > 40 tahunKonsusmsi obat yang meracuni janinKeracunan timbalInfeksi ibu saat hamil (CMV).
Infiltrasi sel kanker ke otak
Kehamilan tua > 40 tahun
Konsusmsi obat yang meracuni janin
Keracunan timbal
Infeksi ibu saat hamil (CMV).
Cidera saat lahir
Cidera saat lahir
Cidera kepala
Cidera kepala
Translokasi kromosomKelaianan metabolisme protein, lemak dan karbohidratfenilketonuriaKerusakan jaringan otak
Translokasi kromosom
Kelaianan metabolisme protein, lemak dan karbohidrat
fenilketonuria
Kerusakan jaringan otak
Defek pada otak
Defek pada otak
Retardasi mental
Retardasi mental
Gangguan fungsi kognitifGgn fungsi sosialGgn perkembangan fisik
Gangguan fungsi kognitif
Ggn fungsi sosial
Ggn perkembangan fisik
Hampir sama dengan anak normalKematangan motorik lambatKoordinasi gerak kurang Bergaul dengan anak yang lebih muda. Suka menyendiri Mudah dipengaruhi Kurang dinamis Kurang pertimbangan/kontrol diri Kurang konsentrasi Mudah dipengaruhi Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain. Sulit mempelajari hal-hal akademik. Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Tunagrahita sedang setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50, tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
Hampir sama dengan anak normal
Kematangan motorik lambat
Koordinasi gerak kurang
Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Suka menyendiri
Mudah dipengaruhi
Kurang dinamis
Kurang pertimbangan/kontrol diri
Kurang konsentrasi
Mudah dipengaruhi
Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70, Tunagrahita sedang setaraf anak normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50, tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 – 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
(Salmiah, 2010)
Komplikasi
Komplikasi penyakit pada tuna grahita yang seringkali menyertai adalah:
Penyakit Alzheimer's (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
Pemeriksaan Penunjang
Seorang anak RM menunjukkan perkembangan yang secara signifikan lebih lambat dibandingkan dengan anak lain yang sebaya. Tingkat kecerdasan yang berada dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes kecerdasan standar (tes IQ), yang menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar deviasi) dibawah rata-rata (biasanya dengan angka kurang dari 70, dari rata-rata 100).
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan "brachyaphalic" sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar.
Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom.
Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down yang nantinya akan menjadi retardasi mental. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita syndrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.
Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih (3 kromosom) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik (kelainan tulang), SSP (penglihatan, pendengaran) dan kecerdasan yang terbatas (Salmiah, 2010).
Penatalaksanaan
Penanganan Secara Medis
Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak retardasi mental terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
Penyakit jantung bawaan
Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.
2.Pendidikan
Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkungan yang memeadai bagi anak dengan retardasi mental, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar anak mampu mandiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi.
Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
Penyuluhan Pada Orang Tua.
Modifikasi Perilaku Penyandang Tunagrahita
Keterbatasan daya pikir yang dialami anak tunagrahita menyebabkan mereka sulit mengontrol, apakah perilaku yang ditampakkan dalam aktivitas sehari-hari wajar atau tidak wajar ( menurut ukuran normal ), baik perilaku yang berlebihan ( behavioral excesses ) maupun perilaku yang kurang serasi ( behavioral deficits ). Atas dasr itulah maka untuk anak tunagrahita perlu dilakukan modifikasi perilaku melalui terapi perilaku.
Dalam memberikan terapi perilaku pada anak tunagrahita, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak tunagrahita . Tanpa dilengkapi persyaratan tersebut, penerapan teknik modifikasi perilaku anak tunagrahita tidak banyak member hasil yang berarti.
Pada dasarnya paradigma yang digunakan sebagai dasar terapi perilaku perilaku berasal dari penelitian laboratorium. Namun demikian, tetap memperhatikan prinsip-prinsip pisikologis untuk menghindari kesan bahwa terapi perilaku pada anak tunagrahita sangat mekanistis.
Paradigma untuk modifikasi perilaku yang bisa di gunakan untuk anak normal adalah paradigma operan. Oleh karena itu, tekanannya mengacu pada penggunaan penguat, hukuman maupun penghilangan beberapa perilaku yang berlebihan atau yang tidak adekuat. Namun demikian , pada batas-batas tertentu dapat digunakan untuk memodifikasi perilaku anak tunagrahita ,khususnya anak tunagrahita yang mampu didik maupun anak tunagrahita yang mampu latihan.
Modifikasi perilaku bagi anak yang mampu latih dalam penerapanya harus selalu di bawah pengawasan orang lain, misalnya program perawatan diri sendirian. Agar lebih fungsional ,program tersebut dapat dipecah dalam berbagai unit perilaku pendukung,antara lain mengancingkan baju, memegang sendok,menuang pasta,menggosok gigi, dan lain-lain.
Apabila dalm pelaksananya mereka mampu memahami dan melakukan dengan baik, dapat diberikan penguat, baik penguat primer yang berupa makanan atau minuman, atau penguat sosial seperti senyuman, perhatian persetujuan, dan lain-lain. Secara bertahap kondisinya terus ditingkatkan sesuai dengan tahapan yang di perlukan, dengan memperhatikan usia mental dan usia kalendernya.
Jenis dan Metode Terapi untuk Penyandang Tunagrahita
Jenis terapi perilaku lain yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita ,yaitu melalui kegiatan bermain ( kegiatan fisikdan/atau psikis yang dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh). Freud berpandangan bahwa bermain merupakan cara seorang untuk membebsakan diri dari berbagai tekanan yang kompleks,merugikan. Melalui kegiatan bermain perasan menjadi lega, bebas,dan berarti. Mengingat urgensinya bermain bagi anak tunagrahita, dewasa ini aktivitas bermain dikembangkan menjadi play therapy.
Tetapi permainan yang diperuntunkan bagi anak tunagrahita bukan sembarang permainan, tetapi permainan yang memiliki muatan antara lain : 1.Setiap permainan hendaknya memiliki nilai terapi yang berbeda, 2. Sosok permainan yang di berikan tidak terlalu sukar dicerna anak tunagrahita,( prasedio,1976 ). Beberapa nilai yang terpenting dari bermain bagi perkembangan anak tunagrahita,antara lain sebagai berikut.
Pengembangan fungsi fisik. Fungsi fisik, misalnya pernapasan, pertukaran zat, peredaran darah, dan pencernana makanan, dapat di bantu dilancarkan melalui kegiatan bermain, baik bantuan pada satu aspek fungsi fisik ataupun lebih.
Pengembangan sensomotorik. Artinya, melalui bermain melatih pengindraan( sensoris ) seperti ketajaman pengelihatan, pendengaran, perabaan atau penciuman ,disamping melatih otot dan kemampuan gerak ,seperti tangan ,kaki, jari-jari,leher, dan gerak tubuh lainya. Oleh karena itu, bertambahnya koordinasi aspek sensoris dan aspek motoris dalam bermain, semakin baik bagi perkembangan anak tunagrahita.
Pengembangan daya khayal. Maksudnya melalui bermain, anak tunagrahita diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasn sebagai sarana yang diperlukan untuk pengembangan daya khayal dan kreasinya.
Pembinana pribadi. Dalam bermain anak pun sebenarnya berlatih memperkuat kemauan , memeusatkan perhatian,mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri, dan lainnya. Semua itu dapat membantu anak tunagrahita membina keperibadiannya.
Pengembangan sosialisai. Ada unsur yang menarik dari kegiatan bermain dilihat dari pengembangan sosialisasi,yaitu anak harus berbesar hati menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.
Pengembangan intelektual. Melalui bermain anak tunagrahita belajar mencerna sesuatu.Contohnya, peraturan dan skor yang diperoleh dalam permainan.
Beberapa metode permainan yang menekankan pada pengembangan kecerdasan dan motorik halus yang cenderung bersifat individual,antara lain sebagai berikut.
Latihan menuangakn air. Menuangkan air memang bukan suatu pekerjaan yang mudah bagi anak tunagrahita, apalagi kalu diharuskan tidak boleh terjadi tetesan air di sekitarnya.Pertama-tama anak di beri latihan menuang air dengan sejumlah sedikit melalui contoh yang di berikan. Semakin teratur dn tanpa tetesan dlam menuangkan air,maka makin baik kemampuanya.
Bermain pasir. Selain dengan air,latihan menuang jug adapt di lakukan dengan pasir kering.
Bermain tanah liat. Awalnya mungki hanya bermain main saja namun apabila di berikan bimbingan dan latihan, kegiatan tersebut akan dapat di arahkan membentuk benda-benda di sekitar.
Meronce manik –manik.Pertama kali yang di ajarkan adalah meronce manic-manik yang besar kemudian yang kecil dengan menggunakan kawat halus dan benang.
Latihan melipat Latihan di awali dengan dua lipatan ,empat lipat, dan seterusnya dengan kombinsai batas kemampuan anak.
Tujuan Olahraga untuk Penyandang Tuna grahita
Olahraga bagi penyandang kelainan mental adalah olahraga yang khusus dilakukan sesuai dengan kondisi kelainan fisik dan / atau mental seseorang, yang diselenggarakan pada lingkup olahraga pendidikan, Olahraga Kesehatan, olahraga rekreasi maupun olahraga prestasi. Dalam dunia olahraga, partisipasi para penyandang kelainan mental bukanlah sesuatu yang baru, sudah berlangsung lebih dari 1 abad yang lalu sebagai bagian dari reedukasi dan rehabilitasi bagi penyandang kelainan mental.
Dalam buku yang berjudul " Pendidikan Jasmani Adaptif " merinci tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak berkebutuhan khusus sebagai berikut :
Untuk membantu penyandang melindungi diri sendiri dari kondisi apapun yang memperburuk keadaannya melalui pendidikan jasmani tertentu.
Untuk menolong penyandang mengkoreksi kondisi kondisi yang dapat diperbaiki.
Untuk memperbaiki kesempatan pada penyandang mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang bersifat rekreasi.
Untuk menolong penyandang memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.
Untuk membantu penyandang melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
Untuk membantu penyandang dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.
Untuk menolong penyandang memahami dan menghargai macam olahraga yang dapat diminatinya sebagai penonton.
Olahraga Untuk Penyandang Tunagrahita
Olahraga merupakan suatu rangkaian gerak fisik yang bertujuan untuk rekreasi, kesehatan, dan pendidikan. Dalam proses penyembuhan atau pemberian terapi pada penyandang tuna grahita memiliki metode berupa pemberian latihan fisik dengan cara permainan, diharapkan dengan melakukan gerak-gerakan fisik para penyandang senantiasa tetap dapat menjaga kondisi tubuh mereka agar selalu sehat. Adapun jenis olahraga yang bisa dilakukan oleh penyandang tunagrahita sedikit berbeda dengan orang normal.
Ada beberapa jenis olahraga yang dapat diajarkan kepada siswa tunagrahita, antara lain senam, atletik, tenis meja, bulutangkis, sepakbola, basket, berenang, bocce (permainan bola gelinding), dan Motor Activity Training Program (MATP).
Jenis olahraga paling dasar, seperti pada masyarakat umumnya, adalah senam aerobik. Berlatih senam dengan gerakan-gerakan sederhana, seperti menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan, menundukkan dan menengadahkan kepala. Menggerakkan tangan dari depan ke samping lalu ke atas. Merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan, lalu membungkuk dan menyentuh ujung kaki kiri dengan tangan kanan dan menyentuh ujung kaki kanan dengan tangan kiri. Dan seterusnya.
Ada pula senam berlari di tempat sambil bertepuk tangan. Seperti juga kalangan masyarakat pada umumnya, saat bersenam, diiringi musik dengan irama yang bersemangat. Pemanasan dilakukan sebelum melakukan gerakan-gerakan senam. Setelah selesai, diakhiri dengan gerakan pendinginan. Antara lain menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan.
Dengan olahraga senam ini banyak kegiatan fisik yang dilakukan. Dengan demikian membuat tubuh lebih sehat dan sekaligus melakukan terapi organ motorik. Waktu yang dibutuhkan untuk berolahraga senam ini cukup 45 menit.
Bermain Bocce
Salah satu olahraga khusus untuk penyandang tunagrahita adalah bocce. Bocce merupakan olahraga rekreasi, dimainkan dua regu, tiap regu terdiri atas tiga hingga empat orang. Olahraga ini dapat dikombinasikan dengan permainan-permainan menarik. Dalam permainan bocce ada tiga jenis bola, berukuran kecil, sedang, hingga besar dengan warna-warna yang menarik. Bola kecil diletakkan di sebuah area atau lapangan berumput sebagai sasaran. Di lapangan tersebut ada batas untuk pelempar bola. Dua tim atau regu yang saling berhadapan berlomba melemparkan bola yang berukuran besar agar mengenai atau mendekati sasaran. Jika pelempar dapat melemparkan bola besar mendekati atau mengenai sasaran, timnya akan mendapat poin.
Saat melempar bola berukuran besar, posisi pelempar harus agak sedikit menunduk hingga sekitar 45 derajat, dengan posisi kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang. Saat melempar bola, pelempar bergerak satu langkah ke depan. Posisi dan gerakan ini seperti melempar bola dalam permainan bowling. Pelempar tidak diperbolehkan melempar bola dengan posisi badan tegak. Jika itu dilakukan, dianggap kesalahan dan akan memberikan poin untuk regu lawan.
Dalam memainkan bocce ada kombinasi antara permainan dan gerak-gerak tubuh yang bermanfaat untuk merangsang syaraf dan gerakan motorik tubuh. Permainan ini bisa melatih motorik tangan dan kaki, mengasah konsentrasi, latihan bersosialisasi, dan kerja sama tim. Posisi tubuh dan gerakan saat melempar bola juga berfungsi melatih kelenturan otot punggung, tangan, dan kaki.
Setiap anggota kelompok mendapatkan kesempatan melempar bola. Agar bola mengenai atau mendekati sasaran, pelempar harus melakukannya dengan konsentrasi penuh. Latihan konsentrasi ini sangat berguna bagi anak-anak penyandang tunagrahita. Untuk memenangi permainan, setiap kelompok didorong "memiliki strategi". Mereka diminta berdiskusi, membicarakan langkah apa yang akan dilakukan untuk memenangi pertandingan.
Metode Berbeda
Karena faktor hambatan kecerdasan, diperlukan metode yang berbeda untuk mengajarkan olahraga kepada tunagrahita. Instruksi harus dilakukan secara bertahap, dengan memberikan contoh. Sering mereka harus dibantu untuk melakukan gerakan-gerakan yang diinstruksikan. Saat membantu pun harus dilakukan dengan berhati-hati, agar tidak terjadi cedera otot atau cedera lainnya.
Sering kali, untuk mengajarkan satu gerakan, harus dilakukan secara berulang-ulang, hingga siswa memahami benar. Jika telah memahami, barulah berganti ke gerakan lain. Ada kemungkinan siswa ngambek dan tidak mau melakukan kegiatan olahraga. Jika itu terjadi, tentu tidak boleh dipaksa. Yang dilakukan adalah memotivasi dan mendorong agar siswa yang sedang ngambek ini mau bergabung bersama teman-teman lain, dan berolahraga bersama.
Selain itu ada beberapa model permainan yang dapat dilakukan untuk anak tunagrahita misalny, Berjalan di atas bangku,berjalan dengan beban dan tanpa beban di kepala melewati titian garis atau tali dengan posisi lurus, melengkung, dan bulat. Latihan lain yang menggunakan alat, misalnya menderibel bola,menendang bola, melempar dan menangkap bola,berlari memindahkan bendera dan lain-lain.
Khusus yang sifatnya kelompok, pengembangan aktivitas bermain pada penyandang tunagrahita materinya dapat digali dari permainan-permainan tradisional, pendidikan olahraga, atau kombinasi keduanya. Misalnya bermain menjala ikan, kucing dan tikus, berlari bersambungan atau sambil menggendong teman, lempar dan tangkap bola, memukul bola di sela-sela kaki, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. RI. 2006. Teori-teori Penyebab Kecemasan. Direktorat Kesehatan Jiwa. Jakarta.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin, J., and Greb, J.A. 1994. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.
McCloskey dan Bulechek 2000. "Nursing interventions classification (NIC)". United States of America: Mosby.
Meidean, JM. 2000. "Nursing Outcomes Classification (NOC)". United States of America: Mosby.
Mutiah, D. 2012. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana. Ciputat.
NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Salmiah, S. 2010. Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi: Universitas Sumatera Utara.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sumarno, A. 2008. Karakteristik Anak Tunagrahita. Didapat dari URL: www. Elearning.unesa.ac.id. diakses tanggal 20 Februari 2012.
Supartini, Y. 2010. Buku Ajar Konsep Keperawatan Anak. EGC. Jakarta.
Wong, D. L, dkk. 2013. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1 dan 2. EGC. Jakarta.