LAPORAN PENDAHULUAN “CA NASOFARING”
A. Tinjauan Teoritis Penyakit 1. Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Rozein & Anida, 2007). Sedangkan menurut american cancer asosiety (2011), karsinoma nasofaring adalah sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel epitelial batas permukaan badan internal dan eksternal sel didaerah nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia (Efiaty & Nurbaiti, 2001). Keganasan ini termasuk 5 besar bersama kanker mulut rahim, payudara, kulit dan getah bening sedangkan pada laki-laki merupak tumor yang paling banyak ditemukan (Rozein & Anida, 2007). Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Berdasarkan GLOBOCAN 2012, 87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan), 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada perempuan). KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun (Kemkes.go.id). (Kemkes.go.id).
2. Etiologi
Menurut Rozein & Anida (2007), terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah: a. Kerentanan Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis
korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring. b. Infeksi Virus Eipstein-Barr Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated ) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-keratinizing ) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma. c. Faktor Lingkungan Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di dalam rumah juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF. Sebuah penelitian menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma
nasofaring
yaitu
golongan
Nitrosamin,diantaranya
dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.
3. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO, KNF dibagi menjadi: a. Tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi
b. Tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik c. Tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak je las. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Roezin & Anida, 2007). 4. Manifestasi Klinis
a) Gejala Dini a. Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadangkadang disertai dengan gangguan pendengaran. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran. b. Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya
berulang-ulang,
jumlahnya
sedikit
dan
seringkali
bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.
b)
Gejalan Lanjut a. Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. c. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak d. Rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. e. Kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh. f. Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru.
5. Stadium Karsinoma Nasofaring
a) T = Tumor Tumor Primer (T) TX - tumor primer tidak dapat dinilai T0 - Tidak ada bukti tumor primer Tis - Karsinoma in situ T1 - Tumor terbatas pada saatu lokasi s T2 - Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan / atau hidung fosa
T2a - Tanpa ekstensi parafaring
T2b - Dengan perpanjangan parafaring
T3 - Tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal
T4-Tumor dengan ekstensi intrakranial dan atau keterli batan SSP, fosa infratemporal, hypopharynx. b) N = Nodule N – Pembesaran kelenjar getah bening regional (KGB) N0 - Tidak ada pembesaran N1 - Terdapat metastesis unilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular N2 - Terdapat metastesis bilateral KGB dengan ukuran kurang dari 6cm merupakan ukuran terbesar diatas fossa supraklavikular N3 - Terdapat metastesis a. N3.a- KGB dengan ukuran kurang dari 6cm b. N3.b- KGB diatas fossa supraklavikular c) M = Metastasis Mx = Adanya Metastesis jauh yang tidak ditentukan. M0 - Tidak ada metastasis jauh M1 - Terdapat metastasis jauh d) Stadium 1) Stadium 0 – Tis, n0, M0 2) Stadium I - T1, n0, M0 3) Stadium IIA - T2a, n0, M0 4) Stadium IIB - (T1, N1, M0), (T2, N1, M0),(T2a, N1, M0 ),( T2b, N0, M0) 5) Stadium III - ( T1, N2, M0 ),(T2a, N2, M0),( T2b, N2, M0),( T3, N0, M0),( T3, N1, M0),( T3, N2, M0) 6) Stadium IVA - (T4, N0, M0), (T4, N1, M0),( T4, N2, M0) 7) Stadium IVB - Setiap T, N3, M0 8) Stadium IVC - Setiap T, setiap N, M1
6. WOC
Terlampir
7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1-2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah bening regional. b. USG abdomen Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT Scan Abdomen dengan kontras. c. Foto Thoraks Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras. d. Bone Scan : untuk melihat metastasis tulang (Kemkes.go.id)
8. Komplikasi
Adapun akibat lanjut yang dapat diakibatkan dari karsinoma nasofaring antara lain : a) Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening /darah mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring seperti tulang, hati, paru b) Pembesaran KGB pada leher c) Kelumpuhan saraf kranial
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1) Identitas Klien Meliputi nama klien, no MR, jenis kelamin, umur, alamat, status perkawinan, pekerjaan, daignosa medis. 2) Primary Survey a. Airway Mengkaji adanya sumbatan /obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh adanya penumpukan secret akibat kelemahan reflek batuk / adanya perdarahan di jalan nafas b. Breathing Mengkaji kelemahan menelan, suara nafas, penggunaan otot bantu nafas, frekuensi dan kualitas pernafasan. c. Circulation Mengkaji kualitas nadi dan TD, keadaan kulit dan membrane mukosa, akral teraba hangat/dingin, ada/tidak hematoma, cianosis, edema, CRT. d. Disability Kesadaran klien biasnaya kurang baik, klien biasanya tidak mampu beraktiftas secara mandiri. e. Exposure Mengkaji suhu tubuh, jejas dan luka. 3) Secondari Survey a. Alasan Masuk Biasanya
di
dapatkan
adanya
keluhan
suara
agak
serak,
kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok. Pasien mengeluh rasa
penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit samapi timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita tumor nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga peradangan dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah daun telinga, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam tahap yang lebih lanjut. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Mengkaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Mengkaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring maka akan meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula. e. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum pasien 2. Tanda-tanda vital 3. Kepala
:
Inspeksi
kepala
meliputi
bentuk,
kesimetrisan,
kaakteristik rambut, kebersihan rambut / kepala. 4. Mata : Sklera ikterik/tidak, conjungtiva anemins/tidak, reflek ada/tidak, pupil isokor/anisokor, ada tanda peradangan/tidak, ada/tidak edema palpebra. 5. Telinga : ada/tidak perrdarahan, perhatikan kebersihan telinga. 6. Hidung : Kaji kesimeterisan, kelembaban mukosa, ketajaman membedakan bau, alergi.
7. Mulut : Inspeksi kebersihan mulut, kelembaban mukosa bibir, kebersihan lidah, kelengkapan gigi. 8. Leher dan tenggorokan : mengkaji keadaan tonsil, ada/tidak kesulitan menelan, kelenjar getah bening, kelenjar thyroid, keadaan JVP, kaku kuduk. 9. Thorak :inspeksi bentuk, palpasi vocal fremitus, auskultasis suara napas 10. Kardiovaskuler : inspeksi dan palpasi ictus cordis, auskultasi bunyi jantung 11. Abdomen : mengkaji kesimetrisan, bising usus, ada/tidak nyeri tekan 12. Ekstremitas : mengkaji tonus otot, edema, kekuatah otot 13. Genitalia : Ada/ tidak perdarahan, terpasang kateter atau tidak 14. Anus : ada/tidak hemoroid atau gangguan lainnya 15. Kulit : warna kulit, jaringan parut/lesi, turgor kulit.
C. Proses Keperawatan (NANDA, NOC, NIC ) No
1.
Diagnosa Keperawatan (NANDA) Bersihan Jalan Nafas
Status
tidak efektif
Kepatenan Jalan Nafas
NOC Pernafasan
NIC :
Indikator : 1) Frekuensi nafas DBN 2) Irama nafas DBN 3) Sesak tidak ada 4) Keluaran sputum dari jalan nafas 5) Tidak ada suara nafas tambahan
Manajemen Jalan Nafas
Aktifitas: 1. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi 2. Bersihkan secret dengan mengajurka batuk atau suction 3. Auskultasi bunyi nafas 4. Berikan udara yang dilembabkan atau oksigen sesuai order 5. Atur
posisi
untuk
mengurangi
dispnea 6. Pantau
status
pernapasan
dan
oksigenasi Terapi Oksigen
Aktifitas: 1. Bersihkan sekresi mulut, hidung, trachea 2. Jaga kepatenan jalan nafas 3. Sediakan peralatan oksigen 4. Pantau aliran oksigen’ 5. Monitor
posisi
pemasangan
alat
oksigen 2
Nyeri Akut
Tingkat Nyeri
Indikator : 1) Melaporkan nyeri
Manajemen Nyeri
Aktifitas : 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
2) Lama episode nyeri
komprehensif,
3) Kurang istirahan
durasi, karakteristik, frekuensi.
4) Kurang nafsu makan
termasuk
lokasi,
2. Observasi reaksi nonverbal tidak nyaman 3. Gunakan
teknik
komunikasi
Kontrol Nyeri
teraupetik
Indikator :
pengalaman nyeri pasien
1) Mengenal onset nyeri 2) Melaporkan
dapat
5. Tingkatkan istirahat
Penggunaan Analgetik
4) Menggunakan sumber yang bisa digunakan
terkontrol
yang
gejala
tidak terkontrol
5) Melaporkan
lingkungan
mengetahui
mempengaruhi nyeri
perkembangan nyeri 3) Melaporkan
4. Kontrol
untuk
nyeri
Aktifitas : 1. Cek riwayat alergi 2. Kolaborasi
penggunaan
analgetik
yang tepat 3. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik 4. Evaluasi efektivitas analgetik
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2017). Panduan Penatalaksanaan Kanker Nasofaring . Diakses pada tanggal 11 Juli 2017 dari http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKNasofaring.pdf Efiaty, A.S & Nurbaiti, I. (2001). Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, Leher . Jakarta : Balai Penerbit FKUI Roezin, A & Anida, S. (2007). Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta : EGC Shary, K. (2016). Patogenesis, Patofisiologi, dan Manifestasi Klinis Kanker Nasofaring .
Diakses
pada
tanggal
11
Juli
2017
https://komshar.files.wordpress.com/2016/03/ltm-3-patogenesis patofisiologi-dan-manifestasi-klinis-ca-nasofaring.pdf
dari