BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Latar Belaka Belakang ng
Pela Pelayyanan anan farm farmas asii klin klinis is di ruma rumahh saki sakitt sang sangat at dipe diperl rluk ukan an untu untuk k memberikan jaminan pengobatan yang rasional kepada pasien. Penggunaan obat dikatakan rasional jika obat yang digunakan sesuai indikasi, kondisi pasien dan pemilihan obat yang tepat (jenis, sediaan, dosis, rute, waktu dan lama pemberian), mempertimbangkan manfaat dan resiko dari obat yang digunakan. Terapi menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Pada Pada seka sekara rang ng ini ini tuga tugass dari dari seor seoran angg farma farmasi siss tida tidakk hany hanyaa seke sekeda dar r meyediakan obat namun juga memberikan informasi mengenai obat kepada pasien. Hal ini dinamakan sebagai asuhan kefarmasian yang bersifat patient oriented
yang ang pada ada awal awalny nyaa adal adalah ah drug drug oriente oriented d . Tujuan juan dari dari asuh asuhan an
kefarmasian ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien dimana hal ini dilakukan melalui beberapa pelayanan kefarmasian yang mana tidak hanya mencakup terapi obat (penyediaan obat saja) tetapi yaitu pengambilan keputusan untu untukk meng menggu guna naka kann atau atau tida tidakk meng menggu guna naka kann obat obat pada pada seor seoran angg pasi pasien en,, penilaian kerasionalan penggunaan obat mengenai dosis, rute, dan metode pemberian, pemantauan terapi obat, penyediaan informasi obat, dan pemberian konseling kepada pasien. Pharmaceutical care adalah
tanggung jawab langsung seorang apoteker
pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapa mencapaii hasil hasil yang yang diteta ditetapka pkann yang yang memperb memperbaiki aiki kualita kualitass hidup hidup pasien pasien.. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tetapi juga keputusan penggunaan obat pada pasien. onsep asuhan kefarmasian menjadi penting karena meningkatnya biaya kese keseha hata tann dan dan adverse adverse drug react reaction ionss dari obat!obat yang diresepkan. "bat menjadi lebih mahal, penggunaanya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug misuse) meningkat, dan efek samping obat. Asuhan kefarmasian
1
adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang dapat menjamin terapi optimal terhadap pasien secara indi#idu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat. Asuha Asuhann kefarm kefarmasi asian an memili memiliki ki fungsi fungsi sangat sangat pentin pentingg dalam dalam kaitan kaitannya nya dengan terapi obat diantaranya, mengidentifikasi secara aktual dan potensial masa masalah lah yang berh berhub ubun unga gann deng dengan an obat, obat, meny menyele elesa saik ikan an masa masala lahh yang yang berhubungan dengan obat dan mencegah terjadinya ter jadinya masalah yang berhubungan dengan obat. $engan adanya asuhan kefarmasian, juga sangat bermanfaat dalam duni duniaa kese kesehat hatan an diant diantar arany anyaa mend mendapa apatt peng pengala alama mann yang yang lebi lebihh efisi efisien en memantau terapi obat, memperbaiki komunikasi dan interaksi antara farmasis dengan profesi kesehatan lainnya, membuat dokumentasi kaitan dengan terapi obat, obat, dapat dapat mengid mengident entifik ifikasi asi,, menyel menyelesa esaian ian dan penceg pencegahan ahan masalah masalah yang yang berkaitan dengan obat dan jaminan mutu dalam layanan farmasi secara keseluruhan. Pasien Pasien yang yang mendap mendapatk atkan an terapi terapi obat obat mempun mempunya yaii resiko resiko mengal mengalami ami masalah terkait obat. ompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang sangat indi#idual meningkatkan munculnya masalah terkait obat, Penggunaan obat yang tidak perlu, penggunaan obat!obatan yang berlebihan dengan indikasi yang tidak sesuai dengan gejala pasien atau disebut juga dengan polifarmasi. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan pemantauan terapi obat untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. 1.2 Tujuan
%. &engetahui &engetahui keefekti keefektifan fan dan rasion rasionalitas alitas pengg penggunaan unaan obat obat pada pada pasien pasien kejang demam di 'umah akit Angkatan aut $r. &intohardjo yang berada di Pulau aut. *. &emberikan &emberikan rekomendas rekomendasii pengobatan pengobatan yang tepat pada pasien. pasien.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masalah Ter Terkat kat !"at #D$Ps% #D$Ps% 2.1.1 2.1.1 De&n De&ns s Masa Masalah lah Terkat rkat !"at !"at #D$P #D$Ps% s%
Pharmaceutical Care Network Europe
mendefinisi mendefinisikan kan masalah masalah terkait
obat ( DRPs DRPs) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan ( Pharmaceutical Pharmaceutical Care Network Network Europe., *++). 2.1.2 2.1.2
Klas& Klas&ka kas s Masal Masalah ah Te Terkat rkat !"at !"at #D$Ps% #D$Ps%
-erdasarkan Pharmaceutical are /etwork 0urope (The P/0 lassification 12.+ 12.+%) %) yang ang term termas asuk uk masa masala lahh terk terkai aitt obat obat adal adalah ah seba sebaga gaii beri beriku kutt ( Pharmaceutical Pharmaceutical Care Network Europe., *++)3 %. 'eaksi obat yang tidak dikehendaki4'"T$ ( Adverse Drug Reaction/ADR)
Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efek samping atau toksisitas. *. &asa &asala lahh pem pemili iliha hann oba obatt ( Drug Drug choice problem problem) &asalah pemilihan obat di sini berarti pasien memperoleh atau akan memperoleh obat yang salah (atau tidak memperoleh obat) untuk penyakit dan kondisinya. &asalah pemilihan obat antara lain3 obat direse diresepka pkann tapi tapi indika indikasi si tidak jelas, jelas, bentuk bentuk sediaan sediaan tidak sesuai, sesuai, kontraindikasi dengan obat yang digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas. 5. &asala &asalahh pemb pemberia eriann dosi dosiss obat obat ( Drug Drug dosing problem problem ) &asalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebih besar atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.
3
6. &asalah pemberian4penggunaan obat ( Drug use/administration problem)
&asalah
pemberian4penggunaan
memberikan4tidak
menggunakan
obat
obat sama
berarti sekali
tidak atau
memberikan4menggunakan yang tidak diresepkan. 2. 7nteraksi obat ( Interaction) 7nteraksi berarti terdapat interaksi obat!obat atau obat!makanan yang bermanifestasi atau potensial. . &asalah lainnya (thers) &asalah lainnya misalnya3 pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran yang kurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak jelas (memerlukan klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidak diketahui penyebabnya, perlu pemeriksaan laboratorium. 2.2 Pe'antauan Tera( !"at
Pemantauan terapi obat (PT") adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional untuk pasien. egiatan PT" ini meliputi3 pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki ('"T$), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan die#aluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. 2.) Penatalaksanaan Pe'antauan Tera( !"at 2.).1 Seleks Pasen
Pemantauan terapi obat (PT") seharusnya dilaksanakan untuk seluruh pasien. &engingat terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan dengan jumlah pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien yang akan dipantau. eleksi dapat dilakukan berdasarkan3 %. ondisi Pasien 4
•
Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga menerima polifarmasi.
•
Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
•
Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
•
Pasien geriatri dan pediatri.
•
Pasien hamil dan menyusui.
•
Pasien dengan perawatan intensif.
*. "bat a. 8enis "bat Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti3 i.
"bat dengan indeks terapi sempit (contoh3digo9in,fenitoin). ii.
"bat yang bersifat nefrotoksik (contoh3 gentamisin) dan hepatotoksik (contoh3 "AT).
iii.
itostatika (contoh3 metotreksat).
i#.
Antikoagulan (contoh3 warfarin, heparin).
#.
"bat yang sering menimbulkan '"T$ (contoh
3
metoklopramid, A7/). #i.
"bat kardio#askular (contoh3 nitrogliserin).
b. ompleksitas 'egimen i. Polifarmasi. ii. 1ariasi rute pemberian. iii. 1ariasi aturan pakai. i#. ara pemberian khusus (contoh3 inhalasi) 2.).2 Pengu'(ulan Data Pasen
$ata dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses PT". $ata tersebut dapat diperoleh dari3 a. 'ekam medik.
5
b. Profil pengobatan pasien4pencatatan penggunaan obat. c. :awancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain. 'ekam medik merupakan kumpulan data medik seorang pasien mengenai pemeriksaan, pengobatan dan perawatannya di rumah sakit. $ata yang dapat diperoleh dari rekam medik, antara lain3 data demografi pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penggunaan obat, riwayat keluarga, riwayat sosial, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, diagnosis dan terapi. 2.).) I*ent&kas Masalah Terkat
etelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah
terkait
obat.
&asalah
terkait
obat
menurut
Hepler
dan
trand dapat dikategorikan sebagai berikut3 a. Ada indikasi tetapi tidak dilakukan terapi Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan4gejala klinik harus diterapi dengan obat. b. Pemberian obat tanpa indikasi Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan. c. Pemilihan obat yang tidak tepat Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost e!!ective, dan kontra indikasi. d. $osis terlalu tinggi e. $osis terlalu rendah f. 'eaksi obat yang tidak dikehendaki ('"T$) g. 7nteraksi obat
6
h. Pasien tidak menggunakan obat karena suatu sebab -eberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain3 masalah ekonomi, obat tidak tersedia, ketidak patuhan pasien, dan kelalaian petugas. Apoteker perlu membuat prioritas masalah sesuai dengan kondisi pasien, dan menentukan masalah tersebut sudah terjadi atau berpotensi akan terjadi. &asalah yang perlu penyelesaian segera harus diprioritaskan. 2.).+ $ek,'en*as Tera(
Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas hidup pasien, yang dapat dijabarkan sebagai berikut3 a. &enyembuhkan penyakit (contoh3 infeksi). b. &enghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh3 nyeri). c. &enghambat progresi#itas penyakit (contoh3 gangguan fungsi ginjal). d. &encegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh3 stroke). -eberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan terapi antara lain3 derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut atau kronis). Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan berdasarkan3 efikasi, keamanan, biaya, regimen yang mudah dipatuhi. 2.).- $enana Pe'antauan
etelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Apoteker dalam membuat rencana pemantauan perlu menetapkan langkah!langkah3
%. &enetapkan parameter farmakoterapi
7
Hal!hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih parameter pemantauan, antara lain3 a. arakteristik
obat
(contoh3
sifat
nefrotoksik
dari
allopurinol, aminoglikosida). "bat dengan indeks terapi sempit yang harus diukur kadarnya dalam darah (contoh3 digo9in). b. 0fikasi terapi dan efek merugikan dari regimen. c. Perubahan fisiologik pasien (contoh3 penurunan fungsiginjal pada pasien geriatri mencapai 6+;). d. 0fisiensi pemeriksaan laboratorium. •
epraktisan pemantauan (contoh3 pemeriksaan kadar kalium dalam darah untuk penggunaan furosemide dan digo9in secara bersamaan).
•
etersediaan (pilih parameter pemeriksaan yangtersedia).
•
-iaya pemantauan.
*. &enetapkan sasaran terapi (end point ) Penetapan sasaran akhir didasarkan pada nilai atau gambaran normal atau yang disesuaikan dengan
pedoman
terapi.
Apabila
menentukan sasaran terapi yang diinginkan, apoteker harus mempertimbangkan hal!hal sebagai berikut3 a.
(contoh3
perbedaan penurunan kadar gula darah pada pemberian insulin dan anti diabetes oral). c. 0fikasi dan toksisitas. 5. &enetapkan frekuensi pemantauan 8
alah satu metode sistematis yang dapat digunakan dalam PT" adalah "ub#ective b#ective Assessment Planning ("AP). 9
" $ "ub#ective
$ata subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien. ontoh 3 pusing, mual, nyeri, sesak nafas. $ b#ective
$ata objektif adalah tanda4gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan. Tanda!tanda obyektif mencakup tanda #ital (tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. A $ Assessement
-erdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis untuk menilai keberhasilan terapi, meminimalkan efek yang tidak dikehendaki dan kemungkinan adanya masalah baru terkait obat. P $ Plans
etelah dilakukan "A maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah. 'ekomendasi yang dapat diberikan3 •
&emberikan alternatif terapi, menghentikan pemberian obat, memodifikasi dosis atau inter#al pemberian, merubah rute pemberian.
•
&engedukasi pasien.
•
Pemeriksaan laboratorium.
•
Perubahan pola makan atau penggunaan nutrisi parenteral4enteral.
•
Pemeriksaan parameter klinis lebih sering.
2.)./ Tn*ak Lanjut
Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan terkait. erjasama dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. 7nformasi dari dokter tentang kondisi pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetapkan target terapi yang optimal.
10
omunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan lain harus selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru. egagalan terapi dapat disebabkan karena ketidak patuhan pasien dan kurangnya informasi obat. ebagai tindak lanjut pasien harus mendapatkan omunikasi, 7nformasi dan 0dukasi (70) secara tepat. 7nformasi yang tepat sebaiknya3 %. Tidak bertentangan4berbeda dengan informasi dari tenaga kesehatan lain. *. Tidak menimbulkan keraguan pasien dalam menggunakan obat. 5. $apat meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. 2.).0
D,ku'entas
etiap langkah kegiatan pemantauan terapi obat yang dilakukan harus di dokumentasikan. Hal ini penting karena berkaitan dengan bukti otentik pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dapat digunakan untuk tujuan akuntabilitas atau pertanggungjawaban, e#aluasi pelayanan, pendidikan dan penelitian. istimatika pendokumentasian harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk penelusuran kembali. Pendokumentasian dapat dilakukan berdasarkan nomor rekam medik, nama pasien, penyakit, ruangan dan usia. $ata dapat didokumentasikan secara manual, elektronik atau keduanya. $ata bersifat rahasia dan disimpan dengan rentang waktu sesuai kebutuhan. esuai dengan etik penelitian, untuk publikasi hasil penelitian identitas pasien harus disamarkan. 2.+ Kejang De'a' 2.+.1 De&ns *an Klas&kas Kejang De'a'
ejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 5 bulan sampai dengan 2 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial. ejang demam di bagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
11
Tabel *.%. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks /o. % * 5 6 2 B
linis $urasi Tipe kejang -erulang dalam satu episode $efisit neurologis 'iwayat keluarga kejang demam 'iwayat keluarga tanpa kejang demam Abnormalitas neurologis sebelumnya
$ sederhana = %2 menit ?mum % kali !
$ kompleks >%2 menit ?mum4fokal @% kali
ebagian besar (5;) kejang demam berupa kejang demam sederhana dan 52; berupa kejang demam kompleks. 2.+.2
E(*e',l,g Kejang De'a'
Pendapat para ahli tentang usia penderita saat terjadi bangkitan kejang demam tidak sama. Pendapat para ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 5 bulan sampai dengan 2 tahun. &enurut %he American Academ& o! Pediatrics (AAP)
usia termuda bangkitan kejang demam bulan.
ejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak. -erkisar *;!2; anak di bawah 2 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. ebih dari C+; penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia bulan sampai dengan ** bulan. 7nsiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia %D bulan. $i berbagai negara insiden dan pre#alensi kejang demam berbeda. $i Amerika erikat dan 0ropa pre#alensi kejang demam berkisar *!2;. $i Asia pre#alensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan di 0ropa dan di Amerika. $i 8epang kejadian kejang demam berkisar D,5; ! C,C;. -ahkan di kepulauan &ariana (Euam), telah dilaporkan insidensi kejang demam yang lebih besar, rnencapai %6;. Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya +,6 ; ! +,B2 ;. ebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi sebanyak
12
*!B;. 0mpat persen penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. 2.+.)
Pat,&s,l,g Kejang De'a'
ejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. el syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran. Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. $alam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 5+!%++ m1, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion!ion terutama ion /a F, F dan aF F
. -ila sel syaraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan
mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran ini akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion /a F akan meningkat, sehingga /aF akan lebih banyak masuk ke dalam sel. elama serangan ini lemah, perubahan potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion /aF dan ion F, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. -ila rangsangan cukup kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap ( !iring level ), maka permiabilitas membran terhadap /aF akan meningkat secara besar!besaran pula, sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel syaraf berikutnya melalui sinap dengan perantara Gat kimia yang dikenal dengan neurotransmiter. -ila perangsangan telah selesai, maka permiabilitas membran kembali ke keadaan istiahat, dengan cara /aF akan kembali ke luar sel dan F masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa /a! yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen. &ekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori3
13
a. Eangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa /a! misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. edangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia. b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia. c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. &isalnya ketidakseimbangan antara EA-A atau glutamat akan menimbulkan kejang. Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. $engan demikian reaksi!reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga /a intrasel dan ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. $emam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat akti#itas motorik dan hiperglikemia. emua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak. $emam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut3 a. $emam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel!sel yang belum matang4immatur. b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permiabilitas membran sel. c. &etabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan "* yang akan merusak neuron.
14
d. $emam meningkatkan Cerebral 'lood (low (C'( ) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion!ion keluar masuk sel. ejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak akan meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari %2 menit) biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. 'angkaian kejadian di atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron. 2.+.+
akt,r $sk, Bangktan Kejang De'a'
Terdapat enam faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu3 demam, usia, dan riwayat keluarga, faktor prenatal #usia saat ibu hamil, riwayat pre!eklamsi pada ibu, hamil primi4multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) dan faktor pascanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala). a.
reb normal, satu molekul glukose akan menghasilkan 5D ATP, sedangkan pada keadaan hipoksi jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molekul glukosa hanya akan menghasilkan * ATP, sehingga pada keadaan hipoksi akan kekurangan energi, hal ini akan menggangu fungsi normal pompa /a F dan reuptake asam glutamat oleh sel . e dua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion /aF ke dalam sel meningkat dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion /aF sehingga semakin meningkatkan masuknya ion /a F ke dalam sel. &asuknya ion /a F ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion /aF intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. $isamping itu demam dapat merusak neuron EA-A!ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. -erdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa demam mempunyai peranan untuk terjadi perubahan potensial membran dan menurunkan fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang. Penurunan nilai ambang kejang memudahkan untuk timbul bangkitan kejang demam. -angkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 5D,C!5C,C (6+!2;). -angkitan kejang terjadi pada suhu tubuh 5B!5D,C sebanyak %%; penderita dan sebanyak *+ ; penderita kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 6+. Tidak diketahui secara pasti saat timbul bangkitan kejang, apakah pada waktu terjadi kenaikan suhu tubuh ataukah pada waktu demam sedang berlangsung. esimpulan dan berbagai basil penelitian dan percobaan binatang menyimpulkan bahwa kejang terjadi tergantung dari kecepatan waktu antara mulai timbul demam sampai mencapai suhu puncak (onset) dan tinggiya suhu tubuh . etiap kenaikan suhu +,5 secara cepat akan menimbulkan discharge di daerah oksipital. Ada discharge di daerah oksipital dapat dilihat dari hasil rekaman 00E. enaikan mendadak suhu tubuh menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat dan menurunkan kadar glutamine tetapi sebaliknya kenaikan suhu tubuh secara pelan tidak menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat. Perubahan glutamin menjadi asam glutamat 16
dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam glutamat merupakan eksitator. edangkan EA-A sebagai inhibitor tidak dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh mendadak. esimpulan dan uraian tersebut di atas menunjukkan apabila kejang demam pertama terjadi pada kenaikan suhu tidak mendadak dengan puncak tidak terlalu tinggi (berkisar 5D ! 6+) serta jarak waktu antara mulai demam sampai timbul bangkitan kejang singkat (kurang dari satu jam), merupakan indikator bahwa penderita tersebut mempunyai nilai ambang terhadap kejang rendah. /ilai ambang kejang rendah merupakan faktor risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam. b.
*) Pencocokan, orientasi, pemantapan dan peletakan neuron pada
korteks, 5) Pembentukan cabang neurit dan denrit, 6) pemantapan kontak di sinapsis, 2) kematian sel terprogram ) proliferasi dan diferensiasi sel. Pada fase proses diferensiasi dan pemantapan neuron di subplate. terjadi diferensiasi neurotransmiter eksitator dan inhibitor. Pembentukan reseptor untuk eksitator lebih awal dibandingkan inhibitor. Pada fase proses pembentukan cabang! cabang akson (neurit dan denrit), terjadi proses eliminasi sel neuron yang tidak terpakai. inapsis yang dieliminasi berkisar 6+ ;. Proses ini disebut proses regresif. Proses tersebut terjadi sampai anak berusia * tahun. Apabila pada masa proses regresif terjadi bangkitan kejang demam dapat mengakibatkan trauma pada sel neuron sehingga mengakibatkan modifikasi proses regresif . Apabila pada fase organisasi ini terjadi rangsangan berulang!ulang seperti kejang demam berulang akan mengakibatkan aberrant plasticit&, yaitu terjadi penurunan fungsi
17
EA-A!ergic dan desensitisasi reseptor EA-A serta sensitisasi reseptor eksitator.
Pada keadaan otak belum matang reseptor untuk asam glutamat
sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor EA-A sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding inhibisi. orticotropin releasing hormon ('H) merupakan neuropeptid eksitator , berpotensi sebagai prokon#ulsan. Pada otak belum matang kadar 'H di hipokampus tinggi. adar 'H tinggi di hipokampus berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. &ekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia, meningkatkan eksitabilitas neuron. Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada masa ini disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang. 0ksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan antara eksitator dan inhibitor. Anak mendapat serangan bangkitan kejang demam pada usia awal masa developmental window mempunyai waktu lebih lama fase eksitabilitas neural dibanding anak yang mendapat serangan kejang demam pada usia akhir masa developmental window . Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam pada otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berusia kurang dari * tahun.
Arnold (*+++) dalam penelitiannya mengidentifikasikan bahwa
sebanyak 6; anak akan mengalami demam kejang, terjadi dalam satu kelompok usia antara 5 bulan sampai dengan 2 tahun dengan demam tanpa infeksi intrakranial, sebagian besar (C+;) kasus terjadi pada anak antara usia bulan sampai dengan 2 tahun dengan kejadian paling sering pada anak usia %D sampai dengan *6 bulan, faktor riwayat keluarga yang positif kejang demam sebanyak *2; dari anak yang mengalami kejang demam. epertiga anak akan mengalami kejang demam, %2; atau lebih akan mengalami kejang demam yang berulang.
$i &ario dalam penelitiannya mengidentifikasikan bahwa sebagian besar kejadian kejang yang dialami oleh anak adalah kejang demam, sebanyak 6; sampai dengan 2; anak pada usia kurang dari 2 tahun yang terjadi di Amerika dan 0ropa. $i negara lain, frekuensi kejang demam dapat lebih tinggi antara %+; sampai dengan %2;. Penelitian yang dilakukan oleh Talebian terhadap %++ anak yang mengalami kejang demam pada usia kurang dari 2 tahun mengidentifikasikan bahwa usia anak kurang dari % tahun positif mengalami kejang demam sebanyak anak (26,22;), pada usia antara % sampai dengan 2 tahun positif kejang demam sebanyak anak (%2,5D;). c.
Penatalaksanaan Kejang De'a'
19
-iasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diaGepam yang diberikan secara intra#ena. $osis diaGepam intra#ena adalah +,5!+,2 mg4kg perlahan!lahan dengan kecepatan %!* mg4menit atau dalam waktu 5!2 menit, dengan dosis maksimal *+ mg. "bat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diaGepam rektal (le#el 77!*, le#el 77!5, rekomendasi -). $osis diaGepam rektal adalah +,2!+,B2 mg4kg atau diaGepam rektal 2 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari %+ kg dan %+ mg untuk berat badan lebih dari %+ kg. Atau diaGepam rektal dengan dosis 2 mg untuk anak dibawah usia 5 tahun atau dosis B,2 mg untuk anak di atas usia 5 tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam). -ila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. Pemberian obat pada saat demam a. Antipiretik Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam (le#el 7, rekomendasi $), namun para ahli di 7ndonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (le#el 777, rekomendasi -). $osis parasetamol yang digunakan adalah %+ I%2 mg4kg4kali diberikan 6 kali sehari dan tidak lebih dari 2 kali. $osis 7buprofen 2!%+ mg4kg4kali ,5!6 kali sehari. &eskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom 'eye terutama pada anak kurang dari %D bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. ". Antikon#ulsan Pemakaian diaGepam oral dosis +,5 mg4kg setiap D jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 5+;!+; kasus, begitu pula dengan diaGepam rektal dosis +,2 mg4kg setiap D jam pada suhu @ 5D,2. $osis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada *2!5C; kasus.
20
BAB III DATA PENAMATAN ).1 Data Pasen
'ekam &edik /ama ?mur -erat -adan Tinggi -adan Agama Alamat &asuk ' 'uangan
3 +C5+2 3 An. /A 3 *,2 tahun 3 %% kg 3! 3 7slam 3 8l. $anau 'anau 'aya, ota $epok 3 *% &aret *+%6 3P. aut
).2 Ana'ness Pasen
eluhan ?tama 3 $emam eluhan Tambahan 3 -atuk, pilek, kejang 'iwayat Penyakit ekarang 3 $emam timbul tiba!tiba, setelah satu hari tak kunjung turun disertai kejang.
).) Pe'erksaan U'u'
eadaan esadaran Tekanan darah /adi uhu Pernapasan
Tss ompus mentis ! %%+94menit 5D,2 *+94menit
).+ Data La",rat,ru' ).+.1 Data La",rat,r' 23 Maret 231+ Hasl La",rat,ru'
/o.
Pemeriksaan lab
/ormal
Hasil
%
eukosit
2+++!%++++4Jl
CC++
*
0ritrosit
6,2! 2,2 juta4mm5 P 3%6!%gr4d
6,DD
5 6
Hemoglobin Hematokrit
: 3 %*!% gr4d ; P 3 65!2%
%*,% 5B 21
;: 3 5D!6 *D* 2 ).+.2
ri
%2+ ribu!6++ ribu4mm 5
Trombosit
bu
Data la",rat,ru' 21 Maret 231+ Hasl La",rat,ru'
/o.
Pemeriksaan lab
/ormal
Hasil
%
eukosit
2+++!%++++4Jl
D++
*
0ritrosit
6,2! 2,2 juta4mm5 P 3%6!%gr4d
6,B*
5 6 2
Hemoglobin Hematokrit
: 3 %*!% gr4d ; P 3 65!2% ;: 3 5D!6 %2+ ribu!6++
Trombosit
%%, 5 *D
rib
ribu4mm5
u
).- Data $eka' Me*s
*% &aret *+%6
$emam tinggi, kejang, pilek, batuk
"
T$ 3 ! /adi 3 %%+94menit uhu 3 5B,6 " Pernafasan 3 *+94menit esadaran 3 compus mentis Pemeriksaan imia aboratorium
A
P
"bs.
22
Paracetamol *+ mg $iaGepam * mg uminal *9*+ mg tesolid ! rectal (bila kejang)
** &aret *+%6
"
A P
emah, -atuk, pilek T$ 3 ! /adi 3 %*+94menit uhu 3 5B,% " Pernafasan 3 *+94menit esadaran 3 compus mentis Pemeriksaan imia aboratorium "bs.
23
*5 &aret *+%6
Tidak demam, pilek, batuk T$ 3 !
"
/adi 3 %*+94menit uhu 3 5 " Pernafasan 3 *+94menit esadaran 3 compus mentis Pemeriksaan imia aboratorium
A
&asalah teratasi
P
7nter#ensi dihentikan
)./ ra&k suhu tu"uh
24
Grafk Suhu 38.5 39 38
37.4
37.1
37
Suhu tubuh
36
Suhu
36 35 34 20-03-14
21-03-14
22-03-14
23-03-14
tanggal pemeriksaan
).0
$eka(tulas Pe'"eran !"at Pasen
25
/o.
T0'AP7
*%454*+%6
/A&A L $"7 'egimen
Pagi
i
o
%+ tts
M
M
M
%9% gr
M
"-AT
&alam Pagi
**454*+%6
*5454*+%6
i
o &alam Pagi
i
ore
M
M
!
!
A7'A/ 7/ %
L $ 'inger aktat
M
M
M
M
"-AT 7/807 %
eftria9one
M
!
"-AT "'A 59%*+
%
Paracetamol
*
$iaGepam
59* mg
5
uminal
*9*+ mg
mg
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
M
).4 In&,r'as !"at #MIMS5 IS!%
%. Paracetamol 7ndikasi
3 meringankan rasa sakit kepala, sakit gigi, nyeri setelah operasi, menurunkan demam, antipiretik
dan analgesik. &ekanisme erja 3 menghambat sintesis prostaglandin pada ssp. Peringatan 3 hati!hati pada pasien dengan gangguan gagal ginjal
dan penggunaan jangka panjang pada
ontraindikasi
pasien anemia. 3 hipersensitifitas pada paracetamol dan penderita
0fek samping $osis
gangguan fungsi hati. 3 dosis tinggi menyebabkan kerusakan fungsi hati. 3 =% tahun +!%*+ mg, %!2 tahun %*+ mg!*2+ mg, !%* tahun *2+!2++ mg, @%* tahun maks 6 gram
7nteraksi obat
sehari. 3 resin penukar anion 3 kolesteramin menurunkan aborpsi paracetamolK antikoagulan3 penggunaan
26
PT secara rutin dalam waktu yang lama mungkin meningkatkan warfarin. *. $iaGepam 7ndikasi
3 pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol akut,
Peringatan
status epileptikus, kejang demam dan spasme otot. 3 dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau mengoperasi kan mesin, hamil, menyusui, bayi premature, penyakit hepar dan ginjal, kurangi dosis pada usia lanjut dan debil, hindari pemakaian jangka panjang, peringatan khusus
ontraindikasi
untuk injeksi i#, porfiria. 3 depresi pernapasan, gangguan hepar berat, miastenia gra#ia, insufisiensi pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik, serangan
asma
akut,
trisemester
pertama
kehamilan, tidak boleh digunakan sendiri pada 0fek samping
kondisi depresi atau ansietas dengan depresi. 3 mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan mental, amnesia, ketergantungan, depresi pernapasan,
$osis 7nteraksi obat
kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. 3 oral *!2mg 594hariK inj 2!%+ mg 7&471. 3 kadar plasmasebagian benGodiaGpin dinaikkan oleh flu#oksamin.
5. eftria9one 7ndikasi
3 infeksi gram positif dan negatif pada saluran napas bawah, saluran kemih, infeksi gonoreal,
Peringatan
kulit, infeksi tulang dan jaringan. 3 pasien gangguan fungsi ginjal, gangguan sintesa #itamin atau mendapat asupan #itamin
ontraindikasi
rendah 3 hipersensiti#itas terhadap sefalosporin dan penisilin, riwayat anafilaksis.
27
0fek samping
3 gangguan saluran cerna, reaksi hipersensiti#itas,
$osis
sakit kepala, nyeri pada tempat injeksi 3 dewasa dan anak @%* tahun sehari %9%!* gr secara 71, dapat dinaikkan sampai 6 gr sehari dgn inter#al %* jamK bayi s4d %6 hari 3 sehari %9*+! 2+mg4kg --. -ayi %2 hari s4d %* thn 3 sehari %9
7nteraksi obat
*+!D+ mg4kg--. 3 aminoglikosida, diuretik.
6. uminal (Phenobarbital) 6ara Kerja !"at7
barbiturat yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada
dosis
subhipnotis.
&ekanisme
kerja
menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor EA-A, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons terhadap EA-A yang diberikan secara iontoforetik. 0fek ini telah teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor EA-A dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor EA-A tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus menerusK ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital
28
pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status epileptikus. In*kas
7ejang
umum tonik!klonikK kejang parsialK kejang
pada neonatusK kejang demamK status epileptikus. (engelolaan
insomnia jangka pendek 5
kecemasan dan ketegangan5
'eredakan
'eredakan
gejala
epilepsi K,ntran*kas
7 Hipersensitif
terhadap barbiturat atau komponen
sediaan, gangguan hati yang jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, porfiria, hamil. D,ss
7 ejang
umum tonik!klonik, kejang parsial, per
oral, $0:AA +!%D+ mg saat malamK A/A sampai D mg4kg sehariK ejang demam, per oral, A/A sampai D mg4kg sehariK ejang neonatal, injeksi intra#ena (larutkan %3%+ dengan air untuk injeksi), neonatus 2!%+ mg4kg tiap *+!5+ menit sampai konsentrasi plasma 6+ mg4liter. tatus epileptikus, injeksi intra#ena (larutkan %3 %+ dengan air untuk injeksi), $0:AA %+ mg4kg dengan kecepatan tidak lebih dari %++ mg4menit (sampai dosis maksimal % g)K A/A 2!%+ mg4kg dengan kecepatan tidak lebih dari 5+ mg4menit. Perngatan *an Perhatan7
?sia lanjut, lemah!tidak berdaya, anak
(dapat menyebabkan perubahan perilaku), gangguan fungsi ginjal atau fungsi hati, depresi napas (hindari jika berat), hindari penghentian mendadak, dapat menggangu kemampuan melakukan tugas terampil, contoh mengoperasikan mesin, menyetir. E&ek Sa'(ng
7&engantuk,
kelelahan, depresi mental, ataksia dan
alergi kulit, bingung pada orang dewasa dan 29
hiperkinesia pada anakK anemia megaloblastik(dapat diterapi dengan asam folat)
30
BAB I8 PEMBAHASAN
Pemantauan terapi obat (PT") adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional untuk pasien. egiatan PT" ini meliputi3 pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki ('"T$), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan die#aluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. $alam pemantauan terapi obat dilakukan identifikasi masalah terkait obat dimana kegiatan tersebut meliputi ada indikasi penyakit tetapi tidak dilakukan terapi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, reaksi obat yang tidak dikehendaki ('"T$), dan interaksi obat. etelah hal tersebut dikaji kemudian dilakukan rekomendasi terapi sehingga pelaksanaan terapi bisa berjalan efektif. Pada hari amis, *+ &aret *+%6 pasien masuk ?E$ dengan keluhan demam disertai kejang, batuk, pilek. emudian dilakukan pemeriksaan suhu tubuh dan kondisi #ital lainnya, setelah itu diberikan penanganan dengan pemberian proris syrup dan stesolid rectal apabila timbul kejang lagi, diagnosa yang diberikan adalah obs. febris. Pada tanggal *% &aret, pasien tersebut masuk ke dalam rawat inap Pulau aut, hasil laboratorium pasien tersebut menunjukkan kadar hemoglobin dan hematokrit yang berada dibawah batas normal. Penatalaksanaan yang dilakukan di Pulau aut adalah pemberian infus ', injeksi ceftria9one, paracetamol, diaGepam dan luminal. Pemberian injeksi ceftria9one dilakukan pada pagi hari, alasan digunakannya antibiotik dalam penatalaksanaan ini dimungkinkan karena febris yang timbul pada pasien belum jelas penyebabnya maka dari itu pemberian antibiotik spektrum luas diharapkan mampu mengobati demam yang sebagian besar pada anak disebabkan karena infeksi. Paracetamol diberikan dalam campuran bersama diaGepam menimbulkan interaksi yaitu diaGepam akan 31
menurunkan kadar paracetamol dengan meningkatkan metabolisme paracetamol. 7nteraksi tersebut merupakan interaksi minor yang tidak terlalu signifikan. Pada tanggal ** &aret *+%6, kondisi pasien sudah mulai membaik, suhu tubuh turun dan sudah tidak timbul demam, namun pasien masih tidak memiliki napsu makan maka dari itu infus ' dilanjutkan. Pada tanggal *5 &aret *+%6, pasien sudah tidak demam dan napsu makan sudah kembali normal. &asalah teratasi dan inter#ensi dihentikan. Penggunaan obat!obatan pada pasien ini sudah tepat karena pemberian dilakukan berdasarkan petunjuk pengobatan dari penyakit. elain itu dosis yang digunakan juga sudah tepat (&7&, 7"). alaupun ada interaksi pada obat! obatan yang digunakan, interaksi ini tidak mengharuskan untuk dihindari pemakaian obat!obatannya melainkan cukup dipantau dari efek yang dihasilkan atau pemakaian dosisnya saja sehingga penggunaannya tetap aman, efektif, efisien, serta rasional (tockley,%CC6).
32
BAB 8 KESIMPULAN DAN SA$AN -.1 Kes'(ulan •
$ilihat dari pemantauan terapi obat pada pasien di Pulau aut ini,
•
penatalaksanaan yang dilakukan telah tepat. Adanya interaksi antara diaGepam dan parasetamol merupakan
•
interaksi minor yang tidak terlalu signifikan. Penatalaksanaan kejang demam secara cepat dapat dengan
•
menggunakan stesolid rectal. Tidak ada perubahan penggunaan obat dalam kasus ini, hanya perlu dipantau efek dan dosis yang digunakan.
-.2 Saran •
Penggunaan diaGepam dan paracetamol dipantau efeknya dan
•
diberi jeda penggunaan untuk mengurangi terjadinya interaksi. $ilakukannya pemberian informasi terhadap penanganan kejang demam secara tepat terhadap orang tua pasien.
33