LAPORAN KASUS
“PAROTITIS”
Dokter Pembimbing: dr. Prastowo Sidi P, Sp. A
Disusun Oleh:
Badai Ardyana Arimbi Putri (2013730129)
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PEDIATRI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Parotitis” ini tepat pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih baik kedepannya. Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, November 2017
Penulis
2
BAB I STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama
: An. R
Ruang Perawatan
: Pav. Badar
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 01 September 2013
Umur
: 4 tahun 2 bulan 3 hari
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Cemput Timur XVII RT 11/3. No. 12 B, Cempaka Putih
Masuk RS
: 04 November 2017
No. Kamar
:1
No. Rekam Medis
: 00 82 ** **
1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama Kejang ± 30 menit SMRS. b. Keluhan Tambahan Demam, batuk, leher membengkak, nyeri pada bagian leher, nyeri saat berbicara, menelan dan mengunyah, lemas dan lesu, nafsu makan menurun. c. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang ± 30 menit SMRS. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien kejang 1 kali sebelum ke IGD, pasein kejang dengan mata melotot dan mendelik keatas, dan badan kaku, durasi kejang menurut ibu pasien ± >5 menit, setelah kejang pasien sadar dan menangis. Sebelumnya pasien demam tinggi terus menerus sejak 1 hari SMRS, dan pasien batuk tidak berdahak sejak 2 SMRS. Pada saat di bangsal ibu pasien baru menyadari dan melihat bahwa pipi bawah sampai leher pasien terlihat membesar pada bagian sebelah kanan, terasa nyeri pada bagian leher kanan, nyeri saat berbicara, melenan dan mengunyah. Pasien merasakan lesu dan lemas selama sakit. Menurut ibu pasien mafsu makan pasien menurun sejak sakit. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
3
d. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kejang demam pertama ketika pasien berumur 3 tahun. e. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang sedang mengeluhkan keluhan yang sama atau memiliki riwayat keluhan yang serupa dengan pasien. f. Riwayat Pengobatan Pasien tidak mempunyai riwayat pengobatan sebelumnya. g. Riwayat Kehamilan Ibu pasien rutin ANC di dokter kandungan, rajin meminum vitamin atau obat penambah darah, mengkonsumsi sayuran dan tidak pernah terkena infeksi dan sakit selama hamil.
h. Riwayat Persalinan
i.
Melahirkan
: normal pervaginam, usia kehamilan 40 minggu.
BBL
: 3500 gram
PBL
: 49 cm
Keadaan
: Sehat, kuning (-)
Pola Makan Anak makan teratur sehari 3 kali.
j.
Riwayat Imunisasi
BCG
: 1x saat usia 2 bulan.
4
Polio
: Polio diberikan pada usia 0 bulan untuk OPV-0, OPV-1 diberikan pada usia 2 bulan, OPV-2 diberikan pada usia 3 bulan dan OPV-3 diberikan pada usia 4 bulan.
DTP
: DTP diberikan pada usia 2 bulan DTP-1, DTP-2 usia 3 bulan, DTP-3 usia 4 bulan.
Campak
: 1x saat usia 9 bulan.
Hepatitis B
: Hepatitis B pada saat lahir 1x, pada usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
Kesan
: Imunisasi dasar lengkap.
k. Riwayat Perkembangan Tengkurap, usia
: 6 bulan
Tumbuh gigi, usia
: 5 bulan
Duduk, usia
: 7 bulan
Berdiri, usia
: 8 bulan
Berjalan, usia
: 9 bulan
Bicara, usia
: 8 bulan
Kesan: Perkembangan sesuai dengan usia
l.
Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan, udara maupun debu
m. Riwayat Psikososial Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya di rumah. Sehari-hari pasien makan masakan yang dimasak ibunya di rumah
1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Tampak sakit sedang b. Kesadaran Composmentis
5
c. Antropometri BB : 25 kg TB : 101 cm d. Status Gizi BB/U = 25/16 X 100% = 156%
Obesitas
TB/U = 101/103 X 100% = 98% BB/TB = 25/16 X 100% = 156%
Normal
Obesitas
Kesan : Obesitas
e. Tanda Vital Nadi
: 120x /menit
Napas : 20x /menit Suhu
: 39,1ºC
f. Status Generalis
Kepala Kepala
Normocephal
Ubun-ubun Kecil
Mata
Hidung
Konjungtiva anemis
-
-
Sclera icterus
-
-
Edema palpebra
-
-
Mata cekung
-
-
Mata merah dan berair
-
-
Pernapasan cuping hidung
-
Deviasi septum
-
Sekret
-/-
Perdarahan
-/-
Telinga Normotia Sekret Mulut
Menutup Sempurna
+
+
-
-
Mukosa bibir
-
Sianosis
-
6
Lidah kering/kotor/tremor
-
Stomatitis
-
Faring Hiperemis
+
Tonsil
Kelenjar Limfa
Thorax
T1/T1 permukaan licin
: Ada pembesaran pada kelenjar parotis, Nyeri tekan (+)
Inspeksi
Gerak dada simetris, retraksi dada (-/-)
Perkusi
Sonor/Sonor
Palpasi
Vokal fremitus simetris, nyeri tekan (-/-)
Auskultasi
Bunyi paru ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Bunyi jantung I dan II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Axilla
Abdomen
: Pembesaran KGB (-/-)
Inspeksi
Distensi (-), Scar (-)
Auskultasi
BU (+)
Perkusi
Tymphani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi
Nyeri tekan (-)
Turgor Kulit
Baik, kembali dalam waktu < 2 detik
Inguinal
Ekstremitas
: Pembesaran KGB inguinal (-/-), Fimosis (-)
Superior Akral
Inferior
Hangat
Hangat
Edema
-
-
Sianosis
-
-
CRT
<2 detik
<2 detik
Akral
Hangat
Hangat
Edema
-
-
Sianosis
-
-
<2 detik
<2 detik
CRT
7
Anus dan Rektum
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia
: Laki-laki, normal
Kulit
: Warna
: Sawo matang
Turgor
: Kembali dengan cepat
Scar BCG
: (+)
Rumple leede
: (-)
Peteki / ekimosis
: (-)
Efloresensi
: (-)
A. STATUS NEUROLOGIS
Tanda rangsal meningeal Kaku kuduk (negative) Brudzinski I (negative) Brudzinski II (negative) Kernig Sign (negative)
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : ubun-ubun besar (UUB) membonjol (-), papil edema (-)
Pemeriksaan nervus kranial : tidak dilakukan
Paralisis tidak ada
Refleks fisiologis : Biseps (+) triseps (+) patella (+) achilles (+)
Refleks patologis : Babinski (-) oppenheim (-)
Tonus dan motorik tidak ada kelainan
Kesan
: Status Neurologis dalam batas normal
8
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: 4 November
Nilai
Nilai Normal
Satuan
13,4
10,7 – 14,7
gr/dL
10,94
5,00 – 13,50
103/ µl
455
217 – 491
103/µL
38
31 – 43
%
5,00
3,70 – 5,70
106/ µL
77
72 – 88
fL
27
23 – 31
pg
35
32 - 36
g/dL
2017
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
1.5 Resume
An. R, laki-laki, 4 tahun, BB 25 kg, datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih diantar keluarganya dengan keluhan kejang sejak 30 menit SMRS, kejang 1 kali selama >5menit, saat kejang mata melotot dan mendelik ke atas, badan kaku. Pasien juga demam tinggi 1 hari SMRS, pasien batuk tidak berdahak 2 hari SMRS, bagian pipi sampai leher kanan membesar dan terasa nyeri saat berbicara, menelan dan mengunyah ketika pasien masuk bangsal, lesu, lemas dan nafsu makan menurun sejak sakit.
9
Pada pemeriksaan fisik ditemukan S: 39,1 oC, Nadi: 120 x/mnt, Pernapasan: 20 x/mnt. Pembesaran kelenjar parotis kanan. Nyeri tekan leher kanan (+). Status gizi pasien memasuki obesitas berdasarkan BB/TB. 1.6 Assesment
-
Kejang Demam Sederhana
-
Parotitis
1.7 Diagnosis Banding
Parotitis
Parotitis Supuratifa
Demam, Lesu, nyeri, pada
Demam tinggi, nyeri pada
Klinis
otot terutama otot leher,
otot leher, pembengkakan
kadang
tidak,
parotis pembengkakan
yang
sakit
kepala, pada
pembengkakan
kelenjar
Parotitis berulang
kelenjar biasanya unilateral, dapat frekuen
kadang
dari
terlihat,
kelenjar
parotis bilateral/unilateral, diikuti pembesaran pada parotis, dapat unilateral/ serta kelenjar ludah yang kelenjar ludah yang lain, bilateral,
biasanya
tidak
lain seperti sublingual atau akan tetapi bisa juga tidak,
diikuti
submaksila, dapat terjadi kulit di atas kelenjar panas,
kelenjar ludah yang lain.
edema laring, dan palatum
memerah, dan nyeri tekan.
mole sehingga mendorong
Pus
tonsil ke tengah. Pada anak
duktus stesoni ditekan.
laki-laki
dapat
dengan
pembengkakan
dapat
dilihat
pembesaran
bila
diikuti
pada testis.
Gangguan saat berbicara, Gangguan saat mengunyah
-
mengunyah dan menelan
Penyebab : Virus RNA rantai
tunggal
Rubulavirus, Paramyxovirinae,
Penyebab : Staphilococcus aureus,
Penyebab tidak jelas
Fusobacterium,
subfamili Bacteroides,
dan
family Peptostreptococcus.
Paramyxoviridae
10
Pengobatan simptomatis
Antibiotik
Pengobatan simptomatik.
1.8 Diagnosis
-
Diagnosis Klinis
: Kejang Demam Sederhana dan Parotitis
-
Diagnosis Gizi
: Obesitas berdasarkan BB/TB
-
Diagnosis Imunisasi
: Lengkap
-
Diagnosis Perkembangn : Sesuai Usia
1.9 Terapi Medikamentosa
-
IVFD Asering (BB=25 kg) 10 x 100 = 1000 10 x 50 = 500 5 x 20 = 100 = 1600 1300/24= 54/3= 18 tpm
-
P. Panas + Diazepam 3x1
-
Isoprinosin syr 3x1
-
P. Luminal 2x2 bungkus untuk 2 hari
-
Pulv 3x1 Bisolvon 1/3 tab Salbutamol 0,8mg CTM 1/3 tab Codein 1/3 tab
Non medikamentosa
Edukasi : Edukasi dilakukan kepada orangtua agar melakukan penanganan yang tepat pada saat anak kejang disertai demam tinggi Orang tua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan. Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain : 1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
11
3. Memberikan informasi tentang risiko kejang berulang. 4. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping obat. Jika anak kejang, lakukan hal berikut : 1. Tetap tenang dan tidak panik. 2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher. 3. Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir dimulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukkan apapun kedalam mulut. 4. Ukur suhu tubuh, catat lama dan sifat kejang. 5. Tetap bersama anak selama kejang. 6. Memberikan diazepam melalui anus. Jangan diberikan jika kejang sudah berhenti. 7. Bawa kedokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung ≥5 menit.
12
1.10
Follow Up
Hari/ tanggal 5
November
2017 (06.00)
P
S
O
A
Pasien masih demam,
S: 38 C
•
batuk
tidak
RR : 22 x/m
-
lemas,
N: 120 x/m
syr 3x1
berdahak,
Parotitis
Lanjut terapi
Amoxsan
pipi dan leher masih membesar,
nafsu
makan
masih
menurun kejang (-). BAB terakhir malam jam 22.00 WIB, BAK terakhir jam 05.00 WIB.
6
November
2017 (06.00)
Pasien sudah tidak
S: 36,8 C
demam,
RR : 22 x/m
pipi
dan
•
Parotitis
Lanjut terapi
-
leher
masih
membesar,
batuk
diazepam,
berdahak
p.luminal
tidak
jarang, pasien sudah
N: 120 x/m
Stop terapi p. Panas +
-
Tambahkan
mau makan, kejang
P. Luminal
(-), BAB dan BAK
u/ hari ke 3
terakhir jam 05.00
-
Rencana pulang
WIB.
13
TINJAUAN PUSTAKA MUMPS I. PENDAHULAN
Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat ini masih sering dijumpai. Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis yang tersering. Saat ini sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah parotitis yang disebabkan oleh mumps.1
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur <15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di negara barat seperti Amerika dan Inggris, ratarata didapat kurang dari 1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens parotiti s bergeser pada anak besar dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di tempat kuliah atau tempat kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens terjadinya parotitis epidemika. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya, dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.2
A. DEFINISI
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga. 7
Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan remaja. Gambaran klasik mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat jinak, dan banyak kasus yang subklinis.5
14
B. ETIOLOGI
Penyebab adalah virus mumps. 7 Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit Newcastle. Hanya deiketahui ada satu serotype. Biakan manusia atau sel ginjal kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Pengaruh sitopatik kadang-kadang ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator infeksi yang paling sensitif. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain.3
Virus penyebab mumps dapat menyebar melalui kontak langsung dengan percikan ludah, bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.8
C. EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan periode sebelum tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC ( Centre of Disease Control ) yang terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus pada tahun 1993. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta penderita parotitis yang berobat di unit rawat jalan sejak tahun 1994 1998 adalah sebanyak 61 kasus, sedangkan data Survai Rumah Tangga 1966 tidak menyertakan parotitis sebagai penyakit yang diteliti. Salah satu virus pen yebab parotitis adalah mumps, golongan paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsul Iipoprotein. Golongan umur 5-9 tahun adalah golongan yang paling banyak diserang oleh penyakit ini. Komplikasi yang berat meliputi orkitis, pankreatitis, meningoensefalitis, dan berbagai keterlibatan organ keIenjar lainnya.2
Meskipun insiden menurun pada semua kelompok usia, penurunan terbesar (> 50% pengurangan tingkat kejadian per 100.000 penduduk) terjadi pada orang yang berusia 10 tahun atau lebih. Orang yang berusia 15 tahun atau lebih tua menyumbang lebih dari sepertiga dari total yang dilaporkan pada tahun 1985-1987, sedangkan pada periode 1967-1971, rata-rata hanya 8% dari kasus yang dilaporkan terjadi pada populasi ini. Meskipun dilaporkan insiden mumps tetap meningkat di semua kelompok usia dari tahun 1985-1987, peningkatan paling
15
dramatis adalah di kalangan remaja yang berusia 10-14 tahun (peningkatannya hampir 7 kali lipat) dan dewasa muda yang berusia 15-19 tahun (peningkatannya lebih dari 8 kali lipat). 10 Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar Amerika Serikat mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap endemik. Vaksin mumps digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagian besar negara-negara dengan ekonomi lebih berkembang. 10 D. PATOGENESIS
Sesudah masuk dan mulai membelah dalam sel saluran pernapasan, virus dibawa darah ke banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar l ain yang paling rentan.3 Setelah virus masuk ke dalam sistem pernapasan, virus akan bereplikasi secara lokal. Diseminasi viremic kemudian terjadi pada jaringan target seperti kelenjar parotis. Sel nekrosis dan peradangan dengan infiltrasi sel mononuklear adalah respon jaringan, Kelenjar ludah edema dan terjadi deskuamasi sel epitel yang melapisi sel nekrotik.10 E. MANIFESTASI KLINIK
Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia lima sampai 15 tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih terasa lagi bila menelan cairan asam seperti cuka dan air jeruk. Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah telinga. Kelenjar- kelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita juga merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5 oC. Komplikasi mungkin terjadi pada anak laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja perempuan, nyeri akan terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus mumps menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan jaringan selaput otak. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara ketika penderita bersin atau batuk.7
16
Gambar 1. Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular. 6
F. DIAGNOSIS
Masa inkubasi virus mumps adalah 16 sampai 18 hari. Gejala prodromal meliputi demam ringan, anoreksia, sakit kepala, dan malaise. Dalam waktu 24 jam dari gejala prodromal, pasien mungkin akan mengeluh sakit telinga dan nyeri pada kelenjar parotis. Setelah pembengkakan parotis mencapai puncaknya, rasa nyeri dan demam hilang dengan cepat, dengan kelenjar biasanya kembali ke ukuran normal dalam waktu 7 sampai 10 hari. 5 Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis. Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja yaitu parasetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam. Pengobatan dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat bermanfaat, begitu pula dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat penyembuhan.8 Diagnosis mumps didasarkan pada riwayat pajanan, dan pembengkakan parotis dengan rasa nyeri. Penegasan laboratorium mumps yang khas menjadi penting dalam suatu wabah dan dalam kasus-kasus dengan gejala subklinis. Tes khusus meliputi isolasi virus dari cucian tenggorokan atau hidung, titer IgG (hemaglutinasi inhibisi assay [HAI], fiksasi komplemen assay, enzyme immunoassay), tes IgM, dan RT-PCR testing.5
17
Infeksi dikonfirmasi oleh isolasi virus atau asam nukleat dari spesimen klinis. Pemeriksaan serologi menunjukkan peningkatan titer IgG yang signifikan di antara spesimen akut dan konvalesen atau IgM antibodi mumps positif. 5 Virus Parainfluenza 3 juga dapat menyebabkan parotitis dan dapat menghasilkan respon antibodi heterolog yang dapat mempengaruhi tes mumps HAI. Hal ini penting untuk menyingkirkan infeksi ini ketika menggunakan tes HAI untuk mendiagnosa penyakit mumps. 5
G. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Virus mumps satu-satunya penyebab epidemi parotitis.
Parotitis
terutama kasus
sporadis dapat berhubungan dengan virus selain dari mumps. Parotitis juga dapat disebabkan oleh Epstein Barr virus, human herpesvirus B6 (penyebab roseola) cytomegalovirus, parainfluenza virus tipe 1 dan 3, influenza A virus, coxsackieviruses dan enteroviruses lainnya , lymphocytic choriomeningitis virus, human immunodeficiency virus, Staphylococcus aureus, dan nontuberculous Mycobacterium. 9
H. PENGOBATAN
Pengobatan parotitis seluruhnya simtomatik. Tirah baring harus diatur menurut kebutuhan penderita, tetapi tidak ada bukti statistic yang menunjukkan bahwa tirah baring ini mencegah komplikasi. Diet harus disesuaikan dengan kemampuan penderita untuk mengunyah. Orkitis harus diobati dengan dukungan local dan tirah baring. Arthritis parotitis dapat berespon terhadap pemberian 2 minggu agen antiradang kortikosteroid atau nonsteroid. Salisilat tampak tidak efektif.3 I. PROFILAKSIS 1. Passif
Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi. 3 2. Aktif
Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain yang dapat dideteksi, tidak mengekskresi virus, dan tidak menular terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat
18
berkembang 7-10 hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibodi pada sekitar 96% resipien seronegatif dan mempunyai kemanjran protekstif sekitar 97% terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada satu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan demam, malaise, mal, dan ruam popular merah yang melibatkan badan dan tungkai tetapi menyelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak ini, tetapi kenaikan titer antibody parotitis ditnjukkan. 3 J. KOMPLIKASI
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik (sel-sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi tanpa gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku kuduk) terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak, dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1). Parotitis mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps). 4 1. Meningioensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak. Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf sentral, seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari 65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10% dari kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas adaah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis aseptik yang paling sering.3 Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai (1) infeksi primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Pada tipe pertama parotitis sering muncul bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua, ensefalitis menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada beberapa kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah dihubungkan dengan infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam tpai pada umur menyusui telah menghasilkan lesi yang serupa. 3
19
Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dari meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan neorologis lain biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya berisi sel kurang dari 500 sel/mm 3, walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya hamper selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit polimorfonklear ser ing mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis dapat diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.3 2. Orkitis, Epididimitis
Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum pada laki-laki setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak 50% pada laki-laki setelah masa pubertas, biasanya setelah parotitis, tapi penyakit ini mungkin mendahuluinya, terjadi secar a serempak, atau terjadi sendirian.4 Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas tetapi sering (14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat juga terjadi sendirian. Jarang ada hidrokel. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis dapat juga terjadi tanpa bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30% penderita keda testis terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan suhu, menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan terlibat, appendisitis dapat dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis yang terkena menjadi nyeri dan bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan merah. Rata-rata lamanya adalah hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin jarang. 3 3. Ooforitis
Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan fertilitas. 3,4 4. Nefritis
Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa, kelainan fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.3
20
5. Prankreatitis
Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa parotitis; hyperglycemia adalah temporer dan bersifat reversibel.4 6. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Rekaman elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan, kebanyakan depresi segmen ST, pada 13% orang dewasa pada satu seri. Keterlibatan demikian dapat menjelaskan nyeri prekordium, bradikardia, dan kelelahan kadang-kadang ditemukan pada remaja dan orang dewasa dengan parotitis. 3 7. Mastitis
Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin. 3 8. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn insidennya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral. Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.3
9. Komplikasi Okuler
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic (papillitis)dengan gejala-gejaa bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan penyembuuhan dalam 10-20 hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tendonitis, dengan akibat eksoftalmus; dan trobosis vena sentral.3 10. Artritis
Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya sempurna. 3
21
11. Purpura Trombositopeni
Tanda ini tidak sering terjadi.3 12. Embriopati Parotitis
Tidak ada bukti yang kuat bahwa infeksi ibu mencederai janin; kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum ditegakkan. Parotitis pada awal kehamilan menambah peluang abortus.3 K. PROGNOSIS
Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah sangat baik. Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun, kerusakan neurologis dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka kejadian ensefalitis mumps sebesar 5 kasus per 1000 kasus mumps yang dilaporkan. Sequelae permanen jarang terjadi, sedangkan laporan kasus ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%. Myelitis sementara atau polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang terinfeksi berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan dengan meningitis bakteri. 10
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. Orkitis pada Infeksi Parotitis Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni 2009. p 47-51 2. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2004. p. 134-137 3. Maldonado, Yvonne. Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak; 2000. p.1075-1077 4. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012 5. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States. The
Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2006. p.938-941. 6. JEVUSKA. Mumps (Parotitis Epidemika). Dalam: Anak, Artikel Kedokteran; 2007. 7. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas; 2007. Jakarta: 2008. p.158 8. Anggraeni, Melisa, Dwi Lingga Utama, I Md Gd. Gondongan (Mumps atau Parotitis) . Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar. 9. California Department of Public Health – December 2012. Mumps: Case and Outbreak Investigation: 2012 10. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape Reference: 2012.
23