1
BAB 1 PENDAHULUAN
Katarak
merupakan
penyebab
masalah
tersering
dari
gangguan
penglihatan. Proses penuaan merupakan penyebab umum dari katarak. Prevalensi katarak yang terjadi pada usia 65-74 tahun terjadi sebanyak 50% sedangkan pada usia lebih dari 75 tahun prevalensi ini meningkat hingga 70%.
Lensa merupakan bagian berperan penting dalam proses katarak. Sifat transparan dari lensa membuat sinar yang masuk dari kornea kemudian sampai di lensa dapat diteruskan hingga keretina yang membuat kita dapat melihat dengan jelas. Lensa yang bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem saraf didalamnya mempunyai proses keseimbangan dari elektrolit, dan cairan didalamnya, yang harus selalu dijaga keseimbangannya.
Katarak merupakan suatu keadaan dimana, lensa mengalami berbagai macam proses yang membuat keadaannya tidak lagi jernih, transparan, sehingga cahaya yang melewati lensa tidak dapat difokuskan ke retina , sehingga seseorang akan mengalami gangguan penglihatan. Yang membuat perubahan dari morfologi maupun kandungan dari lensa tersebut, bisa akibat dari proses degenerasi. Selain dari itu dapat juga disebabkan karena penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, galaktosemia. Akibat dari infeksi seperti uveitis dan penggunaan steroid dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan katarak, dan masih banyak beberapa keadaan lain dari tubuh
2
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan katarak disamping proses degenerasi, hal ini yang dikenal dengan katarak komplikata
2
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan katarak disamping proses degenerasi, hal ini yang dikenal dengan katarak komplikata
3
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. AT
Usia
: 28 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Oepura
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan terakhir
: SMA
Suku bangsa
: Timor
Status pernikahan
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Guru TK
Asuransi kesehatan
: BPJS
Tanggal datang poli
: 20 Juni 2017
No. Rekam Medik
: 42-32-94
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 20 Juni 2017, bertempat di Poliklinik Mata RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes pada pukul 11.00 WITA. Anamnesis dengan menggunakan teknik autoanamnesis. KELUHAN UTAMA : Kedua mata kabur sejak ±7 bulan lalu. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
4
Pasien mengeluh kedua mata kabur sejak ±7 bulan yang lalu. Awalnya kabur dirasakan pada mata kiri, kemudian diikuti mata kanan sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan mata kabur dirasakan pasien sebagai penglihatan yang kurang jelas seperti ditutupi oleh bayangan putih atau asap, keluhan semakin memberat 3 bulan terakhir sehingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien juga mengeluhkan matanya terasa lebih silau ketika melihat cahaya, terutama di siang hari, kadang berair namun tidak mengganggu. Sebelumnya penglihatan pasien baik, riwayat penggunaan kacamata (-), nyeri pada bola mata (-), mata merah (-), gatal (-). Keluhan lain seperti nyeri kepala (-) mual (-) muntah (-), makan dan minum baik, BAB/BAK lancar. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien didiagnosa menderita penyakit SLE sejak 3 tahun yang lalu dan rutin mengkonsumsi Methylprednisolon sejak itu dengan dosis awal 1x8 mg hingga sekarang 1x16 mg. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :
Tidak ada RIWAYAT PENGOBATAN :
Tidak ada RIWAYAT SOSIAL EKONOMI :
Pasien bekerja sebagai Guru TK, namun karena kondisi mata, pasien sedang mengambil cuti.
5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 20 Juni 2017, bertempat di Poliklinik Mata RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes pada pukul 11.00 WITA. Keadaan Umum: Pasien tampak sakit ringan Kesadaran
: Compos Mentis (E4V5M6)
Tanda vital
: TD=120/80 mmHg; N = 88x/menit, regular, kuat angkat; S=36,70C (suhu aksiler); RR=20x/menit.
Status antropometri TB
: 152 cm
BB aktual : 47 kg IMT
: 20,3 kg/m2
Status gizi : Baik Kepala
:
Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok, warna hitam
Kulit
:
Sianosis (-), ikterik (-), scar (-), lembab, turgor kulit baik.
Mata
: OD
1/60
OS Visus & Refraksi
Pergerakan Bola Mata
1/300
6
Kesegalah Arah
Kesegalah Arah
Normal
Lapangan
Normal
pandang
Normal perpalpasi
TIO
Edema (-), hiperemis (-)
Palpebra
massa (-)
Normal perpalpasi Edema (-), hiperemis (-) massa (-)
Hiperemis (-), massa (-)
Konjungtiva
Hiperemis (-), massa (-)
Jernih
Kornea
Jernih
Hiperemis (-)
Sklera
Hiperemis (-)
Dalam,
hipopion
(-)
COA
hifema (-)
Dalam,
hipopion
(-),
hifema (-)
Reguler, intak
Iris
Sentral, bulat, 3 mm,
Reguler, intak Sentral, bulat, 3 mm,
Pupil
reflek cahaya (+) Keruh, shadowtest (+) Tde
reflek cahaya (+) Lensa Vitreus
Keruh, shadowtest (+) Tde
Humor
Telinga
:
nyeri tekan mastoid(-/-), discharge(-/-)
Hidung
:
Deviasi septum (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut
:
Bibir lembab, sianosis (-), pucat (-), mukosa mulut tampak lembab, lidah bersih
7
Leher
:
Pembesaran KGB dan pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks
:
Bentuk normal
Pulmo
:
Simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu nafas ( -), vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
:
S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
Bising usus (+)
Ekstremitas Superior
Inferior
Sianosis
-/-
-/-
Akral
Hangat
Hangat
CRT
<2 detik
<2 detik
2.4 DIAGNOSIS KLINIS
Katarak Komplikata ODS 2.5 PENATALAKSANAAN
Pro Operasi Extracapsular Cataract Extraction+Intra Ocular Lens OS 2.6 PROGNOSIS
1. Ad vitam
: dubia ad bonam
2. Ad fungtionam
: dubia ad bonam jika dioperasi
3. Ad sanationam
:dubia, karena penyakit SLE memerlukan terapi
kortikosteroid yang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya katarak, sehingga rekurensi setelah operasi bias terjadi.
8
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa merupakan salah satu media refraksi pada mata yang sangat penting dan berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Total kekuatan refraktif sekitar 10-20 Dioptri bergantung pada akomodasi tiap individu. Lensa merupakan sruktur transparan, bikonveks seperti cakram.Ketebalan lensa sekitar 4 mm 2. Pada orang dewasa berat lensa sekitar 220 mg. 3
Posisinya disebelah
posterior iris dan
disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus cilliare. Serat-serat ini menyisip kebagian ekuator kapsul lensa.Kapsul lensa adalah suatu mebran basalis yang mengelilingi substansi lensa.Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral. Seratserat muda yang kurang padat, di sekeliling nucleus menyusun korteks lensa. 2
Gambar 3.1 Bentuk dan posisi lensa mata 4
9
Lensa
merupakan
struktur
yang
avascular
dan
tidak
mempunyai
persyarafan. Sehingga lensa bergantung sepenuhnya pada aqueous humor untuk memnuhi kebutuhan metabolik dan membuang zat sisa. 5 Metabolisme lensa bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut dalam aqueous.2,5 Lapisan epitelium lensa yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan mengatur transportasi nutrien, mineral dan air ke dalam lensa melalui “pump -leak system”. Sistem ini memperbolehkan terjadinya transportasi aktif natrium, klorida, kalsium dan asam amino dari aqueous humor ke dalam lensa.Sedangkan perpindahan pada bagian kapsul lensa posterior melalui difusi pasif.3 Proses keseimbangan transportasi ini penting bagi transparansi lensa.Kandungan air yang dimiliki lensa harus stabil. Kandungan air yang dimiliki oleh lensa akan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, hal ini berbanding terbalik dengan kandungan protein lensa tidak larut air yang semakin meningkat. Sehingga lensa pada usia tua menjadi lebih keras, kurang elastik dan kurang transparan. Proses ini terjadi hampir 95% pada orang tua usia diatas 65 tahun .lensa yang keruh akan memperlihatkan pupil berwarna putih atau abu-abu. 3
10
Gambar 3.2 Mekanisme pump-leak system pada lensa mata5
3.2 Katarak
Berdasarkan data WHO, katarak merupakan penyebab utama dari kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. WHO memperkirakan katarak menyebabkan buta yang bersifat reversibel lebih dari 17 juta dari 37 juta individu yang mengalami kebutaan di seluruh dunia dan angka ini diperkirakan mencapai 40 juta individu pada tahun 2020. 5 Walaupun katarak dapat disebabkan oleh faktor metabolik, kongenital, ataupun traumatik, namun katarak yang berhubungan dengan usia yaitu katarak senilis lah yang mempunyai efek sosioekonomik paling besar. Hal ini disebabkan oleh prevalensinya yang tinggi. 5
11
Berikut tabel yang memaparkan klasifikasi dan penyebab kekeruhan pada lensa : Tabel 3.1 Klasifikasi (terminology) dari kekeruhan lensa 3
12
Tabel 3.2 Penyebab kekeruhan lensa 3
13
3.3 Katarak Komplikata
Katarak komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa yang diakibatkan keadaan lokal atau penyakit sistemik. Ini dapat terjadi pada semua usia. Suatu penyakit dapat merusak lensa dengan menganggu nutrisi yang dimiliki lensa atau efek toksik yang mempengaruhi lensa.
Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga mengenai seluruh lensa. Katarak komplikata biasanya dapat bersifat unilateral dan bilateral. Pada kasus yang unilateral biasanya bersifat akibat penyakit yang bersifat lokal, seperti glaukoma, uveitis, pemakaian lokal atau sistemik steroid, miopia tinggi, ablasio retina, retinitis pigmentosa, tumor intraokular.
Sedangkan bilateral
katarak komplikata biasanya terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonik distrofi, atopik dermatitis,galaktosemia.
3.3.1 Katarak pada Uveitis Uveitis merupakan masalah yang sering ditemukan dalam bentuk yang berbeda-beda. Ini merupakan suatu keadaan kronik. Uveitis merupakan inflamasi yang terjadi pada bagian koroid(koroiditis), badan siliar(uveitis intermediate, cyclitis,uveitis perifer, atau pars planitis) atau iris(iritis). Anterior uveitis merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya sifatnya unilateral dan akut. Gejala yang timbul ada nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur. Dari pemeriksaan bisa didapatkan kemerahan disekeliling kornea dengan injeksi konjungtiva
14
ataupun kotoran. Keadaan ini biasanya memerlukan pengobatan kortikosteroid jangka panjang atau obat-obatan imunosupresif. Pembentukan katarak sangat sering terjadi pada kasus – kasus ini. Penanganan katarak pada uveitis membutuhkan perhatian lebih . Tantangan dalam pengobatan ini tidak hanya tingkat kesulitan operasi yang tinggi tetapi juga bagaimana mengontrol inflamasi yang terjadi dalam periode perioperatif. Katarak pada uveitis sendiri merupakan hasil dari kronik inflamasi dan merupakan konsekuensi dari penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Dari sebuah studi didapatkan katarak terjadi sebanyak 317(21%) dari 1506 pasien dewasa uveitis dan 128(37%) pasien menjadi katarak dari 446 pasien anak dengan uveitis. Pembentukan katarak ini jarang terjadi pada kasus uveitis posterior, lebih sering terjadi pada uveitis anterior ( 50%) dan intermediate uveitis . Faktor resiko dapat berupa uveitis kronik, pembentukan fibrin, pengobatan dosis tinggi dari kortikosteroid, dan riwayat dari pars plana vitrektomi(PPV). Penyebab spesifik dari uveitis seringkali sulit ditemukan, tetapi pada beberapa kasus uvetis berhubungan dengan : -
Gangguan autoimun: Rheumatoid arthritis atau ankilosing spondilitis
-
Gangguan Inflamasi : Penyakit Chron’s atau colitis ulseratif
-
Infeksi : cat-scratch disease, herpes, sifilis, toksoplasmosis, tuberculosis
-
Trauma mata
-
Keganasan tertentu : limfoma yang memiliki efek tidak langsung terhadap mata
15
·
Anterior uveitis – inflamasi ini mengenai bagian iris(iritis) atau inflamasi dari iris dan badan silar(iridosiklitis). Sifatnya adalah unilateral dan bersifat akut. Pupil dapat terjadi miosis atau irregular akibat dari sinekia posterior. Gejala biasanya berupa nyeri, fotofobia, dan penglihatan buram. Inflamasi yang terjadi pada bilik anterior harus dicek tekanan intraokularnya. Sel-sel inflamasi serta debris dari peradangan ini membentuk suatu keratik presipitat pada bagian endothelium corneal.
·
Intermediate uveitis – mengenai area dibelakang badan siliar dan retina. Biasanya terjadi pada anak-anak , remaja dan dewasa muda. Yang terjadi pada perdangan ini ditandai dengan inflamasi vitreous. Sifatnya biasanya bilateral, gejala yang khas bisanya disertai dengan floater dan penglihatan yang buram. Nyeri, fotofobia dan kemerahan minimal bahkan tidak ada.
·
Posterior uveitis – Inflamasi terjadi pada bagian segmen posterior mata, yaitu koroid dan retina. Biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis. Gejala yang muncul biasanya adanya floaters, hilangnya lapang pandang penglihatan atau skotoma atau menurun visus penglihatan yang dapat sangat berat. Terkadang dapat ditemukan adanya ablasi retina yang sifatnya trsksi, regmatogen atau dengan eksudat.
Patofisiologi Katarak pada Uveitis Katarak yang terjadi pada anak-anak dengan uveitis ini biasanya tipe subkapsular katarak . Sinekia posterior terkadang terjadi pada kasus ini, yang disertai dengan daerah kapsul anterior nekrosis serta terjadi kekeruhan pada lensa.
16
Jaringan fibrin yang terdapat pada membran dari lensa biasanya ditemukan berserta
dengan
kekeruhan
pada
daerah
dibawah
kapsul
anterior.
Pembentukan katarak yang terjadi pada bagian polus posterior dari lensa dapat dijelaskan dari hilangnya dinding pertahanan dari membran epitelial dan disertai bagian posterior merupakan bagian yang paling tipis dari kapsul lensa. Dimana terjadi inflamasi maka sel radang akan terakumulasi pada bagian bilik anterior maupun posterior sehingga menyebabkan penebalan lensa akibat dari sistem osmotik yang tidak seimbang. Kandungan protein yang disertai sel-sel radang akan menyebabkan air masuk kedalam lensa sehingga lensa menjadi lebih tebal dan keruh. Disamping itu juga terjadi proses proliferatif dari sel epitel lensa abnormal(LEC/ Lens Epithelial Cell ). Sel abnormal ini menghasilkan ekstraselular basal membran
dan ekstraseluler maktriks sebelum berdegenerasi bersama
dengan serat-serat lensa sekelilingnya.
3.3.2
Katarak Pada Penggunaan Steroid
Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid bersifat luas, dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular posterior. Penggunaan dari steroid harus dibatasi dalam pemberiannya secara sistemik maupun
topikal
pada
inflamasi
okular,
maupun
pada
masalah-masalah
transplantasi organ. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa, belum sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif selain operasi pengangkatan lensa.
17
Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior adalah karena dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian intraseluler dan menurunnya kadar potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada bagian serat lensa . Cadherin merupakan merupakan protein yang berfungsi sebagai adhesi molekul antar sel, dan bersifat mengatur adesi dari sel yang bergantung pada kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel. Ketika adesi dari sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari selsel ini berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan. Hasil yang didapatkan dari sebuah penelitian adalah bahwa pemberian dari steroid menstimulus pembentukan katarak yang bersamaan dengan menurunnya kadar N-cadherin protein. Glukokortikoid reseptor antagonis RU 486 . Ini menunjukan bahwa pengobatan untuk katarak karena penggunaan steroid dapat diberikan glukokortikoid reseptor. Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat bilateral, terjadi pada bagian posterior polus atau korteks, tepat didalam kapsul posterior, terkadang dapat meluas hingga kebagian anterior korteks dengan bentuk yang iregular. Bagian tepi biasanya sedikit tajam, tetapi biasanya dikelilingi dengan sedikit keabu-abuan. Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada lensa dengan disertai adanya vakuol kecil. Dikatakan bahwa katarak subkapsular katarak ini berkembang hanya pada pasien yang menggunakan dosis steroid tingg dengan jangka waktu yang panjang
18
lebih dari 1 tahun, dimana dengan dosis prednison kurang dari 10mg perhari dikatakan sepertinya tidak terjadi perubahan pada lensa. Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak , tidak sebatas pada pemberian secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa dilakukan optalmologis. Gangguan yang terjadi akibat penggunaan steroid ini dapat berupa gangguan dalam sistem osmotik , oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan metabolik. Pada sistem osmotik terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase sehingga permeabilitas membran meningkat , meningkatkan akumulasi cairan, fluktuasi dari indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa berpendar, tidak fokus pada retina. Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya membran dan rusaknya protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi akibat penggunaan steroid menyebabkan terjadinya denaturasi dari protein, agregasi dan insolubel protein dari lensa. Yang terakhir adalah gangguan metabolisme dimana terjadi ambilan glukosa yang kemudian terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan atau anti radikal bebas, dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk melindungi dari penggunaan steroid.
3.3.3
Katarak Pada Diabetes Melitus
Komplikasi yang sering terjadi pada diabetes tipe 1 dan 2 adalah diabetik retinopati, dimana hal ini menduduki peringkat ke-lima penyebab kebutaan di Amerika. Sebanyak 95% pasien diabetes tipe 1 dan 65% pasien
19
diabetes tipe 2 yang memiliki penyakit ini lebih dari 20 tahun, pasti muncul tanda dari diabetik retinopati. Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan pada pasien diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang meningkat pada pasien dengan diabetes melitus. Dengan meningkatnya insiden dari diabetes tipe 1 dan tipe 2, secara seimbang meningkatkan diabetik katarak. Walaupun operasi katarak merupakan tindakan yang paling sering dilakukan sebagai pengobatan yang efektif , perkembangannya untuk di hambat dan mencegah berkembangnya katarak pada pasien diabetes masih merupakan suatu tantangan .
Patogenesis Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose reductase, enzim pertama pada jalur polyol . Jalur ini tidak hanya terdapat pada lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris, retina, saraf dan ginjal. Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak.
Di lensa, sorbitol
diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat keadaan hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik. Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya ditemukan sebuah hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang menghasilkan
20
peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon dari media AR pada jalur polyol sehingga menghasilkan pembengkakkan lensa dikarenakan oleh perubahan biokimia yang berakhir dengan pembentukan katarak. Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari sorbitol membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi dari kadar glukosa yang menghasilkan reaktif oksigen spesies dan menyebabkan stress oksidatif yang merusak serat lensa. Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium , asam amino, dan myoinositol lebih tinggi
didalam lensa dibandingkan jaringan
sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari lensa keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya kadar kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang terjadi akibat dari kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa. Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study dengan 3684 koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari kortikal dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes. Penelitian lebih lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat cenderung berkembang opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan bahwa tingginya prevalensi
21
operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang non-diabetik. Dari analisis yang dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang dialami sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal yang juga meningkatkan frekuensi dari operasi katarak . Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk : [2] 1.
Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata,
pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali. 2.
Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi
katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular 3.
Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik. Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa. Pengobatan Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum biasanya yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi, karena hasil yang didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan astigmat, rehabilitasi visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum lensa semakin opak dan matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak sangat baik, tetapi pasien dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang
22
dibandingankan pasien tanpa diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan untuk terjadi retinopati secara cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau dapat terjadi perubahan makula, seperti makula eema atau sistoid edema makula. Yang terburuk adalah pada mata yang dioperasi dapat terjadi proliferatif retinopati dan atau
tanpa
3.3.4
disertai
dengan
edema
makula.
Katarak Pada Galaktosemia
Susu yang mengandung laktosa (ASI maupun formula) dihidrolisasi oleh enzim laktase menjadi bentuk monosakarida , glukosa dan galaktosa yang kemudian diabsorbsi didalam usus dengan proses phosporylation. Galaktosa merupakan jenis monosakirada yang siap diabsorsi dan kemudian dibawa kehepar dan diubah menjadi glikogen . Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme yang dimana konversi ini tidak terjadi akibat dari defisiensi enzimgalaktosa 1fosfaturidililtransferase. Galaktosemia merupakan penyakit herediter dan terjadi pada kurang lebih 1 dari 18,000 kelahiran. Penemuan klinis yang bermakna pada bayi baru lahir adalah adanya hepatomegali, malnutrisi,katarak dan galaktosemia. Katarak umumnya terdeteksi pada beberapa hari setelah bayi lahir. Dahulu penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes, karena pada pemeriksaan urine, glukosa juga didapatkan hasil yang positif.Sekarang ini sudah tersedia pemeriksaan khusus galaktosa oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan kertas kromatografi. Pengobatan dari penyakit ini dapat dilakukan dengan diet galaktosa, di mana ketika kadar galaktosa
23
berkurang gejala yang muncul akan berkurang yang menunjukan bahwa penyakit ini terdeteksi pada saat awal. Pada beberapa kasus katarak menghilang ketika pemberian susu bayi ini kandungan utamanya pada susu yaitu sumber galaktosa ini dihilangkan. Pada percobaan yang dilakukan oleh mencit katarak akibat galaktosemia muncula dengan mekanisme awal adanya vakuol yang bertambah banyak seiiring dengan berkembanganya kekeruhan pada lensa bagian nuklear. Secara kontras penelitian yang dilakukan pada manusia menunjukan tipe katarak nuklear yang bersifat lamelar. Dengan penelitian lebih lanjut pada mencit yang ibunya diberikan diet dari galaktosa, ditemukan katarak yang serupa berupa katarak nuklear lamelar. Patofisiologi yang terjadi bermula pada perubahan morfologi lensa juga ditemukan bahwa serat lensa yang bersifat hidropik, dan terjadi akumulasi cairan didalam intraseluler, sehingga membuat suatu celah interfibrilar yang kemudian diisi dengan presipitasi dari protein-protein. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan keadaan lensa itu sendiri menjadi hidropik. Dalam galaktosa katarak metabolit abnomal dari galaktosa-1-fosfat berakumulasi didalam lensa secara perlahan yang menghasilkan gangguan osmotik secara minimal. Selain itu juga ditemukan adanya kandungan dulsitol , yang merupakan bentuk gula alkohol dari galaktosa pada lensa. Retensi dari dulsitol dalam lensa ini membuat keadaan hipertonik sehingga air masuk kedalam serat lensa. Akumulasi dari dulsitol ini terjadi paralel bersama dengan peningkatan air pada lensa.
24
3.4 Gambaran Klinis
Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan menurun secara progresif. Keluhan lain juga adalah rasa silau, terutama terjadi saat individu dengan katarak mengemudikan kendaraan. Hal ini terjadi karena katarak mendispersikan cahaya putih dan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan secara drastis, multilopia, “starburst”, serta penurunan tajam penglihatan malam hari yang dramatis. Gejala lain yang mungkin timbul adalah diplopia dan gangguan tajam penglihatan warna. 6
Gambar 3.5 Gambaran penglihatan pada katarak 2 Berdasarkan gambar diatas, foto sebelah kanan, pemandangan yang diperlihatkan foto sebelah kiri direproduksi sedemikian rupa tampak seperti yang terlihat oleh individu dengan katarak (kekeruhan disentral lebih padat). 2
3.5 Diagnosis
Dalam
menegakkan
diagnosis
katarak,
diperlukan
anamnesis
dan
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Pasien dengan katarak biasanya datang sendiri ke dokter mata dan mengeluhkan ada katarak. Pada
25
kondisi seperti ini anamnesis dilakukan mengarah secara langsung. Pasien juga akan mengeluhkan bagaimana penurunan tajam penglihatan ini mengganggu beberapa kegiatan yang sebelumnya dapat dikerjakan. Namun ada juga pasien yang baru menyadari penurunan tajam penglihatan pada saat dilakukan pemeriksaan. Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit mata lain, terutama dinilai berdasarkan hasil uji ketajaman penglihatan
Snellen.Secara
umum,
penurunan
ketajaman
penglihatan
berhubungan langsung dengan kepadatan katarak. Beberapa orang yang klinis katarak cukup bermaknaberdasarkan pemeriksaan oftalmoskop atau slit lamp dapat melihat cukup baik sehingga melaksanakan aktivitas sehari-hari. Lainnya mengalami penurunan tajam penglihatan yang tidak sebanding dengan derajat kekeruhan lensa yang diamati. 2,8 Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan status oftalmologi secara lengkap. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan, pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak kekeruhan dalam berbagai bentuk dan tingkat serta lokalisasi di lensa sperti di kontek dan nukleus 3,9 Pemeriksaan slitlamp, funduskopi, tonometri juga perlu dilakukan untuk melihat adanya kelainan lain pada mata yang menjadi penyebab terjadinya katarak seperti uveitis atau glaucoma. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah dan gula darah sewaktu juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis katarak komplikata.
26
Gambar 3.6 Pemeriksaan lensa dengan slit-lamp 3
3.6 Tatalaksana
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan.Pembedahan dilakukan jika tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari, bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya.1,10 Indikasi yang paling sering dari operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu pasien menginginkan operasi untuk memperbaiki penglihatannya. Apabila pasien memiliki katarak bilateral dengan fungsi penglihatan yang signifikan maka operasi dilakukan pertama pada mata dengan katarak yang lebih berat. Indikasi medis dari operasi katarak antara lain glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke kamera okuli anterior. Tambahan indikasi dari operasi katarak yaitu apabila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga tidak dapat dinilai fundus dan dapat mengganggu diagnosis dan manajemen penyakit mata lain misalkan retinopati diabetik dan glaukoma.5,10 Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. Dapat dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul
27
lensa, atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus) dengan meninggalkan kapsul posterior. 1 Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa atauanak-anak adalah dengan ECCE (extra capsular cataract extraction). Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal.Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior dan nukeus serta korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsular yang sudah kosong, disangga oleh kaspul posterior yang masih utuh, tetapi prosedur ini memerlukan insisi yang relative besar.2,7 Fakoemulsifikasi saat ini ialah teknik ECCE yang paling sering digunakan. Teknik ini menggunakan vibraor ultrasonik genggam untuk menghanurkan nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasimelalui insisi berukuran 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup intuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat. Jika digunakan lensa yang tidak dapat dilipat insisi dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan yang didapat dari bedah insisi kecil ini adalah kondisi intraoperasi yang lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah dan mengurangi derajat peradangan intraokular pasa operasi. Namun teknik fakoemulsifikasi menimbulkan ririko yang lebih besar terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul posterior.Kejadian ini membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang kompleks. Setelah tindakan bedah
28
katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi kekeruhan sekunder pada kapsular posterior yang memerlukan disisi dengan menggunakan laser YAG:neodymium.2
Gambar 3.7 Fakoemulsifikasi3 ICCE (intracapsular cataract extraction) merupakan suatu tindakan mengangkat seluruh lensa berikut kapsulya. Metode ini jarang dilakukan saat ini. Dapat dilakukan pada Zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus.Insiden terjadinya
ablasio
retina
pasca
operasi
jauh
lebih
tinggi
dibandingkan dengan ECCE. Namun metode ICCE tetap merupakan suatu prosedur yang berguna, khusunya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan bedah ekstrakapsular.2
29
BAB 4 DISKUSI
Tabel 4.1 Perbandingan Teori dan Status Teori Anamnesis
Pada awalnya, hanya Mata kabur perlahan terdapat sedikit sejak 7 bulan lalu, di keluhan penglihatan, mulai dengan mata kiri kemudian terjadi kemudian mata kanan kehilangan penglihatan Nyeri dan trauma pada progresif tanpa nyeri. mata (-) Pandangan seperti Pandangan berasap (+) berasap Silau (+)
Pemeriksaan Fisik
Kasus
Keluhan yang paling Penggunaan umum adalah rasa kortikosteroid silau, terutama terjadi sejak 2014 saat individu dengan katarak mengemudikan kendaraan.
rutin
Gejala lain yang mungkin timbul adalah diplopia dan gangguan tajam penglihatan warna.
Faktor risiko berupa penyakit sistemik seperi DM, atau penggunaan steroid jangka lama
Penurunan visus
Adanya lensa
VOD 1/60 dan VOS 1/300
Lensa keruh (+)/(+)
Shadowtest (+)/(+)
kekeruhan
Shadowtest (+)
30
Teori Penatalaksanaan
Mengatasi
penyakit
Pro
Operasi
penyerta yang menjadi
Extracapsular Cataract
penyebab
Extraction+Intra
katarak
Kasus
Operasi
terjadinya
Ocular Lens OS
31
BAB 5 KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien seorang wanita usia 28 tahun dengan Katarak Komplikata ODS. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien direncanakan untuk menjalani operasi dengan tekhnik operasi Extracapsular Cataract Extraction+Intra Ocular Lens OS.