LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL Sediaan Salep Mata Steril Neomisin Sulfas 0,25%(b/v)
“
Disusun oleh:
Johan Fanjonef Pakpahan P 17335113049
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG JURUSAN DIII FARMASI 2014
”
SALEP MATA STERIL NEOMISIN SULFAS 0,25%(b/v)
I.
TUJUAN PERCOBAAN
a. Agar praktikan dapat mengetahui dan mampu membuat formulasi sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v). b. Agar praktikan dapat mengetahui teknik sterilisasi yang tepat untuk peralatan dan untuk pembuatan sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v). c. Agar praktikan dapat mengetahui evaluasi sediaan yang harus dilakukan pada sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v).
II.
PENDAHULUAN
Pada praktikum kali ini praktikan membuat sediaan salep mata steril neomisin sulfat dengan kadar 0,25%, adapun latar belakang praktikan memilih garam sulfat dari neomisin adalah karena III.
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pengertian
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. (Departemen Kesehatan RI, 1995) Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan . Syarat-syarat obat suntik yaitu, aman, harus jernih, tidak berwarna, sedapat mungkin isohidris, sedapat mungkin isotonis, harus steril, bebas pirogen (Anief, Moh, 2006). 2006).
3.2 Bentuk-bentuk Sediaan Parenteral ( The Council of The Royal Pharmaceutical
Society, 1994) 3.2.1
Larutan Air Paling sederhana dan paling banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.
3.2.2
Suspensi Air Suspensi biasanya diberikan dalam rute intramuskular dan subkutan. Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena, intraarteri, intraspinal,
SALEP MATA STERIL NEOMISIN SULFAS 0,25%(b/v)
I.
TUJUAN PERCOBAAN
a. Agar praktikan dapat mengetahui dan mampu membuat formulasi sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v). b. Agar praktikan dapat mengetahui teknik sterilisasi yang tepat untuk peralatan dan untuk pembuatan sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v). c. Agar praktikan dapat mengetahui evaluasi sediaan yang harus dilakukan pada sediaan salep mata steril neomisin sulfas 0,25%(b/v).
II.
PENDAHULUAN
Pada praktikum kali ini praktikan membuat sediaan salep mata steril neomisin sulfat dengan kadar 0,25%, adapun latar belakang praktikan memilih garam sulfat dari neomisin adalah karena III.
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Pengertian
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. (Departemen Kesehatan RI, 1995) Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan . Syarat-syarat obat suntik yaitu, aman, harus jernih, tidak berwarna, sedapat mungkin isohidris, sedapat mungkin isotonis, harus steril, bebas pirogen (Anief, Moh, 2006). 2006).
3.2 Bentuk-bentuk Sediaan Parenteral ( The Council of The Royal Pharmaceutical
Society, 1994) 3.2.1
Larutan Air Paling sederhana dan paling banyak digunakan. Bentuk larutan air dapat digunakan untuk semua rute pemberian.
3.2.2
Suspensi Air Suspensi biasanya diberikan dalam rute intramuskular dan subkutan. Suspensi tidak pernah diberikan secara intravena, intraarteri, intraspinal,
intrakardia, atau injeksi opthalmik. Partikel pada suspensi harus kecil dan distribusi ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat melewati jarum suntik saat pemberian, ukuran partikel tidak boleh meningkat dan tidak terjadi caking saat saat penyimpanan 3.2.3
Suspensi Minyak Injeksi suspensi dibuat dalam pembawa minyak. Suspensi minyak dapat menimbulkan efek depot/lepas lambat pada rute pemberian IM.
3.2.4
Injeksi Minyak Senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini secara umum digunakan dengan rute IM, dan pada keadaan normal tidak digunakan untuk rute lain.
3.2.5
Emulsi Zat yang bersifat lipofilik dapat dibuat dalam bentuk emulsi O/W. zat dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau zatnya sendiri sudah berbentuk minyak. Droplet minyak harus dikontrol dengan dengan hatihati dan pada saat penyimpanan emulsi tidak akan pecah. Ukuran droplet ideal 3 mikrometer. Biasanya dalam bentuk nutrisi parenteral.
3.2.6
Larutan Koloidal
3.2.7
Sistem Pelarut Campur Zat yang sukar larut dalam air, selain digunakan dalam bentuk garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa zat diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga zat lebih terlarut. Pemilihan kosolvent terbatas oleh toksisitas.
3.2.8
Larutan terkonsentrasi
3.2.9
Serbuk untuk injeksi Zat yang tidak stabil dalam sir dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi, sediaan ini berupa serbuk dry filled atau atau serbuk liofiliasi (freeze liofiliasi (freeze dried)
3.2.10 Implant
3.3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Injeksi (Lukas,2006) 3.3.1
Keuntungan injeksi :
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok. 2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik. 3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi. 4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral. 5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi. 6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m. 7. Terapi
parenteral
dapat
memperbaiki
kerusakan
serius
pada
keseimbangan cairan dan elektrolit. 8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral. 9. Aksi obat biasanya lebih cepat. 10. Seluruh dosis obat digunakan. 11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral. 12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa. 13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya. 3.3.2
Kerugian Injeksi
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari. 3. Obat
yang
diberikan
secara
parenteral
menjadi
sulit
untuk
mengembalikan efek fisiologisnya. 4. Pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain. 5. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v. 6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis. 7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas
terhadap
obat
atau
overdosis
setelah
penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi. 8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan
3.4 Syarat Sediaan Injeksi
Air yang digunakan untuk injeksi adalah Aqua pro Injectione. Air untuk injeksi, dibuat dengan menyuling kembali air suling segar dengan alat gelas netral atau wadah logam yang cocok dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang dan sulingan selanjutnya ditampung dan segera digunakan harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera ditampung. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama 10 menit sambil dicegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan (Anief, Moh, 2006). Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau kekuningan, untuk memungkinkan memeriksa isinya. Jenis gelas yang
susai dan dipilih untuk tiaqap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masingmasing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. (Ansel, 1989) 3.5 Injeksi Famotidin ( Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007) 3.5.1
Farmakodinamik
Famotidin merupakan AH 2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin. 3.5.2
Farmakokinetik
Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira-kira dalam 0.5-3 jam dengan durasi 8-15 jam jika diberikan secara intravena. 3.5.3
Indikasi
efektivitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung setelah 8 minggu pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Pada penelitian berpembanding selama 6 bulan, famotidin juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang secara klinis bermakna. Famotidin kira-kira sama efektif dengan AH2 lainnya pada pasien Sindrom Zollinger-Ellison, meskipun untuk keadaan ini omeprazol merupakan obat terpilih. Efektivitas famotidin untuk profilaksis tukak lambung, refluks esofagitis dan pencegahan tukak stres kurang lebih sama dengan antagonis reseptor H2 lainnya. 3.5.4
Efek Samping
Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidin nampaknya lebih baik dari simetidin karena tidak menimbulkan efek antiandrogenik. 3.5.5
Interaksi Obat
Famotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam, teofillin, walfarin, atau fenitoin di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif bila diberikan bersama AH 2. 3.5.6
Dosis Intravena
Pada pasien hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat diberikan sediaan oral, famotidin diberikan IV 20 mg tiap 12
jam. Dosis obat untuk pasien harus dititrasi berdasarkan jumlah asam lambung yang disekresi.
3.6 Preformulasi Bahan Aktif
Bahan Aktif
Neomisin sulfas
Pemerian
Serbuk putih atau putih kekuningan, higroskopik [British Pharmacopoeia th. 2009 hal. 4157]
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, sangat sedikit larut dalam alkohol, praktis tidak larut dalam aseton. [British Pharmacopoeia th. 2009 hal. 4157]
Stabilita
Neomisin sulfas tahan terhadap pemanasan, tetapi mengalami
Panas
perubahaan warna [Chemical Stability of Pharmaceutical hal. 613]
Cahaya
Harus terlindung dari cahaya [Martindale ed.36 hal. 305]
pH sediaan salep
5,0-7,5 [British Pharmacopoeia th. 2009 hal. 4157]
mata Rentang kadar
Presentase kadar salep mata neomisin sulfat yaitu 95%-135% [USP 30-NF25 hal. 2719]
Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya [Farmakope Indonesia ed.IV hal. 606]
Kesimpulan :
Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Garam (neomisin sulfas) Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/ Salep mata steril) : Salep mata steril Cara sterilisasi sediaan : Aseptik Kemasan : Tube steril @5gram
3.7 PREFORMULASI EKSIPIEN 3.7.1
Natrium Klorida
Nama Bahan
Natrium Klorida
Pemerian
Serbuk hablur putih, tidak berbentuk kubus
BM 58.44 berwarna, berasa asin, hablur
[ FI Ed. IV : 585] Kelarutan
Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam ethanol. [ FI Ed. IV : 585]
Stabilitas
Larutan natrium klorida dapat terjadi pemisahan partikel pada wadah kaca tertentu. Larutan dapat disterilkan dengan cara panas basah autoclave atau dengan cara filtrasi. Tahan pemanasan, stabil didalam air sehingga tidak terjadi reaksi hidrolisis dan reaksi oksidasi. [ HOPE 6th : 639]
Kegunaan
Adjust Tonisitas [ HOPE 6th : 639]
Inkompatibilitas
Larutan natrium klorida bersifat korosif untuk besi. Bereaksi membentuk endapan dengan garam perak, timbal, dan merkuri. Oksidator kuat dapat melepaskan klorin dari larutan natrium klorida asam. Kelarutan dari Methylparaben sebagai pengawet menurun dalam larutan natrium klorida. dan mengurangi viskositas gel karbomer atau hidroksipropil. [ HOPE 6th : 639]
3.7.2
Benzalkonium Klorida
Nama Bahan
Benzalkonium Klorida
BM 354.0
Pemerian
Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan, biasanya berbau aromatik lemah. Larutan dalam air berasa pahit. Jika dikocok sangat berbusa dan biasanya sedikit alkali, higroskopik. [British Pharmacopoeia Vol III : 618]
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut dalam aseton, ethanol 95%, methanol, propanol dan air. [ HOPE 6 th : 57]
Stabilitas
Higroskopik sehingga dapat terpengaruh oleh cahaya, udara dan logam. pH 5-8
[ HOPE 6 th : 57] Kegunaan
Antimikroba [ HOPE 6 th : 57]
Inkompatibilitas
Inkompatibel surfraktan
dengan
nonionik
alumunium, dalam
surfraktan
konsentrasi
tinggi,
anionik, lanolin,
hidrogen peroksida, permanganat, protein, salisilat, [ HOPE 6 th : 57]
3.7.3
Asam Klorida
Nama Bahan
Asam Klorida
BM 36.46
Pemerian
Larutan jernih, tidak berwarna, bau menyengat. [ HOPE 6th : 308]
Kelarutan
Mudah larut dengan air, larut dengan ethyl eter, ethanol 95%, dan methanol. [ HOPE 6th : 308]
Stabilitas
Asam klorida harus disimpan dalam wadah kaca tertutup rapat, atau wadah inert pada suhu di bawah 30 oC. Harus dihindari penyimpanan di dekat alkali, logam, dan sianida. [ HOPE 6th : 308]
Kegunaan
Acidifying agent. [ HOPE 6th : 308]
Inkompatibilitas
Asam klorida bereaksi hebat dengan alkali, sejumLah besar panas. Asam klorida juga bereaksi dengan banyak logam. [ HOPE 6th : 308]
3.7.4
Natrium Hidroksida
Nama Bahan
Natrium Hidroksida
BM 40
Pemerian
Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang, atau bentuk lain, keras rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
[ FI Ed. IV : 589] Kelarutan
Mudah larut dalam air dan ethanol 1 : 7.2, praktis tidak larut dalam ether. Larut dalam glyserin. Larut dalam methanol 1:4.2 [ HOPE 6th : 589]
Stabilitas
Natrium hidroksida harus disimpan dalam wadah non-logam kedap udara di tempat yang sejuk dan kering. Bila terkena udara, natrium hidroksida akan dengan cepat menyerap kelembaban dan mencair, tapi kemudian menjadi padat lagi karena penyerapan karbon dioksida dan pembentukan natrium karbonat. [ HOPE 6th : 589]
Kegunaan
Alkalizing agent; buffering agent. [ HOPE 6th : 589]
Inkompatibilitas
Natrium hidroksida adalah basa kuat dan inkompatibel dengan senyawa yang mudah mengalami hidrolisis/oksidasi. [ HOPE 6th : 589]
3.7.5
Asam Asetat
Nama Bahan
Asam Asetat BM 60.5
Pemerian
Tidak berwarna dan larutan berbau menyengat [HOPE 6th : 5]
Kelarutan
Larut dalam ethanol, ether, gliserin, air dan minyak [HOPE 6th : 5]
Stabilitas
Asam asetat harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat yang sejuk dan kering [ HOPE 6th : 6]
Kegunaan
buffering agent. [ HOPE 6th : 5]
Inkompatibilitas
Asam asetat akan bereaksi dengan substansi asam [HOPE 6th : 6]
3.7.6
Natrium Asetat
Nama Bahan
Natrium Asetat
BM 82
Pemerian
Tidak berwarna, kristal transparan, atau serbuk kristal granul, dengan bau tidak terlalu meyengat seperti asam asetat [HOPE 6th : 620]
Kelarutan
Larut dalam 1 : 0.8 bagian air, 1 : 20 bagian ethanol 95% [HOPE 6th : 620]
Stabilitas
Natrium asetat harus disimpan dalam wadah tertutup rapat [ HOPE 6th : 620]
Kegunaan
buffering agent. [ HOPE 6th : 620]
Inkompatibilitas
Sodium asetat bereaksi dengan komponen asam dan basa. Akan bereaksi dengan fluorin, potasium nitrat, dan diketene. [HOPE 6th : 620]
3.7.7
Aqua Pro Injeksi
Nama Bahan
Aqua Pro Injeksi
Pemerian
Cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa. [ FI Ed. IV : 112]
Kelarutan
Dapat bercampur dengan pelarut polar lainnya [ HOPE 6th : 766]
Stabilitas
Stabil disemua keadaan fisik (padat, cair, gas) [ HOPE 6th : 766] [ HOPE 6t : 766]
Kegunaan
Pembawa
Inkompatibilitas
air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi bentuk hidrat.
[ FI Ed. IV : 112]
IV.
PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN Permasalahan
Penyelesaian
Bahan aktif sangat sukar larut dalam air
Bahan
aktif
dilarutkan
dalam
asam
mineral yaitu HCl 0.1 N Bahan aktif tidak stabil terhadap cahaya
Sediaan
dikemas
dengan
wadah
terlindung dari cahaya yaitu vial coklat 10 mL Sediaan
ditujukan
untuk
digunakan
Multiple Dose
Sediaan ditambahkan pengawet untuk mengurangi
pertumbuhan
mikro-
organisme pada saat penyimpanan Bahan aktif hanya stabil pada rentan pH
Sediaan
ditambahkan
Dapar
untuk
stabilitasnya yaitu pada pH 4.9 – 5.5
mempertahankan stabilitas pH bahan aktif
Untuk mencapai pH yang diinginkan
Sediaan ditambahkan NaOH atau HCl 0.1 N sebagai Adjust pH
Sediaan
injeksi
famotidin
tonisitas yang hipotonis
memiliki
Ditambahkan NaCl sebagai pengisotoni untuk memenuhi syarat sediaan injeksi yang harus isotonis
V.
PENDEKATAN FORMULA No.
Nama Bahan
Jumlah
Kegunaan
1.
Famotidin
0.525 % b/v
Bahan Aktif
2.
HCl 0.1 N
2.6 mL
Pelarut Bahan Aktif
3.
Natrium Klorida
0.1162 % b/v
Pengisotoni
4.
NaOH 0.1 N
qs
Adjust pH
5.
HCl 0.1 N
qs
Adjust pH
6.
Benzalkonium Klorida
0.01 % b/v
Pengawet
7.
Asam Asetat
0.0355%
Dapar
8.
Natrium Asetat
0.1337%
Dapar
9.
Aqua Pro Injeksi
Ad 100 % b/v
Pembawa
VI.
PERHITUNGAN TONISITAS dan DAPAR 6.1 Perhitungan Dapar
Jenis dapar/kombinasi
Dapar Asetat / Asam Asetat dan Natrium Asetat
Target pH
5.2
Kapasitas dapar
0,01
Perhitungan : Garam = Natrium Asetat (CH3COONa) Asam = Asam Asetat (CH3COOH) pKa
= 4.76
pH
= pKa + log
5,2
= 4,76 + log
log
= 0,44
antilog(log
= antilog 0,44
= 2,7542
[garam] = 2,7542 [asam]….(i)
β
= 2,303 x c x
0,01 = 2,303 x c x 0,01 = 2,303 x c x
0,01 = 2,303 x c x 0,1954 c =
c = 0,0222 M ………. (ii) c
= [garam] + [asam] …….. (masukan persamaan i dan ii)
0,0222 = 2,7542 . [asam] + [asam] 0,0222 = 3,7542 . [asam] [asam] =
[asam] = 5,9134 . 10-3 M [garam] = 0,0163 M
Massa Asam Asetat yang ditimbang :
masam asetat = M x v x Mr
(Mr CH3COOH = 60.05)
masam asetat = 5,9134 . 10 -3 M x 0,1 x 60.05 masam asetat = 0.0355 gram/100 mL
(0,0355%)
Massa Natrium Asetat yang ditimbang :
mna. asetat = M x v x Mr
(Mr CH3COONa = 82)
mna. asetat = 0,0163 x 0,1 x 82 mna. asetat = 0,1337 gram/100 mL
(0,1337%)
6.2 Perhitungan Tonisitas No.
Nama Bahan
Jumlah
E
Tonisitas
1.
Famotidin
0.525 % b/v
0.0957
0.0503
2.
HCl 0.1 N
0.3796 %
1.5836
0.549
3.
Benzalkonium Klorida
0.01 % b/v
0.18
0.018
4.
Asam Asetat
0.0355%
0.5662
0.0201
5.
Natrium Asetat
0.1337%
0.7049
0.0943
Total
Famotidin BM = 337.45 Liso = 1.9
E
= 17
= 0.0957
HCl BM = 36.5 Liso = 3.4
E
= 17
HCl
=
0.1 N
=
g
= 0.3796 gram
(0.3796 %)
= 17
= 0.5662 Natrium Asetat BM = 82 Liso = 3.4 E
= 1.5836
Asam Asetat BM = 60.05 Liso =2
E
0.7838 (hipotonis)
= 17
= 0.7049 Adjust Tonisitas Diperlukan NaCl sebanyak : 0.9% - 0.7838% = 0.1162 % NaCl
VII.
PENIMBANGAN
Sediaan dibuat 3 buah vial = 3 x @10.5 mL Volume sediaan yang akan dibuat : V = n.c + 6 = 3.10.5 + 6 = 37.5 mL Penimbangan dibuat sebanyak 50 mL berdasarkan pertimbangan volume ter pindahkan dan kehilangan selama proses produksi. No.
1.
Nama Bahan
Famotidin
Jumlah yang Ditimbang
0.5% x 50 mL = 0.25 g + (5%x0.25g) = 0.2625gram
2.
HCl 0.1 N
2.6 mL
3.
Natrium Klorida
0.1162% x 50 mL = 0.0581 gram
4.
NaOH 0.1 N
qs
5.
HCl 0.1 N
qs
6.
Benzalkonium Klorida
0.01% x 50 mL = 0.005 gram
7.
Asam Asetat
0.0355% x 50 mL = 0.01775 gram
8.
Natrium Asetat
0.1337% x 50 mL = 0.0669 gram
9.
Aqua Pro Injeksi
Ad 100% ~ 98,8 mL
VIII. STERILISASI 8.1 Alat No.
Nama alat
Jumlah
Cara sterilisasi (lengkap)
1
Gelas kimia 100mL
2
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
2
Gelas kimia 50mL
5
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
3
Erlenmayer 100mL
1
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
4
Gelas ukur 10mL
1
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
5
Batang pengaduk
3
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
6
Spatel
2
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
7
Pipet tetes
4
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
8
Tutup pipet
4
Zat Kimia (Alkohol 70%, 24 jam)
9
Kaca arloji
3
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
10
Corong
2
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
11
Buret
1
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
12
Klem & Statif
1
Zat Kimia (Alkohol 70%, 24 jam)
13
Kertas saring
2
Panas Kering (Oven 160°C,2 jam)
8.2 Wadah No.
Nama bahan
Jumlah
1.
Vial Coklat 10 mL
3
2.
Tutup Karet Vial
3
Coklat 10 mL
Cara sterilisasi (lengkap)
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit) Zat Kimia (Alkohol 70%, 24 jam)
8.3 Bahan No.
Nama bahan
Jumlah
Cara sterilisasi (lengkap)
(b/v)
1.
Famotidin
0.525 %
Panas Kering (Oven 160°C,2 jam)
2.
HCl 0.1 N
2.6 mL
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
3.
Natrium Klorida
4.
NaOH 0.1 N
qs
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
5.
HCl 0.1 N
qs
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
6.
Benzalkonium
0.1162 %
0.02 %
Klorida
Panas Kering (Oven 160°C,2 jam)
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
7.
Asam Asetat
0.0355%
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
8.
Natrium Asetat
0.1337%
Panas Kering (Oven 160°C,2 jam)
9.
Aqua Pro Injeksi
Ad 100 %
Panas Basah (autoclave 121°C,15 menit)
IX.
PROSEDUR PEMBUATAN
RUANG
PROSEDUR 1. Alat dan wadah yang akan disterilisasi dicuci, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas perkamen sebanyak dua lapis. 2. Sebelum disterilisasi, beaker glass 100mL dikalibrasi sebanyak 50mL 3. Alat dan wadah disterilisasi dengan metode : a. Panas basah Menggunakan autoclave 121 oC selama 15 menit Beaker glass, spatel, kaca arloji, pipet tetes, gelas ukur,
Grey Area (Ruang sterilisasi)
batang pengaduk, erlenmayer, vial coklat b. Kimia Menggunkan alkohol 70% dengan perendaman selama 24 jam Karet pipet tetes, karet tutup vial coklat 4. Pembuatan aqua pro injeksi steril : 100 mL aquadest disterilkan dengan autoclave 121 oC selama 15 menit 5. Setelah sterilisasi, semua alat dan wadah dimasukan ke dalam white area melalui transfer box. 1. Famotidin ditimbang sebanyak 0.2625 gram menggunakan kaca arloji steril. 2. Natrium klorida ditimbang sebanyak 0.0581 gram dengan menggunakan kaca arloji steril. 3. HCl diukur sebanyak 2.6 mL menggunakan gelas ukur
Grey Area (Ruang Penimbangan)
steril 4. Natrium
Asetat
ditimbang
sebanyak
0.0669
gram
menggunakan kaca arloji steril 5. Asam
asetat
ditimbang
sebanyak
0.0178
gram
menggunakan kaca arloji steril 6. Benzalkonium Klorida ditimbang sebanyak 0.005 gram menggunakan kaca arloji steril 7. Bahan yang telah ditimbang ditutup dengan dengan
alumunium foil dan dimasukan ke white area melalui transfer box. 1. Disiapkan Aqua pro injeksi steril 2. Famotidin sebanyak 0.2625 gram dilarutkan dengan 2.6 mL HCl 0.1 N kedalam beaker glass 100 mL yang telah dikalibrasi sebanyak 50mL. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Kemudian diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut 3. Benzalkonium klorida sebanyak 0.005 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam kaca arloji steril. Kemudian dimasukan kedalam beaker glass 100 mL utama, kaca arloji dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen 4. Natrium klorida sebanyak 0.0809 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam beaker glass 50 White Area
mL. Dan diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut,
(Ruang Pencampuran)
lalu dimasukan kedalam beaker glass 100 mL utama,
Grade C
beaker glass 50 mL dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen 5. Natrium Asetat sebanyak 0.0669 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam beaker glass 50 mL. Dan diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut, lalu dimasukan kedalam beaker glass 100mL utama, beaker glass 50 mL dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen 6. Asam Asetat sebanyak 0.0669 gram dilarutkan dengan 2 mL aqua pro injeksi bebas pirogen dalam beaker glass 50 mL. Dan diaduk menggunakan batang pengaduk ad larut, lalu dimasukan kedalam beaker glass 100mL utama, beaker glass 50 mL dibilas 2 kali dengan 1 mL aqua pro
injeksi. Campuran diaduk menggunakan batang pengaduk ad homogen 7. Larutan dihomogenkan dengan menggunakan batang pengaduk steril, kemudian larutan ditambahkan aqua pro injeksi sampai mencapai 80% dari total volume sediaan atau sekitar 40mL 8. Dilakukan pengecekan pH dengan beberapa tetes larutan menggunakan pH indikator universal 9. Bila pH belum mencapai nilai yang diharapkan, maka ditambahkan NaOH 0.1 N atau HCl 0.1 N hingga pH larutan mencapai 5.2. lalu digenapkan dengan aqua pro injeksi steril ad 50 mL 10. Larutan sediaan disaring menggunakan membran filter 0.45µm yang dilanjutkan dengan membran filter 0.22µm dan ditampung dengan erlenmayer steril. 11. Disiapkan buret steril dan dilakukan pembilasan sampai semua bagian dalam buret terbasahi 12. Sediaan yang sudah jadi dituang kedalam buret steril. Ujung bagian atas buret ditutup dengan alumunium foil 13. Sebelum diisikan kedalam vial, jarum buret dibersihkan dengan tissue steril yang telah dibasahi alkohol 70% 14. Diisi setiap vial dengan sediaan jadi sebanyak 10.5 mL lalu vial ditutup dengan menggunakan alumunium foil. 15. Vial dibawa ke ruang penutupan melalui transfer box. White Area (Ruang Penutupan)
1. Vial yang sudah terisi ditutup dengan tutup karet vial lalu diseal dengan alumunium cap.
Grade C 1. Sediaan disterilisasi dengan menggunakan sterilisasi panas basah pada autoclave 121oC selama 15 menit sediaan Grey Area (Ruang Sterilisasi)
disimpan dalam gelas kimia yang telah dialasi kapas terlebih dahulu. 2. Botol yang telah disterilisasi kemudian dibawa ke ruang evaluasi untuk dilakukan evaluasi pada sediaan.
Grey Area (Ruang Evaluasi)
1. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan. 2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah sekunder.
X. No
DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN Jenis evaluasi
Prinsip evaluasi
Jumlah sampel
1
Uji Kejernihan
Membandingkan kejernihan dengan
suspensi
padanan,
larutan
uji 1 Vial
dilakukan
Hasil pengamatan
Syarat
Suatu
Lulus Uji
Sediaan
cairan
injeksi kejernihannya
dibawah cahaya yang terdifusi tegak lurus
famotidin
ke
keadaan yang sama dibawah
arah
bawah
tabung
dengan
latar
belakang hitam (FI IV : 998)
memiliki pelarut
jernih-nya baku
dikatakan sama
dengan
yang digunakan kondisi
jernih air
bila
seperti
jika atau
diamati tersebut
dengan disamping atau jika opalesensinya tidak
pembanding lebih nyata dari suspensi padanan I.
(aqua dest).
Persyaratan
untuk
drajat
opalesensi
dinyatakan dalam suspensi padanan I,II, dan III. (FI IV : 998) 2
Uji Partikulat
Sejumlah tertentu sediaan uji di filtrasi 1 Vial
Lulus Uji
menggunakan membran, lalu membran
Sediaan infus KCl jika
tersebut
tidak terdapat par- dikandung tidak lebih dari 10.000 partikel
diamati
dibawah
mikroskop
dengan perbesaran 100x. jumlah partikel
tikel
apapun
dengan dimensi linier efektif 10µm atau
berwarna hitam.
Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jumlah
rata-rata
paetikel
yang
yang tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10 µm diameter sferik efektif dan
lebih besar 25 µm dihitung. (FI IV : 981-
tidak lebih dari 1000 partikel tiap wadah
985)
yang setara atau lebih besar dari 25 µm
Sediaan diletakkan di atas layar berwarna
dalam dimensi linier efektif. (FI IV : 981-
putih dilakukan pengamatan dan diamati
985)
secara visual dengan melihat ada tidaknya partikel atau benda asing yang melayang dalam sediaan. 3
Uji Kebocoran
Wadah takaran tunggal yang masih panas 1 Vial
Lulus Uji.
setelah selesai disterilkan, dimasukkan
Botol
kedalam larutan metilen blue 0.1 %. Jika
mengalami keboco- kertas saring tidak menjadi basah. (Agoes
ada wadah yang bocor maka larutan
ran
: 191)
Volume tidak kurang dari volume yang
infus
Sediaan memenuhi syarat jika larutan tidak dalam wadah tidak menjadi biru dan
metilen blue akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan luar dan didalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. (Agoes : 191) Menguji botol infus dengan membalikan sediaan dibawah kertas saring. 4
5
Uji Penetapan
Penentuan volume dilakukan dengan cara 1 Vial
Lulus Uji
Volume
mengambil sample dengan alat suntik
Volume vial menun- tertera pada wadah bila diuji satu persatu.
Injeksi dalam
hipodemik dan memasukkannya kedalam
jukan volume yang (FI IV : 1044)
wadah
gelas ukur yang sesuai.
sama dengan yang
(FI IV : 1044)
tertera pada etiket
Uji Penetapan Pengukuran pH cairan uji menggunakan 1 Vial
Lulus Uji
pH sesuai dengan dengan spesifikasi
pH
pH meter yang telah dikalibrasi atau
pH sediaan masih
formula sediaan yaitu pada pH 5.2
menggunakan pH indikator universal.
memberikan nilai
(FI IV : 1039-1040)
secara visual dengan melihat ada tidaknya partikel atau benda asing yang melayang dalam sediaan. 3
Uji Kebocoran
Wadah takaran tunggal yang masih panas 1 Vial
Lulus Uji.
setelah selesai disterilkan, dimasukkan
Botol
kedalam larutan metilen blue 0.1 %. Jika
mengalami keboco- kertas saring tidak menjadi basah. (Agoes
ada wadah yang bocor maka larutan
ran
: 191)
Volume tidak kurang dari volume yang
infus
Sediaan memenuhi syarat jika larutan tidak dalam wadah tidak menjadi biru dan
metilen blue akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan luar dan didalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. (Agoes : 191) Menguji botol infus dengan membalikan sediaan dibawah kertas saring. 4
5
Uji Penetapan
Penentuan volume dilakukan dengan cara 1 Vial
Lulus Uji
Volume
mengambil sample dengan alat suntik
Volume vial menun- tertera pada wadah bila diuji satu persatu.
Injeksi dalam
hipodemik dan memasukkannya kedalam
jukan volume yang (FI IV : 1044)
wadah
gelas ukur yang sesuai.
sama dengan yang
(FI IV : 1044)
tertera pada etiket
Uji Penetapan Pengukuran pH cairan uji menggunakan 1 Vial
Lulus Uji
pH sesuai dengan dengan spesifikasi
pH
pH meter yang telah dikalibrasi atau
pH sediaan masih
formula sediaan yaitu pada pH 5.2
menggunakan pH indikator universal.
memberikan nilai
(FI IV : 1039-1040)
(FI IV : 1039-1040)
yang sama sesuai dengan spesifikasi yaitu pada pH 5.2
6
Uji
Menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu 1 Vial
Keseragaman
per satu sesuai penetapan kadar.
dari 30 sampel terletak di luar rentang 85-
Kandungan
(FI IV : 999-1001)
115% dari kadar yang tertera pada etiket
-
(Dispensasi)
Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan
dan tidak ada satuan yang terletak diluar rentang 75-125% dari kadar yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari 7.8 %. (FI IV : 999-1001)
7
Uji Sterilitas
Menguji sterilitas suatu bahan dengan
(Dispensasi)
melihat
ada
mikroba
pada
tidaknya
Memenuhi syarat uji jika pada interval tertentu dan pada akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau
langsung
pertumbuhan mikroba pada permukaan,
pada media 30-35 C selama tidak kurang
kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak
dari 7 hari. (FI IV : 855-863)
absah, jika ternyata uji tidak absah maka
cara
bahan
-
uji
menggunakan
inkubasi
pertumbuhan
1 Vial
inokulasi
o
dilakukan pengujian tahap kedua yaitu, memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel tahap uji. (FI IV : 855-863)
(FI IV : 1039-1040)
yang sama sesuai dengan spesifikasi yaitu pada pH 5.2
6
Uji
Menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu 1 Vial
Keseragaman
per satu sesuai penetapan kadar.
dari 30 sampel terletak di luar rentang 85-
Kandungan
(FI IV : 999-1001)
115% dari kadar yang tertera pada etiket
-
(Dispensasi)
Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan
dan tidak ada satuan yang terletak diluar rentang 75-125% dari kadar yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari 7.8 %. (FI IV : 999-1001)
7
Uji Sterilitas
Menguji sterilitas suatu bahan dengan
(Dispensasi)
melihat
ada
mikroba
pada
tidaknya
1 Vial
-
pertumbuhan
diamati tidak terdapat kekeruhan atau
langsung
pertumbuhan mikroba pada permukaan,
pada media 30-35 C selama tidak kurang
kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak
dari 7 hari. (FI IV : 855-863)
absah, jika ternyata uji tidak absah maka
cara
bahan
tertentu dan pada akhir periode inkubasi,
uji
menggunakan
inkubasi
Memenuhi syarat uji jika pada interval
inokulasi
o
dilakukan pengujian tahap kedua yaitu, memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel tahap uji. (FI IV : 855-863)
8
Uji Kandungan
Penentuan
kandungan
zat
antimikroba 1 Vial
-
Produk harus mengandung sejumlah zat
zat
menggunakan kromatografi gas.
antimikroba seperti yang tertera pada
antimikroba
(FI IV : 939-942)
etiket ± 20%. (FI IV : 939-942)
(Dispensasi) 9
Uji Efektivitas
Pengurangan
jumlah
mikroba
yang 1 Vial
pengawet
dimasukan
(Dispensasi)
mengandung
kedalam
sediaan
yang
dalam
selang
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14
waktu tertentu dapat digunakan sebagai
berkurang hingga tidak lebih dari
parameter
0.1% dari jumlah awal
pengawet
efektivitas
pengawet
dalam
sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan
-
Suatu
pengawet
dinyatakan
efektif
didalam contoh yang diuji, jika :
b. Jumlah
kapang
&
khamir
viabel
dengan cara menginkubasi tabung bakteri
selama 14 hari pertama adalah tetap
biologik (Candida albicans, Aspergilus
atau berkurang dari jumlah awal
Niger,
Pseudomonas
Staphylococcus
aeruginosa
aureus)
yang
dan
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari
berisis
tersisa dari 28 hari pengujian adalah
o
sampel dari inokula pada suhu 20-25 C
tetap atau kurang dari bilangan yang
dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
disebut pada a dan b.
(FI IV : 854-855)
(FI IV : 854-855)
8
Uji Kandungan
Penentuan
kandungan
zat
antimikroba 1 Vial
-
Produk harus mengandung sejumlah zat
zat
menggunakan kromatografi gas.
antimikroba seperti yang tertera pada
antimikroba
(FI IV : 939-942)
etiket ± 20%. (FI IV : 939-942)
(Dispensasi) 9
Uji Efektivitas
Pengurangan
jumlah
mikroba
yang 1 Vial
pengawet
dimasukan
(Dispensasi)
mengandung
kedalam
sediaan
yang
dalam
selang
a. Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14
waktu tertentu dapat digunakan sebagai
berkurang hingga tidak lebih dari
parameter
0.1% dari jumlah awal
pengawet
efektivitas
pengawet
dalam
sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan
Suatu
pengawet
dinyatakan
efektif
didalam contoh yang diuji, jika :
b. Jumlah
kapang
&
khamir
viabel
dengan cara menginkubasi tabung bakteri
selama 14 hari pertama adalah tetap
biologik (Candida albicans, Aspergilus
atau berkurang dari jumlah awal
Niger,
Pseudomonas
Staphylococcus
aeruginosa
aureus)
yang
dan
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari
berisis
tersisa dari 28 hari pengujian adalah
o
XI.
-
sampel dari inokula pada suhu 20-25 C
tetap atau kurang dari bilangan yang
dalam media Soybean-Casein Digest Agar.
disebut pada a dan b.
(FI IV : 854-855)
(FI IV : 854-855)
PEMBAHASAN
Praktikum ini mengenai pembuatan sediaan injeksi steril small volume parenteral famotidin 0.5%. Famotidin merupakan obat untuk mengobati ulkus peptikum akibat hipersekresi asam lambung. Pembuatan injeksi famotidin ini dimaksudkan untuk pasien yang tidak sadarkan diri atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan obat melalui oral, injeksi famotidin juga ditujukan agar pemberian rute intravena memiliki afinitas yang cepat dibandingkan dengan pemberian secara oral. Dalam literatur USP dikatakan bahwa rentan kadar famotidin yang diperbolehkan adalah dari 94% sampai 106%. Maka untuk memaksimalkan potensi dari bahan aktif dan untuk menghindari kehilangan bobot karena proses penyaringan atau karena perpindahan bahan pada saat proses pencampuran, maka pada preformulasi bahan aktif dilebihkan 5% sesuai dengan rentan kadar yang diperbolehkan. Sehingga kadar famotidin injeksi yang dibuat dalam sediaan ini menjadi 0.525%. kadar yang telah dilebihkan ini berpengaruh pada perhitungan tonisitas sediaan, karena pada pembuatan injeksi ini tidak menggunakan karbon aktif sebagai adsorban sehingga tidak memungkinkan bahwa bahan aktif ada yang akan
XI.
PEMBAHASAN
Praktikum ini mengenai pembuatan sediaan injeksi steril small volume parenteral famotidin 0.5%. Famotidin merupakan obat untuk mengobati ulkus peptikum akibat hipersekresi asam lambung. Pembuatan injeksi famotidin ini dimaksudkan untuk pasien yang tidak sadarkan diri atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan obat melalui oral, injeksi famotidin juga ditujukan agar pemberian rute intravena memiliki afinitas yang cepat dibandingkan dengan pemberian secara oral. Dalam literatur USP dikatakan bahwa rentan kadar famotidin yang diperbolehkan adalah dari 94% sampai 106%. Maka untuk memaksimalkan potensi dari bahan aktif dan untuk menghindari kehilangan bobot karena proses penyaringan atau karena perpindahan bahan pada saat proses pencampuran, maka pada preformulasi bahan aktif dilebihkan 5% sesuai dengan rentan kadar yang diperbolehkan. Sehingga kadar famotidin injeksi yang dibuat dalam sediaan ini menjadi 0.525%. kadar yang telah dilebihkan ini berpengaruh pada perhitungan tonisitas sediaan, karena pada pembuatan injeksi ini tidak menggunakan karbon aktif sebagai adsorban sehingga tidak memungkinkan bahwa bahan aktif ada yang akan terserap oleh karbon aktif. Maka kadar yang telah dilebihkan merupakan kadar yang akan ada pada sediaan. Sediaan ini ditujukan untuk rute intravena yang langsung masuk ke pembuluh darah tanpa melewati barier tubuh terlebih dahulu, sehingga pemberiannya harus dalam kondisi steril. Pemberian larutan secara intravena merupakan rute pemberian cairan obat dalam jumlah besar yang akan terdistribusi (terdispersi) dengan cepat keseluruhan tubuh. Sediaan akhir dari famotidin injeksi, yang merupakan dalam bentuk liquid dan memiliki stabilitas terhadap panas yang baik sehingga dipilih perlakuan cara sterilisasi dengan terminal sterilisation dengan menggunakan autoclave pada 121 oC selama 15 menit. Syarat dari pemilihan bahan aktif adalah sedapat mungkin dipilih bahan aktif yang memiliki kelarutan yang baik didalam air. Dalam literatur yang didapatkan, ternyata famotidin memiliki kelarutan yang buruk terhadap air. Namun famotidin ini dapat terlarut dalam asam mineral, sehingga dalam proses pembuatan sediaan, famotidin dilarutkan dengan menggunakan HCl 0.1 N yang merupakan asa m mineral.
Sediaan injeksi dipersyaratkan harus memiliki tonisitas yang sama dengan NaCl 0.9% maka tonisitas sediaan pun harus diperhitungkan mengingat jika sediaan yang dibuat hipertonis maka pada sel akan terjadi perpindahan cairan dari dalam keluar sel, sehingga sel akan mengalami krenasi atau sel akan menjadi mengkerut dan dapat membahayakan tubuh. Begitu pula jika sediaan yang diberikan memiliki tonisitas yang hipotonis maka pada sel akan terjadi perpindahan cairan dari luar kedalam sel, sehingga sel akan mengalami lisis atau mula-mula menggembung dan kemudian akan pecah karena terlalu banyak cairan yang mengisisnya. Larutan hipotonis lebih membahayakan tubuh karena sel-sel mengalami kerusakan sehingga untuk mengatasi masalah ini sediaan harus dibuat isotonis dengan cairan tubuh dengan menambahkan zat pengisotoni. Sifat isotonis dari sediaan sangat berpengaruh terhadap rasa sakit yang ditimbulkan pada saat penggunaan sediaan tersebut, sehingga dalam hal ini perhitungan isotonis sangat dibutuhkan untuk mengetahui isotonis sediaan yang dibuat. (Voigt, R., 1995). Untuk memenuhi syarat isotonis pada sediaan injeksi famotidin dilakukan perhitungan tonisitas sediaan, pertama dicari terlebih dahulu nilai E (eqivalensi dengan NaCl 0.9%) dari bahan-bahan yang ada dalam formulasi (Famotidin, Benzalkonium Klorida, Asam Asetat, Natrium Asetat, HCl). Nilai E dari benzalkonium klorida telah diketahui dalam FI IV pada tabel larutan isotonik sedangakan bahan-bahan lain tidak tercantum pada literatur manapun, sehingga digunakan metode Liso untuk mendapatkan nilai E. setelah didapatkan nilai E maka nilai tonisitas sediaan merupakan hasil kali antara nilai E dengan massa masing-masing bahan, pada formulasi sediaan ini ternyata mendapatkan nilai tonisitas yang menunjukan angka hipotonis yaitu 0.7838%, maka diperlukan adanya suatu zat yang dapat meningkatkan tonisitas sediaan, pada formulasi sediaan dipilih NaCl sebagai pengisotoni karena kompatibilitasnya dengan bahan aktif famotidin, digunakan yaitu sebanyak 0.1162%. Famotidin memiliki stabilitas pH antara 4.9 dan 5.5. Agar potensi menjadi tidak berkurang karena terjadi perubahan pH pada saat penyimpanan, maka sediaan diperlukan penambahan dapar. Pada preformulasi dapar yang dipilih adalah dapar asetat, karena kemampuan mempertahankan pH nya sesuai dengan stabilitas pH bahan aktif yaitu pH 3.5 – 5.7. (Lachman,2008). Untuk mengetahui jumlah dapar yang digunakan maka dilakukan perhitungan dapar dengan menghitung kadar asam asetat dan natrium asetat yang dibutuhkan. Perhitungan dilakukan dengan kapasitas dapar (β) sebesar 0.01.
Pembuatan sediaan famotidin injeksi ini ditujukan untuk pemakaian multiple dose.
Sehingga
memungkinkan
adanya
kontaminasi
mikroba
bebas
pada
penyimpanannya, untuk mengatasi masalah tersebut maka sediaan ini perlu ditambahkan zat antimikroba. Pengawet yang dipilih pada preformulasi adalah benzalkonium klorida dengan kadar 0.01%, kadar ini dipilih karena konsentrasi yang lazim digunakan pada sediaan parenteral agar aman digunakan pada pasien. (Lachman,2008). Pengawet dipilih karena memiliki stabilitas pH yang sesuai dengan bahan aktif, mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi, spektrumnya luas, tidak toksik dan kompatibel dengan bahan-bahan lain yang digunakan dalam preformulasi sediaan. Pada pembuatan sediaan, setelah semua alat disterilisasi dengan metode yang sesuai, maka dilakukan penimbangan bahan di Grey Area, pada Grey Area praktikan menggunakan pakaian standar steril untuk area tersebut dengan teknik top to down (penutup kepala, masker, jaslab, sarung tangan). Kemudian bahan harus ditimbang dengan menggunakan kaca arloji yang sudah disterilisasi, setelah ditimbang, kaca arloji harus di tutup dengan alumunium foil, tujuannya untuk meminimalisir terkontaminasinya bahan dengan partikel yang terdapat di udara bebas. Setelah itu, alat dan bahan tersebut disimpan didalam box isolator menuju white area, hal ini ditujukan untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi partikel yang terdapat di udara saat perpindahan bahan dari grey area menuju white area. Pada Grey Area dilakukan pembuatan aqua pro injeksi steril dengan 100 mL aquadest yang disterilkan dengan autoclave 121oC selama 15 menit. Selanjutnya, proses produksi dilakukan di White Area (ruang pencampuran) ini dikarenakan proses produksi yang diharuskan memiliki pengawasan yang sangat ketat terhadap terjadinya kontaminasi. Sebelum memasuki White Area (grade C), praktikan menggunakan gowning terlebih dahulu dengan teknik top-down, bottom-up, dan inside-out . Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi partikel bebas, karena White Area merupakan area yang harus dalam keadaan steril karena memiliki sirkulasi udara yang terkontrol oleh adanya HEPA filter. Dan personel merupakan sumber utama kontaminasi pada sediaan, maka untuk menghindari kontaminasi, personel yang memasukinya harus menggunakan pakaian yang tidak melepaskan partikel sedikit pun. Pada area kerja dikondisikan seperti pengerjaan dalam LAF dengan pembagian area yaitu area bersih, area produksi dan area kotor, supaya praktikan lebih menjaga kondisi sediaan untuk menghindari bahaya
cross
contamination.
Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan pelarutan bahan
menggunakan aqua pro injeksi, masing-masing bahan harus dilarutkan di dalam gelas kimia yang berbeda dengan batang pengaduk dan pipet yang berbeda pula bertujuan untuk meminimalisir terkontaminasinya partikel dari bahan lain. Bahan yang akan dicampur pada wadah utama harus dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan aqua pro injeksi steril sebanyak 2 x 2mL, agar memaksimalkan potensi bahan sesuai kadarnya pada sediaan, sehingga tidak ada volume bahan yang tertinggal dalam wadah. Pencampuran dilakukan secara hati-hati agar antar mulut beaker glass yang berisi larutan berbeda tidak saling bersentuhan, dan juga praktikan tidak diperbolehkan memegang mulut beaker glass saat mencampur, usaha ini dilakukan tidak lain hanya untuk menghindari bahaya kontaminasi silang. Setelah sediaan ditambahkan aqua pro injeksi bebas pirogen hingga volume mencapai 80% nya atau sekitar 40mL, dilakukan pengecekan pH menggunakan pH indikator universal ini dilakukan untuk pengaturan pH agar mencapai pH yang diinginkan. Larutan yang sudah jadi di saring menggunakan membran filter ukuran 0,22 mikron dan 0,45 mikron, penyaringan dilakukan agar partikel atau mikroba yang berukuran kecil dapat tertahan pada saringan sehingga sediaan terbebas dari partikel atau mikroba berukuran kecil, namun, karena keterbatasan alat dan waktu, proses penyaringan dengan menggunakan membran filter berukuran 0,22 mikron dan 0,45 mikron tidak dilakukan. filtrat yang telah disaring kemudian di filling. Proses filling dilakukan di White Area (grade C). Menurut CPOB tahun 2012 Proses filling untuk sediaan dengan teknik sterilisasi akhir dapat dilakukan di White Area (grade C) sehingga praktikan langsung mengerjakan proses filling di ruang yang sama seperti pada saat dilakukan proses pembuatan sediaan. Filling merupakan proses yang rawan terjadinya kontaminasi dari area ruangan atau udara kedalam vial. Sehingga proses ini harus dilakukan di ruang yang memiliki intensitas atau sirkulasi udara yang lebih terkontrol (Untuk sterilisasi akhir, White Area (grade C) dapat memenuhi syarat dalam kualifikasi ruangan untuk proses filling). Dalam pengisian sediaan dimasukan kedalam buret steril agar volume yang dimasukan lebih kuantitatif dan akurat, sebelum dimasukan buret harus dibilas terlebih dahulu dengan sediaan sebanyak 2 x 3mL. Pembilasan dilakukan agar semua bagian buret hanya mengandung sediaan saja tidak mengandung zat lain yang menempel. Sebelum menuangkan sediaan kedalam vial, ujung jarum buret harus dibersihkan dahulu dengan menggunakan tissue yang sudah ditetesi dengan alkohol 70% ini dimaksudkan agar mikroba atau partikel yang
menempel pada ujung buret tidak ikut masuk kedalam sediaan ketika buret mengisi vial. Pada etiket tertera bahwa sediaan bervolume 10 mL, namun volume tiap vial dilebihkan sesuai dengan kelebihan volume yang dianjurkan dalam FI IV untuk volume yang tertera pada penandaan 10 mL maka kelebihan volume yang dianjurkan adalah sebanyak 0.5 mL. Sehingga volume sediaan yang diisikan pada setiap vial adalah sebanyak 10.5 mL. Wadah vial harus bersifat netral, tidak mengeluarkan alkali hingga dapat menaikkan pH larutan injeksi dan tidak mudah pecah. Setelah proses filling selesai, vial harus ditutup menggunakan penutup vial yang sesuai, karet yang digunakan sebagai tutup akan kontak dengan larutan injeksi pada tekanan dan suhu yang tinggi maka karet harus memenuhi syarat-syarat sifat fisika dan kimia, yaitu harus elastis, permukaan lapisannya harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih. Karena bahan aktif tidak stabil terhadap cahaya, sehingga perlu digunakan wadah yang dapat melindungi sediaan terhadap paparan cahaya, maka dari itu, sediaan dikemas dalam vial coklat. Untuk mengurangi jumlah mikroba yang berukuran lebih kecil yaitu seperti spora bakteri yang lolos dalam penyaringan menggunakan membran filtrasi berukuran 0,22 mikron dan 0,45 mikron, maka perlu dilakukan proses sterilisasi akhir sediaan menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi selesai, sediaan infus KCl perlu diberikan etiket sebagai penandaan. Pada etiket wadah obat suntik harus tertera beberapa ketentuan yang penting berisi informasi seputar sediaan seperti cara pemakaian, komposisi, nama obat, kadar obat, dll. Setelah itu sediaan yang sudah diberi etiket perlu dimasukan ke dalam kemasan sekunder dan perlu ditampilkan brosur untuk keterangan lebih lanjut seputar sediaan injeksi famotidin. Setelah disterilisasi, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap sediaan injeksi famotidin yang dibuat. evaluasi yang dilakukan dalam praktikum ini adalah uji kejernihan, yang dilakukan secara visual dengan pemeriksaan dibawah cahaya yang berlatarbelakang hitam untuk memeriksa apakah ada partikel melayang berwarna hitam atau tidak dan juga apakah sediaan yang dibuat sama jernihmya dengan baku pembanding yaitu aquadest. Untuk menguji kejernihan sediaan maka sediaan dari vial coklat dipindahakan terlebih dahulu kedalam vial bening transparan agar pengujian lebih maksimal. Dari hasil evaluasi sediaan tidak ditemukan partikel asing atau serat yang melayang dalam sediaan. Lalu dilakukan uji bahan partikulat dengan mengamati
sediaan pada latar belakang putih yang disinari dengan cahaya disampingnya. Dari hasil evaluasi, sediaan tidak mengandung partikel atau benda asing melayang yang berwarna hitam. Selanjutnya sediaan dilakukan uji kebocoran dengan membalikan botol yang dibawahnya dialasi dengan kertas saring, apabila terjadi kebocoran maka kertas saring akan menjadi basah. Dari hasil evaluasi, sediaan tidak memberikan kebocoran. Uji Sterilitas sangat diperlukan karena sediaan yang dibuat harus teruji keamanannya sebelum diberikan kepada pasien, karena keterbatasan waktu dan fasilitas maka uji sterilitas tidak dilakukan. Dalam uji evaluasi tidak dilakukan pengujian
endotoksin
bakteri
karena
dalam
monografi
bahan
mencantumkan syarat bahwa sediaan SVP harus terbebas dari pirogen.
aktif
tidak
XII.
KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi f amotidin adalah sebagai berikut : No.
Nama Bahan
Jumlah (b/v)
Kegunaan
1.
Famotidin
0.525 %
Bahan Aktif
2.
HCl 0.1 N
2.6 mL
Pelarut Bahan Aktif
3.
Natrium Klorida
0.1162 %
Pengisotoni
4.
NaOH 0.1 N
qs
Adjust pH
5.
HCl 0.1 N
qs
Adjust pH
6.
Benzalkonium Klorida
0.03 %
Pengawet
7.
Asam Asetat
0.0355%
Dapar
8.
Natrium Asetat
0.1337%
Dapar
9.
Aqua Pro Injeksi
Ad 100 %
Pembawa
Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan sediaan injeksi famotidin 0.5% adalah dengan sterilisasi akhir melalui metode sterilisasi panas basah menggunakan autoclave pada 121 oC selama 15 menit. Dari hasil evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi famotidin 0.5% memiliki kejernihan baik, tidak mengandung partikel, dan tidak mengalami kebocoran yang signifikan.
XIII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Rowe, Raymond C.2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed. London : Pharmaceutical Press. Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja.2008. Obat-Obat Penting . Ed. ke 6. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. Lawrens. 2006. United State Pharmacopoeia.USA : USP-Press Ansel, 1985, Pengantar Bentuk Sedian Farmasi, Jakarta, UI Press Agoes, Goeswin. 2009. Sediaan Farmasi Steril . Penerbit ITB : Bandung Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5 . Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Anief. Moh.2007. Farmasetika. Jakarta : UGM Press. Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. 2008 . Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press. Lukas, S. 2006. Formulasi Steril . Yogyakarta: Penerbit Andi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2012. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan, The Council of The Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. 1994. The Pharmaceutical Codex, 12th ed., Principles and Practice of Pharmaceutics. London: The Pharmaceutical Press
KEMASAN SEKUNDER DAN ETIKET