BAB I: PENDAHULUAN
1.1.
Tujuan 1.1.1. Membedakan efek obat sedatif dan hipnotik pada hewan coba 1.1.2. Mengetahui dan mengamati tanda-tanda overdosis golongan obat barbiturat 1.1.3. Mengetahui berbagai instrumen yang dapat digunakan untuk menguji efek sedatif
1.2.
Teori Obat Uji 1.2.1. Penggolongan Obat Sedatif-Hipnotik Obat sedatif merupakan obat yang mempunyai efek menenangkan dan mengurangi kecemasan. Sedangkan, obat hipnotik yang menimbulkan rasa kantuk dan menambah waktu tidur (Katzung, 2012). Penggolongan obat sedatif-hipnotik dapat digolongkan menurut struktur kimianya menjadi:
Benzodiazepin
Barbiturat
Obat Sedatif-Hipnotik lain (Farmakologi dan Terapi ed 5, 2007).
1.2.2. Farmakokinetika 1.2.2.1.Benzodiazepin Proses absorbsi dari obat-obat sedatif-hipnotik tergantung pada angka lipofilisitasnya. Kelarutan dalam lemak menentukan sampai bagian mana partikel obat akan masuk ke dalam sistem saraf pusat (SSP). Misalnya pada triazolam yang mempunya efek cepat pada SSP (Katzung, 2012). Sebagian besar benzodiazepin yang mengalami metabolisme fase I dan berada dalam bentuk aktifna mempunyai waktu paruh yang panjang. Semisal pada desmetildiazepam yang mempunyai waktu paruh lebih dari 40 jam, adalah metabolit aktif dari klordiazepoksida, diazepam, prazepam, dan klorazepat. Eliminasi singkat pada triazolam yang mempunyai waktu paruh 2-3 jam terjadi karena obat ini lebih digunakan sebagai obat hipnotik daripada sebagai obat sedatif (Katzung, 2004). 1.2.2.2.Barbiturat Barbiturat
terabsorbsi
cepat
dan
kemungkinan
terabsorbsi
sempurna. Barbiturat juga terdistribusi secara luas dan dapat melewati plasenta. Barbiturat dengan kelarutan dalam lemak tinggi, akan memicu anestesi setelah redistribusi melalui injeksi (Goodman and Gilman, 2011). Hampir semua barbiturat, terkecuali fenobarbital yang memiliki kuantitas tidak signifikan terhadap perubahan ekskresi. Jalur metabolism 1
utamanya menggunakan oksidasi oleh enzim hepatik untuk membentuk alkohol, asam, dan keton yang muncul dalam urin dengan bentuk konjugat glukoronat. Eliminasi waktu paruh dari sekobarbital dan pentobarbital adalah sekitar 18-48 jam tergantung pada individu pasien. Dosis ganda pada agen ini akan memicu efek kumulatif (Katzung, 2004). Fenobarbital terekskresi utuh dalam urin dengan rentang 20-30% pada manusia, dan fase eliminasinya akan bergantung pada alkalinisasi dari urin. Fenobarbital sendiri adalah asam lemah dengan pK a 7,4 (Katzung, 2012). 1.2.2.3.Obat Sedatif-Hipnotik lain Setelah pemakaian secara oral pada formula standar, zolpidem mencapai level plasma 1,6 jam. Kemudian, zolpidem tereliminasi dengan waktu paruh 1,5-3,5 jam (Katzung, 2012). 1.2.3. Struktur Obat
Gambar 1.2. Struktur Kimia dari beberapa barbiturate dan obat sedatif-hipnotik lain (Katzung, 2004)
1.2.4. Farmakodinamika Obat
Barbiturat Golongan barbiturat memiliki efek dalam mendepresi SSP mulai dari tingkat sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma hingga kematian. Obat ini tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa disertai kesadaran. Akan tetapi, bila terjadi depresi pusat penghambatan, makan barbiturat tidak akan memberikan efek sedasi melainkan menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium) (Farmakologi dan Terapi ed 5,2007). Tingkatan tidur pada barbiturat pada umumnya tergantung dengan dosis pemberiannya. Golongan obat ini dapat mengurangi masa tidur laten, jumlah terbangun, lama tidur REM, dan tidur gelombang pendek. Efek terhadap lama tidur dapat menurun hingga 50% setelah 2 minggu pemberian 2
obat. Dapat menyebabkan efek rebound phenomenon apabila penggunaan obat dihentikan (Farmakologi dan Terapi ed 5,2007).
Fenobarbital Fenobarbital adalah salah satu golongan barbiturat yang efek utamanya adalah depresi pada sistem saraf pusat. Efekini dicapai dengan cara berikatan dengan komponen-komponen molekulerreseptor GABAA pada membran neuron sistem saraf pusat. Ikatan ini akanmeningkatkan lama pembukaan kanal ion klorida yang diaktivasi olehGABA. Pada konsentrasi tinggi, fenobarbital juga bersifat sebagai GABAmimetik dimana akan mengaktifkan kanal klorida secara langsung.Peristiwa ini menyebabkan masuknya ion klorida pada badan neuronsehingga potensial intra membran neuron menjadi lebih negatif (Katzung, 2004). Dikarenakan obat ini dapat mendepresi SSP, maka dapat menimbulkan
efek
ketergantungan.
Halini
umumnya
sering
disalahgunakan oleh masyarakat dikarenakan lamanya obat menetap dalama plasma sepanjang hari (Farmakologi dan Terapi ed 5,2007). Golongan obat benzodiazepin memodifikasi respon afektif menjadi respon sensorik. Secara khusus, benzodiazepin membuat suatu subyek menjadi acuh terhadap rangsangan anxiogenik, contohnya aksi anxiolitik. Selanjutnya benzodiazepin memiliki efek sedasi, antikonvulsan, dan relaksan otot. Semua aksi ini dihasilkan dari peningkatan aktivitas neuronneuron inhibitor dan mediasi dari reseptor-reseptor benzodiazepin yang spesifik yang membentuk suatu bagian integral dari reseptor GABAA dan -
kompleks kanal ion Cl . Transmiter inhibitor GABA bertindak untuk -
-
membuka membran kanal ion Cl . Peningkatan konduktansi Cl membran neuronal, secara efektif dapat menyebabkan respon pendek depolarisasi, -,
influks Cl dan penurunan eksitabilitas (Lullmann, 2005) 1.2.5. ESO, Toksisitas Obat
Barbiturat Efek barbiturat yang dikenal memengaruhi pada hati adalah bagian mikrosomal sistem metabolisme obat, dimana bagian tersebut terjadi interaksi signifikan antar obat. Efek yang diberikan bervariasi berdasarkan lama pemaparan dari barbiturat. Secara akut, barbiturat kombinasi dengan beberapa CYP dan menghambat biotransformasi dari obat lain dan substansi endogen seperti steroid; substrat lain juga dapat menghambat biotransformasi dari barbiturat. Dosis toksik dari barbiturat juga bervariasi tetapi umumnya terjadi ketika lebih dari 10 kali dari dosis hipnotik dikonsumsi secara langsung. Bila ada alkohol atau depresan dalam 3
pemakaian barbiturat, konsentrasi kematian dapat lebih rendah dari yang diperkirakan (Goodman and Gillman, 2011) Pemberian profilaksis fenobarbital yang membutuhkan jangka waktu panjang menimbulkan berbagai macam efek samping, sehingga perlu diketahui efek samping dari pemberian jangka waktu panjang profilaksis fenobarbital. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 30-50% anak-anak yang menggunakan terapi profilaksis fenobarbital mengalami gangguan perilaku, dan dari sebuah penelitian menunjukkan penurunan IQ yang persisten. Penelitian lain menemukan bahwa pengunaan fenobarbital tidak menimbulkan efek samping(Fadila Sara, dkk., 2014).
Fenobarbital Efek samping fenobarbital dapat menyebabkan kondisi mudah marah, dan hiperaktivitas pada anak-anak.7 Dari sebuah penelitian menemukan bahwa anak yang menggunakan fenobarbital terus-menerus, 42% dari kasus yang diteliti mengalami gangguan perilaku, yang tersering adalah hiperaktivitas. Selain itu, ditemukan anak yang memakai fenobarbital memiliki kemampuan berkonsentrasi yang rendah.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek samping yang sering terjadi pada pemakaian fenobarbital terus-menerus adalah hiperaktivitas, dan gangguan pemusatan perhatian.Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian mengenai hubungan pemakaian fenobarbital yang dipakai secara rutin dan yang tidak rutin pada anak kejang dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) (Fadila Sara, dkk., 2014). Pada
sistem
respirasi,dosis
hipnotik
benzodiazepin
tidak
menimbulkan gangguan pernafasan pada orang normal, namun perlu diperhatikan pada penggunaan untuk anak-anak dan orang-orang yang memiliki gangguan hati seperti alkoholik. Pada dosis tinggi, seperti pada penggunaan medikasi preanestesi atau endoskopi, benzodiazepin dapat menyebabkan depresi ventilasi alveolar dan menyebabkan asidosis pernafasan. Obat ini dapat menyebabkan apnea selama anestesi atau ketika diberikan bersama opioid. Sedangkan pada sistem kardiovaskular, dosis preanestetik semua golongan benzodiazepin dapat menurunkan tekanan gula darah dan menaikkan detak jantung, Dengan midazolam dapat menurunkan resistensi periferal, tetapi bila dengan diazepam dapat menurunkan kerja venrikel kiri dan cardiac output. (Goodman and Gillman, 2011)
4
1.2.6. Indikasi Klinis Obat -
Indikasi: mengatasi kejang umum tonik-klonik, kejang parsial, kejang pada neonatus, kejang pada demam, status epileptikus, pengelolaan insomnia jangka pendek, meredakan kecemasan dan ketegangan
-
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap barbiturat atau komponen sediaan, gangguan hati tidak jelas, dispnea, obstruksi saluran nafas, kehamilan (Farmakologi dan Terapi ed 5, 2007).
1.2.7. Produk -
Sibital (Na-fenobarbital)
Indikasi: Antikovulsi, hipnotik, sedatif
Kontraindikasi: alergi barbiturat
Dosis Dewasa: Antikonvulsi (100-325 mg IV dapat ditingkatkan hingga 600 mg), sedatif (30-120 mg dalam dosis terbagi 2-3x secara IV/IM), pra op (130-200 mg IM 6-9 menit sebelum op), insomnia (100-325 mg melalui IM/IV secara perlahan)
Dosis Anak: Antikonvulsi (Loading dose 15-20 mg/kgBB IV dengan kecepatan 1-2 mg/kgBB/menit), pra op (1-3 mg/kg IM/IV 6-9 menit sebelum op) (ISO, 2011).
5
BAB II: METODE
2.1.
Jenis Obat Fenobarbital-Na dengan dosis 50mg/70kgBB per oral; 100 mg/70kgBB per oral
2.2.
Cara Perhitungan
Rute Pemberian
: Per Oral
Konsentrasi Obat
: 5%
Berat Mencit (gram)
: 21 gram (A); 16 gram (B); 27 gram (C); 22 gram (D)
Dosis yang diberikan : o
50 mg/ 70 kgBB (Mencit A,B) Praktikum : Vp = 0.15 ml/ 20 gBB Konversi Dosis : 50 mg x 0.0026 = 0.13 mg/ 20 gram mencit
Mencit A : 0.13 mg x Vp =
0.182 50
Vpc =
0.00364 0.05
0.1755 50
Vpc =
28 20
0.00351 0.05
= 0.21/28
27 20
= 0.1755 /27 gram
= 0.00351 1.25 = 0.0702 ( 25 )
Praktikum: 0.15 x
o
= 0.182 /28 gram
1 = 0.0728 ( 20 )
Mencit B : 0.13 mg x Vp =
20
= 0.00364
Praktikum: 0.15 x
28
27 20
= 0.2025/27
100 mg/ 70 kgBB (Mencit C,D) Praktikum : Vp = 0.30 ml/20 gBB Konversi Dosis : 100 mg x 0.0026 = 0.26 mg/ 20 gram mencit
Mencit C : 0.26 mg x Vp =
0.286 50
22 20
Mencit D : 0.26 mg x Vp =
0.364 50
20
= 0.286 /22 gram
= 0.00572
Praktikum: 0.30 x
22
= 0.33/22
28 20
= 0.364/28 gram
= 0.00728
Praktikum: 0.30 x
28 20
= 0.42/28
6
2.3.
Klasifikasi Hewan Coba Klasifikasi mencit: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub-filum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Bangsa
: Rodentia
Sub-bangsa
: Myomorpha
Famili
: Muridae
Sub-Famili
: Muridae
Marga
: Mus
Jenis
: Mus musculus (Arrington, 1972) Pada praktikum ini digunakan mencit sebagai hewan coba. Mencit merupakan
salah satu hewan percobaan yang sering digunakan. Mencit sering digunakan karena memiliki struktur yang mirip dengan manusia, mudah ditangani, mudah diperoleh, dan harganya relative murah dibandingkan hewan uji lain (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). 2.4.
2.5.
Alat dan Bahan
Rotarod
Activity cage
Hole board
Platform
Elevation board
Larutan obat uji (Fenobarbital-Na)
Alat suntik 1 ml steril + jarum sonde untuk mencit
Stopwatch / time
Metode Penelitian
Pengujian dengan Metode Holebord Pengamatan dilakukan terhadap jumlah gerakan spontan pada mencit saat mencit memasukkan kepala hingga kedua telinga ikut masuk dalam lubang papan kau 7
dengan diameter 1 cm dan kedalaman 2 cm secara berulang yang mengindikasikan suatu perilaku eksplorasi (File and Wardril, 1975).
Pengujian dengan Metode Evasion Box Pada awalnya mencit dimasukkan ke dalam kotak kayu dan ditutup dengan papan selama 10 detik, kemudian papan tersebut disandarkan miring di dalam kotak untuk memberikan jalan mencit keluar dari kotak melalui papan tersebut (Turner, 1965)
Pengujian dengan Metode Platform Metode ini dilakukan dengan cara mencit diletakkan di atas platform, kemudian dilakukan pengamatan pada aktivitasnya dalam menjengukkan atau menundukkan kepala sampai keluar dari tepi platform. Dilakukan pencatatan terhadap jumlah jengukan pada tepi platform (Harun et al ., 1986).
Pengujian dengan Metode Rotarod Pada awalnya mencit diletakkan di atas balok silinder berdiameter 3 cm yang berputar dengan kecepatan lambat dan konstan (10 putaran per menit). Kemudian pengamatan dilakukan pada berapa lama waktu mencit bertahan di atas balok silinder yang sedang berputar (Dunhan dan Miya, 1957).
2.6.
Skema Kerja a. Pada Evasion Platform Mencit diberi perlakuan sesuai perintah (Sampel)
Letakkan mencit di atas Platform
Amati aktivitas, sikap tubuh, kecepatan napas, jengukan selama 5’,10’, 15’, 20’ b. Pada Rotarod Mencit diberi perlakuan sesuai perintah (Sampel)
Letakkan mencit di pada alat Rotarod kemudian jalankan alat Rotarod
Catat waktu jatuhnya tikus dari alat silinder c. Pada Holeboard Mencit diberi perlakuan sesuai perintah (Sampel)
Letakkan mencit di atas Holeboard
Catat jumlah jengukkan kepala mencit ke dalam lubang d. Pada Evasion Box Mencit diberi perlakuan sesuai perintah (Sampel) 8
Letakkan mencit pada papan miring mulai dari bawah papan
Catat waktu mencit sampai ke sisi atas dari pap an miring
Tabel 2.1 Kelompok Dosis Kelompok
Sampel
Dosis
1
Kontrol
-
2-3
Fenobarbital
50 mg/kgBB
4-5
Fenobarbital
100 mg/kgBB
9
BAB 3: ANALISIS HASIL 3.1.
Scan Data Asli
10
11
3.1.
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1. Data Pengamatan Uji Aktivitas Barbiturat Pada Platform Jumlah jengukan 10’
15’
Kecepatan napas (satuan/menit) 20’
5’
10’
15’
20’
Ratarata
Kontrol
22
24
15
22
90
54
120
102
91,5
-
-
-
-
42
42
42
42
42
4
8
-
-
23
54
82
100
64,75
Feses : 1 kali D50/ 70KgBB Feses : 1 kali D100/ 70KgBB
Kelompok
Jenis Aktivitas 5’
Kontrol
D
10’
Sikap tubuh 15’
6jenis Tidur Tenang
50/ Tidur
Tidur
Tenang
20’
5’
10’
15’
20’
Tenang
Membungkuk
Membungkuk
Diam
Melihat
ditempat
atas
Tenang
Membungkuk
70KgBB D
100/ Tidur
Melihat
ke Membungkuk
Membungkuk
atas Tidur
Tidur
Tenang
Membungkuk
70KgBB
Membungkuk
Membungkuk
Diam ditempat
12
ke
Tabel 3.2 Data Pengamatan Uji Aktivitas Barbiturat Pada Holeboard, Rotarod, dan Evasion box Kelompok
Jumlah jengukan pada
Waktu jatuh mencit
Activity
Holeboard
di Rotarod (menit)
(menit)
selama
5
cage
menit
Kontrol
D 50/ 70KgBB Waktu suntik : Jam 13.36
42 kali
494 detik
52.31 menit
30 kali
499 detik
25.39 menit
7 kali
1000 detik
39.46 menit
70 kali
9 detik
02.32 menit
Feses 1 kali
72 detik
(Feses 3 kali)
37 detik
01.16 menit (Feses 1 kali) 01.11 menit
D 100/ 70KgBB
21 kali
371 detik
04.00 menit
Waktu suntik : Jam 13.40
21 kali
(Pipis 1 kali)
02.24 menit
14 kali
441 detik
03.50 menit
(Feses dan pipis 1 kali) 1017 detik (Feses 1 kali)
30
25
20 kontrol 15 D50 10
D100
5
0 5menit
10 menit
15menit
20menit
Grafik 3.1 Jumlah Jengukan Pada Pengamatan Platform
13
140
120
100
80
kontrol D50
60
D100 40
20
0 5menit
10 menit
15menit
20menit
Grafik 3.2 Kecepatan Napas Pada Pengamatan Platform
3.2.
Foto Hasil Pengamatan
Gambar 3.1 Mencit di atas platform
14
Gambar 3.2 Mencit pada alat Rotarod
Gambar 3.3 Mencit di atas alat Holeboard
15
3.3.
Pembahasan Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi koma dan mati, bergantung pada dosis obat. Pada dosis terapi obat sedatif mampu menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi sehingga akan berefek menenangkan. Obat hipnotik menyebkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur seperti tidur fisiologis (Metta sinta dan Toni Handoko, 2001). Bila obat hipnotik sedatif terlalu sering digunakan maka terdapat akumulasi selain efek samping yaitu kerusakan degeneratif hati serta reaksi alergi yang kerap kali muncul pada pasien. Penggunaan yang lama dapat mengakibatkan toleransi, dimana penderita harus meminum dosis yang lebih besar untuk mendapatkan efek yang sama. Jika penggunaan obat ini dihentikan secara mendadak dapat timbul sindroma putus obat berupa tidak bisa istirahat, insomnia dan ansietas sampai konvulsi dan kematian. (Gunawan, 2007) Pada praktikum sedatif hipnotik ini, digunakan obat golongan barbiturat untuk melihat efek obat sedatif hipnotik pada mencit. Obat ini diberikan melalui injeksi intraperitonial dengan cara menyuntikkan larutan obat ke dalam abdomen bawah di sebelah garis midsagital dari mencit. Obat sedatif-hipnotik menimbulkan rangkaian efek depresan sistem saraf pusat mulai dari sedasi ringan, meredakan ansietas sampai anestesi dan koma (Katzung,1996). Efek samping yang umumnya terjadi pada hipnotika adalah depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi, tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat, sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat, dan “hang over”, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu (Tjay, 2002). Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t½-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Tjay, 2002). Senyawa barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat dan menghasilkan efek yang luas dan sedasi ringan sampai anastesi total. Barbiturat memiliki kecanduan baik secara fisik dan fisiologis. (Dwina, 2010) Fenobarbital adalah merupakan obat golongan barbiturat yang berkhasiat sebagai hipnotik sedatif yang berefek utama depresi SSP. Barbiturat barbiturat juga dapat menghambat ganglion otonom sehingga tekanan darah dan denyut jantung menurun. (Hasana, 2013) 16
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma sampai dengan kematian. Efek hipnotiknya dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. (Ganiswarna, dkk, 1995). Dalam praktikum kali ini kami ingin mengetahui seberapa efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan koordinasi motorik mencit. Besar kecilnya pengaruh terhadap koordiansi motorik tersebut dapat menggambarkan besar kecilnya efek sedasi. Parameter yang digunakan untuk uji efek sedasi ini dengan mengamati rotarod , hole board, platform dan evasion box. Mulanya mencit diberikan suatu perlakuan dengan menginjeksi Fenobarbital secara intraperitonial dengan dosis F50 dan F100. Perbedaan ini diamati dengan cara mengamati jumlah jengukan, kecepatan nafas, jenis aktivitas, dan sikap tubuh mencit pada platform. Selain itu, juga digunakan holeboard untuk melihat jumlah jengukan mencit, rotarod untuk mengamati waktu jatuh mencit, dan evasion box untuk mengamati waktu yang dibutuhkan mencit untuk naik ke atas papan. Dari hasil praktikum yang kami peroleh kelompok kontrol dengan alat platform mencit lebih aktif untuk bergerak dan melakukan aktivitas hal ini karena mencit tersebut tanpa diinjeksi Fenobarbital. Dari data pengamatan mencit pada platform dapat diketahui bahwa pada mencit kontrol, mencit lebih aktif melakukan aktivitas dan kecepatan nafas dari mencit kontrol umumnya lebih rendah dibandingkan dengan mencit yang diberikan obat. Selain itu dapat dilihat dari sikap tubuh mencit kontrol seperti aktif dalam gerakan, grimbing, dan menggaruk kaki begitu juga dengan uji pada hole board,evasion box dan rotarod mencit lebih aktif melakukan gerakan. Dengan alat hole board, evasion box, dan rotarod dengan injeksi Fenobarbital F50 dan F100 terdapat perbedaan dengan kelompok kontrol yakni mencit cenderung tenang dan tidak melakukan aktivitas. Seperti pada alat hole board setelah dilakukan injeksi intraperitonial mencit cenderung memasukkan kepala mencit kedalam lubang, semakin besar dosis yang diberikan maka semakin banyak jumlah jengukan yang terjadi. Dengan perlakuan rotarod Semakin lama dicoba semakin lama jatuhnya mencit dari alat, ini menunjukkan pengaruh obat sedasi mulai bekerja dan semakin lama obat dalam tubuh mencit akan bekerja sampai puncaknya dan kemudian lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat berkurang sehingga mencit lebih lama untuk jatuh dari rotarod. Dengan perlakaun Evasion box mencit yang diinjeksi dengan fenobarbital cenderung lambat dan tidak terarah karena penginduksian obat hipnotik sedative menyebabkan penurunan aktivitas motorik. Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, disimpulkan bahwa pemberian obat golongan barbiturat terbukti menyebabkan penurunan jumlah aktivitas dari mencit. 17
Hal ini dikarenakan obat sedatif hipnotik merupakan obat depresan SSP, sehingga setelah diberikan pada mencit terjadi depresi SSP yang menyebabkan penurunan aktivitas, penurunan respons terhadap rangsangan, dan menenangkan sampai dengan tertidur. Demikian pula dengan kecepatan nafas. Kecepatan nafas mencit yang diberikan obat F100 lebih rendah dari mencit yang diberikan obat F50 karena salah satu efek barbiturat yang paling terlihat jelas adalah terjadinya depresi nafas.
3.4.
Pembahasan Jurnal Pada jurnal “Uji Efek Sedasi dan Durasi Waktu Tidur Ekstrak Etanol Herba Putri Malu ( Mimosa microphylla D.) pada Mencit ( Mus musculus) Galur Swiss Webster ” diuji efek ekstrak putri malu dan dilihat efek sedasinya. Jurnal ini mempunyai kemiripan dalam hal metode penilitian, pada metodenya penulis memakai metode platform, rotarod, holeboard, dan evasion box. Sehingga, jurnal ini menjadi jurnal utama dalam pembahasan. Pada jurnal ini, fenobarbital sebanyak 30mg/kgBB yang diberikan secara oral dipakai sebagai pembanding. Disamping beberapa metode tersebut, peneliti juga menguji wakti induksi tidur dan durasi waktu tidur mencit. Hasil yang didapatkan oleh penelitian tersebut adalah ekstrak dengan dosis sebesar 600 mg/kgBB mempunyai efek yang sama dengan kontrol positif dan mempunyai efek sedasi paling besar pada metode platform, holeboard, rotarod, dan evasion box. Sedangkan, untuk uji induksi tidur dan durasi waktu tidur mencit dosis yang menunjukkan efek sedasi paling besar adalah 1200 mg/kgBB. Namun, dalam jurnal dikatakan pula bahwa dosis ekstrak yang dipakai tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan kontrol positif. Waktu mula kerja obat juga tidak berpengaruh terhadap dosis ekstrak. Sedangkan, pada jurnal “Efek Sedasi dari Variasi Dosis Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar ( Ipomoea batatas L.) pada Mencit”, hanya memeriksa efek sedasi pada ekstrak dengan metode Post Test-Only Controled Group Design. Dilakukan metode Rotarod, dan dianalisa terhadap daya cengkeram, diameter pupil mata, serta reflek balik badan. Setelah dilakukan penelitian dari 4 kelompok mencit dengan kontrol positif fenobarbital sebesar 54,6 mg/kgBB hasil yang didapatkan yaitu yang mempunya efek paling mendekati kontrol positif dari 4 parameter (jumlah jatuh, daya cengkeram, diameter pupil, dan reflek balik badan) yaitu dosis 382 mg/kgBB dan 573 mg/kgBB. Metode ini hanya digunakan untuk melihat efek sedasi pada ekstrak. Pada jurnal “Kemampuan Efek Sedasi Infusa Umbi Rumput Teki (Cyperus rotundus L) pada Mencit Jantas Ras Swiss”, didapatkan hasil infusa yang dosisnya lebih sedikit, namun sudah dapat memberikan efek yang sama dengan kontrol positif fenobarbital
18
Lain halnya pada jurnal “Uji Efek Sedatif Fraksi Etanol Daun Kratom ( Mitragyna speciosa Korth.) pada Mencit” dan “Uji Efek Sedatif Infusa Daun Kratom ( Mitragyna speciosa Korth.) pada Mencit”, dalam kedua jurnal ini memakai dua metode berbeda dari metode yang dipakai untuk menguji efek sedative yaitu dengan Traction test dan Fireplace test. Perbedaannya adalah jurnal satu memakai fraksi yang lebih spesifik, dan jurnal lain memakai infusa yang masih berupa ekstrak kasar. Sekilas mengenai kedua metode itu, traction test memakai kawat sebagai media. Lengan hewan uji digantung pada sebuah kawat yang telah direntangkan secara horizontal. Hasil yang didapatkan seharusnya pada hewan uji yang abnormal akan memerlukan waktu yang lama untuk membalikkan badan dan jatuh dari kawat, sedangkan yang normal seharusnya lebih cepat reaksinya. Pada fireplace test hewan diletakkan pada gelas silinder. Apabila hewan coba yang diuji normal makan hewan uji akan segera kabur dari gelas silinder, sedangkan yang mendapat efek sedasi akan tetap tinggal dalam waktu yang lama. Didapatkan metode lain terhadap manusia, yaitu efek terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada jurnal “Efek Hipnotik Biji Seledri ( Apium Graveolens L.) pada Mencit Jantan Galur Ddy dan Pengaruhnya terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada manusia”. Subjek diberi sampel, kemudian di perlihatkan secara bergantian cahaya merah, kuning, hijau, biru sampai subjek member respon, dihitung per menitnya. Dan waktu yang didapat sebelum dan sesudah diberikan obat, apabila obat bereaksi efek hipnotiknya, maka rata-rata waktunya akan lebih lama.
19
BAB 4: PENUTUP 4.1.
Kesimpulan 1. Pemberian obat hipnotik sedative memberikan efek pada hewan coba 2. Peningkatan dosis mempengaruhi aktivitas, sikap tibuh, jumlah jengukan dan kecepatan napas pada mencit 3. Kecepatan napas semakin menurun menunjukkan depresi pernapasan pada mencit. 4. Obat hipnotok sedative meyebabkan penurunan aktivitas motorik. 5. Berat badan mencit mempengaruhi absorpsi obat.
4.2.
Usulan Penelitian Percobaan yang dilakukan belum dapat menjawab kerja fenobarbital secara keseluruhan. Dibutuhkan percobaan lain dengan metode yang berbeda agar hasil semakin valid.
4.3.
Penyelesaian Tugas
1. Lengkapilah kurva dosis respon obat golongan minor transquilizer (lengkap beserta keterangan, contoh obat, dan perbedaan mekanisme kerja)
Sedative timbul dari aktivasi GABA A subunit alpha 1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA diotak (kortex cerebral, kortex serebelum dan thalamus). Taraf anestesi anestesi refleks mata menghilang, nafas otomatis dan teratur seperti tidur serta otot melemas (relaksasi) kemudian pelumpuhan sumsum tulang belakang yaitu kerja jantung dan pernapasan terhenti. Contoh obat : tiopental, midazolam, fenobarbital, barbital 2. Jelaskan spesifikasi dan ukuran-ukuran platform untuk mencit ! Diameter lingkaran = 30 cm Tinggi = 45 cm 3. Jelaskan 2 metode pengujian lain untuk menguji aktivitas obat obatan depresan SSP ! Jurnal “Uji Efek Sedatif Fraksi Etanol Daun Kratom ( Mitragyna speciosa Korth.) pada Mencit” -
Metode Traction Test
20
Lengan hewan uji digantung pada sebuah kawat yang telah direntangkan secara horizontal. Hasil yang didapatkan seharusnya pada hewan uji yang abnormal akan memerlukan waktu yang lama untuk membalikkan badan dan jatuh dari kawat, sedangkan yang normal seharusnya lebih cepat reaksinya. -
Metode Fireplace Test Hewan diletakkan pada gelas silinder. Apabila hewan coba yang diuji normal makan hewan uji akan segera kabur dari gelas silinder, sedangkan yang mendapat efek sedasi akan tetap tinggal dalam waktu yang lama.
Jurnal “Efek Hipnotik Biji Seledri ( Apium Graveolens L.) pada Mencit Jantan Galur Ddy dan Pengaruhnya terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada manusia” -
Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada jurnal “Efek Hipnotik Biji Seledri ( Apium Graveolens L.) pada Mencit Jantan Galur Ddy dan Pengaruhnya terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada manusia”. Subjek diberi sampel, kemudian di perlihatkan secara bergantian cahaya merah, kuning, hijau, biru sampai subjek member respon, dihitung per menitnya. Dan waktu yang didapat sebelum dan sesudah diberikan obat, apabila obat bereaksi efek hipnotiknya, maka rata-rata waktunya akan lebih lama
4. Amatilah tanda-tanda depresi pernapasan pada pemberian dosis 80 mg / kg BB pada mencit ! Kecepatan napas berkurang ditunjukkan dengan kumis mencit yang jarang untuk bergerak
21
Daftar Pustaka Anonim, 2011, ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia), Volume 46, Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Arrington L, 1972, Introductory Laboratory Animal. The Breeding, Care, and Management of Experimental Animal , Science, New York: The Interstate Printers and Publishing, Inc. Dunham NW dan Miya,TS, 1957, A Note on a Simple Apparatus for Detecting Neurogical Deficit in Rats and Mice, J Am Pharm Assoc, 46,208. Fadila Sara, Nadjmir, Rahmatini, 2014, Hubungan Pemakaian Fenobarbital Rutin dan Tidak Rutin pada Anak Kejang Demam dengan Attention Deficit Hiperactivity Disorder, Jurnal Kesehatan Andalas. File SE dan Wardril AG, 1975, Validity of Head Dipping as a Measure of Exploration in a Modified Hole-Board, Psychopharmacol, 44, 53-59 Gilman, A.G., 2011,Goodmann and Gilman Dasar Farmakologi Terapi, diterjemahkan oleh Tim alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB,Penerbit Buku Kedokteran, EGC,Jakarta. Harun N, Soegiarso NC, dan Yulinah, ES, 1986, Pengaruh Brugmansia suaveolens terhadap Perilaku Tikus, Skripsi. Katzung, G.B., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik , edisi 8, diterjemahkan oleh Bagian Farmakologi FK Universitas Airlannga, Jakarta penerbit Salemba Medika.
Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D, 2005, Color Atlas of Pharmacology, 3rd Edition.Thieme Stuttgart, New York. p 222-225. Marfuah I, Sudarso, Diniatik, 2013, Efek Sedasi dari Variasi Dosis Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas L) pada Mencit , Pharmacy, 109-123. Muliadi YK, Tamayanti WD, dan Soegianto L, 2015, Uji Efek Sedasi dan Durasi Waktu Tidur Ekstrak Etanol Herba Putri Malu (Mimosa microphylla D.) pada Mencit (Mus musculus) Galur Swiss Webster , Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, 23-27. Novindriani D, Wijianto B, Andrie M, 2013, Uji Efek Infusa Fraksi Etanol Daun Kratom (Mitragyna speciosa Korth.) pada Mencit , JMFarmasi. Ridayani Y, 2013, Uji Efek Sedatif Fraksi Etanol Daun Kratom (Mitragyna speciosa Korth.) pada Mencit , JMFarmasi. Puradisastra S, Rosnaeni, dan Budiman I, 2007, Efek Hipnotik Biji Seledri ( Apium Graveolens L.) pada Mencit Jantan Galur Ddy dan Pengaruhnya terhadap Waktu Reaksi Sederhana (WRS) pada manusia, Jurnal Kedokteran, 62-69. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Turner RA, 1965, Screening Method in Pharmacology, Academic Press, New York and London, 101-118, 87-89.
22
Smith JB, dan Mangkoewidjojo S, 1988, Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis, UI Press, Jakarta, 10-12.
23