"Kontribusi Pendidikan Jasmani
dalam Menciptakan SDM yang Berdaya Saing Di Era Global"
Yulingga Nanda Hanief, M.Or – Moch Nurkholis, S.Pd., M.Or.
Penjaskesrek – Universitas Nusantara PGRI Kediri
Abstrak
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pembelajaran melalui
aktivitas jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematik untuk
meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan ketrampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif serta
kecerdasan emosi. Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani
mencakup pengembangan individu secara menyeluruh. Artinya, cakupan
pendidikan jasmani tidak hanya pada aspek jasmani saja tetapi juga aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Namun untuk mewujudkan tujuan yang
hendak dicapai perlu adanya faktor pendukung diantaranya : Sumber Daya
Manusia (SDM) tenaga pendidik, prasarana dan sarana yang lengkap dan juga
komitmen pengajaran pendidikan jasmani. Jika faktor itu semua terpenuhi
dengan baik, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan sangat berkontribusi untuk
menciptakan SDM yang berdaya saing.
Kata kunci : Pendidikan Jasmani, SDM berdaya saing, era global.
Physical education is a process of learning through physical activity
which is designed and arranged systematically to improve physical fitness,
develop motor skills, knowledge and behavior of healthy and active life,
sportsmanship and emotional intelligence. Goals to be achieved through
physical education include the development of the individual as a whole.
That is, the scope of physical education not only on the physical aspect
but also cognitive, affective, and psychomotor. However, to realize the
goals to be achieved needs to be contributing factors include: Human
Resources (HR) educators, complete infrastructure and facilities as well as
the commitment of teaching physical education. If the factor it all
properly fulfilled, Physical Education and Health greatly contribute to
creating a competitive human resources.
Keywords: Physical Education, HR competitive, global era.
PENDAHULUAN
Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan
yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang
akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman
bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli
dkk.Kewarganegaraan.2005). Globalisasi yang termanifestasikan dalam
strukturnya melibatkan semua jaringan dengan tatanan global yang seragam
dalam pola hubungan yang sifatnya penetratif, kompetitif, rasional dan
pragmatis (Semiawan CR, 1997) dalam berbagai bidang kehidupan, terutama
dalam dimensi pendidikan, kebugaran, kesehatan, ekonomi dan budaya.
Mengantisipasi hal tersebut, maka menciptakan manusia yang unggul,
merupakan satu tantang dan keharusan menghadapi era globalisasi. Upaya
tersebut, salah satunya dapat dilakukan melalui mata pelajaran Pendidikan
Jasmani (penjas). Penjas merupakan bagian dari pendidikan keseluruhan yang
mengutamakan aktivitas jasmani dan pembinaan hidup sehat untuk petumbuhan
dan perkembangan jasmani, mental, sosial dan emosional yang serasi, selaras
dan seimbang.
Pentingnya pendidikan jasmani dan olahraga dalam pola pendidikan di
Indonesia telah dirumuskan oleh pemerintah berupa Undang-Undang Nomor 20
tahun 20013. Ditetapkannya pendidikan jasmani sebagai mata pelajaran yang
wajib diberikan disekolah telah memmbuktikan pentingnya pendidikan jasmani
diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar (SD), SMP, dan SMA. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pendidikan jasmani telah menjadi bagian integral dari
keseluruhan pendidikan.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan pada penjelasan Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 UU dituliskan, bahwa bahan
kajian pendidikan jasmani, dan olahraga dimaksudkan untuk membentuk
karakter peserta didik agar sehat jasmani dan rohani, dan menumbuhkan rasa
sportivitas. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan ditekankan untuk
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap mental,
emosional, sportivitas, spiritual, dan sosial), serta pembiasaan pola hidup
sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas
fisik dan psikis yang seimbang.
Berdasarkan pengamatan penulis, untuk menciptakan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang bersaing di era global dibutuhkan SDM tenaga pendidik yang baik,
prasarana dan sarana dan juga metode pembelajaran yang tepat. Namun
demikian, penulis menjumpai bahwa di beberapa sekolah masih terdapat :
Tenaga pendidik yang belum professional, prasarana dan sarana yang
digunakan juga sangat sederhana, metode pembelajaran yang digunakan kurang
bervariasi, sehingga anak cepat jenuh.
Globalisasi sesungguhnya telah mengubah peradaban manusia dari zaman
kezaman. Tanpa kita sadari otak manusia yang sangat kecil itu sudah
mengubah banyak hal. Mulai dari peradaban kuno yang masih belum terlihat
dampak globalisasinya, tetapi sekarang dengan keadaan yang serba modern,
dampaknya telihat sangat jelas. Dan yang tidak bisa dipungkiri, indonesia
menjadi salah satu negara dengan banyak terkena pengaruh globalisasi. Tidak
masalah jika pengaruh itu bersifat positif, tetapi kini yang terlihat juga
tidak sedikit pengaruh dari globalisasi yang bersifat negatif.
Memang arus globalisasi adalah sesuatu yang pasti terjadi dan
sulit untuk dikendalikan, terutama karena begitu cepatnya informasi yang
masuk ke seluruh belahan dunia, hal ini membawa pengaruh bagi seluruh
bangsa di dunia, termaksud didalamnya bangsa Indonesia.
Untuk itu peran pendidikan jasmani khususnya mempunyai andil yang
cukup besar dalam menciptakan siswa yang sehat dan segar jasmaninya serta
mempunyai nilai-nilai dalam menghadapi era globalisasi. Apabila siswa sudah
sehat dan segar jasmaninya tentu akan menunjang terciptanya sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas, berkemampuan tinggi, produktif dan
mempunyai daya saing yang tinggi.
PEMBAHASAN
Pendidikan Jasmani
Muhajir (2004:58) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah suatu
aspek dari proses pendidikan yang berkenaan dengan perkembangan dan
penggunaan kemampuan gerak individu yang suka rela dan berguna serta
berhubungan langsung dengan responmental, emosional, dan social. Pendidikan
jasmani bertujuan agar siswa dapat mengerti dan mengembangkan kesehatan,
kesegaran jasmani, dan keterampilan gerak melalui berbagai bentuk permainan
dan olahraga, mampu bersosialisasi dan berpartisipasi secara aktif dan
positif dalam mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani dan mengerti
serta dapat melakukan upaya pencegahan penyakit/bahaya yang berkaitan
dengan lingkungan dan kegiatan olahraga, serta dapat melakukan
penanggulangan dan perawatan penyakit secara sederhana. Selanjutnya Bucher
dalam Benny (1983:85) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani juga bertujuan
untuk perkembangan kesehatan jasmani dan organ-organ tubuh, perkembangan
mental emosional, perkembangan otot syaraf (Neuro-muscular) atau
keterampilan jasmani, perkembangan sosial, pekembangan kecerdasan atau
intelektual.
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan fisik, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-
emosionalsportivitas-spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat
yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik
dan psikis yang seimbang.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya merupakan proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik (jasmani) dan olahraga untuk menghasilkan
perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental
serta emosional.
Tujuan dari pendidikan jasmani adalah untuk membantu anak agar tumbuh
dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu
menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Menurut Husdarta (2009), bahwa
pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak
yang sesuai dengan karakteristik anak.
Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangkan
keutuhan manusia (Husdarta :2009). Berkaitan dengan hal tersebut, diartikan
bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut dikembangkan,
bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain,
misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan
moral, tetapi aspek fisik tidak turut dikembangkan, baik langsung maupun
tidak langsung. Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani
tidak hanya terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata.
Pengertian pendidikan jasmani tidak hanya menunjuk pada pengertian
tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat istilah pendidikan
jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai proses
pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.
Pendidikan jasmani karena harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran
dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seharian seseorang.
Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga
domain kependidikan yakni : psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan
meminjam ungkapan Robert Gensemer, pendidikan jasmani diistilahkan sebagai
proses menciptakan "tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa". Artinya
dalam tubuh yang baik diharapkan pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan
dengan pepatah Romawi Kuno,"men sana in corporesano".
Pelaksanaan Pendidikan jasmani pada prinsipnya mengikuti tiga tahap
sebagai berikut: (1) latihan pemanasan (warming up) tujuannya untuk
menyiapkan inti baik pernapasan dan peredaran darah serta temperatur tubuh;
(2) latihan inti, tujuannya untuk meningkatkan keterampilan; (3) latihan
penenangan yang tujuannya menyiapkan jasmani dan rohani para siswa untuk
dapat mengikuti pelajaran berikutnya (Depdikbud, 1987).
Pembagian waktu pelajaran Pendidikan Jasmani terdiri dari: (a)
kegiatan pemanasan 10%; (b) kegitan inti 80%; dan (c) penenangan 10% dari
seluruh waktu yang tersedia. Disamping itu guru Pendidikan Jasmani juga
memperhatikan rambu-rambu kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: (1)
tahap pelaksanaan dimulai dari yang mudah ke yang sukar; (2) variasi
melaksanaan; (3) bentuk pelaksanaan dapat dengan cara perorangan; (4) sifat
pelaksanaan dapat bebas, terikat, penugasan aktif, kreatif; (5) cara
pelaksanaan dapat dengan latihan, menirukan, permainan, perlombaan,
pertandingan (Depdikbud 1993).
Menurut Ashton dkk (1994) pola pengajaran pendidikan jasmani dapat
dibagi menjadi beberapa tahap: (1) memperkenalkan yang akan dipelajari dan
pemanasan; (2) pengembangan keterampilan yang berisi memperkenalkan
keterampilan yang dipelajari; (3) pengembangan keterampilan yang berisi
belajar keterampilan; (4) pengembangan keterampilan yang berisi membetulkan
gerakan kalau ada yang salah; (5) pengembangan keterampilan yang berisi
penerapan keterampilan; dan (6) penenangan dan kesimpulan.
Pendidikan jasmani berfungsi sebagai berikut: (1) memenuhi hasrat
untuk bergerak; (2) merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta
perkembangan gerak; (3) memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
kesegaran jasmani; (4) menyembuhkan suatu penyakit dan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap penyakit; (5) mengurangi kejenuhan, stress; (6)
menanamkan disiplin, kerjasama, sportivitas dan mengikuti peraturan dan
ketentuan yang berlaku; (7) meningkatkan daya tangkal terhadap pengaruh
dari luar (Depdikbud, 1993). Tercapainya tujuan dan fungsi Penjas, akan
mampu menciptakan SDM yang sehat dan segar jasmani dalam mengatasi
tantangan era global.
Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
Pendidik adalah tenaga profesional. Selain itu, pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan mengajar,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Pasal 28 (2) PP No. 19 Tahun 2005, menjelaskan bahwa
kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bertolak dari paragraf di atas, maka sudah jelas syarat minimal untuk
menjadi seorang tenaga pendidik, dalam hal ini adalah guru. Untuk menjadi
guru yang profesional seorang guru dituntut mampu memberikan pelayanan yang
sebaik baiknya (to serve the common good) disertai dengan dedikasi
kesejahteraan insani (human welfare), yang berarti mengutamakan nilai
kemanusiaan dari pada nilai material.
Untuk konteks Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan syarat kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 10 undang-undang tersebut
disebutkan bahwa kompetensi guru harus memenuhi persyaratan tertentu antara
lain harus memiliki kompetensi pokok yaitu:
a. Kompetensi Kepribadian
Adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah yang
berupa kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa
serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi kepribadian ini
mencakup kemantapan pribadi dan akhlak mulia, kedewasaan dan kearifan,
serta keteladanan dan kewibawaan. Kompetensi ini bisa diukur dengan
alat ukur portofolio guru / calon guru, tes kepribadian/potensi.
b. Kompetensi Pedagogik.
Adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah yang
mencakup selain pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta sistem evaluasi
pembelajaran, juga harus menguasai "ilmu pendidikan".
c. Kompetensi Profesional.
Adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di sekolah
yang berupa penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Dalam hal ini mencakup penguasaan materi keilmuan, penguasaan
kurikulum dan silabus sekolah, metode khusus pembelajaraan bidang
studi, dan wawasan etika dan pengembangan profesi. Kompetensi ini
diukur dengan tertulis baik multiple choice maupun essay.
d. Kompetensi sosial.
Adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan
peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Kompetensi ini diukur dengan portofolio kegiatan,
prestasi dan keterlibatan dalam berbagai aktivitas
Menurut Raka Joni (2004) secara sederhana, suatu profesi pada dasarnya
berpijak pada tiga pilar, yaitu: Pilar pertama adalah kemampuan-atau
katakanlah kompetensi tingkat tinggi yang hanya bisa diraih melalui
pendidikan yang "serius"-kuat dasar akademiknya, tangguh pengetahuan dan
keterampilan profesionalnya, serta tinggi keakrabannya dengan situasi
rujukannya melalui program pengalaman lapangan yang sistematis. Pilar
kedua, dalam menerapkan layanan ahlinya itu, kaum profesional tersebut
selalu mengedepankan kemaslahatan kliennya (subyek didik dalam konteks
keguruan, pasien dalam konteks kedokteran). Tidak pernah terlintas dalam
pikiran seorang profesional untuk menggunakan keahliannya itu untuk
memperoleh keuntungan pribadi, apalagi yang dapat berdampak merugikan
klien. Oleh karena itu, di samping karena sisi teknis pendidikan
persiapannya, kedua pilar merujuk kepada persyaratan pembentukan
kepribadian dan watak yang bermuara pada pelaksanaan layanan ahli yang
selalu dapat diandalkan oleh klien. Dan, pilar ketiga adalah diakui serta
dihargainya eksistensi layanan yang unik, yang mempersyaratkan keahlian
khas ini oleh masyarakat pemakai layanan serta oleh pemerintah.
Journal Education Leadership (dalam P. Ruspendi, 2008) menyatakan
bahwa ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional: Pertama,
memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam
menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan. Ketiga, bertanggung jawab
memantau kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat,
mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas dan kelima, seyogianya
menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya. Selain
kelima aspek itu, guru perlu memiliki sifat dan kepribadian yang sangat
penting bagi proses pembelajaran, yaitu adaptabilitas, entusiasme,
kepercayaan diri, ketelitian, empati, dan kerjasama yang baik. Guru perlu
pula memiliki kemampuan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber
belajar di luar sekolah, merombak struktural hubungan antara guru dan
murid, seperti layaknya hubungan pertemanan, menggunakan teknologi modern
dan menguasai iptek, kerja sama dengan teman sejawat antar-sekolah, serta
kerja sama dengan komunitas lingkungannya. 2001).
Untuk itu dalam rangka menghadapi era globalisasi perlu disiapkan guru-
guru Penjas yang berkualitas dan profesional. Di samping itu kemampuan guru
Penjas yang ada perlu ditingkatkan melalui pendidikan dalam jabatan,
seperti; penataran dan seminar yang terkait dengan profesi Penjas.
PRASARANA DAN SARANA YANG LENGKAP
Istilah sarana mengandung arti sesuatu yang dapat digunakan atau dapat
dimanfaatkan.Sarana pendidikan jasmani ialah segala sesuatu yang dapat
digunakan atau dimanfaatkan di dalam pembelajaran pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan.Demikian juga dengan prasarana yaitu segala sesuatu
fasilitas yang melengkapi kebutuhan sarana yang dimiliki sifat permanen
atau tidak dapat dipindahkan. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh
Agus S. Suryobroto (2004: 4), sarana atau alat adalah segala sesuatu yang
diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan,
yang mudah dibawa, dan dapat dipindahkan oleh pelakunya atau siswa.
Sedangkan prasarana atau fasilitas adalah sesuatu yang diperlukan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani, bersifat permanen atau tidak dapat di
pindah-pindahkan.
Secara umum prasarana berarti segala sesuatu yang merupakan penunjang
terselenggaranya suatu proses (usaha atau pembangunan). Menurut Agus S.
Suryobroto (2004: 4), prasarana atau perkakas adalah segala sesuatu yang
diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan,
mudah dipindah tetapi berat. Contoh: Matras, peti lompat, meja tenis meja,
trampolin, dan lain-lain. Menurut Soepartono (2000: 4), prasarana atau
fasilitas adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam pembelajaran
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, bersifat permanen atau tidak
dapat dipindah-pindahkan. Contoh: Lapangan (sepakbola, bolavoli, bola
basket, kasti, tenis lapangan dll). Fasilitas harus memenuhi standar
minimal untuk pembelajaran, antara lain ukuran sesuai dengan kebutuhan,
bersih, terang, pergantian udara lancar, dan tidak membahayakan pengguna.
Dalam olahraga prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang mempermudah
atau memperlancar tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah
satu sifat tersebut adalah susah dipindahkan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disebutkan beberapa contoh
prasarana perkakas pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan adalah:
Matras, peti lompat, meja tenis meja, trampolin, dan lain-lain. Sedangkan
beberapa contoh prasarana fasilitas pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan adalah lapangan tenis, lapangan bola basket, gedung olahraga,
lapangan sepakbola, stadion atletik, dan lain-lain.Gedung olahraga
merupakan prasarana berfungsi serba guna yang secara berganti-ganti dapat
digunakan untuk pertandingan beberapa cabang olahraga.Gedung olahraga dapat
digunakan sebagai prasarana pertandingan bolavoli, prasarana olahraga
bulutangkis dan lain-lain.Sedang stadion atletik di dalamnya termasuk
lapangan lompat jauh, lapangan lempar cakram, lintasan lari dan lain-lain.
Semua yang disebutkan di atas adalah contoh-contoh prasarana olahraga yang
standard.Tetapi pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan seringkali hanya
dilakukan di halaman sekolah atau di sekitar taman. Hal ini bukan karena
tidak adanya larangan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dilakukan
di halaman yang memenuhi standard, tetapi memang kondisi sekolah-sekolah
saat sekarang hanya sedikit yang memilikiprasarana olahraga yang standard.
Menurut Agus S. Suryobroto (2004: 16), persyaratan sarana prasarana
pendidikan jasmani adalah :
1. Aman, aman merupakan syarat paling utama yaitu sarana dan prasarana
pendidikan jasmani harus terhindar dari unsur bahaya.
2. Mudah dan murah, sarana dan prasarana pendidikan jasmani mudah
didapat/disiapkan/diadakan dan jika membeli tidak mahal harganya,
tetapi juga tidak mudah rusak.
3. Menarik, sarana dan prasarana pendidikan jasmani dapat menarik
perhatian siswa sehingga siswa merasa senang dalam penggunaannya.
4. Memacu untuk bergerak, dengan adanya sarana dan prasarana tersebut
maka siswa terpacu untuk bergerak.
5. Sesuai dengan kebutuhan, dalam penyediaannya seharusnya disesuaikan
dengan kebutuhan ataupun penggunaannya. Siswa SD berbeda dengan siswa
SMP, siswa SMP berbeda dengan siswa SMA dan seterusnya. Misalnya, bola
sepak untuk siswa SD mestinya akan cenderung lebih empukdan ringan
dibandingkan dengan bola sepak untuk siswa SMP atau SMA.
6. Sesuai dengan tujuan, jika sarana dan prasarana digunakan untuk
mengukur keseimbangan maka akan berkaitan dengan lebar tumpuan dan
tinggi tumpuan.
7. Tidak mudah rusak, sarana dan prasarana tidak mudah rusak meskipun
harganya murah.
8. Sesuai dengan lingkungan, sarana dan prasarana pendidikan jasmani
hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan sekolah,
misalnya, sarana dan prasarana yang cocok untuk lapangan lunaktetapi
digunakan untuk lapangan keras, jelas hal ini tidak cocok.
Menurut Agus S. Suryobroto (2004: 46), sarana dan prasarana pendidikan
jasmani bertujuan untuk:
1. Memperlancar jalannya pembelajaran. Dengan adanya sarana dan prasarana
pendidikan jasmani dapat berjalan dengan lancar, sehingga siswa tidak
perlu antri atau menunggu siswa lain dalam melakukan aktivitas.
2. Memudahkan gerakan. Dengan adanya sarana dan prasarana pendidikan
jasmani yang memadai akan memperlancar siswa dalam mealakukan
aktivitas.
3. Mempersulitt gerakan. Maksudnya siswa akan lebih senang dalam
melakukan aktivitas gerakan tanpa alat akan lebih senang dan mudah
bila dibandingkan dengan menggunakan alat.
4. Memacu siswa dalam bergerak. Dengan adanya sarana dan prasarana
pendidikan jasmani yang lengkap maka akan memacu siswa dalam melakukan
aktivitas olahraga dengan menggunakan alat.
5. Kelangsungan aktivitas, kerena jika tidak ada maka tidak akan jalan.
Misalnya siswa akan bermain sepakbola tanpa adanya lapangan dan bola
maka permainan sepakbola tidak akan berjalan.
6. Menjadikan siswa tidak takut melakukan gerakan atau aktivitas.
Maksudnya agar siswa tidak ragu-ragu lagi melakukan aktivitas
pendidika jasmani.
Dengan demikinan dapat dinyatakan bahwa pendidikan jasmani tidak dapat
dilaksanakan atau akan terhambat bila tidak memiliki sarana, prasarana, dan
fasilitas yang memadai. Untuk memperlancar proses pembelajaran pendidikan
jasmani, sekolah sangat membutuhkan sarana, prasarana, dan fasilitasyang
memnuhi syarat, terutama pada saat praktik di lapangan baik jumlah ataupun
kondisinya yang baik.
Dari pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sarana,
prasarana dan fasilitas pendidikan jasmani sangat vital keberadaanya,
karena tanpa adanya sarana dan prasarana menjadikan proses pembelajaran
tidak dapat berjalan dengan efektif dan efesien, sehingga tujuan
pembelajaran pendidikan jasmani tidak akan tercapai. Lengkap tidaknya
prasarana dan sarana ini akan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
dalam mengajar Pendidikan Jasmani. Jika dalam satu sekolah belum memiliki
prasarana dan sarana yang lengkap, maka disarankan agar guru pendidikan
jasmani kreatif, mengembangkan bersama-sama siswa untuk melengkapi
peralatan yang dibutuhkan.
KOMITMEN PENGAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Pengajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pengajaran
sedemikian rupa, sehingga peserta didik lebih mudah mengorganisirnya
(mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna). Johnson (1979)
menyatakan bahwa pengajaran merupakan serangkaian peristiwa yang
direncanakan untuk mengajarkan, mengaktifkan serta mendorong siswa belajar.
Pengajaran juga merupakan usaha untuk menciptakan suasana sedemikian
rupa, sehingga hubungan antara stimulus dengan respon dapat ditingkatkan.
Menurut Gagne dan Briggs (1979) pengajaran dianggap sebagai serangkaian
peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa, sehingga terjadi proses belajar.
Pengajaran yang melibatkan proses belajar mengajar tidak sekedar menyerap
informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan atau tindakan yang
harus dilakukan, terutama apabila menginginkan hasil belajar yang efektif.
Lutan (1988) menyatakan unsur-unsur pokok yang terdapat dalam proses
belajar mengajar sebagai berikut ; (a) guru yang lebih berpengetahuan,
berpengalaman dan terampil, (b) siswa yang sedang berkembang; (c) informasi
atau keterampilan, (d) saluran atau metode penyampaian informasi /
keterampilan; dan (e) respon atau perubahan perilaku siswa.
Dalam pandangan DR. Bart Crum esensi masalah dalam pendidikan jasmani
bukanlah pada pengajaran yang buruk (diindikasikan dengan rendahnya jumlah
waktu aktif mengajar, pengajaran yang tidak tepat, umpan balik tidak tepat,
akuntabilitas dsb). Keadaan yang sebenarnya terjadi adalah pada keadaan
yang tidak stabil, bergantung pada kesempatan dan peluang, dan tidak
konsisten. Guru pendidikan jasmani tidak mempunyai komitmen yang kuat untuk
memfungsikan diri sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.
Banyak guru pendidikan jasmani yang tidak sungguh-sungguh berupaya dan
memahami bahwa pendidikan jasmani adalah merupakan pendidikan yang penting
untuk siswa. Istilah pengajaran sering tidak nampak atau hilang dalam
pembelajaran pendidikan jasmani. Banyak guru pendidikan jasmani yang
berbicara mengenai "pengajaran" dalam pendidikan jasmani tanpa ada bukti
konkrit telah terjadi suatu "pembelajaran" pada diri siswa. Sebagai akibat
ketiadaan komitmen mengajar di kalangan guru pendidikan jasmani menyebabkan
lemahnya proses ajar dalam pendidikan jasmani. Sebagai akibatnya pendidikan
jasmani di sekolah tidak mencapai profil aktivitas belajar mengajar, dan
bahkan akibat selanjutnya pendidikan jasmani tidak memberikan keuntungan
penting bagi siswa dan pendidikan.
Maka dari itu untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam pendidikan
jasmani, selain penggunaan metode mengajar yang tepat, penggunaan prasarana
dan sarana tetapi harus ada komitmen dari seorang guru, bahwa guru harus
mampu memfungsikan diri mereka sebagai orang yang membantu siswa untuk
belajar.
Dengan demikian akan dapat menunjang lahirnya SDM yang berkualitas
yang mampu bersaing di era globalisasi. Menurut Arismunandar (1979) bahwa
masa depan bangsa membutuhkan kualifikasi sumber daya manusia yang
professional, kompetitif, kreatif, dan inovatif, pandai berkomunikasi dan
mampu mengambil keputusan yang beresiko cepat, tidak mudah menyerah dan
selalu mencoba dan mencoba sampai berhasil, mampu bekerja keras dengan
disiplin tinggi, sehingga dapat bekerja sama dengan orang lain.
Keberhasilan sesorang tidak saja ditentukan oleh IQ-nya tetapi ditentukan
juga oleh tingkat emosinya (EQ) atau Imotional Quotion.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kajian yang telah dikembangkan di depan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pendidikan Jasmani memiliki kontribusi yang sangat besar dan sangat
penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berdaya saing dan
berkualitas dalam menghadapi era globalisasi. Tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran dalam penjas salah satunya ditentukan oleh kualitas guru
Penjas itu sendiri.
Seorang guru yang berkompeten menurut Journal Education Leadership
(dalam P. Ruspendi, 2008) menyatakan bahwa ada lima: Pertama, memiliki
komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai
bahan ajar dan cara mengajarkan. Ketiga, bertanggung jawab memantau
kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu
berpikir sistematis dalam melakukan tugas dan kelima, seyogianya menjadi
bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya.
Tersedianya prasarana dan sarana, pendidikan jasmani dapat berjalan
dengan lancar, sehingga siswa tidak perlu antri atau menunggu siswa lain
dalam melakukan aktivitas, siswa akan lebih mudah dalam melakukan aktivitas
gerak, dan kelangsungan aktivitas gerak akan terjaga sebab jika prasarana
dan sarana tidak tersedia, maka proses pembelajaran juga tidak akan
berjalan.
Komitmen guru untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sangat penting.
Bahwasannya seorang guru harus sadar secara betul bahwa guru harus mampu
memfungsikan diri mereka sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.
Guru adalah fasilitator bagi siswa.
Jika komponen diatas terpenuhi bukan tidak mungkin Indonesia memiliki
SDM yang berkualitas dimasa sekarang dan masa yang akan datang khususnya
dalam menghadapi era global saat ini.
PUSTAKA
Anonim (2008). "Profesionalisme guru sebagai sebuah kebutuhan".
www.angelinasondakh.com /
Articles/Education/Home%20Schooling/MEMBANGUN%20PROFESIONALIME%20GURU.do
c didownload 2 Januari 2008.
Aussie Soprt. 1993. Way Modify? Journal Aussie Sport Action Autum.
Australia: Aussie Sport
Depdikbud. 1987 . Petunjuk Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Olahraga
dan Kesehatan. Jakarta: depdikbud.
Depdikbud. 1993. Garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
Dick, Walter & Cary, Low.1985. The Systematic Design in Phsychological
Instruction. Scoot Foresman.
Gagne, Robert M. & Briggs, Leslie J. 1979. Principle of Instructional
Design. New York: Reinhart And Winston.
Graham, George, dkk. 1987. Children Moving California: Ma Publishing
Company.
Hickey, Christhoper. 1995. What Matters in Teaching Psychology Education?.
Australia: Aussie Sport Action.
Johnson. David m. 1979. Education Psychology. Englewe Prentice-Hall, Inc
Lutan, Rusli. 1998. Belajar Keterampilan Motorik: Pengantar teori dan
metode. Jakarta: Depdikbud.
Mutohir, T. cholik. 1995. The Future of Physical Education Indonesia. Paper
Presented in the Workshop Seminar Modification to Sport within Physical
Education: Alternative Appoarch to Teaching. Australian –Indonesia
Soprt Progrtam 1995 at IKIP Surabaya 5-14 June 1995 Surabaya: FPOK IKIP
Surabaya.
Mahmudi. 1991. Olahraga Pilihan Senam. Jakarta Depdikdub.
Raka Joni. (2004). "Profesionalisme guru: Janji dan tuntutannya". Kompas.
http://kompas.com/kompas-cetak/0412/06/Didaktika/1416666.htm didownload
2 Januari 2008.
Wirjontosa, Ratal. 1984. Supervisi Pendidikan Olahraga. Jakarta Universitas
Indonesia.