KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS A. DEFINISI
Ansietas adalah kekhawatiran atau keadaan emosional yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, tidak memiliki objek yang spesifik, dialami secara subjektif serta dikomunikasikan secara intrapersonal (Stuart, 2006). Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999). Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara inte rpersonal (Suliswati, 2005). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.
B. PENYEBAB
Meski
penyebab
ansietas
belum
sepenuhnya
diketahui,
namun
gangguan
keseimbangan neurotransmitter dalam otak dapat menimbulkan ansietas pada diri seseorang. Faktor genetik juga merupakan faktor yang dapat menimbulkan gangguan ini. Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan menghadapi situasi, masalah dantujuan hidup (Videbecek, 2001). Setiap individu menghadapi stres dengan cara yang berbeda-beda, seseorang dapat tumbuh dalam suatu situasi yang dapat menimbulkan stres berat pada orang lain.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah (Stuart & Sudeen, 1998): a. Teori Psikoanalitik Menurut Sigmund Freud struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu id, ego, dan superego. Id melambangkan dorongan insting dan implus primitif. Superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma norma budaya –
seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan superego. Menurut teori psikoanalitik, ansietas merupakan konflik emosional yang terjadi antar id dan superogo, yang berfungsi memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi. Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. b. Teori Interpersonal Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas berat. c. Teori Perilaku Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa individu yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan mewujutkan kemungkinan ansietas berat pada kehidupan masa dewasanya. d. Kajian Keluarga Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih dengan depresi. e. Kajian Biologis Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiasepin, obat-obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam-asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Selain itu kesehatan umum seseorang dan riwayat ansietas pada keluarga mempunyai predisposisi terhadap ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor. .
D. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stresor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : •
Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil).
•
Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. •
Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
•
Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
E. TINGKAT ANSIETAS
1. Ansietas Ringan Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai beri kut : Respon Fisik
Ketegangan otot ringan Sadar akan lingkungan Rileks atau sedikit gelisah Penuh perhatian Rajin
Respon Kognitif
Lapang persepsi luas Terlihat tenang, percaya diri Perasaan gagal sedikit Waspada dan memperhatikan banyak hal Mempertimbangkan informasi Tingkat pembelajaran optimal
Respons Emosional
Perilaku otomatis Sedikit tidak sadar Aktivitas menyendiri Terstimulasi Tenang
2. Ansietas Sedang Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut : Respon Fisik
3.
Ketegangan otot sedang Tanda-tanda vital meningkat Pupil dilatasi, mulai berkeringat Sering mondarmandir, memukul tangan Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi Kewaspadaan dan ketegangan menigkat Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
Respon Kognitif
Lapang persepsi menurun Tidak perhatian secara selektif Fokus terhadap stimulus meningkat Rentang perhatian menurun Penyelesaian masalah menurun Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
Respons Emosional
Tidak nyaman Mudah tersinggung Kepercayaan diri goyah Tidak sabar Gembira
Ansietas Berat Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut : Respon Fisik
Ketegangan otot berat Hiperventilasi Kontak mata buruk Pengeluaran keringat meningkat Bicara cepat, nada suara tinggi Tindakan tanpa tujuan dan serampangan Rahang menegang, mengertakan gigi Mondar-mandir, berteriak
Respon Kognitif
Lapang persepsi terbatas Proses berpikir terpecah-pecah Sulit berpikir Penyelesaian masalah buruk Tidak mampu mempertimbangkan informasi Hanya memerhatikan ancaman Preokupasi dengan pikiran sendiri
Respons Emosional
Sangat cemas Agitasi Takut Bingung Merasa tidak adekuat Menarik diri Penyangkalan Ingin bebas
Meremas gemetar
tangan,
Egosentris
4. Tingkat Panik dari Ansietas Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut : Respon Fisik
Flight, fight, atau freeze Ketegangan otot sangat berat Agitasi motorik kasar Pupil dilatasi Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun Tidak dapat tidur Hormon stress dan neurotransmiter berkurang Wajah menyeringai, mulut ternganga
Rentang Respon Ansietas
Respon Kognitif
Persepsi sangat sempit Pikiran tidak logis, terganggu Kepribadian kacau Tidak dapat menyelesaikan masalah Fokus pada pikiran sendiri Tidak rasional Sulit memahami stimulus eksternal Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
Respons Emosional
Merasa terbebani Merasa tidak mampu, tidak berdaya Lepas kendali Mengamuk, putus asa Marah, sangat takut Mengharapkan hasil yang buruk Kaget, takut Lelah
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut : a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : •
Makan makan yang bergizi dan seimbang.
•
Tidur yang cukup.
•
Cukup olahraga.
•
Tidak merokok.
•
Tidak meminum minuman keras.
b.
Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obatobatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam. c.
Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. d.
Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : •
Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar
pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri. •
Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan. •
Psikoterapi
re-konstruktif,
untuk
dimaksudkan
memperbaiki
kembali
(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor. •
Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
•
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
•
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. e.
Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
G. Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005). Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005) dan Stuart (2007), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu : 1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
•
pemenuhan kebutuhan. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
•
memindahkan seseorang dari sumber stress. •
Perilaku
kompromi
digunakan
untuk
mengubah
cara
seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut : Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
•
klien. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
•
terhadap disorganisasi kepribadian. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
•
klien. •
Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.
H. POHON MASALAH
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perumusan diagnosa keperawatan mengharuskan perawat untuk menentukan kualitas (kesesuaian) respon pasien, kuantitas (tingkat) ansietas pasien, dan sifat adaptif atau maladaptif mekanisme koping yang digunakan (Stuart, 2007). Diagnosa Keperawaatan NANDA yang Berhubungan dengan Respon Ansietas Penyesuaian , Gangguan Ansietas* Pola Pernapasan, Ketidakefektifan Komunikasi, Hambatan Verbal Konfusi, Akut Koping, Ketidakefektifan * Diare Ketakutan* Pemeliharaan Kesehatan, Ketidakefektifan Cedera, Risiko Memori, Kerusakan Nutrisi, Ketidakseimbangan Sindrom Pasca Trauma Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan, Risiko Sindrom Stress akibat perpindahan, Risiko Harga Diri, Risiko Rendah situasional Harga Diri, Rendah Situasional Persepsi Sensori, Gangguan Pola tidur, Gangguan Interaksi Sosial, Hambatan Proses Pikir, Gangguan Eliminasi Urin, Gangguan
J. INTERVENSI GENERALIS PADA PASIEN a. Tujuan: 1) Pasien mampu mengenal ansietas 2) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui tehnik relaksasi 3) Pasien mampu memperagakan dan menggunakan tehnik relaksasi untuk mengatasi ansietas b. Tindakan keperawatan: 1) Mendiskusikan ansietas: penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat 2) Melatih teknik relaksasi fisik, pengendalian pikiran & emosi SP1 Pasien: Asesmen ansietas dan latihan relaksasi: 1) Bina hubungan saling percaya a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil pasien sesuai nama panggilan yang disukai b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian ansietas agar proses penyembuhan lebih cepat 2) Membuat kontrak (inform consent ) dua kali pertemuan latihan pengendalian ansietas 3) Bantu pasien mengenal ansietas: a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya. b) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas c) Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas 4) Latih teknik relaksasi: a) Tarik napas dalam b) Distraksi SP2 Pasien: Evaluasi ansietas, manfaat teknik relaksasi dan latihan hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari) dan kegiatan spiritual 1) Pertahankan rasa percaya pasien a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi b) Asesmen ulang ansietas dan kemampuan melakukan teknik relaksasi 2) Membuat kontrak ulang: latihan pengendalian ansietas 3) Latihan hipnotis diri sendiri (lima jari) dan kegiatan spiritual K. INTERVENSI GENERALIS PADA KELUARGA a. Tujuan: 1) Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya 2) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas 3) Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami ansietas. b. Tindakan keperawatan pada keluarga 1) Mendiskusikan kondisi pasien: ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat 2) Melatih keluarga merawat ansietas pasien 3) Melatih keluarga melakukan follow up
SP1 Keluarga: Penjelasan kondisi pasien dan cara merawat: 1) Bina hubungan saling percaya a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri b) Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan ansietas pasien dan cara merawat agar proses penyembuhan lebih cepat 2) Membuat kontrak (inform consent ) dua kali pertemuan latihan cara merawat ansietas pasien 3) Bantu keluarga mengenal ansietas: a) Menjelaskan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, serta akibatnya b) Menjelaskan cara merawat ansietas pasien: tidak menambah masalah (stres) dengan sikap positif, memotivasi cara relaksasi yg telah dilatih perawat pada pasien c) Sertakan keluarga saat melatih teknik relaksasi pada pasien dan minta untuk memotivasi pasien melakukannya SP 2 keluarga: Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara merawat dan follow up 1) Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam, menanyakan peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien 2) Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up 3) Menyertakan keluarga saat melatih pasien hipnotis diri sendiri (lima jari) dan kegiatan spiritual 4) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan di rumah, follow up dan kondisi pasien yang perlu dirujuk (lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima informasi, gelisah, tidak dapat tidur) dan cara merujuk pasien
Daftar Pustaka •
Stuart and Sudeen. 1998. Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC
•
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa (5th ed). Jakarta : EGC
•
Tomb, D. A. 2001. Buku Saku Psikiatri (5th ed ).Jakarta : EGC
•
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatrik: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan (3rd ed). Jakarta :EGC
•
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC