Presentasi Kasus
KATARAK KOMPLIKATA
Oleh: Delia Intan Iswari Alwidya Rosyid Ifanemagasaro Mendrofa Adigama Priamas F Tatas Bayu M
G99141137 G99141138 G99141139 G99141140 G99141141
Pembimbing : Retno Widiati dr., Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2015
BAB I PENDAHULUAN Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bulardimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairanlensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya (Ilyas, 2006). Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia. Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO), katarak menyumbang sekitar 48% kasus kebutaan di dunia. Menurut WHO di negara berkembang 1-3% penduduk mengalami kebutaaandan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangakan untuk negara maju sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak. Menurut survei Depkes RI tahun 1982 pada 8 Propinsi, prevalensi kebutaan bilateral adalah 1,2% dari seluruh penduduk, sedangkan prevalensi kebutaan unilateral adalah 2,1% dari seluruh penduduk.
BAB II STATUS PASIEN I.
IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Suku Kewarganegaraan Agama Pekerjaan Alamat Tgl pemeriksaan No. RM
: Ny. I : 40 tahun : Perempuan : Jawa : Indonesia : Islam : wiraswasta : Teras, Boyolali : 17 September 2015 : 01125240
II. ANAMNESIS A. Keluhan utama Pandangan kedua mata kabur B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli mata dengan keluhan pandangan kedua mata kabur. Keluhan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, yang lama kelamaan semakin memberat, terutama 1 buolan terakhir. Pasien merasakan pandangan kabur secara perlahan, melihat benda tampak tidak jelas, seperti tertutup kabut, melihat bintik bintik (-).Pandangan semakin tidak jelas ketika hari menjelang malam dan silau ketika siang hari. Pasien juga mengeluh kedua
mata nrocos (+) yang dirasakan sejak 3 bulan terakhir, semakin lama semakin memberat. Pasien tidak merasakan gatal pada matanya, pasien tidak merasakan nyeri, cekot – cekot (-), demam (-), bangkak (-), pusing (-), pandangan double (-), mata merah (-), pasien mengaku tidak ada riwayat trauma. Pasien belum pernah berobat ke bagian mata sebelumnya, tapi tahun 2011 yang lalu pasien berobat ke bagian penyakit dalam dan diagnosis AIHA. Sejak itu pasien rutin meminum obat dexamethason dan metoklopramid setiap hari terutama saat keluhan muncul. Pasien dan keluuarganya belum pernah mengalami keluhan serupa. Sebelumnya pasien sudah pernah mencoba berobat ke dokter spesialis mata swasta. Pasien didiagnosis katarak, akan tetapi karena keterbatasan biaya, pasien berobat ke RSDM dengan fasilitas BPJS. C. Riwayat Penyakit Dahulu 1.
Riwayat hipertensi
: (-)
2.
Riwayat kencing manis
: (-)
3.
Riwayat trauma pada mata
: (-)
4.
Riwayat kacamata
: (-)
5.
Riwayat operasi mata
: (-)
6.
Riwayat Alergi
: (+) Amoxicillin
7.
Riwayat AIHA
: (+) 4 tahun, rutin minum
dexamethason dan MP D. Riwayat Penyakit Keluarga 1.
Riwayat hipertensi
: disangkal
2.
Riwayat kencing manis
: disangkal
3.
Riwayat kacamata
: disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
III.
OD
OS
Proses
Degenerasi
Degenerasi
P
Lokalisasi
Susp media refrakta
Susp media refrakta
E
Sebab
Komplikasi
Komplikasi
M
Perjalanan
Kronis
Kronis
Komplikasi
Belum ditemukan
Belum ditemukan
SAAN FISIK A. Kesan umum Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup B. Vital Sign TD: 120/80 mmHg HR: 90x/m
RR: 20 x/m t: 36.50C
C. Pemeriksaan subyektif OD
OS
6/40
6/50
6/50
6/20
a. pinhole
Tidak maju
Tidak maju
b. koreksi
Non koreksi
Non koreksi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
A. Visus Sentralis 1. Visus sentralis jauh
2. Visus sentralis dekat B. Visus Perifer 1. Konfrontasi tes
E RI K
2. Proyeksi sinar
Tidak perlu
Tidak perlu
3. Persepsi warna
Tidak perlu
Tidak perlu
D. Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata
OD
OS
a. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
b. luka
Tidak Ada
Tidak Ada
c. parut
Tidak Ada
Tidak Ada
d. kelainan warna
Tidak Ada
Tidak Ada
e. kelainan bentuk
Tidak Ada
Tidak Ada
a. warna
Hitam
Hitam
b. tumbuhnya
Normal
Normal
Sawo matang
Sawo matang
Dalam batas normal
Dalam batas normal
a. heteroforia
Tidak Ada
Tidak Ada
b. strabismus
Tidak Ada
Tidak Ada
c. pseudostrabismus
Tidak Ada
Tidak Ada
d. exophtalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
e. enophtalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
a. mikroftalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
b. makroftalmus
Tidak Ada
Tidak Ada
2. Supercilia
c. kulit d. gerakan 3. Pasangan bola mata dalam orbita
4. Ukuran bola mata
c. ptisis bulbi
Tidak Ada
Tidak Ada
d. atrofi bulbi
Tidak Ada
Tidak Ada
a. temporal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
b. temporal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
c. temporal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
d. nasal
Tidak terhambat
Tidak terhambat
e. nasal superior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
f. nasal inferior
Tidak terhambat
Tidak terhambat
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) blefaroptosis
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) blefarospasme
Tidak Ada
Tidak Ada
5.) Benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) membuka
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
2.) menutup
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
10 mm
10 mm
2.) ankiloblefaron
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) blefarofimosis
Tidak Ada
Tidak Ada
5. Gerakan bola mata
6. Kelopak mata a. pasangannya
b. gerakannya
c. rima 1.) lebar
d. kulit 1.) tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
Normal
Normal
3.) epiblepharon
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) blepharochalasis
Tidak Ada
Tidak Ada
5.) Vulnus
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) enteropion
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) ekteropion
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) koloboma
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) bulu mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
a. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
b. benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada kelainan
Tidak Ada kelainan
a. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
b. benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
Kesan normal
Kesan normal
20
16
2.) warna
e. tepi kelopak mata
7. Sekitar glandula lakrimalis
c. tulang margo tarsalis 8. Sekitar saccus lakrimalis
9. Tekanan intraocular a. palpasi b. tonometri schiotz 10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) sikatrik
Tidak Ada
Tidak Ada
5). Benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) sikatrik
Tidak Ada
Tidak Ada
5). Benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemi
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) benjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
5.)Hematom
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemis
Tidak Ada
Tidak Ada
3.) sekret
Tidak Ada
Tidak Ada
4.) injeksi konjungtiva
Tidak Ada
Tidak Ada
b. konjungtiva palpebra inferior
c. konjungtiva forniks
d. konjungtiva bulbi
5.) injeksi siliar
Tidak Ada
Tidak Ada
6.) Hematom
Tidak Ada
Tidak Ada
1.) edema
Tidak Ada
Tidak Ada
2.) hiperemis
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Putih
Putih
b. tanda radang
Tidak Ada
Tidak Ada
c. penonjolan
Tidak Ada
Tidak Ada
d. vulnus
Tidak Ada
Tidak Ada
a. ukuran
12 mm
12 mm
b. limbus
Jernih
Jernih
c. permukaan
Rata, mengkilap
Rata, mengkilap
d. sensibilitas
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido )
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
f. fluorecsin tes
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
g. arcus senilis
Tidak Ada
Tidak Ada
a. kejernihan
Jernih
Jernih
b. kedalaman
Dalam
Dalam
e. caruncula dan plika semilunaris
3.) sikatrik 11. Sclera a. warna
12. Kornea
13. Kamera okuli anterior
14. Iris a. warna
Hitam
Hitam
b. bentuk
Tampak lempengan
Tampak lempengan
c. sinekia anterior
Tidak tampak
Tidak tampak
d. sinekia posterior
Tidak tampak
Tidak tampak
a. ukuran
3 mm
3 mm
b. bentuk
Bulat
Bulat
c. letak
Sentral
Sentral
d. reaksi cahaya langsung
Positif
Positif
Ada
Ada
b. kejernihan
keruh
Keruh
c. letak
Sentral
Sentral
(+)
(+)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. Pupil
16. Lensa a. ada/tidak
e. shadow test 17. Corpus vitreum a. Kejernihan b. Reflek fundus
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
A. B.
Visus sentralis
OD
OS
6/40
6/50
Dalam batas normal
Dalam batas normal
jauh Visus perifer
Konfrontasi tes
Proyeksi sinar
Tidak perlu
Tidak perlu
Persepsi warna
Tidak perlu
Tidak perlu
C.
Sekitar mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
D.
Supercilium
Dalam batas normal
Dalam batas normal
E.
Pasangan bola
Dalam batas normal
Dalam batas normal
mata dalam orbita F. Ukuran bola
Dalam batas normal
Dalam batas normal
mata G. Gerakan bola
Dalam batas normal
Dalam batas normal
mata Kelopak mata
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Sekitar saccus
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
lakrimalis K. Tekanan
Dalam batas normal
Dalam batas normal
intarokular L. Konjungtiva
Dalam batas normal
Dalam batas normal
palpebra M. Konjungtiva
Dalam batas normal
Dalam batas normal
bulbi Konjungtiva
Dalam batas normal
Dalam batas normal
fornix O. Sklera
Dalam batas normal
Dalam batas normal
P.
Kornea
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Q.
Camera okuli
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Bulat, warna hitam
Bulat, warna hitam
Diameter 3 mm, bulat,
Diameter 3 mm, bulat,
H. I. J.
lakrimalis Sekitar glandula
N.
anterior R. Iris S.
Pupil
sentral T.
Lensa
sentral Keruh
Keruh
Dokumentasi foto pasien:
V. DIAGNOSIS BANDING ODS Katarak Imatur ODS Katarak Matur
VI. DIAGNOSIS ODS Katarak Komplikata
VII. TERAPI Non Medikamentosa 1.Beri penjelasan kepada pasien mengenai penyakitnya, penyebab, gejala, penanganan dan komplikasi 2. edukasi pasien agar menghentikan pemakaian obat obat yang diduga menjadi penyebab keluhan (atas persetujuan TS bagian intern) 3. Edukasi pasien agar tidak mengendarai kendaraan sendiri Medikamentosa Catarlent eye Drop 3 dd gtt 1 ODS VIII. PLANNING Kontrol 1 bulan Konsul Interna mengenai penggantian terapi
IX. PROGNOSIS 1. Ad vitam 2. Ad fungsionam 3. Ad sana 4. Ad kosmetikum
OD bonam Dubia ad bonam bonam bonam
OS bonam Dubia ad bonam bonam Bonam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Katarak termasuk golongan kebutaan yang tidak dapat dicegah tetapi dapatdisembuhkan. Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi
padalensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karenafaktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisitersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. Katarak ini disebut sebagai katarak senilis (katarak terkait usia). Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaukoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis, miopia tinggi, pengobatan tetes mata steroid, tumor intraokular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes, galaktosemia, hipokalsemia, steroid atau klorpromazin sistemik, rubela kongenital, distrofi miotonik, dermatitis atopik, sindrom Down, katarak turunan, radiasi sinar X) (Perdami, 2011). B. Anatomi Lensa Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan refraksi sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa dihubungkan oleh garis khayal yang disebut axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang mengelilingi lensa. Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan tidak memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa terfiksir pada serat zonula yang berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar yang melindungi nukleus, korteks dan epitel lensa.
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparantersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul inimengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona pre-equator dan bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior. Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal pars planadan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa padabagian anterior dan psterior kapsul lensa. Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya,seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapatmembentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baruterbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa. Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akanmenekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat yang baru akan membentuk korteks dari lensa (AAO, 2011).
C. Fisiologi Lensa Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya,
lensa harus menggunakan
aqueous humor
sebagaipenyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang beradadi tengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap junction antarsel. Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubahseiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruangan ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20µM dan potasiumsekitar 120µM. Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150µM dan potasium sekitar 5µM. Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar lensa sangat tergantung dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa sodium, Na+, K+-ATPase. Inhibisi Na+, K+-ATPase dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di dalam lensa. Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa. Konsentrasikalsium di dalam sel yang normal adalah 30µM,
sedangkan di luar lensa adalahsekitar 2µM. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa kalsium Ca2+-ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein highmolecular-weight dan aktivasi protease destruktif. Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yangberada di sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti sistem transport aktif (AAO, 2011). Lensa memiliki kemampuan untuk mencembung dan menambah kekuatan refraksinya, yang disebut dengan daya akomodasi lensa. Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh aksi badan silier terhadap serat serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuanyang terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat otot silier relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun. Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III (okulomotorius).
Obat-obat
parasimpatomimetik
(pilokarpin)
memicu
akomodasi,sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan yang menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik. D. Klasifikasi Katarak Katarak dapat diklasifikasikan: 1.
Katarak Kongenital Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. 2. Katarak Juvenil Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan
katarak
kongenital.
Katarak
juvenil
biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, 2009) Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu: a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadangkadang menetap untuk waktu yang lama.(Ilyas, 2004) b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit. (Ilyas, 2004) c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam
stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, 2004) d. stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah jam 6 (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, 2004) e. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, 2004) f. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65
tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, 2009). 4. Katarak Komplikata Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya: 1)
Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan. 2)
Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM 3)
Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata. 2.2 Etiologi Katarak
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000): 1. Usia lanjut dan proses penuaan 2. Congenital atau bisa diturunkan. 3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. 4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti: 1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata. 2. Katarak
sekunder
yang
disebabkan
oleh
penyakit
lain,
seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus. 3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi. 4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol. 5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
2.3 Patofisiologi Metabolisme Lensa Normal Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa
aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa. Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata. 2.4 Manifestasi Klinis Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain: 1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. 2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari Gejala objektif biasanya meliputi: 1.
Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih, sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif. Gejala umum gangguan katarak meliputi: 1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. 2. Gangguan penglihatan bisa berupa: a. Peka terhadap sinar atau cahaya. b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia). c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca. d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. e. Kesulitan melihat pada malam hari f. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata g. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari ) Gejala lainya adalah : a. Sering berganti kaca mata b. Penglihatan sering pada salah satu mata. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri. 2.5 Penatalaksanaan katarak Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur: 1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam 2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh 3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata. Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, 2009) Indikasi dilakukannya operasi katarak : 1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan 2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma 3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. 2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama. b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal.
Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa dengan ODS Katarak Komplikata. Adapun penatalaksanaan pasien ini adalah dengan diberikan Certalent ED 3 dd gtt 1 ODS dan kontrol 1 bulan. B. Saran Dokter umum sebaiknya mengenali tanda-tanda dari katarak sehingga dapat memberikan penatalaksanaan awal dan rujukan yang tepat bagi pasien sehingga mengurangi resiko kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
AAO (American Academy of Ophthalmology). 2011. Cataract. http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/cataracts.cfm (diakses tanggal 5 Desember 2011) Khurna A.K. 2007. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, fourth edition, chapter 20, new delhi, new age limited publisher : 443-446. Marylin E. Doenges. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Nico A. Lumenta. 2008. Manajemen Hidup Sehat. Jakarta: Elek Media Komputindo Fadhlur Rahman. 2009. Laporan Kasus Katarak Matur Pada Penderita Diabetes Mellitus. Nova Faradilla. 2009. Glaukoma dan Katarak Senilis. Riau: Fakultas Kedokteran University of Riau Majalah Farmacia Edisi April 2008.Halaman: 66 (Vol.7 No.9) Perdami (Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia). 2011. Katarak. http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2 (diakses tanggal 5 Desember 2012) Sidarta, Ilyas. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Sidarta, Ilyas. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung Seto Sidarta, Ilyas. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp : 205-8. Sidarta, Ilyas. Dasar-dasar Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. 2009. Jakarta: Balai Pustaka FKUI Hartono. Oftalmoskopi dasar & Klinis. 2007. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press Benjamin J. Phil. 2010. Acute Endhoptalmitis after Cataract Surgery : 250 Consecutive Cases treated at the tertiary referral center in Netherland. American Journal of ophthalmology. Volume 149 No.3