PENDAHULUAN
Berdasarkan kriteria WHO tahun 1977, dikatakan buta bila tajam
penglihatan 3/60 sehingga akan didapatkan jumlah penderita berkisar 24 juta
orang. Penyebab terpenting kebutaan adalah katarak. Lebih dari 15 juta
penderita menderita kebutaan karena katarak. Katarak adalah kekeruhan
lensa. Kekeruhan lensa terjadi karena adanya hal-hal yang mengakibatkan
transparansi lensa terganggu. Kasus kebutaan di Negara-negara berkenbang
karena katarak mencapai 40 – 80 %, dimana 20 – 80 % seharusnya bisa
dihindari. 1,2,3
Di sebagian besar negara-negara barat, prevalensi katarak relatif
rendah karena terdapat kelebihan ahli bedah katarak sehingga penderita dari
semua tingkatan ekonomi bisa dengan mudah mendapatkan pelayanan bedah
katarak dan angka keberhasilannya mencapai 90 – 95 %. 3
Katarak komplikata adalah katarak yang terjadi sebagai akibat dari
penyakit intraokuler sehingga untuk penanganannya perlu mempertimbangkan
penyakit-penyakit tersebut. Penyakit-penyakit intraokuler yang menyebabkan
kekeruhan lensa pada katarak komplikata adalah uveitis, penyakit-penyakit
mata degenerasi (hereditary retinal and vitreo retinal disorers), myopia
tinggi dan glaukoma. 1,3,4
Sari pustaka ini disusun dengan mengumpulkan beberapa kepustakaan
mengenai anatomi lensa, metabolisme lensa yang berhubungan dengan katarak
komplikata, mekanisme dan histopatologi katarak komplikata sehubungan
dengan etiologinya, serta penatalaksanaan katarak komplikata.
ANATOMI LENSA
Lensa adalah organ transparan, bikonveks dengan kekuatan refraksi kira-
kira 20 dioptri. Bagian pole posterior dan anterior dihubungkan oleh suatu
garis yang disebut dengan aksis. Normalnya lensa adalah avaskuler serta
tidak mempunyai saluran lympatik. Dihubungkan dengan korpus siliare oleh
zonula zinnii. Kapsulnya merupakan membran basalis yang melindungi
substansi lensa lainnya seperti epitel, korteks dan nucleus.4-7
Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran basal transparan, elastis dan terdiri
dari tipe IV kolagen. Sel epitel tepat berada dibawahnya. Kapsul ini ikut
berperan pada saat akomodasi. Pada kapsul lensa inilah serabut-serabut
zonula melekat.
Membran ini paling tebal di bagian anterior pre ekuator sedangkan
paling tipis di bagian sentral kapsul posterior, kira-kira 2 – 4 mikron.
Secara keseluruhan kapsul anterior lebih tebal daripada kapsul posterior. 4-
7
Zonula
Lensa disangga oleh serabut-serabut zonula yang berasal dari lamina
basalis non pigmented epithelium pars plana dan pars plikata korpus
siliaris. Zonula melekat pada kapsul lensa di region ekuator yang kearah
anterior menjorok 1,5 mm dan kearah posterior 1,25 mm. 4-7
Epitel
Tepat di belakang anterior kapsul lensa dan merupakan selapis epitel.
Disinilah terjadinya aktifitas metabolisme dan transport aktif yang membawa
keluar seluruh hasil aktifitas sel normal termasuk DNA, RNA, protein dan
sintesa lipid. Disini pula terbentuk ATP yang dibutuhkan oleh lensa
terutama digunakan untuk transport nutrient karena lensa merupakan organ
avascular. 4-7
Epitel mempunyai kemampuan untuk mitosis dan aktivitas mitosis paling
tinggi terjadi di sekitar cincin anterior lensa (pre ekuator) yang disebut
germinative zone. Sel-sel yang baru terbentuk, kelak akan bermigrasi kearah
posterior melintasi ekuator sambil berdiferensiasi menjadi bentuk serabut.
Perubahan morfologi paling dramatis berupa meningkatnya ukuran sel diikuti
dengan penambahan massa sel protein didalam membran setiap serabut sel.
Pada saat yang sama organel-organel sel pun menghilang yaitu nukleus,
mitokondria dan ribosom. 4-7
Hilangnya organel-organel sel inilah yang mengakibatkan tidak
terjadinya absorpsi maupun sebaran cahaya dibagian posterior lensa sehingga
cahaya dapat diteruskan langsung. 4-7
Secara histologi keadaan epitel subkapsular merupakan indikator paling
sensitif dari respons sel intralentikuler terhadaap rangsang inflamasi,
glaukoma akut atau radiasi. Perubahan-perubahan pada epitel bisa berupa
proliferasi sel-sel berdiferensiasi di daerah ekuator dalam bentuk
hiperplasia, metaplasia, migrasi sel-sel ke posterior serta terjadinya
nekrosis fokal atau difus. 4-7
Nukleus dan Korteks
Tak satupun sel yang hilang dari lensa, tetapi serabut-serabut baru
tetap terbentuk, penuh dan rapat dengan lapisan-lapisan yang lebih tua di
sentral (fetal nucleus). Serabut-serabut tua tersebut adalah yang
diproduksi semasa kehidupan embrional dan tetap ada sepanjang hidup di
bagian tengah lensa. Makin kearah luar serabut-serabut yang dibentuk
disebut korteks. Secara morfologi antara nucleus dan korteks tidak ada
batas yang jelas. 4-7
Gambar 1. Anatomi lensa (Dikutip dari kepustakaan 8)
METABOLISME LENSA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KATARAK KOMPLIKATA
Proses metabolisme dalam lensa merupakan tingkat metabolisme yang
paling rendah. Nutrisi lensa berasal dari humor akuos. Pemberian makanan
organ avaskular dan tidak mengandung saraf ini terjadi secara difusi dari
humor akuos. Dalam hal ini kapsul lensa bertindak sepenuhnya sebagai
membran semi permiabel yang mengalirkan zat nutrisi tertentu . Kerusakan
kapsul akan merubah permeabilitas yang mengakibatkan kekeruhan korteks
lensa.2,7,8
Biokimia lensa berperanan dalam metabolisme sehingga berpengaruh juga
pada katarak. Struktur biokimia lensa yang memiliki peranan utama dalam
katarak komplikata adalah protein. 2,7,8
Lensa mempunyai kadar protein yang tinggi yaitu 30 % dari berat lensa.
Kristalin merupakan protein spesifik yang terdapat di lensa. Pembentukannya
dimulai pada saat awal diferensiasi lensa dan pada saat berikutnya
pembentukannya terbatas. Dengan demikian protein lensa adalah protein
tertua yang masih berada di dalam tubuh. 2,7,8
Ada 2 bentuk protein lensa yaitu water soluble dan water insoluble.
Protein water soluble terdiri dari kristalin ά ,ß, γ yang dibedakan
berdasarkan titik isoelektrik dan berat molekulnya. Fungsinya antara lain
sebagai penentu tingginya index refraksi lensa, penentu faktor genetik
(DNA) dan sebagai antioksidan. Sedangkan protein water insoluble terdiri
dari albuminoid, protein membran, yang berfungsi sebagai media transport
melalui membran dan cytoskletal protein yang merupakan elemen protein yang
terdapat pada kapsul lensa berfungsi pada saat akomodasi. 2,7,8
Oksigen yang dikonsumsi lensa hanyalah sebagian kecil sehingga
aktifitas respiratory chain terbatas. Penggunaan oksigen sampai
menghasilkan energi terutama terjadi di dalam epitel lensa. 2,7,8
Asam askorbat ditemukan di dalam humor akuos dengan konsentrasi tinggi
dan berfungsi menjaga agar kadar glutation tetap. Pada lensa dengan katarak
dan afakia akan konsentrasinya akan menurun atau hilang sama sekali.9,10
Inorganik utama dalam lensa adalah kalium. Selama perkembangan katarak
potasium menghilang dari lensa, sedangkan sodium dan kalsium meningkat.
9,10
Adanya kombinasi antara transport aktif dan permeabilitas membran
lensa melahirkan teori pump leak. Sodium serta potasium mempunyai peranan
regulasi cairan dan sintesa protein di dalam lensa, secara aktif
ditransport ke dalam bagian anterior lensa melalui epitel serta bertukar
dengan natrium melalui epitel. Proses ini dibantu oleh aktifitas Na+-K+-
ATPase. Sebaliknya natrium mengalir melalui bagian belakang lensa karena
adanya gradien konsentrasi. Kalium terkonsentrasi di bagian anterior lensa
sedangkan natrium terkonsentrasi di bagian posterior lensa. Natrium dipompa
melewati bagian permukaan anterior lensa ke dalam humor akuos, dan kalium
berpindah dari akuos ke dalam lensa. Mekanisme transport aktif ini
terganggu bila permeabilitas kapsul serta sturktur epitel yang melekat
padanya terganggu. Pada permukaan posterior lensa, yang berhadapan dengan
vitreous, sebagian besar perpindahan cairan terjadi secara difusi pasif.
1,9,10
Konsentrasi kalsium intraseluler di dalam lensa sekitar 30 mM
sedangkan konsentrasi di ekstraseluler mendekati 2 mM. Kalsium berfungsi
menstabilkan permeabilitas kapsul dan membran sel lensa. Mempertahankan
kadar kalsium intraseluler tetap rendah adalah penting karena enzim
proteolitik akan aktif oleh kalsium intraseluler.1, 9,10
MEKANISME DAN HISTOPATOLOGI KATARAK KOMPLIKATA SEHUBUNGAN DENGAN
ETIOLOGINYA
Telah disebutkan di dalam pendahuluan bahwa etiologi katarak
komplikata adalah intra ocular diseases yaitu uveitis, glaukoma, myopia
tinggi dan hereditary vitreo retinal disorder. Kekeruhan lensa pada katarak
komplikata sering terdapat di kapsul posterior, tetapi bisa juga di
anterior.8
Mekanisme Pembentukan Katarak pada Uveitis
Mekanisme terjadinya katarak pada uveitis dipengaruhi oleh banyak
faktor termasuk adanya mediator inflamasi, dengan berbagai akibatnya
seperti terjadinya peningkatan permeabilitas sel lensa, diikuti perubahan
non fisiologi pada akuos atau vitreous, menurunnya anti oksidan lensa dan
sinekia.11
Secara umum inflamasi segmen anterior dapat menyebabkan katarak
anterior maupun posterior. Pemakaian kortikosteroid jangka panjang juga
memacu timbulnya katarak terutama posterior subcapsular cataract (PSC).8,11
Sinekia posterior yang umumnya terjadi pada uveitis anterior
berhubungan dengan katarak subcapsular anterior (fibrous), kekeruhan yang
terjadi karena penebalan kapsul anterior lensa di tempat sinekia. 8,9,11
Pada inflamasi terjadi reaksi berupa lepasnya radikal bebas. Respons
sel epitel terhadap lepasnya radikal bebas pada proses inflamasi
intraokuler dimulai dari lepasnya sel fagositik (netrofil dan makrofag).
Sel-sel ini menghasilkan superoxide, hidrogen peroxide dan hipochlorit.
Primernya produk-produk ini merupakan salah satu dari mekanisme anti
bacterial killing tetapi dalam jumlah banyak ternyata berpotensi merusak
jeringan lokal, termasuk epitel lensa, sehingga terjadi kekeruhan di epitel
dan subkapsuler. 8,9,11
Kerusakan epitel lensa mengakibatkan terjadinya peningkatan
permeabilitas sehingga keseimbangan kation didalam dan diluar lensa
terganggu dengan akibat kandungan air di dalam lensa bertambah dan kadar
protein total menurun. Semua hal tersebut diatas mengganggu transparansi
lensa. 8,9,11
Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan nekrosis epitel disertai
reaksi proliferasi dan metaplasia sel epitel di anterior dari bentuk kuboid
menjadi bentuk sel gepeng (spindle cell). Cellular debris ditemukan di
pusat-pusat kekeruhan. Metaplasia ini dapat menyusup masuk ke daerah
nekrotik kemudian membentuk multilayered hyperseluler plaque, yang nantinya
terisi oleh jeringan kolagen yang kemudian berkonvensi menjadi jaringan
fibrous. 8,9,11
Antioxidan yang terdapat pada lensa seperti vitamin C, vitamin E, yang
berfungsi melindungi lensa dari proses oksidasi, jumlahnya ikut berkurang
karena banyak terpakai dalam reaksi lepasnya radikal bebas tersebut
sehingga kerusakan jaringanpun bertambah hebat. 8,9,11
Sel-sel epitel di germinative zone akan bermigrasi ke posterior
subkapsular dan bentuknya menjadi lebih besar yang disebut wedl / bladder
cell . Pada keadaan seperti ini kekeruhan yang terjadi adalah di daerah
subkapsular posterior. 8,9,11
Semua keadaan ini berperan mengganggu transparansi lensa. Perubahan
yang terjadi bervariasi tergantung berat ringan, luas dan lamanya proses
inflamasi. Secara klinis penderita katarak komplikata karena uveitis adalah
katarak sub capsular posterior dengan keluhan silau, dan kabur terutama
pada saat cahaya terang karena mengecilnya pupil. Penglihatan dekat terasa
lebih terganggu daripada pengalihatan jauh. Beberapa penderita mengeluh
adanya monokular diplopia. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk menilai
kapsul posterior harus dengan pupil lebar. 8,9,11
Mekanisme Pembentukan Katarak Karena Glaukoma
Mekanisme kekruhan lensa pada glaukoma adalah karena adanya
peningkatan tekanan intraokuler yang merusak central lentikuler epithelial
cell serta degenerasi epitel korteks di anterior. Pada glaukoma akut,
kapsul berubah bentuk menjadi bergelombang tetapi tetap utuh yang disebut
fibrous metaplasia dan hyperplasia.8,12
Secara histologis sel epitel menjadi lebih gepeng, multilayered,
rapuh, mudah rusak dan keruh. Bersamaan dengan terjadinya perubahan-
perubahan di bagian anterior, kortekspun mengalami degenerasi sitoplasma
dan menjadi encer. Degenerasi sitoplasma ini berupa vacuolated dan edema.
Kekeruhan yang terjadi pada awalnya tidak merata, terutama di area aksial
tampak sebagai warna keputihan seperti milky , kadang-kadang star shape.
Tanda-tanda diatas adalah patognomonik dengan peningkatan tekanan
intraokuler yang akut dan berat. Pembentukan katarak pada glaukoma terjadi
secara bertahap. 8,12
Secara klinis, setelah serangan akut glaukoma akibat tekanan
intraokuler yang sangat tinggi terlihat bercak-bercak ireguler di kapsul
anterior, berwarna keputihan di area pupil. Kekeruhan di area aksial
korteks menyebabkan penderita kesulitan membaca pada cahaya terang. Keluhan
penderita berupa penglihatan terganggu dan sangat silau. 8,12
Mekanisme Pembentukan Katarak Pada Myopia Tinggi dan Hereditary Vitreo
Retinal Disorder
Pada myopia tinggi, lebih dari minus 6 dioptri sering terjadi
komplikasi katarak sub kapsular posterior. Mekanisme terjadinya disebabkan
oleh penyakit di bagian posterior sel-sel lensa seperti inflamasi vitritis,
myopia degenerasi, degenerasi di retina termasuk rinitis pigmentosa yang
mengakibatkan migrasi dan degenerasi sel-sel ekuator ke posterior pole. 9
Proses migrasi ini tidak cukup dengan satu stimulus. Pada
cataractogenesis yang berperan adalah proses degenerasi, seperti pada
retinitis pigmentosa katarak terjadi karena faktor degenerasi retina.9
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Uveitis
Tiga bulan sebelum dilakukan tindakan operasi, tanda-tanda inflamasi
tidak ditemukan. Bila inflamasinya kronis dan gejalanya terus menerus ada
tetapi ringan, dapat diberikan kortikosteroid topikal dan nonsteroid anti
inflamasi secara bersama-sama sebelum dan sesudah operasi. Beberapa
kepustakaan mengatakan adanya synekia posterior atau membran inflamatoir /
exudat, serta kemungkinan terjadinya uveitis yang reaktifasi merupakan
penyebab kesulitan operasi. Oleh karena itu sebelum dan sesudah operasi
sebaiknya diberikan steroid selama beberapa minggu. Waktu untuk operasi
katarak harus tepat. Sebaiknya dilakukan pada saat visus masih 6/60.1,11
Katarak oleh karena uveitis yang bersamaan dengan glaukoma sebaiknya
dilakukan operasi glaukoma terlebih dahulu setelah itu baru dilanjutkan
dengan operasi katarak. Penggunaan steroid golongan dexametason tetes
mata untuk jangka panjang pada kasus-kasus uveitis kronis dapat
meningkatkan tekanan intraokuler. 1,11
Pasca operasi terjadi rehabilitasi visus yang cepat dan stabil dalam
waktu ± 6 minggu. Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat
dilakukan koreksi. Penggunaan kortikosteroid pasca operasi bervariasi. 1,11
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Glaukoma
Terapi medikamentosa seperti miotikum dapat menambah penurunan visus
dan dapat mempercepat proses kekeruhan lensa. Operasi katarak tanpa
disertai dengan operasi anti glaukoma dilakukan pada penderita glaukoma
yang masih dapat dikendalikan dengan obat-obatan, tekanan intraokuler
terkontrol dengan obat-obatan dan pada penderita glaucomatous optic nerve
tidak berat.1,12,13
Katarak ekstraksi yang diikuti dengan pemasangan IOL menghasilkan
perbaikan visus, asalkan kontrol terhadap glaukomanya baik. Pada beberapa
kasus, hanya dengan operasi katarak dapat menyebabkan status glaukoma
stabil. 1,12,13
Operasi kombinasi filtrasi dengan operasi katarak dilakukan pada open
angle glaucoma dengan katarak yang saat itu dibutuhkan operasi katarak
walaupun glaukomanya masih terkontrol dengan obat-obatan, penderita
glaukoma disertai katarak yang tidak dapat lagi dikontrol dengan
medikamentosa, terdapat drug intolerance, penderita dengan mata lainnya
aphakia atau pseudophakia dan hasil visus baik. 1,12,13
Indikasi lain untuk operasi kombinasi katarak dengan filtrasi adalah
severe glaucomatous nerve damage yang tidak mampu bertahan pada kenaikan
TIO setelah operasi, kontrol glaukoma yang buruk dengan obat-obatan, serta
drug intolerance. 1,12,13
Penatalaksanaan Katarak Komplikata karena Myopia Tinggi dan Hereditary
Vitreo Retinal Disorder
Penderita myopia tinggi mempunyai resiko terjadinya ablasio retina
yang sering terjadi 6 bulan pasca operasi katarak. Insiden terjadinya
ablasio retina ± 2 – 3 % serta lebih tinggi lagi bila terjadi prolaps
vitreus pada proses operasi. Oleh karena itu sangat penting menilai segmen
posterior sebelum dan sesudah operasi.1,14
Hereditary vitreo retinal disorder merupakan kelainan nonpermeabel,
sehingga memudahkan timbulnya cystoid macular edema (CME). Insiden
terjadinya CME 60 - 70 % pada operasi yang berjalan tanpa kesulitan.
Pemasangan IOL tidak meningkatkan terjadinya CME. Dilaporkan 75 % CME dapat
membaik spontan dalam waktu 6 bulan. 1,14
Terapi sesuai dengan terapi edema pada umumnya, tetapi efek terapi
sulit dievaluasi mengingat CME sebagian besar dapat sembuh spontan. Terapi
umumnya menggunakan topikal, periokuler, dan sistemik kortikosteroid untuk
menghambat sintesa prostaglandin ditambah carbonic anhidrase inhibitor.
Kortikosteroid mungkin bermanfaat, tetapi dapat menyebabkan kekambuhan.
Pemakaian steroid lebih efektif bila disertai dengan tanda-tanda inflamasi
intraokuler. Beberapa penelitian pemakaian topikal dan sistemik
indomethacin ternyata efektif menurunkan insiden CME. 1,14
Salah satu penyakit vitreo retinal disorder yaitu retinitis
pigmentosa. Operasi katarak pada penderita ini ternyata dapat memperbaiki
visus, dan tidak menyebabkan bertambah buruknya lapang pandang. 1,14
Penatalaksanaan pasca operasi
Evaluasi pasca operasi meliputi rehabilitasi visus, deteksi terhadap
komplikasi, pemeriksaan fisik lain selain mata, rekurensi uveitis, dan
monitoring penggunaan kortikosteroid pasca operasi.1,13,14
Visus akan stabil dalam waktu ± 6 minggu setelah operasi. Bila terjadi
kekeruhan kapsul posterior sebaiknya dilakukan kapsulotomi YAG laser,
dimana pada saat melakukan kapsulotomi sebaiknya pupil tidak dilebarkan
untuk menghindari kesalahan letak dan untuk menentukan pusat atau titik
lokasi (pinpoint) pada aksis visual. Pemberian obat topikal apraclonidin
hydrochloride dianjurkan untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan
intraokuler. Pada penderita dengan riwayat glaukoma sebaiknya terapi
medikamentosa diteruskan beberapa bulan setelah laser. Myopia tinggi
merupakan faktor resiko untuk terjadinya ablasio retina post laser
capsulotomy, tetapi kejadiannya sangat minim. 1,13,14
Deteksi terhadap komplikasi secepatnya sehingga dapat dilakukan
koreksi atau meminimalkannya. Penderita dengan adanya inflamasi dan
peningkatan tekanan intraokuler sebaiknya diminta untuk kontrol dalam waktu
dekat, dan harus dilakukan pemeriksaan mata serta bagian fisik lainnya.
1,13,14
Bila pasca operasi terjadi rekuren uveitis dengan tanda adanya
membran di permukaan IOL, dapat dilakukan laser segera untuk melepaskan
membran. Bila hal ini tidak berhasil IOL segera dilepas dilanjutkan
pemberian kortikosteroid untuk menyelamatkan visus. 1,13,14
Penggunaan kortikosteroid pasca operasi bervariasi. Tetes non steroid
anti inflamasi juga sama efektifnya dengan steroid dan dapat digunakan pada
penderita yang disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler. Lama
pemberian tergantung respon penderita dan keadaan sebelum operasi.
Subkonjungtiva antibiotika injeksi yang biasanya dilakukan setelah operasi
katarak sebelum mata dibebat juga efektif, tetapi mempunyai komplikasi
memperlama dan memperhebat khemosis konjungtiva. 1,13,14
RINGKASAN
Nutrisi lensa tergantung dari akuos dan dipengaruhi oleh produk
metabolisme jaringan sekitarnya, maka penyakit-penyakit jaringan sekitarnya
akan mengakibatkan kerusakan lensa berupa katarak. Penyakit primernya
mungkin saja inflamasi atau degenerasi. Inflamasi intraokuler yang berat
dan lama dapat menyebabkan katarak, karena oksidan yang dihasilkannya serta
keterlibatan korpus siliaris sebagai tempat diproduksinya humor akuos.
Katarak dapat terjadi di korteks subkapsularis posterior dan berkembang
dengan cepat. Pada katarak subkapsular anterior biasanya disebabkan oleh
iritis / iridosiklitis.
Penyakit degenerasi yang menyebabkan katarak komplikata seperti
retinitis pigmentosa, dan myopia degenerasi dapat terjadi kekeruhan lensa
tetapi patogenesis yang pasti belum diketahui. Prognosis visus post operasi
pada katarak komplikata dengan penyebab proses degenerasi tidak memuaskan.
Katarak juga dapat diakibatkan oleh glaukoma dengan peningkatan
tekanan intraokuler yang tinggi dan mendadak. Kekeruhan pertama kali tampak
di korteks posterior pupillary zone. Tindakan opersi yang dipilih harus
betul-betul sudah dipertimbangkan untuk mendapatkan visus post operasi yang
baik.
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran diharapkan adanya
peningkatan mutu dalam tindakan operasi maupun pencegahan untuk katarak
komplikata, sehingga jumlah kebutaan karena katarak komplikata dapat
diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Slamovits TL, MD. Intraocular Inflamation and Uveitis. Basic and
Clinical Science Course Section 9, Bronx, New York : American Academy of
Ophthalmology, 1997-1998 : p. 7-10, 15-7, 43-8, 72-6, 135-37.
2. Clark IJ. Development and Maintenance of Lens Transparancy. In :
Jakobiec A, Principles and Practice of Ophthalmology. Basic Science.
Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 7 : p. 115-21.
3. Konyama K. WHO on Prevention of Blindness. In : Transaction of The Asia
– Pasific Academy of Ophthalmology, vol XI. Singapore : PG Publishing Pte
Ltd, 1998 : 158.
4. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. 5th ed.
Philadelphia : Butterworth Heinemann ; 2003 : p. 163-70.
5. American Academy of ophthalmology Staff. Fundamental and Principles of
Ophthalmology. Section 2. Basic Clinical Science Course. San Francisco ;
2005-2006 : p. 323-31.
6. American Academy of ophthalmology Staff. Lens and Cataract. Section 11.
Basic Clinical Science Course. San Francisco ; 2005-2006 : p. 5-9.
7. Fisher RF. Pathology of The Crystallline Lens. In : Miller SS. Clinical
Ophthalmology. Bristol : IOP Publishing Limited, 1987 ; 10 : p. 277 – 80.
8. Slamovits TL, MD. Lens and Catarracts. Basic and Clinical Science Course
Section 11, San Francisco : American Academy of Ophthalmology, 1995-1996
: p. 18-20, 54.
9. Steeten BW. Pathology of The Lens. In : Albert DM, Jakobiec A,
Principles and Practice of Ophthalmology. Basic Science. Philadelphia :
WB Saunders Co, 1994 ; 183 : p. 2180 – 2217.
10. Egan KM, Seddon JM. Age-related Macular Degeneration : Epidemiology. In
: Albert DM, Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology. Basic
Science. Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 120 : p. 1260-1.
11. Slamovits TL, MD. Intraocular Inflamation and Uveitis. Basic and
Clinical Science Course Section 9, Bronx, New York : American Academy of
Ophthalmology, 1995-1996 : p.152.
12. Cambell D.G. Primary Angle-Closure Glau coma. In : Albert DM, Jakobiec
A. Principles and Practice of Ophthalmology , vol 3. Basic Science.
Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 120 : p. 1372-3.
13. Hutchinson B.T. Management of Glaucoma and Cataract. In : Albert DM,
Jakobiec A. Principles and Practice of Ophthalmology , vol 3. Basic
Science. Philadelphia : WB Saunders Co, 1994 ; 144 : p. 1641-4.
14. Slamovits TL, MD. Retina and Vitreous. Basic and Clinical Science
Course Section 12, Bronx, New York : American Academy of Ophthalmology,
1995-1996 : 86 : p.133, 175.
SARI PUSTAKA Kepada Yth
KATARAK KOMPLIKATA
Oleh
Dr. Ni Made Suryanadi
( Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis IP Mata Tahap II )
Pembimbing
Dr. Wayan Gede Jayanegara, SpM
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Universitas Indonesia
RSUP Sanglah / RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Denpasar
2007