LAPORAN SEVEN JUMP SKENARIO KASUS 2 DENGAN GANGGUAN SISTEM KEGAWATDARURATAN II CIDERA KEPALA BERAT
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat II Dosen Pengampu : Hj Ns. Nonok Karlina M.kep Sp.Kep.MB Disusun oleh : Kelompok A Mamat Rohmat
(213.C.0001)
Siti Kholifah
(213.C.0003)
Mafni Yulianingsih
(213.C.0004)
Yuhana
(213.C.0005)
Andrian Lutfi A
(213.C.0006)
Soni Riyadi
(213.C.0007)
Ati Wulandari
(213.C.0008)
Annisa Juliarni
(213.C.0009)
Sri Rahayu
(213.C.0011)
Devi Nur R
(213.C.0012)
Siti Rohimah
(213.C.0013)
Neneng Humairoh
(213.C.0014)
Lia Setiawati
(213.C.0015)
Dicky Priadi S
(213.C.0016)
Maula Rizka S
(213.C.0017)
Enika Nurul I.K
(213.C.0018)
Hilman Arief F
(213.C.0019)
Dimas pratama
(213.C.0020)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA CIREBON 2016
1
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Laporan Seven Jump Dengan Sistem Kegawatdaruratan II : Cidera Kepala Berat”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Kegawatdaruratan II pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon. Selama proses penyusunan laporan ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Ibu Hj Ns. Nonok Karlina M.kep Sp.Kep.MB yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai tutor Mata Kuliah Sistem Kegawatdaruratan. 2. Orangtua kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa moril maupun materi lainnya. 3. Sahabat-sahabat kami di STIKes Mahardika, khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga Allah SWT.. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya. Amiin… Wassalamu’alaikum wr.wb. Cirebon, Oktober 2016 Kelompok A
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ i Daftar Isi ........................................................................................................... ii Laporan Seven Jump ....................................................................................... 1 Step 1 Kata Kunci ............................................................................................. 4 Step 2 Pertanyaan Kasus .................................................................................. 9 Step 3 Jawaban Kasus ...................................................................................... 10 Step 4 Mind Mapping ....................................................................................... 13 Step 5 Learning Objektif .................................................................................. 14 Step 6 Informasi Tambahan ............................................................................. 15 Step 7 Pendahuluan ........................................................................................... 17 Kesenjangan Teori dan Kasus ........................................................................ 85 Lampiran 2 Jurnal Daftar Pustaka \
4
SEVEN JUMP Mata kuliah : Blok Sistem Kegawatdaruratan II Hari / tanggal : Oktober 2016
SKENARIO KASUS III
Tn.S usia 28 tahun kurang lebih 30 menit sebelum masuk RSUD Gunung Jati, Tn.S mangalami kecelakaan lalu lintas, saat korban dibonceng dengan kendaraan bermotor, motor yang ditaiki korban menabrak mobil dari arah yang berlawanan, saat kecelakaan pasien tidak memakai helm, kepala pasien terbentur, sehingga pasien tidak disadarkan diri selama kurang lebih 15 menit dengan GCS 8, dalam perjalanan pasein dalam keadaan penurunan kesadaran. Saat masuk rumah sakit, pasien mash dalam keadaan penurunan kesadaran, saat ditanya pasien masih dalam keadaan tidak merespon dengan baik. Terdapat hematoma di daerah oksipital, terdapat mual (+), muntah (+) tercampur dengan darah. Tanda tanda vital TD: 160/90 mmHg, Nadi: 90 X/menit, R: 24X/menit. Terdapat luka robek dipelipis dan bagian hidung keluar darah kental, pasien ngorok dan terdapat jejas di dada sebelah kiri. A. TUGAS MAHASISWA 1. Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris. 2. Melakukan aktifitas pembelajaran individual di kelas dengan menggunakan buku ajar, jurnal dan internet untuk mencari informasi tambahan. 3. Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa dihadiri fasilitator) untuk melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa informasi dalam menyelesaikan masalah. 4. Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator. 5. Mengikuti kuliah khusus dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya untuk konsultasi masalah yang belum jelas. 6. Melakukan praktikum pemeriksaan Penatalaksanaan pasien Cidera Kepala Berat. 5
B. PROSES PEMECAHAN MASALAH Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan dapat memecahkan problem yang terdapat dalam scenario dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini: 1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata / kalimat kunci skenario di atas. 2. Identifikasi problem dasar skenario, dengan membuat beberapa pertanyaan penting. 3. Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaanpertanyaan di atas. 4. Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. 5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama dengan fasilitator. 6. Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok tatap muka; dilakukan dengan belajar mandiri. 7. Laporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru ditemukan; dilakukan dalam kelompok diskusi dengan fasilitator. 8. Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas. Penjelasan: Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpilan akhir, maka proses 6 bisa diulangi dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7. Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial dan setelah informasi dirasa cukup dilakukan langkah nomor 8.
6
STEP I KATA KUNCI 1. Kecelakaan lalu lintas kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban). a. Penggolongan kecelakaan lalu lintas Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu: 1) Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu kecelakaan yangmengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang. 2) Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraandan/atau barang. 3) Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. b. Karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi beberapa jenis tabrakan, yaitu: 1) Angle(Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, namun bukan dari arah berlawanan. 2) Rear-End(Re), kendaran menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak searah. 3) Sideswape(Ss), kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang berlawanan. 4) Head-On (Ho), tabrakan antara yang berjalanan pada arah yang berlawanan (tidak sideswape). 5) Backing, tabrakan secara mundur. (UU Lalu Lintas 2009). 2. Penurunan kesadaran Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi 7
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gamma aminobutyric acid (GABA). (Harsono, 2005) Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon. (Harsono, 2005) 3. Hematom Daerah okcipital Hematoma oksipital adalah Sebuah hematom (pengumpulan darah) di daerah oksipital (di belakang kepala). Hematom oksipital mungkin baik subdural atau epidural. Dalam sebuah hematoma epidural oksipital, perdarahan terjadi antara tengkorak dan dura (penutup otak). perdarahan dari cedera vena atau cabang dari arteri meningeal posterior. Oksipital epidural hematoma sering disebabkan oleh pukulan penuh pada kepala dan mungkin terkait dengan patah tulang tengkorak. Dalam sebuah hematoma subdural oksipital, perdarahan ke dalam ruang antara dura dan otak itu sendiri. Sebagai hematoma membesar, dapat menempatkan peningkatan tekanan pada otak dan menyebabkan kelainan neurologis termasuk bicara cadel, gangguan gaya berjalan, pusing dan menyebabkan koma bahkan kematian. Diagnosis hematoma oksipital, apakah itu epidural atau subdural, dapat dikonfirmasi oleh MRI atau CAT scan. Pengobatan dapat berkisar dari menunggu waspada dalam kasus berdarah epidural kecil untuk trepanation - pengeboran melalui tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah. (Maj Justin, 2006) 4. Terdapat jejas di dada Menurut KBBI, jejas berarti lecet (tergores, luka sedikit, dan sebagainya) pada kulit. Jejas pada dada kiri diartikan lecet/luka yang terdapat pada kulit dada/thorax sebelah kiri. 5. Pasien ngorok 8
Ngorok (snoring) atau menengkur adalah suara gaduh dari pernapasan yang terjadi selama proses tidur, akibat adanya getaran yang dihasilkan oleh dinding orofaring. Pasien ngorok sering terjadi pada pasien tidak sadar akibat pangkal lidah yang jatuh 6. GCS 8 Pengertian GCS (GLASGOW COMA SCALE) Adalah skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari keadaan sadar penuh hingga keadaan Coma. Pada pemeriksaan Kesadaran atau GCS, ada 3 fungsi (E,Y,M) yang hurus diperiksa, masing-masing fungsi mempunyai nilai yang berbedabeda, untuk penjelasannya bisa dilihat dibawah: E : eyes/ mata nilai total 4 V : Verbal nilai total 5 M: Motorik / gerak nilai total 6 1) Cara penilaian No
Jenis pemeriksaan
Nil
Respon
ai 1
Eye (mata) a. spontan
4
Mata terbuka secara spontan
b. rangsangan suara
3
Mata terbuka terhadap perintah verbal
c. rangsangan nyeri
2
Mata terbuka terhadap rangsangan nyeri
d. tidak ada
1
Tidak membuka mata terhadap rangsangan apapun
2
Respon verbal a. orientasi baik
5
Orientasi
baik
dan
berbicara b. bingung
4
9
Disorientasi dan bingung
mampu
c. mengucapkan kata” yang tidak
3
tepat
Mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak
d. mengucapkan kata-kata yang
2
Mengeram atau merintih
1
Tidak ada respon
a. mematuhi perintah
6
Dapat bergerak mengikuti perintah
b. melokalisasi
5
Dapat melokalisasi nyeri (gerakan
tidak jelas e. tidak ada 3
Respon motorik
terarah dan bertujuan ke arah rangsang nyeri) c. menarik
4
Fleksi
atau
menarik
saat
di
rangsang nyeri contoh: menarik tangan saat kuku di tekan d. fleksi abnormal
3
Membentuk
posisi
dekortikasi.
Contoh: fleksi pergelangan tangan e. ekstensi abnormal
2
Membentuk deserebrasi.contoh
posisi :
ekstensi
pergelangan tangan f. tidak ada
1
Tidak ada respon, hanya berbaring lemah, saat di rangsang apapun
2) Interpretasi Masing-masing pemeriksaan E,V,M dijumlahkan dan di masukan dalam kriteria cidera otak berikut: a. berat, dengan GCS ≤8 b. sedang, GCS 9-12 c. ringan ≥ 13. (Weinstock, 2010) 10
STEP 2 PERTANYAAN
1. Bagaimana pertolongan pertama pada kasus tersebut ? 2. faktur apa saja yang terjadi pada kasus tersebut ? 3. termasuk dalam triage apa dalam kasus tersebut ? 4. Apa yang menyebabkan keadaan pasien tidak sadar selama 15 menit ? 5. Mengapa Tekanan darah tinggi tetapi nadi normal ?
11
STEP 3 JAWABAN PERTANYAAN
1. Bagaimana pertolongan pertama pada kasus tersebut ? a. Menghentikan Perdarahan Perdarahan dari kulit kepala bisanya banyak karena pembuluh darah berada di dalam jaringan ikat padat sehingga sukar mencukup. Perdarahan dapat dihentikan dengan memberikan tekanan ada tempat yang rendah sehingga pembuluh-pembuluh darah tertutup, kepala dapat dibulat dengan ikatan yang kuat. Usahakan pernapasan yang lapang. Bersihkan mulut dan hidung akibat muntah darah bila ada. Keluarkan protesis gigi, kendorkan ikat pinggang, bila perlu hisap lendir dengan alat penghisap. Miringkan kepala supaya lidah tidak menghalangi faring. Bila klien muntah letakkan seluruhbadan pasien dalam sikap miring dan berikan O2 b. Fiksasi Leher Pada kasus yang cedera harus diperiksa dengan teliti, bila perlu foto rontgen. Bila kemungkinan adanya fraktur, leher harus difiksasi dengan fiksasi leher (neckkolar). c. Fiksasi tulang yang patah Tulng yang patah akan menimbulkan rasa nyeri pada pergerakan, oleh karena itu harus difiksasi. 2. Fraktur apa saja yang terjadi pada kasus tersebut ? Pada kasus tersebut terdapat fraktur basis kranis Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii berdasarkan
letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa
media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). (Smeltzer, 2010) 3. Termasuk dalam triage apa dalam kasus tersebut ? a. pengertian 12
Triase/Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk kemudian diberikan prioritas untuk dirawat atau dievakuasi ke fasilitas kesehatan, triage di kelompokan : 1) Prioritas Nol (Hitam) Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk diselamatkan. pengelompokan label Triase. 2) Prioritas Pertama (Merah) Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan tindakan medik atau transport segera untuk menyelamatkan hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, Luka bakar berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat. 3) Prioritas kedua (kuning) Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen tanpa shok, Luka bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis penyakit lain. 4) Prioritas Ketiga (Hijau) dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Nah mungkin anda masuk dalam kategori yang ini, jadi Jangan marahmarah dan jangan heran kenapa anda tidak langsung mendapatkan perawatan di Ruang UGD sementara mereka harus menolong pasien lain yang lebih parah. Pada kasus tersebut tergolong pada triage merah (Wijaya, 2010) 4. Apa yang menyebabkan keadaan pasien tidak sadar selama 15 menit ? Gejala klinis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan gangguan kesadaran penderita. Tingkat yang paling ringan adalah pada penderita gegar otak, dengan kesadaran yang berlangsung hanya beberapa menit saja. Penurunan derajat kesadaran akan terjadi secara progresif. 5. Mengapa Tekanan darah tinggi tetapi nadi normal ? Trauma pada kepala menyebabkan tengkorak bergetar beserta isinya. Kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran, makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju galin Aponeuro. Sehingga banyak energi yamh diserap oleh pelindung otak, hal ini menyebabkan pembuluh darah 13
robek, sehingga akan menyebabkan hematoma epidural, subdura maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan, yang akan menyebabkan edema cerebral. Akibat dari hematoma di atas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah berlawanan yang berakibat pada kenaikan tekanan intra kranial. Peningkatan tekanan intra kranial secara sistemik akan meningkatkan tekanan darah. Denyut nadi : berapa kali arteri kita berdenyut per menit, sebagai dampak dari denyutan jantung. Tekanan darah : tekanan darah terhadap dinding arteri. Tidak ada korelasi langsung antara keduanya. Tekanan darah yang meningkat tidak selalu diikuti oleh denyut nadi yang meningkat pula. Denyut jantung meningkat selama aktivitas berat, akan tetapi aktivitas yang berat mungkin hanya sedikit meningkatkan tekanan darah.
14
STEP 4 MIND MAPPING
ASKEP PENGKAJIAN DIAGNOSA Klasifikasi Cidera
INTERVENSI
DIAGNOSA
Kepala : - Cidera kepala ringan
INTERVENSI
- Cidera kepala sedang
JURNAL
Effect of Neck Collar Fixation on Ventilation in Multiple Trauma
- Cidera kepala berat
CIDERA KEPALA BERAT
LP
Mekanisme Perubahan Kien dengan Cidera Kepala Kepala Berat
DEFINISI ETIOLOGI PATOFISIOLOGI
15
STEP 5 LEARNING OBJEKTIF
1. Mahasiswa mampu memahami Cidera Kepala Berat 2. Mahasiswa mampu memahami Tanda Gejala Cidera Kepala Berat 3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi Cidera Kepala Berat 4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada Cidera Kepala Berat
16
STEP 6 INFORMASI TAMBAHAN A. Jurnal Teori 1. Identitas Jurnal Judul
: Effect of Neck Collar Fixation on Ventilation in Multiple Trauma
Peneliti
: Rahmani, Farzad., Soleimanpour, Hassan., dan Bakhtavar, Hanieh Ebrahimi Tahun
Tahun Penerbit :
:
2014 Emergency Medicine: Open Access.
2. Isi Jurnal Kecelakaan dan trauma dapat menyebabkan kerusakan fisik, psikologis dan disisi lain dapat menyebabkan kerusakan modal dan kerugian ekonomi. Kematian akibat kecelakaan lalu lintas sebagai tingkat tertinggi kematian akibat cedera yang tidak disengaja di dunia. Trauma yang disebabkan oleh kecelakaan mobil setiap tahunnya membunuh sekitar 1,2 juta orang dan lebih dari 50 juta terluka atau cacat akibat trauma tersebut. Kerusakan yang disebabkan oleh trauma berat dapat diminimalkan dengan onset pengobatan yang cepat dan dengan segera merawat pasien trauma. Sebagian besar kematian disebabkan oleh trauma, biasanya terjadi pada saat sebelum mencapai rumah sakit atau pada jam-jam awal setelah cedera. Menurut estimasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kematian dan cedera yang disebabkan oleh kendaraan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 67% di Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia dan rata-rata harian dari 23 orang mati di dunia. Menurut pedoman ATLS, untuk setiap multi-trauma, leher pasien di pasang neck collar dalam primary primer, bersamaan dengan pemeriksaan jalan napas. Tampaknya sebagian besar pasien dengan cervical collar mengeluhkan sesak napas dan memiliki keinginan untuk membukanya. Beberapa studi yang berbeda telah dilakukan tentang dampak penggunaan neck collar pada pasien trauma pada tes fungsi paru. Hasil studi ini menunjukkan bahwa menggunakan neck collar dan stabilisasi tulang belakang dalam 17
beberapa pasien trauma dengan fungsi paru-paru normal, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam volume paru-paru, terutama FVC, FEV1 dan FEF25-75. Dalam salah satu studi Kendrick Extrication Device [KED] menyebutkan bahwa menggunakan cervical collar sebagai penyebab utama dyspnea dan desaturasi oksigen pada pasien. Mengingat penelitian tersebut, tampaknya bahwa pemantauan ventilasi, terutama pada beberapa pasien trauma dengan cervical collar perlu dilakukan. Menurut studi sebelumnya, menggunakan cervical collar pada
pasien
trauma,
telah
ditemukan
menyebabkan gangguan tes fungsi paru. Jadi ada kemungkinan bahwa menggunakan cervical collar memiliki dampak negatif pada ventilasi pasien trauma. Efek samping ini dapat mempengaruhi mortalitas dan morbiditas pada pasien. 3. Kesimpulan Penggunaan
neck
collar
pada
pasien
dengan
multi-trauma disarankan daripada
menggunakan cervical collar. Neck collar lebih menguntungkan dari segi pernafasan dan fungsi paru yang lebih baik daripada menggunakan cervical collar yang memiliki dampak negative pada ventilasi pasien trauma.
18
STEP 7 LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan utama yang sering terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Pengguna Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak terduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (Undang Undang Republik Indonesia, 2009). Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu tanda pentingnya masalah kesehatan baik tingkat dunia maupun di suatu negara yang harus di ikuti oleh peningkatan pelayanan pertolongan pra rumah sakit atau prehospital. Peningkatan pelayanan prehospital diantaranya adalah peningkatan fasilitas, peningkatan sarana dan peningkatan kualitas tenaga medis yang bekerja di sistem prehospital (WHO, 2009). WHO menyatakan di dunia terdapat lebih dari 1,24 juta orang meninggal dan terdapat 20 sampai 50 juta orang luka yang dapat menyebabkan kecacatan karena kecelakaan lalu lintas. Tedapat peningkatan kecelakaan yang sangat signifikan yaitu 15% pada pengguna kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2030 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab kematian nomor 5 di dunia (WHO, 2009). Menurut Disability adjusted life year pada tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab kecacatan nomer 3 didunia (WHO, 2004). Menurut laporan Global Status Report on Road Safety tahun 2013 dari WHO, prevalensi kecelakaan lalu lintas terbesar terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan sedang. Sebanyak 62% kematian akibat kecelakaan lalu lintas dilaporkan terjadi di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berpenghasilan sedang (WHO, 2013). Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara yang memiliki angka kecelakaan lalu lintas terbesar di dunia yaitu sebesar 62% dari total kecelakaan didunia. Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara dengan jumlah kematian akibat kecelakaan terbanyak di dunia. Angka kematian kecelakaan lalu lintas di negara berkembang mencapai 49,6% paling tinggi diantara negara maju dan miskin (WHO, 19
2009). Menurut WHO kecelakaan terbanyak terjadi pada pengendara sepeda motor 23 % kemudian pejalan kaki 22% dan pesepeda 5%. Selain menyebabkan kematian, kecelakaan juga dapat menyebabkan cacat permanen, amputasi, ceder kepala atau cedera tulang belakang (WHO, 2013). Cedera kepala atau trauma capitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan structural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Taqiyyah B, 2013). Kejadian cidera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak 296.678 orang (59,3%) , cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus tersebut 10% penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. (Haddad, 2012). Akibat trauma, pasien mengalami perubahan fisik maupun psikologis. Akibat yang sering terjadi pada pasien CKB antara lain terjadi cedera otak sekunder, edema cerebral ,peningkatan tekanan intrakranial, vasospasme, hidrosefalus, gangguan metabolik, infeksi dan kejang (Haddad, 2012) . Oleh karena itu, diharapkan penanganan yang cepat dan akurat agar dapat menekan morbidibitas dan mortilitas kematian maupun terlambatnya rujukan yang menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk (National Institute of Neurological Disorder, 2002).
B. Rumusan Masalah Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah diatas, agar dalam penyusunan laporan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan gambaran secara komperhensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok permasalahannya, yakni: 1. Kalimat atau kata kunci apa saja yang belum jelas dalam kasus? 2. Pertanyaan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus? 3. Informasi tambahan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus? 4. Bagaimana hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi baru yang ditemukan pada kasus ? 20
C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui hasil analisis kasus mahasiswa semester 7 terhadap konsep asuhan keperawatan klien dengan cidera kepala di Mata Kuliah Blok Sistem Keperawatan Gawat Darurat II. 2. Tujuan Khusus a. Menentukan kalimat atau kata kunci yang belum jelas. b. Mengidentifikasi masalah dan membuat pertanyaan penting. c. Menganalisi masalah dengan menjawab pertanyaan penting. d. Mencari informasi tambahan guna menunjang analisa kasus. e. Melaporkan hasil diskusi dan sintesis informasi-informasi yang baaru ditemukan kepada fasilitator.
D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penyusun laporan ini adalah:
1. Bagi Masyarakat atau Klien Diharapkan penulisan ini akan menjadi tambahan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan konsep asuhan keperawatan klien dengan cidera kepala. 2. Bagi Penulis Hasil analisis kasus ini diharapkan dapat memberi informasi tentang konsep asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sistem neurobehavior akibat cidera kepala. Penulis dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya. 3. Bagi STIKes Mahardika Keperawatan sebagai profesi yang didukung oleh pengetahuan yang kokoh, perlu terus melakukan berbagai tulisan-tulisan terkait praktik keperawatan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan. Penulisan ini diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang keperawatan.
21
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Kecelakaan Lalu Lintas 1. Definisi Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus dianalisis dan ditemukan, agar tindakan korektif kepada penyebab itu dapat dilakukan serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah. Kecelakaan merupakan tindakan tidak direncanakan dan tidak terkendali, ketika aksi dan reaksi objek, bahan, atau radiasi menyebabkan cedera atau kemungkinan cedera (Heinrich, 1980). Menurut D.A. Colling (1990) yang dikutip oleh Bhaswata (2009) kecelakaan dapat diartikan sebagai tiap kejadian yang tidak direncanakan dan terkontrol yang dapat disebabkan oleh manusia, situasi, faktor lingkungan, ataupun kombinasi-kombinasi dari hal-hal tersebut yang mengganggu proses kerja dan dapat menimbulkan cedera ataupun tidak, kesakitan, kematian, kerusakaan property ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengungkapkan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja yang melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984). Menurut F.D. Hobbs (1995) yang dikutip Kartika (2009) mengungkapkan kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya trauma, cedera, ataupun kecacatan tetapi juga kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dancenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan. Dari beberapa definisi kecelakaan lalu lintas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa pada lalu lintas jalan yang tidak diduga dan tidak diinginkan yang sulit diprediksi kapan dan dimana terjadinya, sedikitnya melibatkan satu kendaraan dengan atau tanpa pengguna 22
jalan lain yang menyebabkan cedera, trauma, kecacatan, kematian dan/atau kerugian harta benda pada pemiliknya (korban). 2. Klasifikasi Kecelakaan Lalu Lintas a. Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan pada pasal 229, karakteristik kecelakaan lalu lintas dapat dibagi kedalam 3 (tiga) golongan, yaitu: 1) Kecelakaan Lalu Lintas ringan, yaitu luka ringan adalah keadaan korban megalami luka-luka yang tidak membahayakan jiwa atau tidak memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut dirumah sakit, terdiri dari :
Luka kecil dengan pendarahan sedikit dan penderita sadar.
Luka bakar dengan luas kurang dari 15 %.
Keseleo dari anggota badan yang ringan tanpa komplikasi.
Penderita-penderita diatas semuanya dalam keadaan sadar
tidak pingsan atau muntah-muntah
2) Kecelakaan Lalu Lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. 3) Kecelakaan Lalu Lintas berat, yaitu luka berat adalah korban mengalami luka-luka yang dapat membahayakan jiwanya dan memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut dengan segera dirumah sakit, terdiri dari :
Luka yang menyebabkan keadaan penderita menurun, biasanya luka yang mengenaik kepala atau batang kepala.
Luka bakar yang luasnya meliputi 25 % dengan luka baru.
Patah tulang anggota badan dengan komplikasi disertai rasa nyeri yang hebat dan pendarahan hebat.
Pendarahan hebat kurang lebih 500 cc.
Benturan/luka yang mengenai badan penderita yang menyebabkan kerusakan alatalat dalam, misal; dada, perut, usus, kandung kemih, ginjal, hati, tulang belakang, dan batang kepala.
3. Jenis Kecelakaan Lalu Lintas
23
Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut Dephub RI (2006) yang dikutip oleh Kartika (2009) dapat dibagi menjadi beberapa jenis tabrakan, yaitu: a. Angle (Ra), tabrakan antara kendaraan yang bergerak pada arah yang berbeda, namun bukan dari arah berlawanan. b. Rear-End (Re), kendaran menabrak dari belakang kendaraan lain yang bergerak searah. c. Sideswape (Ss), kendaraan yang bergerak menabrak kendaraan lain dari samping ketika berjalan pada arah yang sama, atau pada arah yang berlawanan. d. Head-On (Ho), tabrakan antara yang berjalanan pada arah yang berlawanan (tidak sideswape). e. Backing, tabrakan secara mundur. f. Kecelakaan berdasarkan Posisi Terjadinya
4. Dampak Kecelakaan Lalu Lintas 24
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas, dampak kecelakaan lalu lintas dapat diklasifikasi berdasarkan kondisi korban menjadi tiga, yaitu: a. Meninggal dunia adalah korban kecelakaan yang dipastikan meninggal dunia sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 hari setelah kecelakaan tersebut. b. Luka berat adalah korban kecelakaan yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat inap di rumah sakit dalam jangka waktu lebih dari 30 hari sejak terjadi kecelakaan. Suatu kejadian digolongkan sebagai cacat tetap jika sesuatu anggota badan hilang atau tidak dapat digunakan sama sekali dan tidak dapat sembuh atau pulih untuk selama-lamanya. c. Luka ringan adalah korban kecelakaan yang mengalami luka-luka yang tidak memerlukan rawat inap atau harus dirawat inap di rumah sakit dari 30 hari. d. Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya. 5. Peraturan dan Perundang-undangan Lalu Lintas Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya merupakan produk hukum yang menjadi acuan utama yang mengatur aspek-aspek mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya yang sudah sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Setelah undangundang mengenai lalu lintas dan angkutan jalan yang lama diterbitkan kemudian diterbitkan 4 (empat) Peraturan Pemerintah (PP), yaitu: PP No. 41/1993 tentang Transportasi Jalan Raya, PP No. 42/1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor, PP No. 43/1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas, PP No. 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. Lalu dibuatlah pedoman teknis untuk mendukung penerapan Peraturan Pemerintah (PP) diatas yang diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri (KepMen). Beberapa contohnya KepMen tersebut, yaitu: KepMen No. 60/1993 tentang Marka tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, KepMen No. 65/1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Kemenhub RI, 2011). 25
6. Faktor- faktor penyebab Kecelakaan Lalu Lintas a. Faktor Manusia (Human Factors) Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Manusia menggunakan jalan sebagai pejalan kaki dan pengemudi kendaraan. Pejalan kaki tersebut menjadi korban kecelakaan dan dapat juga menjadi penyebab kecelakaan. Pengemudi kendaraan merupakan penyebab kecelakaan yang utama, sehingga paling sering diperhatikan. Hampir semua kejadian kecelakaan diawali dengan pelanggaran aturan lalu lintas. Faktor manusia dalam tabrakan kendaraan mencakup semua faktor yang berhubungan dengan perilaku pengemudi dan pengguna jalan lain yang dapat berkontribusi terhadap tabrakan. Contoh yang termasuk perilaku pengemudi antara lain : pandangan dan ketajaman pendengaran, kemampuan membuat keputusan, dan kecepatan reaksi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan jalan. Meskipun kemahiran dalam keterampilan berkendaraan diajarkan dan diuji sebagai persyaratan untuk mendapatkan surat keterangan ijin mengemudi, seorang pengemudi masih dapat mengalami resiko yang tinggi menabrak karena perasaan percaya diri mengemudi dalam situasi yang menantang dan berhasil mengatasinya akan memperkuat perasaan percaya diri. Keyakinan akan kemahiran mengendara akan tumbuh tak terkendali sehingga potensi dan kemungkinan kecelakaan semakin besar. Ada perbedaan demografis di tingkat kecelakaan. Sebagai contoh, meskipun kaum muda cenderung memiliki waktu reaksi yang baik, hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku dan sikap mereka labih beresiko dan dapat menempatkan mereka dalam situasi yang lebih berbahaya terhadap pengguna jalan lainnya. Pengemudi yang lebih tua dengan reaksi lambat dimungkinkan terlibat dalam kecelakaan lebih banyak, tapi ini belum terjadi karena mereka cenderung untuk melambatkan kendaraan dan lebih hatihati.
26
b. Faktor Kendaraan (Vehicle Factors) Kendaraan bermotor sebagai hasil produksi suatu pabrik, telah dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk menjamin keselamatan bagi pengendaranya. Kendaraan harus siap pakai sehingga harus dipelihara dengan baik agar semua bagian mobil berfungsi dengan baik, seperti mesin, rem kemudi, ban, lampu, kaca spion, dan sabuk pengaman. Dengan demikian pemeliharaan kendaraan tersebut diharapkan dapat : 1) Mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas. 2) Mengurangi jumlah korban kecelakaan lalu lintas pada pemakai jalan lainnya 3) Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor. Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana mestinya sebagai akibat kondisi teknis yang tidak laik jalan atau penggunaannya tidak sesuai ketentuan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kecelakaan karena faktor kendaraan, antara lain: 1) Rem tidak berfungsi, kerusakan mesin, ban pecah, kemudi tidak baik, as atau kopel lepas, lampu mati khususnya pada malam hari, selip merupakan kondisi kendaraan yang tidak laik jalan. 2) Over load atau kelebihan muatan merupakan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai ketentuan tertib muatan. 3) Desain kendaraan dapat merupakan faktor penyebab berat/ringannya kecelakaan, tombol-tombol di dashboard kendaraan dapat mencederai orang terdorong ke depan akibat benturan, kolom kemudi dapat menembus dada pengemudi pada saat tabrakan. Demikian design bagian depan kendaraan dapat mencederai pejalan kaki yang terbentur oleh kendaraan. Perbaikan design kendaraan terutama tergantung pada pembuat kendaraan, namun peraturan atau rekomendasi pemerintah dapat memberikan pengaruh kepada perancang. 4) Sistem lampu kendaraan mempunyai dua tujuan yaitu agar pengemudi dapat melihat kondisi jalan di depannya sehingga konsisten dengan kecepatannya dan dapat membedakan atau menunjukkan kendaraan kepada pengamat dari segala penjuru tanpa menyilaukan. c. Faktor Kondisi Jalan dan Kondisi Alam Faktor kondisi jalan dan kondisi alam juga berpengaruh sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas. Kondisi jalan yang rusak dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Begitu 27
juga tidak berfungsinya marka, rambu, dan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) dengan optimal juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Ahli jalan raya dan ahli lalu lintas merencanakan jalan dan aturan-aturannya dengan spesifikasi standar yang dilaksanakan secara benar dan perawatan secukupnya supaya keselamatan transportasi jalan dapat terwujud. Hubungan lebar jalan, kelengkungan, dan jarak pandang memberikan efek besar terjadinya kecelakaan. Umumnya lebih peka bila mempertimbangkan faktor-faktor ini bersama-sama karena mempunyai efek psikologis pada para pengemudi dan mempengaruhi responnya. Misalnya memperlebar alinyemen jalan yang tadinya sempit dan alinyemen yang tidak baik akan dapat mengurangi kecelakaan bila kecepatan tetap sama setelah perbaikan jalan. Namun kecepatan biasanya semakin besar karena adanya rasa aman, sehingga laju kecelakaan pun menigkat. Perbaikan superelevasi dan perbaikan permukaan jalan yang dilaksanakan secara terisolasi juga mempunyai kecederungan yang sama untuk memperbesar laju kecelakaan. Pemilihan bahan untuk lapisan jalan yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan menghindari kecelakaan selip tidak kurang pentingnya dibanding pemilihan untuk konstruksi. Tempat-tempat yang mempunyai permukaan dengan bagian tepi yang rendah koefisien gaya geseknya akan mudah mengalami kecelakaan selip dibanding lokasilokasi lain yang sejenis yang mempunyai nilai yang tinggi. Hal ini penting bila pengereman atau pembelokan sering terjadi, misalnya pada bundaran jalan melengkung, persimpangan, pada saat mendekati tempat pemberhentian bis, penyeberang, dan pada jalan jalan miring, maka perlu diberi permukaan jalan yang cocok. Jalan dibuat untuk menghubungkan suatu tempat ke tempat lain dari berbagai lokasi baik di dalam kota maupun di luar kota. Berbagai faktor kondisi jalan yang sangat berpengaruh dalam kegiatan berlalu lintas. Hal ini mempengaruhi pengemudi dalam mengatur kecepatan (mempercepat, memperlambat, berhenti) jika menghadapi situasi seperti : 1) Lokasi atau letak jalan, antara lain : jalan di dalam kota (di daerah pasar, pertokoan, perkantoran, sekolah, perumahan) dan jalan di luar kota (pedesaan). 2) Iklim atau perubahan cuaca, Indonesia mengalami musim hujan dan musim kemarau. Hari hujan juga memengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga 28
terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan sehingga pengemudi supaya waspada dalam mengemudikan kendaraannya. 3) Volume lalu lintas, Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa makin padat lalu lintas jalan, makin banyak pula kecelakaan yang terjadi, akan tetapi kerusakan tidak fatal, makin sepi lalu lintas makin sedikit kemungkinan kecelakaan akan tetapi fatalitas akan sangat tinggi. Adanya komposisi lalu lintas seperti tersebut di atas, diharapkan pada pengemudi yang sedang mengendarai kendaraannya agar selalu berhati-hati dengan keadaan tersebut.
B. Konsep Dasar Cidera Kepala 1. Definisi Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak (Morton, 2012). Cidera kepala berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012). Cedera kepala atau trauma capitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan structural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Taqiyyah B, 2013).
2. Klasifikasi a. Berdasarkan patologi : 29
1. Cedera kepala primer Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea tersebut, yang mengakibatkan kematian sel. 2. Cedera kepala sekunder Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tidak terkendali, meliputi respun fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan leukemia, dan perubahan hemodinamik serebral, iskemi serebral, hipotensi sistemik dan infeksi local atau sistemik. b. Menurut jenis cedera : 1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi durameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringa otak. 2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan pada pasien dengan geger otak ringan dengan cedera serebral yang luas. c. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale) 1. Cedera kepala ringan - GCS 14-15 - Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit. - Tidak ada fraktur tengkorak - Tidak ada kontusio serebral, hematom 2. Cedera kepala sedang - GCS 9-13 - Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam - Dapat mengalami fraktur tengkorak - Diikuti kontudio serebral, laserasi dan hematom intra cranial 3. Cedera kepala berat - GSC 3-8 - Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam - Diikuti kontusio serebral, laserasi atau hematom intra cranial (Ilmu Bedah syaraf Satyanegara hal: 185).
3. Etiologi 30
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera akselerasi Terjadi jika objek bergerk menghantam kepala yang tidak bergerak (misal: alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakan ke kepala). 2. Cedera deselerasi Terjadi jika kepala yang membentur onjek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil. 3. Cedera akselerasi-deselerasi Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik 4. Cedera coup-countre coup Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien di pukul dibagian kepala. 5. Cedera rotasional Terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robekan neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak ( Morton, 2012).
4. Manifestasi Klinis Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: 1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid). b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga) 31
f. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, perubahan TTV,
gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi
sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan 2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c. Mual atau dan muntah. d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e. Perubahan keperibadian diri. f. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku. g. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera. h. Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu. i. Letargik. 3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas. e. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan. f. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik. g. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur. h. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.
5. Patofisiologi 1. Cedera Otak Primer Secara umum, cedera otak primer menunjuk kepada kejadian yang tak terhindarkan dan disertai kerus akan parenkim yang terjadi sesaat setelah terjadi trauma (Saatman, dkk, 2008 dan Werner dan Engelhard, 2007). Cedera ini dapat 32
berasal dari berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi, rotasi, kompresi, dan distensi sebagai akibat dari proses akselerasi da n deselerasi. Kekuatan-kekuatan ini menyebabkan tekanan pada tulang tengkorak yang dapat mempengaruhi neuron, glia, dan pembuluh darah dan selanjutnya menyebabkan kerusakan fokal, multifokal maupun difus pada otak. Cedera otak dapat melibatkan parenkim otak dan / atau pembuluh darah otak. Cedera pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun diffuse axonal injury (DAI), sedangkan cedera pada pembuluh darah otak dapat berupa perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, dan intraserebral yang dapat dil ihat pada CT- scan (Indharty, 2012). 2. Cedera Otak Sekunder Cedera otak sekunder menunjuk kepada keadaan dimana kerusakan pada otak dapat dihindari setelah setelah proses trauma. Beberapa contoh gangguan sekunder ini adalah hipoksia, hipertensi, hi perkarbi, hiponatremi, dan kejang (Saatman, dkk, 2008). Menurut Indharty (2012), cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer. Hal ini dapat terjadi akibat adanya reaksi peradangan, biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregul asi, neuro-apoptosis, dan inokulasi bakteri. Faktor intrakranial (lokal) yang mempengaruhi cedera otak sekunder adalah adanya hematoma intrakranial, iskemik otak akibat penurunan perfusi ke jaringan di otak, herniasi, penurunan tekanan arterial otak, te kanan intrakranial yang meningkat, demam, vasospasm, infeksi, dan kejang. Sebaliknya, faktor ekstrakranial (sistemik) yang mempengaruhi cedera otak sekunder dikenal dengan istilah “nine deadly H’s” meliputi hipoksemia, hipotensi, hiperkapnia, hipokapnia, hipertermi, hiperglikemi dan hipoglikemi, hiponatremi, hipoproteinemia, serta hemostasis (Indharty, 2012). 3. Patofisiologi Cedera Kepala Secara Umum Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya cedera kepala ditandai oleh kerusakan jaringan sec ara langsung dan juga gangguan regulasi peredaran darah serta metabolisme di otak. Pola “ischaemia - like”
ini menyebabkan akumulasi asam
laktat sebagai akibat dari terjadinya glikolisis anaerob. Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
diikuti dengan pembentukan oedem.
Sebagai akibat berlangsungnya metabolisme anaerob, sel -sel otak kekurangan 33
cadangan energi yang turut menyebabkan terjadinya kegagalan pompa ion di membran sel yang bersifat energy - dependent (Werner dan Engelhard, 2007). Pada fase kedua dapat dijumpai depolarisasi membran terminal yang diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamat dan aspartat) yang berlebihan. Selain itu, pada fase kedua dapat juga ditandai oleh teraktifasinya N-methyl- Daspartate , α- amino- 3- hydroxy- 5- methyl- 4-isoxazolpropionate , serta kanal ion kalsium dan natrium yang voltage - dependent(Werner dan Engelhard, 2007). Influks kalsium dan natrium menyebabkan terjadinya proses self- digesting di intraseluler. Kalsium mampu mengaktifkan
beberapa enzim seperti
lipid
peroxidases , protease, dan fosfolipase yang dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas dan radikal bebas di intraseluler. Sebagai tambahan, aktifasi dari enzim caspases (ICE - like proteins), translocases , dan endonuklease mampu menginisiasi perubahan struktural dari membran biologis dan nucleosomal DNA
secara progresif. Fase - fase ini secara bersamaan mendukung terjadinya
proses degradasi membran vaskular dan struktur seluler dan akhirnya menyebabkan terjadinya proses nekrotik ataupun kematian sel terprogram (apoptosis) (Werner dan Engelhard, 2007).
34
35
6. PATHWAY
Kecelakaan
Jatuh
Cedera Kepala
Ekstra Kranial
Tulang Kranial
Terputusnya kontinyuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
Perdarahan hematoma Perubahan Sirkulasi CSS
Terputusnya kontinyuitas jaringan tulang
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi) Perubahan outoregulasi Oedem cerebral
Gangguan suplai darah
Resiko Infeksi
Stress
Nyeri Akut
1. 2. 3. 4. 5.
Iskemia Hipoksemia
Peningkatan TIK
Intra Kranial
Ketidakefektifan Perfusi jaringan
Gangguan fungsi otak
Bersihan jalan napas Obstruksi jalan napas Dispnea Henti napas Perubahan pola napas
Katekolamin meningkat
Sekresi asam lambung meningkat 36
Pola Napas Tidak efektif
Mual muntah
Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Mual muntah, papilodema, pendengaran kabur, penurunan fungsi pendengaran, nyeri kepala Girus medialis lobus temporalis tergeser
Herniasi ulkus
Resiko kekurangan volume cairan
Tonsil cerebelum tergeser
Kompresi medula oblongata
37
Resiko kekurangan volume cairan
Resiko ketidakseim bangan elektrolit
Mesesenfalon tertekan
Gangguan Kesadaran
Resiko Injury
Imobilisasi
Defisit Perawatan diri
Ansietas
Resiko kerusakan integritas kulit
38
7. Pemerksaan Penunjang Untuk menunjang diagnosa terjadinya cidera kepala maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu sebagai berikut: 1. Spinal X Ray : Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur). 2. CT Scan : Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti 3. Myelogram : Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai. 4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) : Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak. 5. Thorax X Ray: Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo. 6. Angiografi Serebal : Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat oedema, perdarahan atau trauma. 7. EEG : Untuk memperlihatkan berkembangnya gelombang patologis 8. BAER : Menentukan fungsi korteks dan batang otak. 9. PET : Menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme otak . 10. Pemeriksaan fungsi pernafasan : Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cedera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata). 11. Fungsi Lumbal : Menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid. 12. Analisa Gas Darah : Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan (Muhammad Judha & Nazwar Hamdani Rahil. 2011).
39
8. Komplikasi Menurut Rosjidi (2008), diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala addalah; 1. Edema pulmonal Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan perfusi
yang berusaha mempertahankan tekanan
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial
meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100110 mmHg, pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. 2. Peningkatan TIK Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta. kematian.
40
3. Kejang Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut.
Perawat
harus
membuat
persiapan
terhadap
kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel lidah
yang
diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis
untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan. 4. Kebocoran cairan serebrospinalis Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal
akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar.
Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi cukup diberi bantalan steril
atau dihisap,
di bawah hidung atau telinga.
Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga. 5. Infeksi
9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ni dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.
41
Selain itu perlu dikontrol kemungkinan intrakranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial, ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolism intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini yakni dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermitten, iatrogenic paradisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada klien-klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan kraanial. Penatalaksanaan konservatif meliputi : 1. Bedrest total. 2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) 3. Pemberian obat-obatan, seperti: a. Dexamethason/kalmethason
sebagai
pengobatan
anti-edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. b. Terapi
hiperventilasi
(trauma
kepala
berat),
berat
untuk
mengurangi vasodilatasi. c. Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%. d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol. 4. Makanan atau cairan a. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apaapa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. b. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu
42
banyak cairan. Dextrosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya (Arif Muttaqin, 2008 hal. 284-285). Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Tanggal Masuk
:
Tanggal Pengkajian
:
2. Identitas Klien Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:
Diagnosa Medis
:
No.RM
:
3. Identitas Penanggung Jawab Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:
Hub. Dengan klien
:
4. Primary Survey a. Airway 1) Look (Melihat obdtruksi jalan nafas) Obstruksi jalan nafas :
Ada
Tidak Ada Jika ada berupa :
Sekret
43
Darah
Benda asing
Lidah jatuh ke bawah
2) Listen (Mendengarkan suara jalan nafas)
Gurgling
Snoring
Crowing
3) Feel (Meraba) Hembusan udara :
Hidung
Mulut Deviasi trakhea : ..............................................
b. Breathing 1) Look (Lihat pergerakan dada) Pengembangan dada :
Simetris
Tidak simetris
Sesak nafas
Retraksi intercosta
Cuping hidung
Distensi vena leher
Jejas di dada
Luka terbuka di dada
2) Listen (Mendemgarkan suara pernafasan)
Vesikuler
Bronkhovesikuler
Bronkhial
Trakheal
Whezzing
Ronchi
44
Krekels
Stridor
3) Feel (Meraba)
Krepitasi
Nyeri tekan Perkusi :
Sonor
Hipersonor
Dulness
c. Circulation Nadi
: Teraba/Tidak teraba
Nadi
: .........x/menit
Irama nadi : Teratur/tidak teratur Perdarahan : Ya/Tidak Tempat perdarahan : ...................... Perfusi/CRT : .............detik Sianosis
:
Ya
Tidak
Tekanan darah : .....................mmHg Suara jantung : ............................. d. Dissability Kesadaran :
Alert
Pain respon
Verbal respon
Unresponsible
Kesadaran :
45
Composmentis
Sopor
Apatis
Coma
Somnolent
GCS : .............. Mata : ..........., Motorik : ............., Verbal :............... Pupil :
Isokor
Miosis
Pin
Medriasis
Reaksi terhadap cahaya : ....................
Pupil edama :
Ada
Tidak ada
Lateralisasi :
Ya
Tidak
e. Exposure Jejas :
Ada
Tidak ada
Tempat jejas : .............
Lesi :
Ada
46
Tidak ada
Tempat lesi : .............
Kelainan bentuk : .................... Nyeri : .........................
Folley cateter .................................................................................
Gastric tube ................................................................................
Heart monitoring dan oxymetri ...............................................................................
5. Secondary Survey a. Keadaan Umum 1) Tekanan darah : ......................mm/Hg 2) Nadi
: ...............x/menit
3) RR
: ..............x/menit
4) Suhu
: .............oC
b. Anamnesa ................................................................................................. ................................................................................................. ................................................................................................. c. Keluhan ................................................................................................ ................................................................................................. ................................................................................................. d. Obat-obatan ................................................................................................ ................................................................................................. ................................................................................................. e. Makanan
47
................................................................................................ ................................................................................................. ................................................................................................. f. Penyakit penyerta ................................................................................................ ................................................................................................. ................................................................................................. g. Alergi ................................................................................................ ................................................................................................. ................................................................................................. h. Kejadian ................................................................................................ ................................................................................................. ................................................................................................. i. Tubes and Finger In Every Orifice 1) Lubang hidung
: ...............................
2) Lubang telinga
: ...............................
3) Lubang anus
: ...............................
4) Lubang vagina
: ..............................
j. Pemeriksaann kulit kepala 1) Inspeksi
Laserasi
: ................................
Kontusio
: ................................
Luka termal
: .................................
Perdarahan
: ................................
2) Palpasi
Nyeri tekan
: ................................
Fraktur
: ................................
k. Wajah 1) Inspeksi
48
Laserasi
: ................................
Kontusio
: ................................
Luka termal
: .................................
Perdarahan
: ................................
2) Palpasi
Nyeri tekan
: ................................
Fraktur
: ................................
l. Mata 1) Inspeksi
Cornea
: ..................................
Pupil
: ..................................
Racon eyes
: .................................
m. Hidung
Pembengkakan
Krepitasi / fraktur : ...................................
: ...................................
n. Zygoma
Pembengkakan
Krepitasi / fraktur : ................................
: .................................
o. Telinga
Keutuhan membran timpani : ..................
Hemotimpanium : ..........................
Tanda batle sign : ............................
p. Rahang atas
Stabilitas rahang : ...........................
Krepitasi / fraktur : .........................
Pembengkakan
: ..........................
Deformitas
: ...........................
q. Rahang bawah
Stabilitas rahang : ...........................
Krepitasi / fraktur : .........................
49
Pembengkakan
: ..........................
Deformitas
: ...........................
r. Vertebra Servikalis / Leher 1) Inspeksi
Jejas
Deviasi trakhea
Pemakaian otot pernafasan tambahan : ..................
: ................................. : ............................
2) Palpasi
Nyeri tekan
: ..............................
Deformitas
: ...........................
Pembengkakan
: ..........................
s. Thoraks
Jejas
: ..............................
Luka terbuka
: ...............................
Nyeri tekan
: ................................
Krepitasi
: ...............................
t. Paru-paru
Inspeksi
: ...............................
Palpasi
: .................................
Perkusi
: ...............................
Auskultasi
: ............................
u. Jantung
Inspeksi
: ................................
Palpasi
: ................................
Perkusi
: ...............................
Auskultasi
: .............................
v. Abdomen
Inspeksi
: ...............................
Palpasi
: .................................
Perkusi
: ...............................
50
Auskultasi
: ............................
w. Pelvis
Kestabilan posisi : .............................
Jejas
: ............................
Nyeri tekan
: ..........................
Pembengkakan
: ..........................
Krepitasi / fraktur : ...........................
Deformitas
: ...........................
x. Ekstremitas 1) Inspeksi
Laserasi
: ..........................
Perdarahan
: ..........................
Pembengkakan : ...........................
Deformitas
: ...........................
Nyeri tekan
: ..........................
Krepitasi
: .........................
Kekuatan otot : ........................
2) Palpasi
y. Punggung
Jejas
: .........................
Pembengkakan
: .........................
Deformitas
: ..........................
Nyeri tekan
: ..........................
Fraktur
: ...........................
6. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................................ ............................................................................................... ............................................................................................... b. Pemeriksaan Rontgen
51
................................................................................................ ............................................................................................... ............................................................................................... c. Pemeriksaan EKG ................................................................................................ ............................................................................................... ............................................................................................... d. Pemeriksaan CT Scan atau MRI .............................................................................................. ............................................................................................... ............................................................................................... e. Pemeriksaan USG ................................................................................................ ............................................................................................... ............................................................................................... f. Pemeriksaan yang lain ................................................................................................ ............................................................................................... ............................................................................................... g. Therapy ................................................................................................ ............................................................................................... ...............................................................................................
7. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus. 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan pusat pernafasan dimedia oblongata. 3. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipoksia
52
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik ( Luka robek dipelipis ) 5. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan 6. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan mual, muntah 7. Resiko Jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Imobilisasi 9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Imobilitas fisik 10. Ansietas berhubungan dengan penurunan kesadaran
53
8. Rencana Asuhan Keperawatan No
1.
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Keperawatan
NOC
NIC
Rasional
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Airway Management tidak
efektif keperawatan selama 5menit
berhubungan
dengan diharapkan
klien
dapat
1. Kaji
warna,
Airway Management 1. Karakteristik
sputum
kekentalan dan
dapat menunjukkan berat
peningkatan produksi menunjukan keefektifan jalan
jumlah
ringannya obstruksi
mukus.
seputum.
nafas dengan kriteria hasil: 1. Dapat mendemonstrasikann Batuk
efektif
suara
nafas
dan yang
bersih.
posisi
semifowler.
2. Menunjukan nafas
2. Atur
dada.
paten
(klien tidak merasa
pernafasan
ekspansi
jalan
yang
tercekik,
2. Meningkatkan
frekuensi dalam
54
3. Ajarkan
cara
batuk efektif.
3. Batuk yang terkontrol dan
efektif
memudahkan
dapat
rentang normal, tidak
pengeluaran sekret yang
ada
melekat dijalan nafas.
suara
nafas
abnormal). 3. Pernafasan
klien
normal
(16-
24x/menit).
4. Bantu latihan
klien nafas
dalam.
4. Ventilasi
maksimal
membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakkan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
5. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator (via inhalasi).
5. Pemberian bronkodilator via
inhalasi
langsung
menujuarea
bronchus
yang
mengalami sehingga 55
akan
spasme lebih
cepat
berdilatasi. 2.
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan Airway Management nafas
berhubungan asuhan keperawatan selama 5
1. Monitor
dengan
kerusakan menit diharapkan pola nafas
tingkat,
pusat
pernafasan efektif dengan criteria hasil:
kedalaman, dan
dimedia oblongata.
1. Respirasi dalam batas normal
(RR
16-24
upaya
Airway management: 1. Mengetahui
perubahan
pola nafas klien.
untuk
bernafas.
x/menit). 2. Tidak
ada
dyspnea
atau dyspnea hilang.
2. Monitor status pernafasan dan
2. Untuk
mengetahui
terjadinya dipsnea
oksigen klien.
3. Auskultasi bunyi nafas.
3. Untuk mengetahui bunyi nafas tambahan seperti wheezing.
4. Posisikan klien 56
4. Mengurangi
terjadinya
semifowler
5. Berikan
dyspnea.
5. Pemberian oksigen dapat
oksigen sesuai
membantu
mengurangi
kebutuhan
terjadinya dyspnea.
klien.
6. Anjurkan klien melakukan
6. Teknik
nafas
dalam
dapat mengurangi sesak.
pernafasan dalam. 3.
Gangguan jaringan berhubungan hipoksia
perfusi Setelah dilakukan tindakan Cerebral
sensation Cerebral
cerebral asuhan keperawatan selama 5 management: dengan menit diharapkan gangguan perfusi
jaringan
teratasi,
sensation
management:
1. Monitor tandatanda vital.
1. Mengetahui
keadaan
umum klien.
dengan criteria hasil: 1. Tanda-tanda
vital
dalam batas normal.
2. Observasi kulit lihat
57
adanya
2. Mengetahui adanya lesi atau laserasi pada kulit
2. Menunjukkan
lesi
perhatian, konsentrasi,
atau
klien.
laserasi.
orientasi. 3. Tingkat
kesadaran
membaik.
3. Diskusikan
3. Mengetahui
adanya
adanya
perubahan sensasi pada
perubahan
kulit.
sensasi.
4. Kolaborasi
4. Mengurangi rasa nyeri.
pemberianan algetik. 4.
Nyeri berhubungan
akut Setelah dilakukan tindakan Pain management: dengan asuhan keperawatan selama 5
1. Kaji
nyeri
agen injury fisik ( menit diharapkan nyeri yang
secara
Luka robek dipelipis )
konperehensifte
dirasakan
klien
berkurang
dengan criteria hasil: 1. Mampu
rmasuk lokasi,
mengontrol
nyeri 2. Melaporkan
karakteristik, durasi,
bahwa 58
frekuensi,
Pain management: 1. Mengetahui nyeri yang dirasakan klien.
nyeri berkurang 3. Mampu
kualiasdan
mengenali
nyeri intensitas,
(skala,
presipitasi.
frekuensi
dan tanda nyeri). 4. Menyatakan
factor
2. Observasireaksi rasa
2. Mengetahui
non verbal dari
ketidaknyamanan
nyaman setelah nyeri
ketidaknyaman
dirasakan klien.
berkurang
an.
3. Ajarkan teknik non
yang
3. Teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri.
farmakologi (teknikrelaksasi ).
4. Kolaborasipem
59
4. Alagesic
dapa
beriana
tmengurangi nyeri yang
analgesic.
dirasakan.
5
Resiko
infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection control
berhubungan
dengan keperawatan selama 3x24 jam
kerusakan jaringan
integritas klien terhindar dari resiko infeksi dengan kriteria hasil : 1. Tidak terdapat tanda-
1. Lakukan
Infection control cuci
infeksi
dan
kepada atau dari perawat
setelah
nosocomial
melakukan kegiatan
dolor, rubor, tumor)
perawatan pada
dengan
terjadinya
tangan sebelum
tanda infeksi (calor,
2. Melakukan kebersihan
1. Mencegah
klien
mencuci
tangan
2. Anjurkan klien
3. Menunjukkan
untuk melakukan cuci
mencegah timbulnya
tangan 3. Anjurkan keluarga
60
dan
3. Mencegh
terjadinya
infeksi
nosocomial
pengunjung
kepada
untuk mencuci
pengunjung
tangan.
terjadinya
resiko infeksi
kemampuan
infeksi
2. Mencegah
keluarga
dan
Infection protection 4. Monitor tandatanda infeksi 5. Ajarkan dan
klien
keluarga
mengenali
Infection protection 4. Mengetahui
adanya
tanda-tanda infeksi 5. Mengetahui
adanya
tanda-tanda infeksi bagi keluarga pasien.
tanda-tanda infeksi 6. Kolaborasi pemberian obat antibiotic
6
6. Membunuh kuman atau bakteri
yang
menyebabkan infeksi
Kekurangan
Volume Setelah di lakukan tindakan Fluid monitoring Fluid Monitoring Cairan berhubungan keperawatan selama 3 menit 1. Monitor tanda1. Mengetahui kekurangan volume cairan dengan mual, muntah dapat teratasi dengan kriteria tanda vital perkembangan hasil : klien 1. TTV
dalam
batas
normal 2. Tidak
2. Monitor intake dan output
mengalami 61
2. Mengetahui dehidrasi intake
TTV
adanya pada
output
klien dapat
dehidrasi 3. Intake
menentukan pemenuhan dan
output
kebutuhan cairan klien
terpenuhi 4. Mempertahankan urin Fluid Management output sesuai dengan usia dan DB, BJ urin
Fluid Management
1. Perhatikan
1. Mencegah
intake output
kembali
terjadinya kekurangan
normal
volume cairan.
5. Elastisitas turgor baik membran
mukosa
lembab
2. Monitor
hasil
laboratorium.
2. Mengetahui perkembangan
kondisi
klien. 3. Beri
cairan
melalui seperti NaCl
62
IV
3. Memenuhi cairan klien.
kebutuhan
7
Resiko berhubungan
Jatuh Setelah dilakukan tindakan Environment
Environment
dengan keperawatan selama 3x24 jam Management
Management
penurunan kesadaran
,
klien
mengalami
injury
1. Sediakan
dengan kriteria hasil :
lingkungan
1. Klien terbebas dari cidera
yang aman
2. Klien
mampu
1. Memilih pilihan yang tepat bagi klien.
2. Identifikasi
menjelaskan faktor risiko
kebutuhan
dari lingkungan
keamanan
lingkungan
pasien,
berbahaya.
3. Mampu gaya
memodifikasi hidup
untuk
mencegah injury
sesuai
2. Menjauhi
klien
dari yang
dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif 3. Menghindarkan
3. Memberikan
lingkungan
pada
yang berbahaya
resiko jatuh
4. Memasang side rail tempat tidur
4. Memberikan
menghindari
pengertian
apa yang dibutuhkan bagi klien
63
klien
keamanan
5. Berikan
5. Melindungi
klien
penjelasan pada
menghindarkan
pasien
jatuh.
keluarga
dan
dan resiko
pada
pengunjung adanya perubahan status kesehatan. 6. Anjurkan keluarga untuk
6. Melindungi
klien
dari
resiko jatuh.
menemani klien
8
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Self Care Assistance : Self Care Assistance : ADLs berhubungan Imobilisasi
dengan 1X24 jam diharapkan klien ADLs deficit perawatan diri teratasi dengan kriteria hasil : 1. Klien terbebas dari bau badan 64
1.
Monitor
1. Mengetahui kemampuan
kemampuan klien
klien dalam melakukan
dalam beraktifitas.
aktifitas.
2. Klien merasa nyaman 3. Dapat
2.
melakukan
Monitor
2. Mempersiapkan alat-alat
kebutuhan
ADLs dengan bantuan
klien
untuk
alat-alat
bantu
kebersihan
diri,
berpakaiam,
berhias,
yang dibutuhkan klien dalam
pemenuhan
aktifitasnya.
toileting,
dan makan 3.
Sediakan bantuan sampai
klien
mampu melakukan aktifitas
3. Memberikan
bantuan
untuk memenuhi aktifitas klien.
secara
mandiri 4.
Ajarkan keluarga
klien/ untuk
memandirikan
mendorong
mencegah
kemandirian,
ketergantungan
memberikan
terhadap keluarga
bantuan jika klien tidak mampu. 65
4. Berusaha
untuk klien,
klien
9
Kerusakan kulit dengan fisik
integritas Setelah dilakukan tindakan Pressure management
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam Imobilitas kerusakan
integritas
1.
Kebersihan
kulit
dapat
kulit agar tetap
mencegah
teratasi dengan kriteruia hasil
bersih
bakteri dan kuman masuk
:
kering 1. TTV
dalam
kulit
1. Jaga kebersihan
Pressure management
2. Monitor warna
2. Integritas kulit baik
kulit
3. Menunjukan
adanya
pemahaman
dalam
proses perbaikan kulit
cedera
tidur
kulit
dan
efektif
66
tanda kerusakan integritas
3.
tempat
Mencegah pergesekan
timbulnya yang
dapat
menyebabkan luka 4.
lotion/baby oil pada
jaringan
Mengetahui adanya tanda-
kulit.
4. Oleskan
Warna kulit normal 5. Perfusi
catat
3. Hindari kerutan pada
berulang
2.
kemerahan
mencegah
terjadinya
4. Turgor
ke kulit
batas
normal
dan
dan
terjadinya
daerah
yang tertekan
Membantu
melembabkan
kulit yang kering
10
Ansietas berhubungan Setelah dilkukan tindakan dengan kesadaran
gangguan keperawatan
selama
Anxiety Reduction
…. 1. Gunakan
1. Membantu
Diharapkan
pendekatan
cemas dapat terkontrol atau
menenangkan
teratasi
2. Pahami
yang
perspektif
dengan kriteria hasil :
pasien
a. Melaporkan ansietas
situasi stress
berkurang secara verbal
3. Temani
terhadap
pasien
untuk memberikan
(18-30 x/m)
keamanan
Postur
wajah,
tubuh,
bahasa
tingkat
ekspresi
tubuh
dan
5. Dorong
mengetahui
untuk tingkat
3. Mengurangi rasa cemas yang dialami klien
4. Mengetahui
tingkat
kecemasan klien pasien
untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 67
2. Memudah
takut
kecemasan
berkurangnya kecemasan
tingkat kecemasan
danmengurangi
aktivitas 4. Identifikasi tingkat
menunjukkan
mengurangi
kecemasan klien
b. RR dalam batas normal
c.
Anxiety Reduction
5. Mengurangi cemas,takut.
rasa
6. Kolaborasi berikan obat mengurangi Kecemasan
68
untuk
6. Membantu
mengurangi
tingkat kecemasan klien
BAB III PEMBAHASAN KASUS A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama
: Tn. S
Umur
: 28 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Tanggal Pengkajian
: 13 Oktober 2016
Diagnosa Medis
:
2. TRIAGE
P1
3. General Impression Keluhan Utama : Klien tampak mengalami penurunan kesadaran. Orientasi
(Tempat,
Waktu,
dan
Orang)
Karena klien mengalami kesadaran “Sopor”.
B. Pengkajian Primer a.
Circulation Nadi
: 90x/menit
Perdarahan
: dari hidung dan mulut
Perfusi/CRT
:-
Mukosa
:-
b. Airway 1) Look (Melihat obstruksi jalan nafas) Terdapat jejas pada dada sebelah kiri 2) Listen ( Mendengarkan suara jalan nafas ) Terdengar suara ngorok 3) Feel ( Meraba ) 69
:
Buruk
tidak terkaji c. Breathing 1) Look (Lihat pergerakan dada) Frekuensi nafas 24x/m 2) Listen (Mendengarkan suara pernafasan) Terdengar suara ngorok 3) Feel (Meraba) Tidak terkaji d. Disability Kesadaran
: Apatis
GCS
: 8 (E2, M4, V2)
Pupil
: Tidak terkaji
Papil edema
: Tidak terkaji
Lateralisasi
: Tidak terkaji
e. Exprosur Klien terdapat jejas didada, keluar darah dari hidung disertai mual muntah bercampur darah kental, terdapat luka robek dipelipis dan terdapat hematom didaerah okscipital.
C. Pengkajian Sekunder a. Anamnesa 1. KOMPAK
Keluhan Klien tidak sadar
Obat Tidak terkaji / tidak terdapat dalam kasus
Makanan Terakhir Tidak terkaji / tidak terdapat dalam kasus
Penyakit Penyerta Tidak terkaji / tidak terdapat dalam kasus
70
Alergi Tidak terkaji / tidak terdapat dalam kasus
Kejadian Tn S berusia 28 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas saat korban dibonceng dengan kendaraan bermotor tanpa memakai helm, motor yang dinaiki korban menabrak mobil dari arah berlawanan, kepala pasien terbentur, sehingga pasien tidak sadarkan diri selama kurang lebih 15 menit. Dalam perjalanan pasien dalam keadaan penurunan kesadaran..
2.
Tanda vital Tekanan Darah : 160/90mmHg Nadi
: 90x/Menit,
Respirasi rate : 24x/menit Suhu : - OC
b. Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher : Inspeksi : terdapat hematom didaerah okscipital.
Dada Inspeksi : terdapat jejas dengan frekuensi nafas 24x/menit.
Abdomen Tidak terkaji
Pelvis Tidak terkaji.
Ekstremitas atas/bawah Palpasi : tidak terkaji
Punggung Tidak terkaji.
Neurologis Mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 8 (E2,M4,V2) yang berarti Apatis.
71
D. Analisa Data No
Data
Etiologi
(Subjektif-Objektif 1.
Keperawatan
Ds : -
Kecelakaan dan jatuh
Do :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Cedera Kepala
a. Pasien ngorok b. terdapat
jejas
didada sebelah kiri c. frekuensi
Intra Kranial
nafas
24x/menit d. bagian
Masalah
hidung
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
keluar darah kental Perubahan outoregulasi Oedem cerebral Bersihan jalan napas Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2.
Ds : -
Kecelakaan dan jatuh
Do : a. dengan GCS 8
Cedera Kepala
b. terdapat hematom di daerah okscipital
Ekstra Kranial
c. hidung keluar darah kental d. pasien ngorok e. terdapat
jejas
Terputusnya kontinyuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
di 72
Ketidakefektifan perfusi jaringan
dada sebelah kiria
Gangguan suplai darah
Iskemia
Hipoksemia
Ketidakefektifan perfusi jaringan 3.
Ds: -
Kecelakaan dan jatuh
Nyeri akut
Do : Cedera Kepala
a. Terdapat luka robek di pelipis b. Terdapat hematoma
Tulang Kranial
didaerah oksicipital c. TD : 160/90 mmhg, Nadi : 90x/menit, RR : 24x/menit d. Terdapat
Terputusnya kontinyuitas jaringan tulang
jejas
didada sebelah kiri 4.
Ds : -
Nyeri akut Kecelakaan dan jatuh
Do : Cedera Kepala
a. Terdapat hematom didaerah oksicipital b. Terdapat luka robek
Ekstra Kranial
dipelvis c. Terdapat jejas di dada sebelah kiri
Terputusnya kontinyuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
Perdarahan 73
Kerusakan integritas kulit
hematoma Perubahan Sirkulasi CSS
Peningkatan TIK
Girus medialis lobus temporalis tergeser
Terdapat hematom didaerah oksicipital
Terdapat luka robek dipelvis
Kerusakan integritas kulit
5.
Ds : -
Kecelakaan dan jatuh
Do : Cedera Kepala
a. Terdapat hematom didaerah oksicipital b. Terdapat luka robek
Tulang Kranial
dipelvis c. Dari bagian hidung keluar darah kental
Terputusnya kontinyuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
Resiko Infeksi
74
Risiko infeksi
6.
Ds :
Kecelakaan dan jatuh
Do :
Cedera Kepala
a. Mual (+)
Kekurangan volume cairan
(+),muntah tercampur
Intra Kranial
dengan darah b. TD : 160/90 mmhg, Nadi : 90x/menit,
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
RR : 24x/menit Penurunan Kesadaran sesaat
Katekolamin meningkat
Sekresi asam lambung meningkat
Mual muntah tercampur dengan darah
Kekurangan volume cairan
E. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. b. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala. c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis. 75
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit dermis. e. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan. f. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
76
F. Nursing Care Plan Tabel Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus No
Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d dengan obstruksi jalan nafas
NOC
NIC
Rasional
Setelah di lakukan tindakan Airway management Airway management keperawatan selama 3 menit 1. Buka jalan nafas, gunakan jalan nafas dapat teratasi teknik chin lift atau jaw dengan kriteria hasil : 1. Untuk membuka Mendemostrasikan dan suara
nafas
yang
nafas.
2. Monitor respirasi dan status O2.
bersih Menunjukan
jalan
nafas yang paten ( irama nafas, frekuensi
2. Mengetahui
3. Lakukan pemasangan mayo dan lakukan suction. 4. Idenfikasi
pasien
perlunya
pemasangan alat jalan nafas
normal,
buatan
tidak
ada
tentang di lakukan di suction.
Mampu mengidenfikasi
5. Informasikan pada keluarga
tingkat
ventilasi pernafasan klien serta
nafas dalam rentang
suara nafas abnormal)
thrust.
jalan
mengertahui
fraksi
oksigen yang dibutuhkan klien 3. Membuka
jalan
nafas
dengan teknik intubasi dan untuk
membersihkan
sumbatan yang menggangu
dan 77
mencegah faktor yang
jalan nafas serta mencegah
dapat
hipoksia
menghambat
jalan nafas
4. Mengetahui ketidakefektifan jalan nafas agar lebih adekuat 5. Sebagai
inform
sebelum
conset
melakukan
tindakan
dan
membantu
membersihkan
jalan
nafas
untuk
klien
dan
mencegah hipoksia
2.
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d trauma kepala
Setelah di lakukan tindakan Cerebral sensation management Cerebral sensation management keperawatan selama 5 menit perfusi jaringan cerebral dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor adanya 1. Mengetahui adanya
Tekanan
sistol
dan
tromboplebitis.
dalam
perfusi
diastol dalam rntang normal
ketidakefektifan
2. Batasi gerakan pada kepala,
78
2. Untuk
mencegah
leher dan punggung
Tidak ada tanda tanda peningkatan
3. Kolaborasi
15 mmHg)
memberian
sesuai
menunjukan
3. Mengurangi mabang batas
4. Sebagai informasi kepada
dengan 4. Diskusikan dengan keluarga
kemampuan
dan
nyeri
analgetik.
Berkomunikasi dengan jelas
TIK
farktue servikal dan lumbal
tekanan
intrakranial (lebih dari
peningkatan
mengenai
fungsi
penyebab
keluarga
serta
adnya
penyebab
lain
akibat
komplikasi dari penyakit
perubahan sensasi
sensori motorik kranial yang utuh : tingkat kesadaran yang baik 3.
Nyeri akut agencidra biologis
b.d Setelah di lakukan tindakan Paint management keperawatan selama 2 menit 1. Kaji nyeri nyeri akut dapat teratasi komprehesif dengan kriteria hasil :
Mampu
nyeri (tahu penyebab
frekuensi,
nyeri,
faktor presipitasi
mampu teknik
secara termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
mengontrol
menggunakan
Paint management
2.
Ajarkan
79
kualitas
klien
1. Mengetahi skla nyeri yang dirasakan klien
dan
teknik
2. Mengurangi
skala
nyeri
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
Dapat
3.
yang dirasakan nyeri
Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
melaporkan
Informasikan
klien
nyeri yang dirasakan klien 4. Sebagai informasi tentang
dengan menggunakan
keluarga tentang nyeri yang
penyakit kepada klien dan
menejemen nyeri
di alami klien
keluarga
Mampu
4.
3. Mengurangi ambang batas
dan
bahwa nyeri berkurang
nonfarmakologi
menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang 4.
Kerusakan integritas kulit b.d kerusakan lapisan kulit (dermis)
Setelah di lakukan tindakan Insision site care Insision site care keperawatan selama 2 menit kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria 1. Monitor luas luka dan tanda 1. Mengobservasi adanya hasil : gejala infeksi. tanda dan gejala infeksi Tidak ada luka atau 2. Bersihkan area sekitar luka 2. Untuk membersihkan luka lesi pada kulit menggunakan lidi kapas dan mempertahankan
Perfusi membaik pertahankan
jaringan dapat
steril.
teknik aseptik.
di
(sensasi
3. Ganti balutan pada interval
80
3. Mencegah
infeksi
dan
dan elastisitas)
waktu yang sesuai.
mikroorganisme
Menunjukan perbaikan kulit
dan
terjadinya
mencegah cidera
berulang 5.
mencegah tranmisi silang
4. Ajarkan
pada
keluarga
tentang mengganti balutan
4. Sebagi HE kepada keluarga bagaimana cara perawatan luka yang baik dan benar.
dengan teknik steril.
Resiko infeksi b.d Setelah di lakukan tindakan Infection control Infection control faktor resiko keperawatan selama 1 menit trauma jaringan resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengobservasi tanda dan
Klien tidak terdapat tanda
dan
gejala
3. Kolaborasi
Menunjukan kemampuan mencegah
untuk timbulnya
Menunjukan yang sehat
untuk
dengan
minum
prilaku
infeksi
tanda
2. Mencegah
infeksi
serta
dokter
luka dan pertahankan teknik
antibiotik
aseptik dalam perawatan
sesuai resep
tentang
gejalan adanya infeksi
mempercepat penyembuhan
luka
4. Ajarkan klien dan keluarga
infeksi
2. Beri perawatan luka pada area yang terdapat luka.
infeksi
infeksi sistemik dan lokal
dan
gejala
3. Mencegah infeksi. 4. Memberikan HE tentang pencegahan
infeksi
terhadap klien dan keluarga 81
6.
Kekurangan volume cairan b.d dengan kehilangan cairan aktif
Setelah di lakukan tindakan Fluid management Fluid management keperawatan selama 3 menit 1. Monitor masukan makan kekurangan volume cairan atau cairan dan hitung intek dapat teratasi dengan kriteria 1. Mengetahui tingkat status hasil : kalori harian. nutsrisi dan cairan klien Tidak ada tanda tanda 2. Berikan peganti nasogatrik 2. Pemberian nutrsi melalui dehidrasi
sesuai output.
Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan DB, BJ urin normal
3. Kolaborasikan
dengan
dokter pemberian cairan IV. 4. Dorong
kelurga
untuk
membantu klien makan
Elastisitas turgor baik membran
partenteral 3. Meningkatkan status hidrasi cairan klien 4. Memberiakan HE kepada klien dan keluarga tentang pentingya asupan nutrisi
mukosa
lembab
82
G. Analisa Kesenjangan teori dan kasus Dari analisa kasus Tn. S yang berusia 28 tahun didapatkan bahwa Tn S mengalami kecelakaan lalu lintas, Tn S tidak memakai helm sehingga kepala Tn S terbentur dan mengakinatkan hematom didaerah Okscipital, Tn S juga mengalami penurunan kesadaran dengan nilai GCS 8 dikarenakan benturan pada kepalanya, dalam teori juga Cidera kepala berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012). Menurut Teori Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ni dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah. Sedangkan pada kasus Pada saat pemeriksaan fisik klien mual (+) muntah (+) tercampur dengan darah, terdapat luka robek dipelipis dan bagian hidung keluar darah kental, klien ngorok dan terdapat jejas di dada sebelah kiri. Dari tanda dan gejala diatas yang dialami klien merupakan ciri dari Cedera Kepala Berat.
.
83
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan Cedera kepala atau trauma capitis adalah suatu ruda paksa (trauma)
yang
menimpa
struktur
kepala
sehingga
dapat
menimbulkan kelainan structural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Taqiyyah B, 2013). Kejadian cidera kepala di Amerika Serikat setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus, yang terdiri dari cidera kepala ringan sebanyak 296.678 orang (59,3%) , cidera kepala sedang sebanyak 100.890 orang (20,17%) dan cidera kepala berat sebanyak 102.432 orang (20,4%). Dari sejumlah kasus tersebut 10% penderitanya meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. (Haddad, 2012). Akibat trauma, pasien mengalami perubahan fisik maupun psikologis. Akibat yang sering terjadi pada pasien CKB antara lain terjadi cedera otak sekunder, edema cerebral ,peningkatan tekanan intrakranial, vasospasme, hidrosefalus, gangguan metabolik, infeksi dan kejang (Haddad, 2012) . Oleh karena itu, diharapkan penanganan yang cepat dan akurat agar dapat menekan morbidibitas dan mortilitas kematian maupun terlambatnya rujukan yang menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk (National Institute of Neurological Disorder, 2002). B.
Saran 1.
Bagi Masyarakat Kepada masyarakat umum untuk senantiasa menggunakan alat pelindung diri seperti helm.
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya dan Tim Kesehatan 84
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan bisa menjadi parameter penyusunan makalah, serta diharapkan untuk tim kesehatan lebih cepat dan tanggap dalam menangani pasien dengan Cidera Kepala khususnya Cidera Kepala Berat dan memberikan arahan kepada keluarga klien. 2.
Bagi STIKES mahardika Menyediakan sumber-sumber perpustakaan yang lebih banyak yang berkaitan dengan Trauma khususnya pada kasus Cidera Kepala
sehingga
memudahkan
mahasiswa
untuk
mengembangkan penelitian melalui kajian-kajian literatur yang bervariasi.
85
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T & Moh Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. Harsono. 2005. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Harsono. (2007). Kapita Selekta NEUROLOGI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hendromartono dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. Judha, Muhammad & Nazwar Hamdani Rahil. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen publishing. Maj Justin Q. And James G. Military Medicine, Vol. 171, July 2006 Morton, et all. (2012). Keperawatan Kritis Volume 1 & 2.Edisi 8. Jakarta : EGC Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Nicholas, WT.2008. Diagnosis of Obstruktive sleep apneu in adult. Ame, Thoracsoch.5.2 154-160. Nurhidayat S and Rosjidi C.H. (2008). Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Jogjakarta: Ardana Media, pp :167; 177182. Sidharta P danMardjono M. (2008). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. Soemarmo. (2008). Penuntun Neurologi Gangguan Peredaran Darah Otak. Tangerang: Binarupaaksara. Undang-undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) nomor 22 Tahun 2009 Weinstock, doris (2010). Rujukan cepat di ruang ICU/ CCU.Jakarta:EGC Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK
86
87