HIV PADA KEHAMILAN
1. Definisi
Human
immunodeficiency immunodeficiency
yang menginfeksi sel-sel merusak fungsinya.
virus
sistem kekebalan
Selama
infeksi
(HIV) tubuh,
berlangsung,
adalah
retrovirus
menghancurkan sistem
atau
kekebalan tubuh
menjadi lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome s yndrome (AIDS). Hal inidapat memakan waktu 10-15 tahun untuk orang yang terinfeksi HIV hingga berkembang menjadi AIDS; obat antiretroviral dapat memperlambat proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui hubungan seksual (anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinya selama kehamilan, melahirkan dan menyusui. Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh, setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan berhentinya haid; mual yang timbul pada pagi hari ( morning sickness); sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan sinar-X, atau USG. AIDS ( Acquired Acquired Immuno Deficiency Syndrome) Syndrome) adalah sindrom gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV ( Human ( Human Immunodeficiency Virus). Virus). Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya pada usia reproduksi. Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari
ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan 0,40,3% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika intravena. Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV. Dilihat dari profil umur, ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi pada wanita lebih sedikit. 2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. a. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1) Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala. 2) Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness. 3) Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4) Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5) AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
b. Cara penularan HIV: 1) Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu – satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah. 2) Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril. 3) Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi. 4) Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui. a) Penularan secara perinatal i. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya. ii. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi. iii. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI iv. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI 3. Patofisiologi a. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T – helper dengan melekatkan dirinya
pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi
viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus – virus HI. b. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus – virus yang
baru. Virus – virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh infeksi dan penyakit – penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang. c. Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel – sel
yang terinfeksi dan mengantikan sel – sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali dirinya. d. Jumlah normal dari sel – sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800 – 1200
sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel – sel CD4+ T – nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi – infeksi oportunistik. e. Infeksi – infeksi oportunistik adalah infeksi – infeksi yang timbul ketika sistem
kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi – infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
4. Pathway
5. Periode Penularan HIV pada Ibu Hamil a. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat. Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV mencakup: 1) Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV
merupakan sesuatu yang umum. 2) Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan
melalui pembuluh darah. 3) Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan. 4) Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV. 5) Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV. Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami
peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella
ditentukan
dan
tes
kulit
tuberkulosa
(Derivasi
protein
yang
dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV. Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV. Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi yang disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang semakin memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat badan sebelum kehamilan, diare kronis lebih dari 1 bulan dan demam (kambuhan atau konstan) selama lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah didiagnosa, wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi.
b. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV. Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV. c. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan, tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit. Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaankeadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui palang plasenta mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang
menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty. 6. Manifestasi Klinis
a. Gejala mayor 1) BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan 2) Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3) Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis 4) Demensia / HIV Ensefalopati
b. Gejala minor 1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan 2) Dermatitis generalist 3) Adanya herpes zoster yang berulang 4) Kandidiasis orofaringeal 5) Herpes simplex kronik progresif 6) Limfadenopati generalist 7) Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita 8) Retinitis Cytomegalovirus 7. Komplikasi
Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, microcephalli,
lhympoma
lhympaclenophaty.
cerebro
vaskuler
accident,
gagal
pernapasan
dan
8. Penatalaksaan Medis a. Tindakan Medis b. Medikasi (obat-obatan)
1) Obat – obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan: a) Nucleoside
Analogue
Reverse
Transcriptase
Inhibitors
(NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC). b) Non – nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel – sel. Obat – obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva). c) Protease
Inhibitors
(PI)
mengtargetkan
protein
protease
HIV
dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan. 2) Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang
mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa
kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira – kira 25% – 35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat – obatan tersebut adalah: a) Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14 – 28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC) b) Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2 – 3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari. 3) Post – exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat
antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat –
obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks
yang
aman
dan
memperbaharui
pengujian
HIV.
Antiretrovirals
direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomen dasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman. c. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) Tes untuk diagnosa infeksi HIV : a) ELISA b) Western blot c) P24 antigen test d) Kultur HIV 2) Tes untuk deteksi gangguan system imun. a) Hematokrit. b) LED c) CD4 limfosit d) Rasio CD4/CD limfosit e) Serum mikroglobulin B2 f) Hemoglobulin
9. Penatalaksaan Keperawatan a. Pengkajian 1) Biodata Klien 2) Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T ) Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi) Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus)
3) Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif) a) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
Gejala
:
Stress
berhubungan
dengan
kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
f) Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
j) Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS.
Tanda : Perubahan interaksi.
b. Diagnosa 1) Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih
sekunder terhadap diare 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 3) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan. 4) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai. c. Perencanaan No.
Diagnosa Keperawatan
1.
Defisit volume cairan Definisi : penurunan cairan intravaskuler, intertisial dan/atau intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium Batasan karakteristik : . kelemahan . haus . penurunan turgor kulit/lidah . membran mukosa/kulit kering .peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi
Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil NOC : NIC : Fluid balance Fluid management Hydration Timbang popok/pembalut Nutritional Status : jika diperlukan food and fluid intake Pertahankan catatan intake Kriteria Hasil : dan output yang akurat Mempertahankan Monitor status hidrasi urine output sesuai (kelembapan membran dengan usia dan BB, mukosa, nadi adekuat, BJ urine normal, HT tekanan darah ortostatik), normal jika diperlukan Tekanan darah, nadi, Monitor hasil lab yang suhu tubuh dalam sesuai dengan retensi cairan batas normal (BUN, Hmt, osmolalitas Tidak ada tandaurin) tanda dehidrasi, Monitor vital sign elastisitas turgor Monitor masukan kulit baik, membran makanan/cairan dan hitung mukosa lembab, intake kalori harian tidak ada rasa haus Kolaborasi pemberian yang berlebihan.
. pengisian vena menurun . perubahan status mental . konsentrasi urine meningkat . temperatur tubuh meningkat . hematokrit meninggi . kehilangan berat badan seketika Faktor-faktor yang berhubungan : . kehilangan volume cairan secara aktif . kegagalan mekanisme pengaturan
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh Batasan karakteristik : . berat badan 20% atau lebih di bawah ideal Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA ( Recommended Daily Allowance) . membran mukosa dan konjungtiva pucat . kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah . luka, inflamasi pada rongga mulut . mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan . dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan . dilaporkan adanya
cairan IV Monitor status nutrisi Berikan cairan Berikan diuretik sesuai intruksi Berikan cairan IV pada suhu ruangan Dorong masukan oral Berikan penggantian nasogastrik sesuai output Dorong keluarga untuk membantu pasien makan Tawarkan snack Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk Atur kemungkinan transfusi Persiapan untuk transfusi
perubahan sensasi rasa . perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan . miskonsepsi . kehilangan BB dengan makanan cukup . keengganan untuk makan . kram pada abdomen . tonus otot jelek . nyeri abdominal atau tanpa patologi . kurang berminat terhadap makanan . pembuluh darah kapiler mulai rapuh . diare . kehilangan rambut yang cukup banyak . suara usus hiperaktif . kurangnya informasi Faktor-faktor yang berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
d. Pelaksanaan Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai e. Evaluasi Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil