HIPOGLIKEMIA PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
Hipoglikemia adalah keadaan di mana kadar glukosa dalam darah lebih rendah dari nilai normalnya. Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma di bawah 2,5 mmol/l (45 mg/dl) pada bayi baru lahir.1-3 Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (matur). Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur. 3 Pada makalah ini akan dibahas mengenai hipoglikemia pada bayi berat badan lahir rendah, mulai dari etiologi dan epidemiologinya, penegakkan diagnosis, sampai tata laksana dan prognosisnya.
1. Hipoglikemia Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma dan di bawah 2,5 mmol/l (45 mg/dl) pada bayi baru lahir. Kondisi hipoglikemia dapat mengancam nyawa, sehingga perlu dikaji secara ketat agar dapat ditangani secara efisien untuk mencegah terjadinya relaps yang dapat berujung pada kerusakan otak. 1
Glukosa berperan dalam pengaturan sumber energi pada manusia dan juga sebagai sumber penyimpanan energi dalam bentuk glikogen, lemak dan protein. Glukosa merupakan sumber energi yang cepat karena glukosa memberikan 38 molekul ATP/mol glukosa yang dioksidasi. Defisiensi pengangkutan glukosa ke otak dapat mengakibatkan kejang yang dikarenakan kadar glukosa cairan serebrospinal rendah sedang glukosa dalam darah normal.
Beberapa aspek homeostasis glukosa bersifat khas untuk bayi baru lahir dan anak-anak. Yang pertama adalah pada saat transisi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin; yang kedua, adalah laju pemakaian glukosa pada bayi. Hal ini sesuai dengan proporsi massa otak bayi terhadap ukuran tubuhnya yang lebih tinggi menyebabkan bayi dan anak lebih berisiko mengalami hipoglikemia.
Definisi hipoglikemia pada neonatus masih belum konsisten, baik dalam buku teks maupun jurnal, sehingga definisinya dibuat dari beberapa sudut pandang. Hipoglikemia adalah suatu sindrom klinik dengan penyebab yang sangat luas, sebagai
akibat
dari
rendahnya
kadar
glukosa
plasma
yang
akhirnya
menyebabkan neuroglikopenia. 2
Banyak kendala untuk menentukan status hipoglikemia. Pertama, hasil pada asal sampel darah dan metode pemeriksaan; Kedua, jadwal menyusui dini sangat berpengaruh pada kadar gula darah; Ketiga, 72% bayi baru lahir mempunyai satu atau lebih faktor risiko terjadi hipoglikemia; Keempat, tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian longitudinal dalam menentukan rentang normal kadar gula darah karena alasan etika.
2.
Bayi Berat Badan Lahir Rendah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.4,5
Bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi.5
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR, yaitu antara lain:4 a.
Faktor Ibu 1. Hipertensi 2. Perokok 3. Gizi buruk 4. Riwayat kelahiran Prematur sebelumnya 5. Pendarahan antepartum 6. Malnutrisi 7. Hidraminon 8. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 9. Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat 10. Infeksi dan trauma 11. Keadaan sosial ekonomi yang rendah 12. Pekerjaan yang melelahkan
b.
Faktor Janin 1. Kehamilan ganda 2. Kelainan kromosom 3. Cacat bawaan 4. Infeksi dalam kandungan 5. Hidramnion 6. Ketuban pecah dini
Bentuk Klinik Bentuk klinik dari BBLR meliputi:
3.
a.
Bayi berat lahir rendah (BBLR), berat lahir 1500-2500 gram
b.
Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram
c.
Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), berat lahir < 1000 gram6
Fisiologi Metabolisme Glukosa Metabolisme glukosa memakan setengah dari kebutuhan energi basal harian dan merupakan bahan bakar metabolik bagi otak manusia. Glukosa dapat disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak, dan atom karbonnya dapat digunakan dalam sintesis protein serta untuk komponen struktural seperti membran sel. Oksidasi
aerob satu molekul glukosa menghasilkan energi yang tinggi dalam bentuk 38 molekul adenosin trifosfat atau ATP.7
Pada manusia normal, konsentrasi glukosa plasma berkisar antara 3,9 mmol/L (70 sampai 128 mg/dL) dan di otak dapat berkisar antara 0,8 sampai 2,3 mmol/L (14 sampai 41 mg/dL). Untuk menghindari terjadinya penurunan glukosa darah arteri sirkulasi akibat adanya suatu kondisi fisiologis, terdapat suatu mekanisme pertahanan yang rumit. Pertahanan terhadap hipoglikemia ini diintegrasikan oleh sistem saraf otonom dan hormon yang bekerja secara sinergis untuk meningkatkan produksi glukosa melalui modulasi enzimatik glikogenolisis dan glukoneogenesis sambil membatasi penggunaan glukosa perifer. Skema terperinci mengenai mekanisme enzimatik tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 7
Gambar 1. Skema Jalur Metabolisme Glukosa. Gangguan pada mekanisme ini dapat berujung pada hipoglikemia 7
Pada neonatus, mekanisme ini belum berkembang secara sempurna, terutama apabila terjadi transisi yang tiba-tiba dari kondisi intrauterin ke ekstrauterin. Neonatus yang lahir secara prematur dengan mekanisme enzimatik yang belum berkembang sempurna atau neonatus dengan insufisiensi plasenta yang menyebabkan retardasi perkembangan intrauterin juga sangat rentan mengalami hipoglikemia.
Hal
ini
sering
kali
menyebabkan
terjadinya
gangguan
perkembangan atau gangguan fungsi otak. 7
4.
Fisiologi Metabolisme Glukosa pada Bayi Baru Lahir Aterm dan Prematur Glukosa merupakan substrat energi yang paling penting untuk fetus (terutama untuk metabolisme otak). Kebutuhan glukosa fetus dapat dipenuhi oleh adanya transfer glukosa transplasental, dan meskipun sistem enzim untuk mekanisme glukoneogenesis sudah terbentuk sejak awal masa kehamilan, fetus hanya memproduksi glukosanya sendiri pada kondisi ekstrem seperti pada kondisi yang mengharuskan penderita dipuasakan dalam jangka waktu yang lama .8,9 Untuk memenuhi kebutuhan glukosa fetus, ibu janin akan menjalani berbagai perubahan metabolik yang berbeda, seperti peningkatan produksi glukosa hepar. Pada trimester pertama, ibu janin juga memiliki sensitivitas insulin yang lebih tinggi, sehingga terjadi penumpukan lemak. Pada trimester ketiga, pada saat bayi tersebut sudah memiliki lokasi penumpukan lemaknya sendiri, ibu janin akan memetabolisme akumulasi lemak ini melalui lipolisis untuk memenuhi kebutuhan gizinya sendiri dengan adanya pengaruh perubahan hormon spesifik.8
Fetus akan terpapar pada konsentrasi insulin yang tinggi, karena memiliki aksi anabolik yang sangat penting. Pada trimester ketiga, insulin akan menstimulasi deposisi lemak dan meningkatkan simpanan energi dalam bentuk glikogen.8
Pada saat lahir, aliran darah plasenta akan terpotong. Bayi aterm yang sehat sudah siap untuk beradaptasi dengan situasi yang baru ini karena adanya perubahan hormonal dan metabolik yang memastikan bahwa kebutuhan glukosa janin dapat terpenuhi, terutama untuk susunan saraf pusat.8,10,11
Pertama-tama, terjadi peningkatan glukagon dan katekolamin dan penurunan kadar insulin. Hal ini akan memicu produksi glukosa hepar (yang pada bayi aterm
sehat dapat mencapai tiga kali lipat kadar pada orang dewasa, yakni 4-6 micrgo/kg/menit). Pada 10 jam pertama kehidupan, hal ini terjadi melalui glikogenolisis.
Setelahnya,
terjadi
glukoneogenesis.
Untuk
menunjang
glukoneogenesis ini, terjadi juga lipolisis yang dipicu oleh peningkatan kadar TSH, yang menghasilkan gliserol dan asam lemak. Asam lemak bebas ini akan memainkan peranan penting yakni mendorong terus terjadinya glukoneogenesis, dan bersama dengan badan keton dan laktat, akan digunakan untuk substrat energi alternatif bagi otak.8,9,12
Setelah lahir, keseimbangan antara konsumsi glukosa jaringan, produksi glukosa hepar, dan asupan glukosa eksogen dibutuhkan untuk menjaga homeostasis metabolisme glukosa. Kadar glukosa bayi baru lahir akan menurun pada dua jam pertama, namun setelahnya akan meningkat bertahap dan kemudian menetap. Hipoglikemia terjadi bila keseimbangan ini gagal tercapai, dan biasanya bersifat transien.8
Pada hipoglikemia persisten, terjadi tiga skenario utama: deplesi simpanan energi (pada bayi prematur dan restriksi pertumbuhan intrauterin), peningkatan konsumsi energi jaringan, dan hiperinsulinisme fetus.8,11,13
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia pada neonatus dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Faktor risiko dan mekanisme patofisiologi yang menyebabkan hipoglikemia8
5.
Hipoglikemia pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah a. Definisi Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma di bawah 2,5 mmol/l (45 mg/dl) pada bayi baru lahir. Kondisi hipoglikemia dapat mengancam nyawa, sehingga perlu dikaji secara ketat agar dapat ditangani secara efisien untuk mencegah terjadinya relaps yang dapat berujung pada kerusakan otak. 1
Gejala klasik hipoglikemia simtomatik adalah adanya trias Whipple, yakni tanda dan gejala yang sesuai dengan hipoglikemia, konsentrasi glukosa plasma yang rendah, dan menghilangnya tanda dan gejala setelah konsentrasi glukosa plasma menjadi normal. Namun demikian, pada bayi dan neonatus, yang tidak dapat mengomunikasikan gejala yang mereka alami, tanda dan gejala hipoglikemia bersifat tidak spesifik, sehingga mungkin trias Whipple ini tidak akan dapat terpenuhi. Dalam kasus-kasus seperti ini, tentunya pengenalan tanda dan gejala hipoglikemia membutuhkan konfirmasi melalui berbagai pengukuran konsentrasi glukosa plasma yang berulang pada beberapa titik waktu atau dengan menggunakan uji provokatif formal. 7
b. Etiologi dan Epidemiologi Bayi berat pada lahir rendah memiliki peningkatan risiko untuk mengalami hipoglikemia akibat adanya kebutuhan energi yang lebih tinggi, menurunnya simpanan glikogen dalam hepar, serta peningkatan sensitivitas terhadap insulin dan hiperinsulinisme.15-17
Rincian mengenai faktor-faktor risiko dan penyebab hipoglikemia dapat dilihat pada Tabel 1 di atas.8
Insidens hipoglikemia bervariasi, mengikuti definisinya yang bervariasi pula.11 Perkiraan insidens hipoglikemia pada bayi baru lahir bergantung pula pada kondisi dan metode yang digunakan untuk mengukur konsentrasi glukosa darah.17
Insidens hipoglikemia secara keseluruhan diperkirakan sebesar 1-5 per 1000 kelahiran hidup, namun angka ini dapat lebih tinggi pada populasi yang berisiko tinggi. Sebagai contohnya, terdapat insidens hipoglikemia sebesar 8% pada bayi besar masa kehamilan (terutama bayi dengan ibu yang menderita diabetes) dan 15% bayi prematur dan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR). Insidens keseluruhan untuk populasi berisiko tinggi dapat mencapai 30%.17
c. Diagnosis Tampilan klinis dari hipoglikemia pada bayi dapat berhubungan dengan komponen neurogenik dan neuroglikopenik. Gejala-gejala ini sering kali tersamar dan kurang spesifik, sehingga indeks kecurigaan klinis yang tinggi harus dipertahankan. Perubahan status klinis pada bayi baru lahir yang menunjukkan adanya perubahan perilaku neurologis, penurunan suhu badan, atau adanya tremor harus dianggap sebagai kemungkinan tanda awal dari episode hipoglikemik. Kejang harus selalu dianggap sebagai kemungkinan manifestasi hipoglikemia.7
Meskipun hipoglikemia seringkali diklasifikasikan sebagai ‘simtomatik’ dan
‘asimtomatik’, terminologi ini sebenarnya mencerminkan ada-tidaknya tandatanda fisik yang menyertai konsentrasi glukosa darah yang rendah. Berbagai tanda dapat dijumpai pada kasus-kasus hipoglikemia berat dan yang terjadi dalam jangka waktu lama, serta pada bayi dengan hipoglikemia ringansedang atau bayi yang mengalami stres fisiologis.17
Sebagian besar temuan bersifat nonspesifik dan dapat terjadi akibat adanya gangguan pada satu atau lebih aspek dari fungsi susunan saraf pusat. Tandatandanya meliputi pola pernapasan yang tidak normal, atau distres pernapasan; tanda-tanda kardiovaskular, seperti takikardia atau bradikardia; dan temuan neurologis termasuk gelisah, letargi, kelemahan, tidak stabilnya suhu badan, dan kejang. 17
Gejala hipoglikemia mencerminkan respons otak terhadap penurunan kadar glukosa. Pada orang dewasa, gejala hipoglikemia dapat dilihat dengan jelas. Gejala neurogenik (otonom) diakibatkan oleh adanya persepsi perubahan fisiologis oleh saraf simpatis yang dipicu oleh hipoglikemia; yang meliputi respons adrenergik (misalnya, palpitasi, tremor, ansietas) dan respons kolinergik (misalnya, berkeringat, lapar, parestesia). Tanda dan gejala neuroglikopenik yang meliputi kebingungan, koma dan kejang, disebabkan oleh kurangnya persediaan glukosa untuk menunjang metabolisme energi otak.18
Penggunaan glukosa otak akan dibatasi pada konsentrasi glukosa plasma sebesar 55-65 mg/dL (3,0-3,6 mmol/L). Gejala neurogenik akan muncul pada konsentrasi glukosa plasma sebesar <55 mg/dL (<3,0 mmol/L). Pada anak yang lebih besar, fungsi kognitif akan mengalami gangguan akibat neuroglikopenia pada konsentrasi glukosa plasma sebesar <50 mg/dL (<2,8 mmol/L).18
Sebagian besar tanda-tanda hipoglikemia pada bayi seperti yang telah dikemukakan di atas dapat juga dijumpai pada sejumlah gangguan lainnya pada masa neonatus, termasuk sepsis, hipokalsemia, dan perdarahan
intrakranial. Hipoglikemia harus selalu dipertimbangkan pada bayi yang menunjukkan satu atau lebih gejala tersebut, karena hipoglikemia yang tidak ditangani dapat memiliki konsekuensi yang sangat berat.17
Tabel 2. Tanda dan gejala hipoglikemia pada neonatus 7
Secara fisiologis, pada saat terjadi hipoglikemia, transpor glukosa yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan sebagai akibatnya kadar glukosa akan menjadi bervariasi. Menegakkan diagnosis hipoglikemia lebih jauh diperumit dengan keterbatasan metode yang digunakan untuk mengukur kadar gula darah secara cepat. Meskipun standar baku untuk pemeriksaan ini masih menggunakan metode heksokinase yang digunakan oleh banyak laboratorium diagnostik, pendekatan ini kurang praktis sebagai alat bantu uji tapis sebab dibutuhkan banyak waktu untuk mengambil sampel dan melakukan pemeriksaannya.17
Terdapat juga beberapa institusi yang menggunakan uji kromogenik glukosa oksidase/peroksidase untuk melakukan uji tapis bagi bayi baru lahir yang berisiko tinggi mengalami hipoglikemia. Dalam metode ini, darah akan diteteskan pada suatu strip kertas yang mengandung reagen sehingga terjadi perubahan warna yang idealnya berkorelasi dengan konsentrasi glukosa plasma. Diperkirakan metode ini akan dapat mendeteksi sekitar 85% kasus
hipoglikemia, meskipun angka positif-palsu untuk metode ini dapat mencapai 25%.17
Gambar 2 di bawah ini menunjukkan suatu ringkasan algoritma yang dapat digunakan untuk mendiagnosis berbagai bentuk hipoglikemia berdasarkan uji laboratorium yang sudah umum tersedia pada panel pemeriksaan darah dan urine cito. Diskriminan yang utama adalah ada tidaknya asidemia pada saat terjadinya hipoglikemia yang diukur menggunakan bikarbonat serum. Bila asidemia disebabkan oleh elevasi asam keton, kemungkinan hipoglikemia disebabkan oleh puasa yang terlalu lama (hipoglikemia ketotik), defek glikogenolisis, atau defisiensi hormon kontra-regulatorik (defisiensi glukosa 6fosfatase atau fruktosa 1,6-difosfatase).
Jika tidak terjadi asidemia namun terdapat kadar asam lemak yang tinggi, harus dicurigai adanya defek pada oksidase asam lemak dan ketogenesis (defisiensi MCAD). Jika keton tidak meningkat namun konsentrasi asam lemak juga mengalami penekanan, harus dicurigai adanya hiperinsulinisme. Pada periode neonatal, tampilan klinis hiperinsulinisme dapat mirip dengan defisiensi hipofisis kongenital. Pemeriksaan lebih lanjut dapat menegakkan diagnosis ini.
Gambar 2. Algoritma diagnosis hipoglikemia berdasarkan pemeriksaan darah dan urin cito yang diambil pada saat terjadinya episode hipoglikemia7
d. Tata Laksana
Tujuan dari dilakukannya tata laksana bayi dengan hipoglikemia adalah untuk mengembalikan konsentrasi glukosa darah menjadi normal secepat mungkin dan untuk menghindari terjadinya episode hipoglikemia lanjutan dengan memberikan substrat yang adekuat hingga tercapainya homeostasis glukosa normal. Terdapat banyak metode untuk tata laksana hipoglikemia pada bayi dengan berat badan lahir rendah. 17 Pada saat kadar glukosa kurang dari 46 mg/dl (2,6 mmol/L) namun lebih tinggi dari 30mg/dL, dan bayi tersebut tidak sulit menerima makanan, maka pemberian ASI adalah pilihan pertama, disertai dengan suplementasi ASI atau pemberian susu formula jika dibutuhkan. Hal ini akan meningkatkan asupan glukosa dengan lebih efisien dibandingkan dengan pemberian larutan glukosa 5%.8 Jika bayi sulit menerima makanan atau mengalami intoleransi, atau jika kadar glukosa berada di bawah 30 mg/dL, pemberian glukosa eksogen intravena dapat dipertimbangkan. Infus glukosa 10% dengan laju 5-8 mg/kg/menit mungkin dapat menjadi titik awal.8 Pada sebagian kasus di mana bayi sulit dipasangi jalur intravena, atau jika bayi masih tetap mengalami hipoglikemia meskipun sudah diberikan makanan secara enteral secara berkala, mungkin dibutuhkan pemberian makanan enteral kontinu.8 Bila hipoglikemia menetap (kurang dari 46 mg/dL atau 2,6 mmol/L) dan terdapat gejala yang jelas, koreksi glukosa secara cepat harus dilakukan. Bolus glukosa 10% intravena harus diberikan dengan dosis 2 mL/kg/dosis. Konsentrasi glukosa yang lebih tinggi tidak boleh digunakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya sekresi puncak insulin yang dapat muncul sebagai respons terhadap pemberian bolus. Bila terjadi kejang, dosis yang lebih tinggi sebesar 4 mL/kg/dosis dapat dipertimbangkan. 8
Gambar 3 di bawah ini menyajikan ringkasan algoritma tata laksana hipoglikemia pada neonatus.
Gambar 3. Algoritma tata laksana hipoglikemia pada neonatus8
Terdapat beberapa tatalaksana hipoglikemi yang perlu diperhatikan. Prinsipnya adalah, pertama hindari pemberian glukosa pada bayi yang tidak membutuhkan pengobatan. Kedua, tatalaksana hipoglikemi diperuntukan pada bayi dengan berat badan lahir rendah yang menderita hipoglikemi berulang atau menetap. Ketiga, perhatikan dengan benar tanda gejala hipoglikemi yang timbul pada penderita, jika tanda yang timbul adalah letargi, apnu, kejang, dengan faktor resiko bayi dengan berat badan lahir rendah, prematur, atau bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes maka kadar glukosa dari bayi tersebut harus segera diperiksa untuk keperluan tatalaksana beberapa jam kemudian. 7
Tatalaksana pada bayi dengan berat badan lahir rendah, membutuhkan ketelitian dengan tindakan yang cepat dan agresif. Faktor resiko seperti bayi dengan berat lahir rendah, akan memperberat gejala hipoglikemi, terutama jika tidak ditatalaksana dengan cepat. Jika bayi tampak tidak aktif dan pada pemeriksaan kadar glukosa darah didapatkan 2,8 mmol/L (50 mg/dL), maka pemberian glukosa intravena harus diberikan untuk normalisasi kadar gula dalam darah di nilai 3,3 mmol/L (60 mg/dL). Dosis glukosa yang diberikan adalah 200 mg/kg (2ml/kg dekstrosa 10%) bolus diikuti dengan penyesuaian terhadap GIR (Glucose Infusion Rate) 4-6 mg/kg/menit (60-90 ml dekstrosa 10 %/kg/hari). Kadar gula darah harus dicek setiap 15 menit sambil terus meningkatkan kadar GIR hingga tercapai kadar yang normal. 7 Terdapat beberapa pilihan tata laksana medikamentosa untuk hipoglikemia pada neonatus. Namun demikian, pemilihan intervensi yang sesuai dapat menjadi sesuatu yang menantang karena mendiagnosis kondisi yang mendasari terjadinya hipoglikemia dapat memakan waktu yang lama. Karena itu, selama proses diagnostik, penting sekali mencegah atau meminimalisasi periode hipoglikemia untuk mengurangi kemungkinan terjadinya luaran neurologis yang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan glukosa untuk dapat berjalannya fungsi otak yang optimal. 2
Tata laksana farmakologis untuk hipoglikemia pada neonatus diringkas dalam Tabel 4.
Tabel 3. Tata laksana farmakologis untuk hipoglikemia pada neonatus2
e.
Transien dan Persisten Hipoglikemia Terdapat kesulitan dalam membedakan antara transien dan persisten hipoglikemi pada bayi baru lahir. Pada transien hipoglikemia merupakan salah satu bentuk hiperinsulinemia dengan rata-rata ambang batas kadar glukosa plasma untuk menekan sekresi insulin adalah 55-65 mg/dL (3,0-3,6 mmol/L) yang timbul segera setelah lahir. Kesulitan dalam diagnosa untuk kedua tipe hipoglikemia ini adalah terjadi dalam 48 jam pertama, sehingga dibutuhkan pengamatan yang lebih lama lagi dalam diagnosis antara kedua tipe hipoglikemia ini yaitu selama 2-3 hari setelah lahir.18,19 Faktor-faktor yang berhubungan dengan transien hipoglikemia seringkali berhubungan dengan kondisi yang terjadi selama proses kelahiran. Bayi dari ibu yang menerima dekstrosa intravena selama proses kelahiran dan pada ibu yang sementara diterapi dengan obat anti hipoglikemi selama kehamilan adalah penyebab timbulnya transien hipoglikemia. 18,19 Bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes biasa melepaskan kadar insulin yang lebih besar yang dapat mempengaruhi kadar glukosa plasma dari
bayi. Bayi yang prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki lebih sedikit kadar glikogen dan lemak jika dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan. Bayi dengan kondisi seperti ini lebih beresiko untuk terjadinya transien hipoglikemia.18,19 Persisten hipoglikemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar insulin yang menetap dalam sistem sirkulasi yang timbul sebagai akibat dari sekresi yang berlebihan dari sel-ᵦ pankreas. Persisten hipoglikemia dapat terjadi pada beberapa jam pertama kehidupan dan menetap seterusnya. Persisten hipoglikemia juga dapat terjadi pada kelainan kadar glikogen , gangguan siklus glukoneogenesis, dan metabolisme lemak. 18,19 Jika dicurigai timbul persisten hipoglikemia maka perlu dilakukan bebrapa pemeriksaan antara lain: kadar insulin plasma, ᵦ-hidroksibutirat, kadar asam lemak bebas, kadar amonia dan profil asil-karnitin. 18
Tabel 4. Faktor resiko dan penyebab persisten hipoglikemia18
Untuk bayi tersangka persisten hipoglikemia, target glukosa darah yang harus dicapai adalah 70 mg/dL (3,9 mmol/L). Untuk bayi dengan resiko tinggi terjadi persisten hipoglikemia target glukosa darah yang harus dicapai adalah > 50
mg/dL (2,8 mmol/L) pada kelompok umur < 48 jam dan > 60 mg/dL (3,3 mmol/L) pada kelompok umur > 48 jam. 18,19 Untuk kelainan yang timbul akibat sekresi insulin yang berlebihan, tujuan utama adalah untuk mencegah timbulnya episode hipoglikemia yang rekuren. Jika kelainan timbul akibat metabolisme glikogen yang mengalami gangguan, maka kadar glukosa plasma harus dipertahankan pada batas normal untuk mencegah gangguan pertumbuhan dan timbulnya asidosis metabolik.19 Semua episode dari hipoglikemia yang berat dan bergejala harus segera dilakukan koreksi dengan dekstrosa intravena. Dosis awal yaitu 200 mg/kg, selanjutnya diikuti dengan pemberian dekstrosa 10%. Dosis sebesar 0,5-1,0 mg, baik diberikan secara intravena atau intramuskular biasanya efektif.18,19
Gambar 4. Algoritma strategi pengobatan persisten hipoglikemia19
Terapi jangka panjang untuk hipoglikemia biasanya didasarkan pada penyebab timbulnya hipoglikemia. Pengobatan dengan medikamentosa tersedia untuk kelainan seperti pada kondisi hiperinsulinemia dan akibat defisiensi hormon pertumbuhan dan defisiensi kortisol. Pembedahan mungkin dibutuhkan pada penderita persisten hipoglikemia yang tidak mampu mempertahankan kadar glukosa darah pada kisaran normal, meskipun telah menjalani pengobatan dengan medikamentosa.18,19
Kesimpulan Hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa plasma di bawah di bawah 2 mmol/l (24 jam pertama kehidupan) sampai 2,5 mmol/l (35-45 mg/dl) pada bayi baru lahir. Insidens hipoglikemia secara keseluruhan diperkirakan sebesar 1-5 per 1000 kelahiran hidup, namun angka ini dapat lebih tinggi pada populasi yang berisiko tinggi. Bayi berat pada lahir rendah memiliki peningkatan risiko untuk mengalami hipoglikemia akibat adanya kebutuhan energi yang lebih tinggi, menurunnya simpanan glikogen dalam hepar, serta peningkatan sensitivitas terhadap insulin dan hiperinsulinisme. Gejala-gejala hipoglikemia pada bayi berat badan lahir rendah sering kali tersamar dan kurang spesifik. Tujuan dari dilakukannya tata laksana bayi dengan hipoglikemia adalah untuk mengembalikan konsentrasi glukosa darah menjadi normal secepat mungkin dan untuk menghindari terjadinya episode hipoglikemia lanjutan dengan memberikan substrat yang adekuat hingga tercapainya homeostasis glukosa normal. Terdapat berbagai metode untuk tata laksana hipoglikemia pada bayi dengan berat badan lahir rendah, mulai dari terapi medikamentosa sampai pemberian makanan enteral secara kontinu.
Referensi 1. Valayannopoulos V, Romano S, Mention K, Vassault A, Rabier D, Polak M, et
al. What’s new in metabolic and genetic hypoglycaemias: diagnosis and management. Eur J Pediatr. 2012; 167:257 –65. 2. Sweet CB, Grayson S, Polak M. Management strategies for neonatal hypoglycemia. J Pediatr Pharmacol Ther . 2013; 18:199 –208. 3. Wight N, Marinelli KA, the Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee. ABM clinical protocol #1: guidelines for glucose monitoring and treatment of hypoglycemia in breastfed neonates revision june, 2006. Breastfeeding Medicine. 2006; 1: 178-81. 4. Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan edisi ke-4 cetakan ke-2. 2009; hal. 523 - 29. 5. Prawirohardjo, Sarwono. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006; hal. 181-91. 6. Saifuddin. Pelayanan kesehatan maternal & neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2012; hal. 170-79. 7. De Leon DD, Thornton PS, Stanley CA, Sperling MA. Chapter 6: Hypoglycemia in the newborn and Infant. Pediatric Endocrinology Fourth Edition. 2014; 15782. 8. Blanca Álvarez Ferna ndez and Irene Cuadrado Pe rez (2011). Neonatal ́ ́ Hypoglycemia - Current Concepts, Hypoglycemia - Causes and Occurrences, Prof. Everlon Rigobelo (Ed.), ISBN: 978-953-307-657-7, InTech, Available from:
http://www.intechopen.com/books/hypoglycemia-causes-and-
occurrences/ neonatalhypoglycemia-current-concepts. 9. Gustaffson, J. Neonatal energy substrate production. Research.
Indian Journal Medical
2009; 130: 618-23
10. Achoki, R., Opiyo, N., English, M. (2010). Mini-revie : Management of hypoglycaemia in children 0-59 months. Journal Tropical Pediatrics, 2012; 56: 227-34. doi:10.1093/tropej/fmp109. Available on PMC October 2010 11. Wight, NE. Hypoglycemia in breastfed neonates.
Breastfeed Medicine. 2012;
1: 253-62. 12. Mitanchez, D. Ontogenesis of glucose regulation in neonate and consequences in neonatal management. Archives de Pediatrie. 2008; 15: 64-74.
13. Ward Platt, M., Desphande, S. Metabolic adaptation at birth. Seminars in Fetal and Neonatal Medicine. 2015; 10: 341-50 14. Pan S, Zhang M, Li Y. Experience of Octreotide Therapy for Hyperinsulinemic Hypoglycemia in Neonates Born Small for Gestational Age: A Case Series. Horm Res Paediatr .
2015;84:383 –387
15. Collins JE, Leonard JV, Teale D, Marks V, W illiams DM, Kennedy CR, Hall MA: Hyperinsulinaemic hypoglycaemia in small for dates babies. Arch
Dis Child.
1990; 65: 1118 –20. 16. Collins JE, Leonard JV: Hyperinsulinism in asphyxiated and small-for-dates infants with hypoglycaemia. The Lancet. 1984; 2: 311 –313. 17. McGowan JE. Neonatal hypoglycaemia.
Pediatrics in Review
1999;20;e6.
18. Thornton PS, Stanley CA, De Leon DD, Harris D, Haymond MW, Hussain K, et al. Recommendations from the pediatric endocrine society for evaluation and management of persistent hypoglycemia in neonates, infants, and children. The Journal of Pediatrics.
2015; 167:238-45.
19. Courtney BS, Stephanie G, Mark P. Management strategies for neonatal hypoglicemia. J Pediatr Pharmacol Ther . 2013; 18(3):199-208.