Laporan Kasus
HENOCH SCHONLEIN PURPURA
Oleh: Galuh Maharani Sukma 030.06.099
Pembimbing : Dr. Charles Charles Antoni Silalahi Sp.A
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi Periode 12 November 2012 – 19 Januari Januari 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta 2012
i
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan hormat , Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013 dengan judul “Henoch Schonlein Purpura” yang disusun oleh : Nama : Galuh Maharani Sukma NIM : 030.06.099 Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth : Pembimbing :
Dr. Charles Antoni Silalahi, Sp.A
Menyetujui ,
(
Dr. Charles A. Silalahi, Sp.A
)
STATUS PASIEN IDENTITAS
I.
Data
Pasien
Ayah
Ibu
Nama
An. D
Tn. J
Ny. J
27-5-2007
28 tahun
25 tahun
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Tanggal Lahir / Umur Jenis Kelamin Alamat
Padurenan, Bekasi
Agama
Islam
Islam
Islam
Suku Bangsa
Betawi
Betawi
Betawi
Pendidikan
SD
D1
SMA
Pekerjaan
Pelajar
Buruh
Ibu Rumah Tangga
Penghasilan
-
800.000
-
-
-
Hubungan dgn
Keterangan
orangtua anak kandung.
II.
ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 7 Desember 2012
A. Keluhan Utama Kedua kaki bengkak dan timbul ruam-ruam berwarna merah sejak 2 minggu SMRS
B. Keluhan Tambahan Demam, nyeri perut, muntah, dan BAB berdarah 2 hari SMRS
C. Riwayat Penyakit Sekarang OS mengeluh kedua kakinya pegal sejak 2 minggu SMRS. 2 hari kemudian muncul ruam-ruam berwarna merah di kedua kaki OS. OS kemudian dibawa berobat ke klinik dekat rumah dan hanya diberi salep untuk kulitnya. 2 hari SMRS bengkak di kedua kaki OS bertambah besar s ehingga OS tidak bisa berjalan karena nyeri. Ruam-ruam merah juga bertambah banyak dan menyebar ke
kedua paha, bokong, serta tangan. OS juga mengeluhkan mual, muntah, nyeri perut, BAB bercampur lendir dan darah, serta demam yang tidak terlalu tinggi dan naik turun. Keluhan lain disangkal. Riwayat trauma (-), konsumsi obat-obatan sebelumnya (-), gigitan binatang (-), Sakit tenggorokan sebelumnya (-)
D.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
sakit cacar (+) saat pasien berusia 1 tahun dan kejang demam saat pasien berusia 2 tahun. Riwayat penyakit lainnya disangkal.
E. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan hal yang sama seperti pasien.
III.
RIWAYAT PASIEN
A. Riwayat Kehamilan dan Persalinan •
•
Kehamilan Perawatan Antenatal
: Rutin periksa ke bidan
Penyakit Kehamilan
: Tidak ada
Kelahiran Tempat kelahiran
: Bidan
Penolong persalinan
: Bidan
Cara persalinan
: Spontan pervaginam
Masa gestasi
: Cukup bulan (9 bulan)
Keadaan bayi •
Berat badan lahir
: 3500 gram
•
Panjang badan lahir
: 49 cm
•
Lingkar kepala
:-
•
Langsung menangis
: ya
Nilai APGAR
:-
Kelainan baaan
:-
•
•
Kesan : riwayat kelahiran dan kehamilan baik
B. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan gigi pertama
: 7 bulan
Psikomotor •
Tengkurap dan berbalik sendiri
: 6 bulan
•
Duduk
: 7 bulan
•
Merangkak
: 8 bulan
•
Berdiri
: 9 bulan
•
Berjalan
: 10 bulan
•
Berbicara
: 12 bulan
•
Membaca
: 5 tahun
Gangguan perkembangan
:-
Kesan : Baik ( Perkembangan sesuai dengan usia)
C. Riwayat Makanan Umur
ASI
BUAH
BUBUR
NASI
(bulan ) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12
PASI
BISKUIT -
SUSU -
TIM -
ASI ASI ASI PASI PASI PASI
Kesan : Pasien mendapatkan ASI sesuai dengan usianya dan diganti dengan PASI setelah usia 6 bulan. Pasien mendapatkan makanan tambahan sesuai dengan usianya
Umur lebih dari 1 tahun
JENIS MAKANAN Nasi / pengganti Sayur Daging Telur Tempe dan tahu Susu ( merk/ takaran ) Kesulitan makan Kesimpulan Riwayat Makanan : Baik
D. Riwayat Imunisasi Riwayat Imunisasi :
FREKUENSI DAN JUMLAHNYA 3 x sehari 2 x sehari 3 x seminggu 3 x seminggu 2 x seminggu Indomilk susu cair 1 x sehari : Tidak ada
vaksin
Dasar (umur)
BCG DPT / DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B MMR TIPA
Lahir 2 bln Lahir 9 bln Lahir -
Ulangan (umur)
4 bln 2 bln
6 bln 4 bln
1 bln -
4 bln -
6 bln
Kesan : Riwayat imunisasi lengkap
Riwayat Keluarga : Ayah
Ibu
Anak pertama
Tn. K
Ny.M
An. D
Pertama
Pertama
-
30
26
5 tahun
Pendidikan Terakhir
STM
SMP
-
Agama
Islam
Islam
Islam
Betawi
Betawi
Betawi
Baik
Baik
Nama Perkawinan Ke Umur
Suku Bangsa Keadaan Kesehatan
baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua dan pasien saat ini dala m keadaan baik.
Riwayat Perumahan dan Sanitasi : Tinggal di rumah sendiri. Terdapat dua kamar. Ventilasi baik, cahaya matahari cukup, air minum dan air mandi berasal dari PAM. Perumahan padat penduduk.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien cukup baik.
I.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
:
Tampak sakit sedang
Kesadaran
:
Compos mentis
:
22 kg
Data Antropometri Berat Badan
Tinggi Badan
:
120 cm
Tekanan Darah
:
Tidak diperiksa
Nadi
:
100 x/menit, reguler, cukup, simetris kanan kiri
Suhu
:
37,3°C
Pernapasan
:
24 x/menit, teratur, tipe abdomino-thorakal
Kulit
:
putih, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik, efloresensi
Tanda Vital
primer/sekunder (-) Kepala
:
Normosefali, ubun-ubun normal, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
:
Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya idak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata tidak cekung.
Hidung
:
Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -, sekret -/-
Telinga
: Normotia, simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan -/-
Mulut
:
Bibir tidak kering, sianosis (-), mukosa merah muda, trismus (-), oral kandidiasis (-)
Tenggorokan
:
Faring tidak hiperemis
Leher
:
KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal
Thorax
Paru Inspeksi
: Bentuk dada normal, pernafasan simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Gerak napas simetris
Perkusi
: Sonor di semua lapang paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung Inspeksi
:
Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
:
Ictus cordis teraba di sela iga ke 5 garis mid klavuikula
Perkusi
:
Tidak dilakukan
Auskultasi
:
S1 nornal,S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Inspeksi
:
Buncit
Palpasi
:
Supel, turgor baik, hepatospleenomegali (-)
Perkusi
:
Timpani di semua kuadran abdomen
Abdomen
Auskultasi
:
Ekstremitas
:
Bising usus (+) normal
Ekstremitas Atas Akral Hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2”, Tampak ruam eritematosa multipel yang tersebar pada kedua lengan
Ekstremitas Bawah Akral Hangat +/+, Oedem +/+, CRT <2”, Tampak ruam eritematosa multipel yang tersebar pada kedua tungkai
II.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab darah tanggal 7-12-2012
Pemeriksaan Urin tanggal 8-12-2012
III.
RESUME OS datang dengan keluhan kedua kaki bengkak, nyeri sampai tidak bisa berjalan, dan muncul ruam-ruam berwarna merah di kedua kaki, bokong, dan tangan sejak 2 minggu SMRS. OS juga mengeluh nyeri perut, demam naik turun, mula muntah, dan BAB yang bercampur dengan darah sejak 2 hari SMRS Pada pemeriksaan fisik didapatkan OS tampak sakit sedang, kesadaran CM, Nadi = 100x/menit, RR= 24x/menit, Suhu = 37,3C, pada keempat ekstremitas tampak ruam makula eritematosa multipel dan kedua persendian kaki udem Pada pemeriksaan lab darah didapatkan leukosit 14.4 ribu/ul, hematokrit 34.3%, trombosit 698 ribu/ul, protein total 6.20 g/dl, albumin 3.02 g/dl, globulin 3.18 g/dl, ureum 14 mg/dl
DIAGNOSIS KERJA
IV.
Henoch Schonlein Purpura
DIAGNOSIS BANDING
V.
Bacterial endocarditis
IgA Nefropaty
Infeksi Meningokokus
Demam Rematik
Rocky Mountain Spotted Fever
SLE
VI.
Child Abuse
PENATALAKSANAAN
IVFD Tridex 27A 16 tpm macro
Inj. Metiprednisolon 2mg/kgBB/hari
Cetirizine syr 0,25mg/kgBB/hari (malam)
Sanmol syrup 3x1½ CTH
VII.
PROGNOSIS Ad Vitam
: ad bonam
Ad Functionam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA HENOCH-SCHÖNLEIN PURPURA
I. DEFINISI Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang – kadang nefritis atau hematuria(1,2,3). Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis alergik. (1)
II. EPIDEMIOLOGI Penyakit ini terutama terdapat pada anak umur 2 – 15 tahun (usia anak sekolah) dengan puncaknya pada umur 4 – 7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki – laki dibanding anak perempuan (1,5 : 1). (1,3)
III. ETIOLOGI Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap dingin, imunisasi ( vaksin varisela, rubella, rubeolla, hepatitis A dan B, paratifoid A dan B, tifoid, kolera) dan obat – obatan (ampisillin, eritromisin, kina, penisilin, quinidin, quinin). (1,3,4,5) Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenzae, Legionella, Yersinia, Shigella dan Salmonella) ataupun virus (adenovirus, varisela , parvovirus, virus EpsteinBarr).(1,3) Vaskulitis juga dapat berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunan metotreksat dan agen anti TNF ( Tumor Necrosis Factor ).(1) Namun, IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal.
(1,3)
HSP adalah suatu kelainan yang hampir selalu terkait dengan kelainan pada IgA1 daripada IgA2. (3)
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan HSP antara lain: (3) •
•
Infeksi : - Mononukleosis
- Infeksi parvovirus B19
- Infeksi Streptokokus grup A
- Infeksi Yersinia
- Sirosis karena Hepatitis-C
- Hepatitis
- Infeksi Mikoplasma
- Infeksi Shigella
- Virus Epstein-Barr
- Infeksi Salmonella
- Infeksi viral Varizella-zoster
- Enteritis Campylobacter
Vaksin : - Tifoid
- Kolera
- Campak •
- Demam kuning
Alergen - Obat (ampisillin, eritromisin, penisilin, kuinidin, kuinin) - Makanan - Gigitan serangga - Paparan terhadap dingin
•
Penyakit idiopatik : Glomerulocystic kidney disease
IV. PATOFISIOLOGI Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang mengandung IgA. Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular seperti prostasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis. (1,3) Beberapa faktor imunologis juga diduga berperan dalam patogenesis PHS, seperti perubahan produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator inflamasi.(1) TNF, IL-1 dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP. Meningkatnya kadar faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut HSP dapat menunjukkan
adanya
kemungkinan
kerusakan
atau
disfungsi
sel
endotel. (1,3)
Meningkatnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler dapat setidaknya menginduksi sebagian perubahan ini. Sitokin dianggap terlibat dalam patogenesis HSP, dan endotelin
(ET), yang merupakan hormon vasokonstriktor yang diproduksi oleh sel endotelial, juga dianggap turut berperan. Kadar ET-1 jauh lebih besar pada fase akut penyakit ini dibanding pada fase remisi. (1,3) Namun tingginya kadar ET-1 tidak memiliki hubungan dengan tingkat morbiditas, keparahan penyakit, atau respon reaktan fase akut. (3).
V. MANIFESTASI KLINIS HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat. (5) Gejala klinis mula – mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12 – 24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5 – 2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi. (1,3) Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan ( pressure-bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38°C, nyeri kepala dan anoreksia.(1,2,3,4) Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oelh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI ( Acute Hemorrhagic Edema of Infancy).(3) Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. (1,2,3,4,5) Kelainan ini timbul lebih dulu (1 – 2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan
ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap. (1,3) Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. (1,3) Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1 – 4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. (3) Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang – kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding ileokolonal. (1,2) Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural. (1,3) Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun tidak. (3) Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m 2/jam) atau nefritis.(1,3) Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 – 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik. (1) Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain. (3) Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien. (3) Kadang – kadang HSP dapat disertai dengan gejala – gejala gangguan sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala – gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain
perubahan
tingkat
kesadaran, apatis, somnolen,
hiperaktivitas, iritabilitas,
ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barré) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris). (3) Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP.
(3)
Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis,
oedem
penis,
orkitis,
priapisme,
perdarahan
intrakranial,
hematoma
subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut. (3)
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh trombositopenia.(1,2,3,5) Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia normokromik, biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal. (1,2,3) Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA. (1,3) Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. (1,2,3) Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun. (3) Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik. (1,5) Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. (1) Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium.(1,3) Terkadang pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut. (3)
VII. DIAGNOSIS Diagnosis lebih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik daripada dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Gejala yang dapat mengarahkan kepada diagnosis HSP yaitu ruam purpurik pada kulit terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut: nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria atau nefritis. (1,2,3,4,5)
Kriteria Purpura purpura)
Definisi non
trombositopenia
(palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba, terdapat elevasi kulit, tidak berhubungan dengan trombositopenia
Usia onset ≤ 20 tahun
Onset gejala pertama ≤ 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran cerna Nyeri abdominal difus, memberat setelah (Bowel angina)
makan
atau
diagnosis
iskemia
usus,
biasanya termasuk BAB berdarah
Granulosit dinding pada biopsi
Perubahan
histologi
menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau venula Untuk kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai HSP bila memenuhi setidaknya 2 dari kriteria yang ada. Tabel diambil dari Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak 2007. Diferensial diagnosis dari HSP berdasarkan gejala yang dapat timbul antara lain akut abdomen, meningitis akibat meningokokus, SLE, endokarditis bakterial, ITP, demam reumatik, Rocky mountain spotted fever , reaksi alergi obat – obatan, nefropati IgA, artritis reumatoid.(2,3,4,5)
VIII. PENGOBATAN Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik.(1,2,5) Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen. (1,2,5) Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam.(2) Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal bila diberikan secara dini. (1) Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250 – 750 mg/hr IV selama 3 – 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 – 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 – 200 mg/hr selama 30 – 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dan tappering-off steroid hingga 6 bulan.(1,3) Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi dalam 3 – 4 dosis selama 5 – 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri
abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.(1)
IX. PROGNOSIS Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat terjadi pada 50% kasus. Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan sampai menderita gagal ginjal. Bila manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit. (1,2,3,5) Penyulit yang dapat terjadi antara lain perdarahan saluran cerna, obstruksi, intususepsi, perforasi, gagal ginjal akut dan gangguan neurologi. Penyulit pada saluran cerna, ginjal dan neurologi pada fase akut dapat menimbulkan kematian, walaupun hal ini jarang terjadi.(1) Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset, eksaserbasi yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal dan pada biopsi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit tubulointerstisial. (1)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Matondang CS, Roma J . Purpura Henoch-Schonlein. Dalam: Akip AAP, Munazir
Z, Kurniati N, penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2007;373-7. 2.
Bossart
P.
Henoch-Schönlein
Purpura.
eMedicine,
2005.
Diakses
dari
www.emdecine.com/emerg/topic845.htm Diakses tanggal 2 Juni 2009. 3.
Scheinfeld NS. Henoch-Schönlein Purpura. eMedicine, 2008. Diakses dari
www.emedicine.medscape.com/article/984105-overview Diakses tanggal 2 Juni 2009.
4.
D’Alessandro DM . Is It Really Henoch-Schönlein Purpura. Pediatric Education,
2009. Diakses dari http://www.pediatriceducation.org/2009/02/ Diakses tanggal 2 Juni 2009 5.
Kraft DM, McKee D, Scott C . Henoch-Schönlein Purpura: A Review. American
Family Physician, 1998. Diakses dari http://www.aafp.org/afp/980800ap/kraft.html Diakses tanggal 2 Juni 2009