MAKALAH TUGAS MANDIRI
"GLOMERULONEFRITIS KRONIK"
Untuk memenuhi Tugas Mandiri Blok Sistem Urinary
Disusun oleh :
Yulviana Dwi Oktavia
145070200131007
K3LN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
DEFINISI
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan myeloma). (Sukandar, 2006).
ETIOLOGI
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.
Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :
1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.
KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh
infeksi stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif seluler.
Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.
Klasifikasi menurut sumber yang lain :
Congenital (herediter)
Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis mesangal difus, jenis lain
sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain
Glomerulonefritis Primer
Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah
Berdasarkan derajat penyakitnya :
Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 )
Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. ( Corwin, Elizabeth, J. 2000 )
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
Hematuria
Silinder sel darah merah didalam urin
Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
Penurunan GFR
Penurunan volume urin
Retensi cairan
Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus akut, akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan antistreptokinase.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
Leukosituria serta torak selulet
Granular
Eritrosit(++)
Albumin (+)
Silinder lekosit (+).
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK) mempunyai sasaran berikut:
Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) 4. Menentukan strategi terapi rasional
Menentukan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar, 2006).
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar, 2006).
Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar, 2006).
Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens kreatinin dan radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).
Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG) (Sukandar, 2006).
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
Diagnosis etiologi PGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen , ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2006).
Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.
Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
Malnutrisi
Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani komplikasi dengan tepat.
Medis
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
Keperawatan
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut (Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
Kualitas hidup normal kembali
Masa hidup (survival rate) lebih lama
Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus (penyakit autoimun lain).
Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare yang dialami klien.
Pemeriksaan Fisik
Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
Pengkajian berpola
Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1 minggu.
Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang lama.
Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
Hb menurun ( 8-11 )
Ureum dan serum kreatinin meningkat.
Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit )
Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.
Analisa Data
Data
Etiologi
Masalah keperawatan
DS :
klien mengeluh jarang berkemih
klien mengeluh bagian kaki terasa bengkak
DO :
klien tampak edema
hipernatremia
hipoalbuminemia
Faktor resiko dan etiologi
Reaksi implamasi pada glomerulus
Glomerulonefritis
Penurunan GFR
Penurunan volume urine
Retensi air dan Na
Edema
Glomerulonefritis
Permeabilitas membrane filtrasi turun
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik membrane sel turun
Ekstravasasi cairan ke intertisial
Edema
Kelebihan volume cairan
Gangguan Keseimbangan Cairan
DS :
klien mengeluh mual dan muntah
klien mengeluh tidak nafsu makan
DO :
hipoalbuminemia
terjadi fluktuasi berat badan
klien tampak lemah
Faktor resiko dan etiologi
Reaksi implamasi pada glomerulus
Glomerulonefritis
Respon GIT
Fetoruremia
Peradangan mukosa saluran pencernaan
Anoreksia
Intek nutrisi tidak adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
DS :
klien mengeluh gatal-gatal pada kulit
DO :
klien tampak edema
hiperuremia
klien tampak lemah
Faktor resiko dan etiologi
Reaksi implamasi pada glomerulus
Glomerulonefritis
Penurunan GFR
Penurunan volume urine
Retensi air dan Na
Edema
Retensi ureum pada darah dn menyebar di jaringan kulit
Gatal- gatal pada kulit
Tindakan klien untuk mengatasi gatal pada kulit
Resiko terjadi luka pada kulit
Resiko infeksi
Resiko infeksi
Daftar Prioritas
Nama Klien : X
No. Reg :
No
Tgl Muncul
Diagnosa Keperawatan
TTD
1.
2.
3.
Gangguan Keseimbangan Cairan berhubungan dengan gangguan mekanis meregulasi yang ditandai dengan :
Klien mengeluh jarang berkemih
Klien tampak edema
Hipoalbuminemia
Hipernatremia
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis yang ditandai dengan
Klien mengeluh tidak nafsu makan
Klien mengeluh mual dan muntah
Klien tampak lemah
Terjadi fluktuasi berat badan
Hipoalbuminemia
Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan No. 1
Gangguan Keseimbangan Cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam edema pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil :
NOC : Fluid overload severity, Kidney function
No
Indikator
1
2
3
4
5
1
2
3
Tidak ada edema
24 jam intake dan output seimbang
Elektrolit urin dalam batas normal (Na : 40-220 mEq /hari)
Intervensi NIC : Fluid management, Electrolyte management: hypernatremia
Monitor posisi edema klien
Monitor kadar albumin darah klien
Perbaiki status albumin darah klien
Kolaborasi pemberian deuritik
Monitor intake dan output urin 24
Monitor status hemodinamik
Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan :Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam status nutrisi klien teratasi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Nutritional status, Nutritional status : biochemical measure
No
Indikator
1
2
3
4
5
1
2
3
4
Intek nutrisi klien terpenuhi
Energy untuk beraktivitas terpenuhi
Ada peningkatan berat badan ( 2 kg)
Serum albumin dalam batas normal (> 3,5 mg/dl)
Intervensi NIC : Nutritional monitoring, Nutritional management
monitor mual dan muntah pasien
Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
Monitor berat badan klien secar berkala.
kolaborasidenganahligiziuntuk diet TKTP
Diagnosa Keperawatan No. 3
Resikoinfeksi
Tujuan : Setelah dilakuakan intervensi selama …x24 jam klien terhindar dari resiko infeksi dengan criteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Risk control: infectious process
No
Indikator
1
2
3
4
5
1
2
3
Pasien mampu mengidentifikasi penyebab infeksi
Pasien mampu mengontrol lingkungan
Pasien mengenali tanda dan gejala infeksi
Intervensi NIC : Infection protection
Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi
anjurkan pasein dan keluarga untuk membatasi pengunjung
Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
Anjurkan klien untuk segera melaporkan apabila ada tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC
Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES PENYAKIT EDISI 6. Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid: I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Dongoes, E. Marlyn, dkk.1999. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN EDISI 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN. Jakarta: Salemba Medika.