FOBIA
"PSIKOLOGI ABNORMAL"
Oleh :
Reny Rochmana Pramundari 1511411126
Eka Nur Rahmawati 1511415074
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Ketika seseorang berada dalam keadaan normal, ia memiliki kemampuan
untuk mengendalikan rasa takut. Akan tetapi ada sebagian orang yang tidak
dapat mengendalikan rasa takut ketika berhadapan dengan keadaan atau pun
obyek tertentu. Rasa takut yang tidak terkendali ini bisa menyebabkan
sesorang mengalami fiksasi, yakni keadaan dimana mental seseorang terkunci,
yang disebabkan oleh ketidakmampuan orang yang bersangkutan untuk
mengendalikan perasaan takutnya.
Seseorang yang menderita fobia, akan mengalamin fiksasi saat berada
pada suatu keadaan atau melihat obyek yang membuat ia takut (trauma masa
lalu). Fobia sendiri bisa terjadi pada siapa saja, baik itu anak-anak
hingga kalangan dewasa. Keabnormalitasan ini terjadi bisa disebabkan oleh
suatu keadaan yang sangat ekstrim seperti trauma bom, terjebak di lift
ataupun kejadian sederhana namun memberi dampak traumatik bagi subyek,
seperti pengalaman masa kecil di kejar-kejar ayam yang membuatnya menjadi
takut pada ayam hingga dewasa. Pristiwa traumatis masa lalu yang tidak
terselesaikan bisa berdampak pada timbulnya fobia.
Fobia yang tidak segera ditangani, maka akan mengganggu aktivitas
penderitanya. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai pengertian
fobia, macam-macam fobia serta penanganan yang tepat untuk penderitanya.
Pada akhir pembahasan ada salah satu contoh kasus fobia khusus dan terapi
yang diberikan untuk menyembuhkan fobia yang di derita klien.
BAB II
A. DEFINISI
Kata fobia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata 'phobos' yang
berarti takut. Konsep takut yang dimaksudkan dalam fobia adalah kecemasan
dan agitasi sebagai respon terhadap suatu ancaman. Menurut Freud, kecemasan
neurotik adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui. Rollo May
mendefinisikan kecemasan neurotik sebagai "reaksi yang tidak tepat atas
suatu ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk lain dari konflik
intrapsikis, yang dikelola oleh bermacam bentuk pemblokiran aktivitas dan
kesadaran. Jasper (1923) mengungkapkan bahwa fobia adalah rasa takut yang
sangat dan tidak dapat diatasi terhadap suatu keadaan dan tugas biasa. Ross
(1937) mengemukakan fobia adalah rasa takut yang khas yang disadari oleh
penderita sebagai suatu hal yang tidak masuk akal, namun tidak dapat
mengatasinya. Errera (1962) mengemukakan fobia adalah rasa takut yang
selalu ada terhadap suatu benda yang dalam keadaan biasa tidak menimbulkan
rasa takut.
Ketakutan pada gangguan fobia merupakan rasa takut yang tidak
sebanding dengan ancamannya. Phobia juga didefinisikan sebagai kecemasan
neurotik yang tidak rasional terhadap sesuatu atau situasi yang sebenarnya
tidak menakutkan namun menyebabkan seseorang untuk menghindarinya karena
dianggap sesuatu atau situasi tersebut dapat mengancam hidupnya. Phobia
juga menyebabkan tekanan secara fisik dan psikologis dan dapat berdampak
pada kemampuan seseorang untuk dapat beraktifitas secara normal.
Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan
rasa takut. Namun bila seseorang terpapar atau berinteraksi terus menerus
dengan subjek fobia, maka hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya
fiksasi. Fiksasi adalah suatu keadaan dimana mental seseorang menjadi
terkunci, yang disebabkan oleh ketidakmampuan orang tersebut dalam
mengendalikan perasaan takutnya. Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat
pula disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrem seperti trauma. Jika
seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi, maka ia akan
memiliki kesulitan emosi (mental blocks). Hal tersebut dikarenakan orang
tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat.
Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber fobia, maka secara
otomatis akan merasa cemas/panik.
Selain gejala psikologi berupa rasa takut, fobia juga bisa berdampak
kepada kondisi fisik. Beberapa contoh gejala fisik yang timbul akibat
fobia, antara lain:
Disorientasi atau bingung
Pusing dan sakit kepala
Mual
Dada terasa sesak dan nyeri
Sesak napas
Detak jantung meningkat
Tubuh gemetar dan berkeringat
Telinga berdengung
Sensasi ingin selalu buang air kecil
Mulut terasa kering
B. PENDEKATAN DENGAN ALIRAN PSIKOLOGI
1. Paradigma Psikoanalisis
Fobia merupakan pertahanan yang terhadap kecemasan yang disebabkan
oleh impuls-impuls yang ditekan. Kecemasan ini dialihkan dari impuls id
yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau situasi yang memiliki
kondisi simbolik dengannya. Kemudian menjadi stimuli fobik.Contohnya pada
kasus Hans, sosok itu tidak berhasil mengatasi konflik Oedipal, sehingga
ketakutannya yang intens pada ayahnya dialihkan pada kuda, dan ia menjadi
fobia untuk keluar rumah
2. Paradigma Behavioral
Teori behavioral mempunyai beberapa pikiran mengenai terjadinya fobia
melalui :
Avoidance conditioning, dimana pada etiologi ini formulasinya
dilandasi oleh teori dua faktor yang dikemukakan oleh Mowrer (1947)
dan menyatakan bahwa fobia berkembang dari dua rangkaian pembelajaran
yang saling berkaitan.
Melalui classical conditioning, seseorang dapat belajar untuk takut
pada suatu stimulus netral (CS), jika stimulus tersebut dipasangkan
dengan kejadian yang secara intrinstik menyakitkan atau
menakutkan(UCS).
Seorang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut
dengan melarikan diri dari atau menghindari CS
Modeling, beberapa fobia dapat terjadi melalui modeling,dimana
seseorang mengalami fobia atau rasa takut terhadap sesuatu sebagai
akibat pengalaman yang tidak menyenangkan dengannya, ketakutan dapat
dipelajari dengan meniru reaksi orang lain (modeling).
Pembelajaran yang dipersiapkan (prepared learning), pada penelitian Di
Nardo menunjukkan bahwa setelah pengalaman traumatis dengan seekor
anjing, mereka yang memiliki ketakutan yang menetap terhadap anjing
merasa cemas akan mengalami kejadian yang sama pada masa depan. Dengan
begitu dapat dikatakan bahwa fobia bisa terjadi karena adanya
pembelajaran pada masa lalu.
3. Paradigma Kognitif
Dimana fobia atau ketakutan berlebih itu terjadi atas dasar bagaimana
proses berpikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana
pikiran dapat membuat fobia menetap
4. Paradigma Biologis
Pada paradigma ini etiologi dari fobia itu sendiridibedakan atas :
Sistem saraf otonom, dimana ketika seseorangmengalami ketakutan,
seperti ketakutan saat tampildidepan orang banyak, kebanyakan dari
merekaberkeringat dan berwajah memerah. Ini disebabkanoleh aktivitas
saraf otonom. Hanya saja aktivitassaraf otonom itu terjadi
secara berlebihan sehinggamenyebabkan fobia itu sendiri.
Faktor genetik, faktor ini menunjukkan bahwa setiaporang tua
yang mengalami ketakutan pada sesuatuatau fobia, maka tidak menutup
kemungkinan untukanaknya memiliki kecendrungan fobia yang sama
C. FAKTOR PENYEBAB FOBIA
Hingga kini penyebab fobia belum diketahui secara jelas. Meski begitu,
ada beberapa faktor yang diduga kuat dapat menyebabkan kondisi ini, di
antaranya:
Peristiwa traumatis
Ada beberapa contoh peristiwa yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
trauma hingga pada akhirnya memicu munculnya fobia, misalnya pengalaman
diserang binatang atau serangga, pengalaman terjebak di dalam sebuah
ruangan tertutup atau lift, pengalaman berada di tengah-tengah tawuran atau
kerusuhan massa, pengalaman dimusuhi, atau mendapat penolakan dari orang
lain.
Temperamen yang tinggi
Seseorang yang berkepribadian terlalu sensitif, selalu berpikiran negatif,
dan sangat pemalu akan lebih rentan mengalami fobia.
Memiliki orang tua penderita fobia
Disinyalir bahwa fobia merupakan kondisi yang dapat diwarisi. Apabila
terdapat anggota keluarga yang memiliki fobia terhadap situasi atau pun
objek tertentu, maka risiko Anda terkena fobia juga tinggi.
D. TIPE FOBIA
1. Fobia Spesifik
Fobia spesifik adalah ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap
objek atau situasi spesifik. Orang yang mengalami ketakutan dan reaksi
fisiologis yang meninggi bila bertemu dengan objek fobia, maka akan
menimbulkan dorongan kuat untuk menghindari stimulus yang ditakutkan. Untuk
sampai pada taraf gangguan psikologis, fobia harus secara signifikan
mempengaruhi gaya hidup atau berfungsinya seseorang atau menyebabkan
distres yang signifikan.
Fobia spesifik sering kali bermula pada masa kanak-kanak. Banyak anak
yang mengembangkan ketakutan terhadap objek atau situasi spesifik, tetapi
hal ini akan berlalu. Meskipun demikian, beberapa diantaranya masih tetap
berlanjut mengembangkan fobia kronis yang signifikan secara klinis.
Fobia spesifik adalah salah satu gangguan psikologis yang paling umum,
mengenai sekitar 7% sampai 11% dari populasi umum pada suatu saat dalam
hidup mereka (APA, 2000). Fobia spesifik cenderung untuk berlangsung terus
selama bertahun-tahun atau selama beberapa dekade, kecuali apabila
ditangani dengan sukses. Perempuan mempunyai kemungkinan dua kali lipat
dibandingkan dengan laki-laki, karena adanya faktor budaya yang
mensosialisasikan perempuan untuk tergantung kepada laki-laki.
Terapi yang sering digunakan unutk menangani fobia spesifik adalah
terapi pemaparan (exposure therapy), suatu tipe terapi perilaku dengan
mendesensitisasi klilen menggunakan pemaparan stimulus fobik yang serial,
bertahap, dan dipacu diri sendiri. Ahli terapi mengajari pasien tentang
berbagai teknik untuk menghadapi kecemasan termasuk relaksasi,kontrol
pernafasan, dan pendekatan kognitif terhadap gangguan. Aspek kunci dari
terapi pperilaku berhasil adalah (1) komitmen pasien terhadap pengobatan,
(2) masalah dan tujuan yang diidentifikasikan dengan jelas,(3) streategi
alternatif yang tersedia untuk mengatasi perasaan pasien.
2. Fobia Sosial
Fobia sosial merupakan ketakutan yang intens terhadap situasi sosial
sehingga mereka mungkin sama sekali menghindarinya atau menghadapinya
tetapi dengan distres yang sangat besar. Fobia sosial yang mendasar adalah
ketakutan yang berlebihan terhadap evaluasi negatif dari orang lain. Orang-
orang dengan fobia sosial takut untuk mengatakan atau melakukan sesuatu
yang memalukan atau yang membuat dirinya merasa hina. Mereka cenderung
untuk sangat kritis terhadap kemampuan sosial merekan dan terbawa dalam
mengevaluasi performa mereka sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa bahkan mengalami serangan panik yang parah dalam situasi sosial.
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk fobia sosial telah dimodifikasi dari
kriteria diagnostik DSM-III R. Karena fobia sosial dapat disertai dengan
serangan panik, kriteria B dan F DSM-IV telah ditulis ulang untuk
menekankan dan untuk mendorong penggunaan pertimbangan klinis dalam membuat
diganosis akhir. DSM IV menambahkan satu tipe fobia sosial, tipe umum yang
dapat digunakan untuk meramalkan perjalanan penyakit, diagnosis, dan respon
pengobatan.
Pengobatan fobia sosial menggunakanpsikoterapi dan farmakoterapi, dan
berbagai pendekatan adalah diindikasikan untuk tipe umum dan situasi
kinerja.
3. Agrofobia
Pasien Agrofobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit
untuk mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman
atau anggota keluarga di tempat-tempat tertentu, seperti jalanan yang
sibuk, toko yang padat, ruangan yang tertutup dan kendaraan yang tertutup.
Klien mungkin memeksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali mereka keluar
rumah. Perilaku tersebut dapat menyebabkan pertengkaran dalam perkawinan,
yang dapat keliru di diagnosis sebagai masalah primer. Klien yang menderita
secara parah mungkin akan menolak keluar dari rumah. Khususnya sebelum
didiagnosis yang benar dibuat, pasien mungkin ketakutan mereka akan gila.
Sebagian besar kasus agrofobia disebabkan oleh gangguan panik. Jika
gangguan panik diobati, agrofobia sering kali membaik dengan berjalannya
waktu. Untuk mendapatkan reduksi agrofobia yang cepat dan lengkap, terapi
perilaku kadang-kadang diperlukan. Agrofobia tanpa riwayat gangguan panik
sering kali menyebabkan ketidakberdayaan dan kronis. Gangguan depresif dan
ketergantungan alkohol sering kali mengkomplikasi perjalanan agrofobia.
Dua terapi paling efektif adalah farmakoterapi dan terapi kognitif-
perilaku. Farmakoterapi adalah terapi dengan menggunakan obat trisikik dan
terasiklik, inhibitor monoamin oksidase (MAOI), inhibitor ambilan kembali
spesifik serotonin (SSRI) dan benzodiazepine. Terapi keluarga dan kelompok
mungkin membantu pasien yang menderita dan keluarganya untu menyesuaikan
dengan kenyataan bahwa klien menderita gangguan dan dengan kesulitan
psikososial yang telah dicetuskan oleh gangguan.
E. PENANGANAN
1. Pendekatan Psikodinamika
Kecemasan mereflreksikan energi yang diletakkan kepada konflik-konflik tak
sadar dan usaha ego untuk membiarkan tetap terepresi. Berdasarkan
psikoanalisis tradisional,ego dapat lebih memberi perhatian kepada tugas-
tugas yang lebih kreatif dan memberi peningkatan. Terapis spikodinamika
yang lebih modern lebih menjajaki sumber fobia yang berasal dari keadaan
hubungan sekarang ini daripada hubungan masa lalu dan mendorong klien untuk
mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.lagkah yang dapa dilakukan
untuk mengurangi fobia yaitu dengan hipnoterapi.
2. Pendekatan Humanistik
Kecemasan dan ketakutan yang kita alami berasal dari represi sosial diri
kita yang sesungguhnya.halini terjadi bila ketidakselarasan antara inner
self seseoranng dengan yang sesungguhnya dan kedok sosialnya mengarah ke
taraf kesadaran. Orang merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi,
tetapi tidak mampu untuk menyatakan apa itu karena bagian dari dirinya yang
tidak diakui tidak secara langsung diekspresikan dalam kesadaran. Terapis
humanistik membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-bakat
individual merekaserta perasaan perasaan mereka yang sesungguhnya.
3. Pendekatan Biologis
Berbagai variasi obat-obatan digunakan untuk mengobati gangguan-gangguan
kecemasan. Obat penenang dengan potensi tinggi alprazolam (xanax) yang
termasuk dalamgolongan benzodiazepine juga membantu dalam mengobati
gangguan panik,fobia sosial, dan gangguan kecemasan menyeluruh. Obat
antidepresan juga dapat membantu mgenobati gangguan-gangguan kecemasan
lainnya termasuk agrofobia yang menyertai gangguan panik,fobia sosial,PTSD,
dan lain lain.
Masalah potensial dengan terapi obat adalah pasiaen kemungkinan menganggap
perbaikan klinis yang terjadi disebabkan oleh obat dan bukan karena sumber
daya mereka sendiri. Obat-obatan itu juga tidak membawa kesembuhan total.
4. Pendekatan Belajar
a. Flooding: bentuk dari terapi pemaparan dimana subjek dihadapkan
kepada stimuli pembangkit kecemasan tingkat tinggi baik melalui
imajinasi atau situasi aktual. Hal tersebut dilakukan karena
kepercayaan adalah representasi dari respon terkondisi darisuatu
stimuli fobik dan akan punah bila individutersebut tinggal di
situasi fobik tersebut untuk waktu yang cukup lama dantidak
terjadi konsekuensi yang merugikan.
b. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi Sistematis adalah yang digunakan untuk mengurangi
rasa takut secara progresif mengatasi stimuli yang semakim
mengganggu sementara mereka tetap rileks. 10-20 stimuli diatur
dalam urutan hierarki yang disebut hierarki stimulus takut (fear
stimuly hierarchy) diurutkan berdasarkan kemampuan stimuli
tersebut menimbulkan kecemasan.
c. Pemaparan Gradual
Dalam pemaparan gradual, klien dihadapkan pada dihadapkan pada
suatu stimulus takut dalam situasi aktual , sering kali bersama
dengan seorang terapis atau pendamping yang berperan supportif
pemaparan gradual sering kali dikombinasikan dengan teknik-
teknik kognitif yang berfokus pada membantu klien mengganti
pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan pembangkit kecemasan
dengan alternatif lain yang rasional dan menenangkan.
5. Terapi perilaku kognitif
Salah satu contoh teknik kognitif adalah restrukturisasi kognitif adalah
suatu proses dimana terapis membntu klien mencari pikiran-pikiran self-
defeating dan mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar
menghadapi situasi-situasi pembangkit kecemasan.
6. Terapi virtual fobia
Realitas virtual digunakan untuk membantu seseorang mengatasi fobia.
Harapannyaadalah untuk mengalihkan stimuli takut dan dapat dialihkan kepada
pemaparan terhadap stimuli semacam ini.
7. Terapi kognitif-Behavioral
Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy-CBT). Dalam CBT
digunakan tiga teknik ini untuk mencapai tujuan :
Didactic component: Pada tahap ini terapis berperan dalam
membantu penderita/klien untuk menyusun pemikiran-pemikiran dan
harapan positif untuk tujuan akhir terapi.
Cognitive component: Membantu mengidentifikasi pikiran dan
asumsi yang mempengaruhi perilaku penderita phobia, khususnya
yang dapat mempengaruhi mereka hingga menjadi phobia.
Behavioral component: Memodifikasi perilaku penderita phobia
agar dapat menunjukkan perilaku yang lebih sesuai ketika harus
menghadapi sumber phobia.
F. CONTOH KASUS
Jackie tidak tahu kenapa ia begitu takut dengan burung. Ia pernah
meninggalkan anaknya di pantai karena tiba-tiba ada burung merpati yang
mendekat padanya. Jackie ketakutan dan lari menuju hotel. Setelah sampai
hotel baru ia sadar, bahwa ia telah meninggalkan anaknya yang baru berusia
2 tahun di pantai.
Selama 35 tahun ia mengalami ketakutan ketika berhadapan dengan
burung, jangankan burung kemoceng ataupun selimut yang berbulu sangat ia
benci. Akhirnya Jackie memutuskan untuk dating ke Psikolog /Terapis untuk
mengetahui sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya sampai ia mengalami
ketakutan pada burung atau bulu.
1. Dipasang alat pemantau jantung : untuk melihat apa yang terjadi pada
tubuh saat melihat bulu /respon fisiologis. Saat diperlihatkan pada
bulu respon fisiologis menunjukan : denyut jantung meningkat, cemas
yang tak terkendali
2. Dilakukan Hipnosis : membawa klien kealam bawah sadarnya untuk
mengingat suatu peristiwa penting yang berhungan dengan fobia yang
klien alami. Ingatan yang berhasil klien ingat adalah "Ingatan masa
kecil dulu tentang burung yang terjebak di rumah neneknya"
3. Memastikan kebenaran peristiwa itu dengan bertanya pada orang
terdekat.
Jackie datang ke rumah nenek untuk memastikan pristiwa masa kecil yang
pernah ia alami, apakah benar ataukah tidak, "Ingatan masa kecil dulu
tentang burung yang terjebak di rumah neneknya". Menurut keterangan dari
nenek Jackie, burung itu terbang di sekitar rumah dan terlihat lebih
ketakutan daripada Jackie. Akan tetapi Jackie terlihat ketakutan.Bulu bulu
burung itu ada yang rontok. Mulai sejak itu Jackie mulai takut pada bulu
dan burung.
4. Tahap Terapi : Desensitisasisi stematis
Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas
seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau
cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak
tidak takut atau cemas lagi (Dalimunthe, 2009). Prosedur treatment ini
dilandasi oleh prinsip belajar counter conditioning, yaitu respon yang
tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai
hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desentisisasi ini sangat efektif
untuk menghilangkan rasa takut atau fobia
Jackie memulai terapinya denga diperlihatkan pada bulu dengan jarak
yang cukup jauh, ia memberikan respon ketakutan yang amat sangat. Ketika ia
ditanya seberapa tinggi level ketakutanmu dari mulai rentan angka 1 sampai
100, Jackie menjawabpada level 100. Terapis mencoba menenangkan Jackie, dan
mengatakan bahwa bulu itu aman dan indah. Jackie berusaha menatap bulu itu
terus sampai rasa takutnya menurun.
Kemudian terapis coba untuk meningkatkan level takut itu dengan cara
mendekatkan bulu itu ke Jackie, ia kembali merasa takut dan menangis. Tapi
terapis mencoba menenangkannya kembali, dan meyakinkan bahwa ini baik-baik
saja. Jackie mencoba untuk menguasai keadaan.
Pada tahapan terakhir Jackie berusaha mendekat dan memegang bulu itu.
Pada awalnya ia merasa takut, namun ia terus berusaha melawan ketakutan
itu dan coba menghadapinya. Hingga pada akhirnya Jackie berani memegang
bulu tersebut.
Analisis PPDGJ
Aksis I : - F40 Gangguan Anxietas Fobik
- F40.2 Fobia Khas (Terisolasi)
- F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Aksis II : - F60.0 Gangguan Kepribadian Cemas (Menghindar)
Aksis III :Tidak ada
Aksis IV :Terganggunya aktivitas sehari-hari
Aksis V : GAF = 53
BAB III
A. SIMPULAN
Fobia adalah rasa takut yang sangat dan tidak dapat diatasi terhadap
suatu keadaan ataupun pada suatu obyek tertentu. Rasa takut yang khas yang
disadari oleh penderita sebagai suatu hal yang tidak masuk akal, namun
tidak dapat mengatasinya. Faktor-faktor penyebab fobia antara lain,
pengalaman yang membuat traumatis, kejadian ekstrim dan orang tau yang
menderita fobia. Fobia dapat diatasi dengan berbagai pendekatan, yaitu
pendekatan psikodinamika, pendekatan humanistik, pendekatan biologis,
pendekatan behavior, terapi prilaku kognitif, terapi virtual fobia, terapi
kognitif behavior.
B. SARAN
Ketika seseorang menyadari ada sesuatu yang tidak normal dengan
dirinya, yakni takut pada keadaan atau suatu obyek secara berlebihan.
Hendaklah ia melawan rasa takut tersebut, mencoba berfikir realistis. Namun
ketika dirasa tidak mampu mengatasinya, segera berkonsultasi ke ahlinya
yakni terapis atau psikolog. Karena bila ketakutan berlebihan atau fobia
itu dibiarkan, dan hanya bisa terus menghindar, maka aktivitas sehari-hari
seorang yang menderita fobia akan terganggu. Sesuatu yang terus direpres
lama kelamaan akan mengganggu kesehatan mental seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Nevid, Jeffrey S. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta :Erlangga
Feist & Feist.2010.Teori Kepribadian, Edisi 7.Jakarta:Salemba Humanika
Kaplan,Harold I. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta : Binarupa Aksara