Epidemiologi Penyakit Tidak Menular “Hemoragik Postpartum Postpartum atau Perdarahan Perdarahan Postpartum”
Oleh :
Jeacquelyn Panorama P
101511535011 101511535011
Hanien Firmansyah
101511535025 101511535025
Triska Mayda C
101511535033 101511535033
Ayu Fitri Lestari
101511535044 101511535044
Siti Nur Alfatihana
101511535045 101511535045
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA BANYUWANGI 2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Epidemiologi Penyakit TidakMenular “Hemoragic Postpartum ( Perdarahan pasca kelahiran)” ini. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen yang telah membimbing kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga kepada seluruh teman – teman – teman dan pihak- pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun tekhnik penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Demikian karya ini kami buat, buat, semoga bermanfaat. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Banyuwangi
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................... ................................................................. ............................................ ............................................. .......................2 DAFTAR ISI....................................... ISI............................................................. ............................................. ............................................. ......................................... ................... 3 BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................... ............................................................................. ............................................. ........................... .... 4
1.1 Latar Belakang ................................................ .............................................................. .............. Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ............................................... ......................................................... .......... Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan ........................................... ................................................................. ................................ .......... Error! Bookmark not defined. ................................................................ ............................................ .............................. ........ 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................... .................................................................. ............................................ ............................................. ....................... 6 2.1 Pengertian AKI ............................................
2.2 Besaran masalah dan penyebab AKI A KI......................................... ............................................................... ...................................... ................ 6 2.3 Pengertian Hemoragic Postpartum ................................ ................................ Error! Bookmark not defined. 2.4 Besaran Masalah Hemoragic Postpartum ....................................................... ....................................................................... ................ 9 BAB 3 PEMBAHASAN ........................................... ............................................................. .................. Error! Bookmark not defined.
3.1 Pola Persebaran Hemoragic Postpartum ....................... ....................... Error! Bookmark not defined. 3.2 Faktor Resiko Pendarahan Postpartum ........................................................... ......................................................................... .............. 11 3.3 Penyebab Pendarahan Postpartum ................................ Error! Bookmark not defined. 3.4 Pencegahan dan Pengendalian ........................................... .................................................................. ........................................... .................... 23 BAB 4 PENUTUP ....................................................... ............................................................................. ............................................. .................................... ............. 28
4.1 Kesimpulan .......................................... ................................................................. ............................................. ............................................. ............................ ..... 28 4.2 Saran............................................................. ................................................................................... ............................................ ........................................... .....................28 DAFTAR PUSTAKA................................................... ......................................................................... ............................................ .................................... ..............2 9
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kematian ibu menurut WHO adalah kematian wanita dalam masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari (6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan tanpa memandang usia kehamilan maupun tempat melekatnya janin tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang serius di negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Beberapa negara memiliki AKI cukup tinggi seperti Afrika Sub-Saharan 179.000 jiwa, Asia Selatan 69.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 190 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2010, tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran (Faisal, 2008). Data dari WHO menyebutkan bahwa setiap tahunnya sekitar 25% kematian ibu saat melahirkan dari 100.000 kematian disebabkan oleh Perdarahan pasca kelahiran ( Hemoragik Postpartum). Di Amerika serikat kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung diperkirakan terjadi 7-10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ibu disebabkan oleh perdarahan post partum. Di Inggris 50% kematian ibu hamil diakibatkan karena perdarahan post partum (Erawati, 2012). Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria (Leveno, 2009; WHO, 2012). Perdarahan postpartum terbagi menjadi dua yaitu, primer dan sekunder. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. 4
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pola perdarahan postpartum di Indonesia menurut konsep epidemiologi? 1.2.2 Bagaimana faktor resiko perdarahan postpartum? 1.2.3 Apa saja penyebab terjadinya perdarahan postpartum? 1.2.4 Bagaimana pencegahan dan pengendalian perdarahan postpartum ? 1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pola perdarahan postpartum di Indonesia menurut konsep epidemiologi. 1.3.2 Mengetahui faktor resiko perdarahan postpartum. 1.3.3 Mengetahui penyebab terjadinya perdarahan postpartum. 1.3.4 Mengetahui pencegahan dan pengendalian perdarahan postpartum.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian AKI
Definisi kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat hamil atau sampai 42 hari pasca persalinan, terlepas dari lama dan lokasi kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan komplikasi kehamilan atau manajemennya, namun bukan oleh karena penyebab kecelakaan atau insidental. Untuk memudahkan identifikasi kematian ibu dalam keadaan di mana sulit menentukan penyebab kematian, digunakan kategori lain: yaitu kematian seorang wanita saat hamil atau dalam 42 hari pasca persalinan, terlepas dari penyebab kematiannya(WHO). Penghitungan angka kematian ibu adalah jumlah kematian selama periode tertentu per 100.000 kelahiran selama periode yang sama (WHO, 2015). Angka kematian ibu merupakan indikator kesejahteraan perempuan, indikator kesejahteraan suatu bangsa sekaligus menggambarkan hasil capaian pembangunan suatu negara.
Informasi
mengenai
angka
kematian
ibu
akan
sangat
bermanfaat
untuk
pengembangan programprogram peningkatan kesehatan ibu, terutama pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman, program peningkatan jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, manajemen sistim rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan, persiapan keluarga hingga suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang pada gilirannya merupakan upaya menurunkan Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi (Maisuri, 2015). 2.2 Besaran Masalah dan Penyebab AKI 2.2.1 Besaran Masalah AKI
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tertinggi di antara Negara ASEAN dan tren penurunannya sangat lambat. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 memberikan hasil yang mengejutkan, angka kematian ibu (AKI) meningkat 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu, bahkan mundur ke bel akang – hampir sama dengan tahun 1991. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 500.000 perempuan meninggal karena kehamilan atau persalinannya. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Seorang wanita di negara berkembang mempunyai kemungkinan 97 kali lebih besar untuk meninggal akibat kehamilannya dibandingkan wanita di negara maju. Secara global setiap menit; 380 perempuan menjadi 6
hamil, 190 orang di antaranya dengan kehamilan yang tidak diinginkan, 110 ibu mengalami komplikasi kehamilan, 40 orang mengalami aborsi yang tidak aman dan 1 orang ibu meninggal karena komplikasi kehamilannya (WHO, 2009). Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Beberapa negara memiliki AKI cukup tinggi seperti Afrika Sub-Saharan 179.000 jiwa, Asia Selatan 69.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 190 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Gambar 1. Angka Kematian Ibu di Indonesia tahun 1991- 2012
2.2.2 Besaran Penyebab AKI
Berdasarkan gambar 2 tampak penyebab kematian secara global (Say L et al, 2014), sekitar 28% disebabkan oleh pendarahan hebat, 27 % oleh penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan, 11% oleh infeksi, 14% oleh hipertensi dalam kehamilan, 9% oleh persalinan macet, serta aborsi yang tidak aman (8 %).
Gambar 2. Penyebab Kematian Ibu di Dunia Sumber : Say L et al, 2014
7
Penyebab kematian ibu di Indonesia 80% disebabkan oleh penyebab langsung obstetrik seperti perdarahan, sepsis, abortus tidak aman, preeklampsia-eklampsia, dan persalinan macet. Sisanya 20 % terjadi oleh karena penyakit yang diperberat oleh kehamilan. Situasi kematian ibu di Indonesia tahun 2010-2013 (Direktorat Kesehatan Ibu, 2010-2013), penyebab perdarahan juga masih tinggi walaupun cenderung menurun (35,1% menjadi 30,3%), sementara penyebab kematian ibu baik di dunia maupun di Indonesia masih berputar pada 3 masalah utama (perdarahan, preeklampsia-eklampsia dan infeksi), sehingga pencegahan dan penanggulangan masalah ini seharusnya difokuskan melalui intervensi pada ketiga masalah tersebut, melalui peran petugas kesehatan (SKI, 2014).
Gambar 3. Penyebab Kematian Ibu di Indonesia
2.3 Pengertian H emoragi c Postpartum (Perdarahan Pasca Persalinan)
Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang terjadi karena hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala dua persalinan. Perdarahan post partum merupakan salah satu penyebab langsung kematian ibu dan menempati persentase tertinggi sebesar 28%. Di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60% (WHO, 2010). Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi
8
dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002). 2.3.1 Klasifikasi Perdarahan Postpartum
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998) : 1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama. 2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal. 2.4 Besaran Masalah Hemoragic Postpartum
Data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap tahunnya. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60 %. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun selanjutnya akan mengalami kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO). Frekuensi perdarahan post partum berdasarkan laporan-laporan baik dinegara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari amgka tersebut yang di, diperoleh gambaran etiologi antara lain : antonia uteri(50-60%) sisa plasenta (23-24%), retensio plasenta(16-17%), laselerasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5- 0,8%)(Nugroho,2012:247). Data kejadian perdarahan pasca kehamilan contohnya adalah dari studi kasus di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jumlah ibu bersalin pada tahun 2013 sebanyak 1122 persalinan yang terdiri dari persalinan normal sebanyak 418 dan persalinan dengan komplikasi sebanyak 704 yang meliputi: persalinan dengan perdarahan antepartum sebanyak 3, persalinan dengan perdarahan postpartum sebanyak 38, persalinan dengan pre eklampsi sebanyak 217 dan lain-lain sebanyak 446. Sedangkan jumlah ibu bersalin pada tahun 2014 sebanyak 2151 persalinan yang terdiri dari persalinan normal sebanyak 366 dan persalinan dengan komplikasi sebanyak 1513 yang meliputi: persalinan dengan perdarahan antepartum sebanyak 10, persalinan dengan perdarahan postpartum sebanyak 66, persalinan dengan pre eklampsi sebanyak 285, persalinan dengan eklampsi sebanyak 8 dan lain-lain sebanyak 1414.
9
Dari data tersebut dapat dilihat adanya penurunan jumlah kasus perdarahan dari tahun 2013 sebanyak 38 kasus (3,4%) menjadi 66 kasus (3,1%) perdarahan postpartum. Kejadian lainnya adalah, berdasarkan catatan medik yang diperoleh dari Puskesmas Jagir Surabaya mengenai kejadian perdarahan post partum primer dari jumlah keseluruhan persalinan normal dalam 3 tahun terakhir dari tahun 2009-2011 pada tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa angka kejadian perdarahan post partum primer di Puskesmas Jagir Surabaya dari tahun 2009-2011 cenderung mengalami peningkatan. Rata-rata peningkatan selama 3 tahun adalah sebesar 0,38 %. Adapun penyebab dari kejadian perdarahan post partum primer tersebut adalah atonia uteri, retensio plasenta, induksi persalinan, partus lama, umur ibu yang terlalu tua ataupun terlalu muda, paritas ibu yang banyak, overdistensi uterus, dan anemia.
10
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pola Persebaran Hemoragic Postpartum
Data persebaran perdarahan postpartum secara kumulatif dalam skala nasional belum ada, sehingga data berikut kami ambil dalam beberapa jurnal penelitian terkait data persebaran berdasarkan konsep epidemiologi. 3.1.1 Berdasarkan Orang
Data dari penelitian yang dilakukan di RSUD Panembahan Senopati Bantul tahun 2012 oleh Dewi Aprilia, didapatkan bahwa : 1. Perdarahan postpartum berdasarkan umur ibu sebanyak 50 responden (73,5 %) memiliki umur 20-35 tahun. 2. Perdarahan postpartum berdasarkan paritas ibu, sebanyak 21 responden (30,9%) memiliki paritas 1. 3. Perdarahan postpartum berdasarkan pendidikan ibu sebanyak 31 responden (45,6%) memiliki pendidikan SMP. 4. Perdarahan postpartum berdasarkan jarak kelahiran sebanyak 32 responden (47,1%) jarak kelahiran 2-5. 5. Perdarahan postpartum primer berdasarkan kejadian anemia sebanyak 21 responden (30,9%) sebagian besar memiliki anemia berat. 3.1.2 Berdasarkan Tempat dan Waktu
Dari beberapa jurnal yang kami baca bahwa terkait dengan kejadian perdarahan postpartum bisa disimpulkan merata di seluruh wilayah di Indonesia meskipun dengan besaran kasus yang berbeda. Di Indonesia terjadi penurunan kejadian perdarahan dalam rentan waktu 20102013, namun belum ada informasi kumulatif terkait dengan kasus perdarahan postpartum.
Di beberapa jurnal, beberapa wilayah mengalami penurunan namun
beberapa wilayah justru mengalami kenaikan terkait dengan prosentase kejadian perdarahan postpartum. 3.2 Faktor Resiko Perdarahan Postpartum
Faktor predisposisi (kondisi atau situasi yang menyebabkan seseorang lebih beresiko terkena sebuah penyakit) terjadinya perdarahan postpartum adalah paritas (jumlah kelahiran), umur, gemeli (kehamilan kembar), dan hidramnion (jumlah air ketuban melebihi batas normal). Selain itu, riwayat persalinan buruk dan partus lama juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan post partum. 11
1. Paritas ibu Salah satu factor predisposisi perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri adalah paritas : sering dijumpai pada multipara. Wanita dengan paritas tinggi menghadapi risiko perdarahan akibat atonia uteri yang semakin meningkat. Ada penelitian yang melaporkan bahwa perdarahan postpartum sebesar 0,3% pada wanita dengan paritas rendah, tetapi pada wanita dengan paritas 4 atau lebih, angka kejadiannya sebesar 1,9%. Uterus yang melahirkan banyak anak cenderung bekerja dengan tidak efisien dalam semua skala persalinan. Ibu dengan paritas yang banyak, mengalami penurunan elastisitas otot-otot rahim, hal ini dapat mengurangi kinerja otot rahim tersebut untuk berkontraksi sehingga dapat mengakibatkan kala I memanjang, partuslama, bahkan atonia uteri. Pada wanita dengan riwayat paritas 1 kali kejadian perdarahan postpartum lebih banyak disebabkan karena adanya laserasi jalan lahir. Laserasi jalan lahir merupakan penyebab kedua yang sering terjadi sebagai penyebab perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum yang terjadi pada uterus yang berkontraksi dengan baik biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina. Sedangkan pada wanita dengan riwayat paritas 2 – 3 kali kemungkinan kejadian perdarahan postpartum disebabkan karena uterus yang terlalu meregang (bisa juga karena hidramion, hamil ganda, anakbesar), kelelahan akibat proses persalinan atau partus lama, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan pada saat induksi partus, memiliki riwayat perdarahan pada persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual. Pada wanita dengan riwayat paritas lebih dari sama dengan 4 kali hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya gangguan elastisitas otot-otot uterus. Kelainan otot uterus terjadi akibat berulang-ulang mengalami peregangan karena kehamilan sehingga terjadi gangguan pada otot-otot uterus untuk berkontraksi sesaat setelah kelahiran bayi yang mengakibatkan timbulnya perdarahan.
2. Umur Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena di usia kurang dari 20 tahun secara biologis belum optimal, emosinya masih labil, dan mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun berkaitan dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang menimpa
12
di usia ini. Semakin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas. Risiko kematian maternal pada wanita hamil dengan usia di bawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada risiko kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Risiko kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.
3. Gemeli atau kehamilan ganda Prognosis untuk ibu lebih jelek dibanding dengan kehamilan tunggal, karena sering terjadi perdarahan postpartum, toksemia, gravidarum, hidramnion, dan anemia. Angka kematian perinatal lebih tinggi terutama karena premature, prolaps tali pusat, solusio plasenta, dan tindakan obstetric karena kelainan letak janin.
4. Hidramnion Prognosis pada janin menimbulkan mortalitas sebesar 50%, sedangkan pada ibu dapat menyebabkan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, retensio plaseta.Pada ibu juga dapat menyebabkan solusio plasenta dan syok.
5. Riwayat persalinan buruk Riwayat persalinan buruk memiliki resiko 3.1 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk (95% Cl : 1,6 – 22,6). Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan 13
persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Teori ini sesuai dengan penelitian Senewe, et.al. (2004) yang menyatakan bahwa ibu yang memiliki riwayat persalinan buruk berisiko 2,4 kali mengalami perdarahan postpartum.
6. Partus lama Partus lama memiliki resiko 3.5 kali lebih besar dari pada ibu dengan partus normal terhadap kejadian perdarahan post partum (95% Cl : 1,5 – 8,3). Partus lama adalah persalinan yang berlangsung ≥ 18 jam merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan postpartum. Tanda-tanda partus lama adalah apabila pembukaan serviks 13 cm melebihi 8 jam, pembukaan serviks dan turunnya bagian terendah janin tidak maju. Hasil penelitian Ujah IAO, et.al. (2009) secara case control menemukan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian perdarahan post partum adalah persalinan >18 jam dengan OR 3,26 (1,17-10,2).
7. Jarak kehamilan Jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya, akan banyak resiko yang menimpa baik ibu maupun janinnya. Rahim yang masih belum pulih benar akibat persalinan sebelumnya belum bisa memaksimalkan pembentukan cadangan makanan bagi janin dan untuk ibu sendiri. Akibatnya akan berdampak tidak baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi ibu sendiri meningkatkan resiko terkena anemia akut. Ibu hamil yang terkena anemia akut akan meningkatkan resiko terhadap komplikasi kehamilan, bayi terlahir prematur, resiko perdarahan saat persalinan dan resiko terburuk yaitu keguguran
(Suririnah, 2009 dalam The Journal of
Midwifery,Vol. 1, No. 3, November 2014). Hasil penelitian menunjukkan jarak kehamilan terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya, akan banyak resiko yang menimpa ibu. Rahim yang masih belum pulih benar akibat persalinan sebelumnya belum bisa memaksimalkan pembentukan cadangan makanan bagi janin dan untuk tenaga ibu sendiri. Akibatnya bayi akan terlahir dengan berat badan rendah, kekurangan zat gizi sehingga bayi menjadi tidak sehat. Ibu hamil dengan jarak terlalu dekat akan meningkatkan resiko terhadap perdarahan, komplikasi kehamilan, bayi terlahir prematur, serta resiko perdarahan saat persalinan.
14
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lia Sawitri, Ririn H, dan Koni R di Puskesmas Sumberbaru tahun 2012, terlihat bahwa jarak kehamilan ibu sebagian besar tidak aman, sebanyak 78% dari seluruh jumlah sampel yaitu ibu multi paritas yang mengalami HPP dalam tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa, jarak kehamilan yang tidak aman dapat memberikan pengaruh yang negatif bagi ibu karena organ reproduksi ibu belum benar-benar siap untuk menghadapi proses kehamilan dan persalinan lagi. Rahim belum siap untuk menghadapi proses kehamilan dan persalinan lagi karena tenaga ibu (his) melemah. Selain itu ibu juga beresiko mengalami perdarahan pada kala IV karena kontraksi uterus yang melemah sehingga luka bekas implantasi placenta tetap terbuka dan menilmbulkan perdarahan aktif.
8. Berat bayi Hasil dari regresi logistic multivariate pada penelitian yang dilakukan oleh Ifa Rifdiani di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Blitar tahun 2014, menunjukkan tidak ada pengaruh berat bayi lahir terhadap kejadian perdarahan postpartum. Pada saat pengambilan sampel, responden yang terpilih ternyata sebagian besar melahirkan bayi dengan ukuran kurang dari 4000 gram. Baik pada kelompok kasus sebesar 95,6% dan kelompok kontrol sebesar 93,3%. Berat bayi yang kurang dari 4000 gram memang merupakan keadaan yang normal untuk ukuran bayi saat lahir. Kelahiran dengan ukuran bayi yang ≥ 4000 gram perlu perhatian yang khusus. Selain i tu juga memerlukan pelayanan kesehatan yang baik untuk menentukan kesehatan bayi itu kedepannya. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Supadan Sondang (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ukuran bayi atau berat bayi lahir dengan kejadian perdarahan postpartum. Kondisi melahirkan dengan bayi makrosomia (≥ 4000 gram) dapat menyebabkan uterus mengalami overdistensi sehingga mengalami hipotoni atau atonia uteri setelah melahirkan. Adapun keadaan lain yang dapat menyebabkan overdistensi uterus sehingga terjadi atonia uteri yaitu hidramnion dan kehamilan kembar atau ganda (Cuningham, 2010). Berat bayi yang lahir diatas normal dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena uterus meregang terlalu berlebihan dan membuat kontraksi melemah. Akibat lain dari kelahiran besar atau makrosomia yaitu dapat menyebabkan trauma lahir pada bayi seperti distorsia pada bahu.
15
9. Ibu dengan anemia Ibu dengan anemia memiliki risiko 2.9 kali lebih besar terhadap kejadian perdarahan post partum (95 % Cl ; 1,2 – 6,8). Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Bodnar, et.al.(2011) di United States yang menyatakan bahwa anemia bermakna sebagai faktor risiko yang mempengaruhi perdarahan postpartum. Ibu yang mengalami anemia berisiko 3 kali mengalami perdarahan postpartum dibanding ibu yang tidak mengalami anemia (OR= 2,76; 95%CI 1,25;6,12). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fika Nurul Hidayah mengenai “Faktor -Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Perdarahan Postpartum Primer pada Ibu Bersalin di RSUD Panembahan Senopati Bantul, DIY tahun 2012”, didapatkan hasil sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis univariat diperoleh hasil pada ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer yang mengalami anemia 39 orang (76,5%) dan yang tidak anemia 12 orang (23,5%). Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar ibu yang mengalami perdarahan adalah ibu dengan riwayat anemia (kadar Hb <11 gr%). Hasil perhitungan statistic menggunakan uji Chi Square terhadap variable anemia diperoleh 2 hitung = 30.757, harga 2 pada alfa 5% = 3.841. Jadi, 2 hitung > 2 tabel dengan nilai p value adalah 0.000 < 0.05 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara anemia dengan kejadian perdarahan postpartum primer di tempat penelitan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin rendah kadar Hb, semakin besar risiko untuk mengalami perdarahan postpartum. Hal ini sependapat dengan Sarwono, 2008 (dalam Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Perdarahan Postpartum Primer pada Ibu Bersalin di RSUD Panembahan Senopati Bantul, DIY ; 2012) yang menyebutkan bahwa kekurangan kadar Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun sel otak dan uterus. Jumlah oksigen dalam darah yang kurang menyebabkan otot-otot uterus tidak dapat berkontraksi dengan adekuat sehingga timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan.
16
Selain Faktor Predisposisi di atas, juga ada bebera pa faktor predisposisi lainnya yaitu : 1.
Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta previa, solutio plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta, kehamilan ektopik, mola hidatidosa
2.
Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan per vaginam dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau bagian tengah panggul), bekas SC atau histerektomi
3.
Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat badan kurang, preeklamsia berat/eklamsia, sepsis, atau gagal ginjal
4.
Gangguan koagulasi
5.
Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi), persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan riwayat atonia uteri sebelumnya Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan saat
persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, dan riwayat perdarahan postpartum. Faktor risiko selama kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan ganda, plasenta previa, preeklampsia, dan penggunaan antibiotik. 3.3 Penyebab Perdarahan Postpartum
Menurut Yulianingsih (2012) faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, plasenta res, dan penyakit pembekuan darah. 3.3.1 Atonia uteri a. Pengertian
Atonia uteri merupakan perdarahan post partum yang dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari uterus dan sebagian lagi belum terlepas (Anik, 2012). Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbukan dari tempat implamentasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawirohardjo, 2008). b. Etiologi
Faktor faktor penyebab atonia uteri meliputi beberapa hal berikut : 1. Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion, dan anak terlalu besar. 2. Kelelahan karena persalinan lama 17
3. Kehamilan grandemultipara (>5 anak). 4. Ibu dengan kedaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. 5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim 6. Infeksi uteri (koriomnionitis). 7. Riwayat pernah atonia uteri sebelumnya 8. Preeklamsi dan eklamsia c. Penyebab
Atonia uteri terjadi karena uterus tidak berkontraksi dengan sempurnah setelah anak lahi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (Manauba, 2007). Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabutserabut miometrium tidak berkontraksi (Saifudin, 2008). 3.3.2. Retensio Plasenta a. Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebih waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus (Prawiroharjo, 2008). Retensio plasenta adalah bila plasenta tidak lepas atau keluar lebih dari 30 menit setelah persalinan (Maryunani, 2013). 1. Jenis Retensio Plasenta a. Plasenta adesiva Plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam (plasenta yang belum lahir dn masih melekat di dinding rahim karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta). b. Plasenta inkreta Vilikorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. c. Plasenta akreta Vilikorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa (plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena vilikorialisnya
18
menembus desidua sampai miometrium). d. Plasenta perkreta Vilikoriolis tumbuh menembus serosa atau perineum dinding rahim b. Etiologi
Retensio plasenta disebabkan oleh : 1. Faktor maternal a. Gravida berusia lanjut b. Multiparitas, plasenta akreta jarang dijumpai pada primigravida c. Faktor uterus 1). Bekas secsio cesaria, plasenta tertanam di uterus 2). Bekas curettage 3). Bekas pengeluaran plasenta secara manual 4). Bekas endometritis 5). Faktor faktor plasenta d. Plasenta previa e. Implantasi korneal f. Plasenta sukar lepas karena: 1). Mempunyai inersi di sudut tuba 2). Berukuran sangat kecil atau plasenta anularis (Cuningham, 2009). c. Penyebab
Retensio plasenta terjadi karena ada tidak terjadi pelepasan plasenta selama lebih dari 30 menit, sehingga mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinussinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum (Manauba,2007). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih dan rectum penuh, oleh karena itu keduanya harus dikosongkan agar mempermuda untuk pengeluarkan plasenta sehingga tidak terjadi perdarahan post partum (Manauba, 2007). 3.3.3 Laserasi Jalan Lahir a. Pengertian
Laserasi jalan lahir adalah trauma yang diakibatkan oleh kelahiran bayi yang terjadi pada serviks, vagiana, atau perineum (Maryunani, 2013). Laserasi yang terjadi biasanya ringan (lecet laserasi), luka episiotomy, robekan perineum spontan dari dari derajat ringan sampai ruptur perinci totalis (sfingter ani 19
terputus, robekan pada dinding vagiana, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra bahkan terberat seperti rupture uteri) (Prawirohardjo, 2008). Laserasi jalan Lahir memiliki derajat tertentu: 1. Tingkat I : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpisan perineum 2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perineum aranseralis, tetapi tidak mengenai otot sfingerani. 3. Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani 4. Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani b. Etiologi
Faktor penyebab terjadiya laserasi jalan lahir: 1. Faktor Maternal a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong b. Pasien tidak mampu berhenti mengejan c. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan. d. Edema dan kerapuhan pada perineum e. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum f. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga g. Menekan kepala bayi ke arah posterior. h. Peluasan episiotomi 2. Faktor-faktor janin : a. Bayi yang besar b.
Posisi
kepala
yang
abnormal,
misalnya
presentasi
muka
dan
occipitoposterior c. Kelahiran bokong d. Ekstrasksi forceps yang sukar e. Dystocia bahu f. Anomali congenital, seperti hydrocephalus. c. Penyebab
Laserasi jalan lahir terjadi karena terjadi robekan jalan lahir yang di akibatkan karena faktor maternal dan faktor janin, seperti partus presipatus dan bayi makrosomia, sehingga terjadi perdarahan post partum (Saifudin, 2008). Perdarahan yang terjadi karena adanya laserasi jalan lahir (perineum, vulva, vagina, portio, atau uterus). Robekan pada perineum, vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada 20
persalinan pervaginam. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa dijahit. Oleh sebab itu bidan diharapkan melaksanakan pertolongan persalinan melalui polindes, sehingga peran dukun berangsur-angsur berkurang. Dengan demikian komplikasi akibat robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan perdarahan akan dapat berkurang (Manauba, 2007). 3.3.4 Plasenta Res a. Pengertian
Plasenta res adalah plasenta tidak lepas sempurna dan meninggalkan sisa, dapat berupa fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan. Retensio sisa plasenta disebabkan oleh plasenta tertanam terlalu dalam sampai lapisan miometrium uterus. Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (Prawiroharjo, 2008). Sisa Plasenta adalah tertinggalnya potongan-potongan plasenta seperti kotiledon dan selaput plasenta yang menyebabkan terganggunya kontraksi uterus sehingga sinus-sinus darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan post partum. Perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuratase dan pemberian obat uterotonika intravena (Cuningham, 2009). b. Etiologi
1) His yang kurang baik 2) Penanganan kala III yang salah Dengan pendorongan dan pemijatan uterus akan mengganggu mekanisme pelepasan plasenta dan menyebabkan pemisahan sebagian plasenta. 3) Abnormalitas plasenta (Abnormalitas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman plasenta dalam uterus yang mempengaruhi mekanisme pelepasan plasenta). 4) Kelahiran bayi yang terlalu cepat Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mengganggu pemisahan plasenta secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga dapat terjadi gangguan retensi sisa plasenta.
21
c. Penyebab
Plasenta res terjadi karena ada sebagian selaput maupun plasenta yang tertinggal dalam uterus sehingga mengganggu kontraksi uterus dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum (Manauba, 2007). Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta) merupakan penyebab umum terjadinya perdarahan lanjut dalam masa nifas (perdarahan pasca persalinan sekunder). Perdarahan post partum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan ( Cunningham, 2009). Apabila sebagian plasenta belum keluar (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan (Cunningham, 2009). 3.3.5
Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada pembekuan darah. Penyebab tersering perdarahan post partum adalah atonia uteri, yang disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan perdarahan post partum. Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan pembekuan darah dapat berupa hipofibrinogenemia, 12 trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC), dan Dilutional coagulopathy (Wiknjosastro, 2006; Prawirohardjo, 2010). Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah inkompatibel, aborsi dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan gangguan koagulasi sudah dapat diantisipas i sebelumnya sehingga persiapan untuk mencegah terjadinya pendarahan post partum dapat dilakukan sebelumnya (Anderson, 2008).
22
Menurut waktu terjadinya perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian, yakni, kehilangan darah yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dikenal sebagai perdarahan postpartum primer (Mochtar,1998), sedangkan kehilangan darah yang terjadi antara 24 jam sampai 6 minggu setelah melahirkan disebut perdarahan postpartum terlambat atau sekunder (Norwitz, 2010). Perdarahan postpartum sekunder biasanya terjadi antara hari ke 5 sampai ke hari ke 15 (Mochtar, 1998). Universitas Sumatera Utara Perdarahan postpartum primer bisa terjadi karena atoni uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta, inversi uteri, ruptura uteri, dan gangguan koagulasi, manakala perdarahan postpartum sekunder biasanya terjadi akibat sisa plasenta dalam uteri (Prawirohardjo, 2008) 3.4 Pencegahan dan Pengendalian 3.4.1 Pencegahan
a. Perawatan masa kehamilan Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. b. Persiapan persalinan Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat pers alinan. c. Persalinan Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.
23
d. Kala tiga dan Kala empat Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta. Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik. 3.4.2 Pengendalian 1. Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian pokok : a. Resusitasi dan Manajemen yang Baik Terhadap Perdarahan Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler 24
intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat. Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan
perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih) b. Manajemen Penyebab Hemorraghe Postpartum
Tentukan penyebab hemorraghe postpartum : Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine. Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi
25
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan. Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti ( tro mbosit,fibrinogen). Terapi pembedahan
o Laparatomi Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar- benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica. o Ligasi arteri Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
26
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan Ligasi arteri iliaca interna
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis.
Apabila
tidak
berhasil
menghentikan
perdarahan,
pilihan
berikutnya adalah histerektomi. o Histerektomi Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix,fornix vagina.
27
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang terjadi karena hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala dua persalinan. Perdarahan post partum merupakan salah satu penyebab langsung kematian ibu dan menempati persentase tertinggi sebesar 28%. Di berbagai negara, paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60% (WHO, 2010). Data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan postpartum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap tahunnya. Faktor predisposisi (kondisi atau situasi yang menyebabkan seseorang lebih beresiko terkena sebuah penyakit) terjadinya perdarahan postpartum adalah paritas (jumlah kelahiran), umur, gemeli (kehamilan kembar), dan hidramnion (jumlah air ketuban melebihi batas normal). Selain itu, riwayat persalinan buruk dan partus lama juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan post partum. Faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, plasenta res, dan penyakit pembekuan darah. Pencegahan perdarahan postpartum dimulai sejak perawatan masa kehamilan, persiapan persalinan, persalinan, dan kala tiga dan kala empat. Pengendalian perdarahan postpartum mencakup manajemen perdarahan postpartum yaitu, resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan dan manajemen penyebab hemorraghe postpartum. 4.2 Saran
Perdarahan pasca kehamilan merupakan penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kematian, untuk itu dibutuhkan kerjasama seluruh pihak untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Pencegahan dan pengendalian perdarahan postpartum harus dilakukan secara maksimal untuk meminimalisir kejadian ibu meninggal. Angka kematian ibu merupakan salah satu penentu kualitas sebuah negara, untuk itu perlu perhatian serius untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
28
29
DAFTAR PUSTAKA
Abouzahr C. Antepartum and postpartum haemorrhage. In: Murray CJ, Lopez AD, eds. Health dimensions of sex and reproduction. Boston, Mass: Harvard University Press; 1998:172-4. American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG). Practice Bulletin #76: Postpartum hemorrhage. Obstet Gynecol. 2006;108:1039-47. Aprilia, Dewi. 2013. Karakteristik Ibu Bersalin yang Mengalami Perdarahan Postpartum di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2012 . Yogyakarta : STIKA. Curr Opin Obstet Jouppila P. Postpartum hemorrhage. Gynecol. 1995;7:446-50. Central Bureau of Statistics (CBS), National Family Planning Coordinating Board, Ministry of Health and Macro International Inc. Indonesia Demographic and Health Survey 1994. Jakarta: CBS; 1995. Dahhou M, Vallerand D, et al. Risk Kramer M factors for postpartum hemorrhage: can we explain the recent temporal increase? J Obstet Gynaecol Can. 2011;33:810-9. Fransisca. 2008. Perdarahan Postpartum. Surabaya : UWK. Online. Akses : 31 Mei 2017. https://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/perdarahan-post-partum.pdf. Hogan MC, Foreman KJ, Naghavi M, et al. Maternal mortality for 181 countries, 1980 – 2008: a systematic analysis of progress towards Millennium Development Goal. The Lancet. 2010; 375:1609-23. Indonesia National Planning and Development Board. A road map to accelerate achievements of the MDGs in Indonesia. Jakarta: The Board; 2010. Kemenkes RI. 2014. Pusat Data dan Informasi : Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta : Kemenkes RI.
Online.
Akses
:
31
Mei
2017.
depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin /infodatin-ibu.pdf Ministry of Health of Idonsia. Acceleration effort to decrease maternal mortality rate. Jakarta: The Ministry; 1998. Indonesia Ministry of Health of Idonsia. Acceleration effort to decrease maternal mortality rate. Jakarta: The Ministry; 1998. Indonesia. Nugroho T. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Reviani N. Factors infl uencing complication during delivery in Indonesia 2007 [Thesis]. Adelaide: The Flinders University of South Australia; 2010. WHO. (2012).Maternalmortality:fact sheet. Diakses 21 april 2014 available from: www.who.int/ mediacentre/factsheets/fs348/en Wiknjosastro, Hanifa.(2000). Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 30