RESPONSI EFUSI PLEURA
OLEH
Alvin Pratama Jauharie, S. Ked I11111063
PEMBIMBING dr. I Wayan Agus P, Sp. P
KEPANITERAAN KLINIK PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA RUMAH SAKIT TINGKAT II 03.05.01 DUSTIRA CIMAHI 2017
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui laporan kasus/responsi dengan judul
EFUSI PLEURA
Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Stase Pulmonologi
Cimahi, Oktober 2017 Pembimbing,
Penulis,
dr. I Wayan Agus, Sp. P
Alvin Pratama Jauharie, S. Ked
2
BAB I PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 m.l. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di. Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis.1 Efusi pleura tuberkulosa sering ditemukan di negara berkembang termasuk di Indonesia meskipun diagnosis pasti sulit ditegakkan.2 Dengan sarana yang ada, sangat sulit untuk menegakkan diagnosis efusi pleura tuberkulosa sehingga sering timbul anggapan bahwa penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan efusi pleura, efusi pleuranya dianggap efusi pleura tuberkulosa, sebaliknya penderita bukan tuberkulosis paru yang menderita efusi pleura, efusi pleuranya dianggap bukan disebabkan tuberkulosis.3 Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsy dan analisa cairan pleura.4 Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.1
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.
Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblas dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis.5
Gambar 1. Anatomi pleura
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat
2
endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. pulmonalis dan a. bronkialis serta pembuluh getah bening.5 Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung
sejumlah
kecil
cairan
yang
melicinkan
permukaan
dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan dinding thorax. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 mL.5
2.
Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan merupakan komplikasi berbagai penyakit.2 Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya. Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan pada absorpsinya.2 Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas
3
pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam. Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi kecepatan absorbsinya.6 Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dikenal juga dengan nama pleuritis tuberkulosa.
Peradangan
rongga
pleura
pada
umumnya
secara
klasik
berhubungan dengan infeksi tuberkulosis paru primer. Berbeda dengan bentuk tuberkulosis di luar paru, infeksi tuberkulosis pada organ tersebut telah terdapat kuman M. tuberculosis pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitivitas tipe lambat.3
3.
Epidemiologi
Tuberkulosis masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara berkembang. Karena itu tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah menetapkan tuberkulosis sebagai global emergency. Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008, diperkirakan sebanyak 9,2 juta kasus baru yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4,1 juta (62 per 100.000) kasus baru dengan apusan BTA positif. Di antara kasus baru itu diperkirakan 709.000 (7,7%) dengan HIV-positif. Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika sekitar 31%.3 Frekuensi tuberkulosis sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi tuberkulosis pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura menemukan bahwa M. tuberculosis menjadi penyebab terbanyak efusi pleura dengan insidensi yang mencapai 25% dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Arab Saudi terhadap 253 kasus dijumpai 37% disebabkan oleh tuberkulosis. Di Amerika Serikat, insiden efusi pleura yang disebabkan tuberkulosis diperkirakan mencapai 1.000 kasus atau 4
sekitar 3-5% pasien dengan tuberkulosis akan mengalami efusi pleura. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak pasien efusi pleura tuberkulosa cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. tuberculosis hasilnya negatif. Di Inggris, infeksi tuberkulosis yang melibatkan pleura tidak mencapai 10% kasus. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah tuberkulosis.7 Efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih tinggi. Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita efusi pleura tuberkulosa dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar 6%. Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura tuberkulosa dengan HIV positif. Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa 38% penderita efusi pleura tuberkulosa dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi, di mana penyebab utama efusi pleuranya adalah tuberkulosis paru (30,26%) dengan umur terbanyak pada rentang 21-30 tahun.8 . 4.
Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pl eura dibagi menjadi : 1. Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,pleura. Hal ini dapat disebabkan oleh : 1) Gangguan kardiovaskular Penyebab
terbanyak
adalah
decompensatio
cordis.
Sedangkan
penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena 5
kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. 2) Hipoalbuminemia Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. 3) Hidrothoraks hepatik Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. 4) Meig’s Syndrome Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. 5) Dialisis Peritoneal Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.
2. Eksudat Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein transudat. Hal ini dapat disebabkan oleh : 1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus Coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. 2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus pneumonie, Staphylococcus aureus,
6
Pseudomonas, Haemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). 3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi. 4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. 5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru, mammae, kelenjar limfe, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar.
5.
Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu. Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik.6 Efusi pleura TB biasanya memberikan gambaran klinis yang bervariasi berupa gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, dan sesak nafas. Gejala umum berupa demam, keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya tidak berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14% yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise.6 7
Walaupun TB merupakan suatu penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai suatu penyakit yang akut. Sepertiga penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu. Pada suatu penelitian terhadap 71 penderita ditemukan 31% mempunyai gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62% dengan gejala kurang dari satu bulan. Umur penderita efusi pleura tuberkulosa lebih muda daripada penderita tuberkulosis paru. Pada suatu penelitian yang dilakukan di Qatar dari 100 orang yang menderita usia rata-rata 31,5 tahun, sementara di daerah industri seperti Amerika Serikat usia ini cenderung lebih tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB paling sering unilateral dan biasanya efusi yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan jarang masif. Pada penelitian yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai 1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB ditemukan jumlah penderita yang mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan bilateral efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita mengalami efusi pleura kurang dari dua pertiga hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi tidak mempengaruhi prognosis.8 Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat, sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi, vocal fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.9 Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila kelainan paru terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan proses infeksi TB primer. Dan bila kelainan paru di lobus atas, maka kemungkinan besar merupakan TB pasca primer dengan reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan k elainan parenkim parunya.10 8
6.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologik pada jenis foto posteroanterior (PA) terdapat opasitas pada hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang minimal.6 Berdasarkan pemeriksaan radiologis thoraks menurut kriteria American Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan lesi luas. Sedangkan efusi pleura tuberkulosa pada pemeriksaan radiologis thoraks posisi PA akan menunjukkan gambaran konsolidasi homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea dan mediastinum ke sisi yang berlawanan.3 Spesimen diagnostik utama efusi pleura tuberkulosa adalah cairan pleura dan jaringan pleura. Biakan M. tuberculosis dari cairan pleura positif pada sekitar 42% kasus, dan dari biopsi positif sekitar 54%. Beberapa uji khusus seperti kadar adenosine deaminase (ADA) dalam cairan pleura, interferon-γ, dan konsentrasi lisosim telah diteliti pada diagnostik efusi pleura TB namun belum digunakan secara rutin.7 Diagnosis pasti dari efusi pleura tuberkulosa adalah dengan ditemukan basil M. tuberculosis pada sputum, cairan pleura dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan pleura secara Ziehl-Nielsen walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitasnya hanya sekitar 35%. Pemeriksaan apusan ini memerlukan konsentrasi 10.000 basil/mL dan pada cairan pleura pertumbuhan basil M. tuberculosis biasanya berjumlah kecil. Sedangkan pada kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100 basil M. tuberculosis. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu untuk menumbuhkannya.10
9
Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu pengalaman dan keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik. Akan tetapi, diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura tertutup dengan dijumpainya jaringan granulomatosa sekitar 60-80%. Studi pemeriksaan yang dilakukan oleh Diacon et al. menunjukkan sensitivitas pemeriksaan histologis, kultur dan kombinasi histologis dengan kultur secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan sensitivitas pemeriksaan secara torakoskopi mencapai 100, 76%, 100% dengan spesifisitas 100%.3
7.
Diagnosis Diagnosis efusi pleura tuberkulosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi thoraks, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan pleura dan jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura. Diagnosis dapat juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-γ, dan PCR cairan pleura. Hasil darah perifer tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis. Sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan gambaran infiltrat pada foto toraks.3 Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat, sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi vocal fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah sampai menghilang, suara gesekan pleura.6 Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif (0-1%). Isolasi M. tuberculosis dari kultur cairan pleura hanya didapatkan pada 20-40% pasien efusi pleura tuberkulosa. Hasil pemeriksaan BTA dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak mengekslusi kemungkinan pleuritis TB.
10
Hasil pemeriksaan BTA pada sputum jarang positif pada kasus primer dan kultur menunjukkan hasil positif hanya pada 25-33% pasien. Sebaliknya, pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum positif pada 50% pasien dan kultur positif pada 60% pasien.3 Diagnosis pasti dari efusi pleura tuberkulosa dengan ditemukan basil M. tuberculosis pada
sputum,
cairan
pleura
dan
jaringan
pleura.
Hasil
torakosintesis efusi pleura dari pleuritis tuberkulosa primer mempunyai karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan pleura >3 g/dL, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200 U. Karakteristik cairan pleura pada efusi pleura tuberkulosa ditandai oleh meningkatnya protein cairan pleura, sering diatas 5 gr/dl, glukosa cairan pleura menurun tetapi seringkali sama dengan glukosa serum. Hasil tes tuberkulin yang positif mendukung penegakkan diagnosis efusi pleura TB di daerah dengan prevalensi TB yang rendah (atau tidak divaksinasi), akan tetapi hasil tes tuberkulin negatif dapat terjadi pada sepe rtiga pasien.8
8.
Penatalaksanaan
Dikarenakan efusi pleura ini terjadi akibat tuberkulosis, maka prinsip pengobatan seperti pengobatan tuberkulosis. Pengobatan dengan obat anti tuberculosis (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol dan streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberculosis paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (prednison 1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).2 Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri 11
yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil.10 Berdasarkan pedoman tatalaksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang luas atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi kategori I. Pasien dengan efusi pleura tuberkulosa soliter harus diterapi dengan isoniazid, rifampisin dan pirazinamid selama 2 bulan diikuti dengan terapi isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan.10
12
BAB III PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESIS Identitas
Nama
: Tn. J
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 48 tahun
Alamat
: KP Barukai
Pekerjaan
: Buruh
Nomor RM
: 519916
Tanggal Masuk RS : 19 Oktober 2017
Anamnesis dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul 06.00 WIB Keluhan Utama
Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang mengeluhkan sesak nafas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas semakin memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dirasakan pasien terus menerus dan
semakin memberat jika dibawa
berbaring sehingga posisi pasien lebih nyaman jika duduk guna mengurangi sesak, sesak juga disertai nyeri terutama jika pasien berbaring ke sisi kanan. Sesak nafas juga semakin memberat jika beraktivitas dan saat pasien batuk. Keluhan diawali dengan batuk berdahak yang kadang bercampur darah sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak disertai keluhan demam pada malam hari, keringat dingin, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mulai merasakan sesak nafas. Keluhan sesak disertai mengi dan nyeri dada disangkal pasien.
13
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Penyakit hipertensi, diabetes, asma disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat asma, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, maupun pengobatan paru selama 6 bulan pada anggota keluarga disangkal Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh. Biaya pengobatan menggunakan BPJS kelas III. Kesan ekonomi kurang.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul 06.00 WIB Status Generalis
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis, GCS : E4M6V5
Status gizi
: BB 50 kg, TB 160 cm; kesan gizi cukup
Tanda vital Nadi
: 89 kali/menit, isi cukup dengan irama teratur
Tekanan darah : 120/80 mmHg Napas
: 20 kali/menit, teratur, kedalaman cukup dengan jenis pernapasan abdomino-torakal
Suhu Kulit
: 36,5°C, aksilar : Warna kulit sawo matang, tidak ada kelainan kulit bawaan
Kepala
: Normocephalus
Rambut
: Berwarna hitam, tidak mudah rontok
14
Mata
: Konjungtiva anemis tidak anemis, sklera tidak ikterik
Jantung
: Iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba Batas jantung tidak ada kelainan Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru
: Pengembangan dada simetris, retraksi intercostal (+) Fremitus taktil kanan menurun dibanding fremitus taktil kiri Perkusi sonor di seluruh lapang paru kiri, redup pada lapang paru kanan Suara napas vesikuler menurun di lapang paru kanan, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: Perut datar, distensi (-) Bising usus normal Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) Perkusi timpani pada seluruh lapang perut
Ekstremitas
: Akral hangat, capillary refill time < 2 s, edema (-/-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (hasil pemeriksaan tanggal 19 Oktober 2017)
Hemoglobin : 12,9 g/dL Hematokrit : 37,9% Leukosit
: 6.900/µL
Trombosit
: 499.000/µL
Eritrosit
: 4,7 juta/µL
MCV
: 81,3 fL 15
MCH
: 27,7 pq
MCHC
: 34,0 g/dL
RDW
: 12,3%
Basofil
: 0,4%
Eosinofil
: 1,7%
Segmen
: 82,0%
Limfosit
: 12,0%
Monosit
: 3.9%
Radiologi
Cor sulit dinilai, batas kanan berselubung Sinuses dan diafragma kanan berselubung,kiri tidak dapat kelainan Pulmo : - Hili Kabur - Corakan bronkovasculer bertambah - Tampak bercak di apek-lapang bawah paru kanan, garis keras (+), tampak perselubungan opak di hemitorax
16
lateral atas-bawah kanan Kesan - Gambaran TB paru aktif dengan garis fibrosis dan efusi pleura kanan loculated - Tidak tampak kardiomegali IV. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja
: Efusi Pleura Dextra ec susp TB paru
V. TATALAKSANA Non-Medikamentosa :
- Tirah baring - O2 via nasal canul 3 L/menit Medikamentosa :
- IVFD Ringer Laktat 15 tetes/menit - IV Ceftizoxime 1 gram/12 jam - IV Ranitidin 50 mg/12 jam - PO Ambroxol syr 1 C/8 jam - Planning pungsi pleura
VI. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanactionam
: dubia ad bonam
VII. CATATAN KEMAJUAN Selasa, 26/10/17
S
: sesak napas berkurang, batuk berkurang
O
: Keadaan umum tampak sakit sedang Kesadaran kompos mentis, GCS E4M6V5
17
TD 110/70 mmHg, HR 88kali/menit, RR 24 kali/menit, suhu 36,6oC Pemeriksaan paru : - Inspeksi : statis
: simeris
dinamis : gerakan paru simetris, tidak ada ketinggalan gerak - Palpasi : Fremitus kanan menurun dibanding kiri - Perkusi : Sonor di lapang paru kiri, redup di lapang paru kanan - Auskultasi: Suara napas vesikuler melemah di lapang paru kanan A
: Efusi pleura dextra ec susp TB paru
P
- IVFD Ringer Laktat 15 tetes/menit - IV Ceftizoxime 1 gram/12 jam - IV Ranitidin 50 mg/12 jam - PO Ambroxol syr 1 C/8 jam
Rabu, 27/10/17
S
: sesak napas sudah tidak ada, batuk sudah berkurang
O
: Keadaan umum tampak sakit sedang Kesadaran kompos mentis, GCS E4M6V5 TD 100/70 mmHg, HR 80 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 36,8oC Pemeriksaan paru : - Inspeksi : statis
: simeris
dinamis : gerakan paru simetris, tidak ada ketinggalan gerak - Palpasi : fremitus taktil kanan menurun dibanding fremitus taktil kiri - Perkusi : Sonor di lapang paru kiri, redup di lapang paru kanan - Auskultasi: Suara napas vesikuler melemah di lapang paru kanan A
: Efusi pleura dextra ec susp TB paru
P
: - O2 via nasal canul 3 L/menit 18
- IVFD Ringer Laktat 15 tetes/menit - IV Ceftizoxime 1 gram/12 jam - IV Ranitidin 50 mg/12 jam - PO Vectrin syr 1 C/8 jam
Jum’at, 28/10 /17
S
: sesak napas tidak ada, batuk tidak ada
O
: Keadaan umum tampak sakit ringan Kesadaran kompos mentis, GCS E4M6V5 TD 110/70 mmHg, HR 80 kali/menit, RR 20 kali/menit, suhu 36,6oC Pemeriksaan paru : - Inspeksi : statis
: simeris
dinamis : gerakan paru simetris, tidak ada ketinggalan gerak - Palpasi : Fremitus kanan = kiri di seluruh lapang paru - Perkusi : Sonor di lapang paru kiri, redup di lapang paru kanan - Auskultasi: Suara napas vesikuler melemah di lapang paru kanan A
: Efusi pleura dextra Tuberculosis paru on OAT bulan ke-4
- P
: - O2 via nasal canul 3 L/menit - IVFD Ringer Laktat 15 tetes/menit - IV Ranitidin 50 mg/12 jam - PO 4FDC 1x3 tab - PO Prednison 3x1 tab
19
BAB IV PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa asien datang mengeluhkan sesak nafas yang semakin memberat sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak yang dirasakan pasien terus menerus dan
semakin memberat jika dibawa berbaring
sehingga posisi pasien lebih nyaman jika duduk guna mengurangi sesak, sesak juga disertai nyeri jika pasien berbaring ke sisi kanan. Sesak nafas juga semakin memberat jika beraktivitas dan saat pasien batuk. Keluhan diawali dengan batuk berdahak yang kadang bercampur darah sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak disertai keluhan demam pada malam hari, keringat dingin, nafsu makan menurun, berat badan menurun dan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mulai merasakan sesak nafas. Keluhan sesak disertai mengi dan nyeri dada disangkal pasien. Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan inspeksi normal, perkusi terdengar redup pada lapangan paru kanan dan auskultasi terdengar suara nafas vesikuler melemah pada lapangan paru kanan. Beberapa hal yang mungkin menyebabkan hal di atas antara lain, adanya cairan pada rongga pleura, atau terdapat massa di paru kanan. Pada pasien ini pemeriksaan dikonfirmasi melalui rontgen thorax, hasil pemeriksaan rontgen thorak menunjukkan adanya efusi pleura. Jika dihubungkan dengan anamnesis pada pasien ini, didapatkan gejala dan tanda yang mengarah pada infeksi Mycobacterium tuberculosis, yaitu adanya batuk berdahak lebih dari 2 minggu disertai bercak darah, demam pada malam hari, penurunan berat badan. Pada pasien dari hasil anamnesis tidak diketahui kontak TB pasien dari keluarga maupun lingkungan pekerjaan, namun pasien memiliki riwayat perokok dan mengingat tinggi nya prevalensi penyakit TB maka kemungkinan yang bisa ditimbulkan adalah terjadinya Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan efusi. Hal ini dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan cairan pleura dan pemeriksaan dahak.
20
BAB V KESIMPULAN
Pasien Laki-laki berusia 48 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya peredupan perkusi serta penurunan suara napas perkusi di lapang paru kanan. Hasil foto polos thorax menunjukkan adanya perselubungan opak homogen di hemithorax dextra. Pasien didiagnosis menderita efusi pleura dextra. Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan merupakan komplikasi berbagai penyakit. Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan pada absorpsinya. Efusi pleura tuberkulosa adalah efusi pleura yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dikenal juga dengan nama pleuritis tuberkulosa. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi tuberkulosis paru primer. Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi, dimana penyebab utama efusi pleuranya adalah tuberkulosis paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang baik akan penyakit efusi pleura tuberkulosis oleh setiap insan tenaga medis sehingga dapat menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai.
21
DAFTAR PUSTAKA
1.
Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60.
2.
S Hariadi. Efusi Pleura. In: Wibisono MJ, Winariani, & Slamet H, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010. h. 114-6.
3.
RW Light. Pleural diseases. 5th edition. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007. h. 412 .
4.
McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach. American Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128.
5.
L Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2001. h. 415-8.
6.
ML Mayse. Non-malignant pleural effusions. In: Fishman AP, editor. Fishman's pulmonary diseases and disorders. 4th ed. New York: Mc Graw Hill, 2008; p. 1487-504.
7.
NA Maskell & Butland RJA. “BTS guidelines for the investigation of unilateral pleural effusion in adults”. 2003;58:8-17.
8.
M Marel.
“Epidemiology of pleural effusion”. Eur Respir
Mon.
2002;22:146-56. 9.
H Mangunnegoro. “Masalah efusi pleura di Indonesia”. J Respir Indo. 1998;18:48-50.
10.
RW
Light.
Update
on
tuberculous
pleural
effusion.
Respirology.
2010;15:451-8.
22