1
M. Irsan Nasarudin, 2008, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 79-80
Salim HS & Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta PT Rajagrafindo Persada, hlm. 32
Sujanto, 2016, Bahan Paparan Direktur Pengelolaan Investasi OJK, Surabaya: Otoritas Jasa Keuangan RI.
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/08/01/mqub8w-bei-resmikan-produk-investasi-baru-dire
Irsan Nasarudin, 2008, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, hlm.167
https://www.finansialku.com/kenali-investasi-dire-reksa-dana-penyertaan-terbatas-dan-kik-efek-beragun-aset-dalam-dunia-investasi/
http://market.bisnis.com/read/20160301/190/523789/ojk-terapkan-5-mekanisme-perlindungan-investor-dire
Gunawan W. & Yongki Angga, 2008, Real Estate Investment Trusts, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hlm. 6
Siti Murtiningsih, 2009, Analisis Dampak Guncangan Variabel Makro terhadap Investasi Bisnis Properti di Indonesia, Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, hlm 20.
Ibid, hlm. 80.
https://medium.com/@zahrul3/dana-investasi-real-estate-dire-sebagai-alternatif-investasi-dan-alternatif-pendanaan-eda7362bd1b
https://pasardana.id/news/2016/6/10/faktor-likuiditas-menghambat-perkembangan-dire/
Irsan, Op.cit, hlm 170-171
M. Paulus Situmorang, 2008, Pengantar Pasar Modal, Jakarta : Mitra Wacana Media, hlm. 83.
http://finansial.bisnis.com/read/20170302/215/633190/investasi-kik-dan-dire-jadi-alternatif-produk-dana-pensiun
Panji Anoraga & Piji Pakarti, 2008, Pengantar Pasar Modal (Edisi Revisi), Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm.78.
Ibid, hlm. 79.
Siti, Op.cit, hlm. 15-21
Jusuf Anwar, 2008, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Bandung : Penerbit PT Alumni, hlm. 210
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS HUKUM
PAPER TUGAS HUKUM PASAR MODAL
Tinjauan Yuridis
Risiko-Risiko Yang Menjadi Hambatan
Pengembangan Dana Investasi Real Estate (DIRE)
di Pasar Modal Indonesia
Paper hukum ini disusun untuk melengkapi Tugas Hukum Pasar Modal
Dosen Pengajar Retno Ici, SH, LL.M
Oleh :
Nama : Westy Nanda Silitonga
N I M : 16/407434/PHK/09667
KAMPUS JAKARTA
2017
Tinjauan Yuridis
Risiko-Risiko Yang Menjadi Hambatan
Pengembangan Dana Investasi Real Estate (DIRE)
di Pasar Modal Indonesia
Oleh : Westy Nanda Silitonga
16/407434/PHK/09667
Kondisi perekonomian Indonesia mutakhir mengarahkan pengembangan pasar modal Indonesia difokuskan pada pemulihan dan pengembangan pelaku pasar. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan pelaku pasar modal yang kuat sehingga menjadi penggerak yang tangguh bagi perekonomian nasional. Pelaku pasar modal, dalam hal ini investor, diharapkan dapat memperluas jaringan pasar modal dengan terus menerus aktif menggunakan produk investasi yang dirilis untuk merespon globalisasi ekonomi yang terjadi. Pengembangan produk pasar modal menjadi salah satu langkah yang tepat untuk menghadapi globalisasi ekonomi, demikian halnya berkaitan dengan kepentingan dalam negeri, perlu dilakukan inovasi produk yang dapat meningkatkan partisipasi investor domestik. Krisis moneter yang terjadi menjadi salah satu hal yang menyebabkan hengkang-nya sejumlah investor asing dan saat ini menjadi waktu yang tepat untuk mendorong partisipasi investor lokal, yang meskipun sebagai pemodal kecil, untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan besaran portofolio investasi dengan cara menghimpun dana masyarakat dan membuka peluang investasi yang sebesar-besarnya di sejumlah sektor bisnis termasuk di pasar modal. Melalui perbaikan instrumen hukum, deregulasi sejumlah peraturan terkait dan pengawasan implementasi aturan, pemerintah mengupayakan terbentuknya iklim investasi yang sehat bagi investor serta jaminan stabilitas keuntungan di masa mendatang atas dana yang diinvestasikan. Hal ini menjadi suatu bentuk pengejawantahan definisi investasi sebagai sebuah tindakan untuk membelanjakan uang pada masa sekarang dengan tujuan untuk mendapatkan suatu bentuk imbalan pada masa yang akan datang.
Selaras dengan pendapat ahli Kamaruddin Ahmad, hakikatnya investasi adalah upaya menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Definisi tersebut bersesuaian dengan prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam menginvestasikan dana antara lain: 1) prinsip jaminan keselamatan modal, bahwa setiap orang yang meng-investasikan uangnya akan selalu berharap mendapat kembali uangnya sekiranya diperlukan; 2) prinsip jaminan pendapatan yang cenderung stabil, bahwa investor juga mengharapkan satu aliran pendapatan sebagai imbalan atas investasi yang telah dilakukan; dan 3) bentuk investasi mudah dibeli dan dijual, bahwa kriteria mudah atau sulitnya produk investasi dibeli atau dijual dapat ditinjau dari segi biaya, waktu dan prosedur yang diperlukan untuk proses transaksi jual beli di pasar modal.
Prinsip-prinsip di atas cukup mempengaruhi investor dalam memilih sektor investasi yang diinginkan. Itulah sebabnya pemerintah senantiasa mengupayakan inovasi-inovasi produk pasar modal yang mengutamakan jaminan keselamatan modal, menawarkan jaminan pendapatan dan mempermudah alur proses dan prosedur jual beli produk investasi di bursa efek melalui instrumen hukum yang ada. Imstrumen investasi baru banyak bermunculan untuk menarik minat investor, tidak hanya pemodal besar namun mulai menyasar pemodal kecil. Dalam hal ini berkaitan dengan bisnis properti yang dinilai dari satu sisi cukup memberikan jaminan keselamatan modal dan menawarkan pendapatan sebagai imbal jasa investasi. Mendasarkan pada hakikatnya, investasi di sektor properti sangatlah tidak sesuai untuk pemodal kecil sebab bagi mereka yang diutamakan adalah tingkat kecairan (likuiditas) modal yang tinggi. Namun agar dapat menjangkau pemodal kecil, pemerintah melakukan upaya sekuritisasi aset melalui sejumlah produk yang diluncurkan di pasar modal dalam bentuk Kredit Investasi Kolektif (KIK), sebagai contohnya Efek Beragun Aset (EBA) secara umum dan Dana Investasi Real Estate (DIRE) yang paling spesifik mengikat aset properti komersial sebagai obyek investasi yang ditawarkan.
Dana Investasi Real Estate (DIRE) menjadi salah satu wadah yang digunakan untuk dapat menghimpun dana masyarakat, yang selanjutnya diinvestasikan pada aset real estate, aset yang berkaitan dengan Real Estat dan atau kas dan setara dengan kas. Dalam pengembangan pasar modal Indonesia, keberadaan DIRE menjadi salah satu instrumen baru investasi bagi pelaku pasar modal. Bursa Efek Indonesia (BEI) pertama kali merilis DIRE sebagai tambahan pilihan investasi pada Agustus 2013 dengan mencatatkan produk perdana yang resmi diterbitkan oleh PT Ciptadana Asset Management sebagai perusahaan investasi DIRE pertama di Indonesia. Produk tersebut yakni DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia (dengan kode XCID) dengan total unit penyertaan sebanyak empat milyar unit dengan nilai perdana sebesar Rp. 110,- per unit atau nominal investasi mencapai sebesar Rp. 440 milyar. Sampai dengan saat ini DIRE Ciptadana Properti Ritel Indonesia telah menempatkan 95% (sembilan puluh lima persen) investasi pada real estate Grand Mall Solo dan tercatat memiliki dana kelolaan lebih dari Rp. 500 milyar.
Kemunculan DIRE sebagai salah satu produk baru pasar modal memberikan sinyal positif bagi perkembangan pasar modal Indonesia. Mengikuti tren pasar modal di sejumlah negara maju yang memiliki kecenderungan bahwa kegiatan sekuritas diarahkan kepada kegiatan bisnis yang mirip dengan industri perbankan menjadi salah satu cara agar dapat menarik minat lebih banyak investor. Perluasan jaringan bisnis dengan inovasi produk yang menarik menjadi salah satu upaya riil untuk mengalihkan lebih banyak investasi ke pasar modal dengan tingkat profit yang lebih kompetitif. Untuk itulah DIRE dirilis sebagai variasi produk pasar modal yang bersifat kompetitif, berkualitas tinggi, dan ditunjang oleh jaminan keamanan investasi yang dapat dipercaya. DIRE memberikan jaminan adanya profit atas keberadaan properti tanpa harus mengambilalih kepemilikan aset secara individual atau hak pengelolaan langsung atas properti. Untuk itu, DIRE dikelola oleh pihak ketiga yang dikenal dengan nama perusahaan investasi atau Manajer Investasi (MI) dan Bank Kustodian.
Karakteristik investasi dalam pasar modal baru dapat disebut sebagai DIRE, apabila minimum 80% (delapan puluh persen) dari dana yang dikelola MI diinvestasikan pada aset yang berhubungan dengan real estate. Dari dana tersebut juga harus terdapat minimum 50% (lima puluh persen) yang diinvestasikan pada aset real estate atau properti komersial antara lain seperti apartemen, perumahan, perkantoran maupun pusat perbelanjaan, kecuali tanah kosong dan bangunan dalam tahap konstruksi yang dilarang dimasukkan dalam DIRE. Sementara kas dan atau setara kas tidak diperkenankan lebih dari 20% (dua puluh persen) dari nilai aset. Umumnya aset real estate tersebut dapat disewakan dan keuntungan dari pendapatan sewa dibagikan pada investor dalam bentuk dividen. Perusahaan investasi wajib membagikan dividen minimal 90% (sembilan puluh persen) setiap tahunnya dari pendapatan DIRE. Dengan kata lain, investor yang membeli produk DIRE menerima dividen sebagai pendapatan tetap (investment return).
Sebagai salah produk investasi pasar modal yang lahir dalam wujud sekuritisasi aset, DIRE memberikan keuntungan yang bersifat kontinu seiring dengan pergerakan investasi aset, dalam hal ini nilai aset properti yang cenderung stabil dan cenderung mengalami kenaikan di setiap tahun. DIRE diyakini dapat berkembang di Indonesia setelah dikeluarkan kebijakan pemerintah yang menghapuskan pajak berganda atas instrumen investasi DIRE dan merendahkan biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas aset DIRE dari sebelumnya maksimum sebesar 5% (lima persen) menjadi 1% (satu persen) dari nilai aset. Insentif bagi produk DIRE yang diberikan pemerintah ini seharusnya dapat menarik minat lebih banyak investor untuk membuka peluang investasi di pasar modal Indonesia.
Bahkan dalam perkembangannya, Otoritas Jasa Keuangan telah merancang beberapa mekanisme perlindungan investor yang menanamkan modal pada instrumen DIRE dalam POJK No.19 POJK.04/2016 tentang Pedoman Bagi Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang Melakukan Pengelolaan Dana Investasi Real Estat Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif antara lain : (1) menerapkan mekanisme bankcruptcy remote, bahwa aset DIRE harus disimpan di Bank Kustodian serta kekayaannya dipisahkan dari kekayaan Manajer Investasi (MI) dan Bank Kustodian; (2) apabila kepemilikannya kurang dari dua tahun dan dengan nilai yang kurang dari 90% (sembilan puluh persen) yang dibuat oleh penilai maka aset DIRE tidak boleh dialihkan; (3) investor berhak memperoleh laporan keuangan tahunan DIRE; (4) wajib diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Unit Penyertaan (RUPUP) apabila DIRE melakukan transaksi dengan pihak yang terlibat dalam pembentukan atau pengelolaan DIRE; dan (5) MI dilarang menerbitkan efek bersifat utang kecuali untuk pembelian aset real estate yang baru untuk pengembangan dengan penerbitan efek maksimum 45% (empat puluh lima) dari total rencana pembelian yang akan dilakukan.
Produk investasi DIRE, dalam konsepsi yang lebih luas dikenal dengan Real Estate Investment Trust (REITs). REITs memberikan peluang kepada pemodal kecil untuk dapat secara langsung berinvestasi di sektor properti komersial. Bagi pemodal besar bukan suatu kemustahilan untuk memiliki aset properti berupa apartemen, gedung perkantoran maupun pusat perbelanjaan. Memiliki properti tersebut memerlukan modal yang tidak dimiliki pemodal kecil secara individu, melainkan dapat dimiliki secara kolektif dengan menghimpun modal dalam satu wadah untuk membeli aset properti secara bersama-sama. Skema investasi kolektif ini membentuk skema DIRE. Sehingga dengan demikian, DIRE termasuk dalam kategori instrumen investasi baru yang secara hukum berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dengan aset portofolio mayoritas pada aset real estate atau properti.
Insentif bagi produk DIRE dan mekanisme perlindungan investor yang dirancang pemerintah serta peluang investasi yang terbuka lebar seharusnya menjadikan DIRE sebagai salah satu produk investasi yang dapat berkembang lebih banyak di pasar modal Indonesia. Namun Sejak diterbitkannya peraturan yang berkaitan dengan DIRE yang mengatur tentang DIRE, khususnya Peraturan Nomor IX.M.1 tentang Pedoman Bagi Manajer Investasi Dan Bank Kustodian Yang Melakukan Pengelolaan Dana Investasi Real Estat Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, hingga saat ini, perkembangan DIRE di Indonesia belum cukup signifikan dan cenderung stagnan. Pada praktiknya selain pembaharuan peraturan pelaksana, terdapat sejumlah faktor khusus di lapangan bisnis properti yang menghambat perkembangan DIRE, khususnya terkait dengan aset portofolio mayoritas yang berada di sektor properti. Sebagai instrumen investasi, risiko utama DIRE pada dasarnya berkaitan dengan sektor bisnis properti sehingga kinerjanya bergantung pada perkembangan sektor tersebut, yang tentu saja tidak selalu dapat diproyeksikan positif. Meskipun pada kenyataannya tingkat pengembalian (rate of return) yang besar dalam sektor properti menjadi faktor utama yang menarik investor untuk memasuki sektor bisnis ini dan penawaran proyek properti komersial hampir selalu diserap oleh pasar di atas angka 60% (enam puluh persen) per tahun, namun bisnis properti tetap saja mengalami penurunan.
Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap bisnis properti yaitu nilai kapitalisasi proyek, tingkat inflasi dan persentase Non Performing Loan (NPL) pembiayaan properti. Kapitalisasi proyek dan keberadaan DIRE saling mengisi. Sekuritisasi aset memberikan kembali atas modal untuk kepemilikan, pembelian atau pembangunan aset baru. Sementara fluktuasi tingkat inflasi dan persentase NPL sangat bergantung dan saling mempengaruhi dengan mekanisme pasar dan daya beli masyarakat, yang secara langsung juga mempengaruhi iklim investasi di pasar modal. Tingginya inflasi dan besarnya persentase NPL mengurangi besarnya dana yang beredar di sektor bisnis properti, yang secara praktis dapat mengakibatkan penurunan nilai properti seketika saat itu. Kondisi nilai properti yang mengalami penurunan dan tingginya inflasi yang mengakibatkan menurunnya daya beli, seterusnya akan dapat berdampak negatif pada likuiditas dan efektivitas pengembangan aset DIRE.
Tingginya inflasi yang mengakibatkan penurunan daya beli, selain berdampak pada penurunan nilai properti juga dapat menjadi faktor penyebab gagal bayar sewa properti. Dalam hal ini seperti yang dijelaskan sebelumnya, aktivitas investasi DIRE adalah membeli sekumpulan aset real estate berupa tanah dan bangunan di atasnya, lalu memperoleh pendapatan dengan menyewakan aset real estate tersebut. Menurun-nya daya beli seiring dengan penurunan kemampuan bayar yang berisiko gagal bayar sewa properti. Dividen yang menjadi pendapatan tetap dimungkinkan tidak dibayarkan kepada investor karena dalam DIRE disepakati konsep pemanfaatan aset bersama-sama dengan kerugian yang juga menjadi beban bersama tidak hanya perusahaan investasi, melainkan juga investor. Secara positif, seharusnya di luar pendapatan aktif dari sewa properti, DIRE juga menghasilkan pendapatan pasif dari kenaikan harga real estate yang dimilikinya. Namun dapat menjadi kebalikannya, apabila risiko penurunan nilai properti dan penurunan daya beli akibat tingginya inflasi yang tidak dapat dikendalikan pelaku pasar modal karena bersifat makro ekonomi.
Melalui DIRE investor dapat melakukan investasi di bidang real estate tanpa harus memiliki aset real estate secara langsung. Peran developer sebagai lembaga pengembang menjadi penting untuk menawarkan properti dengan proyeksi dan prospek pengembangan nilai aset yang tinggi di masa mendatang. Baginya dengan membentuk DIRE, developer dapat memperoleh kembali modalnya secara lebih cepat untuk aset real estate, yang normalnya mungkin memerlukan waktu balik modal yang cukup lama. Metode yang digunakan tentu saja dengan menjualkan aset yang telah dibangunnya kepada sejumlah investor yang tergabung dalam KIK-DIRE. Sebagai hasilnya, likuiditas dan arus kas menjadi terjamin bagi developer. Namun bagaimana dengan likuiditas dan jaminan arus kas bagi investor?
Penerbitan instrumen DIRE menemui kendala likuiditas di pasar sekunder, pasca Penawaran Umum diselenggarakan dalam mekanisme umum di pasar modal. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar investor tidak bersedia masuk di pasar primer atau menjadi investor yang pertama kali membeli produk DIRE. Contohnya, sebagai salah satu perusahaan investasi (MI) yang mengajukan permohonan efektif untuk produk DIRE kepada OJK beberapa waktu terakhir, PT BNI Asset Management berencana mengeluarkan DIRE dengan aset properti hotel bintang empat yang berlokasi di dekat Bandara Ngurah Rai. Nilai investasi DIRE ini mencapai Rp. 400 milyar dan penawaran prospek kenaikan nilai yang tinggi karena memiliki tingkat okupansi hingga mencapai 90% (sembilan puluh persen), rate of return sebesar 6% (enam persen) dari dividen ditambah proyeksi nilai kenaikan harga tanah sebesar 9% (sembilan persen) per tahun menjadi peluang keuntungan yang sangat mungkin didapatkan investor. Namun karena faktor likuiditas maka tidak banyak investor yang mempunyai keyakinan bergabung dalam KIK-DIRE.
Baik investor institusi maupun perorangan yang membeli dan memiliki aset DIRE pada perkembangannya cukup kesulitan menjual unit penyertaan jenis DIRE di pasar sekunder, karena pelaku pasar modal yang berinvestasi di produk sekuritas ini masih sangat sedikit jumlahnya sementara sebagian besar pelaku pasar modal setiap saat dimungkinkan membutuhkan dana tunai untuk pengembangan unit usahanya sehingga harus menjual produk investasi yang dimilikinya. Investor institusi misalnya saja seperti dana pensiun, perusahaan asuransi dan lembaga multifinance dalam menjalankan core business utamanya, seringkali membutuhkan dana tunai untuk operasional usaha maupun pengembangannya sehingga harus menjual produk investasi yang dimilikinya sebagai pencadangan aset lancar perusahaan. Tidak sama seperti saham ataupun reksadana yang dapat segera diperjualbelikan seketika waktu, untuk dapat menawarkan DIRE di pasar sekunder harus dengan pertimbangan MI dan persetujuan Bank Kustodian terhadap nilai pasar yang akan ditetapkan terhadap aset DIRE. Selain itu, analisa kondisi properti juga sangat mempengaruhi minat calon investor baru yang akan membeli. Dalam kondisi investor DIRE membutuhkan pemasukan dana secara cepat maka hal ini akan cukup sulit dilakukan. Itulah sebabnya, DIRE masih cukup diragukan likuiditasnya sebagai salah satu produk keuangan yang beredar di pasar modal dan kondisi ini menjadi hambatan yang cukup berarti bagi perkembangan DIRE sebagai produk investasi di Indonesia.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, investasi di sektor properti sangatlah tidak sesuai untuk pemodal kecil sebab bagi mereka yang diutamakan adalah tingkat likuiditas modal yang tinggi. DIRE diharapkan dapat menjadi produk yang diandalkan dapat menjangkau pemodal kecil berinvestasi di sektor properti secara kolektif namun pada perkembangannya, produk investasi turunan pada sektor properti ini tidak serta merta memenuhi tujuan berinvestasi. Ditinjau dari tujuan investor memasuki pasar modal dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok antara lain : 1) kelompok yang bertujuan memperoleh dividen; (2) kelompok dengan tujuan untuk berdagang; (3) kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan perusahaan; dan (4) kelompok spekulator. Oleh karena tingkat likuiditasnya yang rendah, DIRE pada dasarnya hanya memenuhi tujuan investasi kelompok yang bertujuan memperoleh dividen.
Pemodal yang berinvestasi atau membeli efek untuk memperoleh dividen biasanya mengincar perusahaan yang sudah sangat stabil dan menjamin kepastian adanya keuntungan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan dan dividen setiap tahun. Keinginan untuk memperoleh dividen lebih penting daripada keinginan memperoleh kenaikan harga efek (capital gain).Biasanya pemodal yang masuk dalam kelompok adalah perorangan atau lembaga yang mengharapkan pendapatan tetap seperti pengelola dana pensiun dan asuransi. Pengembangan KIK-DIRE dinilai dapat menjadi produk alternatif investasi bagi dana pensiun. Meskipun saat ini lembaga dana pensiun masih belum banyak yang menggunakan instrumen investasi DIRE saat ini karena masih berkonsentrasi untuk memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.1/2016 tentang investasi Surat Berharga Negara bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank,namun menurut Bambang Sri Muljadi, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) sedang mencari alternatif investasi yang diperbolehkan dan sepertinya di masa mendatang akan mengarah ke sektor bisnis properti dan derivatifnya yang dinilai lebih menjanjikan untuk memperoleh dividen sebagai hasil kelolaan dana pensiun.
Kelompok pemodal yang berinvestasi dengan tujuan untuk memperoleh dividen pada dasarnya tidak aktif dalam perdagangan efek. Kondisi ini berakibat pada perputaran efek di bursa pasar modal yang menjadi kurang dinamis. Padahal, insentif yang diberikan pemerintah dalam regulasi terkait DIRE, salah satu tujuannya adalah untuk memperlancar perputaran arus investasi di pasar modal. Umumnya kelancaran arus dalam pasar modal didukung oleh aktivitas perdagangan efek pemodal yang bertujuan dagang dan pemodal spekulator yang dominan merupakan pemodal besar. Banyaknya pemodal kecil yang bertujuan untuk memperoleh dividen saja belum cukup mengembangkan potensi pasar modal Indonesia. Kurangnya minat pemodal yang bertujuan dagang dan pemodal spekulator membeli instrumen DIRE seperti yang dijelaskan sebelumnya karena masih terdapat cukup banyak risiko dan ketidakpastian dari berinvestasi produk tersebut. Sebelumnya telah disebutkan mengenai risiko penurunan nilai properti dan kemungkinan gagal bayar sewa aset DIRE karena faktor eksternal, tingginya nilai inflasi dan penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, faktor risiko likuditas aset DIRE menjadi risiko paling utama yang menjadi aspek pertimbangan pemodal yang bertujuan dagang dan pemodal spekulator untuk tidak mengambil DIRE di pasar primer.
Dalam melaksanakan investasi, investor atau pemodal, khususnya yang bertujuan dagang dan pemodal spekulator di pasar modal mempunyai beberapa pertimbangan risiko investasi yang umumnya digunakan sebagai basis analisa untuk mengambil keputusan, antara lain sebagai berikut : (1) Risiko finansial, yaitu risiko yang diterima investor akibat ketidakmampuan pengelola efek memenuhi kewajiban bayar dividen. Dalam hal ini investor harus mengkaji kapabilitas perusahaan investasi dalam mengelola aset DIRE; (2) Risiko pasar, yaitu risiko akibat menurunnya harga pasar substansial baik akibat keseluruhan efek maupun sebagian efek tertentu saja akibat perubahan tingkat inflasi ekonomi, keuangan negara, perubahan manajemen perusahaan atau kebijakan pemerintah. Dalam DIRE, hal ini berkaitan dengan risiko penurunan nilai aset DIRE yang dikelola perusahaan investasi disebabkan oleh perubahan-perubahan eksternal; dan (3) Risiko psikologis, yaitu risiko bagi investor yang bertindak secara emosional dalam menghadapi perubahan harga efek berdasar pada optimisme dan pesimisme yang dapat mengakibatkan kenaikan dan penurunan harga efek. Risiko ini seringkali dihadapi oleh pemodal spekulator untuk memutuskan turut serta membeli atau menjual efek yang dimilikinya. Oleh sebab itu pemodal spekulator memilih berinvestasi pada efek dengan tingkat likuiditas tinggi agar sewaktu-waktu dihadapkan dengan risiko psikologis maka pertimbangan untuk membeli atau menjual efek lebih fokus pada mekanisme pasar, bukan biaya dan prosedur yang umumnya melekat pada proses jual beli aset DIRE.
Mengenai risiko (risk) yang paling sering dihadapi investor menurut RL. Hagin dalam analisisnya antara lain sebagai berikut :
Rate interest risk, adalah variasi dalam pendapatan disebabkan oleh adanya perubahan dalam tingkat suku bunga pasar. Risiko ini biasanya muncul dalam investasi yang menghasilkan current income, salah satunya instrumen DIRE yang menghasilkan dividen. Nilai relatif dari pendapatan, dalam hal ini dividen, bervariasi dengan pergerakan yang timbul dalam tingkat suku bunga pasar. Hal ini karena efek adalah present value dari pendapatan sementara tingkat suku bunga yang digunakan merupakan komponen discount rate dalam perhitungan nilai efek sehingga fluktuasi tingkat suku bunga berjalan secara langsung mempengaruhi pendapatan yang diperoleh dari investasi.
Liquidity risk, merupakan risiko yang berhubungan dengan mudah tidaknya suatu jenis investasi dicairkan menjadi uang kas. Terlepas dari keuntungan yang dijanjikan aset DIRE, terdapat risiko investasi yang paling dominan di dalamnya yaitu risiko likuiditas. Mekanisme pencairan DIRE tidak semudah instrumen efek lain yang banyak diperdagangkan di bursa efek. Ketika investor ingin menarik kembali dana yang diinvestasikannya, MI harus menjual aset untuk mengembalikan dana tersebut. Kendala utamanya aset real estate tidak likuid sehingga untuk dapat mengalihkan kepemilikan efek, MI harus lebih ektra meyakinkan investor lain untuk membeli DIRE yang akan dialihkan. Sementara di sisi lain sampai dengan saat ini investor dengan kepemilikan aset DIRE di pasar modal Indonesia masih terbatas jumlahnya.
Purchasing power risk merupakan risiko yang berhubungan dengan adanya inflasi. Dengan adanya inflasi maka nilai uang riil akan lebih kecil dibanding kan dengan dengan nilai nominal uangnya. Dalam DIRE, keberadaan inflasi tidak dapat dikendalikan karena posisinya sebagai faktor eksternal. Namun dampak inflasi pada DIRE tidak sebatas pada nilai efek saja melainkan dapat mengakibatkan risiko penurunan nilai aset DIRE. Lebih jauhnya risiko ini akan sangat merugikan bagi investor yang tidak dapat segera menjual efek yang dimilikinya sementara analisis risiko merekomendasikan hal tersebut. Kondisi ini menjadi kelemahan DIRE yang paling signifikan, karena untuk dapat mengalihkan atau memperjualbelikan instrumen tersebut harus melalui MI dengan sejumlah prosedur yang melibatkan Bank Kustodian dan pihak ketiga lainnya sesuai dengan POJK No.19 POJK.04/2016.
Business risk, merupakan risiko yang berhubungan dengan prospek bisnis dari perusahaan yang mengeluarkan efek. Dalam DIRE, risiko ini melibatkan track record perusahaan investasi (MI) dan Bank Kustodian. Keberhasilan MI tergantung pada kemampuan manajemen untuk mengendalikan perusahaan dalam lingkungan lapangan pasar modal yang terus berubah baik karena mekanisme pasar maupun kebijakan pemerintah serta faktor eksternal lainnya yang mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. DIRE sangat erat kaitannya dengan bisnis properti sehingga dalam pertimbangan berinvestasi dalam DIRE juga harus mempertimbangkan faktor nilai properti aset DIRE tersebut. Secara garis besar faktor yang mempengaruhi nilai suatu properti dibedakan menjadi sebagai berikut : (1) faktor permintaan dan penawaran aset yang akan dibeli mempengaruhi harga aset present value, (2) faktor fisik properti, dalam hal ini kondisi properti yang akan dibeli atau disekuritiasi menjadi efek DIRE; (3) faktor lokasi dan perletakan aset DIRE sangat mempengaruhi merketabilitas aset baik saat ini maupun di masa mendatang; dan (4) faktor kebangsaan atau politik dalam hal ini kondisi ekonomi sosial dan politik suatu negara, misal sistem perundangan mengenai kepemilikan atas properti, tata ruang wilayah dan suku bunga pinjaman saat akan dilakukan transaksi perdagangan efek.
Investment risk, merupakan risiko yang berhubungan dengan dinamika permintaan dan penawaran sekuritas, fluktuasi harga sekuritas dan harapan terhadap prospek perusahaan. Risiko ini melekati hampir seluruh produk investasi pasar modal tidak terkecuali DIRE. Mekanisme pasar mempengaruhi pengembangan nilai aset DIRE sama halnya dengan pengaruhnya terhadap nilai efek itu sendiri. Saat ini untuk DIRE, karakteristik investor yang dapat menghadapi risiko ini adalah investor yang mempunyai orientasi jangka panjang dan mengharapkan adanya longterm capital appreciation. Investor yang mempunyai motivasi investasi jangka pendek kurang sesuai menjadi investor aset DIRE, karena dikhawatirkan akan sering terjadi penjualan yang under value akibat risiko investasi yang melekat pada aset DIRE.
Uraian di atas merupakan risiko-risiko yang menghambat perkembangan instrumen DIRE sebagai salah satu instrumen efek di pasar modal Indonesia. Risiko likuiditas menjadi risiko yang paling mendapatkan perhatian investor dan menjadi kannya sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan berinvestasi pada DIRE. Sementara pada asasnya, transaksi perdagangan efek membutuhkan suatu sistem yang transparan yang dapat menjamin efisiensi, keamanan dan likuiditas. Likuiditas efek menjadi faktor penting dalam perputaran arus dana di pasar modal dan sangat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi pada suatu efek. Risiko-risiko yang melekat pada aset DIRE tidak dapat serta merta dihindari atau dimitigasi dengan sejumlah pembaharuan dalam peraturan terkait dengan pasar modal. Apabila sebelumnya pemerintah melalui paket kebijakan kelimanya mengeluarkan peraturan mengenai penghapusan pajak berganda saat pembelian aset dan pembagian dividen pada DIRE, maka kedepannya diharapkan pemerintah dapat mengeluarkan peraturan yang mempermudah proses jual beli aset DIRE sehingga risiko likuiditas dapat dimitigasi dari sisi biaya, cara dan prosedur pencairan atau penarikan kembali dana investasi. Dengan aturan baru yang dikeluarkan, pemerintah membebaskan dividen yang diterima oleh perusahaan khusus atau Special Purpose Company (SPC) pengelola DIRE dari kewajiban pajak penghasilan (PPh). Ke depannya diharapkan diberikan lebih banyak lagi faktor yang mengurangi potensi risiko investasi yang melekat pada produk DIRE. Selain itu, bagi investor sebagai pelaku pasar modal, sebelum membeli DIRE wajib mempelajari terlebih dahulu syarat ketentuan dan aturan-aturan investasi serta disesuaikan dengan tujuan investasi, yang setidaknya bukan untuk tujuan investasi jangka pendek.