BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tube Tuberk rkul ulos osis is (TB) (TB) adala adalah h suat suatu u peny penyak akit it infe infeks ksii menu menula larr yang yang dise diseba babka bkan n oleh oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organi organisme sme patoge patogen n maupun maupun saprof saprofit it.. Jalan Jalan masuk masuk untuk untuk organi organisme sme MTB adalah adalah salura saluran n perna pernafas fasan, an, salura saluran n pencern pencernaan aan,, dan luka luka terbuka terbuka pada kulit kulit.. Sebagi Sebagian an besar besar infeks infeksii TB menyebar menyebar lewat udara, melalui melalui terhirupny terhirupnyaa nukleus nukleus droplet droplet yang berisikan berisikan organisme organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi.1,2 Tim Joint External Tuberculosis Monitoring Mission (JEMM) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan banyak perbaikan dalam upaya pengendalian tuberculosis (TB) di Indonesia. Indonesia telah mengalami kemajuan yang diakui oleh dunia internasional, terlihat dari peringkat beban TB Indonesia yang turun dari peringkat 3 ke peringkat 5 dunia. Tahun 2000, korban meninggal akibat TB ada 140.000 jiwa. Sedangkan pada tahun 2010 ada 60.000 jiwa. jiwa. Indonesia Indonesia sudah mencapai 3 dari 4 target, target, yaitu angka kematian kematian yang lebih rendah, angka penemuan kasus yang lebih rendah dan angka keberhasilan penyembuhan yang meningkat.1,2 Sejara Sejarah h eradik eradikasi asi TB dengan dengan kemote kemoterap rapii dimula dimulaii pada tahun tahun 1944 1944 ketika ketika seoran seorang g perempuan perempuan dengan penyakit TB paru lanjut menerima menerima injeksi injeksi pertama pertama Streptomic Streptomicin. in. Segera Segera disusu disusull dengan dengan penemu penemuan an asam asam para para amino amino salisi salisilik lik (PAS) (PAS).. Dilanj Dilanjutk utkan an dengan dengan penemu penemuan an Isoniazid pada tahun 1952. Kemudian diikuti penemuan berturut-turut pirazinamid pada tahun 1954 dan etambutol 1952, rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB sampai saat ini. Angka insidensi kasus dan mortalitas TB menurun drastis sejak terdapat kemoterapi. Namun, dari tahun 1985 hingga 1992, kasus TB meningkat hingga 20 %. Lebih dari 80 % kasus baru TB yang dilaporkan adalah berusia lebih dari 25 tahun.2,5 Secara Secara umum, umum, pengguna penggunaan an agen agen kemote kemoterap rapii untuk untuk TB dengan dengan rifamp rifampici icin, n, isonia isoniazid zid,, pyrazinamide, ethambutol, dan streptomycin sangat efektif, namun dapat mengakibatkan efek samping hepatoksisitas yang dikenal sebagai drug induced hepatitis. Efek ini biasanya dapat diperk diperkira irakan kan dan tergant tergantung ung dari dari jumlah jumlah dosis, dosis, usia, usia, jenis jenis kelami kelamin, n, dan juga juga indeks indeks massa massa tubuh.2,6
1
Selain itu, dilaporkan pula faktor imunogenetik dikaitkan dengan efek hepatotoksik OAT, dimana insidensinya lebih tinggi di negara berkembang dengan rate berkisar dari 8-39%. OAT maupun maupun produk produk-pr -produ oduk k metabol metabolitn itnya ya dapat dapat mengaki mengakibat batkan kan kerusa kerusakan kan dari dari sel hepar hepar dalam dalam berbagai macam tipe serta melalui beberapa jenis mekanisme.2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari telaah pada penulisan penulisan ini adalah untuk menggali menggali lebih lanjut tentang jenis keterk keterkait aitan an OAT yang yang dapat dapat menyeb menyebabk abkan an hepato hepatotok toksis sisita itas, s, tipe tipe serta serta mekani mekanisme sme dalam dalam menimbulkan kerusakan maupun jejas pada sel hepar.
2
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Tube Tuberk rkul ulos osis is (TB) (TB) adala adalah h suat suatu u peny penyak akit it infe infeks ksii menu menula larr yang yang dise diseba babka bkan n oleh oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). 1,2 Hepatotoksi Hepatotoksisita sitass (drug induced hepatitis) didefinisikan sebagai adanya kerusakan atau jejas pada sel-sel hepar akibat dari zat-zat maupun agen-agen kimiawi.11
2.2 Konsep Dasar TB a. Epidemiologi TB
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency”.1,2 Februari 2011 Indonesia diberi penghargaan oleh WHO atas keberhasilan menurunkan jumlah penderita TB, sehingga menempatkan Indonesia menjadi peringkat kelima setelah selama satu dasawarsa menempati peringkat ketiga, negara dengan pendertia TB terbanyak di dunia.1,3
b. Sejarah TB dan Penemuan OAT
Tuberk Tuberkulo ulosis sis ditemu ditemukan kan pertam pertamaa kali kali oleh oleh Robert Robert Koch pada tahun tahun 1882. 1882. Penyak Penyakit it tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian penggalian tulang-tul tulang-tulang ang kerangka kerangka di Mesir. Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur.1 Sejara Sejarah h eradik eradikasi asi TB dengan dengan kemote kemoterap rapii dimula dimulaii pada tahun tahun 1944 1944 ketika ketika seoran seorang g perempuan perempuan dengan penyakit TB paru lanjut menerima menerima injeksi injeksi pertama pertama Streptomic Streptomicin. in. Segera Segera disusu disusull dengan dengan penemu penemuan an asam asam para para amino amino salisi salisilik lik (PAS) (PAS).. Dilanj Dilanjutk utkan an dengan dengan penemu penemuan an Isoniazid pada tahun 1952. Kemudian diikuti penemuan berturut-turut pirazinamid pada tahun 1954 dan etambutol 1952, rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB sampai saat ini.2,4
3
c. Patofisiologi TB
Paru merupakan port merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (drople (droplett nuclei) nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian bes besar ar kum kuman TB. Akan Akan tet tetapi, api, pada pada seba sebagi gian an keci kecill kasu kasus, s, makr makrof ofag ag tida tidak k mam mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.2,6 Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyeb menyebabk abkan an terjad terjadiny inyaa inflam inflamasi asi di salura saluran n limfe limfe (limfa (limfangi ngitis tis)) dan di kelenj kelenjar ar limfe limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks apeks paru, paru, yang yang akan terli terlibat bat adalah adalah kelenj kelenjar ar paratr paratrake akeal. al. Komple Kompleks ks primer primer merupa merupakan kan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).2,4 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencap mencapai ai jumlah jumlah 103-104, 103-104, yaitu yaitu jumlah jumlah yang yang cukup cukup untuk untuk merangs merangsang ang respons respons imunit imunitas as seluler.2,5 Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan dinyatakan telah terjadi. terjadi. Hal tersebut tersebut ditandai ditandai oleh terbentukny terbentuknyaa hipersensit hipersensitivita ivitass terhadap terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, 4
begitu begitu sistem sistem imun seluler berkembang, berkembang, proliferas proliferasii kuman TB terhenti. terhenti. Namun, sejumlah sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.2,7 Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolu resolusi si secara secara sempur sempurna na membent membentuk uk fibros fibrosis is atau atau kalsif kalsifika ikasi si setela setelah h mengal mengalami ami nekros nekrosis is per perki kiju juan an dan dan enkap enkapsu sula lasi si.. Kelen Kelenja jarr limf limfee regi region onal al juga juga akan akan menga mengala lami mi fibr fibros osis is dan enkapsulasi enkapsulasi,, tetapi tetapi penyembuhanny penyembuhannyaa biasanya biasanya tidak sesempurna sesempurna fokus primer di jaringan jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.4,5 Komple Kompleks ks primer primer dapat dapat juga juga mengal mengalami ami kompli komplikas kasi. i. Kompli Komplikas kasii yang yang terjad terjadii dapat dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru da pat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.3,5 Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfo limfogen gen dan hemato hematogen gen.. Pada Pada penyeba penyebaran ran limfog limfogen, en, kuman kuman menyeb menyebar ar ke kelenj kelenjar ar limfe limfe region regional al membent membentuk uk komple kompleks ks primer primer.. Sedang Sedangkan kan pada penyeb penyebara aran n hemato hematogen, gen, kuman kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai seba gai penyakit sistemik.3 Penyeb Penyebara aran n hamato hamatogen gen yang yang paling paling sering sering terjad terjadii adalah adalah dalam dalam bentuk bentuk penyeba penyebaran ran hamatogenic spread ). hematogenik hematogenik tersamar tersamar (occult hamatogenic ). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara secara sporadik sporadik dan sedikit demi sedikit sedikit sehingga tidak menimbulkan menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ organ yang yang mempuny mempunyai ai vaskul vaskulari arisas sasii baik, baik, misaln misalnya ya otak, otak, tulang tulang,, ginjal ginjal,, dan paru paru sendir sendiri, i, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
5
dan memben membentuk tuk koloni koloni kuman kuman sebelu sebelum m terbent terbentuk uk imuni imunitas tas selule selulerr yang yang akan akan membat membatasi asi pertumbuhannya.3 Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.4,5 Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute (acute generalized hematogenic spread ). ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan bereda beredarr dalam dalam darah darah menuju menuju ke seluru seluruh h tubuh. tubuh. Hal ini dapat dapat menyeb menyebabka abkan n timbul timbulnya nya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbu timbull dalam dalam waktu waktu 2-6 bulan bulan setela setelah h terjad terjadii infeks infeksi. i. Timbul Timbulnya nya penyak penyakit it bergant bergantung ung pada jum jumla lah h dan dan viru virule lens nsii kuma kuman n TB yang yang bere beredar dar sert sertaa frek frekue uens nsii berul berulan angn gnya ya peny penyeba ebara ran. n. Tuberk Tuberkulo ulosis sis disemi diseminat nataa terjad terjadii karena karena tidak tidak adekuat adekuatnya nya sistem sistem imun imun pejamu pejamu (host) (host) dalam dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.2,3 spread dengan Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran ukuran yang yang lebih lebih kurang kurang sama. sama. Istili Istilih h milier milier berasa berasall dari dari gambar gambaran an lesi diseminata diseminata yang menyerupai menyerupai butir padi-padian/ padi-padian/jewaw jewawut ut (millet seed ). ). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.4,5 protracted hematogenic hematogenic Bentuk Bentuk penyeb penyebara aran n hemato hematogen gen yang yang jarang jarang terjad terjadii adalah adalah protracted spread . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread . Hal ini dapat terjadi secara berulang.4,6 Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limf limfohe ohema mato toge gen, n, TB endob endobro ronk nkia ial, l, dan dan TB paru paru kroni kronik. k. Seba Sebany nyak ak 0.5-3 0.5-3% % peny penyeb ebar aran an limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran 6
kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik kronik sangat sangat bervar bervarias iasi, i, bergan bergantun tung g pada pada usia usia terjad terjadiny inyaa infeks infeksii primer primer.. TB paru paru kronik kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.3,4 Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.12
Gambar 2.1. Patogenesis Tuberkulosis11
d. Diagnosis TB
Diagno Diagnosis sis tuberk tuberkulo ulosis sis dapat dapat ditega ditegakkan kkan berdas berdasark arkan an gejala gejala klinik klinik,, pemeri pemeriksa ksaan an fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). 7
1. Gejala respiratorik a. batukbatuk-bat batuk uk lebi lebih h dari dari 2 ming minggu gu b. batu batuk k darah darah c. sesa sesak k nap napas as d. nyer nyerii dad dadaa 2. Gejala sistemik a . D em a m b. Gejala Gejala sistemik sistemik lain: malaise, malaise, keringat malam, malam, anoreksia, anoreksia, berat badan menurun. 3. Gejala tuberkulosis ekstra paru Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas napas melema melemah, h, ronki ronki basah, basah, tanda-t tanda-tand andaa penari penarikan kan paru, paru, diafra diafragma gma & medias mediastin tinum. um. Gold Gold standar diagnosis TB adalah pemeriksaan sputum BTA. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). 2,3
Gambar 2.2 Alur Diagnosis TB Paru
8
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang penunjang diagnosis diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasiny indikasinya. a. Tidak dibenarkan mendiagnosis mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit.3,4
e. Penggunaan OAT sebagai Kemoterapi pada TB 1,2,3
Pengobatan TB merupakan masalah yang rumit mencakup waktu penyembuhan yang lama, kepatuhan disiplin penderita dalam menjalani pengobatan, daya tahan tubuh dan factor social social ekonomi ekonomi pender penderita ita.. Ada banyak banyak faktor faktor penyeb penyebab ab yang yang mempen mempengar garuhi uhi keberha keberhasil silan an pengobatan penyakit TB ini antara lain : 1. Sifat ifat bakt bakter erii Mycobacteriu Mycobacterium m tuberculosis tuberculosis meru merupa paka kan n bakt bakter erii penye penyeba bab b yang yang memp memper erli lihat hatka kan n kecepat kecepatan an tumbuh tumbuh yang yang lambat lambat dan relati relative ve lebih lebih resist resisten en terhad terhadap ap antibi antibioti oticc bila bila dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya Sifatnya yang persisten mengakibatkan waktu pengobatan yang lama. 2. Daya Daya taha tahan n tubu tubuh h Penelitian terhadap hewan percobaan memperlihatkan terdapat antibody yang spesifik terhadap terhadap bakteri bakteri ini. Penderita Penderita yang pernah terinfeks terinfeksii seharusnya seharusnya memiliki antibody dalam tubuhnya, tubuhnya, namun sebagian sebagian penderita penderita dapat terinfeksi terinfeksi kembali beberapa beberapa tahun setelah terjadinya infeksi primer. Kemungkinan yang terjadi adalah mekanisme metabolic dalam tubuh dapat merusak imunitas, sehingga bakteri yang sudah lama ‘tidur’ (dormant) dapat bangkit kembali 3. Kepa Kepatu tuha han n Pend Pender erit itaa Pemberian Pemberian obat TB menimbulkan menimbulkan kesembuhan klinis yang lebih cepat dari kesembuhan bakte bakterio riolog logik ik dan keadaa keadaan n ini menyeb menyebabk abkan an pender penderita ita mengab mengabaik aikan an penyak penyakit it dan pengobatannya. Pengobatan yang memerlukan waktu lama dapat menyebabkan penderita 9
menghentikan pengobatannya sebelum sembuh, apalagi bila selama pengobatan timbul efek samping. Faktor pendidikan dan ekonomi serta sarana pelayanan kesehatan yang jauh dapat menyebabkan ketidak patuhan penderita akan pengobatan penyakitnya.
Enam puluh tahun setelah Robert Koch menemukan bakteri penyebab TB, pada tahun 1940-an mulai diperkenalkan obat antituberkulosis (OAT) yang sekarang ini dipakai secara luas, yaitu streptomisin disusul kemudian pada tahun 1947 dengan paraaminosalisilat (PAS) dan pada tahun 1952 ditemukan isoniazid (INH). Pada tahun 1967 mulai diperkenalkan rifampisin sebagai OAT baru yang saat ini dipakai secara luas pada pengobatan jangka pendek tuberkulosis paru bersama dengan OAT lainnya. Sifat Sifat farmak farmakolo ologik gik OAT yang yang aman aman dan regim regimen en terapi terapi yang yang efisie efisien n menjad menjadii dasar dasar dalam dalam pemilihan OAT yang digunakan pada penderita. Obat Anti Tuberkulosis yang ideal harus memenuhi persyaratan : 1.
Non toksik
2.
Mudah diserap dan diberikan secara oral
3.
Meresap ke semua jaringan menembus sarang tuberkulosis
4.
Aktif terhadap basil yang berada di dalam dan di luar sel, baik pada
suasana asam maupun suasana basa 5.
Sanggup membunuh basil yang aktif, maupun yang tidak aktif (dormant)
1) INH (Isoniazid) 4,5,7 Monografi
Struktur Kimia :
T. P. Sycheva, T. N. Pavlova and M. N. Shchukina (1972). "Synthesis of isoniazid from 4-cyanopyridine". Pharmaceutical 4-cyanopyridine". Pharmaceutical Chemistry Journal 6 (11): 696–698. Nama resmi
: Is Isoniazidum
Rumus Molekul
: C6H7 N N3O 10
Berat Molekul
: 13 137,14
Pemerian
: Hab Hablur pu putih ata atau ti tidak ber berwarnaatau ser serbuk hab hablur put putih ;
tidak berbau, perlahan – lahan dipengaruhi oleh udara cahaya. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan
: Muda udah la larut da dalam ai air; ag agak su sukar kar la larut dalam et etanol; su sukar
larut dalam kloroform dan dalam eter.
Identifikasi a. Spektrum serapan infra merah zat yang telah dikeringkan dan di dispersikan
dalam kalium kalium bromid bromidee P menun menunju jukan kan maks maksim imum um hanya hanya pada pada panj panjan ang g gelombang yang sama seperti isoniazid BPFI. (Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472) b. Masukan lebih kurang 50 mg ke dalam labu terukur 500 ml, tambahkanj air
samp sampai ai tanda tanda.. Masu Masuka kan n 10 ml laru laruta tan n ini ini ke dalam dalam labu labu teru terukur kur 100 mL tambahkan tambahkan 2 mL asam klorida klorida
0,1 N, encerkan encerkan dengan air sampai sampai tanda;
spectrum serapan ultraviolet menunjukan maksimum dan minimum hanya pada isoniazid BPFI. panjang gelombang yang sama seperti pada isoniazid BPFI.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesis yang dianjurkan , diantaranya efek pada lemak, biosistesis asam nukleat, dan glikolisis. Sela Selain in itu itu juga juga meng mengham hambat bat bios biosin inte tesi siss asam asam miko mikola latt (myc (mycol olic ic acid acid)) yang yang merupak merupakan an unsur unsur pentin penting g dindin dinding g sel mikobak mikobakter terium ium.. Isonia Isoniazid zid kadar kadar rendah rendah mecegah meperpanjangnya rantai asam dan menurunkan jumlah lemak yang sangat pan panja jang ng yang yang meru merupa paka kan n bent bentuk uk awal awal mole moleku kull asam asam miko mikola lat. t. Ison Isonia iazi zid d menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh methanol dan mikobakterium.
Farmakokinetika
Absorpsi Absorpsi
:
Diabsorbsi Diabsorbsi cepat dan lengkap, lengkap, dan kecepatannya kecepatannya dapat dihambat dihambat
oleh makanan. 11
Dist Distri ribu busi si
: Kese Keselu luru ruha han n
jari jaring ngan an
dan dan
cair cairan an
tubu tubuh h
term termas asuk uk
cair cairan an
serebrospinal, menembus plasenta, dan masuk ke air susu. Ikatan protein berkisar antara 10-15% Metabo Metabolis lisme: me: Dimeta Dimetabol bolism ismee di hati, hati, kecepat kecepatan an metabol metabolism ismee ditent ditentuka ukan n oleh oleh asetilasi secara genetik. Waktu Waktu paruh paruh : pada asetil asetilato atorr cepat cepat 30-100 30-100 menit, menit, aseti asetilat lator or lambat lambat 2-5 jam; jam; mungkin diperlambat oleh kerusakan hati atau ginjal parah. Waktu untuk mencapai kadar puncak 1-2 jam Ekskresi
: lewat urin (75-95%), tinja dan air liur.
Penggunaan
Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe tuberculosis. Efek non terapi dapat dicegah dengan pemberian piridoksin dan pengaw pengawasa asan n yang yang cermat cermat pada pada pender penderita ita.. Untuk Untuk tujuan tujuan terapi terapi,, obat obat ini harus harus digunakan bersama obat lain untuk tujuan pencegahan dapat diberikan tunggal.
Efek Samping, Kontra Indikasi dan Interaksi Obat Efek samping:
Mual, Mual, muntah muntah,, hipers hipersens ensiti itivit vitas, as, neuropat neuropatii perife perifer, r, kerusa kerusakan kan hati, hati, gangguan gangguan hematologi, reaksi alergi (demam, kulit kemerahan, dan hepatitis sering terjadi), dan insomnia. Kontra Indikasi :
Hepati Hepatitis tis yang yang diinduk diinduksi si oleh oleh obat obat atau atau penyaki penyakitt hati hati akut akut karena karena penyeba penyebab b apapun, dan hipersensitif terhadap INH. Interaksi Obat :
Kadar obat di jaringan meningkat oleh Para Amino Salisilat (PAS). Isoniazid dapat meningkatkan efek fenitoin, fenitoin, menghambat Penggunaan metabolisme primidon primidon dan mengurangi toleransi alkohol. Ison Isonia iazi zid d bers bersam amaa aan n deng dengan an rifa rifamp mpis isin in dala dalam m jang jangka ka wakt waktu u lama lama dapa dapatt meningkatkan terjadinya gangguan fungsi hati.
2) Rifampisin 3,4,5 12
Monografi
Nama resmi
: Ri Rifampicinum
Rumus Molekul
: C43H58 N N4O12
Berat Molekul
: 82 822,95
Pemerian
: Serbuk hablur, cokelat merah
Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan
: Sanga ngat su sukar la larut da dalam ai air; mu mudah dah la larut dalam kl klorofo oform; larut dalam etil asetat dan dalam methanol.
pH
: Antara 4 dan 6,5
Stabilitas
Rifamp Rifampisi isisn sn kapsul kapsul harus harus terlin terlindun dung g udara,c udara,cahay ahayaa dan panas. panas. Kapsul Kapsul harus harus disimpan pada wadah tertutup rapat dan terlindung dari cahaya pada temperatur 15300C. Sediaan serbuk rifampisin untuk injeksi harus terlindung dari cahaya dan panas dengan temperatur ± 400C.
Identifikasi
Spektr Spektrum um serapan serapan infram inframera erah h zat yang yang didisp didispers ersika ikan n dalam dalam minyak minyak minera minerall P menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada Rifampisin BPFI.
13
Mekanisme Kerja
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya berikatan kuat kuat denga dengan n RNA RNA poli polime mera rase se yang yang berg bergan antu tung ng pada pada DNA DNA sehi sehingg nggaa akan akan menghambat sintesis RNA bakteri. Pada mikobakteri resisten terjadi mutasi pada enzim RNA polimerase ini sehingga tidak lagi mengikat rifampicin. Farmakokinetika
1. Abso Absorp rpsi si :Sec :Secar araa oral oral abso absorb rbsi si baik baik,, maka makana nan n dapa dapatt memp memper erla lamb mbat at atau atau menurunkan puncak. 2. Distribus Distribusii : Karena sangat lifofili lifofilik, k, dapat menembus sawar sawar darah otak. Berdifusi Berdifusi dari darah ke cairan serebrospinal, difusi cukup kuat tanpa atau dengan adanya inflamasi. 3. Metabolism Metabolismee : Di hati, mengalami mengalami resirkul resirkulasi asi enterohepati enterohepatik. k. 4. Waktu paruh paruh : 3-4 jam, jam, diperlama diperlama oleh oleh adanya gangguan gangguan hati. hati. 5. Ekskresi Ekskresi : Melalui Melalui tinja (60-65%) (60-65%) dan urin (sekitar (sekitar 30%) sebagai sebagai bentuk utuh. utuh.
Penggunaan
Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan tuberculosis dan sering digunakan bersama isoniazid utnuk terapi tuberculosis jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi insidennya rendah dan jarang sampai perlu menghentikan terapi. (Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 601)
Efek Samping, Kontra Indikasi dan Interaksi Obat Efek Samping : Gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah, anoreksia, diare.
Pada terapi interman dapat terjadi sindrom influenza, gangguan respirasi (napas pendek), kolaps dan syok, anemia hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, ikterus, flushing, urtikaria, ruam. Rifampisi Rifampisin n mengakibatk mengakibatkan an warna oranye yang tidak membahayakan membahayakan pada urin, keringat, air mata, dan lensa kontak (soft lens dapat ternodai secara permanent). (Katzung ed 8 buku 3, hal 98)
14
Hipersens ensiti itiff terhada terhadap p rifamp rifampisi isin, n, pasien pasien dengan dengan gangguan gangguan Kontra Indikasi: Indikasi: Hipers saluran empedu, serta selama kehamilan trisemester pertama. Rifampisin merupakan pemacu metabolism metabolismee obat yang cukup Interak Interaksi si Obat : Rifampisin kuat,sehingga berbagai obat hipoglikemik oral, kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan berkurang efektifitasnya bila diberikan secara bersamaan dengan rifampisin. Rifamp Rifampici icin n mungki mungkin n juga juga mengga menggangu ngu metabol metabolism ismee vitami vitamin n D sehing sehingga ga dapat dapat menimbulkan kelainan tulang berupa osteomalasia.
3) Pyrazinamide 4,6
Monografi
- Nama & Struktur Kimia : pyrazine-2-carboxamide (C5H5N3O) - Sifat Sifat Fisikokim Fisikokimia ia : pyrazine-2pyrazine-2-carboxa carboxamide mide merupakan merupakan serbuk serbuk kristal kristal berwarna berwarna putih, sangat larut dalam air dan larut dalam alkohol. pKa 6,1 dan 9,2 - Keterangan : pyrazine-2-carboxamide adalah senyawa sintetik antituberkulosis
Indikasi
Antituberkulosa. Penggunaan bukan sebagai obat tunggal, tetapi dikombinasi dengan paling sedikit satu macam obat antituberkulosa. Misalnya Rifampisin dan INH.
Stabilitas Penyimpanan
Simpan
pada
suhu
kamar
yang
terkontrol
20°C
hingga
25°C
Tabl Tablet et pyra pyrazi zine ne-2-2-ca carb rbox oxam amid idee haru haruss disi disimp mpan an dalam dalam wada wadah h tert tertut utup up rapat rapat,, dilindungi dari cahaya, kelembaban dan suhu panas yang berlebihan.
Kontraindikasi
Hemodialisa 15
Efek Samping
Atralg Atralgia ia namun namun minim minimal, al, jika jika keluhan keluhan member memberat at penggun penggunaan aan segera segera dihent dihentika ikan. n. Selain itu pyrazinamide dapat juga menyebabkan hepatoksisitas.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Menurunkan efek : absorbsi menurun jika digunakan bersama alum alumun uniu ium m hidr hidrok oksi sida da.. Hind Hindar arii pengg penggun unaan aan bers bersam amaa denga dengan n antas antasid idaa yang yang mengandung alumunium, beri jarak minimal 4 jam dari pemberian etambutol. - Dengan Makanan : Dapat digunakan bersama dengan makanan karena absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan, dapat menyebabkan iritasi lambung.
2.3 Metabolisme Obat di Hati 11,12
Hepar merupakan salah satu organ terpenting terpenting untuk memetabolisme memetabolisme obat dan senyawasenyawa eksogen, terutama yang yang berasal dari absorpsi absorpsi di traktus gastrointestinal. Oleh karena itu, hepar merupakan organ yang rentan terkena paparan, baik dari obat-obat yang dibawa dari saluran saluran pencernaan pencernaan melalui melalui vena portal maupun produk-produk produk-produk metabolit metabolit yang dihasilkan dihasilkan oleh hepar itu sendiri, yang selanjutnya masuk ke sirkulasi sistemik melalui vena hepatik. Akan tetapi, hati bukanlah target utama dari reaksi obat yang dapat merugikan merugikan organorgan organ dalam dalam tubu tubuh. h. Hany Hanyaa seki sekita tarr 9,5% 9,5% reak reaksi si obat obat yang yang meni menimb mbul ulka kan n keru kerusa sakan kan hati hati..1 Meskip Meskipun un preval prevalens ensii kerusa kerusakan kan hati hati yang yang diinduk diinduksi si obat-o obat-obat batan an mungki mungkin n relati relatiff tidak tidak tidak tidak terlalu tinggi dalam dalam masyarakat, namun angka kematian dalam kasus-kasus kasus-kasus tersebut seringkali cukup tinggi, dan pada banyak kasus juga dapat menimbulkan kegagalan hati. Obat-oba Obat-obatan tan dan senya senyawawa-sen senyaw yawaa eksogen eksogen lain lain dapat dapat mempen mempengar garuhi uhi hati hati dengan dengan berbagai berbagai cara. Beberapa Beberapa zat kimia kimia seperti seperti bahan-bahan yang digunakan digunakan di laboratori laboratorium um dan industri, industri, bahan kimia alami (microcys (microcystins tins misalnya) misalnya) maupun obat herbal dapat menyebabkan menyebabkan hepatotoksisitas. Bahan kimia yang menyebabkan luka hati yang disebut hepatotoxins.
16
Gambar Gambar 2.3 Ilustrasi mekanisme dari kerusakan sel-sel hepar akibat obat-obatan, yang melibatkan metabolisme
obat, kerusakan hepatosit, aktivasi sel-sel imun innate, dan produksi mediator-mediator. mediator-mediator.
Metabolisme obat di hati biasanya dibagi menjadi dua fase, yakni fase 1 dan fase 2. Reaksi fase 1 termasuk oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi dan banyak lagi reaksi kimia lain. Fase Fase ini penting penting untuk untuk mening meningkat katkan kan kemamp kemampuan uan penyer penyerapa apan n air dari dari obat-oba obat-obatt terten tertentu tu sehingga mampu memetabolisme agen-agen kimiawi dalam obat-obat tersebut. Fase 2 paling sering terjadi di sitosol, dimana terjadi konjugasi melalui enzim transferase. Sejumlah enzim terkait dihasilkan di retikulum endoplasma, yakni cytochrome P-450, P-450, yang penting penting sebagai sebagai enzim pemetabolisme. pemetabolisme. Cytochrome P-450 adalah komponen komponen oksidase oksidase terminal dari rantai transportasi elektron.
Sistem Enzim yang Berperan Dalam Detoksifikasi 10,11
Sistem Tahap I Sistem detoksifiksi tahap 1, melibatkan terutama enzim supergen supergen sitokrom P-450, yang yang secara umum merupakan enzim pertahanan pertama melawan benda asing. Sebagian besar bahan kimia kimia dimeta dimetaboli bolisme sme melalu melaluii biotr biotrans ansfor formas masii tahap tahap 1. Pada Pada reaksi reaksi umum umum tahap tahap 1, enzim enzim 17
sitokrom P-450 (CYP450) menggunakan oksigen sebagai kofaktor, NADH, untuk menambah kelompok reaktif, misal hidroksi radikal. Sebagai hasil dari tahap ini dalam detoksifikasi, diproduksi suatu molekul reaktif yang ebih toksik daripada molekul awal. Apabila molekul reaktif ini tida berlanjut pada metabolism selanjutnya, yaitu tahap 2 (konjugasi), dapat menyababkan kerusakan pada protein, RNA, dan DNA di dalam sel. Beberapa penelitian menunjukkan bukti terhadap hubungan antara terjadinya induks induksii tahap tahap 1 dan berkur berkurangn angnya ya aktivi aktivitas tas tahap tahap 2 dengan dengan mening meningkat katnya nya resiko resiko penyak penyakit, it, misalnya kanker, SLE, dan Parkinson.
Sistem Tahap II Reaksi Reaksi konjugas konjugasii pada pada tahap tahap 2 umumny umumnyaa mengik mengikuti uti aktiva aktivasi si tahap tahap 1, dimana dimana akan mengakibatkan xenobiotik yang telah larut air dapat diekskresikan melalui urin atau empedu. Beberapa macam reaksi konjugasi terdapat dalam tubuh, termasuk glukoronidasi, sulfas, dan konjugasi glutation, serta asam amino. Reaksi ini memerlukan kofaktor yang tercukupi melalui makanan. Banyak yang dketahui mengenai peran dari system enzim tahap 1 pada metabolisme kimia kimia sepert sepertii halnya halnya aktiva aktivasin sinya ya oleh oleh racun racun lingkun lingkungan gan dan kompone komponen n makana makanan n terten tertentu. tu. Walaup Walaupun un begitu, begitu, peran peran detoks detoksifi ifikas kasii tahap tahap 1 pada prakte praktek k klinik klinik tida tida terlal terlalu u diperh diperhati atikan kan.. Kontribusi dari sistem tahap 2 lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik. Dan hanya sediki sedikitt yang yang diketa diketahui hui saat saat ini mengen mengenai ai peran peran syste system m detoks detoksifi ifikas kasii pada pada metabo metabolis lism m zat endogen.
Mekanisme hepatotoksisitas Mekanisme jejas hati karena obat yang mempengaruhi protein transport pada membran kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme apoptosis hepatosit karena asam empedu. Terjadi penumpukan penumpukan asam-asam empedu di dalam hati karena gangguan gangguan transport transport pada kanalikuli kanalikuli yang menghasilka menghasilkan n translokasi translokasi Fas sitoplasm sitoplasmik ik ke membran membran plasma, plasma, dimana dimana reseptor-r reseptor-resepto eseptorr ini mengalami pengelompokan sendiri dan memacu kematian sel melalui apoptosis. Disamping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan sistem sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tidak punya peran.
18
Kompleks enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun mult multif ifas aset et yang yang meli melibat batka kan n selsel-se sell sito sitoto toks ksik ik dan dan berb berbag agai ai sito sitoki kin. n. Obat Obat-ob -obat at tert terten entu tu menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan enzim-enzim rantai respirasi respirasi.. Metabolit Metabolit-metab -metabolit olit toksis toksis yang dikeluarkan dikeluarkan dalam empedu dapat merusak merusak epitel epitel saluran empedu. Kerusa Kerusakan kan dari dari sel hepar hepar terjad terjadii pada pola pola spesif spesifik ik dari dari organe organella lla intras intraselu eluler ler yang yang terpengaruh. Hepatosit normal terlihat di tengah-tengah gambar yang dipengaruhi melalui 6 cara (Gambar 4). a. Kerusakan Ikatan an koval kovalen en dari dari obat obat ke prot protei ein n intr intras asel elul uler er dapa dapatt Kerusakan hepatosit hepatosit : Ikat menyebabkan penurunan ATP, menyebabkan gangguan aktin. Kegagalan perakitan benang benang-be -benan nang g aktin aktin di permuk permukaan aan hepato hepatosit sit menyeb menyebabka abkan n ruptur rupturnya nya membra membran n hepatosit. b. Gangguan protein transport : obat yang mempengaruhi protein transport di membran kanalikuli dapat mengganggu aliran empedu. Hilangnya proses pembentukan vili dan gangguan pompa transport misal multidrug resistance–associated protein 3 (MRP3) menghambat ekskresi bilirubin, menyebabkan kolestasis. c. Aktiv ikatan an koval kovalen en dari dari obat obat pada pada enzi enzim m P-450 P-450 dian diangga ggap p Aktivasi asi sel T sitol sitoliti itik k : ikat imunogen, mengaktifkan sel T dan sitokin dan menstimulasi respon imun multifaset. Apoptosis hepatosit hepatosit : aktivasi jalur apoptosis oleh reseptor Fas TNF-? menyebabkan d. Apoptosis
berku berkumpu mpulny lnyaa caspas caspasee inters interselu eluler ler,, yang yang beraki berakibat bat pada kemati kematian an sel terpro terprogra gram m (apoptosis). e. Gangguan mitokondria : beberapa obat menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda ganda pada ?-oksi ?-oksidas dasii (mempe (mempengar ngaruhi uhi produk produksi si energi energi dengan dengan cara cara mengha menghamba mbatt sintes sintesis is dinucl dinucleot eotide ide adenin adeninee nicoti nicotinami namide de dan dinucl dinucleot eotide ide adenin adeninee flavin flavin,, yang yang menyebabkan menurunnya produksi ATP) dan enzim rantai respirasi. f. Kerusakan duktus biliaris : metabolit racun yang diekskresikan di empedu dapat menyebabkan kerusakan epitel duktus biliaris.
19
Gambar 2.4 Mekanisme hepatotoksisitas hepatotoksisitas
toxicity: Terdapat 3 karakteristik penting dari sistem P-450 dalam drug induced toxicity: 1. Perb Perbed edaa aan n Gen Genet etik ik Setiap protein P-450 berbeda dan bervariasi dalam proses metabolism obat pada setiap individu. Variasi genetik dalam metabolism P-450 harus dipertimbangkan untuk setiap pemberian obat.
Tabel 1 Induksi dan Inhibisi Enzim Sitokrom P-450 Potent inducers
Potent inhibitors
Substrates
Amiodarone,, Amiodarone Rifampicin,, Rifampicin
cimetidine,, cimetidine
Caffeine,, Caffeine
Carbamazepine,, Carbamazepine
ciprofloxacin,, ciprofloxacin
clozapine,, clozapine
Phenobarbital,, Phenobarbital
fluconazole,, fluconazole
omeprazole,, omeprazole
Phenytoin,, Phenytoin
fluoxetine,, fluoxetine
losartan,, losartan
(St John's wort), wort),
erythromycin,, erythromycin
theophylli
isoniazid,, isoniazid
2. Perubah Perubahan an dala dalam m Akti Aktivit vitas as Enzim Enzim 20
Banyak substansi yang yang dapat mempengaruhi mekanisme enzim P-450. Obat-obatan yang diketahui dapat memodifikasi enzim sitokrom P-450 disebut sebagai inhibitor dan inducer . Inhibitor enzim tersebut dapat memblok aktivitas metabolik dari en zim P-450.
3. Peng Pengha hamb mbat atan an Komp Kompet etit itif if Bebe Bebera rapa pa obat obat dapat dapat meng mengha hamb mbat at P-45 P-450 0 sehi sehingg nggaa meng mengha hala langi ngi bio bio tran transf sfor orma masi si kompetitif mereka. Hal ini dapat menyebabkan akumulasi obat yang harus dimetabolisme oleh enzim. Jenis interaksi obat juga dapat mengurangi tingkat generasi substrat beracun.
2.4 Mekanisme Kerusakan Hati 12,13
Ada berbagai macam obat yang dapat menyebabkan injury pada hepar, baik secara klinis maupun patologis. Tipe-tipe hepatotoksisitas tersebut diilustrasikan pada gambar 2 b erikut ini.
Gambar 2.5 Mekanisme Hepatotoksisitas
21
1. Interferensi uptake bilirubin, ekskresi dan konjugasi
Tipe ini bisa dilihat sebagai suatu varian varian dati toksisitas toksisitas kolestasis. kolestasis. Sebagai contoh, Rifampicin Rifampicin dapat mengganggu transportasi bilirubin sehingga menimbulkan h iperbilirubinemia.7
2. Sitotoksik injury
Tipe ini mengacu pada kerusakan dari parenkim dan merupakan tipe hepatotoksisitas yang relatif lebih serius daripada tipe sebelumnya.8
3. Cholestatic injury
Jenis ini meliputi terperangkapnya aliran empedu dan menimbulkan jaundice yang dapat terlihat mirip dengan obstruksi bilier. bilier. Tipe ini relatif relatif kurang serius dibanding sitotoksik sitotoksik injury, dengan tingkat kematian yang lebih rendah.
22
Gambar 2.6 Histopatologi Hepatoksisitas, tampak gambaran granulomata
4. Campuran sitotoksik dan cholesatic injury
Kerusa Kerusakan kan hati hati yang yang bersif bersifat at sitoto sitotoksi ksik k terkda terkdang ng dapat dapat disert disertai ai dengan dengan kolest kolestasi asis, s, misaln misalnya ya setelah penggunaan terapi-p asam aminosalisilat.9
5. Lemak hati
Lemak hati (steatosis) dapat dianggap sebagai jenis cedera sitotoksik, tetapi juga bisa menjadi bentuk kerusakan hati kronis.
6. Sirosis
Sirosis makronodular dapat langsung terjadi setelah setelah kerusakan hati hati akut, dan kolestasis jaundice dapat mengakibatkan sirosis bilier primer.
23
7. Phospholipidosis
Hal ini mungki mungkin n dapat dapat terjad terjadii akibat akibat dari dari pengguna penggunaan an obat-oba obat-obatan tan sepert sepertii Coralg Coralgil, il, (4, 4'diethylami diethylaminoethox noethoxyhexes yhexestrol trol dihidroklor dihidroklorida), ida), dan ditandai ditandai oleh hepatosit hepatosit yang penuh dengan lipid (10).
8. Tumor hepar
Lesi Lesi neopla neoplasti stik k dapat dapat muncul muncul akibat akibat penggun penggunaan aan obat-o obat-obat batan. an. Adenom Adenomaa dari dari sel hati hati telah telah terbukti memiliki keterkaitan dengan penggunaan kontrasepsi steroid (11).
9. Lesi vascular
Oklusi vena hepatika, seperti seperti efek thrombogenic thrombogenic dari kontrasepsi steroid, dapat mengakibatkan mengakibatkan kerusakan hati.
10. Hepatitis Kronis Aktif
Ini merupakan penyakit hati necroinflammatory yang bersifat progresif yang mungkin memiliki banyak penyebab termasuk obat.
11. Nekrosis hepatik subakut
Sindrom ini terdiri penyakit hati yang progresif, disertai dengan sirosis dan jaundice dan jaundice..
2.5 Faktor Resiko 12 a. Ras : beberapa obat memiliki perbedaan toksisitas terhadap ras tertentu. Misal, ras kulit
hitam akan lebih rentan terhadap toksisitas isoniazid. Laju metabolisme dikontrol oleh enzim P-450 dan itu berbeda pada tiap individu b. Umur : reaksi obat jarang terjadi pada anak-anak. Resiko kerusakan hepar meningkat
pada orang dewasa oleh karena penurunan klirens, interaksi obat, penurunan aliran darah hepar hepar,, varia variasi si ikat ikatan an obat, obat, dan dan volum volumee hepar hepar yang yang lebi lebih h rend rendah ah.. Dita Ditamb mbah ah lagi lagi,, 24
kurangnya asupan makanan, infeksi, dan sering mondok di rumah sakit menjadi alasan penting akan terjadinya hepatotoksisitas obat. walaupun n alasan alasannya nya tidak tidak diketa diketahui hui,, reaksi reaksi obat obat pada pada hepar hepar lebih lebih c. Jenis Kelamin Kelamin : walaupu banyak pada wanita. d. Konsumsi alkohol : peminum alkohol akan lebih rentan pada toksisitas obat karena
alko alkoho holl meny menyeb ebab abka kan n keru kerusa saka kan n hepa heparr dan dan peru peruba baha han n siro siroti tik k yang yang meng mengub ubah ah meta metabo boli lism smee
obat obat..
Alko Alkoho holl
meny menyeb ebab abka kan n
depl deples esii
simp simpan anan an
glut glutat atio ion n
yang yang
menyebabkannya lebih rentan terhadap toksisitas obat e. Penyakit hepar : pada umumnya, pasien dengan penyakit hati kronis tidak semuanya
memiliki peningkatan resiko kerusakan hepar. Walaupun total sitokrom P-450 berkurang, beberapa beberapa orang mungkin terpengaruh lebih dari yang lainnya. Modifikasi Modifikasi dosis dosis pada penderita penyakit hati harus berdasarkan pengetahuan mengenai enzim spesifik yang terlibat dalam metabolisme. Pasien dengan infeksi HIV dan Hepatitis B atau C, resiko efek hepatotoksik meningkat jika diberikan terapi antiretroviral. Pasien dengan sirosis juga resikonya meningkat terhadap dekompensasi pada obat genetik pada enzim f. Faktor genetik : gen unik mengkode tiap protein P-450. Perbedaan genetik P-450 P-450 menyeb menyebabk abkan an reksi reksi abnorma abnormall terhad terhadap ap obat, obat, termas termasuk uk reaksi reaksi idiosi idiosinkr nkrati atik. k. Debrisoquine merupakan obat antiaritmia yang menyebabkan rendahnya metabolisme karena ekspresi dari P-450-II-D6. Hal ini dapat diidentifikasi dengan amplifikasi PCR dari gen mutasi. g. Penyakit lain : seseorang dengan AIDS, malnutrisi, dan puasa lebih rentan terhadap
reaksi obat karena rendahnya simpanan glutation obat-oba obata tan n long long-a -act ctin ing g lebi lebih h meny menyeba ebabk bkan an kerus kerusak akan an hepar hepar h. Formula Formulasi si obat : obatdibandingkan dengan obat-obatan short-acting.
2.6 Manifestasi Klinis Hepatoksisitas 12,13
Gambar Gambaran an klinis klinis hepatot hepatotoks oksisi isitas tas karena karena obat sulit sulit dibedak dibedakan an secara secara klinis klinis dengan dengan penyakit penyakit hepatitis hepatitis atau kolestasis kolestasis dengan etiologi etiologi lain. lain. Riwayat Riwayat pemakaian pemakaian obat-obatan obat-obatan atau substansi hepatotoksik lain harus dapat diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut berat terutama bila pasien masih meminum obat tesebut setelah awitan hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi 25
aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan konsentrasi alkali fosfatase dan bilirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosikratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatik dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan pemakaiannya. Tabel 1. Reaksi Obat dan Sel yang Dipengaruhinya
2.7 Diagnosis 12
Berdasarkan internation international al concensus concensus criteria criteria maka diagnosis diagnosis hepatotoksi hepatotoksisitas sitas karena obat berdasarkan : •
Waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai awitan reaksi nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel (kurang dari lima hari atau lebih dari 90 hari sejak mulai minum obat dan tidak lebih 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestatik) dengan hepatotoksisitas obat.
26
•
Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (penurunan enzim hati paling tidak 50% dari konsentrasi di atas batas atas normal dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.
•
Alternatif sebab lain telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biopsi hati tiap kasus.
•
Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan dua kali lipat enzim hati.
related jika semua ketiga kriteria terpenuhi atau jika dua dari tiga Dikatakan reaksi drugs related jika kriteria pertama terpenuhi dengan respons positif pada pemaparan ulang obat. Mengid Mengident entif ifikas ikasii reaksi reaksi obat obat dengan dengan pasti pasti adalah adalah hal yang yang sulit sulit tetapi tetapi kemungk kemungkina inan n sekecil apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada setiap pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif lainnya. Obat harus selalu menjadi diagnosis banding pada setiap abnormalitas tes fungsi hati dan/atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yang menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat, menjadi sakit selama minum obat dan membaik secara nyata setelah penghentian obat merupakan hal esensial dalam diagnosis hepatotoksisitas karena obat.
Tabel 2. Kerusakan Hepar dan Penyebabnya
27
2.8 Hepatotoksisitas obat anti tuberkulosis (OAT) 12
Obat Obat
anti anti
tube tuberc rcul ulos osiis
terdi erdirri
dar dari
isoni soniaz aziid,
rifa rifam mpis pisin, in,
pir pirazin azinam amiid,
dan dan
etambutol/streptomisin, dan tiga obat yang disebut pertama bersifat hepatotoksik. Faktor-faktor resiko hepatotoksisitas yang pernah dilaporkan adalah usia lanjut, pasien perempuan, status nutris nutrisii buruk, buruk, konsums konsumsii tinggi tinggi alkohol alkohol,, memili memiliki ki dasar dasar penyak penyakit it hati, hati, karier karier hepati hepatitis tis B, prevalensi prevalensi hepatitis hepatitis viral yang meningkat meningkat di negara sedang berkembang, berkembang, hipoalbuminemia, hipoalbuminemia, tuberculosis lanjut, serta pemakaian obat yang tidak sesuai aturan dan status asetilatornya. Telah dibuktikan secara meyakinkan adanya keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis paru pada ber berba baga gaii popul populas asii dan keter keterka kait itan an vari varian an gen NRAM NRAMP1 P1 denga dengan n kere kerent ntana anan n terh terhad adap ap tuberkulosi tuberkulosis, s, sedangkan sedangkan resiko resiko hepatotoksi hepatotoksisitas sitas karena obat anti tuberkulosi tuberkulosiss berkaitan berkaitan juga dengan tidak adanya HLA-DQA1*0102 dan adanya HLA-DQB1*0201 disamping usia lanjut, albumin serum < 3,5 gram/dl dan tingkat penyakit yang moderat atau tingkat lanjut berat. 28
Dengan demikian resiko hepatotoksisitas pada pasien dengan obat anti tuberkulosis dipengaruhi faktor-faktor klinis dan genetik. Pada pasien TBC dengan hepatitis C atau HIV mempunyai resiko hepatotoksisitas terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat. Sementara pasie pasien n tuberk tuberkulo ulosis sis dengan dengan karier karier HbsAgHbsAg-pos posit itif if dan HbeAgHbeAg-nega negatif tif yang yang inakti inaktiff dapat dapat diberikan obat standar jangka pendek INH, rifampisin, etambutol dan/atau pirazinamid dengan syarat pengawasan tes fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar 10% pasien tuberkulosi tuberkulosiss yang mendapatkan mendapatkan isoniazid isoniazid mengalami mengalami kenaikan kenaikan konsentrasi konsentrasi aminotrans aminotransferas ferasee serum dalam minggu-minggu pertama terapi yang nampaknya menunjukkan respons adaptif terhadap metabolit toksik obat. Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan konsentrasi konsentrasi aminotransfer aminotransferase ase sampai batas normal normal dalam beberapa minggu. minggu. Hanya sekitar 1% yang berkembang menjadi seperti hepatitis viral; 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan kemudian.
2.9 Pengobatan dan Prognosis Hepatotoksisitas 12
Dikatakan Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika dua dari dari tiga tiga krit kriter eria ia perta pertama ma terp terpenu enuhi hi deng dengan an resp responp onpos osit itif if pada pada pema pemapa para ran n ulang ulang obat obat.. Mengid Mengident entifi ifikasi kasi reaksi reaksi obat dengan dengan pasti pasti adalah adalah hal yang yang sulit sulit,, tapi tapi kemungk kemungkina inan n sekeci sekecill apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif. Obat harus menjadi diagnosis banding pada setiap abnormalitas tes fungsi hati atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yanng menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat dan membaik secara nyata setelah obat tersebut dihentikan merupakan hal esensial dalam diagnosis hepatotoksisitas imbas obat. Terapi untuk mengatasi mengatasi hepatotoksisita hepatotoksisitass imbas obat belum ada antidotum antidotum yang spesifik spesifik untu untuk k seti setiap ap obat obat.. Oleh Oleh kare karena na itu itu tera terapi pi efek efek hepa hepato toto toks ksik ik yang yang baik baik adal adalah ah sege segera ra menghentikan penggunaan obat-obat yang dicurigai. Dalam kebanyakan kebanyakan kasus, fungsi hati akan kembali kembali normal normal jika menyinggung menyinggung obat dihentikan dihentikan awal. Selain Selain itu, pasien mungkin memerlukan memerlukan pengobatan suportif. suportif. Kegagalan Kegagalan hati fulminan dari hepatotoksisitas yang diinduksi obat mungk in memerlukan transplantasi hati. Di 29
masa lalu, glukokortikoid dalam fitur alergi dan asam ursodeoxycholic dalam kasus kolestasis telah digunakan, tetapi tidak ada bukti yang baik untuk mendukung efektivitas mereka. Ketinggian Ketinggian di tingkat tingkat bilirubin bilirubin serum lebih dari 2 kali ULN dengan kenaikan kenaikan transaminase yang terkait adalah sebuah tanda sial. Hal ini menunjukkan hepatotoksisitas berat dan cenderung mengarah pada kematian dalam 10% sampai 15% dari pasien, terutama jika obat yang menyinggung tidak berhenti (Hukum Hy) [20] [21]. Hal ini karena memerlukan kerusakan yang signifikan signifikan ke hati untuk mengganggu ekskresi bilirubin, bilirubin, maka kerusakan kerusakan kecil (tanpa adanya obstruksi bilier atau sindrom Gilbert) tidak akan menyebabkan ikterus. Prediktor miskin lainnya dari hasil adalah usia tua, jenis kelamin perempuan, SGOT tinggi. Terapi efek hepatotoksik obat terdiri dari penghentian segera obat-obatan yang dicurigai. Jika Jika dijump dijumpai ai reaksi reaksi alergi alergi berat berat dapat dapat diberi diberikan kan kortik kortikost ostero eroid, id, meskip meskipun un belum belum ada bukti bukti penelitian klinis dengan kontrol. Demikian juga penggunaan ursodiol pada keadaan kolestatik. Prognosis gagal hati akut karena reaksi idiosinkratik obat buruk, dengan angka mortalitas lebih dari 80%.
30
BAB III KESIMPULAN
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang selalu ada pada setiap obat yang diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan bahan asing yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian jejas hati karena obat mungkin jarang terjadi, namun akibat akibat yang yang ditimb ditimbulk ulkan an bisa bisa fatal. fatal. Reaksi Reaksi terseb tersebut ut sebagi sebagian an besar besar idiosi idiosinkr nkrati atik k pada pada dosis dosis terapeutik yang dianjurkan.sebagian lagi tergantung dosis obat. Sebagian besar obat bersifat lipof lipofili ilik k sehing sehingga ga mudah mudah menemb menembus us membra membran n sel intest intestina inal. l. Obat kemudi kemudian an diubah diubah lebih lebih hidrofilik melalui proses biokimiawi di dalam hepatosit, menghasilkan produk larut air yang diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui system enzim sitokrom P-450. Obat Obat
anti anti
tube tuberc rcul ulos osiis
terdi erdirri
dar dari
isoni soniaz aziid,
rifa rifam mpis pisin, in,
pir pirazin azinam amiid,
dan dan
etambutol/streptomisin, dan tiga obat yang disebut pertama bersifat hepatotoksik. Faktor-faktor resiko resiko hepatotoksi hepatotoksisita sitass yang pernah dilaporkan dilaporkan adalah usia lanjut, pasien perempuan, perempuan, status status nutri nutrisi si buruk, buruk, konsums konsumsii tinggi tinggi alkoho alkohol, l, memili memiliki ki dasar dasar penyak penyakit it hati, hati, karier karier hepati hepatitis tis B, prevalensi prevalensi hepatitis hepatitis viral yang meningkat meningkat di negara sedang berkembang, berkembang, hipoalbuminemia, hipoalbuminemia, tuberculosis lanjut, serta pemakaian obat yang tidak sesuai aturan dan status asetilatornya. Telah dibuktikan dibuktikan secara secara meyakinkan meyakinkan adanya keterkaita keterkaitan n HLA-DR2 HLA-DR2 dengan tuberkulosis tuberkulosis paru pada ber berba baga gaii popul populas asii dan dan kete keterk rkai aita tan n varia varian n gen gen NRAM NRAMP1 P1 denga dengan n kerent kerentan anan an terh terhad adap ap tuberkulosi tuberkulosis, s, sedangkan sedangkan resiko resiko hepatotoksi hepatotoksisita sitass karena obat anti tuberkulosi tuberkulosiss berkaitan berkaitan juga dengan tidak adanya HLA-DQA1*0102 dan adanya HLA-DQB1*0201 disamping usia lanjut, albumi albumin n serum serum < 3,5 gram/ gram/dl dl dan tingkat tingkat penyakit penyakit yang yang modera moderatt atau atau tingka tingkatt lanjut lanjut berat. berat. Dengan demikian resiko hepatotoksisitas pada pasien dengan obat anti tuberkulosis dipengaruhi faktor-faktor klinis dan genetik. Pada pasien TBC dengan hepatitis C atau HIV mempunyai resiko hepatotoksisitas terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat. Sementara pasien tuberkulosis dengan karier HbsAg-positif dan HbeAg-negatif yang inaktif dapat diberikan obat standar jangka pendek INH, rifampisi rifampisin, n, etambutol etambutol dan/atau pirazinami pirazinamid d dengan syarat pengawasan tes fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar 10% pasien tuberkulosis yang mendapatkan isoniazid mengalami kenaikan konsentrasi aminotransferase serum dalam mingguminggu-min minggu ggu pertam pertamaa terapi terapi yang yang nampakn nampaknya ya menunj menunjukka ukkan n respon responss adapti adaptiff terhada terhadap p 31
metabolit metabolit toksik obat. Isoniazid Isoniazid dilanjutkan dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi terjadi penurunan penurunan konsentrasi konsentrasi amin aminot otra rans nsfe fera rase se samp sampai ai batas batas norm normal al dala dalam m beber beberapa apa ming minggu gu.. Hany Hanyaa seki sekita tarr 1% yang yang berkembang menjadi seperti hepatitis viral; 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan kemudian. Mekanisme terjadinya jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein transpor pada membran kanalikuli dapat terjadi terjadi melalui melalui mekanisme mekanisme apoptosis apoptosis hepatosit imbas asam empedu empedu.. Terjad Terjadii penumpu penumpukan kan asam asam empedu empedu di dalam dalam hati hati karena karena ganggua gangguan n trans transpor por pada kanalikuli yang menghasilkan translokasi fassitoplasmik ke membrane plasma, dimana reseptorreseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Di samping itu, banyak reaksi hepatoseluler melibatkan system sitokrom P-450 yang mengandung heme dan menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim. Kompleks enzim-obat ini migrasi ke permukaan sel di dalam vesikel untuk berperan sebagai imunogen bagi sel T sitotoksik dan berbagai sitokin. Gambar Gambaran an klinis klinis hepato hepatotok toksis sisita itass imbas imbas obat sulit sulit dibeda dibedakan kan secara secara klinis klinis dengan dengan penyakit penyakit hepatitis atau kolestasis kolestasis dengan etiologi etiologi lain. Oleh karena itu riwayat pemakaian obat atau substansi hepatotoksik lain harus diungkap. Onset umumnya cepat, gejala berupa malaise dan ikterus, serta dapat terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih minum obat itu setelah terjadi onset. Bila jejas hepatosit lebih dominan maka konsentrasi aminotransferase akan meningkat paling tidak lima kali batas atas normal, sedangkan kenaikan akalifosfatase dan billirubin menonjol pada kolestasis. Mayoritas reaksi obat idiosinkratik melibatkan kerusakan hepatosit seluruh lobul hepatic dengan derajat nekrosis dan apoptosis bervariasi. Pada kasus gejala hepatitis biasanya muncul dalam beberapa hari atau minggu sejak minum obat bahkan sesudah obat penyebab dihentikan. Berdasarkan Internatonal Concensus Criteria, maka diagnosis hepatotoksisitas imbas obat berdasarkan: 1. waktu dari mulai minum obat dan penghentian obat sampai onset reaksi nyata adalah sugestif (5-90hari dari awal minum obat) atau kompatibel (<5 hari atau >90 hari Sejak mulai minum obat dan tidak lebih dari 15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan tidak lebih dari 30 hari hari dari dari pengh penghen enti tian an obat obat untu untuk k reak reaksi si koles kolesta tati tik) k) deng dengan an hepa hepato toto toks ksis isit itas as obat. obat. 2. perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (penurunan enzim hati pal palin ing g tida tidak k 50% 50% dari dari konse konsent ntra rasi si di atas atas bata batass atas atas norma normall dala dalam m 8 hari hari)) atau atau suge sugest stif if
32
(penurunan konsentrasi enzim hati paling tidak 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat.\ 3. alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan telita, termasuk biopsi hati pada setiap kasus 4. dijumpai respon positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama paling tidak kenaikan 2 kali lipat enzim hati
Dikatakan reaksi drug related jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi atau jika dua dari tiga tiga krit kriter eria ia pert pertam amaa
terp terpen enuh uhii deng dengan an resp respon on posi positi tiff
pada pada pema pemapa para ran n
ulan ulang g
obat obat..
Mengid Mengident entifi ifikasi kasi reaksi reaksi obat dengan dengan pasti pasti adalah adalah hal yang yang sulit sulit,, tapi tapi kemungk kemungkina inan n sekeci sekecill apapun adanya reaksi terhadap obat harus dipertimbangkan pada pasien dengan disfungsi hati. Riwayat pemakaian obat harus diungkap dengan seksama termasuk di dalamnya obat herbal atau obat alternatif. Obat harus menjadi diagnosis banding pada setiap abnormalitas tes fungsi hati atau histologi. Keterlambatan penghentian obat yanng menjadi penyebab berhubungan dengan resiko tinggi kerusakan hati persisten. Bukti bahwa pasien tidak sakit sebelum minum obat dan membaik secara nyata setelah obat tersebut dihentikan merupakan hal esensial dalam diagnosis hepatotoksisitas imbas obat. Terapi untuk mengatasi mengatasi hepatotoksisita hepatotoksisitass imbas obat belum ada antidotum antidotum yang spesifik spesifik Oleh karena itu terapi efek hepatotoksik yang baik adalah segera menghentikan penggunaan obat-obat yang dicurigai.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Eddy, Eddy, PS. Sejarah Sejarah dan Epidem Epidemiol iologi ogi Penyak Penyakit it Tuberk Tuberkulo ulosis sis.. Simpos Simposium ium Tuberkulo Tuberkulosis sis.. Surabaya, Des. 1982 : 11-20. 2. Ravigl Raviglion ionee MC, Snider Snider DE, Kochi Kochi Arata, Arata, Global Global Epidemi Epidemiolog ology y of Tubercul Tuberculosi osiss JAMA JAMA 1995 ; 273 : 220-26. 3. WHO.TB A Clinical Clinical manual manual for for South South East Asia. Asia. Geneva, Geneva, 1997; 1997; 19-23. 19-23. 4. Aditama Aditama T.Y. Tuberculosi Tuberculosiss Situation Situation in Indonesia, Indonesia, Singapore Singapore,, Brunei Darussal Darussalam am and in Philippines, Cermin Dunia Kedokteran 1993 ; 63 : 3 –7. 5. Hudoy Hudoyo, o, A. Pener Penerapa apan n Stra Strate tegi gi DOTS DOTS bagi bagi Pend Pender erit itaa TB, TB, Dalam Dalam Simp Simpos osiu ium m dan dan Semiloka TB Terintegrasi. RSUP Persahabatan, Jakarta, 1999. 6. Broekmans, Broekmans, JF. JF. Success Success is possible possible it best best has to be fought fought for, for, World Health Health Forum Forum An International Journal of Health Development. WHO, Geneva, 1997 ; 18 : 243 – 47. 7. Bing, Bing, K. Diagnost Diagnostik ik dan klasif klasifika ikasi si tuberkul tuberkulosi osiss paru. paru. RTD Diagnos Diagnosis is dan Pengoba Pengobatan tan Mutakhir Tuberkulosis Pam Semarang, Mei 1989 1-6. WM. Drug-Induced Hepatotoxicity. Hepatotoxicity. N Engl J Med 2003; 349: 474-85. 8. Lee WM. Drug-Induced 9.
4. FKUI. Jakarta. Sudoyo, et al. 2006. Buku 2006. Buku ajar Imu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi 4.
10. Liska, DJ. The Detoxification Enzyme Systems. Systems. Altern Med Rev 1998; 3(3): 187-198. 11. Navarro, VJ. Drug-Related VJ. Drug-Related Hepatotoxicity. Hepatotoxicity . N Engl J Med 2006; 354: 731-9. 12.
Mehta,
N.
Dru Drugg-In Indu duce ced d
Hepa He pato toto toxi xici city ty..
Download
dari
http://www.emedicine.medscape.com/article/169814-overview diakses pada 12 Maret 2009.
34