BAB I LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. T
Agama
: Islam
Usia
Status perkawinan
: Menikah
Jenis kelamin : Laki-laki
No. RM
: 206151
Pekerjaan
: Pensiunan nelayan
Tanggal masuk RS
: 26 Agustus 2013
Alamat
: Pesantunan, Brebes
Ruangan
: Rosella
: 70 tahun
A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis ditambah alloanamnesis kepada keluarga dikarenakan pasien sulit diajak berkomunikasi akibat sesak, Tanggal 28 Agustus 2013, Jam 12.30 WIB. Keluhan Utama: Sesak napas sejak 10 hari SMRS Keluhan tambahan: Batuk berdahak, sulit tidur, demam Riwayat penyakit sekarang:
OS mengeluhkan sesak napas sejak 10 hari SMRS. Sesak menyebabkan OS tidak mampu beraktivitas. Keluhan sesak ini menyebabkan OS sulit tidur dan sering terbangun karena sesak. Os mengaku tidur dengan 3 bantal. Sesak pertama kali dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, dan semakin lama semakin memberat namun OS menyangkal adanya nyeri dada yang menjalar hingga ke bahu, punggung, atau lengan. OS juga mengeluhkan batuk sejak 1 tahun yang lalu. Batuk terutama pada malam hari disertai dengan dahak berwarna putih kekuningan dan tidak disertai darah. Dahak sulit dikeluarkan sehingga banyaknya dahak yang keluar tiap kali batuk sulit diperkirakan. Dalam waktu 1 tahun belakangan, OS merasa sering demam hilang timbul dengan kenaikan suhu bervariasi namun tidak terlalu tinggi dan tidak disertai dengan menggigil. Selain itu, OS juga sering berkeringat pada malam hari dan berat badan menurun.
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan, OS masih bisa makan dan minum dengan baik. Tidak ada keluhan bengkak pada ekstremitas. OS menyangkal adanya sakit kepala.
Riwayat penyakit dahulu:
OS memiliki riwayat hipertensi kurang lebih selama 5 bulan namun tidak rut in kontrol dan minum obat. Riwayat serangan stroke dan kencing manis disangkal.
Riwayat Kebiasaan:
OS mengaku suka memakan makanan yang asin namun saat ini sudah dikurangi. Riwayat merokok kurang lebih 20 tahun, sudah berhenti sejak 1 tahun lalu ketika mulai timbul keluhan. OS juga sering mengkonsumsi jamu-jamuan. jamu-j amuan.
Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, jantung, ginjal, kencing manis dan batuk lama disangkal disa ngkal oleh keluarga.
Riwayat Alergi
OS memiliki riwayat alergi udang. Riwayat alergi obat dis angkal.
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan jasmani dilakukan pada tanggal ta nggal 28 Agustus 2013 pukul 12.45 WIB. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: Tampak sakit berat, tampak sesak, tidak sianosis
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
: TD
: 160/90 mmHg
Nadi : 102 x/menit, reguler, volume cukup, cukup, ekualitas sama RR
: 66 x/menit, irama teratur, tipe abdomino-torakal
Suhu : 38,0°C Tinggi badan
: 165 cm
Berat badan
: 47 kg
IMT
: 47 / (1,65)2 = 17,26 kg/m 2
Kesan gizi
: Gizi kurang
Status Generalis
Kepala
: bentuk normocephali, warna rambut putih, lurus (+), distribusi merata (+), rontok (-), alopesia (-), mudah dicabut (-)
Mata
: alis rata (+/+), edema palpebra superior (-/-), sclera ikterik (-/-), konjungtiva pucat (-/-) ( -/-), hiperemis (-/-), pupil isokor (+/+), diameter pupil (3/3) mm, reflek cahaya (+/+), gerak bola mata (N), strabismus (-)
Hidung
: nafas cuping hidung (+), deviasi septum (-), secret (-/-), perdarahan (-/-), mukosa hidung hiperemis/pucat (-/-), sianosis (-/-)
Telinga
: deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), sekret (-/-), tuli (-/-)
Mulut
: bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), (-) , lidah kotor (-), tepi hiperemis hiper emis (-), ( -), karies gigi (+), gusi berdarah (-), stomatitis stomatiti s (-), faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
Leher
: JVP 5+2 cmH2O, deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfonodi (-)
Thoraks
: Inspeksi: Dinding dada kanan kiri simetris statis dan dinamis, retraksi (+)
Paru
: Anterior
Inspeksi Palpasi Perkusi
Dekstra
Sinistra
simetris statis & dinamis
simetris statis & dinamis
vocal fremitus kanan = vocal fremitus kiri sonor
sonor
Auskultasi Suara dasar
vesikuler
vesikuler
Suara tambahan
ronki (+), wheezing (-)
ronki (+), wheezing (-) Posterior
Inspeksi
Dekstra
Sinistra
simetris statis & dinamis
simetris statis & dinamis
Palpasi
vocal fremitus kanan = vocal fremitus kiri
Perkusi
sonor
sonor
Suara dasar
vesikuler
vesikuler
Suara tambahan
ronki (+), wheezing (-)
ronki (+), wheezing (-)
Auskultasi
Cor
: Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
: Palpasi
: Ictus kordis teraba di ICS VI linea midklavikularis kir i, thrill (-)
Perkusi
: Batas kanan : ICS III - V, linea parasternal dextra
Auskultasi
: Batas kiri
: ICS VI, linea midklavikularis sinistra
: Batas atas
: ICS III, linea sternalis sinistra
: Pinggang
: Cekung
: Suara dasar : S1-S2 murni, regular Suara tambahan: murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
Mitral
: M1>M2, regular (+)
Trikuspid
: T1>T2, regular (+)
Aorta
: A1
Arteri Pulmonalis
: P1
Inspeksi
: Dinding perut datar , jaringan , jaringan parut (-), striae (-)
Auskultasi : Bunyi peristaltik (+) normal Palpasi
: Supel (+), nyeri tekan epigastrium (-), massa (-), balotement ginjal (-/-), hepar teraba (-), lien teraba (-)
Perkusi
: Timpani keempat kuadran abdomen (+), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Inguinal
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
:
Superior
Inferior
Dekstra/Sinistra
Dekstra/Sinistra
Pitting edema
(-/-)
(-/-)
Sianosis
(-/-)
(-/-)
Ikterik
(-/-)
(-/-)
Kekuatan otot
(5/5)
(5/5)
Klonus
(-/-)
(-/-)
Capillary refill time
<2/<2
<2/<2
Ptekiae
(-/-)
(-/-)
Refleks fisiologis
(+/+)
(+/+)
Refleks patologis
(-/-)
(-/-)
Kekuatan otot
(5/5)
(5/5)
Integumentum : Kulit lembab, keringat (+), ( +), bersisik (-), (-) , turgor baik, ulkus (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium
Hasil keluar tanggal 27 Agustus 2013. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI RUJUKAN
Leukosit
11.3
10^3/ul
4.0 – 9.0 9.0
Eritrosit
4.5
10^6/uL
4.7 – 6.1 6.1
Hemoglobin
13.0
g/dL
14.0 – 18.0 18.0
Hematokrit
40.7
%
42 – 52 52
MCV
90.6
U
76 – 96 96
MCH
29.0
Pcg
27 – 31 31
MCHC
31.9
g/dL
33.0 – 37.0 37.0
Trombosit
375
10^3
150 – 400 400
Netrofil
75.2
%
50 – 70 70
Limfosit
11.3
%
25 – 40 40
Monosit
12.5
%
2 – 8 8
HEMATOLOGI CBC:
Diff:
1
%
2 – 4 4
0.2
%
0 – 1 1
1 jam
77
mm/jam
0 – 15 15
2 jam
89
mm/jam
0 – 25 25
Natrium
139.7
mmol/L
135 – 148 148
Kalium
2.79
mmol/L
3.6 – 5.5 5.5
Klorida
101.5
mmol/L
95 – 108 108
Glukosa sewaktu
147
mg/dL
70 – 160 160
SGOT
25.0
U/L
< 37
SGPT
37.0
U/L
< 42
Ureum
24
mg/dL
10 – 50 50
1.04
mg/dL
0.6 – 1.2 1.2
Eosinofil Basofil
LED:
KIMIA KLINIK ELEKTROLIT
Kreatinin HbsAg
Negatif
Negatif
2. EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2013 pukul 19.15 WIB.
Irama
: sinus
QRS rate
: 90 x/menit
Ritme
: reguler
Morfologi
: gelombang P normal, gelombang R tinggi di V5 dan V6, tidak ada ST elevasi atau ST depresi, gelombang T normal
Interpretasi
: hipertrofi ventrikel kiri
3. Foto Thorax
Pemeriksaan foto thorax PA dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2013.
Foto: Thoraks PA Deskripsi: Cor
: CTR > 50%, batas jantung kiri melebihi 2/3 hemithoraks sinistra dengan dengan apeks tertanam, pinggang jantung cekung, batas jantung kanan kurang dari 1/3 hemithoraks dextra.
Pulmo : Corakan bronkovaskular bronkovaskular normal, tampak bercak infiltrat pada kedua apeks paru. Sinus costophrenicus tajam. Kesan : Hipertofi Hipertofi ventrikel kiri TB paru duplex aktif
D. RINGKASAN
Seorang pria 70 tahun datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan sesak napas sejak 10 hari SMRS yang semakin memberat, tidak bisa beraktivitas, terbangun malam hari karena sesak, tidur dengan 3 bantal, dan tidak ada nyeri dada. Batuk berdahak warna putih, tidak ada darah. Demam hilang timbul, tidak menggigil, berkeringat saat malam hari, berat badan menurun. Riwayat Riwayat konsumsi makanan asin, merokok, dan hipertensi tidak terkontrol. terkontrol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 102 x/menit, suhu 38°C, pernapasan 66 x/menit, JVP 5+2 cmH 2O, ronkhi (+/+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 11.300/ul, eritrosit 4.5 juta/uL, Hb 13.0 g/dL, Ht 40.7%. Diff count netrofil 75.2%, limfosit 11.3%, monosit 12.5%, eosinophil 1%. LED 1 jam 77 mm/jam, LED 2 jam 89 mm/jam, kalium 2.79 mmol/L. Pada EKG didapatkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Foto thoraks PA hipertrofi ventrikel kiri dan TB paru duplex aktif.
E. DIAGNOSIS KERJA
1. Left Heart Failure et causa HHD 2. Hipertensi grade 2 3. TB paru duplex 4. Gizi kurang
F. DIAGNOSIS BANDING
1. CHF et causa HHD 2. PPOK
G. RENCANA PENGELOLAAN
1. O2 4-6 L/menit 2. IVFD RL 16 tetes/menit 3. Inj. Lasix 2x1 ampul 4. KSR 2x1 tab 5. Captopril 2 x 50mg 6. Amlodipin 3 x 10mg 7. Rifampisin 1 x 450mg 8. INH 1 x 300mg 9. Pirazinamid 2 x 500mg 10. Etambutol 2 x 500mg 11. Ambroxol 3x1 tab 12. Pasang DC 13. Diet rendah garam 14. Kurangi asupan cairan per oral 15. Konsul spesialis jantung, spesialis paru, dan ahli gizi Saran: pasien sebaiknya dipindahkan ke ruang ICU untuk pemantauan lebih ketat.
H. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: ad malam
I. FOLLOW UP SOAP Tanggal 29 Agustus 2013 pukul 12.00
S:
Sesak tidak berkurang, sulit tidur, batuk berdahak tidak membaik, demam naik turun, keringat malam hari
O:
Keadaan umum: tampak sakit berat, asianosis Kesadaran: compos mentis TD: 150/100 mmHg, N: 108 x/menit, RR: 56 x/menit, S: 38,8°C Mata: CA -/-, SI -/Leher: JVP 5+2 cmH 2O, KGB tidak membesar Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Paru: SN vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/Abdomen: datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
A:
LHF et causa HHD Hipertensi grade 2 TB paru duplex
P:
Terapi dilanjutkan Dosis amlodipin dinaikkan jadi 4 x 10mg Clobazam 1x1 tab (malam)
Tanggal 30 Agustus 2013 pukul 12.30
S:
Sesak sedikit berkurang, batuk berdahak tidak membaik, demam naik turun, keringat malam hari
O:
Keadaan umum: tampak sakit berat, asianosis Kesadaran: compos mentis TD: 170/100 mmHg, N: 104 x/menit, RR: 48 x/menit, x /menit, S: 38,3°C Mata: CA -/-, SI -/Leher: JVP 5+2 cmH 2O, KGB tidak membesar Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Paru: SN vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/Abdomen: datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
A:
LHF et causa HHD Hipertensi grade 2 TB paru duplex
P:
Terapi dilanjutkan
Tanggal 31 Agustus 2013 pukul 10.00
S:
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak semalam, sesak bertambah, demam
O:
Keadaan umum: tampak sakit berat, asianosis Kesadaran: sopor TD: 150/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR: 56 x/menit, S: 38,0°C Mata: CA -/-, SI -/Leher: JVP sulit dinilai, KGB tidak membesar Jantung: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Paru: SN vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/Abdomen: datar, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
A:
LHF et causa HHD Hipertensi grade 2 TB paru duplex
P:
Terapi dilanjutkan
Pasien meninggal dunia pada pukul 12.30 WIB.
BAB II ANALISA KASUS
MASALAH
Hipertensi grade 2
Dasar Penetapan Masalah Tekanan darah 160/90 mmHg Riwayat hipertensi diketahui sejak 5 bulan yang lalu Hipertensi tidak terkontrol Riwayat konsumsi makanan asin
Hipotesa
Dispnoe PND Orthopnoe
Left Ventricle Hypertrophy
Batuk berdahak lama Demam Keringat malam Gizi kurang
MASALAH
Keluhan datang ke IGD Takipnoe, RR 66 x/menit
Keluhan sesak Riwayat hipertensi Hasil EKG Gambaran kardiomegali pada foto thoraks Keluhan datang ke IGD Gambaran Gambaran inflitrat di apeks pada foto thoraks thoraks Perhitungan IMT
Planning: Non Medikamentosa Hentikan konsumsi makanan asin Diet rendah garam Minum obat secara teratur Monitor tekanan darah setiap hari Kurangi aktivitas Mencari posisi yang mengurangi sesak Kurangi asupan cairan per oral
Esensial Asupan Na yang tinggi menyebabkan volum cairan ↑ sehingga preload ↑yang berakibat curah curah jantung ↑ Terjadi edema paru akibat kongesti vena pulmonalis Infiltrat pada apeks paru sehingga menyebabkan kapasitas volume paru berkurang
Hypertensive Heart Disease
Kasus baru TB Asupan gizi kurang TB paru Medikamentosa
Hipertensi grade 2
Captopril 2 x 50mg Amlodipin 4 x 10mg
Dispnoe PND Orthopnoe Left Ventricle Hypertrophy
Gizi kurang
Batuk berdahak lama Demam Keringat malam
Menggunakan masker untuk cegah penularan Program Pengawas Minum Obat (PMO) untuk cegah putus pengobatan pengobatan Diet gizi seimbang
O2 4-6 L/menit Inj. Lasix 1x2 ampul KSR 2x1 tab Pasang DC Rifampisin 1 x 450mg INH 1 x 300mg Pirazinamid Pirazinamid 2 x 500mg Etambutol 2 x 500mg Ambroxol 3x1 tab IVFD RL 16 tetes/menit
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
1. LEFT HEART FAILURE Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma klinik. Diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output / CO yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan 0 2 dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian ( filling filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat, pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada pada keadaan istirahat. Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai mekanisme sudah berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atria, meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak mempertahankan fungsinya fungsinya dengan cukup. Gagal
jantung
merupakan
akhir
dari
suatu
continuum,
proses
yang
berkesinambungan, dimulai dimula i dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati keluhan dan tanda-tanda gagal jantung ( symptom and sign). sign).1
Etiologi
Penyebab dari kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya antara lain disebabkan oleh2: a. Kerusakan otot jantung: miokarditis, kardiomiopati hipertensi, kardiomiopati iskemik b. Beban ventrikel bertambah: beban tekanan/ pressure overload (hipertensi sistemik, aorta stenosis, hipertensi pulmonal pada PPOK) atau beban volume/ volume overload (mitral insufisiensi, aorta insufisiensi, VSD) c. Cor pulmonal chronic d. Kelainan metabolik: anemia kronik, tirotoksikosis e. Sindroma coroner akut: infark miokard akut, angina pektoris tak stabil
Patofisiologi
Berbagai faktor bisa berperan menimbulkan gagal jantung. Faktor-faktor ini kemudian merangsang timbulnya mekanisme kompensasi yang apabila berlebihan dapat menimbulkan gejala-gejala gagal jantung. Gagal jantung paling sering mencerminkan adanya kelainan fungsi kontraktilitas ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel (suatu bentuk gangguan diastolik). 3
GAGAL JANTUNG Peninggian tekanan pengisian (preload)
Disfungsi sistolik dan/atau diastolik
Peninggian impedens
Penurunan relatif curah jantung
Peninggian tahanan pembuluh sistemik
Mekanisme kompensasi
Aktifasi dari:
sistem simpatis renin angiotensin sistem adrenal ↓
Peninggian beban akhir (afterload)
norepinefrin aldosteron kostikosteroid
hormon antidiuretik intensifikasi oleh ginjal resorpsi air dan natrium di proksimal
Penurunan regulasi reseptor beta-adrenergik di miokard
Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel pada akhirl sistol. Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan normal. Pada fase diastol berikutnya maka sisa darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri sehingga tekanan akhir diastol menjadi lebih tinggi. Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul bendungan di daerah atrium kiri. Tekanan darah di atrium kiri yang pada keadaan normal berkisar antara 10-12 mmHg akan meninggi karena bendungan tersebut. Hal ini diikuti oleh peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh darah kapiler paru. Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa darah terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk ke atrium kanan, maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik di kapiler paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan terjadilah transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru. Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronkialis meninggi terjadi pula transudasi di jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut menjadi edema dan hal ini akan mengurangi besarnya lumen bronkus sehingga hal ini akan mengurangi besarnya lumen bronkus. Pada keadaan ini terdengar suara napas tambahan berupa ronkhi yang dikenal sebagai asma kardiale, suatu fase permulaan gagal jantung. Bila tekanan kapiler paru makin tinggi maka suatu saat cairan akan memasuki jaringan interstisial paru dan terjadilah edema interstisial. Akibat terjadi edema interstisial, penderita akan merasa sesak napas disertai dengan nadi yang cepat karena proses pertukaran udara terganggu. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala sesak napas yang hebat, takikardi, tekanan darah yang menurun, dan kalau tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok. Syok ini disebut syok kardiogenik dimana tekanan diastole menjadi sangat rendah sehingga tidak mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-otot jantung. Keadaan ini akan mengakibatkan daya pompa otot jantung menjadi lebih buruk lagi. Kejadian ini merupakan lingkaran setan yang sangat sukar diatasi dan biasanya berakhir dengan kematia n penderita.3 Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3 mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah jantung, yaitu : 1) Meningkatkan aktivitas simpatik Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu aktfitas reseptor ϐ-adrenergic
dalam jantung. Hal ini menimbulkan kecepatan jantung dan peningkatan
kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih besar. Selain itu, vasokonstriksi diperantarai α-1
memacu venous return dan meningkatkan preload jantung. Respons kompensasi ini
meningkatkan kerja jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya dalam fungsi jantung. 2) Retensi cairan. Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke ginjal, menyebabkan lepasnya renin, dengan hasil peningkatan sintesis angiotensin II dan aldosteron. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan retensi natrium dan air. Volume darah meningkat dan semakin banyak darah kembali ke jantung. Jika jantung tidak dapat memompa volume ekstra ini, tekanan vena meningkat dan edema perifer dan edema paru-paru terjadi. Respons kompensasi ini meningkatkan kerja jantung dan karena itu, selanjutnya menyebabkan penurunan fungsi jantung 3) Hipertrofi miokard Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-otot jantung menyebabkan kontraksi jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan yang berlebihan dari serat tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin lemah. Jenis kegagalan ini disebut gagal sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel yang tidak dapat memompa secara efektif. Jarang pasien gagal jantung kongestif dapat mempunyai disfungsi diastolik, yaitu suatu istilah yang diberikan jika kemampuan ventrikel relaksasi dan menerima darah terganggu karena perubahan struktural, seperti hipertrofi. Penebalan dinding ventrikel dan penurunan volume ventrikel dapat menurunkan kemampuan otot jantung untuk relaksasi. Hal ini mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung yang tidak cukup disebut sebagai gagal jantung.
Manifestasi Klinis
Gejala gagal jantung yang terlihat antara lain:
Dispnoe on Effort : sesak napas pada aktivitas fisik Orthopnoe: Orthopnoe: sesak napas yang terjadi saat berbaring dan berkurang dengan posisi duduk akibat bertambahnya venous return pada return pada waktu berbaring
Paroxysmal Nocturnal Dispnoe: Dispnoe: sesak napas yang terjadi saat pasien sedang tidur malam sehingga menyebabkan pasien terbangun akibat kombinasi menurunnya tonus simpatis, venous return return bertambah, penurunan aktivitas pusat pernapasan di malam hari, dan edema paru.
Selain gejala di atas, dapat pula penderita merasa sangat sesak, takikardi, tekanan darah menurun, hemoptoe, berkeringat dingin, pucat, dan lain-lain. 3
Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 4 aspek, yaitu: 1) mengurangi beban kerja, 2) memperkuat kontraktilitas miokard, 3) mengurangi kelebihan cairan dan garam, 4) mengobati sesuai dengan penyebab dan kelainan yang mendasari. 1. Vasodilator Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif, diperberat oleh peningkatan kompensasi pada preload pada preload (volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi jantung ketika memompa darah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna untuk mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Obat-obat yang berfungsi sebagai vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat, hidralazin a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE) Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi kadar angiotensin II dalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron, sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE dapat menyebabkan penurunan retensi vaskuler vena dan tekanan darah, menyebabkan peningkatan curah jantung. Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penggunaan inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal ventrikel kiri untuk semua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi harus dimulai segera setelah infark miokard. Terapi dengan obat golongan ini memerlukan monitoring yang teliti karena berpotensi hipotensi simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakan pada wanita hamil. Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzim pengkonversi angiotensin ini adalah kaptopril, kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril b) Angiotensi II receptor Antagonists Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor, dapat digunakan angiotensin II receptor Antagonists seperti losartan dosis 25-50 mg/hari sebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan mortalitas dan menghilangkan gejala pada pasien dengan gagal jantung c) Relaksan otot polos langsung Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial mengurangi resistensi sistem
arteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah hidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium nitropusid d) Antagonis Reseptoris ϐ- Adrenergik Antagonis reseptor ϐ-adrenergik yang paling umum adalah metoprolol, suatu antagonis reseptor yang selektif terhadap ϐ1- adrenergik mampu memperbaiki gejala, toleransi kerja fisik serta beberapa fungsi ventrikel selama beberapa bulan pada pasien gagal jantung karena pembesaran kardiomiopati idiopati
2. Diuretik Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea noktural paroksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan preload jantung. Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah diuretik tiazid dan loop
3. Antagonis Aldosteron Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron menunjukkan penurunan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat. Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi simpatetik, dan penghambatan parasimpatetik. Hal tersebut merupakan efek yang merugikan pada pasien dengan gagal jatung. Spironolakton meniadakan efek tersebut dengan penghambatan langsung aktifitas aldosteron
4. Obat-obat inotropik Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung dan meningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui mekanisme yang berbeda dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat peningkatan konsentrasi kalsium sitoplasma yang memacu kontraksi otot jantung a) Digitalis Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme kerja diantaranya pengaturan konsentrasi kalsium sitosol. Hal ini menyebabkan terjadinya hambatan pada aktivasi pompa proton yang dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi natrium intrasel, sehingga menyebabkan terjadinya transport kalsium kedalam sel melalui mekanisme pertukaran kalsium-natrium. Kadar kalsium intrasel
yang meningkat itu menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik. Mekanisme lainnya yaitu peningkatan kontraktilitas otot jantung, Pemberian glikosida digitalis menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi. Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretik dan vasodilator. Obat yang termasuk dalam golongan glikosida jantung adalah digoxin dan digitoxin. Glikosida jantung mempengaruhi semua jaringan yang dapat dirangsang, termasuk otot polos dan susunan saraf pusat. Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh tetapi mungkin melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan ini. Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar kalium dalam serum sering ditemukan pada pasien-pasien yang mendapatkan thiazid atau loop diuretik dan biasanya dapat dicegah dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium karbonat. Hiperkalsemia dan hipomagnesemia juga menjadi predisposisi terhadap toksisitas digitalis. Tanda dan gejala toksisitas glikosida jantung yaitu anoreksia, mual, muntah, sakit abdomen, penglihatan kabur, mengigau, kelelahan, bingung, pusing, meningkatnya respons ventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik atrium dan ventrikel, dan gangguan konduksi nodus sinoatrial dan atrioventrikel b) Agonis ϐ-adrenergic Stimulan
ϐ-
adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan efek
inotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya ion kalsium kedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat meningkatkan kontraksi. Dobutamin adalah obat inotropik yang paling banyak digunakan selain digitalis c) Inhibitor fosfodiesterase Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-AMP. Ini menyebabkan peningkatan kalsium intrasel intras el dan kontraktilitas jantung. Obat yang termasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase adalah amrinon dan milrinon. 4,5
2. TB PARU Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi di paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa tuberculosa yang bersifat kronik menahun dan menular yang ditandai oleh pembentukan tuberkel, granuloma, dan nekrosis kaseosa (perkejuan) pada jaringan yang terinfeksi.6,7
Etiologi
TB paru disebabkan oleh bakteri basil Mycobacterium tuberculosa tuberculosa yang memiliki dinding sel lipoid yang tahan terhadap zat asam sehingga disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).8
Patofisologi
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari trakeo bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Kuman juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofa g. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru. 9 Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluraan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer. 10 Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi 10: 1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus atau kompleks sarang Ghon. Komplikasi dan menyebar secara: a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya. b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita TB dapat bermaca-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang terbanyak adalah 10:
Demam: biasanya subfebris dan hilang timbul
Batuk: batuk lama > 3 minggu, bisa kering atau berdahak, tekadang dahak bercampur dengan darah (hemoptoe)
Sesak napas
Keringat malam hari
Kriteria Diagnostik
Diagnosis penyakit TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan penderita, pemeriksaan fisik berupa suara ronkhi pada paru atau suara napas amforik akibat sudah timbulnya kavitas pada paru, pemeriksaan laboratorium darah rutin dapat menunjukkan tanda-tanda infeksi seperti peningkatan leukosit/ monosit dan LED, pemeriksaan radiologis foto thoraks PA didapatkan gambaran infiltrat pada apeks paru, dan pemeriksaan sputum yang merupakan gold merupakan gold standard untuk diagnosis TB bila hasil BTA positif. 8
Penatalaksanaan
a. Medikamentosa: Pengobatan untuk pasien ini tergolong dalam pengobatan TB yang berat yaitu: - Fase intensif: Digunakan minimal 4 obat yaitu Rifampisin (10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari), INH (5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari), Pirazinamid (15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari), Etambutol (15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1250 mg/hari). Pengobatan fase intensif dilakukan selama 2 bulan. - Fase lanjutan: Digunakan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. 8
b. Non medikamentosa: - Edukasi kepada keluarga agar pasien minum obat secara teratur dan dihabiskan sesuai resep dokter walaupun merasa sudah sembuh. Selain itu diberitahukan juga efek samping obat yang mungkin terjadi dan minta agar pasien datang kembali tiap 2 minggu selama 2 bulan untuk mengevaluasi efek samping obat (pemeriksaan fungsi hati SGOT/SGPT). - Perbaikan gizi pasien pasien meliputi kecukupan kecukupan asupan makanan, makanan, vitamin dan dan mikronutrien agar keadaan gizinya membaik sehingga imunitasnya juga membaik. 8
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta menganalisa kasus berdasarkan tinjauan pustaka yang telah tercantum maka masalah pada Tn. T adalah Left adalah Left Heart Failure et Failure et causa Hypertensive causa Hypertensive Heart Disease dengan Disease dengan kelas fungsional NYHA klas IV disertai dengan TB paru duplex. Pernyataan ini didukung dari hasil alloanamnesis dengan keluarga pasien karena autoanamnesis sulit dilakukan pada pasien ini. Diagnosis banding yang saya ambil adalah Congestive Heart Failure berdasarkan Failure berdasarkan gejala yang sama dengan LHF namun pada pasien tidak didapatkan JVP yang meningkat, serta PPOK karena pasien memiliki riwayat merokok aktif selama hampir 20 tahun dan baru berhenti merokok ketika sudah timbul keluhan sesak dan batuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Palupi SEE. “Gagal Jantung Jan tung (Congestive Heart Failure)” Failure)” dalam Rita Khairani (ed) Diktat Kumpulan Kuliah Kardiologi. 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 2. Siswanto BB. Gagal Jantung. Dalam: Rilantono LI. Penyakit Kardiovaskular 5 Rahasia. Jakarta: FKUI; 2012. h.269-74. 3. Sitompul B, Sugeng JI. Gagal Jantung. Dalam: Rilantoto LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI; 1996. h.115-125. 4. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Lecture notes notes Kardiologi ED/4. Jakarta: Erlangga; 2003. h.88-94. 5. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s Principal of Internal Medicine. Medicine. Vol 1. Ed 15 th. New York: McGraw Hill; 2001. p.1414-29. 6. Dorland. Kamus Kedokteran Dorland. Ed 29. Jakarta: EGC; 2002. h.2306. 7. Daniel MT. Tuberkulosis. Dalam: Braunwauld E, Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Hauser SL, Jameson JL. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 2. Jakarta: EGC; 1999. h.799-807. 8. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakart a: Hipokrates; 2000. h.93-151. 9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 4. Jakarta: EGC; 1995. h.753-62. 10. Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: FKUI; 1998. h.715-9.