LAPORAN PENDAHULUAN HIV-AIDS
1. DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Immunodeficie ncy Virus)
adalah sejenis virus yang
melemahkan sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang menyebabkan AIDS
(Acquired Immune Deficiency
Syndrome) (Brooks, 2004).
HIV
(Human Immunodeficiency Immunodefic iency
Virus)
adalah sejenis
virus
yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
2. ETIOLOGI Penyebab
adalah
golongan
virus
retro
yang
disebut
human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2. Fase infeksi HIV HIV primer akut. Lamanya Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3. Infeksi asimtomatik. asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih lebih tahun dengan dengan gejala tidak tidak ada. 4. Supresi imun simtomatik. simtomatik. Diatas Diatas 3 tahun dengan dengan gejala demam, keringat keringat malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5. AIDS. Lamanya bervariasi bervariasi antara 1-5 tahun dari dari kondisi AIDS pertama pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. neurologist.
3. STADIUM INFEKSI WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak yang sedang direvisi. Untuk dewasa maupun anak, stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut : Gejala terkait HIV Stadium Klinis Asimptomatik Asimptomatik
1
Gejala ringan
2
Gejala lanjut
3
Gejala berat/ sangat lanjut
4
Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa Dan Remaja Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Dewasa dan Remaja adalah sebagai berikut: 1. Infeksi primer HIV a. Asimptomatik b. Sindroma retroviral akut
2. Stadium Klinis 1 a. Asimptomatik b. Limfadenopati Limfadenopa ti meluas persisten 3. Stadium Klinis 2 a. Berat badan menurun yang sebabnya tidak dapat dijelaskan b. Infeksi saluran napas berulang berulang (sinusitis, tonsilitis, tonsilitis, bronkitis, otitis media, faringitis) c. Herpes zoster d. Cheilits angularis e. Ulkus mulut berulang f.
Dermatitis seboroika
g. Infeksi jamur kuku 4. Stadium Klinis 3 a. Berat badan menurun yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ( > 10%) b. Diare kronis yang yang tidak dapat dijelaskan sebabnya lebih dari 1 bulan c. Demam yang tidak diketahui diketahui sebabnya (intermiten (intermiten maupun tetap selama lebih dari 1 bulan) d. Kandidiasis Kandidiasis oral persisten e. Oral hairy leukoplakia leukoplakia f.
Tuberkulosis (TB) paru
g. Infeksi bakteri yang berat (empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis, bakteriemi selain pneumonia) h. Stomatitis, gingivitis atau atau periodontitis periodontitis ulseratif ulseratif nekrotikans nekrotikans yang yang akut i.
Anemia
(Hb
<
8
g/dL),
netropeni
(<
500/mm3),
dan/atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya 5. Stadium Klinis 4 a. HIV wasting syndrome (berat badan berkurang >10% dari BB semula, disertai salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (>1 bulan) atau kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas). b. Pneumonia pneumocystis pneumocystis c. Pneumonia bakteri berat yang berulang d. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, (orolabial, anorektal anorektal atau genital lebih lebih dari sebulan atau viseral dimanapun)
e. Kandidiasis Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus atau paru) paru) f.
Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi h. Infeksi Cytomegalov Cytomegalovirus irus (retinistis atau infeksi infeksi organ organ lain) lain) i.
Toksoplasmosis Toksoplasmosis susunan saraf pusat
j.
Ensefalopati HIV
k. Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis l.
Infeksi mikobakterium mikobakterium non-tuberkulosis non-tuberkulosis yang luas (diseminata) (diseminata)
m. Progressive multifocal multifocal leucoencephalopa leucoencephalopathy thy n. Kriptosporidiosis Kriptosporidiosis kronis o. Isosporiosis kronis p. Mikosis diseminata (histoplasmosis, (histoplasmosis, koksidioidomikosis, koksidioidomikosis, penisiliosis penisiliosis ekstra paru) q. Septikemi berulang (termasuk salmonella non-tifoid) r.
Limfoma (otak atau non-Hodgkin sel B)
s. Karsinoma serviks invasif t.
Leishmaniasis Leishmaniasis diseminata atipikal
Stadium Klinis HIV/AIDS Untuk Bayi Dan Anak Stadium Klinis HIV/AIDS untuk bayi dan anak adalah sebagai berikut : 1. Infeksi primer HIV a. Asimptomatik (intra, peri atau post post partum) partum) b. Sindroma retroviral akut 2. Stadium Klinis 1 a. Asimptomatik b. Limfadenopati Limfadenopa ti meluas persisten 3. Stadium Klinis Klinis 2 c. Hepatomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya d. Pruritic papular eruption (PPE) e. Infeksi virus (wart) yang ekstensif f.
Moluscum contagiosum yang ekstensif
g. Ulkus mulut berulang h. Pembesaran parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan sebabnya i.
Eritema gingiva lineal
j.
Herpes zoster
k. Infeksi saluran napas atas kronis
atau berulang (otitis media,
otorrhoe, sinusitis, tonsilitis) l.
Infeksi jamur kuku
4. Stadium Klinis 3 a. Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan tidak respons b. terhadap terapi standar c. Diare persisten yang tidak dapat dapat dijelaskan dijelaskan sebabnya sebabnya lebih dari 14 hari d. Demam persisten yang tidak diketahui sebabnya (> 37,5
o
C
intermiten maupun tetap selama lebih dari 1 bulan) e. Kandidiasis oral persisten (setelah umur 6 – 8 minggu) f.
Oral hairy leukoplakia leukoplakia
g. Gingivitis atau periodontitis periodontitis ulseratif nekrotikans nekrotikans yang akut akut h. TB kelenjar i.
Tuberkulosis (TB) paru
j.
Pneumonia bakteri bakteri berulang yang yang berat
k. Pneumonitis interstitial limfoid simptomatik l.
Penyakit paru kronis yang terkait HIV, termasuk bronkiektasis
m. Anemi
(Hb
<
8
g/dL), g/dL) ,
netropeni net ropeni
(<
500/mm3), 500/mm 3),
dan/atau
trombositopeni kronis (< 50.000/mm3) yang tak dapat diterangkan sebabnya) Kardiomiopati Kardiomiopati atau nefropati terkait HIV 5. Stadium Klinis 4 a. Gangguan tumbuh tumbuh kembang kembang yang berat berat yang tidak dapat dapat dijelaskan sebabnya atau wasting yang tidak respons terhadap terapi standar. b. Pneumonia pneumocystis pneumocystis c. Infeksi bakteri berat yang yang berulang (empiema, (empiema, piomiositis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis selain pneumonia) d. Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, (orolabial, anorektal anorektal atau genital lebih lebih dari 1 bulan atau viseral dimanapun) e. Tuberkulosis ekstra paru f.
Sarkoma Kaposi
g. Kandidiasis Kandidiasis esofagus (atau di trakea, bronkus bronkus atau paru) h. Toksoplasmosis Toksoplasmosis susunan susunan saraf pusat (setelah (setelah usia usia 1 bulan) bulan) i.
Ensefalopati HIV
j.
Infeksi Cytomegalovirus (retinitis (retinitis atau infeksi organ lain) (setelah usia 1 bulan)
k. Kriptokokus ekstra paru termasuk meningitis l.
Mikosis endemik endemik diseminata (histoplasmosis, (histoplasmosis, koksidioidomikosis, koksidioidomikosis, penisiliosis penisiliosis ekstra paru)
m. Kriptosporidiosis Kriptosporidiosis kronis n. Isosporiosis kronis o. Infeksi mikobakterium mikobakterium non-tuberkulosis non-tuberkulosis yang yang luas (diseminata) (diseminata) p. Fistula rektum yang terkait HIV q. Tumor terkait terkait HIV termasuk termasuk limfoma limfoma otak atau non-Hodgkin non-Hodgkin sel B r.
Progressive multifocal leucoencephalopathy leucoencephalopathy
4. MANIFESTASI MANIFESTASI KLINIS Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi) : Gejala mayor: a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis e. Demensia/ HIV ensefalopati ensefalopati Gejala minor: a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis generalisata generalisata c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang d. Kandidias orofaringeal e. Herpes simpleks kronis progresif f. Limfadenopati Limfadenopati generalisata g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase. a. Fase awal Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam,
sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain. b. Fase lanjut Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang
kronis
seperti
pembesaran
kelenjar
getah
bening
(sering
merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek. c. Fase akhir Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
5. CARA PENULARAN HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007) Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Zein, 2006). a. Seksual Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. bergantian. Bisa
juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas k esehatan. esehatan. d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan. e. Melalui transplantasi transplant asi organ pengidap HIV f.
Penularan dari ibu ke anak : Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
g. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain: a. Kontak fisik Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular. b. Memakai milik penderita Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan menular c. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya. d. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV HIV
6. PENCEGAHAN a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual. Pastikan untuk tidak berhubungan seks dengan orang yang terinveksi virus HIV. Berganti-ganti pasangan seksual sangat beresiko tinggi mudah tertular virus HIV. b. Pencegahan penularan melalui transfusi transfu si darah. Pastikan bahwa darah yang akan di transfusi steril dari kontaminasi virus HIV. c. Pencegahan penularan melalui kehamilan. Ibu yang terinveksi HIV sebaiknya tidak hamil. d. Pencegahan penularan melalui penyalah gunaan obat. Penyalah gunaan narkoba dengan jarum suntik sangat mudah sekali menularkan virus HIV.
e. Pencegahan penularan penularan melalui alat tidak steril. Setiap alat yang di gunakan untuk orang banyak yang beresiko membawa virus HIV harus disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan lisol, detol, atau alkohol. f.
Pencegahan penularan melalui pola hidup sehat. Orang-orang Orang- orang yang yang memiliki kebiasaan seks bebas, bertato, pemakaian narkoba dengan jarum termasuk mereka yang beresiko tinggi terkena AIDS. Untuk itu perlu mengubah kebiasaan untuk hidup lebih sehat dan aman.
g. Pencegahan penularan melalui pernikahan. Pernikahan dengan orangorang yang memiliki riwayat pekerjaan atau kebiasaan hidup beresiko tinggi tertular HIV sebaiknya dilakukan tes HIV AIDS.
7. PENGOBATAN Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan para penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transkriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleotide reverse transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. protease . Obat-obat ini hanya berperan dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006).
8. PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Tes untuk untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA
Western blot
P24 antigen test
Kultur HIV
b. Tes untuk untuk deteksi deteksi gangguan gangguan system imun.
Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin
LAPORAN PENDAHULUAN TBC
1. DEFINISI Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi ( Mansjoer , 1999).
2. ETIOLOGI Etiologi Tuberculosis Paru adalah Mycobacterium Tuberculosis yang berbentuk batang dan Tahan asam ( Price , 1997) Penyebab Tuberculosis adalah M. Tuberculosis bentuk batang panjang 1 – 4 /m Dengan tebal 0,3 – 0,5 m. selain itu juga kuman lain yang memberi infeksi yang sama yaitu M. Bovis, M. Kansasii, M. Intracellutare.
3. KLASIFIKASI KLASIFIK ASI TBC Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi (Mansjoer, 2000) : a. Tuberkulosis Paru BTA positif Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. b. Tuberkulosis Paru BTA negatif Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB Paru BTA negatif Rontgen Positif dibagiberdasarkantingkat keparahaan TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas penderita buruk.
4. MANIFESTASI MANIFESTASI KLINIK a. Gejala sistemik/umum sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk Batuk-b atuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan cairan dirongga dirongga pleura(pembung pleura(pembungkus kus paru-paru), paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) otak) dan disebut sebagai meningitis(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang.
5. PENATALAKSANAAN Menurut Smeltzer & Bare (2001), penatalaksanaan TBC adalah : a. Pengobatan Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis dan dosis OAT : 1) Isoniazid (H) Isoniazid (dikenal dengan dengan INH) bersifat bakterisid, bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan
dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatalgatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis. 2) Rifampisin (R) Bersifat
bakterisid,
dapat
membunuh
kuman
semi-dorman
(persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. 3) Pirazinamid Pirazinamid (P) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hiperurikemia, hepatitis, atralgia. 4) Streptomisin (S) Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. 5) Ethambutol (E) Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
6. PEMERIKSAAN PEMERIKS AAN PENUNJANG 1. Darah
:
- Leokosit sedikit meninggi - LED meningkat
2. Sputum
:
BTA Pada BTA (+) ditermukan sekurangsekurangkurangnya 3 batang kuman pada satu sediaan dengna kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Test Tuberkulin
:
Mantoux Tes (PPD)
4. Roentgen
:
Foto PA