-I I
,t
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, bahwa Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama pada tahun anggaran 2004 ini dapat menghimpun dan menerbitkan "Buku Hisab Rukyat". Malaud dan tujuan penyusunan buku ini adalah untuk dijadikan sebagai bahan bacaan dalam rangka mengembangkan pemikiran dan wawasan bagi para ahli hisab rukyat, pecinta hisab rukyat dan pegawai di lingkungan Peradilan Agama.
Buku ini memuat artikel-artikel yang pernah dipublikasikan dan diterbitkan di berbagai media, baik pada diklat maupun majalah, yang kami susun sesuai dengan temanya yaifu tentang Hisab Rukyat dan Permasalahannya, Teknologi Hisab Rukyat, Mekanisme penentuan awal bulan, Penetapan Awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Penerbitan Buku Hisab Rukyat ini, dibebankan kepada DIK Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama tahun 2004. Kami mengharapkan saran dan masukkan dari para pembaca dan ahli hisab, guna penyempurnaan penerbitan Buku Hisab Rukyat dimasa yang akan datang
Direktur
P
effiaan
Peradilan Agama
Drs. H. /ahyu Widiana, M NIP. I50 183 424
SUSUNAN TIM PNNYUSUN BUKU HISAB RUKYAT DITJEN BIMAS ISLAM DAN PENYELENGGARAAN
HAJI (Surat Keputusan No. 64 Tahun 2003 Dirjen BIPH)
Pengarah
L H. Fauzie Amnur, Lc H. Wahyu Widiana, MA
2. Drs.
Ketua
WakilKetua Sekretaris
Anggota
Drs. H. Farid Ismail, SH, MH Drs. Sriyatin Shadiq, SH, M.Ag Drs. H. Endra Jumhana, SH
1. Drs.
Abdul Hamid Mayeli, SH
2. H. Banadji Aqil 3. Hj. Khadidjah AR, SH
4.H. ZainuddinZA 5. H.A. Rahman, S.Sos 6. Dwiana Sri Handayani 7. Nur Kazin, S,Ag 8. Sulaiman
Sekretariat
l. H. Suwardi 2. Rahman Kurniati
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR Daftar Isi BAB I HISAB RUKYAT DAN PERMASALAHANNYA
a. Hisab dan Rukyat permasalahannya di Indonesia (Ditbinbapera
Islam)
............
1
b. Perkembangan Ilmu Hisab di Indonesia
c.
.....................17 (Drs. H. Taufiq, SH.MH) Pelaksanaan Rukyatul Hilal di Indonesia (Drs.H. Wahyu Widiana, MA)................................ 25
d. Penetapan Awal bulan Qomariyah menurut Islam dan permasalahannya (K.H. Ibrahim Hosen) ........31 e. Saadoedin Djambek : Profil Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia ................ 40 (Drs. Susiknan Azhari, MA) f. Seperempat Abad Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI (Drs. Susiknan Azhar| MA) ..................49
g. Perlu paradigma baru menuju Kalender Islam Internasional (Drs. Susiknan Azhari, MA) ............ 59 BAB II TEKONOLOGI HISAB RUKYAT Teknologi untuk pelaksanaan Rukyat ........ 77 (S. Farid Ruskanda) b. Teknologi Rukyat awal Bulan Ramadhan dan Syawal ...... 84 secara obyektif (Zalbawi Soejoeti) c. Rukyat untuk penentuan Awal dan Akhir Ramadhan menurut pandangan syaria'at dan sorotan IPTEK (K.H. Ma'rufAmin) ............94 d. Peran Astronomi dalam penentuan awal Bulan Hijriah ............. 102 (Purwanto dan D.N. Dawansa) Memburu gerhana Matahari Cincin (Laporan) Drs. H.A. Baidhowi, Kasi Hisap dan Rukyat ...... ll7 (Ditbinbaperais)...........
a.
BAB III MEKANISME PENENTUAN AWAL BULAN a. Mekanisme Penentuan Awal Bulan Ramadhan
dan
Syawal(Drs. H. Taufiq, SH, MH) ............... l2l b. Mekanisme Penetapan Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Djulhijjah di Indonesia (H. Hasbullah Mursyid .............. t}g c. Tinjauan Hukum Islam Terhadap penetapan awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Djiulhijjah (K.H. Ibrahim Hosen) ............... 136 d. Catatan perhitungan posisi dan pengamatan Hilal dalam penentuan kriteria penampakan Hilal (Moedji Raharto) ....147 e. Keputusan session kedelapan komite penyatuan kalender Hijriyah penentuan awal bulan eomariyah dan hari-hari Besar Islam di Jeddah Kerajaan Saudi Arabia pada tenggang waktu lg_20 Rajab l4lg hl7_g November 1998 ........... ............. 170
f. Beberapa faktor yang menyebabkan
ditolaknya
laporan Rukyat
(Drs. H. Wahyu Widiana, MA)
.........
.......... l7g
BAB ry PENETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN SYAWAL DAN DJULHIJJAH
a. b.
I Syawal (Drs. H. Wahyu Widiana, Penetapan tanggal
Tinjauan data
I
l4l4
Hbeberapa kemungkinan .......... 190
MA)..........
Syawal 1414 H.dengan acuan hasil
Hisap (Darsa Sukartadiredja) c,
.................. 205
Kemungkinan penampakan Hilal untuk penentuan awal Ramadhan dan Syawal l4l4 H (Djoni N. Dawanas )
d.
...............
. .. ...
.....................213
Aspek Fisik dalam pelaksanaan Rukyat di Daerah Jakarta dan sekitarnya pada awal Bulan Syawal l4l4 Hijriyah (Hendar Gunawan, Tajan, Edy Sukanto) ............... ..........222
BAB
HISAB RUKYAT DAN PERMASALAHANNYA
7 HISAB DAI{ RUICIAT : PERMASALAHAITNYA DI INDONESIA Ditbinbapera Islam Pendahuluan
Kita sering mengalami adanya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan serta perbedaan berhari Raya Qur'ban. Perbedaan ini baik di kalangan umat Islam Indonesia maupun antar umat Islam Indonesia dengan umat Islam di luar negeri, seperti Malaysia atau Saudi Arabia. Perbedaan ini tidak jarang menimbulkan keresahan , bahkan lebih dari itu kadangkadang menimbulkan adanya pertentangan fisik di kalangan
umat Islam. Sudah barang tentu perbedaan seperti ini merugikan persatuan dan ukhuwah umat Islam. Mengapa perbedaan-perbedaan itu sering berulang?. Dan apakah ia ditimbulkan oleh perbedaan antara hisab dan rukyat. Sejauhmanakah usaha ulama dan umara Indonesia mengatasi masalah ini?. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kita perlu melihat permasalahan hisab dan rukyat di Indonesia, langkahJangkah Departemen Agama dalam menetapkan awal-
awal bulan Qomariah, kerjasama antar instansi terkait
dan
kerj asama Internasional.
Permasalahan Hisab dan Rukyat di Indonesia
Dapat diduga bahwa pelaksanaan hisab dan rulcyat sudah dimulai sejak masuknya Islam ke tanah air. Hal ini terlihat dari adanya kewajiban berpuasa Ramadhan dan berhari raya Idul Fitri yang didasarkan pada usaha melihat hilal diakhir bulan sya'ban dan akhir bulan Ramadhan. Usaha melihat hilal, yang kemudian dikenal dengan rukyat, dilakukan pada saat matahari terbenam tanggal 29 bulan sya'ban dan 29 bulan Ramadhan. Jika hilal berhasil dilihat, maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan berikubrya, namun jika hilal tidak berhasil dirukyat maka umur bulan sedang berlangsung digenapkan menjadi 30 hari. Semula, pelaksanaan rukyat sangatlah sederhana. Pada tanggal 29 syaban atau Ramadhan saat matahari terbenam, umat
dilihat. Lebihjauh dari itu, ada pihak yang beranggapan dengan tidaknya pelaksanaan rukyat, awal bulan baru dapat ditetapkan dengan hasil perhitungan hisab. Perbedaan jatuhnya awal dan akhir Ramadhan tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan antara kelompok hisab dan kelompok rukyatsaja, melainkan sering pula terjadi disebabkan adanya perbedaan intern kalangan yang berpegang pada rukyat dan perbedaan intern kalangan yang berpegang pada hisab. Perbedaan intern kalangan yang berpegang pada rukyat antara lain disebabkan dua hal. Pertanxat karena adanya perbedaan tentang mathla'. Ada vans berpendaoat bahwa hasil rukyat disuatu tempat berlaku untuk seluruh dunia,_ sebab hadist Nabi :"Berpuasalah kamu jika melihat hi1a1..." adalah ditujukan untuk seluruh umat Islam didunia, tidak dibedakan oleh perbedaan geografis dan batas-batas daerah kekuasaan. Konsekuensinya, jika rukyat berhasil disuatu tempat, maka hasil rukyat tersebut berlaku untuk seluruh dunia. Pendapat ini dipegang Komisi Penyatuan Kalender Internasional. Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa hasil rukyat suatu tempat hanya berlaku bagi suatu daerah kekuasaan hakim yang mengitsbatkan hasil rukyat tersebut. Pendapat ini berlaku di Indonesia. Pendapat lainnya mengatakan bahwa hasil rukyat disuatu tempat hanya berlaku untuk daerah-daerah dimana posisi hilal memungkinkan dirukyat. Kedua, karena berbedanya penilaian terhadap keabsahan hasil rukyat. Ini dapat disebabka karena diragukannya"adalah" (keadilan) orang yang berhasil melihat hilal atau karena diragukannya kemungkinan hilal bisa dirukyat. Diantara contoh kongkret dari adanya perbedaan ini terlihat pada kasus penetapan awal Syawal 1410 H. Menteri Agama dengan Surat Keputusan nomor 6211990 tanggal25 April 1990 menetapkan bahwa 1 Syawal 1410 H. jatuh pada hari Kamis, tanggal 26 April 1990, berdasarkan hisab dan rukyat. Hasil rukyat yang dijadikan dasar penetapan tersebut adalah hasil rukyat yang diselenggarakan di Gresik Jawa Timur dan Cakung Jakarta Timur. Dari Gresik, Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya melaporkan bahwa 3 orang dari Tim Rukyat Nahdathul Ulama
hasil perhitungan hisab, sebab berhasil ztau
gunung-gunung 1t1u-telnPa! lslam mendatangi pantai pantai dan diatas ufuk sebelah barat hilal iniut
il;;i ;it*"
-"tihut
tanDa mengetahui posisi
hilal itu sendiri' Bahkan' arah
namun tertuju #rid"#;il tia* Lrt"iu pada posisi tertenru, ke titik Barat' melihat Ada vang ;il;;illung betueda-ueda' awal bulan Hilal utara' ke selatan atau ily.tg [e aiat agak 'tidak yang langit dengan kontras
V"rg "t?"ft tipis, i""iitut belakanginya
begitu
dan cepat terbenam setelah terbenamnya dilihat dengan mata matahari, sehingga sangat sulit untuk bias tidak tertuju pada ditanib-ah tagiarah pandangan yang
;i;il, posisi hilal dimana ia berada' ' ietelah umat Islam mengenal llmu falak' serta bisa
pelaksanaan rukyat secara memperhitungkan posisi hilal, maka ;igalami perkembangan' Kini p"l"k'1i11 suoan namun iiOut tugi didasarkan pada perkiraan semata' ahli hisab' para p,,ttituttgutt-perhitungan
;;;ilp
TY:
Jraururf.it pada
berapa derajat ;;;;*;g*-perhitungan iune' menyatakan matahari' posisi jauhyl dari i"ii"ggl"" hijal diata! ufuh be-rapa matahari setelah il"i"p-J i.*"t"t ia berada di'atas ufuk
berapa besarkah bagian hilal vang dapat.dilihat' lainnya' *."gn"a"p kearah manakah hilal tersebut dan data rukyat' r"tg".i -"i"Uantu keberhasilan pelaksanaSn pengetahuan dan ilmu kemajuan Sejalan dengan pesatnya pun sangat ,.t"oiogl, maki kemaiuun Iltnu Hisa! dan Rukyat perkembangan dengan pula ;;;"i, P"eikembangan ini dibarengi dasar yang dijadikan pedoman i"*itit"" ,"ntani keabsahan Semula halya dalam menentukan awal-awal bulan Qomariyah' awal dan ;d"h yang dijadikan dasar penetapan l-:lam uryl -afhir dikalangan Ramadhan. Akan tetapi kemudia' dapat-dij.adikan hisabpun i"t[.*U""g pula pendapat bahrva tersebut' Perbedaan dasar dalam penetapar ibadah pua-sa menimbulkan perbedaan dalam penetapan ;il"d; ini jelasutti' Ramadhan' yaitu dalam posisi i;h"y; awal ian diatasuutun ufuk namun tidak berhasil dirukyat. berada irii"i-rra"n 'g"gi lelkutnv.a t"l"t pok yang berpegang pada rukyat' bulan bagi kelompok sedangkan. iitili"t'. aJ"g"o ;il"t;pun ;;; harus ditetapkan yang berpeg"r,g puJuiisab, bulan berikutnya tidak berhasil tersebut hilal berdasarkan p"rt it,,,gat', walaupun
;;;;;*
7 Jawa Timur melihat hilal dengan ketinggian sekitar 2 detajal, sama halnya dengan apayangdilaporkan oleh Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur yang menyatakan bahwa 2 orang guru Agama dan seorang pegawai swasta telah melihat hilal dengan
derajat. Penetapan Menteri Agama ini, sebagaimanayang dilaporkan oleh seorang dosen IAIN Sunan
kelinggian
2
A.mpel yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Jawa Timur dan diperkuat oleh laporan Pengadilan Agama kudus Jawa Tengah, diiolak oleh sekelompok umat Islam yang menyelenggarakan shalat Idul Fitri pada hari Jum'at,27 Aprll1990 dibanyak mesjid di Kudus Jawa Tengah' rAlasan penolakan tersebut adalah bahwa hasil rulryat yangdijadikan dasar penetapan SK Menteri
Agama tidak sah karena tidak sesuai dengan perhitungan' Menurut perhitungan mereka, posisi hilal awal Syawal tersebut masih tidak mungkin dirukyat, baik di Cakung apalagi di Surabaya. Keadaan seperti ini sering pula terjadi dalam skala internasional, dimana hasil rukyat yang dinyatakan oleh Saudi Arabia ditolak oleh negara-negara anggota Komisi Penyatuan Kalender Hijriah Internasional. Sebagaimana halnya di kalangan ahli rukyat, dikalangan ahli hisabpun sering pula terdapat ketidaksepakatan karena adanya perbedaan Sistem yang dijadikan pedoman oleh tiaptiap kelompok. Sistem hisab yang berkembang di Indonesia pada garis Lesamya ada dua macam, yaitu Hisab 'Urfi dan Hisab Hakiki. Hisab'Urfi adalah Sistem perhitungan penetapan bulanbulan Qomariyah yang didasarkan pada waktu rala'rata peredaran bulan. Sistem ini dalam prakteknya tidak lagi memperhatikan posisi bulan, melainkan hanya mempergunakan cata-cara tertentu yang sudah beraturan secara permanen, tidak
ubahnya seperti system kalender Masehi. Sistem ini menetapkan bahwa umur satu tahun Qomariyah adalah 35411130 hari, sehingga satu siklus qomariyah ditentukan 30 tahun. Sebelas kali dalam satu siklus ditetapkan sebagai tahun Kabisah yang berumur 355 hari, sedangkan sisanya adalah tahun biasa yang berumur 354 hari' Tahun Kabisah terjadi pada
tahun-tahun 2,5,7,10,13,15,18,21,24,26 dan 29. Setiap bulan ganjil ditetapkan berumur 30 hari, sedangkan bulan genap 29 hari, kecuali bulan yang ke 12 (Dzulhrljah) berumur 30 hari
pada tahun-tahun kabisah. Sistem perhitungan
kalender
Asopon,Aboge atau system lainnya yang ditentukan beraturan dan tidak memperhitungkan posisi bulan dapat dikategorikan kedalam system hisab 'Urfi. Tidak seperti hisab 'Urfi, hisab hakiki menentukan awalawal bulan Qomariyah dengan mendasarkan pada posisi bulan, baik yang dikaitkan dengan bidang ekliptika pada bola langit atau dengan bidang horizon pada permukaan bumi. Sistem ini terbagi dua, yaitu sistem ijtima, pada hakikatnya bulan Qomariyah dimulai sejak terjadinya ijtima, yaitu saat dimana matahari dan bulan menempati posisi yang sama pada ekliptika. Dikalangan ahli hisab dikenal istilah "ijtima'un nayyirain itsbatuh bainasy syahrain" yang sesuai dengan ketentuan dalam Astronomi bahwa konjungsi merupakan batas antara dua lunar month. Oleh karena ijtima itu hanya terjadi satu kali dalam sebulan dan tidak ada hubungannya dengan tempat-tempat dimuka bumi,maka saat ijtima akan dialami secara berlainan menurut perhitungan waktu setempat-. Ijtima bisa terjadi pada pagi hari disuatu tempat, yang dalam waktu bersamaan saat itu sedang siang hari atau malam hari ditempat lain. Oleh karena
itu, dalam pralfeknya, awal bulan Qomariyah ditetapkan berdasarkan rjtima yang terjadi sebelum matahari terbenam,atau sebelum tengah malam, atau sebelum terbit fajar, sesuai dengan perbedaan pandangan tentang kapan dimulainya hari. Menurut sistem hisab posisi hilal, awal bulan tidak cukup hanya didasarkanpada ijtima, melainkan harus pula diperhatikan posisi hilal diatas ufuk saat matahari terbenam,
setelah
terjadinya ijtima. Kelompok yang berpegang pada Sistem ini terbagi kedalam tiga bagian. Pertama, kelompok yang berpedoman pada ufuk hakiki,yaitu ufuk yang berjarak 90 derajat dari titik Zenith. Kedua, kelompok yang berpedoman pada ufuk Mar'i, yaitu ufuk yang terlihat oleh mata telanjang. Perbedaan ufuk hakiki dengan ufuk mar'i adalah bahwa ufuk hakiki sama sekali tidak memperhitungkan refraksi dan tinggi tempat observer. Ketiga, adalah kelompok yang berpedoman pada imkanumrkyat. Kelompok ini berpendapat, bahwa sekalipun posisi hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki atau mar'i,awal bulan Qomariyah masih tetap belum dapat
mencapai posisi yang dillhrt' drPrt mffisut PrnPlrmrn Untuh rmrenpkrn kondili yang mcmungkinkan hilal dapat dlllfut, Frn rhlt nongcmukakan kriteria yang berbeda, antara
dteepbn bourll rprbllr hlhl rudnh
lrln
t
l, 2.
3.
Dengan menghitung umur bulan, yaitu menghitung tenggang waktu antara ijtima dengan waktu terbenam matahari sesudahnya. Apabila umur bulan tersebut 22 J 2 jam, maka hilal mungkin dilihat. Dengan menghitung selisih waktu antara terbenam matahari dengan terbenam bulan. Apabila selisih tersebut sebagaimana tercantum pada table dibawah ini, maka hilal kemungkinan besar dapat dilihat. Pada lintang Selisih waktu
0o 30o 40o 50o
41
*
lmenit
46* 49*
2menit 4menit
55
10 menit
*
Dengan menghitung selisih azimuth bulan dan matahari serta tinggi hilal. Apabila dipenuhi kondisi seperti
ini,
maka hilal
Ketinoqian Hilal menurut Maunder Forherinqham
lndia Eph
tercantum dalam table dibawal kemungkinan besar daPat dilihat.
Selisih Azimuth 0 0 5 10 15
20 23 4.
0
0
12
11
11
10.5
10 10
11,4
9,5
9,3
o
6,2
0
I
11
10
I
7,7
Dengan menghitung jarak bulan dengan matahari serta tinggi hilal. Apabila jarak tersebut 8 derajat dan tinggi hilal Sderajat maka hilal kemungkinan besar dapat
6
5.
dilihat. Metoda ini dipegang oleh Konfrensi penyatuan Kalender Hijriyah Intemasional. Dengan menghitung ketinggian hilal sesudah ghurub matahari tanpa melihat kondisi lainnya. para ahli mensyaratkan ketinggian yang erbeda-beda, ada yang menetapkan harus 5,6,7 derapat dan sebagainya. Menurut pengalaman yang dilaporkan pada Departemen Agama, ketinggian hilal yang hanya 2 derajatpun sudah
pernah terlihat, seperti pada awal Syawal 1410 H, walaupun para ahli astronomi masih meragukannya Dilihat dari banyaknya sistem dalam ilmu hisab dan permasalahan dalam pelaksanaan rukyat, maka pantaslah jika sering timbul perbedaan dalam penetapan awal dan akhir puasa Ramadhan. Hal ini akan menjadi lebih parah lagi jika setiap kelompok yang berpegang pada sistem dan pendapatnya sendiii mengumumkan sendiri-sendiri hasil penetapannya tanpa koordinasi, baik dengan kelompok lainnya atau dengan Departemen Agama. Data Hisab Awal Ramadhan
l4ll
IVf 99l M
Ada hal yang menarik untuk diperhatikan dari data hisab awal Ramadhan 141I H. Semua sumber data seperti Almanak Nautika, sistem New Comb, sistem Sullamun Nayyirain, Fathur Raufil Manan, Qowaidul Falakiyah dan Hisab Hakiki, dan juga almanak-almanak yang biasa memuat data hisab rukyat seperti Almanak Nahdhatul Ulama, Almanak Muhammadiyah dan Mansuriyah, menyebutkan bahwa ijtima menjelang awal bulan Ramadhan l4l lH. terjadi pada hari Sabtu tanggal 16 Maret 1991. Sumber-sumber dati tersebut bervariasi dalam mengemukakan 'Jam', saat terjadinya ijtima, yaitu antara jam 12.47, yang tercantum dalam kalender mansuriyah, dan jam I5.ZZ WIF., seperti dikemukakan oleh Kalender Muhammaiyah. Almanak Nautika sendiri, yang merupakan sumber yang dianggap paling mu'tamad oleh kalangan ahli hisab di Indonesia, menyebutkan ijtima tersebut terjadi pada jam 15.10 WIB.
7
BleaenVe flLB attinla terludi sebelum matahari terbenam, po:lai hilnl pndE rant rnntuhari terbenam tersebut sudah berada dtetsr ufuk. S.istem.sistem perhitungan seperti Sullamun
Gambar 1 : Garis batas Tanggal Satu Bulan Ramadhan l41l Hijriyah.
Neyytrairr clan F'athur Roufil Manan bahkan selalu nrenghlsilkan tinggi hilal yang positif diatas ufuk, dalam situasi dimana ijtima terjadi sebelum matahari terbenam. Sistemsistem ini menentukan tinggi hilal dengan mencari selisih antara saat terbenam matahari dengan saat ijtima dalam satuan jam kemudian dibagi dua. Hasil yang diperoleh dalam satuan derajat
merupakan tinggi hilal saat matahari terbenam. Akibatnya menurut sistem-sistem ini, ijtima qoblal ghurub akan selalu menghasilkan tinggi hilal yang positif diatas ufuk. Sistem perhitungan Sallamun Nayyirain ini dijadikan pedoman dalam penyusunan Kalender Mansuriyah. Sebetulnya irtifaul hilal yang dikemukakan oleh Sistem Sullamun Nayyirain dan Fathur Roufil Manan hanyalah merupakan perkiraan semata. Jika kita hitung dengan mempergunakan sistem Spherical Trigonometry, kesimpulan yang diperoleh akan menyatakan bahwa posisi hilal pada saat
matahari terbenam setelah terjadi ijtima tidak
selalu
menunjukkan positif diatas ufuk. Pada gambar 1 terlihat bahwa ketinggian hilal di Indonesia adalah antara - % derajat sampai sekitar - 2 % derajat, padahal
ijtima terjadi pada jam 8.10 GMT bertepatan dengan jam 15.10 WIB, 16.10 WITA atau 17.10 WIT. Kasus ini membuktikan bahwa ijtima qoblal ghurub tidak harus menghasilkan posisi hilal positif di atas ufuk. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tanggal I Ramadhan di Indonesia jatuh pada hari Senin, tanggal l8 Maret 1991, dengan menggenapkan umur bulan Sya'ban 30 hari karena pada hari Sabtu tanggal 16 Maret, hilal masih dibawah ufuk antara - % derajat sampai -2 % derajat. Kesimpulan ini bisa,berbeda dengan kesimpulan kelompok yang mendasarkan jatuhnya tanggal satu bulan Qomariyah pada ijtima qablal ghurub. Kelompok ini akan menetapkan bahwa tanggal I Ramadhan 1411 h jatuh pada hari Ahad tanggal l7 Maret 1991, seperti yang dianut oleh Kalender Chairiyah Mansuriyah.
Daerah-daerah
yang terlalui Garis Batas adalah daerah
yang
mengalamiterbenam bulam dan matahari dalam waktu yang bersamaan. Untuk daerah-daerah sebelah barat garis, pada saat matahari terbenam, hilal sudah di atas ufuk; sedangkan daerah-daerah sebelah timumya, hilal masih dibawah ufuk. Nama hari dan tanggal pada peta menunjukkan jatuhnya tanggal satu bulan Ramadhan 141 I H untuk daerah bersangkutan.
Sikap dan Langkah Departemen Agama Sesuai dengan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, pemerintah Indonesia berusaha memberikan bimbingan dan petunjuk agar
tiap penduduk bebas memeluk agama masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaan itu. Demikian pula kaitannya dengan penentuan masa Ramadhan dan 2 hari raya. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama, menghormati semua pendapat yang berkembang dikalangan umat Islam
berkenaan dengan masalah hisab dan rukyat. Departemen Agama memandang hisab dan rulcyat adalah alat untuk menetapkan awal-awal bulan Qomariyah. Kedua alat tersebut dalam pelaksanaannya sama-sama mempunyai keunggulan dan kelemahan. Oleh karena itu hisab dan rukyat jika dipergunakan secara berdampingan,teliti dan benar akan mendapatkan hasil yang positif. Keduanya akan saling menguatkan dan menutupi kelemahan satu sama lain. Oleh karena itu Departemen Agama
bertugas memberi saran kepada Menteri Agama dalam penentuan awal-awal bulan Qomariyah, terutama bulan-
bulan yang ada kaitannya dengan ibadah. Badan ini
3.
bersidang setiap menjelang tibanya awal Ramadhan dan Syawal atau menurut kebutuhan. Menyelenggarakan musyawarah-musyawarah insidental yang dihadiri oleh peserta yang lebih luas dari anggota Badan Hisab Rulqyat untuk membahas masalah yang
l97l tentang Idul Fitri tentang gerhana dan 1983 tahun Adha, dan trdul
mungkin timbul, seperti tahun
4.
kaitannya dengan awal Ramadhan, tahun 1987 tentang Idul Adha dan kaitannya dengan sidang Konfrensi Penyatuan Kalender Hijriyah Internasional' Melakukan Koordinasi dengan MUI, terutama dalam
lrisis. Dalam hal penyusunan kalender hrjriah, Departemen Agama menentukan sepenuhnya berdasarkan hisab posisi hilal di atas ufuk. Kalender ini tidak berlaku situasi
5.
6.
untuk bulan Ramadhan dan Syawal. Khusus untuk menetapkan Ramadhan
juga
dan
Syawal,
melaksanakan rukyat, hisab. Jika hilal tidak data mempergunakan disamping hisab sepakat bahwa para ahli berhasil dilihat, sedang hilal sudah imkan rukyat maka awal bulan ditetapkan Departemen Agama
berdasarkan imkan rukyat tersebut, sesuai dengan fatwa MUI o.kep./z7 6I}/rUI|VIV 1 98 L sebaliknya, apabila ahli hisab menyatakan bawah hilal masih dibawah ufuk, lalu ada orang melapor melihat hilal maka pengakuannya
tidak diterima. 1
Untuk menentukan awal Ramadhan dan
Syawal
dilakukan sidang itsbat yang dipimpin oleh Menteri Agama dan dihadiri oleh anggota Badan Hisab dan Rulryat serta sejumlah tamu yang diantaranya adalah utusan dari Kedutaan Besar negara lain. Sidang ini diselenggarakan setelah matahari terbenam pada tanggal 29, setelah menerima laporan hasil rukyat dari Pengadilan Agama seluruh lndonesia.
7 8.
Dalam penetapan awal Dzulhijjah, Departemen Agama menetapkan berdasarkan hisab menurut keadaan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan keputusan Munas Hisab Rukyat tahun 1977 dan 1987. dalam prakteknya, Departemen Agama selalu memperhatikan dan sesuai dengan hasil sidang Komisi Penyatuan Kalender
Hijriyah Intemasional seperti terlihat pada dibawah ini
tabel
:
TABEL PENETAPAN IDUL ADHA 1974-1990
Selasa, 24 Desember 24 Desember Jum'at, 12 Desember 13 Desember
1974 975 1976
1
2 Desember Rabu,1 Desember \had,20 Nopember 21 Nopember Jum'at 10 Nopember 10 Nopember 31 Oktober Rabu, 31 Oktober 19 Oktober rhad, 19 Oktober B Oktober (amis,8 Oktober Senin, 27 September 27 September Sabtu, 17 september 17 September 6 September Rabu, 5 September 26 Agustus Senin, 26 Agustus 16 Agustus Jum'at, 15 Agustus Agustus 5 Selasa,4 Agustus 24 Juli \had, 24 Juli (amis, 13 Juli 13 Juli 3 Juli Senin, 2 Juli
1977 '1978
979 1 980 1
1
981
1982 1 983 1
984
1
985
986 1987
1
1
988
'1989 1
990
Catatan
Di lndonesia
Di SaudiArabia
Tahun
Berdasarkan Komisi Penyatuan Kalender Hijriyah lnternasional
:
t2
Dalam rangka koor.dinasi dengan luar negeri, pemerintah lndonesia telah melakukan kegiatan-kegiatan yang antara lain adalah: 1. Tukar menukar data hisab rulryat. 2. Menyelenggarakan musyawarah antara negara-negara Malaysia, Singapura dan Indonesia pada tahun 1974, di Jakarta, dan dilanjutkan tahun 199011991. 3. aktif mengikuti sidang Komisi Penyatuan Kalender Hijriyah Internasional yang sudah dilakukan sebanyak 7 kali. Komisi ini beranggotakan 10 negara, yaitu Indonesia, Saudi Arabia, Turki, Mesir, Aljazair, Tunis,
kak dan Kuwait. Komisi
ini dibentuk oleh konfrensi Penyatuan Kalender di Turki pada tahun 1978, yang dihadiri 19 negara dan 3 organisasi Islam Internasional, termasuk Rabithah Alam Islami. Komisi ini bertugas menyusun kalender hryriyah
Qatar, Bangladesh,
secara Internasional.
31 Oktober 19 Oktober 8 Oktober 27 September 17 September 6 September 26 Agustus 16 Agustus 5 Agustus 24 Juli 13 Juli 3 Juli
Tahun-tahun yang dicetak tebal memperlihatkan perbedaan
penetapan Saudi Arabiadan Indonesia.
Kerja Sama Internasional
Diantara yang menarik dari sidang komisi ini adalah bahwa hasil penetapannya hampir selalu sama dengan hasil penetapan di Indonesia walaupun laiterianya sedikit berbeda. Ha1 ini bukanlah merupakan kebetulan, sebab ketinggian hilal 5 derajat
sebagai
kriteria yang ditetapkan oleh Konfrensi
akan
mendapatkan hasil yang sama dengan ketinggian hilal sekitar 1 atau 2 drajat yang terjadi di Indonesia. Keadaan seperti ini drmungkinkan karena Indonesia merupakan negara paling timur diantara negara-negara yangpenduduknya mayoritas Islam. Lain halnya dengan Indonesia, Saudi Arabra sering kali menetapkan awal bulan Dzulhijjah berlainan dengan Sidang Komisi, walaupun Saudi selalu hadir dan menandatangani hasil keputusan sidang tersebut. Perbedaan ini terjadi antara lain pada tahun-tahun 1982,7984, 1986, 1987 dan 1990. Saudi selalu
menyatakan bahwa penetapan tersebut adalah berdasarkan rukyat, namun pemyataan ini ditolak oleh anggota Sidang Komisi sebab menurut perhitungan, hilal tersebut masih belum imkan rukyat, bahkan masih dibawah ufuk. Sebagai contoh, kita lihat data astronomi untuk awal bulan Dzulhijjah l4l0 H:
l3
l. 2. 3.
Ijtima terjadi padahari Jumat, 22 Juri 1990, jarn 18.55 GMT atau j am2l.55 waktu Saudi Arabia. Ghurub matahari di Mekah'anggalZ2lunu 1990 adalah jam 19.05 waktu standar Saudi Arabia. Saat Mulai Hilal dapat dirukyat menurut kriteria Konferensi Penyatuan Kalender Hijriyah adalah hari Sabtu,23 Juni, jam 8.05 GMT atau jam 11.05 waktu
Untuk daerah-daerah sebelah barat garis, hilal sudah di atas ufuk pada saat matahari terbenam; sebelah timumya masih dibawah ufirk. Nama hari dan tanggal pada peta menunjukkan jatuhnya tanggal satu bulan Dzulhijjah bagi daerah bersangkutan.
Penutup
Saudi Arabia.
Dari data diatas terlihat bahwa pada saat matahari terbenam hari jum'at,22 Juni 1990 di Mekah Hilal masih dibawah ufuk, sebab ijtima akhir Dzulqa'dah terjadi hampir 3 jam setelah terbenam matahari. Pada gambar 2, jelas terlihat bahwa SaudiArabia masih berada pada wilayah sebelah timur
Melihat permasalahan hisab rulcyat seperti diatas, maka dapat dikemukakan sebagai berikut:
l.
pemahaman terhadap
timbul karena berbedanya
dalil syar;i sulit
dihilangkan. Namun demikian kaidah fiqhiyyah telah memberikan j alan keluar untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan itu. Kaidah tersebut berbunyi "Hukrnul hakim yarfa'ul lJrilaf'(keputusan pemerintah menghilangkan perbedaan). Peran MUI dalam mengatasi masalah ini
Garis Batas Tanggal bersama lndonesia. Pada tanggalLL Jrni, Hilal masih dibawah ufirk. Konsekwensinya, penetapan awal
Dzulhijjah mesti jatuh pada tanggal 24 Juni, dan hari wukuf jahrh pada tanggal 2 JuLi. Namun kenyataannya Saudi Arabia menetapkan awal Dzulhijjah jatuh pada tanggal23 Juni dan wukuf jatuh pada tanggal 1 Juli 1990. Keadaan seperti ini sering terjadi, dan Anggota-anggota Sidang Komisi sering melakukan protes keras terhadap keputusan Saudi Arabia.
Perbedaan-perbedaan yang
sangat diharapkan.
2.
perbedaan-perbedaan yang timbul karena perbedaan system perhitungan dan pengambilan data hisab rukyat dapat dihilangkan secara bertahap dengan pendekatan ilmiyah astronomis. Koordinasi yang baik antara Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dengan lembagalembaga falakiyah dari berbagai organisasi keagamaan dan lembaga astronomi yang ada sangatlah berarti untuk menghilangkan perbedaan tersebut.
3.
untuk mengatasi keresahan di kalangan masyarakat yang timbul karena perbedaan penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, perlu dilakukan
Gambar 2 Garis batas tanggal satu bulan Dzulhijjah 1410 H.
koordinasi yang baik dalam memberi informasi kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat memahami adanya perbedaan tersebut dan hal-hal yang
menyebabkannya. Kesatuan dalam memulai dan mengakhiri puasa dan kesatuan dalam berhari raya merupakan dambaan umat Islam, namun jika kesatuan itu masih belum dapat dicapai, hendaknya semua pihak dapat menciptakan suasana rukun dalam perbedaan.
t4
l5
PERKEMBANGAN ILMU ITISAB DI INDONESIA
Bahan Bacaan
Drs. H. Taufiq, SH. MH Pendahuluan
Abdul Jalil, Abu Hamdan Ibn Abdul Hamid, Fathur Roufil Manan, Menara Kudus, Kudus, (t,th)
& Geofisika, Almanak 1990, Badan Meteorologi & Geofisika Jakarta 1989 -----------,Almanak 1991, Badan Meteorologi & Geofisika, Jakarta, 1990 Baker, Robeth H, Astronomy, D.Van Nostrand Company, Toronto, 1953 Dinas Oseanografi, TNI Angkatan Laut, Almanak Nautika 1990, Dinas Oseanografi TNI Angkatan Laut, Jakarta, 1990 Ditbinbanpera lslarn, Himpunan hasil sidang Komisi Penyatuan Kalender Hij riyah Internasional, Jakarta, I 987 Badan Meteorologi
Dokumen Hisab Rukyat, Jakarta Djambek, Saadoeddin, Hisab Awal Bulan,Tintamas, Jakarta, 1976.
Ilyas, Muhammad, Islamic Calender, Time
&
Qibla, Berita Publishing
SDN,BHD, Kuala Lumpur, 1984 Manshur, Muhammad, Sullamun Nayyirain, Borobudur, Batavi4 1925. As Sayuthil/ Asybah wan Nadhoir, Amin Abd. Majid Muhammad Didi,
Kairo, 1960. Schroeder,W, Practical Astronomy W emer Laurie Lmt,London, I 956. Wardan, Muhammad, Hisab Urfi & Hakiki, Toko Siaran, Yogyakarta, 1957 Widiana, WahW, Ijtima sebagai pedoman dalam menentukan awal bulan qomariyah, Fakultas Syari'ah, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1977
Pada masa Islam berkembang di Jazirah Arab, ilmu hisab belum berkembang dikalangan masyarakat Islam. Oleh karena itu untuk menentukan awal bulan Qomariyyah dilakukan dengan rukyat hilal pada ak*rir bulan, atau menggenapkan umur bulan yang lalu menjadi tigapuluh hari. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat Arab pra Islam dan sabda Rasullah SAW mengenai penentuan awal Ramadhan dan Syawal. Setelah Islam meluas dari Andalusia hingga Indus, maka berkembanglah ilmu hisab (astronomi). Ilmu nujum (astrologi), dan matematika disamping ilmu eksakta lainnya. Ilmu-ilmu tersebut dicangkok dari Yunani, Mesir dan India dan dikembangkan dengan melakukan percobaan dan observasi. Pada masa itu lahir astronomer-astronomer serta ahli-ahli matematika muslim seperti : Yaqub bin Thariq (767-778), Habash (740-780), Alkhawarizmi (930), Moses bin Maimon (731-861), Al-Battan
(850-929), Al-Afghani, Thabet bin Qurra (826-901), Abdurrahman Al Shufi (986), Al-Biruni (973-1048), Nasi A1din Al-Thusi (1258-1274) dan Ghiarh Al-di Al Kashani (abad
ke 15). Ilmu hisab yang berkembang pada masa-masa tersebut (abad pertengahan) didasarkan atas teori ptolomy atau teori geosentris atau homosentris. Menurut teori tersebut bumi ini tidak bergerak dan menjadi pusat alam. Sedang bintang-bintang, matahari, bulan dan benda-benda angkasa lainnya bergerak mengelilingi bumri. Sumber utama ilmu astronomi pada masa itu adalah buku Almagest (ditulis di Mesir). Di Indonesia berkembang ilmu hisab yang berasal dari abad pertengahan, kemudian disusul dengan ilmu hisab yang bersumber dari ilmu astronomi moderen dan akhirnya berkembang ilmu hisab yang bersumber dari ilmu astronomi serta ilmu matematika kontemporer. Maka ilmu hisab yang berkembang di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga generasi
l6
:
t7
L
Ilmu hisab hakiki taqribi. Termasuk dalam generasi _ ini antara lull kitab Sullamu al_Nayyirlint J"r, Muhammad Manshur bin Abdut Hu.id;; M;r,u_mua Damiri al_Betawi dan kitab Fathu Al_Ruufil Manan oleh KH Dahlan SemaranEZ. Ilmu hisab h:Iifi tahqiqi."iermasuk dalam generasi ini antara lain Khulasshah af Wanyyaf;-"i"fr"zuf -kitab Zubaft, kitab Badi,atul Mitsal oleh KH.Ma,shum dan kitab Hisab Hakiki oleh KH. Wu.dun. 3. Ilmu Hisab Kontemporer.-'Termasuk dalam generasi ketiga ini antara lain buku_buku yang bersumber dari tabelibuku. New Comb, A_stronomical Almanac, . Nautical Almanac, Islamic Calender, Astronomical Formuly for Computer. Untuk mengetahui mlmahami dan dapat membandingkan masing-masing'mu-'mu hisab t";r;;; akan dibahas secara singkat rnurin dratas daram tulisan ini ","i.J",."T','f;ffi;:t digunakan L"rr-u* :ff.i"J#? kelengkapan juga akan dibuh; ;";;*;;;l;"i;i*""r,
Jdi,
Hisab Hakiki Taqribi
Hisab hakiki taqribi berdasarkan metoda dan tabel posisi matahari dan bulan yang disusun ol"l, Sutthan Ulugh Beuk Al -SOi Samarqandi yang wafat puau
ff. Sirr.m ini disusun "geocentris. [o.i Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa"mln";;1;;;i;ri, bumi ini tetap serra merupakan tunun
berdasarkan teori ptolomy, yuitu
pusat iagat raya. Bintang_bi.rrung, matahari dan il;. (matahari bergerak
bulan bergerak mengeliiingi
mengelilingi bumi).
berpangkal pada waktu ijtima,(konjungsi) , . Hi.lb.ili ratatata. rnterval ijtima' rata'rata menurut sistemlni serama 2g hari 12 menit 44 detik. Waktu ini sesua, ;"*"; asfronomi moderen. Karena gerak matahari dan u"i"r ,ia"i"*tu, -uku waktu ijtima rata-rata sebenarnva bulan dan rnurutu.i'U"lum ijtima,, tetaoi diantara keduanya t.rd"p;l;;;; sebesar koreksi gerak T.ih. anomali bulan (ta'dil khashahant" gerak anomali matahari (ta,dil' Jif.r*ngi dengan koreksi ;;;; Koreksi markaz
l8
kemudian dikoreksi lagi dengan menambahn
kali lima menit. Kemirdian;;;-;"rat ya ta,dil markaz (togitud) matahari dengan cara
menjumtahmarkaziatahii d"rrgun gerak auj (titik equinox) dan dengan koreksi ;^i; yang telah dikoreksi tersebut (muqawwam). Lalu ;;; muq aw wam, di i ari r"'1r.. i: u" i li ayyam). Seterusnya dicari wakfu ""-ffi"h#t&Til,,,l9ll yung AiUuruhkan bulan untuk menempuh busur,satu derajat (hishsilatusaat). Terakhir dicari waktu ijtima, sebenarnya "y"i;; -;;;;an mengurangi wakru tersebui a."eun .;u'.ur.- _utuhu.l buin atiugt Meskipun meto_qj1, ser:a algoritma (urutan logika berpikir) perhitungan wakru ijtima, tersibut rrd;h ;;;;.;"r?r*, i"i#, koreksinya terralu- disederhanatun,-t"u hasilnya kurang akurat. Hal ini terbukri bahwa ;;;il; pengarangnya sendiri sekarang harus ditambah satu pada wakru gerhana matahari pada tanggal 11 Juni ,*;;; iggt, h^if perhitungan gerhana -r..J_. menurut metoda tersebut rneleset sekitar "*uPenyederhanaan sistem koreksi r"r."Ur, untuk menghitune gerhana _utut,uri terbukti, dan bahwa aun bulan koreksi khashshah harus di-koreksi lagi dengan dilebihi 45 menit. Irtifa' h'al dihitung derigan ti"-t"gi dua selisih waktu terbenam matahari dengan ;"kd;;,*"
"#
r
illili;#.l;ff
dengan dasar bulan meninggalkan matahari kearah sebenar 12 derajat setiap hari semalam..(duapuluh ernput":u^1. Dari sini jelas nampak tidak diperhitungkannya g..it'tu.iun bulan matahari. Hal ini dapat dimengertr ini berdasarkan teori ptonomy (teori geosentris). T@ Sebenr-yu-uur*
fi;r;-;;r, r)";^
sebesar l2 derajat tersebut adarah serisih rata-rata aitliu" tongrrud buran dan matahari, sebab kecepatan-bulan pad longitud rata_rata 13 Aelajal dan kecepatan matah.ll padi l,ongitud sebesar rata_tata satu derajat' Seharusnya irtifa"t"6"uui-rrurus dikoreksi ragi, dengan menghitune mathla,lul gh;rrb matahari dan bulan berdasarkan wasat Latahari dan ilurutiurun (wasat matahari ditambah
"irtifa" dengan pengertian tersebut. uan uralan tersebut diatas dapat dimengerti
mengapa hisab system"Ulugh Beyk disebut hisab hakiki tuqriUl, sebab hasilnva perlu
dikoreksi rebih lanjut.
oi"t-i;#lir^'rrir"u"rrl";#;
l9
rlapnt di.jndikan pedoman untuk menentukan imkanurrukyah bcrtlasnrkitn ketinggian hilal (altitude). Memane hasil hisab tersehut dapat dipergunakan untuk menentukan imkanurrukyah rlerrgan syarat bahwa "irtifa" hilal minimal enam derajat sr:bagaimana ditentukan oleh sistem itu sendiri. Dengan demikian pengertian "irtifa" tersebut (setelah dikalikan lagi dua kali) sama dengan pengertian umur bulan sebagaimana ditentukan oleh ahli astronomi moderen. Hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan dari kata-kata penulisnya sendiri antara lai sebagai berikut: "Ini sedikit kira-kira. Hal ini diketahui dari gerak bulan pada
orbitnya sehari semalam dengan ukuran jam
dan
derajat"(halaman 8).
"Adapun batas minimal rulcyat hilal, maka para ulama berbeda pendapat dari segi "irtifa'nya", lamanya diatas ufuk, dan dari segi cuaca. Maka sebagian mereka berpendapat bahwa minimalnya sepertiga manzilah (13 derajat) atau 8 Zl3 derajat. Sebagian mereka menyatakan bahwa minimalnya tujuh derajat. Yang lain menyatakan bahwa minimalnya enam derajat. Maka dapat diketahui bahwa untuk rukyat tidak dapat ditentukan dari batas minimal "irtifa". Oleh karena itu apabila hakim hendak mengitsbatkan awal ramadhan dan Syawal, maka ia harus
berhati-hati sebab
hilal itu banyak tumbuh
dengan
lingkungannya serta sering terjadi ilusi. Hal ini disebabkan jarak bulan itu sangat jauh serta ukurannya sangat kecil. Maka hakim wajib meneliti keadilannya, kecerdasan serta kekuatan ingatannya, dan tidak mencurigakan. Disamping itu hakim wajib meneliti kesaksiannya dari segi ilmu hisab, dari segi imkanur dgrat." Hisab Hakiki Tahkiki Sistem hisab ini dicangkok dari kitab al-Mathla'us Sa'id bi Rishdil Jadid yang dicangkok dari sistem astronomi serta matematika moderen. sistem astronomi moderen sebenarnya berasal dari sistem hisab astronomer Muslim yang telah dikembangkan oleh astronomer moderen berdasarkan penelitian
20
baru, teori-teori astronomi serta fisika moderen dan rumusrumus matematika yang telah dikembangkan.
Inti sistem hisab ini adalah menghitung atau menentukan posisi matahari, bulan dan titik simpul orbit bulan dengan orbit matahari dalam Sistem koordinat ekliptika. Kemudian menentukan kecepatan gerak matahari dan bulan pada orbitnya masing-masing. Akhimya mentranformasikan koordinat tersebut kedalam sistem koordinat horizon (ufuk mar-i). Untuk menghitung posisi bulan dan matahari pada system koordinat ekliptika, ditentukan lebih dahulu posisinya rata-rata pada akhir bulan ketika matahari terbenam. Kemudian posisi rata-rata tersebut dikoreksi hingga lima kali sebagai akibat adanya gaya-gaya dalam Sistem matahari yang besarnya tergantung pada posisi bulan dan matahari serta satelitsatelitnya.
Wallu ijtima' dihitung
berdasarkan waktu terbenam
matahari dikurangi dengan selisih dibagi kecepatan gerak bulan terhadap matahari.
Untuk menghitung tinggi hilal diatas ufuk mar'i pertama-tama koordinat matahari dan bulan ditransformasikan ke dalam koordinat horison dengan menggunakan rumus-mmus segitiga bola, tetapi belum disederhanakan. Kelemahan sistem ini ialah terletak pada penggunaan sudut orbit bulan matahari yang tidak berubah yang menurut penelitian selalu berubah secara berkala. Demikian halnya sudut ekliptika-equator langit. Disamping itu paralak (ikhtilaful mandhar) dan refraksi dihitung tetap, sedang menurut penelitian selalu berubah.
Untuk melakukan perhitungan tersebut kitab Badi'atul Mitsal menggunakan rubu' mujayyab. Sedangkan Khulashah Wafiyyah dan kitab hisab Hakiki menggunakan daftar logaritma dan daftar goneometri. Hisab Hakiki kontemporer Sistem hisab ini menggunakan hasil penelitian terakhir dan menggunakan matematika yang telah dikembangkan. Metodanya sama dengan metoda hisab hakiki tahkiki hanya
21
:ntetl
lroreksuryu lcbih teliti dan kompleks sesuai dengan Itenu;uan sain dan teknologi. Rumus-rumusnya lebih rliaedel'luurukan sehingga untuk menghitungnya dapat rlrgurrukan calculator atau personal Computer. Koreksi bulan dilakukan hingga seratus kali. Namun untuk menghitungnya tidak terlalu sulit sebab dapat dilakukan dengan calculator dan computer.
Rumus-rumus yang dipergunakan untuk menghitung posisi
hilal dan matahari dalam sistem koordinat ekliptika, ekuatorial cukup sederhana. Hal ini dapat dilihat dari rumus-rumus berikut :
penelitian tersebut. Mereka lebih banyak
Berikut akan disajikan tabel imkanur rukyat pengalaman para pakar
l.
a: A TAN (COS E*TAN L) d: A SIN (SIN E*SIN L) t: A COS (+TANp*TAN d-SIN h/COS d/COS p)
d: A SIN (SIN B*COS E+ 6953*SIN E*SIN L) a: A COS (COS B*COS E/CODd) h: A SIN (SIN p*SIN d + COS p*COS d*COS 0
Hisab kontemporer dalam perhitungan
sebesar 3 derajat diatas ufuk. Menurut kesepakatan ahli hisab Konperensi Kalender Islam Internasional batas imkanur rukyat adalah tinggi hilal 5 derajat diatas ufuk dan jarak matahari-bulan sebesar 8
derajat. Rukyat berlaku untuk seluruh wilayah negara-
3.
bulan
negara Islam.
Menurut Islamic Calender berlaku lriteria berikut
-intang :empat
menggunakan
komputer dan kalkulator. Rumus-rumus untuk mencari posisi matahari dan bulan dapat diprogram, sehingga hasil perhitungan dapat diperoleh dengan cepat dan lebih teliti.
Imkanur Rukyat Merukyat hilal bukan merupakan pekerjaan yang mudah sebab hilal itu sangat lembut untuk keberhasilan merukyat tergantung kepada ketajaman penglihatan, kontras hilal dengan alam sekelilingnya dan cuaca. Untuk ini diperlukan keprofessionalan dan pengalaman Karena itu untuk menentukan batas imkanur rukyat diperlukan penelitian yang lama secara
menurut
:
Menurut kesepakatan ahli hisab Indonesia kriteria batas imkanur rukyat di Indonesia adalah tinggi hilal hakiki
2.
Matahari
melakukan
perhitungan diatas kertas. Sementara itu hasil rukyat yang selama ini berhasil belum banyak dilakukan. Penelitian dan kajian perlu dilakukan, sebab hasil rukyat yang selama ini berhasil, tidak semuanya dilakukan oleh seorang profesional.
0 deraiat 30 deraiat 40 deraiat 50 deraiat
perbedaan minimum waktu terbenam matahari dengan terbenam hilal
:
41+atau-1 46+atau-2 49+atau-4 55+atau-10
Menurut penelitian hilal pernah dilihat ketika umur hilal l4 jam 5. Berdasarkan hasil penelitian Malaysia atas hasil rukyat di wilayah ASEAN sebesar ketinggian minimal 2 derajat dan jarak hilal matahari pada waktu terbenam matahari 3 4.
derajat.
teratur dan sitematis. Dalam menarik kesimpulan dari hasil penelitian perlu diingat posisi pengamat, sebab posisi dibola bumi ini sangat menentukan disampine faktor lingkungan. Tampaknya ahli hisab Indonesia tidak banyak melakukan
22 23
Penutup Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpuran sebagai berikut: Ilmu- Hisab yang berkembang di Indonesia merupakan
l.
2.
rangkaian perkembangan
PELAKSANAAN RUKYATUL HILAL DI INDONESIA satu
Ilmu hisab yang.kemudian merupakan hasil pengembangan para ahli hisab berdasarkan penelitian dan perLmb;;;;; ilmu matematika. 3. Kitab Sullamun. Nayyirain perlu dikembangkan dengan memanfaatkan hasil penelitian dan berda-sarkan t"""ri astronomi serta ilmu matematika moderen. 4. Kitab Sullamun \aW.irain dapat dijadikan pedoman rukyat dengan syarat waktu ijtimanyi ditambah dengan ,"firif,"Vu waklu gerhana matahari pada tanggal ll Jini l9g3 d;; kriteria 'irtifa, 6 atau 7 derajatteia! digunakan. Akhimya disarankan agar dilakukanpeneritian secara cermat ha_sil-hasil yang- ada di Departimen Agama.Diru_ping l:rtdip itu Badan Hisab Rukyat disarankan melakukan fenelitian ,;";;
teratur dan sistematis.
Drs. H. Wahyu Widiana, MA Pendahuluan Pelaksanaan Rulqyatul hilal di lndonesia diyakini sudah dimulai sejak Islam masuk Kepulauan Nusantara pada abad pertama Hrjriyah. Hal ini terlihat dari adanya perintah agama untuk melihat hilal sebelum umat Islam melakukan ibadah puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Setiap tanggal 29 Sya'ban dan 29 Ramadhan, umat Islam beramai-ramai pergi ke bukit bukit atau pantai-pantai untuk berusaha melihat hilal di ufuk barat setelah matahari terbenam. Jika hilal berhasil dilihat maka malam itu dan malam keesokkan harinya merupakan tanggal satu bulan berikutnya. Namun jika hilal tidak terlihat, malam itu dan keesokftan harinya merupakan tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung. Koordinasi dan metoda pelaksanaan rukyat, dari masa ke masa, mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan politik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam makalah yang ringkas ini dikemukakan pelaksanaan rukyat dan metoda yang dipergunakannya serta masalah-masalah yang timbul, terutama mengenai hasil-hasil rukyat yang dilaporkan ke Departemen Agama.
Koordinasi Rukyatul Hital Semula, pelaksanaan rulqyatul hilal dilakukan secara spontan oleh umat Islam pada tiap tanggal2g Sya'ban dan29 Ramadhan
yang dipimpin oleh para ulama atau para pemimpin Islam lainnya. Setelah berdiri kesultanan-kesultanan Islam, maka pelaksanaan rukyat,disampingdilakukan secara spontan oleh umat Islam, juga banyak yang dikoordinir oleh pejabat-pejabat agama di kesultanan yang bersangkutan. Setelah Indonesia merdeka, pelaksanaan rulqyat dikoordinir oleh pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh Departemen Agama.
')<
24
Departemen Agama, dalam hal ini Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam mengkoordinir 303 Pengadilan Agama 18 Pengadilan Tinggi Agama seluruh lndonesia untuk melaksanakan rulryatul hilal. Dalam praktcknya, Pengadilan Agama-Pengadilan Agama tersebut mcngkoordinir instansi yang terkait dan masyarakat Islam
Kini
didaerahnya.
Pengadilan Agama setiap tahun diinstruksikan untuk melakukan 6 kali rukyat, yaitu menjelang awal-awal bulan Muharram, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Sedangkan Departemen Agama (pusat) melakukan 8 kali, yaitu pada awal-awal bulan tersebut diatas ditambah awal bulan Rabiul Awal danDzulqa'idah yang diselenggarakan oleh Pos Observasi Pelabuhan Ratu.
Tujuan pelaksanaan rukyat tersebut, disamping untuk penentuan awal dan akhir ibadah puasa Ramadhan, juga untuk mengumpulkan data sejauhmana hilal-hilal awal bulan Komariyah dapat dilihat, yang kemudian akan diolah sebagai bahan kebijakkan dalam menetapkan hari-hari libur nasional dan hari-hari besar Islam, yang merupakan salah satu tugas Departemen Agama.
Dalam menginstruksikan pelaksanaan rukyat, Departemen Agama (pusat) mengirimkan pula data astronomis bulan dan matahari berikut peta ketinggian hilal setiap awal bulan Komariyah untuk drjadikan pegangan oleh Pengadilan Agama, terutama bagi Pengadilan Agama-Pengadilan Agama yang belum memiliki ahli ilmu Falak. Hasil dari pelaksanaan rukyat dilaporkan kepada Departemen Agama (pusat) secara tertulis kecuali untuk awal Ramadhan dan Syawal. Laporan rukyat untuk kedua bulan tersebut dilaporkan secara lisan sesaat setelah pelaksanaan rukyat ke forum Sidang Penetapan Awal Bulan Ramadhan atau bulan Syawal yang diselenggarakan sekitar pukul 18.30 WIB dipimpin oleh Menteri Agama.
Metode Pelaksanaan RukYat
hilal
dilaksanakan dengan cara yang sederhana. Orang-orang dari tempat yang tinggi atau pantai berusaha melihat hilal kearah barat atau sekitar matahari terbenam tanpa mempergunakan alat dan data astronomi apapun' Setelah berkembangnya Ilmu Astronomi, yang di kalangan umat Islam dikenal dengan ilmu Falak, mereka memanfaatkan ilmu tersebut dalam pelaksanaan rukyatul hilal. Data penting yang mereka pergunakan adalah saat ijtima, saat matahari terbenam, ketinggian hilal, deklinasi matahari dan hilal, azimuth matahari dan hilal. Penggunaan alatpun mengalami perkembangan dalam pelaksanaan rukyat. Dari pelaksanaan tanpa alat kemudian berkembang menjadi pelaksanaan yang dilengkapi alat-alat observasi Alat yang digunakan di suatu daerah dapat berbeda dengan alat di daerah lainnya. Hal ini tergantung pada kreatifitas dan dana yang tersedia. Namun pada umumnya alat' alat tersebut terdiri dari kompas, rubu'mujayyab, gawang lokasi, tongkat istiwa (bencet) dan teropong. Penggunaan alat yang mempergunakan lensa seperti teropong dan binokular selama ini dirasa kurang efektif jika dibandingkan dengan penggunaan alat-alat yang tanpa lensa seperti gawang lokasi. Oleh karena itu, untuk kegiatan rukyat secara nasional, ada pemikiran untuk penggunaan teropong tanpa lensa yang dilengkapi dengan pembacaan skala derajat yang teliti. Selama ini yang sedang dikembangkan adalah metoda pemakaian gawang lokasi dengan mempergunakan data dari almanak-almanak astronomi internasional seperti Almanak Nautika dan American Ephemeris. Dengan mempergunakan gawang lokasi dan data astronomi yang akurat, orang akan dengan mudah dapat mengarahkan pandangannya keposisi hilal.
Semula rukyatul
Walaupun untuk melihat
hilal
tersebut orang
hanya
menggunakan mata telanjang, namun cara seperti ini dirasakan sebagai yang paling efektif. Di Pos Observasi Bulan Pelabuhan
Ratu misalnya, disamping teropong lensa, gawang lokasi merupakan alat utama untuk pelaksanaan rukyatul hilal. Yang 26 27
Fflngal nlcrlurik adalah bahwa rukyat yang berhasil dari lrelchulrun ltatu semuanya adalah rukyat yang dilaksanakan tlcngurr mempergunakan gawang lokasi.
(iuwang lokasi adalah alat yang dibuat khusus untuk
rncngarahkan pandangan ke posisi hilal. Alat ini terdiri dari dua buah tiang, yaitu tiang pendek yang dilengkapi lubang pengintai
dan tiang panjang yang berbentuk gawang yang diletakkan sesuai dengan posisi hilal. Alat yang tidak memerlukan lensa ini diletakkan berdasarkan garis arah mata angin yang sudah
ditentukan sebelumnya dengan teliti dan berdasarkan data hasil perhitungan tentang posisi hilal.
Berikut
ini
adalah gambar dan contoh meletakkan gawang lokasi di Pos Observasi Bulan Pelabulan Ratu untuk awal bulan Sya'ban 1412H:
-----*Ufuq
Kegiatan Hisab rukyat yang diikuti oleh peserta-peserta dari instansi-instansi terkait, seperti Badan Meteorologi dan Geofisika, Planetarium,ITB serta lembaga-lembaga falakiyah dari organisasi-organisasi Islam. Musyawarah Kerja inilah yang merupakan dapur pengolah dan penyedia data astronomi untuk kepentingan penetapan hari-hari libur nasional, hari-hari besar Islam dan pedoman pelaksanaan rukyatul hilal. Hasil Rutiyatul
llilal
Pelaksanaan rukyat dilaporkan ke Departemen Agama (pusat). Khusus untuk pellaksanaan rukyat yang berhasil melihat hilal, laporannya harus dilengkapi dengan data sebagai berikut:
l. 2.
Identitas pelapor Identitas yang melihat hilal (nama, umur, pekerjaan dan
3.
Keterangan tentang tempat melihat hilal, saat hilal mulai dan akhir dapat dilihat, perkiraan ketinggian hilal dan ar21
4.
alamat)
hi1al.
Khusus untuk Ramadhan dan Syawal, laporan
harus
menyebutkan bahwa orang-orang yang melihat hilal sudah
diperiksa dan disumpah oleh majlis hakim pengadilan Agama.
-s
*/
HU 35,5 cm
Penempatan gawang tersebut didasarkan pada hasil perhitungan yang menyatakan bahwa ketinggian hilal dari ufuk adalah 4o0'5" dan azimuth hilal adalah 259o40'33 (atau 10"79'27" dari titik barat ke arah selatan). Untuk mengolah data astronomi termasuk untuk kepentingan
rukyatul hilal, Departemen Agama setiap menyelenggarakan Musyawarah
28
Kerja Evaluasi
tahun Pelaksanaan
Suatu hal yang menarik adalah bahwa sejak tahun 1964, yang tercatat di Departemen Agama, sudah puiuhan kali hilal dapat dilihat. Bahkan terjadi beberapa kali bahwa hilal dibawah 50 dapat dilihat di berbagai tempat.sebagai contoh, hilal awal Syawal 1404 H yang ketinggiannya sekitar 2o dengan saat rytima jam 10. 18 WIB, 29 Juni 1984, dapat dilihat oleh : 1. Muhammad Arief, 33 tahun Panitera pengadilan Agama
2. 3. 4. 5. 6.
Pare-Pare
Muhadir, 30 tahun,Bendahara Pengadilan Agama pare-pare H. Abdullah Hamid, 56 tahun Guru AgamaJakarta H.Abdullah, 61 tahun , Guru Agama Jakarta K.Ma'mur, 55 tahun, guru Agama Sukabumi Endang Effensi,45 tahun, hakim Agama Sukabumi
29
Keadaan seperti ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari kalangan ahli-ahli astronomi dari negara-negara tetangga. Departemen Agama selama ini berprinsif jika hilal terlihatl-an menurut pengalaman ketinggian hilal tersebut biasanya dapat dilihat, maka laporan rukyatul hilar dapat diterima. Defartemen Agama akan menolak laporan hasil rukyatul hilal yang menurut perhitungan mustahil untuk dapat dilihat, misalnya masih dibawah ufuk Penutup
PENBTAPAN AWAL BULAN QAMARIYAH MENURUT ISLAM DAN PERMASALAHANNYA
K.H.Ibrahim
'
Hosen
Penetapan Bulan Qamariyah
Awal bulan Qamariyah memang harus ditetapkan, karena hal erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah yang harus krta lakukan. Dasar penetapan awal bulan Qamariyah ini antara lain firman Allah :
ini
Departemen Agama telah banyak melakukan kegiatan_ kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan rukyai, baik
peningkatan ketrampilan para pelaksananya maupun peningkatan sarananya. Dari segi tujuan formal, pelaksanaan rukyat telah dapat dianggap berhasil sebab telah banyak laporan-laporan yang menyatakan telah melihat hilal. Namun yang menjadi permasalahan dervasa ini adalah masih dipertanyakan hasil-hasil rukyat yang ketinggian hilal atau parameter lainnya masikdibawah kemungkinan hilal dapat dilihat sebagaimanayang pernah dilakukan oleh para astronom umum.
.C$lr Artinya
cJ"ulJ
c*t.r si ,! ,i.btl 0e dUJu.+
:
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waklu bagr manusia dan (bagi ibadah) haji" (Al-Baqarah,189) Kernudian berdasarkan apa awaT bulan Qamariyah tersebut
harus ditetapkan?. Dalam menanggapi masalah Fuqaha terdapat tiga aliran sebagai berikut :
ini di
kalangan
1. Jumhur ulama (Hanafi,Maliki dan
Hambali) berpendirian bahwa penetapan awal bulan qamariyah,
terutama awal bulan Ramadhan harus berdasarkan ru'yah. Menurut Hanafi dan maliki apabila terjadi ru'yah disuatu negeri maka ru'yah tersebut berlaku untuk semu a daeraU wilayah kekuasaannya. Sedangkan menurut Hambali, ru'yah tersebut berlaku untuk seluruh dunia Islam dengan pengertian selama masih bertemu
sebagian malamnya. Misalnya antara Indonesia dan Aljazair yang selisih waktunya antara 5-6 jam. Di Indonesiajam 6 sore, di Aljazair sekitarjam l2-l siang; jam 6 sore di Aljazair di Indonesia sekitar jam Il-12 malam. Golongan Jumhur ini tidak mengenal mathla' (yang fashih dibaca mathli') sejalan dengan hadits Nabi :
30
31
*i.; 2.
uru"
L +b
ty
t*
I)alam hadits ini disebutkan muthlaqnya ru'yah, tidak dikaitkan dengan mathla' (lihat antara lain Hasyiah Ibnu 'Abidin juz ll,halaman 393) Suatu aliran dari golongan Syaf i berpendirian sama dengan Jumhur, yakni awal Ramadhan tersebut ditetapkan berdasarkan ru'yah. perbedaannya dengan Jumhur ialah bahwa menurut golongan ini upubilu terjadi ru'yah didalam suatu negeri maka ru,yah tersebut hanya berlaku untuk daerah/wilayah yang
berdekatan dengannya, tidak berlaku untuk daerah,/wilayah yang jauh. Kriteria dekat disini ialah yang satu mathla'/sama mathla'nya menurut qaul
mu'tamad. Golongan ini berpegang kepada Uaats Kuraib. Dan menurut golongan ini penetapan ru'yah 3.
tersebut harus dilakukan oleh qadli/pemerintah. Sebagian ahli fiqh mazhab Syaf i berpendirian bahwa
penetapan awal bulan Ramadhan tersebut dilakukan berdasarkan hisab. Golongan ini bisa bekerjasama dengan golongan kedua, karena golongan kedua mempergunakan mathla', disamping itu mereka masih dalam satu lingkungan mazhab, dimana kelompok ketiga ini terdiri dari pemuka-pemuka mazhab Syan'i sendiri. Tegasnya dalam mazhab
Syaf
i
ada yangberpegang kepada
ru'yah semata, tidak membenarkan campur tangan hisab sebagaimana pendapat Jumhur dan ada yang berpegang kepada
hisab imkan al-ru'yah (lihat antara lain Tuhfah, Nifrayatr^ Oan Bidayatul-Mujtahid sekitar masalah penetapan awal
Ramadhan).
Sementara itu dalam buku-buku fiqh disebutkan bahwa apabila terjadi ru'yah tersebut bertentangan dengan hisab qath,i maka ru'yah tersebut harus ditolak/tidak diterima, sebab ru'yah
itu
berdasarkan hissi (pandangan mata), sedangkan hlssi 32
statusnya dhanni. Yang dimaksud dengan hisab qath'i ialah apabila tercapai kesepakatan diantara ahli hisab berdasarkan kaidah-kaidah hisab mereka bahwa keadaan hilal mustahil dapat diru'yah pada tempat tersebut. Sebaliknya apabila ahli hisab berselisih maka ru'yah dimenangkan. Sebab disini berarti terjadi perlawanan antara dua dhan (ru'yuah) dan satu dhan (hisab). Maka yang dimenangkan tentu yang memiliki dua dhan (ru'yah). Dengan adanya pertentangan dikalangan ahli hisab berarti ada dua dhan dalam ru'yah, yaitu satu dhan dari pihak yang menyatakan ru'yah dan satu dhan lagi dari pihak ahli hisab yang menyatakan tidak mustahil ru'yah. Demikianlah pandangan jumhur ulama Syaf iyah. Oleh karena itu apakah hilal itu harus ditetapkan berdasarkan ru'yah ataukah hisab tidak perlu kita perdebatkan, karena ternyata antara dua pandangan tersebut ada titik temunya atau dapat dipertemukan. Kedua-duanya saling mengisi dan melengkapi serta dapat disatukan. Apalagi kalau dalam hal ini penetapan itu telah dilakukan oleh qadli/pemerintah sebagaimana hal itu dikehendaki oleh mazhab Syaf i maka semuanya wajib mematuhi dan tidak boleh lagi terjadi adanya silang pendapat demi tegaknya ukhuwah Islamiyah (lihat antara lain Al-Fiqh'Ala al-Mazahid al-Arba'ah juz I hal 552 dan Tuhfah, juz III hal 383). Hal ini akan diuraikan lebih lanjut pada bagian lain. Pelaksanaan Idul Adha
Sebagaimana telah disinggung diatas, penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal/Idul Fitri dikalangan fuqaha terdapat dua teori, yaitu teori yang mengenal sistem mathla' (mazhab Syaf i) dan teori yang tidak mengenal sistem mathla' (JumhurAlanafi, Maliki dan Hambali). Kita patut bersyukur karena di Indonesia umat Islam telah cukup maju, dimana dalam penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal/Idul Fitri tidak terikat dengan mazhab Syaf i yang berpedoman pada sistem mathla', akan tetapi sudah mengikuti mazhab lain (Jumhur) yang tidak berpedoman pada sistem mathla. Di Indonesia kita telah biasa menetapkan bahwa ru'yah yang
33
terjadi
di
Jakarta berlaku untuk seluruh kepulauan/wilayah
Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan sekarang apakah
dalam
pelaksanaan Idhul Adha adanya dua teori tersebut (yang menggunakan mathla dan yang tidak) juga berlaku, sehingga pelaksanaan Idul adha dapat dilakukan secara intemasional
d1lry waktu yang bersamaan?. Dalam hal ini
masalahnya
adalah lain, tidak sama. Ulama semua telah konsensus bahwa dalam pelaksanaan ldul Adha hanya dikenal adanya sistem mathla', dimana masing-masing negeri Islam berlaku sesuai
dengan mathla'nya masing-masing. Atas dasar
ini
maka
pelaksanaan shalat Idul Adha di Indonesia misalnya tidak dibenarkan mengikuti negara lain yang berlainan mathla'nya. Dalam hal ini Ibnu Abidin menjelaskan didalam kitab Raddul Mukhtar juz II halaman 393 sebagai berikut
sebagai ilustrasi perbedaan waktu antara Indonesia dan saudi Arabia adalah 4 jam. Jam 7.00 pagi di Saudi Arabia di -harrus Indonesia jam I 1.00. Jadi kalau kita mengikuti Saudi Arabia dalam melakukan Shalat Idul Adha dari memotong qurban maka disini kita akan merakukan sharat tdul adha jam 11.00 dan memotong qurban sekitar jam 12.00 siang. Kalair di Indonesia umat Islam merakukan shalat Idur Adha jin z.oo oun memotong qurban jam 8.00 misalnya dan ingin Litu kutukun mengikuti saudi Arabia maka mereka masih tidur. Dalam hal ini tentu shalat 'Id dan qurban kita tidak sah. oleh karena itu Jumfur fuqaha yang dalam menetapkan awal Ramadhan dan awal syawal/Idul Fitri tidak mengenar sistim mathla,, maka dalam hal Idul Adha ini berpedoman dan kembari l"puau mathla' masing-masing negeri. Siapakah yang berhak menetapkan
crCUrJl t:-"*,.ot
ull = f , _*rf ,, fr ( +r; ) r+.ri *.,flf f i,.i *i Ec+* ri;rr ,5al rr.J h;h ,b ,r cur -ir;4 .1r, cL+rJt l.-rr:l I -l^t' .ilt r L;tJ tL rl Li t.rt .r^, fr:,t
.,*
oulYrrlrr LIIJ u l. i=J )t,-i),;., ri.r.i_ iilr p*tt ; irr.')t jn--t f $, l.' J,.*il f ,Ff* s ry'jlr . *.! tilr. ?t *\i, *oVob rb,;6t .rl
Dari uraian lbnu'Abidin diatas dapat dipahami
bahwa
masalah pelaksanaan shalat 'Idul Adha tidak sama dengan masalah penetapan awal Ramadhan dan Syawal/Idul Fitri (yang menurut Jumhur tidak dikenal adanya sistem mathla'). Sebab dalam penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal/idul Fitri masalahnya adalah puasa, sedangkan disini (bulan zulhi.f ahlldul Adha) masalahnya adalah soal shalat danqurban. Jadi dalam hal
ini
kembali kepada mathlanya masing-masing, sebagaimana waktu shalat maktubah dimana masing-masing negeri berlaku waktu setempat.
Mazhab Syaf
i
seperti telah disinggung mensyaratkan
bahwa penetapan bulan qamariyah khususnya awal Ramadhan
dan awal Syawal haruslah dilakukan oleh pemerilt;;I. Apabila pemerintah telah menetapkan awal Ramadhan maka seluruh umat Islam wajib berpuasa dan apabila pemerintah teiah menetapkan awal Syawal maka seluruh umat Islam wajil mengalJriri puasanya. Dalam hal ini Abdunahm an lt-laiiri
menyebutkan:
tfiL f 1itl wa, J \Jt .;krr; j L.- .! ty'E i.-j t3t v,ttt * p:)t,...+r q f .;;ft-1, .r & rrr.Ett .rt :r,r)l \+l e .rb iiJl Jar r>te tr V ,y l6- e, * roe f t I j+ r
Menurut
mazhab Hanafi,Maliki dan Hambali penetapan awal Ramadhan dan awal syawal tidak disyaratkan harus drtetapkan
oleh qadli/pemerintah. Akan tetapi menurut mereka upuurtu qadli/pemerintah telah menetapkan awal ramadhan dan awal Syawal dengan cara apapun (dengan ru'yah atau hisab) maka
34 35
ulr.rt lelarrr wu1th mengikuti dan rrrerryelrrrtknrr
mentaatinya. Al-azti
:
Fns*},-l*'JJil5 Pf,f,* . irr .i -J;Jli +).3i
t
tcol-ool
r
aSl-lr
F
;1
Fl
t6r1:Jlg7/l)
Bahkan dalam mazhab Syaf i disebutkan apabila pemerintah yang menetapkan hilal itu mazhabnya berbeda dengan mazhab Syaf i misalnya dalam soal mathla', maka umat Islam yang
bermazhab Syaf i itupun wajib mengamalkannya. Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfah juz III halaman 383 menyebutkan:
JY1JI .iJU. o.ci t q*pt ,rJr.r- ol'Lr tr tb i\ o lt'l A . gH.Jt ,)F,y
Jb-JlLLrJClJe.Jl,-i FilEr I
.r;i
"J
,;
Hal yang sama dapat kita telaah pada kitab I'anatuththalibin juz II halaman220. Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa antara mazhab syafii dan Jumhur (Hanafi,malik dan Hambali) dalam hal ini ada titik temunya. Titik temu itu ialah bahwa umat Islam wajib mentaati dan mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh qadli/pemerintah mengenai penentuan awal Ramadhan arval Syawal.
Lalu bagaimana dengan penentuan pelaksanaan shalat Idul Adha?. Dalam hal ini kita dapat melakukan TAKHRIJ (menganalogikan) terhadap masalah penetapan awal Ramadhan
awal Syawal. Atas dasar TAKHRij inl iiiaka penetapan awai zulhijjah atau pelaksanaan shalat Idul Adha perlu dilakukan oleh pemerintah. Dengan cara ini maka umat Islam Indonesia akan seragam dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan, malakukan shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Keseragaman dan kesatuan amaliah umat Islam ini amat diperlukan dalam menggalang persatuan umat (ukhuwah Islamiyah).memang
36
dalam kaitannya dengan masalah fiqh khususnya
yang
berhubungan dengan masalah kemasyarakatan, adanya campur tangan pemerintah itu mutlak diperlukan sejalan dengan kaidah :
t.r
)tin {nr
t J {-, F
"Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan akan menyelesaikan perselisihan/silang pendapat". Kaidah ini bersumber dari Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 59
.l ,i, ,)y)t rF$L .iir ro.r"i
,
i o iir tr;'f &
Dan hadits Nabi riwayat Bukhari
'\t
:
|ft +*n\oh&Ltrbe;l\& Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha hanya bisa diperlakukan secara nasional, sebab dalam hal ini yang dijadikan pedoman adalah mathla' masingmasing negara. Sedangkan untuk pelaksanaan puasa Ramadhan dan Idul Fitri bukan saja dapat diperlakukan secara nasional, akan tetapi juga dapat diupayakan untuk diperlakukan secara
internasional dengan berpegang kepada mazhab Jumhur, khususnya Hambali selama malamnya masih bertemu sebagiannya. Untuk diperlakukan secara nasional perlu campur tangan pemerintah. Dan untuk dapat diperlakukan secara internasional perlu ada lembaga qadli internasional yang keputusannya dipatuhi oleh negara-negara Islam.
Kenapa lembaga internasional
ini
diperlukan?. Sebab
bagaimanapun ini adalah merupakan masalah fiqh/ijtihadiyah yang tidak mengikat dan tidak dapat dipaksakan kecuali telah ditetapkan oleh suatu lembaga yang diakui otoritasnya. Sisi lain
37
-r-lrFrtr rel*li rlrselrrrlkurr diatas ialah karena apabila ru'yah itu k'''rrs rlerrgnrr hrsab.qathi maka ru'yah itu harus aitoral 1iilrai |'err;e l.s'' tlratas). Hal ini tentu tidak bisa diatasi kecuali'oleh srurlu lcrnbaga seperti dimaksud,
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas dapat kita simpurkan beberapa hal berikut: L Pembicaraan Fuqaha tentang penetapan awal bulan qamariyah difokuskan pada bulan_bulan yang kaitannya langsung_dengan pelaksanaan ^i; ibaiah,-yaitu bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijj"h. p";;6;; awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zuhr;jah daiam kalangan Fuqaha,secaru guri, besar dikend ;;unt J;; aliran. pertama berpegang pada ru,yah (Jumhur dan sebagian ulama dari golongan Syafi,i). Dan kedua berpegang pada. hisab (sebagian ulama yang fu,n Jari golongan Syafi,i). 2. Antara dua pandangan tersebut tidak perlu
sebagai
dipertentangkan, karena keduanya dapat dipert"dk;;. ]VIal{ saling mengisi dan mempekuat. Apabila dalam kondisi dimana ilmu pengetahuan telah begitu ;"il;iitu jauh-jauh hari, tanggal/bulan sudah biia diketltui
letak dan posisinya. Lebih dari itu k.."rnuunyu
^ 3.
berlainan mathla'nya. Bila hal ini dilakukan tentu ibadah itu tidak sah. 4. Oleh karena penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah tersebut merupakan masalah fiqh yang berhubungan dengan hal-hal kemasyarakatan maka dalam hal ini perlu campur tangan pernerintah. Demikian itu dimaksudkan untuk menjaga keseragaman amaliah ibadah umat Islam. Dalam hal ini ulama telah konsensus dan mereka juga telah sepakat bahwa semua umat Islam wajib mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut. 5.
Apa yang berlaku di Indonesia baik dalam kaitannya dengan penetapan awal Ramadhan, awal Syawal/Idul Fitri maupun Idul Adha telah tepat dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam/fiqh. Untuk itu bagi umat
Islam Indonesia bukan saja wajib taat dan mengikutinya, akan tetapi juga berkewajiban mendukung dan mengamankannya. Hal ini diperlukan baik dalam kaitannya dengan keabsahan/sahnya ibadah
maupun dalam hubungannya dengan kepentingan ukhuwah Islamiyah.
i1u
adalah hasil rjtihad yang statusnyahanyadhanni. Dalam penentuan awal Ramadnan Oan awal Syawal dikenal adanya dua teori, yaitu teori yang . mempergunakan sistem mathla, (Syafi,i) dan teori yani
tidak
mempergunakan
sistem
mathla'(Jumhur/Hanafi,Malik dan Hambali). Akan tetapi dalam penentuan awal Zulhijjahdalam ["ir"rnyu dengan wuquf, shalat Idul Adha dan ibadah ulama telah konsensus bahwa dalam hal ini eurUun, ierlaku sesuai mathla' ..-, maka perak.un#'ffiT:Tf Indonesia tidak dibenarkan mengikuti negara fuin yurrg
ili"li"*ii"ffiil'li
38
39
SAADOEDDIN DJAMBEK : profil pembaharu pemikiran llisab di Indonesia
Djalaluddin adalah yang menarik hatinya dalam mempelajari ilmu falak(7). Disamping itu ia juga mempelajari buku-buku yang lain, seperti Almanak Jamillah karya Syeikh Jdmbek, Hisab Hakiki karangan K.H.Ahmad Badawi dan lain
Drs.Susiknan Azhari,MA. (staf Pengajar Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga
sebagainya.
Yogyakarta)
Meskipun Saadoe'ddin banyak mengkaji dan menelaah
SAADOE'DDIN Djambek, tokoh muslim Indonesia yang
oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai mujaddid al-hisab (pembaharu pemikiran hisab)(t), lahir li n*ittinggi puau tanggal 29 Rabiul Awal 1329 H, berrepatan pada
taiggit
Z+
_l9ll M pada saat ranah Minang'sedang"i"fuOi pergolakan kebangkitan yang disebut Kaum Muda(Z).-G"rukun ini -berbeda dengan gerakan kebangkitan virg -i"r:"Ji Maret
sebelumnya, seperri pergolakan paderi 1f-SO:_f
S:b;1:j, aimana menekankan' ,"_ungut militerisasi. Gerakan kaum muda lebih bersifat pembaharu? pemikiran, yang ditandai dengan munculnya beibagai .nediu publikasi, sekolah serta organisasi yang dikeroL secara modem(4). Gerakan kaum muda ini yang mengilhami iula berdirinya lembaga pendidikan Thawalib Schoor, I""t, iJ-u"g" pendidikan yang dikelola secara modern, baik dari ."i,
gerakan Paderi tersebut
lebih
manajemen maupun dari segi kurikulumnya(5). Saadoe'ddin memperoleh pendidikan io#uf pertama di HIS
(Hollands Inlandsche schoor) hingga tamat pada tahun 1924. kemudian ia melanjutkan studinyaG sekolatrpendidikan g;,
HIK
(Hollands Inlandsche Kweekschool)
di Bukitd;;;.
Setelah tamat dari HIK pada tahun 1927, ia meneruskunnyu Li, ke Hogere Kweekschool (HKS), sekolah pendidikan guru atai,
di Bandung, Jawa Barat, dan memperoleh ijazah piau tutun 1930(6). disamping memperoreh pendidikan formal
Saadoe'ddin juga menerima pelajaran keagamaan khususnya berkaitan dengan falak dari uyihnyu, yang termasuk salah
ahli ilmu falak dimasanya. Karena itu tidak jika Saadoe'ddin seiak masa mudanya (lg tahun) sudah sangat tertarik dengan ilmu ini. fuf"nr*i pengakuannya pati seorang
mengherankan
buku
Kiraan karya Syeikh Thahir
buku-buku ilmu falak, namun Saadoe'ddin belum merasa puas dengan sistem perhitungan lama yang keakuratannya perlu diuji
lagi. Oleh karena itu pada tahun 1954-1955 Saadoe'ddin mencoba memperdalam pengetahuannya di fakultas Ilmu Pasti Alam dan Astronomi ITB. Dengan ilmu yang diperolehnya itu Saadoe'ddin berusaha mengembangkan sistem baru dala?r perhitungan hisab dengan mengenalkan teori Spherical Trigonometry (segitiga bola). Menurutnya teori itu dibangun untuk menjawab tantangan zaman. Artinya dengan meningkatnya kecerdasan umat di bidang ilmu pengetahuan maka teori-teori yang berkaitan dengan ilmu hisab perlu didialogkan dengan ilmu astronomi modern sehingga dapat dicapai hasil yang lebih akurat(8). Dengan menggunakan teori-teori yang terdapat dalam shherical trigonometry Saadoe'ddi mencoba menlrusun teoriteori untuk menghisab arah kiblat, menghisab. terjadinya bayang-bayang kiblat, menghisab awal waktu Shalat dan menghisab awal bulan Qoma6iyah. Karena sistem ini dikembangkan oleh Saadoe'ddin maka sistem ini juga dikenal sistem hisab Saadoe'ddin Djambek.(9) o Dalam rangka membumikan teori-teorinya itu, Saadoe'ddin mencoba mengenalkannya di pergbruan-perguruan Islam, terutama IAIN Sunan Kalijaga)'bgyakarta dan dari sini muncul tokoh-tokoh hisab, misalnya H.Abdul Rachim dan H.Wahyu Widiana. Sistem yang dikembangkan Saadoe'ddin relatif lebih mudah dan modern. Apalagi setelah prosedur perhitungannya dapat
menggunakan kalkulator. Dengan kalkulator tersebut mahasiswa yang tidak mempunyai basic ilmu pasti dengan mudah dapat mencari fungsi-fungsi geometris sudut tumpul, sudut negatif dan sebagainya. Mereka tidak mengalami
40
4l
kesulitan dalam proses menghitung perkalian atau pembagian bilangan-bilangan pecahan sampai 4 desimal atau lebih. Perlu dicatat, karena sistem spherical trigonometry dianggap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan sains rnodern maka sillabus ilmu falak di Fakultas Syari'ah IAIN seluruh lndonesia rnenggunakan sistem ini. Juga di perguruan perguruan tinggi Agama Islam swasta yang memiliki Fakultas
Syari'ah, ilmu falak diberikan dengan sistem
spherical
trigonometry. Selain sebagai ahli Falak, diantara aktivitasnya yang paling dominan adalah dalam pendidikan, melalui Muhammadiyah.aktivitasnya tersebut pada gilirannya memperoleh pengakuan dari warga Muhannadiyah. Sehingga pada tahun 1969 diberi kepercayaan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran di Jakarta periode 19691973.
Sebagai seorang tokoh Saadoe'ddin tidak jarang mendapatkan kepercayaan dari berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah maupun non pemerintah. Saadoe'ddin pemah diberi kepercayaan untuk menjadi staf ahli Menteri P & K. disamping itu, pada tahun 1972 pada saat diadakan musyawarah ahli Hisab dan Rukyat seluruh Indonesia, dimana disepakati dibentuknya Badan Hisab dan Rukyat, Saadoe'ddin dipilih dan dilantik sebagai ketua,(10) Kunjungan ke luar negeri yang pernah dilakukan Saadoe'ddin, antara lain menghadiri konferensi Mathematical Education di India (1958), mempelajari sistem comprehensive school di negara-negara : lndia, Thailand, Swedia,
Belgia,Inggris, Amerika serikat danJepang
(1971),
penelitian/survey mengembangkan ilmu Hisab dan Rukyat dan kehidupan sosial di Tanah Suci Makkah dan menghadiri First Woorld Conference on Muslim Education di Makkah (1977). Saadoe'ddin meninggal dunia pada hari Selasa tanggal I I Zulhijjah 1397 H bertepatan dengan tanggal22 Nopember 1977 M di Jakarta. Makamnya dekat dengan makam Prof.Dr.T Hasbi
Ash-Shiddieqy(l l).
42
Salah satu unsur yang sangat penting yang biasa dijadikan dasar
pertimbangan dalam menilai kualitas intelektual seseorang, terutama pada masa terakhir ini adalah berapa banyak dan sejauhmana kualitas karya ilmiah yang dihasilkan. Dilihat dari sisi ini, Saadoe'ddin termasuk salah satu tokoh hisab yang banyak meninggalkan karya ilmiah. Menurut pembacaan penulis, Saadoe'ddi baru mulai menulis dalam usia 40-an, sebuah usia yang tidak muda lagi untuk pekerjaan penulisan. Sekalipun terlambat mulai menulis Saadoe'ddin pada akhirnya tampil sebagai penulis prolifik yang handal. Diantara karyanya adalah (l) Waktu dan djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi,Bulan dan Matahari (diterbitkan oleh penerbit Tintamas tahun 1952), (2) almanak Djamiliyah (diterbitkan oleh penerbit Tintamas pada tahun 1953),(3) Perbandingan Tarich (diterbitkan oleh penerbit Tintamas pada tahun 1968), (4) pedoman Waktu Shalat Sepanjang masa (diterbitkan oleh penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974),(5) Shalat dan Puasa di daerah Kutub (diterbitkan oleh penerbit Bulan Bintang pada tahun 1974) dan (6) Hisab Awal Bulan Qomariyah, (diterbitkan oleh penerbit Tintamas
pada tahun 1976). Karya yang terakhir
ini
merupakan
pergumulan pemikirannya yang akhirnya merupakan ciri lfias pemikirannya dalam hisab awal bulan qomariyah. Dari judul-judul karya diatas terlihat bahwa titik perhatian Saadoe'ddin terpusat pada masalah pemikirannya hisab. Karyakarya Saadoe'ddin yang representatif itu merupakan kontribusi yang berharga dan selalu dikaji baik kangan tradisional maupun moderat sebagai bahan kajian untuk pengembangan pemikiran hisab di lndonesia. Dalam uraian sebelumnya dinyatakan bahwa pergumulan pemikiran Saadoe' ddin merupakan perpaduan antara kalangan ahli hisab dan kalangan astronom. Kalangan ahli hisab yang sangat mempengaruhi pola pikirannya adalah Syeikh M Thaher l)jalalu'ddin. Hal ini sebagaimana pengakuannya sendiri scbagai berikut : Jalan yang ditempuh dalam menghisab waktu didalam Buku ini ialah menurut yang ditunjukkan oleh Yang Mulia Sjech M Thaher Djalalu'ddin didalam buku
43
tt, tr,t{ttil heliau pati Kiraan pada menentukon lvaktu h!t" eihtat dengon Logaritma ^ I (rctakan tahun I 993)9 2)
xnng Ltny dlf
Knlungan astronom yang banyak mempengaruhi pola pikirnya
adalah dosen-dosennya ketika kufiah
diitg*, diantaranyi
Prof'Dr'G'B.van albada (Direktur observatoriujm "a"iir, Bosscha
tahun 1949-1958).
Menurut
A.Mustadjib teori hisab awal bulan eomariyah yang dikembangkan Saadoe'ddin merupakan teori hisab
modern. Karena hasil yang diperoreh lebih akurat dibandingkan sistem tradisional dan data-data yang digunakan .rliia,
misalnya: Almanak autika dan
",rtup A-".i.un npnr*"ris1ii;.
Karena itu aliran ini banyak digunakan di Indonesia. Pemikiran Saadoe,ddin memiliki beberapa kelebihan yang dapat menyebabkanhingga saat ini masih iip".gunutun JLt, Badan Hisab dan Rulcyat De-pag RI sebagai bahanlertimtangan bersama-sama dengan metodi-metode ying lain.
_ ,Kelebihan pertama, dalam menampilkan data lintang dan bujur Ka'bah sangat akurat. Har ini tedh diuji sar,in aengi aiat kontemporer (global,_positioning system) hasilnya" sama, kelebihan kedua, pemikiran saadoe'ddin dalam urau"g rrirau telah menggabungkan ilmu astronomi dan hisab sepertiir*rr_ rumus, trigonometry dan segitiga bola menjadikan metode ini p_aling akurat pada saat itu dan Ai3aAihn pegangan oleh Badan Hisab dan Rukyat. Karena langkah sistesa inilih Saadoe,ddin sebagai Mujaddid ai-Hisab (pembaharu pemikiran .di"lg.g"q hisab) di Indonesia. Kelebihan ketiga, adanya 'kesadaran historis. Hal ini tercermin pada bukri arar riiulat. Daram uraianya Saadoe'ddin menyatakan : "Dimasa yang lampau orang sudah merasa puas dengan penetapan yang agak kasar. Dengan meningkatnya kecerdaian umat Islam dilapangan ilmu pengetahuan umum timbul;;i; dengan sendirinya keinginan minentukan arah qiblat itu denjan cara-cara yang menjamin tercapainya hasil yanglebih teliti.(i4) Kutipan tersebut diatas menunjukkan uatrwi' puau p"*itiiun hisab terdapoat anomari-anomafi (meminjam ^istilah *r*t: Realitas ini sangat disadari oleh Saado",ddi' ufrfri_i, Vu"g melakukan research terhadap problem_problem teisebut(f;1.
Hasil research ini menjadikan data-datayang digunakan sangat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Kelebihan keempat, pemikiran Saadoe'ddin bernuansa effective history, misalnya pemikiran tentang shalat didaerah dekat kutub. Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh teori Hisab Saadoe'ddin, tentu saja tak lepas dari kelemahan-kelemahan yang mengitarinya, di antaranya : pertama, dikalangan pengikut teori Saadoe'ddin (khususnya hisab awal bulan) sering mengalami kesulitan apabila hilal sudah berada diatas ufuk namun tidak dapat dirukyat karena ketinggian hilal sangat rendah. Apakah sudah dianggap tanggal baru atau belum?. Kedua, berkenan dengan tinggi hilal.pada teori hisab awal bulan, Saadoe'ddin tidak menentukan irtifa' hilal sehingga menl'ulitkan untuk menjadikan teori tersebut sebagai acuanacuan imkanur rukyat dalam pen)rusunan Kalender Hijriyah nasional.menurut penelusuran penulis seperti telah diuraikan sebelumnya menunjukan bahwa Saadoe'ddin merupakan tokoh modemis dan reformis dalam bidang hisab. Ia mencoba memadukan antara hisab tradisional dan astronomi modern sehingga data-data yang ditampilkan selalu up to date karena men gikuti perkemban g an zaman. Pada mulanya pemikiran Saadoe'ddin hanya dapat diterima dikalangan modernis Akan tetapi melalui perjalanan panjang akhirnya bisa diterima baik kalangan modernis maupun tradisional. Di Ligkungan Muhammadiyah dapat ditemukan tokoh hisab seperti . H.Abdul Rachim, ia merupakan salah seorang murid dari Saadoe'ddin yang kini menjadi Ketua Bagian Hisab dan pengembangan Tafsir Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah (periode 1995-2000X16). Begitu pula halnya dikalangan Nahdatul lJlama. Menurut penuturan Muhyiddin, sejak penerjemahan istilah astronomi kedalam bahasa Arab Nahdatul Ulama agak lentur dalam persoalan hisab. Pada tahun 1994 Nahdatul Ulama mulai menggunakan data kontemporer(l7) dalam penyusunan Kalender Pengurus Besar Nahdatul Ulama(I8). Bahkan lebih jauh dapat dikatakan bahwa tubuh Nahdatul Ulama terjadi changing paradigm. Semula Nahdatul Ulama tidak menjadikan imkanur rukyat sebagai panduan rulcyat. Akan tetapi setelah
44 45
rFrrrrrli lelramn kcrnbar berturut-turut (lgg2,lgg3 anl994) d,an rrrrrrrt,ullryn gagasan imkanur rukyat sebagai acuan p"rryurunun
h'lc'dcr
Islam Nasional Nahdatul ulama menjadikan i-kurr.r, rukyat sebagai acuan rukyat.(19) Setuju atau tidak, paradigma pemikiran Saadoe,ddin sangat mewarnai onnas-orrnas tersebut. Hanya saja perlu dicatat antira
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama miskipun keduanya mempunyai perbedaan konsep yang sangat mendasar dalam menentukan awal bulan eomariyah (Ramadhan dan syawal). Bagi Nahdatul ulama meskipun sudah memanfaatkan jasa irmu hisab, tapi dalam soal awal Ramadhan dan Syarial tetap berpegang pada makna hadits secara harfiah. nud _"r"t u, upaya untuk melihat bulan (rukyat) harus tetap dilakukan karena didalamnya ada-unsur ibadah (ta'abbudi).'Ou" *tyut mempunyai kekuatan sebagai satu_satunya penentu yang dapat membatalkan hasil perhitungan (hisab). Kur".ru itu, meski sudah melakukan predeksi, mereka tidak berani mernastikan awal bulan Ramadhan atau syawal dengan hisab, ,"tufi ltup menunggu hasil rukyat dilapangan. sedangkan Muhammadiyair mengedepankan teori wujudul hilal daiam p"rr"rrtuu' u*ui bulan Qomariyah (R1ma{han dan Syawal). Artinya jika menurut perhitungan (hisab) hilar sudah berada autas ufuk maka keesokkan harinya dianggap tanggal baru dan tidak diperlukan rukyat. __
Menurut penulis
di era reformasi ini yang perlu
dikembangkan adalah semangat reformis
Saadoe,ddin-d;;; melakukan interpretasi produktif (meminjam irtfruf,
Gadaer)(20) dan positive heuristic ala Imre Lakios(2l) tanpa harus merongrong kewib.awaan teori yang telah' aia agar . pemikiran hisab tidak berjaran ditempat. n.ngin demikian da'frJ
dirumuskan Kalender Hijriyah Nasionar dan dapat diterrma pihak dengan sikap Gentelman ugr""-"ni (meminjam :emtla istilah Alwi Shihab), yakni bahwa antira pihak_pihak yang terlibat dalam perumusan siap menerima apa yang disepataii. "
46
Catatan kaki
l.
:
A.Mustadjid, Aliran-aliran Hisab Falakiah dalam penentuan Awal
bulan Qomariyah, (Jakarta: Tesis IAIN
2.
1
disamping memiliki arti ketidakteraturan juga diartikarr sebagai simbol kemajuan dan modemisasi.Lihat Yunan Yusuf.Pemikiran
Kalam Tafsir Al-Azhar,cet I
3.
Syarif
988/tidak diterbitkan)p.46 Term "muda" sebagaimana dikemukakan oleh Taufiq Abdullah, Hidayatullah,
f
akarta:
Pustaka
Panjimas,l990),p23.Mengenai tokok "kaum muda" baca L Stoddad. Dunia Baru lslam, (Jakarta: Panitia Penerbit,1966)p.303 Lihat M.C Ricklefs.sejarah Modern Indonesia,cet v (Jakarta,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1955),p.214215.Lihat juga Depag RI Ensiklopedi Islam.(Jakarta: Anda Utama,l993) jilid 3,p.895.Bandingkan pula Muhammad Radjab.Perang Paderi di Sumatera Barat 1803-1838 (Jakarta: Balai Pustaka, I 964)
4. Ibid p.24 5. Lihat Mahmud 6. 7.
Abdul Azis Dahlan.Ensiklopedi Hukum Islam, cet
9.
di I
Indonesia'
(Jakarta: PT'
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997) jllid 1,p.215
A.Mustadjid, Aliran-aliran Hisab Falakiah p.44.Lihat juga Harun
Nasution dkk.Ensiklopedi Islam Indonesia,cet I :
8.
Yunus.Sejarah Pendidikan Islam
(Jakarta ; Hidakarya Agung, I 985),p.73
(Jakarta
Dj ambatan, I 992),p.324
Saadoe'ddin Jambek.Arah Qiblat dan cara Menghitungnya dengan Jalan Ilmu Ukur Segitiga, cet ll(Jakarta :Tintamas,1956),p.3 A.Mustadjid, Aliran-aliran Hisab Falakiah p.45
10. Hamdany Ali.Himpunan Keputusan Menteri Agama 1972,cet
ll.
I
(Jakarta : Lembaga Lektur Keagamaan, 1973),p.241
Nourouzzaman Shiddieqie.Fiqh Indonesia Penggagas Gagasannya, cet I (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997),p 61
dan
cet l(Jakarta 956),p.3 13. A. M ustadl id, Al iran-al iran Hisab Falakiah p.45 t4. Saadoe'ddin Jambek.Arah Qiblat dan cara Menghitungnya dengan Jalan llmu Ukur Segitiga, cet Il(Jakarta :Tintamas,t956),p.3 15. Misalnya melakukan research terhadap lintang dan bujur ka'bah 16. Lihat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor:28lSKPP/1-Al2.a'11995 tentang Pengsahan Susunan dan Pengangkatan Anggota Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran lslam Pimpinan Pusat Muhammadiyah Masa Jabatan 1995-2000 t'|. Sebelum data-data kontemporer seperti Almanak Nautika menurut sebagian ulama NU tidak dapat digunakan karena hasil orang-orang kafir (non Islam-Barat) 12.
Saadoe'ddin Jambek.Almanak Djamiliyah, :Tintamas,
I
47
18. 19.
20.
Wawancara dengan Drs.Muhyidin di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tanggal l9 Desember l99g Perhatikan Kasus lebaran kembar pada tahum l99g
Hans Gademer.Truth and Methode,(lllew york :
Seabury
Press, I 975),p.264
21.
Imre Lakatos and Allan musgrave.Criticism and The Growth of
Knowledge,(London :Cambridge University press, I 970),p. I 32
SEPEREMPAT ABAD BADAN HISAB DAN RUKYAT DEPARTEMEN AGAMA.RI. Drs. Susiknan Azhari, MA Pendahuluan Penentuan awal bulan baru (new moon) kalender Hijriyah merupakan suatu persoalan yang sangat penting dalam agama Islam karena menyangkut pelaksanaan ibadah, diantaranya ibadah saum Ramadhan, yaitu dalan menentukan kapan mulai dan kapan berakhirnya ibadah saum tersebut (baca : Idul Fitri). Begitu pula 10 htlhijjah (Idul Qurban). Meskipun penentuan awal bulan ini merupakan persoalan yang sangat penting, namun pada wilayah etis-praktis sampai saat ini masih belum ada keseragaman. Bahkan perbedaan itu menjadi penyebab perseteruan (tidak saling menyapa) dan mengusik ukhuwah diantara sesama muslim. Oleh karenanya dalam rangka mempersatukan umat untuk melaksanakan peribadatan tersebut dipandang perlu mernbentuk Badan I{isab Rukyat Departemen Agama RI. Maka pada tahun 1972 dibentuk Badan Hisab Rukyat Departemen Agama berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 76 Tahun7972. adapun tugas utamanya adalah memberikan saran-saran kepada Menteri Agama dalam penentuan permulaan tanggal bulanbulan Qomariyah (Hamdany Ali, 1 97 3:241).
BADAN HISAB DAN RUKYAT : Latar belakang berdirinya Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembicaraan tentang pokok persoalan ini, dirasa ada manfaatnya menelaah sejenak keadaan Islam di Indonesia pra reformisme. Telaah yang benarbenar komprehensif tentu tidak mungkin, sehingga yang bisa dilakukan disini ialah sekedar mengemukakan beberapa masalah menonjol atau highlights yang dianggap relevan. Sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab yang ditandai dengan penggunaan Kalender Hijriyah sebagai
48
49
pl-end9r resmi (Ichfijanto,lggt
:2
2). pada zaman
penjajahan
Belanda di Indonesia terjadi p".g"r"ru' penggunaan kalender resmi pemerintah. Semula Kaiender uritryatiiiruu"t,
*""j"oi
Kalender Masehi. Meskipun demikian, umat Islam titap menggunakan Kalender Hijriyah, terutama didaerah_daerah
kerajaan Islam. Tindakan ini tiaat dilarang oreh pemerintah kolonial penetapannya diserahkan t"p"a"' p""g""r" -bahkan kerajaan-kerajaan Islam yang masih ua", t"*il*u hari-hari yang ada trrlbyrgannV_a dengan persoalan ;;;?;"" peribadatan, seperti I Ramadhan, I Syawal Oan tO Zutfrijah (Ibid). Patut dicatat suatu peristiwa penting dun b"rr"luruh, yaitu penggabungan penanggalan riinau Jawa
fcirui'
v""g
peredaran !_eldasarkan -atahari dengan penanggalan Hijriyah. Hal ini merupakan suatu ciptaan bari yang perlu dicatat dalam
sejarah, ialah baru dalarn arti merubah suatu masyarakat lama kepada masyarakat baru, masyankat kehindu-hinil; masyarakat ke Islaman (Muhammad Wardan, l9sZlij.
;"*j,
Harus diakui bahwa pada abad ke 17 sampai abad 19 M pemikiran hisab di Indonesia tidak bisa repas dari p"-itir"r, hisab negara-negara Isram lain. Barrkan traaisi ini masih kentara pada awal abad ke 20. Hat ini tercermin dalam kitab sullamun N,ayy"irain karya Muhammad Mansur Ibn Hamid Mufralyad Damiry al-Batawi (Ig25) yang terpengaruh bin oleh sistim Ulugh Bek (Depag RI,t98i:10). Sebagaimana dinyatakan diatas bahwa pada masa penjajahan
persoalan penentuan awal_awal bulan
ying berkaitan;;;;,
persoalan ibadah diserahkan pada keraj aan_feraj aan
iri;;;; t;;il;;:
masih ada. Lalu setelah Indonesia *"-rd"ku, ,"-"u.u angsur mulai diadakan perubahan. Dan setelah terbe"tutfa
Departemen Agama pada tanggal
3
Januari 1946 (Hain
Nasution, I 992:21 l),persoalan_peisoalan yang berkairun O"rrgun hari libur (termasuk penetapan 1 Ramadiran, I Syawal dan l0
zulhijah) diserahkan kepada Departemen Agama berdasarkan pemetapan pemerintah tahun 19a6 No.2/um,7/um, l/"m ;o Keputusan Presiden No 25 tahtn 1967, No.l4g tahun 196g dan No l0 tahun 1971. Meskipun penetapan hari libur telah diserahkan kepada Departemen Agama, tetapi pada wilayah etis praktis ,nu.it,
Kegiatan Hisab rukyat yang diikuti oleh peserta-peserta dari instansi-instansi terkait, seperti Badan Meteorologi dan Geofisika, Planetarium,ITB serta lembaga-lembaga falakiyah dari organisasi-organisasi Islam. Musyawarah Kerja inilah yang merupakan dapur pengolah dan penyedia data astronomi untuk kepentingan penetapan hari-hari libur nasional, hari-hari besar Islam dan pedoman pelaksanaan rukyatul hilal. Hasil Rukyatul Hilal Pelaksanaan rukyat dilaporkan ke Departemen Agama (pusat). Khusus untuk pellaksanaan rukyat yang berhasil melihat hilal, laporannya harus dilengkapi dengan data sebagai berikut:
l. 2. 3. 4.
Identitas pelapor
Identitas yang melihat hilal (nama, umur, pekerjaan dan alamat)
Keterangan tentang tempat melihat hilal, saat hilal mulai dan akhir dapat dilihat, perkiraan ketinggian hilal dan arah hi1al.
Khusus untuk Ramadhan dan Syawal, laporan
harus
menyebutkan bahwa orang-orang yang melihat hilal sudah
diperiksa dan disumpah oleh majlis hakim pengadilan Agama.
Suatu hal yang menarik adalah bahwa sejak tahun 1964, yang tercatat di Departemen Agama, sudah puluhan kali hilal dapat dilihat. Bahkan terjadi beberapa kali bahwa hilal dibawah 5o dapat dilihat di berbagai tempat.sebagai contoh, hilal awal
Syawal 1404
H yang ketinggiannya sekitar 2o dengan
rjtima jam 10. 1 8 WIB, 29 Juni 1984, dapat dilihat oleh
1.
2. 3. 4. 5. 6.
saat
:
Muhammad Arief, 33 tahun panitera pengadilan Agama
Pare-Pare
Muhadir, 30 tahun,Bendahara pengadilan Agama pare-pare H. Abdullah Hamid, 56 tahun Guru AgamaJakarta H.Abdullah, 61 tahun , Guru Agama lakarta K.Ma'mur, 55 tahun, guru Agama Sukabumi Endang Effensi, 45 tahun, hakim Agama Sukabumi
50 29
Keadaan seDefti
d.'id;;;"""iii-'ini'"'",il;lH?iff
Departemenoru,u.,:11:Tffi;il.1, nljllnr""n-pertanyaan j-,?f
ff :ii:.ffi Tir"l
t*,"Ti"*f #11:r#ipqitritflli#t::1iiltr#### efHilTfl;ffiHf,x,"fi1Til Hirufi ili:,';i Jltn
#
penutup
PENETAPAN AWAL BULAN QAMARIYAII r sLAM naN pn-nLrrA-sALAHANNyA
ME NURUT
K.II.Ibrahim Hosen penetapan Bulan eamariyah eamariyah memang harus ditetapkan, karena ,_,1-11,bylan hal rnr erat kaitannya dengan pelaksaiaan ibadah yang harus
kita lakukan. Dasar penetapan awal bulan eamariyah ini antara lain firman Allah :
Departemen Ap
u* oan kegi atan "ii"'," ;;? #f,lff",i:f L ff f,"L, T.., peningkatan teram-pitan ;;;;''";siaksanaanrukyat,baik peningkatan .urununyu. maupun Dari -B;.l*i,,rt?H"1.il1"1H;:i ,u;;un"5llulyu rulryat terah dapat aruneeupsegi r..ei
;ffi'"",1:',,Hr'JJfl f :iJfj'l-*Tlmerihat''fi dipertanyakan ha si r _has
Hl
o.lilurlroJ' 11,", hirar aupai of.f, pu* Jrt #;
.ryor", masikaibawar,' i.i.,.ierinun ._o_-..,e's yang pernah dilakukan
5ffiil'i["::',H#
umum.
l""J'
il
,u:#
.CClr gxtilJ crotr" iJA ,! ,4byl
cJre
dl!..iu.{
Artinya : "Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :',Bulan sabit ltu "'^." basi manusia dan (bagi ibadah) haji,,(Al-Ba;;";,iA{* "Ori"i-r*aa_randa waktu ""n, Kemudian berdasarkan apa awal bulan eamariyah tersebut harus ditetapkan?. Dalam mi;";;;;p;ilururun ini di katangan Fuqaha terdapat tiga aliran ,.U"g"-i-UJ"f.", ,
l. Jumhur ul1m3 Gtanan,X4aiitr dan Hambali) berpendirian p"r,"tupun-u*al bulan qamariyah, l"l*lbulan terutama awal Ramadhan nu*. U"rAuruitu" -r"rrii,i ru'yah. Menurut Hanafi Aun _utiti ru'yah disuatu- negeri maka ru.yah "p"Uif" tersebut berlaku untuk semua daerahy'wilayah k"ltirasuunnya.Sedangkan menurut Hambali, ru'yah tersebut berlaku untut ,.ir-*rr' dunia Islam dengan pengertian selama
masih bertemu
sebagian maramnya.
Misalnya antara Aljazair yang selisih *ufcrnyu- antaraIndonesia dan 5_6 jam. Di
Indonesia
ja.
6. :9r", di Aljazair sekitar jam lZ:t';;;";; jam 6 sore di ,\ljazair al f"O*.r," sekitar jam ll_12 malam. Golongan Jumhur ini tidak mengenal mathla, (yang fashih dibaca mathli,) ,.1ut*'O"ngan hadits Nabi :
30
3l
qi) 2.
rrru;
I q;j
b.
t-
Dalam hadits ini disebutkan muthlaqnya ru,yah, tidak dikaitkan 9"1gu1 mathla, (lihat antaia lain Hasyiah Ibnu'Abidin juz Il,halaman 393) Suatu aliran dari golongan Syafi,i berpendirian sama dengan Jumhur, yakni u*ul Ramadhan tersebut ditetapkan berdasarkan ru,yah. perbedaannyu Offin Jumhur ialah bahwa menurut golongan ini terjadi ru,yah didalam suatu n.g"ii maka ;ffi" *,yuh tersebut hanya berlaku untuk daerah/wilayah yang
berdekatan dengannya,
tidak berlaku ,rl"f
daerah/wilayah yang jauh. Kriteria dekat aisini iaiatr
yang satu mathla'/sama mathla,nya menurut qaul mu'tamad. Golongan ini berpegang kepada Haats Kuraib. Dan 19nyrut golongan .i i"n"t"p"n ;T"1, - -- J -' tersebut harus dilakukan oleh qadli/pemerintah. 3. Sebagian ahli fiqh mazhab Syafi,i terpendirian bahwa penetapan awal bulan Ramadhan tersebut dilakukan berdasarkan, hisab. ini bisa b"k"U;;; dengan golongan ,Golongan kedua, karena golongan "kedua mempergunakan mathla', disamping iiu meieka masih dalam satu lingkungan mazhib, dirnunu t"fo_pof. ketiga ini terdiri dari pemuka_pemuka mazhab S;fii sendiri.
Tegasnya dalam mazhab
Syafi,i ada yangberpegang ru'yah semata, tidak membenarku, ,u-pu, tangankepada hisab .sebagaimana pendapat dan ada yangberpegig t"p"J" {yyhur (lihat antara tain fuirafi, fiin"V"fr'J", llP i.{g al-ru'yah sekitar Bidayatul-Mujtahid masalah penetapan awal
Ramadhan).
Sementara
itu
dalam buku_buku fiqh disebutkan bahwa apabila terjadi ru'yahtersebut bertentangan dengan rriruu quirr', maka ru'yah tersebut harus ditolak/tidaliditeri_-u, ,"UuU ,i yun
itu
berdasarkan hissi (pandangan mata),
32
,.jur,gt*- nlrri
statusnya dhanni. Yang dimaksud dengan hisab qath'i ialah apabila tercapai kesepakatan diantara ahli hisab berdasarkan kaidah-kaidah hisab mereka bahwa keadaan hilal mustahil dapat diru'yah pada tempat tersebut. Sebaliknya apabila ahli hisab berselisih maka ru'yah dimenangkan. Sebab disini berarti terjadi perlawanan antara dua dhan (ru'yuah) dan satu dhan (hisab). Maka yang dimenangkan tentu yang memiliki dua dhan (ru'yah). Dengan adanya pertentangan dikalangan ahli hisab berarti ada dua dhan dalam ru'yah, yaitu satu dhan dari pihak yang menyatakan ru'yah dan satu dhan lagi dari pihak ahli hisab yang menyatakan tidak mustahil ru'yah. Demikianlah pandangan jumhur ulama Syaf iyah. Oleh karena itu apakah hilal itu harus ditetapkan berdasarkan ru'yah ataukah hisab tidak perlu kita perdebatkan, karena ternyata antara dua pandangan tersebut ada titik temunya atau dapat dipertemukan. Kedua-duanya saling mengisi dan melengkapi serta dapat disatukan. Apalagi kalau dalam hal ini penetapan itu telah dilakukan oleh qadli/pemerintah sebagaimana hal itu dikehendaki oleh mazhab Syaf i maka semuanya wajib mematuhi dan tidak boleh lagi terjadi adanya silang pendapat demi tegaknya ukhuwah Islamiyah (lihat antara lain Al-Fiqh'Ala al-Mazahid al-Arba'ah juz I hal 552 dan Tuhfah, juzlll hal 383). Hal ini akan diuraikan lebih lanjut pada bagian lain. Pelaksanaan Idul Adha
Sebagaimana telah disinggung diatas, penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal/Idul Fitri dikalangan fuqaha terdapat dua teori, yaitu teori yang mengenal sistem mathla' (mazhab Syaf i) dan teori yang tidak mengenal sistem mathla' (Jumhur/Hanafi, Maliki dan Hambali). Kita patut bersyukur karena di Indonesia umat Islam telah cukup maju, dimana dalam penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal/Idul Fitri tidak terikat dengan mazhab Syaf i yang berpedoman pada sistem mathla', akan tetapi sudah mengikuti mazhab lain (Jumhur) yang tidak berpedoman pada sistem mathla. Di Indonesia kita telah biasa menetapkan bahwa ru'yah yang
33
terjadi
di
Jakarta berlaku untuk seluruh kepulauan/wilayah
Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan sekarang apakah
dalam
pelaksanaan ldhul Adha adanya dua teori tersebut (yang menggunakan mathla dan yang tidak) juga berlaku, sehingga pelaksanaan Idul adha dapat dilakukan secara internasional
dalam waktu yang bersamaan?. Dalam hal ini masalahnya adalah lain, tidak sama. Ulama semua telah konsensus bahwa dalam pelaksanaan Idul Adha hanya dikenal adanya sistem mathla', dimana masing-masing negeri Islam berlaku sesuai dengan mathla'nya masing-masing. Atas dasar ini maka pelaksanaan shalat ldul Adha di Indonesia misalnya tidak dibenarkan mengikuti negara lain yang berlainan mathla'nya. Dalam hal ini Ibnu Abidin menjelaskan didalam kitab Raddul Mukhtar juz II halaman 393 sebagai berikut
Sebagai ilustrasi perbedaan waktu antara Indonesia dan saudi Arabia adalah 4 jam. Jam 7.00 pagi di Saudi Arabia di Indonesia jam 11.00. Jadi kalau kita harus mengikuti saudi Arabia dalam melakukan shalat Idur Adha dan memotong qurban maka disini kita akan melakukan shalat Idul Adha jam 11.00 dan memotong qurban sekitar jam 12.00 siang. Kalau di Indonesia umat Islam melakukan shalat Idul Adha jan 7.00 dan memotong qurban jam 8.00 misalnya dan ingin kita katakan mengikuti Saudi Arabia maka mereka masih tidur. Dalam hal ini tentu shalat 'Id dan qurban kita tidak sah. oleh karena itu Jumhur fuqaha yang dalam menetapkan awal Ramadhan dan awal Syawal/Idul Fitri tidak mengenal sistim mathla', maka dalam hal Idul Adha ini berpedoman dan kembali iepada mathla' masing-masing negeri. Siapakah yang berhak menetapkan
q.CtJrJl.r}t,
;!l* 5r r+s,z p* ( +p) "l t+ ?x!.fr,"a| iui.,ei n^s'S #rn* ri.+-. y'sJ'b:;t I Gt*,t ,.u b;h S- j or .ir;ri, .1. ,
el.: ;t^l r1ill .jl r* | I.;tJ tL-il ,-i )ut ,1 ..,:ti1lf gt ,r ttLt gi . ip.i :l ,-i).i, I j., _ i(;rt r#r ;:"*;\r ,i 4 ,,rrir t.,, J"--,t ft' itt,il" ,: rrr;lr .
*,!
tgtr^ ?t *\i,
*o
6crtr
tb ,;61
Dari uraian lbnu'Abidin diatas dapat dipahami bahwa masalah pelaksanaan shalat 'Idul Adha tidak sama dengan masalah penetapan awal Ramadhan dan Syawal/Idul Fitri (yang menurut Jumhur tidak dikenal adanya sistem mathla'). Sebab
dalam penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal/idul Fitri masalahnya adalah puasa, sedangkan disini (bulan zulhijjah/Idul Adha) masalahnya adalah soal shalat danqurban. Jadi dalam hal
ini
kembali kepada mathlanya masing-masing, sebagaimana waktu shalat maktubah dimana masing-masing negeri berlaku waktu setempat.
34
Mazhab Syaf
i
seperti telah disinggung mensyaratkan
bahwa penetapan bulan qamariyah khususnya awal Ramadhan dan awal Syawal haruslah dilakukan oleh pemerintah/qadli. Apabila pemerintah telah menetapkan awar Ramadhan maka seluruh umat Islam wajib berpuasa dan apabila pemerintah telah
menetapkan awal Syawal maka seluruh umat Islam wajib mengakhiri puasanya. Dalam har ini Abdurrahman Ar-raiiri menyebutkan :
r
!5iL f rJl #nt J y#l .iaj.r j L;i,:,,
ty'U
:r.i tJt
,-tilt.PpJl.r"r qf ,r"tft^1, q&or,r.f,I
,r.t
irtr)l yrl rr .rL &Jl - J.rr r>t; ts V V && * -oe f : I j+
Menurut mazhab Hanafi,Maliki dan Hambali penetapan awal Itamadhan dan awal Syawal tidak disyaratkan harus ditetapkan oleh qadli/pemerintah. Akan tetapi menurut mereka upubitu rladli/pemerintah telah menetapkan awal ramadhan dar awal Syawal dengan cara apapun (dengan ru'yah atau hisab) maka
35
umat Islam wajib
dalam kaitannya dengan masalah
menyebutkan:
.+*;.;*,l'
,-FJl r-r
ar
*,qJptc, *St-St br.i r+tti'., ft;tF i! * r.;;Ellg;y'll tcol-ool
;'r
sil lt * tFI-.Jl t s*.J, i r;tt rrt r
. +&;ri
r
Bahkan dalam mazhab Syaf i disebutkan apabila pemerintah yang menetapkan hilal itu mazhabnya berbeda dengan mazhab Syaf i misalnya dalam soal mathla', maka umat Islam yang
bermazhab Syaf i itupun wajib mengamalkannya. Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfah juz III halaman 383 menyebutkan:
,J.^JrlL/CUq.Jl r
d F lf J).lJt .iJli. o":i t q*rt
gi r:r, lt ,Jrlr- ,t*, v .tVi'Y c tjl
Hal yang sama dapat kita telaah pada kitab I'anatuththalibin juz II halaman220. Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa antara mazhab syafii dan Jumhur (Hanafi,malik dan Hambali) dalam hal ini ada titik temunya. Titik temu itu ialah bahwa umat Islam wajib mentaati dan mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh qadli/pemerintah mengenai penentuan awal Ramadhan awal Syawal.
Lalu bagaimana dengan penentuan pelaksanaan shalat Idul Adha?. Dalam hal ini kita dapat melakukan TAKHRIJ (menganalogikan) terhadap masalah penetapan awal Ramadhan awal Syawal. Atas dasar TAKHRIj ini maka penetapan awal zulhijjah atau pelaksanaan shalat ldul Adha perlu dilakukan oleh pemerintah. Dengan cara ini maka umat Islam lndonesia
akan seragam dalam mengawali ibadah puasa Ramadhan, Fitri dan Idul Adha. Keseragaman dan kesatuan amaliah umat Islam ini amat diperlukan dalam menggalang persatuan umat (ukhuwah Islamiyah).memang
36
khususnya yang
rt )tin {ar rrj {-,
F
"Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan akan menyelesaikan perselisihan/silang pendapat". Kaidah ini bersumber dari Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 59
,i
,t
$
J'';lt rF,rL
.il rr+i , ;J n
u"ri.?
, eH.Jl Jrr cr
malakukan shalat Idul
fiqh
berhubungan dengan masalah kemasyarakatan, adanya campur tangan pemerintah itu mutlak diperlukan sejalan dengan kaidah
Dan hadits Nabi riwayat Bukhari
q r,l tsr!,
sir
:
p +&n\o!t&L(lrre;l\& Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan shalat Idul Adha hanya bisa diperlakukan secara nasional, sebab dalam hal ini yang dijadikan pedoman adalah mathla' masingmasing negara. Sedangkan untuk pelaksanaan puasa Ramadhan dan Idul Fitri bukan saja dapat diperlakukan secara nasional, akan tetapi juga dapat diupayakan untuk diperlakukan secara
internasional dengan berpegang kepada mazhab Jumhur, khususnya Hambali selama malamnya masih bertemu sebagiannya. Untuk diperlakukan secara nasional perlu campur tangan pemerintah. Dan untuk dapat diperlakukan secara internasional perlu ada lembaga qadli intemasional yang keputusannya dipatuhi oleh negara-negara Islam.
Kenapa lembaga internasional
ini
diperlukan?. Sebab
bagaimanapun ini adalah merupakan masalah fiqh/ijtihadiyah yang tidak mengikat dan tidak dapat dipaksakan kecuali telah ditetapkan oleh suatu lembaga yang diakui otodtasnya. Sisi lain
37
seperti terah disebutkan diatas ialah karena apabila ru,yah itu kontra dengan hisab qathi maka ru,yaf, ii" f,"*, dit"i"kilil;; penjelasan diatas). Hal ini tentu tidak uisa oiatasi kecuali oleh suatu lembaga seperti dimaksud.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas dapat kita simpulkan beberapa hal sebagai berikut: l. Pembicaraan fuqaha tentang penetapan awal bulan qamariyah difokuskan pada bulan_bulan Vung- uJu kaitannya langsung_dengan pelaksanaan ibadah, yaitu bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhrj"h. p;;;;; awal bulan Ramadhan, Syawal dan iulhijjah daiam kglangan Fuqaha,secaru guii, besar dikend il;r;d"; aliran. pertama berpegang pada ru,yah (Jumhur dan sebagian ulama dari gol,ongan Syafi,i). Dan teau" berpegang pada.hisab (sebag*ian uiu_u yang lain dari golongan Syafi,i). 2. Antara dua pandangan tersebut tidak perlu dipertentangkan, karena keduanya dapat dipert..rrukun. saling mengisi dan mempekuat. Apabila dalam -Mal{ kondisi dimana ilmu pengetahuan telah begitu
berlainan mathla'nya. Bila hal ini dilakukan tentu ibadah itu tidak sah. 4. Oleh karena penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah tersebut merupakan masalah fiqh yang berhubungan dengan hal-hal kemasyarakatan maka dalam hal ini perlu campur tangan pemerintah' Demikian itu dimaksudkan untuk menjaga keseragaman amaliah ibadah umat Islam. Dalam hal ini ulama telah konsensus dan mereka juga telah sepakat bahwa semua umat Islam wajib mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut. 5.
Apa yang berlaku di Indonesia baik dalam kaitannya dengan penetapan awal Ramadhan, awal Syawal/Idul Fitri maupun ldul Adha telah tepat dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam/fiqh. Untuk itu bagi umat
Islam Indonesia bukan saja wajib taat dan mengikutinya, akan tetapi juga berkewajiban mendukung dan mengamankannya. Hal ini diperlukan baik dalam kaitannya dengan keabsahar/sahnya ibadah maupun dalam hubungannya dengan kepentingan ukhuwah Islamiyah.
;";;;h
itu jauh-jauh hari, tanggir/bulan sudah uiia aitetltui letak dan posisinya. i"Uif, dari itu k"r".uunyu
^ 3.
adalah hasil ijtihad yang stafusnyahanyadhanni.
ltu
Dalam penentuan uwal Ru-ujhan aun a*ui Sya*al adanya dua teori, yaitu teori yang . mempergunakan sistem mathla, (Syafi,i) Oun t"ori iun!
dikenal
tidak -.-^o.-,,-^t-^.i mathla,(Jumh,rnr#ilff"ift'"::X Hambati).'If#
tetapi dalam penentuan_arval Zulhijjah dalam iuirunnyu dengan wuquf, shalat Idul Adha ian ibadah eurUan, ulama telah konsensus bahwa dalam hal ini berlaku sesuai mathla, masing_masing negara. Atas dasar ini maka pelaksanaan Idul Adha aai ibadah Indonesia tidak dibenarkan mengikuti negara lain yang
q;;, l;
38
39
sAAltot':ItDtN tt.tAMIiltK : profil pembaharu I'prnlklran llisab di Indonesia (s
tu
I
r,c
n
gaj
".?#l:ijsilf#?l#tunan Yogyakarta)
Kar ij aga
SAADOE'DDIN
Djambek, tokoh muslim Indonesia yang oleh banyak kalangan disebut-sebut sebagai mujaddid at-r,isuu
(pembaharu pemikiran hisab)(l), lahir di eukittinggi pudu tanggal 29 Rabiul Awal t3Z9 H, bertepatan
pada tiiggit Z+ M pada saat ranah Minang'r"Ou"g"io;uOi -1911 pergolakan kebangkitan yang disebut Kaum Muda(2).-G.rukun -i"r:"ii ini .berbeda dengan gerakan kebangkitan vi"g sebelumnya, seperti pergolakan paderi (1 g03_l g3b;1:j, gerakan Paderi tersebut lebih menekankan" Aimana ,"_"rU", militerisasi. Gerakan kaum muda lebih bersifat p"*t;h;;?n pemikiran, yang ditandai dengan munculnya beibagai ;;;;" publikasi, sekolah serta organisasi yang dikelola secara modem(4). Gerakan kaum muda ini pula yang mengiffr".ri berdirinya lembaga pendidikan Thawalib School, !""r" fJ*i"g" pendidikan yang dikelola secara modern, baik a".i ,"?i e
Maret
manajemen maupun dari segi
kurikulumnya(5).
Saadoe'ddin memperoleh pendidikan iorrnuf pertama di HIS (Hollands Inlandsche Schoof hingga tamat pada tahun 1924. "kl seko I atr pendidikan gum, 5-.:"dl3l ia me I anj urkan studinya
HIK
(Hollands Inlandsche liweekschoot)
di Bukid;;;.
Setelah tamat dari HIK pada tahun 1 927, iameneruskanrryu Lii ke Hogere Kweekschool (HKS), sekolah pendidikan gu* utui,
di Bandung, Jawa Barat, dan memperoleh ijazah pu"Oa tahrn 1930(6). disamping memperoleh p.r,OlAitu' for_ui
Saadoe'ddin juga menerima pelajaran keagamaan khususnya -uyuhnyu, berkaitan dengan falak dari yang termasuk salah
ahli ilmu falak dimasanya. Kirena itu tidak jika Saadoe,ddin sejak masa mudanya (lg tahun) sudah sangat tertarik denlan ilmu ini. fri"n*ri pengakuannya pati seorang
mengherankan
buku
Kiraan karya Syeikh Thahir
Djalaluddin adalah yang menarik hatinya dalam mempelajari ilmu falak(7). Disamping itu ia juga mempelajari buku-buku yang lain, seperti Almanak Jamillah karya Syeikh Jambek, Hisab Hakiki karangan K.H.Ahmad Badawi dan lain sebagainya.
Meskipun Saadoe'ddin banyak mengkaji dan menelaah buku-buku ilmu falak, namun Saadoe'ddin belum merasa puas dengan sistem perhitungan lama yang keakuratannya perlu diuji lagi. Oleh karena itu pada tahun 1954-1955 Saadoe'ddin mencoba memperdalam pengetahuannya di fakultas llmu Pasti Alam dan Astronomi ITB. Dengan ilmu yang diperolehny^a itu Saadoe'ddin berusaha mengembangkan sistem baru dalaYn perhitungan hisab dengan mengenalkan teori Spherical Trigonometry (segitiga bola). Menurutnya teori itu dibangun untuk menjawab tantangan zaman. Artinya dengan meningkatnya kecerdasan umat di bidang ilmu pengetahuan maka teori-teori yang berkaitan dengan ilmu hisab perlu didialogkan dengan ilmu astronomi modern sehingga dapat dicapai hasil yang lebih akurat(8)' Dengan menggunakan teori-teori yang terdapat dalam shherical trigonometry Saadoe'ddi mencoba menyusun teoriteori untuk menghisab arah kiblat, menghisab' terjadinya bayang-bayang kiblat, menghisab awal waktu Shalat dan menghisab awal bulan Qoma6iyah. Karena sistem ini dikembangkan oleh Saadoe'ddin maka sistem ini juga dikenal sistem hisab Saadoe'ddin Djambek.(9) o Dalam rangka membumikan teori-teorinya itu, Saadoe'ddin mencoba mengenalkannya di pergbruan-perguruan Islam, terutama IAIN Sunan Kalijaga.'bgyakarta dan dari sini muncul tokoh-tokoh hisab, misalnya H.Abdul Rachim dan H.Wahyu Widiana. Sistem yang dikembangkan Saadoe'ddin relatif lebih mudah dan modern. Apalagi setelah prosedur perhitungannya dapat
menggunakan kalkulator. Dengan kalkulator tersebut mahasiswa yang tidak mempunyai basic ilmu pasti dengan mudah dapat mencari fungsi-fungsi geometris sudut tumpul, sudut negatif dan sebagainya. Mereka tidak mengalami
40
4l
l.e Errl irr-+h rl:rlriirr pr ri.('' lnenghitung perkalian atau pembagian llrl:lirEiirr hrlarrgnrr l)crcahan sampai 4 desimal atau lebih. l'crlri rlrr''rrrrt, karcna sistem spherical trigonometry dianggap ,it=rilt,u tlcrrgan perkembangan ilmu pengetahuan dan i]n, rn*lu' rnaka sillabus ilmu falak di rututtu, Syari'ah IAIN scluruh Indonesia menggunakan sistem ini. Juga Oip.rgu*un * perguruan tinggi Agama Islam swasta yang memiliti pakultas
Syari'ah, ilmu falak diberikan dengan sistem
spherical
trigonometry - Selain sebagai ahli Falak, diantara aktivitasnya yang paling
dominan adalah dalam pendidikan, lnelalui Muhammadiyah.aklivitasnya tersebut pada gilirannya "Sehingga
memperoleh pengakuan dari warga Muhannadiyah. pada tahun 1969 diberi kepercayaan oleh pimpinan pu"s?t Muhammadiyah menjadi ketua pimpinan pusat Muham.naaiyah
Majelis Pendidikan dan pengaju.un 1973.
di
Jakarta periode l9L9-
Sebagai seorang tokoh Saadoe'ddin tidak jarang mendapatkan kepercayaan dari berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah maupun no., p"rir.rintah. Saadoe,ddin gernqh diberi kepercayaan untuk menjadi staf ahli Menteri p & K. disamping itu, pada tahun tglZ pada saat diadakan musyawarah ahli Hisab dan Rukyat seluruh Indonesia, dimana disepakati dibentuknya Badan Hisab dan Rukyat, Saadoe,ddin dipilih dan dilantik sebagai ketua,(10) Kunjungan ke luar negeri yang pernah dilakukan saadoe'ddin, antara rain menghaairi toiteiensi Mathematical Education di India (1958), mempelajari sistem .o*pr"t.nriul 1clool di negara-negara : lndia, Thailand, Swedia,
Belgia,Inggris, Amerika serikat danJepang Agiij', penelitian/survey
mengembangkan ilmu Hisab iun-nuryat a"n kehidupan sosial di Tanah Suci lvlakkah dan ,n"ngnudoi firri woorld conference on Musrim Educarion di Makkai (rg77). Saadoe'ddin meninggal dunia pada hari Selasa tanggai tt
Zulhijjah 1397 H berrepatan dengan tanggar 22 Nopembli pil M di Jakarta. Makamnya dekat dengan -utu* proi.Dr.T Hasbi Ash-Shiddieqy(l l).
42
Selanjutnya Menteri Agama dengan Surat Keputusan Nomor 77 lahun 1972 tanggal 16 Agustus 1972 telah menentukan susunan personalia Badan Hisab dan Rukyat Departemen
Agama sebagai berikut
:
a.saadoe'ddin Jambek Jakarta, sebagai ketua merangkap anggota
b.Wasit Aulawi, MA Jakarta, sebagai wakil ketua merangkap anggota
c.Drs Djabir Manshur Jakarta, sebagai sekretaris merangkap anggota J akarla, sebagai anggota e.Drs. Susanto (L.M. C) J akarta, sebagai anggota f.Drs.Santoso Jakarta, sebagai anggota g.Rodi Salah Jakarta, sebagai anggota h.Dj unaidi Jakarta, sebagai anggota i.Kapten Laut Muhadji Jakarta, sebagai anggota j.Drs.Peunoh Dali Jakarta, sebagai anggota k.Sjarifuddin BA Jakarta, sebagai anggota.
d.Z.A.Noeh
Adapun anggota tersebar diserahkan penentuannya oleh Direktur Jendral Bimas Islam. Dirjen Bimas Islam dengan Surat Keputusannya Nomor D.U96lPll973 tanggal 28 Juni 1973 Menetapkan : Susunan anggota tersebar Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama sebagai berikut : Jakarta
a.K.H. Muchhtar b.K.H. Turaichan Adjhuri c.K.R.B. Tang Soban d.K.H. Ali Yafi e.K.h.A.Djalil f.K.H. Wardan g.Drs.Abd. Rachim h.h.Basit Wachid i.k.Muchlas Hamidi
Kudus Sukabumi Ujung Pandang
k.H.Bidran Hadi l.Drs.Bambang Hidayat m.Ir.Hamran Wachid
Kudus Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Bandung/ITB Bandung/ITB
n.K.H.O.K.A Aziz
Jakarta
j.H.AslamZ
53
l
llqlarlr Alr (ihozali p K llnnurlli Aqil
Jakarta
r1=K.Zuhcli tJsman
Nganjuk
Cianjur
BADAN HISAB DAN RUKyAT :Antara Cita dan trakta Pada saat ini usia Badan Hisab dan Rukyat telah mencapai ggqeremRat abad (teparnya pada tanggal 16 Agustus yang lalu).
Kehadirannya sesungguhnya untuk menjaga p"r.utrrul' Aun ukhuwah Islamiyah khususnya dalam petai.sanaan peribadatan. Hanya saja dalam wilayah etis-praktis masih belum bisa terwujud. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kasus, misalnya pada tahun 1405 H/L98Sld, t4l2$/tgg?,M,l413$/tgg3M dan kemungkinan 1408H/1998M akan terulang kembali karena kondisi hilal sangat lffitis (lihar Tabel dibawui, ini; REKAPITULASIHASILPERHITUNGAI.I
-
IJTIIU
REKAPITULASI HASIL PERHITUNGAN IJTIMA DAN TINGGI HILAL AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1418 H/1997-1998M IJTIMA TINGGI TGL.SATU METODE/ HILAL SYAWWAL HARI TANGGAL JAM SISTEM Hisab Hakiki Khulashah wafiyyah Qawaidul Falakiyah Sullamun Nayyarain Fathuraufil Manan Menara kudus Jean Meeus New Comb Nurul Anwar Badi'atul Mitsal E"W. Brown
Rabu Rabu Rabu Rabu
28 Jan 28 Jan
0 "48 o "47
28 Jan
13:02 13:04 13:22
28 Jan
12:46
29-01-98
Rabu
28 Jan
14:59
2 "37 1" 30
28 Jan 28 Jan
13:00 13:03
7 "23 0" 32 0" 45
30-01-98
Rabu Rabu Rabu Rabu Rabu
28 Jan 28 Jan 28 Jan
13:02 13:10
1 "57
0.58 0.45
29-01-98 30-01-98 29-01-98 30-01-98
30-0't-98 29-01-98 29-01-98 30-01-9€
13:01 o" 41
AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1418 H/1997J998tM METODE/ IJTIMA TINGGI TGL.SATU SISTEM HARI TANGGAL JAM HILAL RAMADHAN
Data dari hasil Musyawarah Kerja Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Hisab Rukyat Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Hisab Hakiki Khulashah wafiyyah Qawaidul Falakiyah Sullamun Nayyarain
Penulis melihat perbedaan di atas karena selama ini kajian hisab lebih bercorak praktis (practical guidance) dan kian melupakan wilayah teoritis-filosofis. Perbedaan tersebut akan
Fathuraufil Manan Menara kudus Jean Meeus New Comb Nurul Anwar Badi'atul Mitsal E.W. Brown
Senin Senin Selasa Senin Senin
29-Des 29-Des 30-Des 29-Des 29-Des
23:58 23:47 00:40 23:34 23:22
-4.59
9'40
31-12-97 31-12-97 31-12-97
-247
31-12-97
9.'19
31-12-97 31-12-97 31-12-97 31-12-97
-4"21
8 "35 Senin Senin Senin Selasa Senin
29-Des 29-Des 29-Des 30-Des 29-Des
23:56 23:58 23:58 00;04 23:57
-523 -4"57 7 "47
31-12-57
7 "43
31-12-97
-4"56
Departemen Agama, 2-4 Juni 1997
senantiasa muncul dipermukaan selama wacana-epistema yang mengitari masing-masing teori tidak tersentuh. Bahkan yang lebih memprihatinkan adalah "keluamya" mata kuliah ilmu Falak dalam Kurikulum Nasional 1995 (Ditbinperta,l985). Hal ini sangat ironis. Di satu sisi pemikiran Rukyat mulai berkembang dengan munculnya Teleskop Rukyat
(susiknan Azhari,l 9 9 5 :7 ). Sementara itu pemikiran hisab
kian terabaikan. Padahal wilayah inilah yang diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif dan fi losofi s sehingga perbedaan-perbedaan yang muncul dapat diatasi dan dieliminir. Bahkan munculnya ide perubahan IAIN menjadi Universitas adalah untuk melihat seberapa jauh Islam dapat memberikan kontribusi kepada ilmu-
54
55
ilmu yang ada sehingga pandangan dikhotomis yang memisahkan ilmu- umum *_ lmu """ dikurangi (Republika, tggi,Z-il'" "r#;;"tl,l;;;,lLn,o,ru
Hadimya Badan Hisab aun'nuryut merupakan wadah bagi pemikiran hisab dan rukyat Ji-i"J,"i.ria. -a* -troy"t Akan tetapi dalam perjalanannya Badan Hisab terkungkung oleh rutinitas dan lebih bercorak u" i r."imbang burhani. oreh karenanya sudah saatnya Badan UlsaU dan Rukyat membuat terobosan dan "pendewu.uan,i k;p^u.#n,u. yar akat luas dengan mengembangkan wilayah teoritis _'fi i r, o"i"_ rr"il, direnungkan pernytaan "lnGhazali K.H Syukr "Jn " : Mengharup kepada Badan Hiiab dan Rrbr;;.parremen Agama, agar memperhatikan masyarakat tsram tndonesra. B'a masyarakat dipaksa menganut suatu pendapat seb.ium ada titik pertemuan dari berbagai pendapat,m"k;-;r;l; untuk mempersatukan pendapat akan mengafu-i t"eusJ;'ii w"91, Autawi, 1977:4). Dalam ungkapan t11i.-urt ,,dialog,,. ,{#;G{in Dialog bisa terwujud jika masing-masitrg pi'at-memahami dan tidak menegasikan pihak_lain., Sehi-nggu froauk Badan Hisab dan Rukyat betur-betur mengakar oun"6i. Jai"terima semua rapisan. Patut dicatat, bahwa dafu*,uufltul Jmptif< ahli hisabterbagi menjadi tiga tipologi. pertamf
Lj;d"k ,"rs.;";;, teori-teori hisab secara mendalam dan mamDu mengoperasionalkan
dialog dan pembiasaan diri bertukar pikiran secara terbuka, dalam semangat kejujuran dan keadilan, pandangan positifoptimis kepada sesama manusia, penuh I'tikad baik, bebas dari skema-skema konspiratif, membuang jauh-jauh perasaan saling benar dan parakialisme (Nurcholish Majid, 1997:3)
CATATAN AKTIIR
Tak dapat dipungkiri bahwa
Qomariyah khususnya dalam menentukan 1 Syawal Hal ini ditandai dengan hadirnya Badan Hisab dan Rukyat. Hadimya lembaga ini adalah sebagai wadah pemikiran Hisab dan Rukyat di lndonesia. Hanya saja dalam perjalannya lebih bersifat bayani daripada Burhani sehingga masih sering terjadi perbedaan dalam menentukan awal bulan Qomariyah khususnya 1 Syawal. Oleh karenanya Badan Hisab dan Rukyat perlu mengidentifikasi persoalan-persoalan pokok dalam menghadapi keadaan yang serba berubah dan kompleks agar tujuan yang ingin dicapai (baca: Kalender Islam Indonesia) isa terwujud. Wallahu a'lam bi As-sawab.
baik pula. K"-;yu, il;_o#il:, memahami teori-teori:.:?ru. hisab sera'ru'-.nautu,n, tetapi " kuiang
i;6, tr#"r}::soPerasionalku".
il"ro1nol ;;;'r';ui;o
pemerintah "berusaha
menyatukan" perbedaan dalam menentukan awal-awal bulan
DAFTAR PUSTAKA
li
auni,"-ur,u;il;1,_,;TT;ilil?"j!'li:"#,'i::",mHm
Abdu al Baqi, Muhammad Fuad. Al-MuJamal al-Mufahharas
ubahnya seperti fuoaha y"r;;i;"k;".rr!rurui Ushul al-Fiqh. Mereka d;pf;";0".".1""",tandan memahami
Abdullah, M.Amin, merekontruksi Tradisi Pemikiran Islam, dalam jumal
secara baik' akan tetapi kurang rumus-rumus yang digunakan.
-irlr"rli
rum us_rumus
dasar-dasar filosofis
Berdasarkan semua, persoaran dikalangan ahli Hisab untuk jangka wakru sekarang d'a" .;;;;;*,",n terus diliputi pola pikir bayani' Barangkari tata-iaia Lncr untuk tahan perkembangan ahri-ahri hisab kita ,u'ui ini i"r"h diri" (baca : reoritis_fi1.:"I;) ;;;*Ti,"u"o* -rvr"oanyasecara bersama melalui pendekatan murtidispiin"i. iarah diarog-
";;ffi*;:ili
56
alfadz al-
Qur'an al-Karim, cet.l,Beirut: Dar al-Fikr,1986
Ulumuddin,No I Maret 1996. Studi Agama Normativitas atau Historisitas? Cet.l, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Abdul Hamid, Abu Hamdan Abdul Jalil.Fathu ar-Rauf al Manan, Kudus: Menara Kudus, t.t
Abdul Hamid, Mansur bin.Sullamu an-Nayyirain, Jakarta
:madrasah
Khairiyah al Mansuriyyah,t.t Ali, Hamdani.Himpunan Keputusan Menteri Agama 1972, cet.I, Jakarta : Lenbaga Lektur Keagamaan, 1973 Aulawi,A.Wasit.Laporan Musyawarah Nasional Hisab dan Rukyat tahun 1977 , Jakarta : Ditbinbapera, 1977 ,l
57
Laporan Musyawarah Nasionar Hisab dan Rukyat tahun 1977, Jakarta
: Ditbinbapera,
1977,lll
Azhari,susuknan. Teleskop Rukyat dan permasalahannya, dimuat dalam Bali Post pada tanggal 24 Februari 1995 Dahlan,Abdul Azis.Ensiklopedi Hukum Isram, cet I, Jakarta :pr. Ichtiar Baru van
Hoeve,l9TTjilid I
lchtijanto (et.al).Almanak Hisab Rukyat, cet.l.proyek pembinaan Peradilan Agama Islam, l98l Wardan, Muhammad. Hisab Urfi dan Hakiki, yogyakarra :t:p,1957
------,Ilmu
Hisab (Falak) pendahuluan,
Pandu, I 992.
cit l,
Republika, hari Rabu dan Kamis tanggal 2-3 Juli 1997.
yogyakarta
:
Badan
Toko
PERLU PARADIGMA BARU MENUJU KALENDER ISLAM INTERNASIONAL Drs. Susiknan Azhari,MA. (staf Pengajar Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Harus diakui Indonesia sebagai bangsa yang memiliki berbagai kemajemukan termasuk didalamnya masalah hisab, rukyat dan astronomi sangat memerlukan keterbukaan dan kedewasaan berfikir. Karena dengan sikap ini, masing-masing pihak disamping memahami metodenya sendiri juga memahami metode-metode yang lain,yang satu sama lain terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan. Dengan saling memahami dan mengerti persamaan dan perbedaan diantara mereka itu, diharapkan akan tumbuh sikap salingmenghargai dan menghormati sesama muslim. Selama ini persoalan perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Syawal lebih banyak diharapkan pada persoalan praktis antara ahli hisab dan rukyat, ahli hisab dan astronorni dan seterusnya. Sehingga persoalan ini terus berkembang dan masing-masing pihak rnerasa lebih "akurat" dan "sesuai" dcngan perintah agama. Padahal penentuan awal Ramadhan dan Syawal bersifat ijtihad.( 1 ) Tulisan ini, ingin melihat secara proporsional persoalanpcrsoalan yang menjadi pemicu perbedaan secara filosofis schingga dapat dicari titik temu dari masing-masing tipologi tlan solusinya dalam membangun Kalender Islam lntemasional.
AKAR AKAR PERBEDAAN DIKALANGAI\ AHLI HISAB l)alam tradisi pemikiran Hisab di Indonesia mempunyai lrcragam tipologi, yaitu hisab ,tradisional, semi modern,
rrrotlcrn dan kontemporer. Penulis pcngl
:,nlrrrg rnenegaskan eksistensi yang
58
berpendapat
tidak bersifat hirarkis dan tidak
59
dimiliki oleh masing-masing
li1ilringi I llFlr lrrrlrrrnily;l pcrlu kearifan dari maSing-masing ri
I
1
rIlfi g I r lrr lril I I I I !r.r I lol t'ct tipologi yang lainnya.
i'r
iriur ,irulnlr rr r rr
|
/ /ir
rr
l)efnLllis ingin menguak (meminjam istilah r'n shiddiqi) akar perbedaan dikalangan ahli hisab.
lr;rl;rrrr lrcl'gumulan pemikiran hisab
di
Indonesia, khususnya
tl;rlrrrrr rrrcnctapkan awal bulan qomariyah masih banyak bersifat
prlktis dan diwamai serta digirng pada
persoalan-persoalan dalam
politik(2). Sebenarnya tidak bisa seseorang
membicarakan tentang suatu keilmuan lantas ia menjadi sentimen hanya kepada masalah politik saja. Membahas tentang keilmuan dan digiring menjadi persoalan politik itu bagaiman ?. Antara aliran hisab urfi dan hisab hakiki akhirnya menjadi persoalan politik, antata fiqh Syafi,idan ghairu Syaf i mentok pada persoalan politik, dan tasawufyang tarekat dengan ghairu tarekat berakhir pula dengan keilmuan. Keilmuan is keilmuan, kritik is kritik. Bila seperti ini yang dijadikan pedoman, maka pergumulan keilmuan yang kita geluti, akan bermuara pada
tanpa tendensi apa-apa atau tanpa
adanya
intervensilkepentingan dari kelompok atau golongan tertentu. Terserahlah bagi orang awwam, bila mau membawa persoalan itu kepada tendensi yang macam-macam itu urusan mereka. Dalam hal ini Amin Abdullah berkomentar : "Kita para penggede keilmuan, sikap seperti itu tidak layak untuk kita tiru, karena hal itu jauh dari kadar akademis. Dalam membawa missi keilmuam, kita rilek saja dalam melakukan kritik terhadap pemikiran-pemikiran keagamaan klasik atau kontemporer
"
(3).
Jika kita setuju dengan komentar tersebut dan berada dalam taraf intelektual dan memenuhi kadar metodologi akadernis., penulis yakin tidak akan ada orang yang merasa sakit hatr. Malah sebaliknya akan merasa senang, sebagai kilas balik untuk introspeksi atau melakukan perenungan kernbali terhadap corak pemahaman keberagaman selama ini. Apakah sudah memenuhi kadar keilmuan atau belum?. Tetapi kalau dalam meiakukan
suatu studi keilmuan, belum-belum pendekatannya sudah bertendensi politik, ya sudah, studi yang dilakukan tidak akan
metodologi akademis, karena politik is emosional. Bagaimana dapat bertindak obyektif sedangkan ia sendiri emosi dan ekslusif, maka terjadi dialogis yang kurang sehat diantara mereka. Selanjubrya bila ditelusuri lebih jauh akan ditemukan akar perbedaan di kalangan ahli hisab selain sistem perhitungan yang digunakan, terletak pada dua permasalahan pokok, yakni : (a) Konsep permulaan hari (International Lunardateline) dan (b) Konsep hilal (Visibility hilal). a.
Kons ep permulaan
hari
Jika kita simak secara seksama ayat-ayat Al-Qur'an dengan hari yang jemih, maka kita akan berkesimpulan bahwa isyarat Al-Qur'an tentang pembagian hari (baca :siang dan malam) ditunjukan dengan simbol benang putih (al-khait al-abyad) dan benang hitam (al-khait al-aswad). Benang putih menunjuk pada siang hari dan benang hitam menunjuk pada malam hari(4). Lalu kapan permulaan hari dimulai?. Al-Qur'an secara tegas tidak menginformasikan. Disinilah para ahli hisab berbeda pendapat untuk menentukan batas permulaan antara benang putih dan benang hitam. Bagi aliran ijtima qabla al-fajr menganggap bahwa permulaan hari diawali saat terbit fajar. Logika mereka mengatakan bahwa puasa ramadhan diawali pada saat terbit fajar. Hal ini didasarkan pada firman Allah surah Al-Baqarah (2) ayat 187 :
t'
,-+ttt .y
ljrll .!$I tr. r.ri#yt!'riJl S O*.fr lrrL.dlj l'is'l .,!tl,/ fti,4ll lJril
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kernudian sempumakanlah puasa itu sailpai (datang) malam" Sementara itu, Saadoe'ddin berpendapat bahwa permulaan hari adalah saat terbenam(s). Ini didasarkan pada firman Allah surat Yaasin (36) ayat 40 :
berhasil, karena tidak bisa bertindak sesuai dengan kepentingan_
kepentingan. Dan kegiatan-kegiatan seperti
60
ini jauh
dari
5t
i^r+f*J ali
1rl,
.tsl
,j+!l c!.L glyj
.plJl dUri Ot fC,rr.i
usilt
y
"Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing
beredar pada garis edarnya.,,
Fenomena alam menunjukkan bahwa matahari terbit dari b; Jika realitas ini kita hubungkan derrgan teks diatas. Mil pendapat kedua secara
timur dan bulan muncul dari
awam bisa diterima karena .""uru ,lhi mya lafadz al_Lail
ditunj ukkan lebih dahulu auri permulaan hari adalah.pada
ual
lrr--frurru.. Konsekuensinva saat matam ;rk;;
p;;#;ffi1, Patut dicatat selain kedua ,rp;iiltersebut masih ada tipologi larn yang masine.-ff;l?* ,be\ranakarakteri s ti k' v""!- u.rbe da.'fur# " ;'ff
Dateline perlu dirumuskan b.Konsep
fr:Ttff;;
r.";;k;;p;ensif_interdisipliner.
Hilal
Dalam Al-eui'an
ffi?6
disbutkan hanya
sekali dalam !fr^*hilal plural fiamak), yakni duh;;;;ar-nuqurur, '(r;;;;;
.6rll.g srull
+it,r gi
,Jl
,I$yl
a3s,
,rriJrrw
'Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :"Bulan sabit itu adaiah tunaa_tu"Ju-;"k bagi manusia dan (bagi
"
ibadat) haji,'.
Sedangkan dalam hadis lafadz hilal banyak ditemukan, misalnya (7) trdl lJrLsE *rt" F Oti ,o.d s:r tJJeij Ij ,jlgt l.i,r: si. trl.Jy.a: y '&blJ
"Janganlah kamu sekalian berpuasa sehingga kamu melihat hilal dan janganlah kamu berbuka sehingga melihat hilal. Bila hilal tertutup awan atasmu, maka berpuasalah tiga puluh hari".
Ayat Al-Qur'an maupun hadis tersebut menginformasikan kepada kita bahwa hilal merupakan "sesuatu yang menjadi landasan perubahan waktu (baca: perubahan bulan baru). Hanya saja "kriterianya" tidak disebutkan. Kenyataan inilah yang akhirnya menimbulkan munculnya keanekaragaman terhadap anggitan hilal itu sendiri. Kelompok pertama menetapkan hilal harus wujud (memenuhi kriteria). Kelompok kedua yang
penting hilal sudah berada di atas ufuk tidak harus wujud. Kelompok pertama sering disebut dengan aliran imkanur rukyat dan kelompok kedua biasa disebut aliran ijtima, dan posisi hilal di atas ufuk.(8) Dalam mencari titik temu para penggede (baca:aliran) tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejauhmana para penggede dapat berlaku adil dan arif dalam memotred fenomena yang ada. Menurut hemat penulis bahwa antara keduanya dapat saling berhubungan, saling memberi dan membuka peluang untuk melakukan "dialog universal" secara lebih serius. Bukan saling menutup kemungkinan-kemungkinan
yang terbuka dimasa depan, termasuk "kemungkinan" berhasilnya penyatuan Kalender Islam Lrternational. Dengan demikian perdebatan dan kontroversi sekitar awal Syawal bisa diatasi.
GAGASAN ALTERNATIF MENUJU KALENDER ISLAM INTERNASIONAL : Upaya membangun persatuan ummat
Sebenamya
usaha penyatuan Kalender
Islam Internasionalsudah lama dilakukan. Akan tetapi sampai kini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi. Penulis punya kesan yang masih tentative bahwa kendala-kendala tersebut
62 63
bersifat ontologi.s dan politis. usaha_usaha dimaksud diantaranya didirikan IICp glternatironar Isramic carender Programe) yang bermarkas di universiti sains pr"i"vr*-Giurl, sudah memasuki tahap y*.g -"*pukun t"t"p #pf"ir"r"ri T au"ii. Kalender Islam di seluruh Dalam proses pembuatan
tersebut melibatkan para pakar astronom dari berbagai negara muslim, yaitu(9) , proi_br..r*, -ar_chamdi-(krdia),
$ff
D_r.AA.Musram fUiiX, Haj.Absel Rasheed. Chit (ivlyanmar;,prof.Driss Bensari -Ba (Maroco), prof.Dr.Ali A.Al_Daffa ii"rai'Labia), Dr;;; Dgrman (turkey), prof.M.T_EJafm grany,'
:lh:q Gani panjwani ;.Ib;;_ Abdul (malawi), Dr.Mdhal Guessoum (Algeria),prof D-r:yA.Hamdy'(ngyptl,Dr.MHA Hasan
_(TWAS),Prof.Dr.M lVlahmud hawari tCZrmany),Or.Mohammad
Ilyas (Malaysia), Mohamed Iflal (Sriianka),fvfr;il"1;;; f$ola -. . _ Agbaje _ (nigeria;E [.ntyur"a Kandir (Aushalia),Maulana Habib {"nun'-fiur, (India),Dr.Naeem Ahmad Khan (GoMSTECH), Maurana M'Abd;i;r, riirii (Pakistan),prof.Dr. Kahled M"gt;t (Syna),Eng M.S (philippines), prof.Arl s"ii narii_#' gin YTgoll"gca un 4, Dr.Abd.Majid Nusary. (Jgrdan), Or_lu_it '(patisian),
Sh;i--|, Prof.Dr.M.M eurasl Dr.Moedji R;;; (Indonesia), prof A.F.M Abdur iut_ur, (Bangladesh),prof Dr.Anwarur Rehman (USA), Sh Syed isa tvtohammad -ii":r -VUSemait (Singapore0,Mr.A.!.A;. 1l-tt Sukur 1H*gtong)
Zainal Abidin Abd Kadir (Malaysia).
Memperhatikan suasana International
programme
committee tersebut, terrihat aspirasi ahri hisab naon"sil ie-t-uoi tertampung. Bila dicermati lebih jauh, metode yang drg"r;-k^" pada IICp adarah imkanur rukyai. oan bila u6 ,Jt:.ii"t*" wujydu] hilal sangat mempengaruhi panorama pemikiran hisab awal bulan Indonesia, jelas ini merupakan problem tersendiri.(l l) Belum lagi, persoalan krternationai f*", Dateline (ILDL) ,kalender .S"lu"jl|ya yang perlu diperhatikan sebagai kerangka acuan islam Internasionar uautuh p"rrouiun *utru,. ini para ulama berbeda-pendapat. lmam al_eurafi iururniui aaUm tiiaU al-furuq menyatakan : .Sesungguhnyu uluma pengikut madzhab
64
maliki berpendapat bahwa bila bulan sabit bisa dilihat disuatu negara, maka bisa dijadikan landasan bagi kaum muslimin di seluruh bumi untuk berpuasa pada pagi harinya. "pendapat ini juga diikuti oleh madzhab hambali. Dalam riwayat lain al-qurafi menyatakan : Bila waktu Shalat berbeda lantaran perbedaan daerah, maka setiap daerah mempunyai waktu tersendiri untuk fajar atau zawal dan lainlain. Dan sudah tentu perbedaan itu akan membuat waktu terbitnya hilal (new moon) tanggal satupun berbeda. Mengapa demikian? Sebab bila negara-negara timur melihat bulan sabit dan matahari masih berjalan menuju ke arah barat bersama bulan, maka sudah pasti penduduk barat akan melihat bulan sabit bercahaya disana penduduk timw tidak melihatnya.(12)
Kontroversi di atas menurut kesan penulis, karena masing-masing kurang memperhatikan International Lunar Dateline. Kendati demikian elan vital pendapat pertama perlu didukung untuk kesatuan dan persatuan sebagaimana yang dilakukan T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie. Menurut Hasbi, hal terpenting yang harus dimufakati oleh kaum muslimin sedunia ialah menentukan tempat yang dijadikan patokan matla'" Hasbi mendukung pendapat Abu Zahrah yang menyarankan Mek&ah dijadikan sebagai pedoman. Alasannya disitulah terletak Ka'bah yang menjadi kiblat dalam mengerjakan sembahyang" Di situ pula terletak Bait al-Haram, padang Arafah, Shafa dan Marwah yang sangat berperan dalam menunaikan ibadah haji. Disitu pula wahyu yang disampaikan kepada nabi Nabi SAW diturunkan. Tidak seorang muslim pun yang membantah fungsi dan peran Mekkah seperti yang disebutkan itu. Selain itu, satu hal penting lagi yang dapat dikerjakan sesuai dengan tuntunan syara', dengan mengambil Mekkah sebagai pedoman. Hal itu, ialah kaum muslimin seluruh dunia yang tidak sedang melakukan ibadah haji berpuasa sunnat Arafah tepat pada hari orang yang sedang beribadah haji wuquf di Arafah, ber ldul Adha tepat pada hari melempar jumrah, menyembelih kurban tepat pada hari mereka menyembelih hadyu dan sama pula dalam berhari tasyri.
Nabi SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Zubair Ibn Muth'im bersabda :
65
Yang artinya
:
Arlfah adalah tempat berkumpul (wuquf) dan
hari tasyri, adalah hari menyembetiir traiyu. Menurut Hasbi, hadis ini mengandung makna bahwa harihari tasyri' yang tiga hari itu, friru,l"riringan dengan hari wuquf di Arafah dan berlaku bagi seluruh kaum ,',urii_in Ai manapun dia berada. Karena itu, hari_hari tasyri;, ini tlaut halva berlaku bagi orang yang-sedan! mehkukan iUunun nu3i saja, tetapi bagi seluruh umat lilam. SJmentara itu, Ibnu Abbas menafsirkan frase Ayyaman ma,dudat : beberap" h;;;;g terhitung, yang tersebut dalam surar Al_Ba qaruh (2) ii^i iS dengan hari-hari tasyri'. Ayat ini diturunkan setelah selesai ibadah haji. Itulah sebabnya, dia memberi pengertian hari tasyri' haru;. beriringan dengan fra.i "*uquf;;;" t;;g seb_enamya terjadi di padang aruAfr. argumentasi di atas, Hasbi berkesimpulan .hariDengan bahwa Arafah dan hari tasy.i, harus didasu.kun'puJu ;;;iu, Mekkah. Maka, tempatnya suatu wilayah flat. .r-a{a menetapkan hari-hari itu tidak bersamaan dengan rturi-rruri yirlg persis terjadi di Mekkah. pada akhirnya Hasbi menyarankan, ka.lau b-el-u1 mungkin kaum muslimiri Lersepakat mengambil rulqyat Mekkah sebagai pedoman yang berlaku b"gi ;-"il-h dunia Muslim, setidaknya merek mlngambil *6"; ;;;;. dikukuhkan oleh hisab ibu kota masing-maiing negarail3)' Dari kajian tentang masalah terlihat lahwa ilasbi
adalah seorang yang gandrung kepada ^udu, persatuan dan bercita_cita
terwujudnya Karender Islam Internasional atau setidak-tidaknya Kalender Islam Nasionar/Regionar. untuk merearisir ide besar tersebut dibutuhkan k3ga. sejalah dengan merumuskan
problem_ problem diatas melalui ;'diarog iniversar berkelanjutan . Kalender Islam Internasionar tidali akan terwuj ud tunpu Lainyu Kalender Islam Nasionar/Regionar. Kalendei Irru-' n"gioriui
tidak akan terwujud tanpa adanya kesatuan. Kesatuan tidak akan terwujud tanpa adnya dialog universal. Dialog uniu"rrur tiaut t:r*uj"d tanpa adanya perasaaan saling-*"_utu_i untu, lk?l individu muslim. Menurut pendapat penulis, dalam rangka menuju . Kalender -Islam Intemasional mula pertama yang"perlu Ji;;;;;;;l;;; dahulu adalah dikotomi uniuru atrti trisaf,-rukyat dan astronom.
Qur'an, untuk dapat dijadikan pedoman. Oleh karena hisab pada dasamya adalah bangunan keilmuan (human construction), maka hisab juga sangat dipengaruhi oleh wacana epistema masing-masing. Hisab tradisional, hisab semi modern dan hisab kontemporer pasti menunjukkan cirinya sendiri-sendiri. Rumusan hisab tradisional berbeda pula dari rumusan corak hisab kontemporer dan begitu seterusnya. Bangunan hisab tidak bisa terlepas sama sekali dari konteks wacana-epistema yang
melingkarinya. Begitu .. halnya astronomi,
ia
dibangun
berdasarkan penelitian-pbnelitian empiris, dengan sendirinya mempunyai paradigma yang berbeda. Dengan demikian, batas keseimbangan antara ilmu hisab dan astronom adalah terletak pada persoalan sampai dimana mereka berinteraksi, berdialog secara intens antara bidang yang satu dan lainnya dan interaksi
itu tercermin dalam tindakan etis-praktis yang dilandasi
konsensus atau kesepakatan bersama (baca
:
atas
ijma'kolektif).
Bukan terletak pada sejauh mana mereka harus saling jarak antara satu disiplin keilmuan dan lainnya
mengambil
dengan tidak mau tahu perkembangan logika dan kepentingan yang dimiliki oleh masing-masing disiplin. I)engan begitu tidak ada disiplin ilmu tertentu yang merasa lebih unggul dari pada
disiplin yang lain. Yang ada hanya hubungan relational yang lcritis antara yang sa.tu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk saat sekarang yang diperlukan adalah "paradigma baru" dengan jalan two faces (mufassir, muhadis, fuqaha'usuliyy,rtr, ahli bahasa, ahli hisab-rukyat dan astronom) in the one coin (paradigma baru). Penulis menyadari bahwa usaha ini ibarat "mimpi" dan butuh kerja sejarah. Akan tetapi penulis mempunyai "harapan" melalui proses-proses sebagai berikut: Tahap Pertama: Konsep Mempertimbangkan kontroversi yang senantiasa bergayut dari permasalahan hisab dan rukyat, maka pada tahap ini dipandang perlu mengidentifikasi masalah-masalah pokok yang dianggap penting untuk dikaji pada forum selanjutnya.
66 67
Secara garis besarnya terdapat dua teori tentang penentuan awal bulan Qamarivah, rukyat. Kedua teori ini masih berkembang
v"iir-ii*l?n
sampai ,"tu*ng. membangun Int-erna#; tliif',"orr.Dalam tersebur tidak bisa ffiff""|uj|lam Untuk itu ada baiknya menengok hasil_hasil Konferensi Istam di turki oada tyr*, ii_ii';;;o1rah t3e8 H bertepatan dengan tanggat 27-30""N;p-";L i"i'm, M. Konferenri diadakan aras inisiatif ini d;il;d;ur'u-.un Turki yang berrujuan ,ilk;Jn$li*prn Agama Repubrik metode yang ditempuh oreh para ce"aiti"r"" iun'iri*.urama dari
nesara muslim dalam menentukan berkaitan dengan iuuaur,
temu diantara
u"rdugui ;;J il;r-ii;.*iii',"f,k,
iluii.J#rr,r*, -i"irrUut
a-ui
dan mencari titik kemudian dituangkan dalam. keputusandipedomani dalam menentukan hiiriiln menuju penyaruan Kalender islam"*"t_*O-1,.11 internasronal.l1.n1.
metode_metoi"
untuk
;;;;
ffiffi l.
konferensi tersebut
4)
ffit
aicetuskan dua kepurusan
Penlrusunan pedoman penenfuan K
(1)nuau-f
ditentukan
,i'n1ig,1,up'";;;;'"*i'f
melalcui.-r.y"i"'tiij,'[;
f}lil**1y*u
a*g"n,ur.y",
^ z.
(I
ff
nf
,r6'#Hil?
nasit rukyat suatu ,"rnp.) airnuru bumi dan (c) '"rnuu
ElgJil?ir**g_ll#T',,);
,i#.* diatas ufuk sebesar,S" dan:.r"t terbeaam dengan hilal sebesar membenfuk komite penyatuan
i;
,ri", -*"
antaramatahari saat
Kalender Islam Internasional yang bertugas untuk metatukan ,ii3"s tiap tahun perhitungan awal CJ"; qoma.,yah' gunJ
;;;
HtT"ttfftkan
Dari butir-butir keputusan tersebut dapat dilihat bahwa. tsta.mU_ul f qZg, p"jriasarnya pada seriap akhir bulan,o"rr*" hilai ."L;;;;r", dasarrukyat penentuan awal bulan baru p";hiril; Kalender Islam Internasional.densan .dalam g"lili:, ;;;il,ffiami bahwa arti ra,a dalam hadis suriu tiru'vatihi il;;5ftrensi menurut Konferensi
ini
68
diartikan
secara sederhana yaitu melihat h'ar. seterah ijtima' terjadi pada waktu ghurub matahari berada di ufuk barat. peng"il;;'" seperti ini memang menjadi pendapat mayoritas para ulama mengingat dasar_dasar rujukannya yurrg mui, Uuit a*l segi materi dalil itu *n*: yang-salinglenguatkan "utup kepada arti melihat hilal maupun dilihat dari segT praktek Rasullah SAW dan para sahabat. Dari kitab-titau "farah hadis nu*putn-yu ^liti tidak ada yang mengartikan sumu liru,yatihi -hadirnya a""gJ, berpuasalah karena.kamu mengetahui b;#;r;;, tetapi berdasarkan hadis_hadis lain yang berfungsi s"U"g"i bayan tafsimya sumu liru,yatihi harusiah diartikan ;;rnil;i"; kamu karena merihat tritat. Namun demikian tidaklah harus dipahami bahwa hadis tersebut sebag;i satu_satunya tuntunan untuk menentukan _datangnya bulJn baru, tiOutfun fruru, diartikan bahwa awal-bulai qo.nurfuf, hanya bisa ditentukan dengan jalan rukyat hilal saja, m"toAe_metode lain yang muncul dikemudian hari sejalan- dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern perlu p"tu ."u"g"i-Lgi."i-diterirnu langkah maju untuk memperoleh ketelitian yang lebih akurat. Setidaknya demikianLh y"rrg dipahami _ oleh Konferensi Istambul 1978 sebagalman yun! t.rtuurrg pada butir kedua keputusannya bahwa ahri hisab "vu"g p"riit.g", -"rutur.* kedudnkan hilal pi.d" tiapaiip ;*;l bulan'a;;;;; hendaknya mengambil pedornan irnggi hilul diutu. ufuk vanc, memungkinkan untuk dirukyat. Derig-an o"-iti"""ru# iii"T boleh berdiri sendiri tapi harus Ueriumpi,rg", d""g-";6;; dan mendukung rukyat, itu berarti bahia-ha.if pi.tit*g,* ashonomis yang dilakukan oleh para
ahri hisab h"; didasarkan atas kedudukan hilal' di atas ufuk yang memungkinkan untuk di rukyat saat terbenam matahari, hal ini jika tidak ada halangan cuaca yang menghalangi d;;L;; hilal, artinya jika berdasarkan hisab u"urt*u rr'ur
sudah berada di dan mungkin untuk dirukyat maka bulan ,rAun tlUu meskipun kegiatan rukyat d'apangan tiJak berhas' merihat hilal karena kondisi u?-. y-u", ,r"ii"ek p.ya, inilah yang atas.
ufuk
dimaksud dengan rukyah numiyatr i"i"Jlity 6r jika menurut hisab bahwa rt'u Lrr"i"-t-p#" posisi yang sedemikian rupa sehingga tidak ,n,rngtin uliui
r;;i,il:
dan. kebalikannya
69
dirukyat baik dengan- mata telanjang maupun dengan alat canggih maka berita keberhasilan rukyai harus ditorak. Dengan demikian jelas bahwa meiode hisab yang digunakan dalam Konferensi Istambur r97g daramtnenentukan awar bulan Qamariyah adalah hisab imkan ar-ru'yat, hal itu tercermin dari butir-butir keputusannya, yangmenyatakan bahwa
p"r'Lgu'
kedudukan pada tiap{iup u*ut buian eamariyah'dida;ffi;" pada pedoman bahwa hilal kedudukannya di atas unrt Vang memungkinkan untuk dirukyat baik dengan mata telanjang (bV naked eye) maupun dgngan peralatan' canggih. S"Ourritun
rumusan mungkinnya hilal untuk dapat dirukyat aa"aUtr ketinggian hilal dan jarak sudutnya dengan matahari yaitu 5.
dan 8o.
Adapun didalam point keempat keputusan Konferensi Istambul 1978 dinyatakan bahwa'hasil rulcyut ruutu-t"*p"t 1i9all4 hanya berlaku untuk daerafJi*urru rukyat itu berhasil dilakukan tetapi rebih dari itu keberhasilan rukyat ,.rl"lut berlaku pula untuk tempat dimuka bumi ini, d; ;;;; -se]uruh ini tampak lebih jelas upu yung telah disebuttan Uiiwa penekanan utama penyusunan sistem kalender pucu
roni"i"rrri
Islam Internasional- Hal ini dapat dipahami muncurnyu ,uutu asumsi bahwa penyatuan itu iiOanatr mungkin Al"up"i-:it" tempat dimuka bumi ini hanya memperlakukan f?ri1g-Tu.ing keberhasilan rukyarnya didaerah masinj_masd: ilg* demikian konferensi rebih memegangi faham bahwa hadis sumu liru'yatihi khitabnya adarah r"Tutitt kaum muslimin secara ytla\ tanpa adanya pembedaan-pembedaan tertentu baik yang disebabkan oleh batas-batas negara atau wilayah ud iil; lainnya. Mereka memegangi pendipat bahwa tituU autun, t uOii tersebut adalah kaum muslimin secara keseluruhan ;il;;; istidlalnya adalah kewajiban puasa karena keberhasilu, -;iii;; hilal disuatu tempat dimuka Lumi berlaku untuk seluruh kaum muslimin didunia.(lS) paham seperti ini memang yang paling logis untuk pen)rusunan Kalendei Isram trnternasionat -iJtipri -" sesungguhnya secara teoritis masih dimungkink"r ti-urrrv"i Harus diakui metode yang dikembanglan hasil Konferensi Islam di Turki dalam upaya membarigun Kalender Islam Intemasional sudah memadai. Hanya saja iretocre tersebut tidak 70
dibangun melalui proses panjang. Jika dicermati lebih jauh, wakil-wakil negara peserta nampaknya belum mewakili corak pemikiran hisab rukyat negara masing_masing. Sehingga keputusan konferensi tersebut tidak membumi din
-"ngui"-
dalam masyarakat. Oleh karenanya, menurut penulis untuk membangun teori_tepri Kalender Islam Internasional, tidak bisa lepas dengan teori-te;ri Kalender Islam Regional. Dan yang tlbin pJnting adalah ketaatan masing-masing negara terhadap keputusan-rieputusan yang telah ditandatangani bersama
Tahap Kedua: Teori
Patut dicatat bahwa berbicara tentang pembumian 4l:Qur'an dan As. Sunah sesunggunya beibicara tentang "interpresi" melalui perantara manusia. Maka untul.
membangun ummatan wahidah meralui Kalender Islam Intemasional, mula pertama yang diperlukan adalah hadirnya satu institusi tertentu yang punya revel internasional (Dewan penyelaras Dunia Islam) yang melibatkan anggota community of researchers dari berbagai cabang keilmuan terkait. Jifa community of researchers dari berbagai cabang keilmuan dapat duduk bersama, maka diperlukan kesiapan untuk *uu "mendengar" argumen disiplin keilmuan diiuar disiplin yang digeluti sendiri. sikap terbuka dan kritis sangat a'ip"rrur.ui disini dan sikap apriori dan menang sendiri (tmth craim) secara sepihak terasa kurang apresiatif terhadap wilayah paiadigma orang lain yang kita sendiri kurang tahu- dan tidak mengelnal. Para ilmuan (al-ulama) dalam bidang apapun perlu juga irnyu kesediaan untuk mempertimbangkan mas.rtckan-#r# t;; diberikan oleh disiplin-disiplin ilmu diluar dirinya. r"a"i pembahasan masalah-masarah pokok : (a) Internasional Lunar Dateline (b)Konsep hilal/visibilify hilal dan (c) matra, waktu shalat.
Penlrusunan teori dilakukan melalui langkah kerja sebagai berikut. Pertama, menentukan nara sumber dan iema-teira sesuai dengan identifikasi masalah. Kedua, seleksi dan pengumpulan ayat Al-eur,an dan As_Sunah yang berkenaan
7t
dengan tema dan tinjauan ilmiah nara sumber tentang tema tersebut. Ketiga, pengolahan bahan dan penulisun .u.rlurrgun teori atas ayat-ayat dan hadis terpilih. Keempat, seminar naskah rancangan teori tiap-tiap tema. Kelima, penulisan naskah teori. Keenam, seminar 1a1kah teori. Ketujui, finalisari p"iufi.u" teori. LangkahJangkah ini berlaku untuk setiap n"guru u"!!oiu
OKI. Nara sumber terdiri dari : ahli Tafsir, ahli Hadis, ahli Fiqh, ahli usul fiqh, ahli Bahasa, ahli Hisab_Rukyat, ahli S.jurufr, uf,ii Filsafat dan astronom. Dengan demikian *uring_-uring n.guru telah menyelesaikan probrem internar dikawasannya sendiri dan anggitan yang dibangun bersifat integratif-komprehensif. Dan sini pula diharapkan mu-ncul Kalender Islam 9l.i Nasional/Regional.
melibatkan anggota community of researcher dari berbagai cabang keilmuarn terkait (baca: indisipliner)' Meskipun demikian, upaya tersebut tentunya lebih efektif jika masingmasing negara (regional) telah menyelesaikan problem internai dikawasannya sendirl. Sebab, jika tidak, pertemuan-pertemuan yang berskala Internasional akan tidak efektif, jika tak hendak disebut sia-sia. Waliahu a'lam bi as-Sawab.
. . .
. ll-DL . VFlbility Hilal I Msthh'Shrlsl
ILDL Mslbllity Hilrl
M.thlr' Shal.t
Tahap ketiga : Implementasi
. Pada tahap ini diterbitkan Kalender Islam Internasional, kemudian disebarluaskan ke negara-negara anggota OKI sebagai practical-guidance dalam klgiatan ibadah -s-ehari-hari. Penyebarannya dapat melalui gadan-badan tu-runun ori, misalnya :IFSTAD (Islamic Foundation For Science Technology and Developmen!! IFA (Islamic Fiqh Academy) atau melalui Badan-badan Afiriasi, misarnya rsgo ( rrramic
States Broadcasting Organization)
o6wLn
PrnYol&r!a
6 ILDL o Viclbillty Hil&l 6 Mathh' Shalst
. ILDL r Vioibility Hilal . Mathla'Shalst
PENUTUP
. jVlempertimbangkan -kontroversi yang senantiasa bergayut dari permasalahan hisab-rukyat ini, ma-ka untuk memb#J; Kalender Islam Internasionar upaya menuju persatuan uirat dipandang perlu hadimya satu institusi (bewan e*"y"furu, Dunia Islam) yang punya level internasional. Kedudukan iry!L*-:l ini tidak saja dimaksudkan agar terciptanya ,,kesatuan visi" dikalangan dunia- isram. Akan tetapi yang terpenting iarah keterlibatan semua pihak dengun -"-p"iiniuangta., alrifri, rnasing-masing. Dengan kata lain, yang dibutuhian sesungguhnya adanya semacam ijtihad tcoteltii (iu_a,i) Vu"g -t1
\r{oGotAoRG Nlsasl KoNFERE}|S|
lsl l,
DEWAN PENYELARAS DUNIA ISI.AM
PAFADIGMA BARI',
rALEI{DER ISLAT II{TESiiASIONAI
73
ll.
2.
Lihat T.Djamaruddin, Sifat ijrihadiyah penentuan Rari Raya, dalam RepubJitutungguf j;mber Awal Ramadhan dan 23
pandangan semacam'ini
1997,p6
did;;i;; pJ""tr"y"r""" yang sering terjadi pada saat penentuan t_ Syuyl.: nJf-iii':ugu didukung oleh Wahyu Widiana bahwa penetapan Syawar i.dli u""v"r.--l?rjai p"iil, Pernyataan ini disampaikan pua. .uut f..f,if.aan pelatihan Hisab
I
Dosen Ilmu Falak se_Jawa Oi
^ 3' . 4"
5' 6'
_ 7' 8'
Rukyat
e*J"rig p"J.
tanggal 29 Juli l996.Lihat juga Nourouzzaman Shiddiqi.Fiqh p.nggugu, dan gagasannya, i;;";;il cet l,yogyakarta : pustaka fila.;ar, lggl,i.iOl Amin Abdutha.Merekontrukri i*lir;'i;;ikiran Isram, daram Jurnar Ulumuddin,No I Maret 1996,p.45
Lihat Muhammad Tacuiuddin'et-Hilut Expranatory Engrish Transration of The Meanins
of
Saadoe'ddin
The Holy eur,an 1tu.i.iu, ffiluf publication,t.t)p.28 r (Jakarta: ri"tu.*,is76l
li"u.[ ri*ilfi;i ;;i#'::1
Lihat Muhammad Fuad Abduil Baqi,Mujjam ar-Mufahharas ri arfadz aleur'an at-karim,cet I (Beirut , Dur;tn,ki;; ayp.tlt Lihar lbnu Hajar ar-asqarany.nutr,u ur'ainvlirrauainur., :al Maktabah ast,t) hadis dari mdil aari Narr J# auaruur, ur, u-"r,
L*
;:lii"t'
Perbedaan konsep
bulan qamariah. Har ini bisa kita
awal kasus hari Raya r4l8 semua aliran hisab pada hari Rabu tanssal
p".ri"it""Lram
H baru-baru ini. Berdasarkan data
y.;;;J" ;r.pir
sepakat bahwa ijtima. akhir Ramadha" i? iS
jrr"t,
28 Januari r998 pada pukur r3.02 wln.-p*rri;;r.r;;;;'riliilTt derajat 48 menit busur sampai 2 deraiat Aiatas horison. Lalu kenaoa dalam penetapan
I
Syawat
i+rs H
.;;"i.'K"r;;'#';d#;.T:t;
pelanggaran;i;;u, garis pinalti. Bagi aliran ijtima dan posisi hilat d,.ali, ini sudah sudah "frf;";;iri iiia seperri dianggap masuk karena troat memp!.timuffian visibiritas hiral. Maka hullnlu tanggal 29 Januari rS98-r"?"h aianglap ll:k ffi;^;;; ( I Syawal l4l 8H). sementara itu, bagi uiirun imkanurrukyat yang _
berpegang pada visibiritas hilar rnaka tE"o"i^o* posisi hilar seperti ini belum.memenuhi syarat.untuk dapat Oirr[Vur, maka keesokkan harinya tanggal 29 Januari l99g belum dianggap Uui*'Uuru. Of f.^r""" iil bulan Ramadhan meljafi 30 hari 1"1riimJJ J_ I Syawal r4l8H jatuh pada hari Jum,at bertepatan dengan 30
.i
9.
pemikiran hisab awal bulan ada kecenderungan kearah Hal ini terlihat dalam rekomendasi point 5 dan 6
l*ui.i
iSSANa.
Musyawarah Kerja Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Hisab Rukyat tahun anggaran 199'7/1998 12. Ahmad Muharnmad Syakir, Awail asy Suhur Al-arabiyah, Terjemahan KH Mahrous Ali, cet I (Surabaya:Pustaka Progresif,l993),p.25 baca juga Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab & rukyat telaah Syariah, Sains dan teknologi, cet I(Jakarta: Gema Insan Press, I 9960p. 1 8 13. Nourouzzaman Shiddiqi.Fiqh Indonesia Penggagas dan gagasannya, cet i,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997, p.201 14. Dikutip ari naskah laporan perjalanan dinas delegasi Indonesia dalam
rangka mengikuti Konferensi Penyatuan Awal bulan Qamariah di Istambul Turki 1978, yang disampaikan oleh Drs H Kafrawi,MA dan Drs.H.Abdur Rachim kepada Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI
15. imam al-Ilafrz Abi 15.
al-As.Tuhfah al-ahwaziy Syarh Jami at-Tirmizli, (ttp: Dar al-lttihad al-Arabiy at-Tabaah,tt) juz lll37 7 Penjelasanyang cukup komprehensif mengenai perbedaan mathla' bisa dibaca pada Hasbi ash Shiddieq. Perbedaan mathla' tidak mengharuskan kita berlainan hari pada memulai puasa, (Yogyakarta :Lajnah Ta'lif rva an-Nasyr Fakultas Syariah IAIN Sunan KaLjaga, 1971)
DAFTAR PUSTAKA
rv,
ini mcnimburkan perbedaan daram menentukan
sepak bola yang melakukan
ini
imkanurrukyat.
CATATAN KAKI
l'
Saat
il;
Mohammad llyas, Niw Inremational Islamic }:gi,, ngiorr Calender for The Asia pasific ""iUiiuY'""0 1a'02_i+zrn, USM,14l4H)p,v ".i r'-1ir.*"9,; 10. Ketua jurusan Astronomi DMIPA_ITB
Abdu al Baqi, Muhammad Fuad. Al-MuJamal al-Mufahharas
alfadz al-
Abdullah, M.Amin, merekontruksi Tradisi Pemikiran Islam, dalam jumal Ulumuddin,No 1 Maret 1996. Studi Agama Normativitas atau Historisitas? Cet.l, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Abdul Hamid, Abu Hamdan Abdul Jalil.Fathu ar-Rauf al Manan, Kudus: Menara Kudus, t.t
Abdul Hamid, Mansur bin.Sullamu an-Nayvirain, Jakarta
:madrasah
Khairiyah al Mansuriyyah,t.t Adzham,Shodiq Jalal.Naqd al-Fikr al-Din,Beirut :Dar at-Taliah,l97 2 Al-As,lmam al-Haftz Abi.Tuhfah al-Ahwazly Syarh Jarniat-f irizily, ttp:Dar al-lttihad al Arabbiy, lihat -Tabaah, tt Juz III Al-Flilali,Muhammad Taqiuddin. Explanatory English Translation of Mean ing of The Holy Qur'an, Turkey;Hilal Publications.tt Amil,Mahdi. Naqd at-Fikr al-Yaum,Beirut :Dar al-Farabi, I 989
Arkoun,M al-Fikr al-Islmal,Qiraat ilmiyah, Beirut :Markaz al-lnma
al
Arabi,l987 Al-Asqalany, Ibu Hajar.Fathu al Barly,Madinah: al-Maktabah al-Salafiyah,
ttjuz IV Astronomical club al-Farghani
(ICMI orsat Belanda).Mawaqit
Keeping copyright 1992-1993 version 1 .0
74
li
Qur'an al-Karim, cet.I,Beirut: Dar al-Fikr,1986
75
islamic
TEKNOLOGI UNTUK PELAKSANAAI\ RUKYAH S.
Farid Ruskanda Abstrak
Rukyah bulan untuk keperluan penentuan awal
Ramadhan dan Syawal merupakan suatu kegiatan pengamatan yang pada hakekatnya menggunakan mata. Untuk membantu indera ini, bantuan tehnologi sangat bermanfaat. Pada tulisan ini dibahas permasalahan telnis dalam
rukyat, serta alternatif teknologi
untuk mangatasinya. Dan akhirnya diuraikan pula teknologi yang akan digunakan dalam proyekTELESKOP RUKYAH yang dirancang oleh ICMI orsat Kawasan PUSPIPTEK dan sekitamya yang bekerja sama dengan Orsat Pasar Jumat dan sekitarnya.
Pendahuluan Dua pertemuan ilmiah telah digelar dalam tahun 1993 untuk
membahas upaya-upaya untuk berperan serta dalam menjembatani berbagai perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal. Diskusi panel Teknologi Rukyah telah diselenggarakan oleh ICMI Orsat Kawasan PUSPIPTEK dan
sekitarnya pada tanggal
4
September 1993, dan selanjutnya
disusul oleh "Seminar Nasional Penentuan Tanggal
I
Syawal
Hijriyah" yang diselenggarakan oleh Unit Pengamalan Islam (UPI) Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tanggal 11 Oktober 1993. pada dasarnya kedua pertemuan ilmiah yang menyajikan pembicara dari kalangan ilmuwan, peneliti, pejabat
pemerintah dan terutama para kyai dan pemuka ornas keislaman, telah mencapai mufakat bahwa pada dasarnya Syari'at Islam sangat mendukung penggunaan teknologi dalam pelaksanaan rukyah, sepanjang tidak memberatkan umat.
77
Secara populer dapat dikatakan bahwa teknologi adalah cara
sistematik untuk menyelesaikan masalah.
Jadi
untuk
menentukan teknologi yang tepat, perlu diketahui masalahnya terlebih dahulu. Untuk kasus yang sedang dibahas, maka yang perlu dikenali terlebih dahulu adalah permasalahan teknis yang dihadapi dalam pelaksanaan rulcyah. Permasalahan-permasalahan teknis yang telah dikenali kemudian disusun menurut prioritasnya, untuk mengantisipasi kemungkinan tak semua permasalahan
teknis dapat diselesaikan sekaligus oleh suatu teknologi' Pertimbangan Syari'ah Islam sangat penting dalam hal ini, sehingga upaya yang dilakukan dengan menggunakan teknologi
yang dimaksud tidak bertentangan dengan ketentuan Syari'ah Islam.
Permasalahan teknis dalam pelaksanaan rukyah
hulu dan acuan dalam perumusan permasalahan teknis ini, suatu Hadits yang telah dijadikan dalil oleh hampir Sebagai
semua ulama adalah Hadits Shahih "Berpuasalah kalian setelah
me"rulqrah" bulan dan ber-Idul Fitrilah setelah me"rulq/ah"' Jika langit tertutup awan' maka "kadar"kanlah kepadanya."(H. S.R.Bul*rari) Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang istilah "rulq/ah'; dan'okadar", namun suatu kesimpulan penting dapat dirumuskan yaitu : penentuan awal Ramadhan dan Syawal dilakukan berdasarkan hasil rukyah kecuali jika langit mendung. Jadi rulryah hanya dilakukan jika langit cerah dan tak ada yaig menghalangi pandangan, yang menurut istilah teknisnya disebut good visibility. Jadi walaupunseandainya telah ditemukan teknologi untuk merukyah bulan dalam keadaan mendung, namun sepanjang Syari'ah Islam belum dapat menerimanya. Maka upaya penggunaan teknologi rukyah ini sebaiknya ditangguhkan. Sikap ini didasarkan pada kenyataan bahwa "Teknologi Rukyah Mendung" ini akan jauh lebih mahal dari "Teknologi Rukyah Cerah" disamping belum tentu bahwa teknologi yang mahal ini dapat diterima oleh semua kalangan umat Islam. Padahal misi utama penggunaan
78
Teknologi untuk keperluan Rukyah adalah untuk dapat menyatutan umat Islam, setidak-tidaknya dalam pelaksanaan Ibadah Puasa. Sebelum dapat merumuskan permasalahan tek4is, maka kita perlu mengetahui bagaimana rukyah dilaksanakan' Rukyah udututt pengamatan mata terhadap bulan yang baru saja terbit yaitu rendah iiatas ufuk, sebagai pertanda awal bulan Qomariah
Ramadhan dan Syawal. Pengamatan dilakukan pada saat matahari terbenam. Bulan baru itu berbentuk sabit,karena itu
disebut "bulan sabit" (hilal). Bulan sabit ini walaupun merupakan benda langit terbesar yang dapat diamati malam hari, seben amya tak ieberapa besar dan hanya membentuk
sudut setengatr-derajat 3aja. Karena baru saja terbit, maka hilal ini sangat lemah cahayanya dan hanya muncul sejenak saja sebeluri terbenam lagi dan terbit keesokkan harinya' Bulan sendiri berjarak sekita; 400.000 km dari bumi' Pada saat rukyah
yaitu ketila matahari terbenam, walaupun matahari
sudah
Lerada dibawah ufuk, cahaya rembang petang masih terang dan memberikan rona warna kuning jingga sampai merah' Rona warna rembang petang ini sangat kuat dan disebabkan karena
cahayadarimatahariyangwalausudahberadadibawahufuk, ,ru-.rn dibeloltcan dengan-peristiwa hamburan (scattering) oleh butiran-butiran yang ada di atmosfir. Dari pembahasan pelaks anaan rukyah yang telah dikemukakan' dapai dirumuskan beberapa permasalahan teknis sebagai berikut: 1. Bulan yangjauh, sudut pandang yang kecil (0,5)' 2. Cahayayang lemah 3. Gangguan latar belakang dari cahaya rembang petang Sedangkan permasalahan keempat, yaitu kendlll c11c.a dikeluark-an daii daftar permasalahan menurut dalil Syari'ah Islam. Karena dalam keadaan hujan, bahkan mendung (fa in
ghumma'alaikum) maka kita tidak diperitahkan melakukan *tyutt. Peng "kadar"an dilaksanakan sebagai gantinya'
79
dipantulkan oleh lapisan cer,min, maka tentu saja ada sebagian
terserap, sehingga mengurangi kekuatannya. Cahaya akan tampak lebih redup. Ini salah satu kerugian penggunaan
Teknologi untuk Rukyah dalam keadaan cerah Berdasarkan ketiga permasalahan yang telah dirumuskan
dalam bagian yang lalu, maka teknologi yang
dapat
mengatasinya dibahas secara terperinci dalam bab ini.
Melihat benda jauh dan tampak kecil
Untuk melihat benda yang jauh dan tampak kecil (karena sudut pandangnya kecil, dalam hal rulqyah bulan :0,5o), maka diperlukan teknologi yang dapat mendekatkan pandangan atau memperbesar sudut pandangan. Sebenarnya kedua fungsi itu identilq benda tampak jauh karena sudut pandangnya kecil. Benda jauh akan terlihat dekat, kalau kita mendekatinya. Mengapa ? karena dengan mendekatinya maka sudut pandangnya jadi lebih besar. Jika tanpa teknologi, maka sasaran untuk memperbesar sudut pandang itu hanya dapat dicapai dengan mendekatinya. Semua ini tak perlu dilakukan jika kita menggunakan teknologi. Jadi supaya bulan tampak besar, tak perlu kita terbang mendekatinya, cukup dengan menggunakan teknologi teleskop (teropong). Teknologi yang secara harfiah berarti cara untuk melihat'(scope) benda jauh (tele). Sebagaimana halnya tele-phone untuk mendengarkan suara (phone) ditempat jauh, telekomunikasi untuk berkomunikasi dengan orang yangjauh.
Teleskop atau sering disebut teropong umurnnya menggunakan komponen optik seperti lensa, cermin dan prisma untuk menjalankan fungsinya alat ini dibedakan antaranya dari pembesaran sudutnya. Perbesaran sudut ini menyatakan berapa kali diperbesarnya sudut pandang yang masuk ke alat ini. Jadi
pembesaran 10 kali digunakan untuk melihat bulan, maka sudut pandang yang masuk adalah
fika teleskop dengan
setengah derajat. Sedangkan sudut pandang yang keluar adalah sepuluh kalinya, sebesar 10 x 0,5o : 5 derajat. Dengan teropong ini maka bulan akan tampak sepuluh kali lebih besar. Dalam mencapai fungsinya, teleskop menggunakan lensa-lensa, cermin maupun prisma. Jika cahaya melewati bahan gelas atau
teknologi teleskop. Kerugian lain adalah karena sudut pandangnya lebih kecil dari mata biasa, maka bila arah benda yang terlihat masih harus
dicari, mata manusia akan lebih mudah mendapatkannya. Namun setelah arah pandangan terhadap benda yang dijadikan sasaran sudah diperolah, maka dengan menggunakan teleskop pandangan akan tampak lebih jelas, karena tampak lebih dekat. Melihat benda dengan cahaya lemah Cahaya dari
hilal masih paling luat dibandingkan
konvensional dengan menggunakan mata secara langsung. Untuk menyelesaikan masalah lemahnya cahaya ini maka
digunakan teknologi Pelipat-gandaan Cahaya (Light hrtensification). Dengan menggrurakan suatu komponen yang dinamakan image intensifier maka kekuatan (intensitas) cahaya dilipatgandakan sampai 50.000 kali. Dengan teknologi yang telah dikuasai Indonesia sejak tahun 1980 ini, maka intensitas citra hilal yang teiah didekatkan oleh teleskop kemudian dilipatgandakan kecerahannya sehingga puluhan ribu kali lebih terang. Keuntungan dari teknologi Pelipatgandaan Cahaya ini adalah selain dapat melipatgandakan cahaya tampak atau cahaya yang terlihat oleh mata (visible light), teknologi ini juga dapat melipat-gandakan cahaya yang tak tampak, seperti cahaya inframerah. Jadi kita juga dapat menyebutkan Teleskop yang dilengkapi dengan image Intensifier sebagai Teknologi Inframerah Plus. Mengapa Plus, karena selain memperkuat Inframerah, juga dapat memperkuat cahaya tampak, bahkan juga Gelombang Ultraviolet seperti pada Teknologi Intensified Charge Couple Device.
81
80
dengan
cahaya dari bintang-bintang bahkan dibandingkan dengan planet-planet tata surya kita. Namun demikian, terutama untuk pandangan mata secara langsung, cahaya ini masih sangat lemah, sehingga menyulitkan pelaksanaan rulcyah secara
Pengamatan dalam latar belakang cahaya rembang petang
(Twiligh) Cahaya rembang petang lazimnya mulai tampak dalam warna cahaya kuning keemasan, selanjutnya berubah menjadi jingga kemudian merah. Kemudian tepat pada saat awal waktu "Sftliut Isya cahaya ini menghilang. Rembang petang ini memang iak selalu tampak terang pada setiap petang' Wlna cahaya-rembang petang ini tergantung pada besarnya butiran partiilel di uJ* yang menghamburkan cahaya matahari i".benam. Makin besar butiran di atmosfir, wamanya akan mendekati merah. Makin kecil butirannya warnanya makin mendekati kuning. Sedang kekuatan cahayanya tergantung Uutyutttyu partikel di udara. Bila partikel merupakan partlryl p"rr."-u, lingkungan, maka makin tercemar udaranya makin kuat cahaya rembang PetangnYa. Masalah cahaya rembang petang
ini sangat mengganggu' yang tipis itu tampak hilal karena akan makin membuat hal itu tenggelam dalam cahaya latar belakang, untuk mengatasi
aigu"akan filtir (tapis) yang disebut filter subtraksi (subtraction filter) warna sehingga semua cahaya yang sewarna a"ngu" cahaya rembang petang di"blokir", ditahan sehingga tak Walaupun cahaya yang sewarna -u*k kedalam pengamatan. sendiri, namun tak usah kuatir itu hilal ini termasuk berasal dari juga mengandung warna-warna masih karena cahaya dari hilal lain dan tahaya inframerah. Dengan kombinasi Image Intensifier, maka masalah kekuatan cahaya yang makin kecil setelah melalui "blokade" oleh filter subtrasi ini dapat teratasi.
,nu[i
Intensifier 18 mm, maka hilal akn terlihat masing-masmg ,"U"r". seperempat dan sepersepuluh pandangan' Jadi jika hasil pada layar televisi, maka hilal akan pengamatan ditayangkan --utittg-*using
seperempat dan sepersepuluh kemudian dapat direkam Hasil-pengamatan besar layar lV. kamera, atau melalui dengan folonya rn"t"t,ri video-tape, dibuat semua glmbar langsung video-printer yang dapat menvetak yang terekam dalam video tape atau ditayangkan di televisi'
iu-iut
mengisi
Kesimpulan Teknologi Rukyah yang akan digunakan terutama mengatasi jauhnya Oun'ta-put kicilnya hilal serta cahayanya yang lemah' f"motogi yang dipilih adalah Teleskop *aS9 Inlensifier g"rrerusi"keduu tS tn* atau25 mm, dengan objektif 500 mm f/4 petang Itur,r ZOO mmfl2}.Kemudian gangguan cahaya rembang filter sebagai latar belakang akan diatasi dengan penggunaan jingga merah' atau kuning, subtraksi untuk wama Teknologi ini tidak dirancang untuk pengamatan dIuT keadaan mindung, karena menurut Syari'at Islam, perintah rukyah tak berlaku dalam keadaan cuaca buruk, dan peng"kadaran" diperintahkan sebagai gantinya
Perancangan Teleskop Penguatan Citra untuk Rukyah
'Walaupun eksperimen masih terus dilakukan' namun diperkirakan bahwa teknologi yang akan dipakai adalah
Teleskop Image Imtensifier yang dikombinasikan dengan Filter Subtratsi Warna (kuning, jingga atau merah)' Untuk objektif teleskop digunakan lensa dengan panjang fokus 500 1-ata1,lOO *- a"rgaribukaan rana sebesar masing-masing f/8.0 dan fll.7.
Dengan kedua objektif dan menggunakan tabung image
82
83
Untuk mengetahui apa jenisnya, dimana lokasinya, berapa
TEKNOLOGI RUKYAH AWAL BULAN RAMADHAI\ DAN SYAWAL SECARA OBYEKTIF Zalbawi Soejoeti Pendahuluan Pada beberapa tahun terakhir, l*rususnya di Indonesia ada tanggal 01 baik bulan Ramadhan maupun Syawal lebih dari I (saiu). Walaupun sebetulnya hal tersebut terjadi sudah berabadabad lamanya, tetapi rasa-rasanya sangat mengetuk hati dan pikiran. Apakah pada zaman sekarang ini dimana IPTEK sudah iedemikian majunya, ummat Islam masih kesulitan menentukan tanggal 01 bulan Qomariah. Yang lebih memilukan lagi adalah perbedaan tanggal 0l bulan Syawal. Karena tanggal 01 ini ditandai dengan ungkapan rasa syukur dengan menggemakan takbir, tahlil dan tahmid yang dilakukan "sekarang" dan "besok", sehingga setiap orang tahu ada perbedaan itu. Untung Nabi kita menegaskan bahwa perbedaan pendapat itu membawa rahmat, sehingga menghibur
kita dan dapat dipetik hikmahnYa.
'.rr.rf i d Ylil
Perkembangan IPTEK seperti sekarang ini akan mempernudah manusia untuk melihat (merukyah) dan/atau menghitung (menghisab) suatu obyek. Melihat dan/atau *etrghitong baik posisinya maupun kandungan yang ada didalamnya Sebagai misal, dalam memahami dan mencoba mengamalkan firman Allah dalam surat Al-A'raf, ayat 10:
a.9 t
Xtt
& tt t6i ,$tts^4u,,rt'r g,t'&-,
Artinya ;'sungguh Kami (Allah) telah menempatkan kamu (manusia) dimuka bumi dan telah Kami sediakan bagi kamu dimuka bumi ini berbagai sumber penghidupan, (tetapi sayang) sedikit kamu berqrukur".
84
j um lahnya"ma' ayisy" (sumber penghidupan) tersebut, sekarang
telah dikembangkan teknologi remote sensing. Dengan teknologi remote sensing
ini
orang akan dengan mudah
mengetahui, walaupun didaerah yang sangat remote, yang akan
sangat sulit dijamah manusia, jenis sumber alam, dimana lokasinya dan berapa jumlahnya. Dengan demikian akan mempermudah pula bagi manusia untuk kegiatan selanjutnya, yaitu mengambil, mengolahnya dan memanfaatkannya untuk kesej ahteraan ummat manusia "Rahmatan lil' alamin" IPTEK merupakan salah satu alat yang efektif untuk penyempurnaan ibadah kita kepada Allah. Rsulullah sendiri bersabda
rl."r,
:
.;;z;!t ,t,i.-.-!S?.5tlL
liji f ,
Artinya : "Barang siapa menghendaki kebahagiaan didunia maka raihlah dengan ilmu pengetahuan (IPTEK) dan barang siapa menghendaki kebahagiaan akherat maka raihlah dengan ilmu pengetahuan (IPTEK), dan barang siapa menghendaki kebahagiaan kedua-duanya (dunia dan akherat) maka raihlah dengan ilmu pengetahuan (IPTEK). Alam semesta merupakan "aytt)' Allah Diantara tanda-tanda Kekuasaan Allah (ayat-ayat Allah) adalah alam semesta ini. Banyak sekali firman Allah dalam AlQur'an yang menunjuk alam semesta ciptaanNya ini sebagai ayat-ayatNya (tanda bukti Kekuasaan dan kemurahanNya). Tetapi kalau kita perhatikan penunjukkan ayat-ayatNya ini, selalu diakhiri dengan kata-kata "Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu Kami tujukan kepada orang-orang yang "berilmu pengetahuan", "yang mau berfikiT", "11?ng mau mengerti","yang berakal" dan seterusnya". Sebagai contoh firman Allah dalam surat
Ali Imran ayat
190
:
85
*f-,
;ir, *!r " fl ."ili;],f:S, :ii,
dan matahari merupakan sumber dari radiasi tersebut. Radiasi ini dipancarkan kesegala arah, termauk kebumi dan kebulan.
Artinya : "Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat bukti Kekuasaan Allah (ayat-ayat Allah) bagi orang yang berilmu pengetahuan (ulul albab).
Dengan memperhatikan firman Allah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa ummat Islam harus menjadi ummat yang
pandai, ummat yang berilmu pengetahuan, ummat yang menguasai IPTEK. Dengan menguasai IPTEK, InsyaAllah akan
mempermudah kita dalam mema'rifati Kemahakuasaan Allah dan dalam melaksanakan tugas kekhalifahan kita. Khusus dalam masalah matahari dan bulan, yang sekarang menjadi topik pembicaraan kita, Allah berfirman dalam surat Yunus, ayat5:
J r- o rXL lr r t,;)lt. p,rjlr ;^; 6 iir p J:t .iJ L Il {tJ I i irl .;,li gr,-.' L.r.Jlr a,a:J,lt r rr ( o : ,,=rrt-.s,r.frygfle rr^i tr"L:l
r
Artinya ;"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanNya manzilah-manzilah (orbit) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan pehitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melaikan dengan hak. Dia menjelaskan tandatanda (kekuasaan dan KebesaranNya) kepada orang-orang yang mau mengerti".
'
Ayat Allah yang dinunjukkan dalam surat Yunus ayat 5 ini, yang ditujukan kepada orang-orang yang mau mengerti ini, menyebutkan bahwa matahari memancarkan "dliyaa" dan bulan memancarkan dan memamtulkan"nur".Dliyaa adalah radiasi gelombang elektro magnetit yang dipancarkan oleh matahari
86
Oleh bulan,radiasi gelombang elektro magnit ini sebagian dipantulkan dan sebagian diserap kemudian dipancarkan berwujud panas.sebagianradiasi pantulan dan atau pancaran ini sebagian sampai di bumi kita, sehingga bulan tampak oleh mata
kita, karena sebagian radiasi pantulan tersebut terletak pada gelombang tampak yaitu pada gelombang antara 0,4p - A,1p dan radiasi ini disebut dengan cahayatampak (visible light). Diluar panjang gelombang tersebut juga sampai di bumi, tetapi tidak dapat dilihat oleh mata, karena mata kita tidak peka terhadap radiasi diluar 0,4p - 0,7p. Oleh karena itu apabila bulan tertutup awan, maka kita tidak dapat melihat bulan tersebut, walaupun ada radiasi pada gelombang milro (milao wave). Apabila kita dapat membuat sensor yang peka terhadap gelombang mikro, maka bulan tersebut dapat "dilihat" oleh sensor kita itu. Sensor ini banyak ragarnnya, tergantung dari jenis/bahan sensor yang kita buat tersebut. Kita dapat membuat sensor yang
peka terhadap radiasi tampak (visible light), infra merah pantulan (reflected infrared), inframerah termal (thermal infrared) atau gelombang mikto (mikto wave). Hal ini semua dapat terjadi karena sunnatullah. Sunatullah yang juga merupakan ayat Allah ini diciptakn tidak sia-sia, pasti ada gunanya. Dalam surat Ali Imran, ayat l9l Allah berfirman :
)U"
tr I i.c"ili L $,
Artinya : "Ya Tuhan kami apa yang Engkau ciptakan itu tidak sis-sia (pasti ada gunanya)". Sedangkan di surat Yunus ayat 5 disebutkan
,!-tl
!1
crr
r
s .irr ;U
87
t
:
Artinya
:"
Allah tidak menciptakan hal yang demikian itu
melainkan dengan hak".
Cara penentuan tanggal0l bulan Ramadhan dan bulan Syawal
Cara penentuan tanggal 01 bulan Ramadhan dan bulan Syawal yang ditempuh oleh ummat Islam, antara lain sebagian umrnat Islam dengan cara menghitung (hisab) dan sebagian lain
dengan cara melihat bulan (rukyah). "mazhab" hisab menggunakan dalil surat Yunus ayat 5. dan memang posisi
bumi, bulan dan matahari setiap saat dapat dihitung dengan mudah. Artinya ' "Apabila kamu melihat tanggal (hilal) maka berpasalah dan apabila kamu melihat tanggal (hilal) maka berbukalah. Jika penglihatanmu tertutup oleh awan, maka kadarkankah bulan itu Sedangkan "mazhab"rulq/at mendasarkan dalilnya pada sabda Nabi, antara lain : .J
lrrriur{b
ioYlr"bi rs;irli.li . lt e-t o2,.tv'rrtil, li.Jl rll.p &
6;
Artinya : "Apabila kamu melihat tanggal (hilal)
berpasalah dan apabila kamu melihat tanggal (hilal) berbukalah. Jika penglihatanmu tertutup oleh awan, kadarkankah bulan itu.
:L rlJu &
,s?
/-"
maka maka maka
oy 4;) t ,r;L &r; t tr td, t+Jl t lt)' dr# yt grF
Artinya : "berpuasalah kamu karena melihat tanggal (hilal) dan berbukalah kamu karena melihat tanggal (hi1al).Apabi1a terhalang penglihatanmu oleh awan' maka sempurnakankan bilangan bulan Sya'ban 30 hari.
88
Merulcyah dengan mata telanjang ternyata tidak lebih mudah dari menghisab. Bukan saja karena terlutup awan, dimana awan ini merupakan masalah utama (big Problem) bagi negara tropis seperti Indonesia ini, tetapi juga faktor lain seperti polusi misalnya, sehingga menyesatkan mata. Pernah terjadi orang dengan mata telanjang menyatakan
melihat bulan dan berani disumpah, tetapi menurut hisab dikatakan tidak mungkin terlihat karena bulan belum wujud (bulan dibawah ufuk saat matahari terbenam). Yang terlihat seperti bulan itu bukan bulan. Hal-hal seperti ini yang akan dicoba untuk didekati dengan IPTEK. Mata telanjang kita yang sering dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektifitas dicoba untuk dibantu dengan alat (sensor) yang dapat "melihat" lebih objektif. Bahkan benda yang "dilihat" dapat direkam dan juga disambung ke TV sehingga dapat disaksikan oleh jutaan orang melalui layar TV. Atas dasar ini diajukan suatu usulan Proyek dengan tema "I-Jsulan Proyek Teknologi Rukyah Awal Bulan Ramadhan dan
Syawal secara Obyellif'. Diharapkan apabila semua yang diusulkan ini dapat direalisir akan dapat membantu menyatukan ummat Islam dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal yang sangat didambakan oleh kita semua itu. Tetapi apabila belum, setidak-tidaknya akan jmenambah ilmu kita dalam memahami ajaran Islam. Dan kita tetap bersl'ukur karena "perbedaan pendapat akanmembawa rahmat", begitu sabda Nabi. Jika perbedaan itu masih tetap ada Insya Allah kita akan mendapatkan rahmat, bukan perpecahan yang dilarang oleh Agama.
Usulan proyek disampaikan Kepada Wakil Presiden Dalam pengajian dan pengkajian yang diadakan oleh ICMI ORSAT Pasar Jum'at,pada hari Kamis, 10 Juni 1993 di Fakultas Teknik UMJ dibahas masalah cara penentuan awal bulan qamariah yang selama ini dilakukan oleh umat Islam. Sebagai pemrasaran adalah Koordinator ICMI ORSAT DR,Ir.S.Farid Ruskanda,M,Sc,APU.Bagian paling penting dari hasil bahasan, Kawasan
Serpong,
Puspitek
89
yaitu kemungkinan dapat dibuabrya suatu sensor yang dapat membantu untuk merukyah hilal, disampaikan didalam khutbah Jum'at di Kantor Wakil Presiden, Jl Merdeka Selatan oleh Koordinator ICMI Pasar Jum'at,pada tanggaT l l Juni 1993. Dalam shalat Jum'at tersebut hadir antara lain Wakil Presiden, Menteri Kehutanan, Menteri Kependudukan, diantara para pejabat dan umat Islam karyawan Kantor Wakil Presiden. Setelah shalat Jum'at selesai, wakil Presiden menyatakan tertarik dengan ide pembuatan sensor tersebut dan memerintahkan kepada imam dan khotib dalam acara Jum'atan tersebut yang kebetulan sebagai Koordinator ICMI ORSAT Pasar Jum'at, untuk menyampaikan proposal kepada Wakil Presiden. Proposal yang telah disampaikan kepada Wakil Presiden tersebut,pada kesempatan ini disampaikan untuk dibahas secara lebih luas.
dengan perekaman video kamera
disini,
J.
radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh bulan (disini bulanmerupakan sumber radiasi)' Sistem aktif, yaitu dengan menyoroti bulan denganLASER' Dengan teknologi ini radiasi yang diterima sensor adalah gabungan radiasi yang dipancarkan bulan yang berasal dari
matahari dan yang berasal dari LASER CO2 yang kita tembakkan dari bumi ke bulan, dimana kedua-duanya merupakan radiasi infra merah. Sistem 1,2 dan3 ini tidak dapat menembus awan 4. Sistem "kebal cuaca" yaitu dengan menggunakan sensor yang peka terhadap radiasi gelombang nikro, dimana radiasi ini mampu menembus awan, mialnya sensor RADAR' Dasar pemikiran
antara
1)
1" Bagaimana mengatasi
keterbatasan kemampuan mata manusia, serta mengatasi masalah-masalah alam, sehingga mempermudah menyaksikan (merukyah)hilal Bagaimana merekam hasil penyaksian hilal tersebut.
memancarluaskan penyaksian hilal, sehingga dapat disaksikan secara langsung oleh jutaan ummat Islam di Indonesia, bahkan diASEAN.
Beberapa alternatif penyelesaian masalah, dengan memilih teknologi yang efisien dan dengan mengantisipasi tanggapantanggapan berbagai pihak berdasarkan tinjauan syari'ah Islam, adalah dengan menggunakan antara lain seperti 1. Sistem teleskop (teropong) cahaya tampak (visible light), yang terletak pada panjang gelombang sekitar : 0,4trt - 0,71t 2. Sistem teleskop infra merah termal (radiasi panas), yang terletak pada panjang gelombang sekitar : 3p - 5p atau 8pr :
-41t.
Kedua sistem ini dilengkapi penyempurnaan citra hilal dengan menggunakan komputer, dan dikombinasikan
Sensor yang paling ideal adalah RADAR, karena dengan sensor ini walaupun hilal tertutup awan, hilal tersebut dapat dilihat. Hanya saja sensor ini harganya sangat tinggi dan pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu yang lama.
Namun demikian apabila umat Islam yang "berfaham" rulryah menganggap sah melihat hilal dengan bantuan sensor, maka teknologi ini walaupun harganya tinggi, tetapi murah dibandingkan dengan kesatuan umat yang nilainya "tidak dapat dinilai"
2. 3. Bagaimana menayangkan dan
90
keperluan
ini merupakan sistem dari sensor adalah yang diterima radiasi pasif, artinya
Perumusan masalah dan cara mengatasinya Beberapa masalah yang perlu dikemukakan lain adalah :
TV untuk
penayangan langsung. Kedua sistim
2)
Sistem teropong cahaya tampak mempunyai kepekaan yang sama seperti mata kita. Sedangkan teleskop Infra merah termal, peka terhadap radiasi termal, misalnya sensor InSb peka terhadap radiasi pada panjang gelombang : 3 -5 dan sersor HgCdTe peka terhadap radiasi pada panjang
gelombang : 8 -14. Pada radiasi termal ini masih ada kemungkinan untuk dapat menembus awan yang sangat tipis. Kedua sensor ini dapat dibuat cukup kompak dan ringan, sehingga mudah dibawa ketempat yang cerah untuk merukyah hilal. Disamping itu sensor ini tiak terlalu mahal, harganya hanya sekitar Rp. 1 25.000'000,-
9l
infra merah Untuk langkah pertama, sistem teleskop kamera selanjutnya diusulkan unluk dibuat. Untuk itu penyempurnaan langsung bahkan atau CO2 LASER Ja|; dipertimbangkan RADAR.
BAGAN SISTEM TEROPONG RUKYAII OBYEKTIF
DENGAN INFRAMRAI{
PenutuP tergantung Keberhasilan dari penerapan teknologi ini sangat dan para pudu turrggupan dan penerimaan umat Islam umumnya i,lu-u klir*.rryu. iur",tu itu Penyelenggataan seminar dan
pi.t rri panel iidak kurang pentingnya dibandingkan dengan dua ini dilakukan kegiatan pengembangan teknoiogi, Pertemuan kaii, yait" se6elum dan sesudah sistem dituntaskan'
Keterangan
l. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
:
Hilal (bulan sabit) Cermin parabola, untuk menampung cahaya dari bulan Cermin datar, untuk membelokkan cahaya bulan Lensa Fresnel inframerah, untuk memproyeksikan ke kamera Kamera inframerah, untuk merekam citra bulan Personal komputer, untuk memproses citra bulan Videotape, untuk merekam citra hilal Kamera pemancar
TV
Antena untuk pemancaran TV
93
92
DAI\ AKIIIR RUKYAH UNTUK PENENTUAN {WAL Arr DAI\ sYARI', ru,rvraonn N vmNunut
iN?fit"rl.
Rukyah Menurut Pandangan Syari'ah
K.II. Ma'ruf Amin Pendahuluan
Dewasainikitasudahberadapadaeraiptek'Danpada
meningkatkan kesejahteraan t"rryutuurrnya, iptek telah berhasil saja, hal ini AatamUerUagai.aspeknya. Tentu
iliJrp#fisia
menuntut kita agar
yang berwawasan iptek' -.ttifiti poli pikir penguasaan terhadap iptek
Dilihat dari sisi syari;ah, fardhu *utuh, artinya di antara -;;;k
umat Islam dalam
" memadai, harus mampu menguasai-iptek'.Oleh jumlah yang
iptek ikut mengambil peran bukan hulYu ju[a dalam masalah ibadah' dalam masalah -"'"-i"ft, tetapi dan alhir Ramadhan' kftususnya dalam menentukan awal berbagai masalah Tingkat akurasi i;;k e"l""t memprediksi sebab itu' wajar Oleh selama ini lebih *J"a"ttuti kenyataan' iptek" banyak jika iptek menilai t"ty"ft'; aigandang dari sudut t"t"mut'ut' sehingga perlu mendapat dukungan
't"t""" i*, iajar kalau
;;;;;"d."g iptek.
keikutsertaaniptek
dasarnya mendukung -u*"f Semua pihak pada a"" alhir Ramadhan' Namun harus dalam menentukan ini masih terdapat kesalahpahaman
diakui bahwa ,"-"Jutu ulfr pTu" rulcyah dalam hal bahwa iptek akan ;il"t"btl utfii' nu-uanutt' Puduh"l' svari'ah telah ;;;;;;" u*ur a*u**l dan ahkir Ramadhan ditentukan oleh menetapkan Uufr*u perlu adanya informasi ru'yatul hilal atat istikmal' sehingga iptek' jelas atas peran yang akan dimainkan syari'ah :lqyu Dalam puau iti ferlu dipahami tahwa
'
rnu'amalah' Sahnya suatu ibadah ibadah berbeda d";;J;h"ya p?tt""gft*" l
cukup atas dasar
kenyataan yang
berdas-arkan -sesungguhnya -"'.r:-"f"ft 'i*ft;-;;rf'harus sematat' Artrnya, tidak hanya sisi lahiriahnya
Perbedaan penilaian tetapi juga keadaa-n' yut'g t"t"ngg"h"Vu' tersebut dapat dimengerti' syari'ah terhadap t"Ot'u" masalah antara manusia dengan kareana ibadah tn""Vu"gtut hubungan
94
berkaitan Rabbnya ftablum minallah), sedangkan mu'amalah minannas)' dengan hutungan antar manusia (hablum
Syari'ah telah menetapkan rukyah atau istikmal dan mengakhiri $"ty"*pu-aan hitungan) untuk mengawali Rasulullah SAW' baik
ilasa Ramadhan ,"ruuid""gan petunjuk demikian' kewajiban ,".utu qauliyah mauprm n'liyah' Dengan hilal (ru'yatul il; dihentii
Riututtat SAW ketika menerima kesaksian Ibnu mengallriri puasa' Umar dan'Arabi.)Ulgk mengawali -dan r;;;;il"utu tiaut -bnuntui cara lain selain rukvah dan
;i;;k""
tfkmal, meskipun tingkat akurasinya masih dipermasalahkan' dianut syari'ah Tuntutan tersebut ,..,iul dengan piinslp yang masalah dengan dalam menilai sah atau tidaknya zian,berbeda dengan jika sesuai sudah ,n r;u*ur*t yang baru dianggap sah ti
kenyataan..
kenyataan' errduikutu sahnya ibadah harus didasarkanL atas tentang contoh Sebagai kesulitan' maka akan timbul berbagai
;h"y"
shalat. Shalat diunggup sah
jika suci
badannya'
kesucian pakaiannyaL dan tempatnya dari najis' Apabila tingkat d"an sesungguhnyl yang tersebut harus sesuai dengan kenyataan
akan shalat atas dasar zhin,makasetiap orang yang dan diperiksa terlebih dahulu badannya' pakaiannya dengan alat mutakhir yang dapat
,iO"t."t.p harus
tempat shalatnya
hal tersebut mernbuktikan secara pasti dan nyata bahwa ketiga bersih dari najis. sudah Allah SWT Prinsip syari'ah iersebut merupakan kemurahan
ug-- u*ut irlya tidak mengalami kesulitan' Namun'
dalam
sesuai dengan nTasalah mu'amalah, syari'a=h menuntut harus mu'amalah baru dianggap sah jika sudah
kenyataarr. Artinya, masalah pemilikan' sesuai dengan kenyataan' Sebagai contoh
95
perolehannya sah menurut barulah dianggap sah kalau proses syari'ah. proses yang tidak sah' Kepemilikan yang diperoleh melalui dari pengadilan atau walaupun sudah memperoleh nengelaJran syari'ah tidak menurut instansi lain yang b";;;";g' ttdptutt : ..it. ["r ini sesua-i dengan hadits Nabi SAWmungkin saja ketika' "Saya adalai seorang manusia' p"rr"n'gt'"iaan" kalian' sqya telah -mengambil menyelesaikan ';;;;;^"; yang savd ambil didasarkan iang'ketrru' Keputusan el ah d ibZr *an oleh kedua b atas ket erangor-n"';': o;[trn ii" r' -pi"n",lebih pandai Exo ioai o7o'g'yolg fidak berhak yoy, orang, dalam memberikan' i"iirZisrn dari keliru Oleh.berhak' -berhak sehingga saya rnengambil keputusql ):ang 'karena tidqk
i",
'i"ii ii"s 'untuk lid;k sudah saya walaupun buian"haknya'
saya harap itu, "rr*ioiiitryo [o'"'o"
ia mengambilnva berarti ;;;tkt";' i;rena kalau tetap api neraka'" (Al Um' 6:202)' RukYah Dalam Sorotan lPtek
selalu Iptek sesuai dengan waiak dan. pengalamannya dari sisi akurasi dan menilai aur, ,n"tgutti* segala t"ryuP. 0",'gl"Lit7*y oleh karena itu' wajar kalau kedekatannyu
yang memiliki iptek memandang;t""in sebagai. sesuatu maka iptek tersebut' kelemahan' etu" Ltut pJnilaian
banyak peran dalam hal penentuan awal berkeinginan untuk -*t"*Uif yaflg telah dilakukannya dan alhir Ramadhan ibagaimana ini dalam berbagai aspek keqlatan'
menuntut agar vang lebih efisien ;ilvJ;;g!""ukutt estimasihisab merasa tidak kemudian dan hasilnv" l"bih pemandu' dan pembantu cukup kalau hanya"i"tf""gti sebagai zaman dari terus menerus karena ilmu hisab V""g U"it"mbang. tingginya ke arah semakin ke zaman memiliki t"?""a"t""gan Terutama setelah proaumya' tingkat akurasi d;;;;;ata'i alat-alat Pada tahap pertania'
p"ilr;;
-"lului ilmu hisab'
ilil"li;;"
yang lebih modern' ului "Lt"tt"ti dan cara perhitungan yang perhitungan yang lebih mutakhir' itu' pada tahap berikutnva hisab semakin cermat' o;; il;;;;
ditemukanny
u
rukyah tersebut harus ditolak. iu*urut berikutnya datang
objektif. Tawaran
ini
dari teknologi rulcyah secara tampaknya lebih bersahabat karena
*ulu.rpr'rn dasar penilaiannya sama' namun posisi yang diambil adalah sebagai mrtra dari ru'yah bil fi'li tanpa alat' A{inya' keduanya berjalan seiring, kecuali jika sudah ada kesepakatan '/i dengan dari paia ulama untuk menjadikan hasll ru'yah bil fi ilat'(nazharah) sebagai dasar penentuan awal dan akhir Ramadhan.
Tanggapan Ulama
saya
rcIqh memberinya sep'o'tong
t.iu-u
menuntut untuk menjadi penentu buknn sekadar menjadi pembantu dan pemandu. Artinya' hasil rulcyah harus diuji Lb"rrurunnya oieh hisab. Apabila hasil rukyah sesuai dengln hasil hisab, maka hasil rukyah dapat diterima' Namun' apabila hasil rukyah tersebut berbeda dengan perhitungan hisab' maka
Pada prinsipnya ulama tidak berkebaratan atas ikut sertanya iptek daiam pror"t penentuan awal dan akhir Ramadhan' yang sepanjang tidak mengabaikan ketentuan syari'ah' Hanya nu*r-aiplnami adalah syari'ah tidak ingin memberatkan umat khususnya dalam masalah ibadah.
Namun, ketika hisab ingin menjadi penentu timbul
perselisihan di kalangan ulama sendiri, khususnya dari kalangan 'syaf iyah, karena kalangan Malikiyah, Hanafiyah tidak dapat menerimakehadiran hisab secara mutlak, baik untuk perorangan maupun dalam lingkup umum bagi seluruh umat Islam' Imam Subki, Abbadi dan Qalyubi misalnya, mewakili arus pendapat yang mendukung tuntutan hisab tersebut' Imam Subki jlka ada satu atau dua orang bersaksi melihat bulan
-.nyututurr, sedang
-"n,r-*t
hisab tidak mungkin, maka kesaksian tersebut
ditolaf ('anatutthalibin, 2 : 2 I 6). Pendapat senada dikemukakan oleh ,q.bbadi, yang mengatakan bahwa sekalipun nara y-k9i lcbih tersebut terdiri dari orang-orang adil' Kemudian Qalyubi mempertegas bahwa pendapat Imam Subki dan Abbadi tersebut dan menolaknya adalah suatu kesombongan .ungut
3"Iur,
(mi'anadah wa mukbarah) (Qalyubi, 2:49)'
97
96
ini ditolak oleh dan Al-Khatib Ramli mayoritai ulama yang dimotori Imam Pendapat Imam Subki dan kawan-kawan
Syarbaini. tvtenurut Ar-Ramli, yang seharusnya diterima adalah kesaksianrukyah, karena hisab telah diabaikan oleh syari'at Muhtaj, 3 : 3 5 I ). (I,{ihayatul ' Pendapat yang sama dikemukakan oleh Al-Khatib yang
menjelaskan 6ahwa menurut pendapat yang mu'tamad (yang harus dijadikan pegangan), syahadah-\ah yang harus diterima, karena pendapuf ahii hisab tidak diperhitungkan oleh syari'ah (idz ta'ibrata liqaulil hussab) (I'anatutthalibin, 2: 16)' Nlenurult paia ulama, pendapat Abbadi dianggap sebagai pendapat yang iemah (dha'tfl (Bujairimi Fathul Wahab, 2:64)'
ialan'tengah kemudian ditawarkan oleh Imam Ibnu Hajar sebagai berikut : syahadah dapat ditolakjika dengan penjeiasan 'atrii hisab sepakat. Namun, kalau tidak terjadi semira kesepakatan, maka syuhudah tidak dapat ditolak (tuhfatul lulukni, 3:382). Ru'yah bil fi'li dengan menggunakan alat dtantga na13 {nazhirah) sampai saat ini belum ada kesepakatan dan Ru'yah" Hisab Methode "Penyerasian ulama dan seminar ini menunda baru-baru ulama yang diselenggarakan Nahdathul yang lebih jelas' forum pada maslalah tersebut untuk dibahas
Namun demikian, ada beberapa pendapat yang dapat dijadikan acuan: 1. Pendapat Ibnmu Hajar yang menyatakan tidak boleh rukyah dengan menggunakan alat sebangsa kaca (nahwi mir' atin) (Tuhfatul Muhtaj, 3 : 3 8 2)' 2. Pendapat Asy-Syarwani yang menjelaskan bahwa- yang dimaksud denga sebangsa kaca adalah air, ballur (benda yang berwarna putih seperti kaca), dan alat yang mendekatkan yang jauh atau memperbesar yang kecil'
Namun kemudian Asy-Syarwani
3.
3 :3
j 2)'
Pendapat yang lebih tegas dikemukakan oleh Al Muthi'i. Ia menyatakan : "Ru'yah bil fi''li dengan mempergunakan alat (nazharah) tetap dapat diJglma karenayangterlihatmelaluialattersebutadalahhilalitu
98
Adapun yang dikemukakan oleh grru kami adalah tidak boleh berpegang kepada rukyah di air atau dibelakang kaca, maksudnya adalah melihat dengan posisi terbalik. Dan cara melihat seperti itu dapat menimbulkan kekeliruan, sebab bintang pun dapat terlihat seperti bulan. Oleh karena itu, tidak dapat diterima. Sedangkan melihat dengan alat pada hakikahrya sama dengan melihat kuman dengan menggunakan mikroskop (nazharatul qir'ah) (Mizanul I'tidal, 35).
Kesimpulan
1.
Pada prinsipnya syari'ah tidak menolak keilartsertaan
iptek dalam proses penentuan awal dan
akhir
Ramadhan, selama tidak bertentangan dengan syari'ah
atau mengabaikan petunjuk yang telah diberikan syari'ah. Namun, syari'ah tidak menuntut sejauh itu
2.
mengemukakan
pendapatnya sendiri bahwa walaupun menggunlkan alat tetap nnasih bisa disebut sebagai rulcyah (HasyiatusY SYarwani,
sendiri (ainul hilal) bulcan yang lain. Frmgsi alat hanya untuk membantu penglihatan dalam melihat yang jauh atau sesuatu yang kecil."
3.
supaya tidak memberatkan umat. Penggunaan teknologi rukyah secara objektif sebagai pendamping dari ru'yah bil fi'li tanpa alat, seperti yang selama ini dilakukan, dapat dilaksanakan. Namun karena sampai sekarang belum ada kesepakatan para ulama tentang boleh atau tidaknya hasil nr 'yah bil Ji'li dengan menggunakan alat, maka sebaiknya diadakan berbagai pertemuan dengan paru ulama untuk
mernberikan informasi yang lebih jelas dan lebih lengkap tentang cara kerja alat tersebut agar parculama lebih memahaminya. Sangat baik jika organisasi yang selama ini telah melaksanakan ru'yah bil fi'li diberikan alat tersebut agar memperoleh perbandingan arirtara hasil rukyah tanpa alat dengan rukyah dengan alat. Misalnyp para perukyah di lingkungan Nahdhatul Ulama yang selalu mengadakan rukyah secara terus-merenus pada setiap a}hir bulan qamariah.
99
.Tsaniah
Kalmder Pembandine
Kalender Islam
Depag/4N
IIC/Ilyas
Tahun 1414-1416 H
UrfiA(hair
yaban
(Juni 1993-Aoril 1996)
l4l4
H
Awal
bulan SIGN
Panjang
Awal
Pie
Awal
Pis
Awal
Pis
t7
30
t7
29
l6x
29
l5
29
30
30
l5
30
l5
29
13-01-1994
14x
30
13
30
l4x l3
t2
30
llx
30
13x
26
1242-1994
30 hari
13x
29
Syawal
l4-03-1994
30 hari
l4
30
l4
29
30
l2x
30
29
t2
30
llx llx
Pis
Awal
Pis
Awal
Pie
12x
30
l3-04-1994
29 hari
Dzrlhiiiah
r245-1994
30 hari
l3 l3x
1415 H
Awalbulan SIGN
Panjang
Awal
29 hari
l1
30
t3
29
30 hari
llx
29
l0
30
9x
29
29 hari
9
30
9
29
7x
30
6x
29
Syaban Rarnadhan L
lSyawal I
lDzulqadah
lr',.,,,",,ror
Awal bulan SIGN H rtuhanam 3l-5-1995 * 30-06-1995 * ihafar ** Labiul Awal 29-07-1995 28-08-1995 * t.Tsani 26-09-1995 ** umadil Ula 416
30 hari
8
29
7
29hai
7
29
6x
30
5x
30
29 hari
5
30
5
29
4x
29
30 hari
5x
29
4
30
3x
30
29 hari
3
30
3
29
2x
29
30 hari
')
29
I
30
3lx
30
30 hari
3
30
3
29
2x
29
zghari
2
30
lx
30
3lx
30
29
30x
30
29hari
2x
30
I
Panjang
Awal
Pis
Awal
Pis
Awal
Pie
3l
29
3l
29
30x
30
29 hari
30
30
29x
30
29x
29
30 hari
30x
29
29
30
28x
30
27x
29
25x
30
29 hari
28
30
28
29
30 hari
27x
29
26
30
100
r.*:*
= sulit dirukyat
** = Kans..fifty_fifty"
29
29
30 hari
* : mudah dirukyat
30
Dzulqa'dah
Rajab
wal
29
Ramadhan
J.Tsaniah
29
30
30 hari
Jumadil Ula
30
l6x l4x
29
29 hari
RTsani
20
29
30 hari
Rabiul Awal
30
20
30
I 5-12-1993
Shafar
29
2lx
l8x l7x
l5-1 l-1993
Muharram
23
29
30
Rajab
I l-06-1994 * l0-o7_tgg4 *** 09-08-1994 r 07-09-1994 *t 0?-10-1994 * 05-ll--1994 * 04-12-1994 *** 03-01-1995 * 0l-02-1995 +'* 03-03-1995 * 0244-1995 | ol-05_1995 ***
30
22
l9x
I.Tsaniah
Syaban
23
30
20x
20x
29 hari
29
22
hai
30
29
l7-10-1993
24x
29
29
2t
30
30 hari
21
30
l7x
23-12-1995 22-Ot-1996
l9x
2l
29
24
30
29 hari
l8
30
29
2t-07-1993
29hai
24
20
lhafar
l8-09-1993
30
29 hari
2l
30
R.Tsani
30
24-11-1995
29 haf,
20x
29
29
30 hari
30
l9
25x 23x
20-04-r996
2lx
29
30
21-03-1996
29
20
25x
29
22
30 hari
29
2lx
29hari
l9-08-1993
26
30 hari
2246-1993
Rabiul Awal
Ramadhan
29hari
20-02-1996
VIuhan-am
Iumadil Ula
Rajab
26-10-1995
l0l
29
AWAL PERAN ASTRONOMI DALAM PENENTUAN BULAN IIIJRIAH Purwanto Dan D.N Dawanas Abstrak berbagai as99k- Vang Masalah penentuan awal bulan hijriah melibatkan
secara komplek' Misalnva dalam.n191,t1i:l1t]-l?."]'j111' sosial politik serta aspeK llmlal' r.rin"g *alUutkan aspek fiqih (hukum Islam)'
,uriig U"rtuii"n
awal bulan Hijriah berperan'sebagai atat bantu dalam penentuan perbedaan diharapkan asironomi keterlibatan dtngun dari sisi ilmiah, sehinggu Islam kalender. penyusunan umat Islam dalam penentuan hari raya maupun beberapa dkkemukakan ini tulisan dalam dapat dipersatukan. ouou "nr".nva, asffonomi dalam rangka penv{}l1 awal bulan bulan Hijriah ditentukan Hijriah. Dikalangan umat Islam Indonesia' awal astronomi digolongkan Biasanya hisab' dan rukyat yaitu l;ilg;" auu "u."] it*i ttitu[ namun dalam tinjauan ini penulis menempatkan
nrn"'"".i
ffi;l#iJi;fib.;iil ;;d;
[.rornpor
hisab' astroiromi sebagai penengah antara rukyat dan
Pendahuluan berbeda Dalam dua tahun terakhir umat Islam Indonesia tahun pada yaitu pendapat dalam menentukan hari Idul fitri' terjadi dapat titZig dan l4l3 H. Perbedaan ini diperkirakantinjauan fiqih Dalam H' I4l4 lagi pada penentuan IdulFitri bulan termasuk masalah l"J"t"t" Isiam), penentuan awal didalamnya. )iirrr"a"r, yang"diperbolehkan adanya perbedaan kemasyarakatan' sosial ekan tetapi Jita ditinjau dari segi p"tU"a"."' iersebut sering menimbulkan " keresahanitu" tidak' Oleh karena dimasyarakat ,Yan1tampak nyata maupun penyeragaman kalender kesatuan penentuan hari IduiFitri, atau
bagi umat Islam' Islam pada umumnya' jelas lebih maslahat aspekaspek yang melibatkan penentuan hari raya umat Islam politik' maupun sosial bersifat kompleks, mulai dari aspek fiqih' if-i"i. Penulis membatasi pembicaraan dalam penekanan tak lupa "tp"t 'aspet sesuai dengan judul tulisan ini' dengan
ilmiah, sedikit menyinggung
utp"t lain yang tentunya
berkaitan
dengan perbidaan yang terjadi dimasyarakat' kemajuan ilmu Masyarakat awam sering beranggapan bahwa perbedaan sehingga pesat' dan teknologi saat ini sedemikian merupakan Islam alwal bulan vang dihadapi umat ;;;Jt; saat orang irorri. Banyak orang bertanyatanya, mengapa
i.rut,
102
lain(non islam) sudah dapat menginjakkan kaki dibulan, umat Islam masih meributkan adanya hilal (bulan sabit baru) atau tidak setiap awal bulan (setidak-tidaknya getiap awal Ramadhan dan Syawal)?. Para ahli hukum Islam (ulama.) tentu jauh lebih memahami persoalan ini dibanding masyarakat awam, Berdasarkan perintah Nabi Muhammad SAW, yang mengharuskan melihat hilal ketika akan melaksanakan dan mengakhiri ibadah shaum,
maka kebanyakan ulama berpendapat bahwa rukyat (pengamatan hilal), tetap harus dilakukan, meskipun berdasarkan perhitungan tentang posisi bulan dan matahari yang sudah cukup teliti mengatakan bahwa bulan berada dibawah ufuk. Hal ini disebabkan karena mereka berpendapat bahwa mengamalkan perintah Nabi berarti ibadah.
Kemajuan ilmu dan teknologi tentunya,tidak boleh ditolak oleh umat Islm namun harus ditempatkan sesuai proporsinya. Sebagai contoh bahwa ulamapun tidak menafikan ilmu pengetahuan, kami kutipkan penyataan KH Ma'ruf Amin (1993) dari PB Nahdhatul Ulama, sebagai berikut: "Dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah NU berpegang pada rukyat sesuai dengan pendapat mereka. Sikap Nahdhatul Ulama tersebut tidak berati mgabaikan ilmu hisab, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, bahkan justru memanfaatkan seopimal mungkin untuk memperoleh hasil ru'yah yang lebih sempurna. Oleh Nahdhatul Ulama hisab ditempatkan pada posisi pemandu dan pembantu. Kesalahan penempatan posisi akan membawa dampak yang sangat luas dan dapat merusak tatanan yang sudah disepakati oleh Aimmatul Mujtahidin serta Jumhur Salaf dan Khalaf." "Semua kebijakkan Nahdhatul Ulama harus berpegang pada prinsip tersebut, oleh karena itu Nahdhatul Ulama tidak dapat menerima pendapat yang mensyaratkan penerimaan ru'yah yang harus sesuai dengan dengan hasil hisab qathi. Sebab pendapat tersebut sama dengan mencampakkan ru'yah. Kaiau hasil ru'yah yang diterima harus sama dengan hisab qathi, maka melakukah ru'yah adalah tahsilul hasil. Dan bila ru'yah yang tidak sesuai dengan hisab akan ditolak, maka ru'yah tersebut sebenarnya tidak ada gunanya."
103
ull'Y* berkaitan dengan Aspek ilmiah dalam penentuan hrstitut selama inilcami tekuni di astronomi, bidang if*t Vu"g kami bukan ulama' namun Tekologi Bandung' fnflt-Jp"" sering gor*il iu' juruYn AstronomiSyawal observatorium
#at-Ramadhan atau menerima p",tu"yuui-i""t"ttg yang Bahkan tidak sedikit orang
menurut astronomr'
***9mi
mempersatukan
mempertanyakan, apa itlu" lalam dalam penentuan awal bulan umat yang masih u"tftJ"-UtOa berbahagia memperoleh ini?. oleh karena sebatas kemampuan kesempatan ini, untuk -""g"*"kuk"t a"p" diberikan astronomi dalam kami, tentang tono'Ui'" V^""g awal bulan Hijriah'
*;;i;gat_
f.n"nt"u"
Antara rukyat' I{isab dan Astronomi blhwa umat Islam di Indonesia Tidak dapat 'disangkal lagi' Hijt:tit dengan dua cara' yaitu rukyat menetapkan u*ur ut'iii bulan sabit baru (hilal) dan hisab. Rukvat ffi"t;;;;;In tJrbenam tanggal 29 ulan ntll1, oada saat (sesudah)-iriahari matahart
i:il"r*"';t"Jututut'
nerhig1e.a1
posi si bul an dan
rtijtiirt u:lg* mencari kapan saat untuk perki.uu" u*liffi posisi bulan saat matahari ijtima (konjungsi) serta dimana dipakai ;;;" u4riatr'-ulsab biasanva terbenam pada tangg;;;; sendiri itu hisab ittt"dans untuk pedo*un ru"6ui' ""*"t ini' kondisi oJl:: Me"ngingat dijadikan patokan ;:il;;;I rukyat Hisab Aglma yang lemadukan maka sikap Departemen yang merupakan suatu sikap untuk penentuan awal bulan
oUtlfitl"*,
u:1::o*,,L'fo' sering digolongkan dalam juga dilakukan astronomi meskipun ,"u""u'iyu iutu* seienis dengan rukyat' ptin:tply" pengamatan ,u"*"i;" p"iun asffonomi sebagai Tulisan ini uermatJud minletaitcun p.n.ngutt anlatahisab dan rukYat' benda-benda'langit Sebagai
ffii"*
-"*n:tiari
"uuut'g astronomi mendapat tempat serta segala f"t'J*""u ungku'u' Islam' Hal ini dapat
umat tumbuh yang subur dikalangan avat-avat Al-qu'ran yang uania5, dimengerti *t";;;; serta untuk memperhatikan langit memerintahttu" ul-ui Islam 104
t"nT-qul kejadian-kejadian yang ada padanya-sebagai bahan A.llah ketaqwaan-kepada. urrtrt meningkatkan feimanan dan peristiwadan konsep Islam, benda-benda
SWT. Dalam
(ayat-ayat) peristiwa langit semata-mata merupakan tanda-tanda Allah SWT' lung ttt""u"iut tun Keagungan dan Kekuasaan erat dengan L"Uittju"f, lagi, ibadah aatam Islam seringberkaitan
arah astronomi. Cintoh yang nyata ialah dalam penentuanbulan awal penentuan dalam serta kiblut, waktu-waktu tftutut, yang sedangkita bicarakan sekarang ini hijriah Kemajuan ilmu pengetahuan pernah mencapal masa nama-nama keemasannya di zaman Islam, dengan munculnya pelopor ilmuwan muslim yang sampai sekarang diakui sebagai Jal""t ilmu pengetahuan dan teknologi, mialnya : Ibnu HaYtsam matematik), Al Battani (ahli ifiii optitl, etkftu*utizmi (ahli lainlain. Akan tetapi dengan jatuhnya
)rtto"o-i),' Ou"
estafet kekuasaan Islam oleh orang-orang Barat' maka dan (Eropa ilmu beralih ketangan Barat f"rt"-Uu"gu" -Untrrnglah masih ada sisa-sisa peninggalan -ilmu itn"tttul. -zaman Islam dahulu, diantaranya ilmu hisab pengetarr-uan dari
di Indonesia' Akan V""E ait"t"Uangkan dipesantren-pesantren perhitungan hisab akurasi ietaii letas harus diakui bahwa yang telah astronomi ilmu traOisionat iauh lebih kasar dibanding bermaksud tidak Jit"*u""gi*" oleh dunia barat tersebut. Kami menonjolian ilmu pengetahuan dan teknologi dari orang-orang namun Uarat yuttg notabene kebanyakan adalah Non Islam' dan telnologi sebagai umat yang menghargai ilmu-pengetahuan yang astronomi ilmu suaitr selayaknya kita- memanfaatkan telahberkembangpesattersebutuntukkemaslahatanumat. Bukankah ada hadits yang berbunyi "Hikmah (ilmu orang pengetahuan) itu adalah barang yang hilang kepunyaan f"ri*un, maia dimanapun ia mendapatkannya' ia lebih berhak atasnya'.
ragu-ragu Dengan uraian diatas, maka hendaknya kita tidak bantu alat satu salah lagi u;;uk menerima astronomi sebagai diantaranya umat' ya:ng dapat digunakan untuk kemslahatan ir"i,it *i*p"rr=ut rkun awal bulan Hijriah atau Kalender Islam.
Sebenarnya astronomi telah dimanfaatkan untuk untuk kemaslahatan lain, misalnya : penggunaan satelit banyak
105
pergantian muslm'
gerhana' telekomunikasi, perkiraan
P":klt1* lainlain' Semoga Denentuan u,ur'' nuruiTu"'*uttu'ilutut'.dan masalahpenentuan d"rrnun lebih berper;""* "*"""t"1 {alam tita idam-idamkan dapat hijriah trl,;'.;r;t;'vang u*u'i brrlun segera terwujud'
Pengamatan Astronomi
astronomi juga
dimuka' Seperti telah disinggung oenda langit' vang pada u*J" 'dalam dilakukan pengamat;;?3tnia*
;n;-;r,;
1'
bulan, beda
Perancis pernah seoang ahli astronomi dari -p""liti""-L"ttg""ui Andre Danjon, bulan sabit'Danjon (1932-
-.;;;;k*mengamatr lu-*u -t"iiup 1936)
bulan berbentuk sabit
m.elUentuk sudut ukurannya aari u;ung"tt" ujung liOat terdapat pemotongan' *i""g"rt fi"gkara:n tigo altujut)' tetapi pendek
Lebih tipis bulan ;t"t"' (pemotongannyu l"bfi ;;;;tj' dengan pengamatan itiit bulan sabit berikut ini'
lebih
t'ko'uttttvu {;k" kita uj i Fenomena. tersebut dapat
tttiaiti '
atau dapat diteliti pada foto
;fy*;;::**l .i'[';'JB!. f iltlil':fr pengaTil"T':.::T'*1."?*uti
pada
sabit untuk meng"y:: bulan uiutunvu-ailakukan 'Jtr'io astronomr sedangkan - peneamatan ll,)#'t"i^. Misalnva sala' ;as"e.oYli" slauit jika dilakukan tidak terblil;;"d" adalah perhatian astronom langit fenomena ,""* benda '""*"i-J""tk bulan berotasi (#t;ffiilui-gt't'unu)dengansecara khusus lain (bintang-uintulji"it* .il;t.-sehingga okultasi bulan dengan T"-:"t11 didirikan ,.ruto t"*uig" International planet-planet' yuitt' The ' bintang-bintu"g ui"t" di Tokvo' Jepang' Lunar occultation ;;":";;ilt11aua*u" selama bertahun-tahun !:l* Dengan data penffi""'p"iiti ribuan tahun)' para astronom atau (bahkan *"""upu'"'ui"luti sifat geral bulan' Dengan dapat memb*' """tnit^i;;;"g model' sehin gga posr sr o"p"ld**nkairsuatu tersebut bulan analisis Saat ini prediksi posisi dltentffi;t#;; dapat sarnpar bulan dapat mencapai ketelititian
;k";l
:H;' ;;;;;
;;;
""*t
sudah sangat
r"ri?iit
t"fit;';;'ht"gga
U"sur
( 1 /3
600 deraj at)'
tarik merupakan suatu daya Pengamatan Ut'tu" sabit berhasil ada astronom
(rekor) tersendiri b"gi "";;;;;"id" ltl akan *:"1'udi suatu catatan Ut'tun-i"'*tda' ( mengamati Dicicco 1 9 89)' ;i#il;lidah'-tvtenurut g diabadik"" yan Victor' dipecahkan oleh Rober rekor pengam"Jii;i-;"""uq pud' .'** 13 jam 28 menit htl"l yang berha'il '"t"';;;;; dilakukan di dengan *"r*J;ifi^;";k'i; ^Peneamatan J""'g* ukuran hilal dari Amerika o"u" tii'J*"i 60 derajat tanpa terputus' ujung keujung t"ttiiu't
: ffi t:t:,
tidak mencapai setengah 1. Foto bulan sabit yang ukurannyabosccha dengan bantuun linskaran. Foto aiuuut ti l['8*utodu*ol"lt M Raharjo' pukul 05 30 telJskopUnitron (diameter ti't-'"t"*t'S7c*) ttuttu- kunjungi (ijtimak) 16 Agustus tS93' ilft"'aiiu*
Gambar
pagi, tanggal
membentuk sudut 180 Seharusnya panJang hilal selalu. ta van g samp ai kema d";;;;; j;k;ii a.il "i" ol"' g,'un gun : +uJu dun uu:"vut data bulan sabit baru'
kita. Dengan *"ng"*i"iriun menyimpulkal bafwl' sedikit data bulan t"biil;;;[ubunion oleh jarak relutil' pemotongan ulung-ujur['t''itut Oit"ntukan of light) sertu (arc cahaya bulan matahuri yung al;but busur L)' panjang hilal ditentukun lebar hilal ltu ,.nii'l tit"gtft' dengan rumus berikut :
107 106
Sin (Lt})..
aL
sin
d
cos
......(1)
Dengan d adalah sudut pengurangan (deficiency arc), dan adalah panJang hilal (length ofthe crescent).
Jadi,
jika d = aL, maka seluruh hilal
L
akan dipotong atau
cahaya hilal akan habis (mustahil dapat dilihat). Dengan mengestrapolasi data yang dikumpulkan maka Danton menyimpulkan bahwa hilal tidak mungkin dapat dilihat pada jarak busur cahaya (aL) 7 derajat atau kurang.
Limit Danjon ini telah dievaluasi oleh Schaefer (i991)
dengan kesimpulan bahwa penyebab terpotongnya "tanduk" hilal adalah karena cahayanya tidak dapat ditangkap mata kita, atau intensitas cahaya ujung-ujung hilal dibawah batas ambang
kita. Dengan kesimpulan ini Schaefer menyatakan bahwa setiap pengakuan keberhasilan melihat hilal
kemampuan mata
yang kondisinya kurang dari limit Danjon harus ditolak, meskipun jika kondisi hilal melebihi limit Danjon tidak menjamin dapat dilihat. Limit Danjon berlaku juga untuk pengamatan diluar angkasa maupun dipesawat terbang. Untuk pengamatan dengan alat optik (teleskop, binokuler), limit Danjon hanya turun sedikit saja (tidak sampai setengah derajat).
Qurra, Abdurrahman As-Sufi, A1 Biruni) abad (Nashiruddin At-Tusi), sampai abad XV (Al-Kasani).
Limit Danjon hanya memberikan petunjuk tentang kondisi hilal yang mustahil dapat dilihat mata kita, namun tidak menjelaskan kriteria hilal yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dilihat. Dengan data pengamatan hilal selama bertahun-tahun, orang-orang Babilonia kuno menyimpulkan bahwa biasanya hilal mulai terlihat jika umurnya sudah lebih dari 24 jam sejak konjungsi. Dengan asumsi bahwa bulan dan
M
Para ahli astronomi modern memberikan kriteria sederhana yang diturunkan secara empirik, yaitu :"Bulan mulai terlihat jika fraksi (bagian) bulan yang tercahayai dan menghadap ke bumi sudah mencapai I%o (dari keselurusan permukaan bulan)". Agar bagian yang tercahayai mencapai 1% dari seluruh
permukaan bulan, maka sekurang-kurangnya jarak bulan matahari sekitar lI,5oA. Fothemgham (1910) menurunkan kriteria penampakan hilal berdasarkan hasil pengamatan beberapa orang di Yunani. Kriteria Fotheringham ini kemudian diperbaiki oleh Maunder (1991) yang selanjutnya dikembangkan lagi dalam Indian Emphemeris (1979). Ketiga kriteria ini diperlihatkan dalam tabel berikut ini.
Tabel
: Kriteria penampakkan berdasarkan
Fotheringham
(1910), Maunder (1979) dan ephemeris (1979).
Selisih Azimuth 0o
Kriteria hilal
XIII
5o
100 150
23
Tinqqi Bulan dari ufuk Maunder Forherinqham 11" 12 10..5 11".9 9o,5 11..4 1
10,0
7.7"
lndian Eoh 10..4 100
90.3
80,0
8".0
6o
60,2
Dr. Muhammad Ilyas menurunkan lcriteria penampakan hilal
berdasarkan data pengamatan hilal selama bertahun{ahun yang
matahari terpisah pada bujur langit dengan kecepatan setengah derajat perjam, maka kriteria hisab orang Babilonia untuk menentukan awal bulan adalah sebagai berikut : "Awal bulan
dipublikasikan dalam banyak jurnal astronomi. Menurut Ilyas (1984, 1988), hilal pertama kali dapat dilihat jika bujur cahayanya sekurang-kurangnya 10,5 derajat (pada beda azimut 0 derajat). Jika beda azimut bulan-matahari lebih dari 0 derajat, maka kriteria tersebut akan lebih besar lagi. Untuk lebih jelasnya kriteria Ilyas digambarkan dibawah ini.
r08
109
dimulai jika beda bujur langit bulan dan matahari (arc of separation, as) sekurang-kurangnya 12 detajat". Menurut Ilyas 91984),lcriteria ini masih terpakai sampai oleh para ilmuwan muslim pada abad IX-XI M (Al-Battani, Al Farghani,Tsabit bin
Perhitungan Astronomr pengamatan bendaUntuk pegangan ahli astronomi dalam menunjuikkan yang dibuat suatu tabel benda langit, biasanya -ru*i' setiap- saat' Tabel. atau almanak ;;;"; l"riau-u""au dikalangan astronom saat mt i"pi"-"titl yang palinglerkenal setiap tahun adalah The Astronomi"cal Almanac' diterbitkan United States ,"U"g"i hasil kerjasama Nautical Almanac office' Majesty's Her dengan Naval Observatory, Washington, Observatory' Royal Greenwich Nautical -Cu*triOg".Almanac Office, terjadinya Dalam tabel ini antaialaindimuat waktu
I c U
6 t
a zo o =
SUN AZIMUTH SEPAMTION
'
MOON
yang biasanya antarabulan dan matahari (new moon) month). Derajat ;;";,:rk"" awal bulan qamariah (newalmanak ini sekitar kesalahan penentuan waktu kbnjungsi dalam
d;J""g.;
(')
bulan dan r"i""g"tt m"nit. Selain rtu dimuat pula posisi dapat dicapai
matahari selama setahun. untuk posisi matahari busur' sedangkan presisi (ketelitian sampai t"p"""'utut cletik l"t*t potlti bulan "hanya"sepersepuluh detik busur' 2
9 d @
o b
\ 2 o o
di Istambul pada tahun 1978 Konfrensi kalender Islam sebagat (1981) mgnefagkan kriteria seoerti dikutip ofeft Oizer cahava bulan]usur berikut :,,Awal b"t; ;;Ji^l :ft^ja1ak d a"t"1i1 dan tinggi bulan saat matahari ,"ku'u"g-ttli';"*t1 5 deraiat"' Keputusan matahari terbenam
t"f""""tU-t"?lg"Yu "iliiJ"it
ini sebenarnvu t"ru'
ffi;;i;;;;;""
rcr"*
t*g'":t}
iaitu'"au "-t::^delegasi pernah'diterapkan di Iradonesta'
hasil Mengingat p"rryuru"un uirnunut astronomimerupakan p;;a;i;""gerak be,tda-benda langit' maka sebenamya kitapun karena iufut -.tututun perhitungan sendiri' agartetapi perhitungan iuttor-funor korekii yang perlu dimasukan maka setidakmencapai ketelitian yun{ auput diandalkan ' Computer Personal tidaknya perlu menghit tttg d"ttgutt b1n!1an kalkulator akan mamakan iPqL l;"a jika dilakuk"an dengan (misal waktu terlalu lama dan kemungkinan kesalahannya gerak Persamaan karena :salah pijit tomlol") akan lebih besar' buku-buku banyak dalam benda-benda langit dapat ditemui Meeus Jean oleh astronomi, diantaranya yang ditulis, bukunya dalam (1985),seorang matematiku** Btlgiu ' Meeus bulan )"""g";uk"ka; algoritma untuk penentuan fase-fase posisi bulan serta penentuan i;;fit laru, kuartiidu" pu*u*a) algoritma Meeus dan matahari. Penentuan konjungsi dengan posisi sedangkan menit' 2 ;;"; ;"tapai ketelitian sekitai bujur (untuk sudur detik bulan dapat mencapai ketelitian 10 geosentrik lintang (untuk g"or""*il bulan) aan I Aetit busur
bulan).
lll 110
*
hukum atau daerahdaerah yang satu kesatuan wilayah barat penampakan pertama
untuk menentukan Kita bersyukur bahwa metoda astronomi sudah dijadikan salah tor,l,rrrgrir"rta posisi Lulan dan matahari Rldalam penetapan awal-awal satu rujukan Departernen egu*u nJpug srtrdah menggunakan .a]1a1ak Hijriah. Saat
i"i bulan p"rl"r*ur, untuk Nautika a*
J]n";
'--s'"iuij.rtnva
jrka kita
konsisten menerapkan
dan
masalah penentuan awal memanfaatkan ilmu astronomi dalam lriteria bulan hijriah, kita harus pula mempertimbangkan limit yaitu tampak' tritat musiahil ;;;;.p;l"t hiial (atau kriteria demikian Dengan b;il yang diajukan oleh para astronom' hijriah *"r,i.rruttu" , agat penyatuan awal-awal bulan ini. ililJ 'a"p"iL*"pJi, *utu i"iu diperiratikan butir-butir berikut *" rupa' sehingsa tlap i eg. lalendJr disusun sedemikian "hilal tidak mustahil awal bulan ai-t'tul dengan kriteria Islam yang kalender dapat dirukyat" 'Pada contoh bulan,,1'"lgl awal dilampirkan, penulis menghitung.
ketentuankondisihilalsetidak-tidaknyamelebihilimtt aL Danjon (aL>:Tderajat)' Cara penentuan dA' Cos aL = cos dh cos (2) Dengan dh adalah selisih tinggi
(Arc of
Vision)
dan dA
bulan
dan matahari
adalah selisih azimut
keduanYa.
2.
berkaitan dengan Pada penentuan awal bulan yang
tTt"k ibadah, tetap harus dilakukan rukyat hilal hasil hisab' Jika temyata rukyat
membuktikan perlu dipaksakan tidak berhasil, maka awal bulan tidak telah disu1t11 yang sama dengan pada kalender . sepertr keadaan t"il.f""-v"' berdasarkan hisab' Dalam itu SAW' ini kita wajib mengamalkansabda Rasullah had' 30 . ;;;g;""p"k* bulan sebelumnva menjadi didunia manapun tempat 3. f"U3.iutliu" rukyat disuatu
ini jika rn".upuitu" penampakan
.pertama'menandai garis batas awal bahwa daerah t"ir"u,rf dilewati oleh pula untuk bulan hijriah". Penampakan tersebutberlaku
lain
disebelah
(tid"k;;i;t' untuk daeiah sebelah timurnya)' garis ;;;" tersebut bukan sekedar ufuk' Garis batas
tersebut.
"wJ iitut
yang memis"hk;;
bull
*uttu konjungsi serta posisi ini Almanak Nautika ,nurufruri, yang d;i;- ketiga rnutulutt .,kembai=an" The Astronomical Almanac ai;"b.ri .eUagui
yang digunakan astronom'
daerah
4.
aiutut ufuk atau dibawah
daerah-daerah yang
tapi secara p"til*gu" TtrypukT penampakkan hilal' mempunyai t#;'nfr-nfty" untuk hilal masih dapat Penggunaan atat uniut pengmatan tersebut tidak ditolerir sepanjang kemampuan alat telanjans. A\a1 terlalu jaut, setisi[nva dengan. mata fungsi alat haruslah tetapi seperti ;;;;-it"gsi liisab', p"emandu dan pembantu rukyat ditempatkan 'ffiui dengan mata telanjang'
Fitri Tiniauan sekitar perbedaan Idul
metoda penentuan awal Dengan memperhatikan beragamnya umat Islam' kita dapat bulan yang berkembang dikalangan dalam penentuan ;;;";kit""kan bahwa aian terjadi perbedaan diberitakan media massa' Idul Fitri | 41 4 H. Sebagaiman i t?"U l4l4 H bertepatan Menteri Agama *"""iuitutt ary! faTadhan ini
petruari lgg4' Tanggal 1 Ramadhan dengan Sabtu, fZ ti"1 Isl-a"m seluruh Indonesia' dianggap sudah di"o"d;9rti dalam pemantauan penulis ' bahkan seluruh ASEIN' Namun *""gu*uti shaumnya pada hari temyata ada umat Iti;; t"d karena Arab Saudi Jum'at, 11 Pebruari ffi; M'han"mereka tersebut' "dan menurut ;;;";;pk"" u*ul 'hat'm pada tanggal dapat berlaku untuk fiqh" hasil rukyat t'itd ai"'uto tempatjika awalnya berbeda' seluruh dunia. S"d;i;;"p"i aipastikan jika pun dapat berbeda' Kecuali maka akhir shaum R;;;h"" ;it", at.u sut'al" shaum 30 hari sedangkan yang v""g melaksanakan selama Z9hari' shaumnya t"tutu"gu" ianya kota Bandung' pada Penulis metatutan' ftiftt*"s"1 .:"'"k seiak 12 Pebruari tanggal 29 Ramadtan'1414 fr lainit"nn berdasalrkan- data pada Thc lgg4), konjungsi tta^"ft ter1adi' y ear 1994' konj ungl terl'adi Astronomical Almairll' r-'it'" ur atau 14'05 WIB' Akan - p"Lf oz-'os tanggal 12 Maret iii+ terbenam 6menit lebih tetapi untuk po'i'i Bandung bulan 113
t12
l4l4IJ
rukyat hilal dapat dahulu dari matahari, sehingga mustahil 30 hari dan hari Idul berhasil. Bulan Ramadhan dilenapkan Senin 14 Maret tnn! ilil;yt Alf*t jututt bertepatin dingan secara astronoml-, i;il uau yuttg bertanya-tanya, mengapa fitri vrtr:'seakan akan sudah dipastikan' ;;;;p;t;"'tai hasil rukvat?'Bukankah ada ahli hisab vang ;;;;;;"t"ggu tanggal 12 Maret 1994 saat ;;;";;k"; biilan diatas ufuk pada jelaskan nya dengan argumen *"lunu.i terbenam?.Kami akan sebagai "-- berikut.:
diatas' dalam pembahasan maupun astronomi ditempatkan terpisah dari rukyat
1: i"p"tti telah dikemukakan
hisab. Vte,,giniat perhitungan astronomi m"ncupai keieliiian yang sangat
tinggi' kami
sudah Vakt]l
pada bahwa pori,i bulan t'ttttt't seluruh Indonesia kondisi dalam tanggal'12 Maret 1994 insya Allah kata lain' ahli MUSTAHIL Oepef DILIHAT' Dengan bulan hisab boleh saja tidak sepakat menyatakan ahli astronomi dibawah ,rfuk-ala,, diatas uiuk, tetapi bahwa untuk mereka' sepakat dalam perhitungan terbenam bulam Indonesia seiuruh ibukata piopinsi di lebihdahuluatausetidak-tidaknyabersamaandengan matahari sehingga hilal mustahil dapat dilihat' merupakan 2. Para ulama mel'ig"mutatan bahwa rukyataltat:"itkT perintah Rasullah SAW' Yanq. fr1ru1 dalam p.r,"niuutt awal bulan hi3riah' teru!ry1 -aw.atTidak boleh awal RamJhan, Syawal dan Dzulhijjah' penentuan rukyat' kita lupakan bahwa selain dengan (menggenapran awal bulan dapat pula dengan istikmal
bulan30r'u'l).s.au"gkanistikrnalinibersifatmutlak
(dengan sebab apapun yang menghalangi-terlihatnya hilal), r.Uugui*u"a diterrrukatun oleh Dr'abdullah Nashih 'Ulwan berikut ini'
'
t!,!.-r li!- JVI 1lt t& )9,
9,e' Ol++ll
oly
l
laif )-Jl,
'il l' 1' o;f: qtlt d
p
,ft^; t
.1tJt
V:2 y'l
')'''l cd).: s\,.r.r i rr l;Uii ,fut o V, *r) btsb ,*# l.r,
3.
"Penyempurnaan bulan Sya'ban 30 hari (adalah penentu awal Ramadhan) jika secara mutlak rulqyat hilal tidak dapat terlaksana, oleh sebab ghaim (mendung) atau semacamnya (sebab-sebab lainnya), sesuai dengan sabda Rasullah SAW yang diriwayatkan Syaikhan (BukJraary-Muslim): Shaumlah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat pula. Jika hilal tertutup atasmu, sempurnakanlah bilangan Sya'ban 30 hari "' Penentuan secara istikmal ini telah disepakati untuk penetapan 1 Ramadhan l4l4 H di Indonesia' Karena astronom yakin bahwa tanggal 29 Ramadhan l4I4 H hilal mustahil dilihat, maka Insya Allah penentuan awal Syawal juga ditetapkan atas dasar istikrnal (penggenapan) bulan Ramadhan 30 hari. Jika ada yang memulai shaum sejak tanggal tl Pebruari, maka sebenamya bukan berdasarkan rukyat' Berita tentang awal shaum di Saudi jatuh hari Jum'at sudah beredar sejak Kamis sore, jadi sebenamya dasar penetapan di Saudi juga istikmal. Dengan demikian jika nanti mereka berlebaran hari Ahad, 13 Maret 1994, maka dasamya bukan karena rukyat hilal melainkan penggenapan Ramadhan 30 hari. Mereka berdalil bahwa rukyat disuatu tempat dapat diberlakukan diseluruh dunia, tapi apakah istilanal disuatu tempat juga berlaku diseluruh dunia? Adapun jika mereka berlebaran hari Sabtu, 12 Maret 1994, dengan dasar rukyat (shaumnya 29 hatl) maka secara ilmu, rulcyat
tersebut harus ditolak karena dilakukan sebelum konjungsi.
Demikianlah beberapa pokok pikiran yang dapat kami kemukakan untuk menjelaskan peran astronomi dalam penent.uan awal bulan hijriah' Khususnya untuk penetapan I
115
114
yang terdapat datang!.Mohom maaf atas segala kekurangan dalam tulisan ini. Wallahu a' lamu bish-shawaab Daftar Pustaka
(Laporan) Drs.H.A.Baidhowi , Kasi Hisab dan Rukyat
Ulama dalam Amin,KHM,l993,Pokok pokok Kebijakkan Nahdhatul Makalah pada Dzulhijjah' dan Syawal Penetapan awat Ramiai,an, 1993)'Jakarta Seminar Sehari Mengenai Hisab iukyat (19 Agustus
Dept of Met'New Delhi Anonim,l979,Indian Astronomical Ephemeris 'lndia year 1994 for Almanac Astronomical enonim,tgg+,The Danjon, A.,1932 L'Astronomie 46,57 O*:"",n,f S:6,Buletin de la Societe Astronomique de France' 50'57the Moon' Method for Visibility Curve of
;;;M iss:,n
Calculation
Kandili Observatory. of the Moon 'MonNot Fortheringham,JK,lglO,on The Smallest Visible Phase Roy Ashon.Soc70,527 lumpur tiyur,fri, t lA+,tslamic Calender,Times,Qibla,Rerita'Kuala Visibility tl8b,Llmlting Altituie Separation in the new Moon'fist
iiy"t,ftll,
criterion,Astron,Astrophys,206, Maunder, EW<1 9l l,JBAA,2 1,355
I33
Meeus,J,1985,ertono-r"ui--'Formulae Bell,Virginia Ulwan,AN,
I
g83,Fadlaailut
for
Ramadhan
Saalam,Jedah.
116
wa
MEMBURU GERHANA MATAHARI CINCIN
calculators'3'd ed'Willman-
Ahkaamuh,
cet
3,Darus
(DITBINBAPERAIS) Motto : Dan Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikian ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai kemanzilah terakhir)
kembalilah dia sebagai bentuk tandan tua. Tidaklah mungkin matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edamya.*QS. 36:38-40)
Menurut data astronomi (ilmu falak), gerhana matahari cincin (GMC) akan melewati dan terlihat di wilayah Indonesia pada tanggal 22 Agustus 1998.GMC irri merupakan gerhana matahari ke 38 dari 7I gerhana matahari Seri Soros I35 yang melewati wilayah lndonesia, dan akan melewatinynlagi pada saat 3x siklus Soros (sekitar 54 tahun) yaitu GMC tanggal22 September 2052,yang melewati Nusa Tenggara Timu. Gerhana matahad atau khusufusy-syamsi terjadi karena ketika bulan mengelilingi bumi, pada garis edarnya rnemotong ecliptika, posisi bulan berada diantara matahari dan bumi. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam tidak menyia-nyiakan kejadian alam yang langka ini untuk dijadikan sebagai salah satu bahan kajian dan observasi, terutama untuk mengecek akurasi data hisab/perhitungan dari berbagai sistim hisab yang dihimpun dan ada pada Ditbinbapera Islam. Tim observasi Ditbinbapera Islam yang terdiri dari Drs.H.Hariri YS,SH,sebagai Ketua (lokasi Dumai-Pekanbaru) dengan dua anggota Tim masing-masing Drs HA Baidhowi (lokasi Siborong borong Tapanuli Utara) dan Drs.H Assadurrahman (lokasi sipirok Tapanuli Selatan) telah melaksanakan observasi GMC ini. Tempat yang menjadi sasaran observasi dipilih dari sembilan lokasi yang mempunyai kemungkinan terjadi GMC
117
dengan maksimum tinggi masing-masing 93o/o, yaitu Tahuna, Durnai dan Bengkalis. Tim Ditbinbapera Islam ini melakukan observasi bersama Tim dari InstitutTeknologi Bandung (ITB) dibawah pimpinan
Dr.Mujiharto (wilayah Dumai), sedangkan untuk tim wilayah Medan-Sumut bersama-sarna tim dari Planetarium
Observatorium DKI lakarta dibawah pimpinan Drs'Darsa S' Kegiatan ini dikoordinasikan dengan Pengdilan Tinggi Agama Pelianbaru dipimpin oleh Ketuanya Drs'H'Habiburrahman, SH,M.Hum. dan PA Dumai serta PTA Medan, dipimpin oleh Drs.H.Arso,SH.hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan, dengan anggota Drs.Hamid Pulungan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Balige dan Drs'H.Husni AR Ketua Pengadilan Agama Pematang Siantar serta Drs.Hasan Basri Harahap, Ketua
Tabel /rekapitulasi data GMC/Gerhana sebagian (GMS) 22 Agustus 1998 dari berbagai sistem/ data hisab adalah sebagai berikut: REKAPTTULASI DATA GMC/GMS 22 AGUSTUS 1998 DARI BERBAGAI SISTII\{/DATA HISAB iistem/data .lO
\wal GMC
3M (P.l)
u.l)
;IBOLGA ,.SIDEM
)6;10;42
)7; I
)6;10;42
l7;17;34
)7;1 8;
T.PRAP
)6;10;34
\7;17;53
okasi
Pengadilan Agama Padangsidempuan. I
l.t 1.2 1.3
\KHIR
vlAX
risab dengan
JMC/MIT iMC/S
\KHIRGM u.4
u.2)
u.3
)7;18;18
l'l;19;44
)8;38;48
l8
)7;19;44
)8;38;48
)7;18;49
)7;20;04
)8;40;21
17;17;49
)7;19:20
)8;37; I 5
TB 7;10
l6;35
1.4
].SITOLI
)6;l 0;56
)7;
1.5
TARUT
)6;10;38
)7;17;36
)7;
l8;19
)'l;19;20
)8;38;58
1.6
)UMAI
)6;10;40
)7;19;01
)7;19;59
)7;21;22
)8;43;16
]5;43
)6;33
)7;23
09;03
)9;03
C5l52
)6;40
)7;28
09;1 5
)9;15
19;1
]ULUGH 2 2.1
WARHAR MEDAN
2.2
P.BARU
3
\IURUL ANWAR
3.1
MEDAN
o5;3 3
)6;27;30
)7 .)7
09;1
3.2
P.BARU
05:,4 I
16;34;30
J'l ;28
09;1 5
19;1 5
09;23
J9;23
1
1
SULLAM 4
NAYYIR
07;17
J7;17
]8;20
5
PBNU
05;35
C6;46; I 5
07;57;30
l0;20
10;20
6
LF NU JATIM 05;26
06;28
07;30
09;32
09;32
7
NASA PR
8 A.N s"d-\4atahari
118
06;10;15,4
07;l 4; I 4,8 07;15;51,8 07;17;28,1 10:'57l'54,7
06:10
07:l 6
07:17:34
07:19:08
l0:57
= t5"8t',7 .Bulan = l5'9",7New Moon= 09:14:09 WIB (NASA)
15'48"
15'6"
ll9
09:03
wIB (AN)
baik tim Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa sesuai gerhana Stpt;;k *up'"" Siborongboiang dap4 melihat kgntak untuk dengan tabei yang tercaltum diatas' Sedangkan terdapat karena melihatnya dapat tidak ;;i GMC;teaua"tim masih awan dan pada saat berlangsung awal gerhana' matahari keadaan dalam sudah terbit rendah bahkan saat matahari Siporok gerhana.Gerhana matahari baru bisa terlihat oleh tim Siborong-borong iuAu p"tol 06.55 WIB. Sedangkan Tim melihal gerhana mulai pukul06'55 WOB' oleh Untuk waktu *"rr.r*t jadwal seperti yang dikeluarkan perbedaan ada tidak hampir NASA lfg, Atmanak Nautika dan matahari/umbra dengan hasil pengamatan, seperti akhir gerhana data dari kitabifiZ> terjadipada pukul -masihOg.lg Wm, kecuali banyak perbedaan antara hasil kiiab' ilmu falak perhitungan dengan hasil pengamatan GMC'
BAB
MEKANISME PENENTUAN AWALBULAN
t20
MEKAIUSME PEI\,ENTUAN AWAL BULAN RAMADH.A,N DAN SYAWAL Drs. H. Taufiq, SH. MH Pendahuluan Penentuan awal Ramadhan dan Syawal mendapat perhatian
khusus dari masyarakat Islam,
sejak masa Rasulullah SAW
hingga kini, karena keterkaitannya dangan ibadah puasa, kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Bahkan ia dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan keamanan masyarakat. Oleh karena itu para ahli hukum Islam menentukan
norrna-norrna yang mengatur tata cara - penentuan awal Ramadhan dan Syawal tersebut. Ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya. Negara-negara Islam serta negaranegara yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, termasuk negara Republik Indonesia memedomani norrna-norrna hukum Islam tersebut. Rasulullah SAW memberikan pedoman kepada umat Islam bagaimana memulai berpuasa serta mengakhirinya. Beliau memberikan pedoman bahwa berhubung masyarakat Arab pada masa itu, belum menguasai ilmu astronomi dan matematika dan sesuai dengan ketentuan bahwa umur bulan qamariyah ifi 29 atau 30 hari, maka penentuan awal Ramadhan dan Syawal berdasar rukyat (melihat dengan mata bugil) hilal atau menyempurnakan umur bulan Sya'ban atau Ramadhan menjadi 30 hari (apabila hilal tidak terlihat pada akhir bulan-bulan tersebut). Hal ini sesuai dengan tradisi bangsa Arab pada masa itu. Sementara itu Al-Qur'an memberikan peran serta isyarat bahwa peredaran bulan, bintang dan matahari dapat dijadikan pedoman untuk menentukan awal bulan qamariyah. Kemudian para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam menerapkan serta menjabarkan pesan-pesan Al-Qur'an dan hadis tersebut seiring dengan kemajuan sain dan teknologi dikalangan masyarakat Islam pada masanya. Sebagian ulama berpendapat
121
dan Syawal itu bahwa untuk menentukan awal Ramadhan lain yang .U"tpTdupll cukup hanya dengan hisab' Sedang Syawal dan bahwa untuk menentukan awal Ramadhan hisab yang hisab dan berdasarkan rulcyat yang didukung didukung rukYat. Situasi tersebut diatas terdapat
di dalam masyarakat.Islam
Agama sejak berdirinya' Indonesia. oleh karena itu Departemen bulan
penentuan awal mengatur prosedur serta mikanisme qamariyah lainnya' Ramadhan serta Syawal dan bulan-bulan keamanan dan Hal ini dilakukan ,,,t*k -""1u*in ketentraman' yang
Indonesia ketertiban masyarakat dalam negara
45' berdasarkan Pancasila dan UUD singkat prosedur dan Tulisan ini akan *.ttg*uitu" dengan itu a\an diuraikan juga dengan mekanisme tersebut. Oisa'mpittg singkat mengenai
p""-""*"n aial bulan Syawal 1412 sebagai
pelengkaP'
Paradigma dan dasar-dasar dan awal Syawal Dalam menentukan awal bulan Ramadhan bahwa rulcyat paradigma Departemen egama- menggunakan hisab dan hasil densan yang benar tidak akan UEi"tttu"gu" hasil dengan bertent"angan sebaliknya. npuUifa f'asil rukyai kedua-duanya mungkin salah satunya salah atau
i-t]r*, *"t" salah.
Departemen Agama dalam Berdasarkan paradigma tersebut bulan Ramadhan dan Syawal
menangani
p"n*u"-
awal
Uoautltmtt prinsip-prinsip antara lain: penentuan awal bulan 1. Rukyat vung aulpui-iijuAft* dasar yang memenuhi syaratRamadhan au,, i'vu*ut, yaitu rukyat syarat sebagai berikut : ' i.1. Rukyat t"t*U"t harus diitsbatkan oleh hakim p"r,guAif* egu*a setelah diteliti dari segi syari'at dan ini sesuai dengan pendapat ahli segi ilmu hd;;;i terbukti fiklh seUagai berikut : "puasa wajib karena berdasarkan hilal dapai- airutvut' dihadapan hakim dijelaskan kesaksian';";;"d vang adil sebagaimana tersebut hakim dimuka d;;;"; iittttui pernyataan
t22
bahwa hilal terbukti dapat dilihat. Puasa tersebut wajib
atas semua penduduk dimana hilal tersebut terlihat" (I'anah juz I:216)."dan terbuktinya terlihafirya hilal bagi orang yang tidak melihat sendiri itu dengan kefutusan huli-; (Syarwani alat Tuhfah juzIll:374)' .t.Z. nukyat tersebut tidak bertentangan dengan hasil perhitungan ahli hisab qathi. Hal ini sesuai dengan p"ttOupal ahh fikih sebagai berikut : "didalam kitab Mughni oleh Al Khathib terdapat ketentuan bahwa kaiaur seandainya seorang atau dua orang saksi menyatakan -.iihut hilal sedangkan hasil hisab menyatakan bahwa hilal tidak mungkin dilihat, maka menurut Imam As-Subuki persaksian tersebut tidak dapat diterima sebab hisab mempunyai nilai qahti' ,"durrg nilai persaksian hanya merupakan persangkaan kuat, dan persangkaan kuat tidak dapat mengalahkan juzl:216)' sesuatu yang mempunyai nilai pasti"'(I'anah halangan ada karena dirulcyat 1.3. Apabila hilal tidak dapat sedang lain-lain, polusi dan seperti mendung, awan, dirulqyat' mungkin menurut perhitungan hisab hilal maka awal Ramadhan ditetapkan berdasarkan imkanur rukyat. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli fiqih sebagai berikut : "kalau seandainya hisab qlthi menunujulkan bahwa hilal telah wujud dan mungkin dirukyai sesudah terbenam matahari, tetapi tidak dapat dirukyat bil fi'li maka sepatutnya penentuan awal Ramadhan tersebut dicukupkan dengan hasil hisab tersebut. Yang dimaksud dengan tidak dapat dirukyat bil fi'li ialah tidak dapat dilihat dengan mata bugil, karena hilal tertutup mendung atau partikel-partikel juz lainnya yang menutupi hilal"(Syarwani alat Tuhfah
nI:374).
Ilmu hisab yang
berkembang
di
Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu : 2.1. Hisab hakiki taqribi yaitu hisab yang bersumber dari data-data yang dikumpulkan dan disusun oleh Ulugh
Beyk. Data serta metoda perhitungan hisab ini berdasarkan teori geo sentris. Titik nol meridiannya t23
terletak disuatu tempat yang disebutJaziratul Khalidah' London. trtiia hilalnya dihitung dari titik pusat Uutcan
bumi bukan dipermukaan bumi dan berdasarkan
patokan bahwa bulan bergerak ke arah timur rata-rata rataiZ deraiat. Karena perhitungannya berdasarkan maka ."t"'A"ti alat yang digunakan masih sederhana'
waktu i"iil"tti hasii pe-rhitungun gerhananya padaterbukti padatinggil 1l Maret 1992 iitni" matahari jam' meleset dua
2.2
.
Hisab hakiki tahkiki yaitu hisab yang metoda perhitungannya berdasarkan teori-teori astronomt modern din ilmu ukur segitiga bola serta berdasarkan p"ngu-ututt baru. Buku ying termasuk golongan hisab i"i laitu Khulashah el-wafiyyah, oleh K'H'Zubair' Badi'atul Mitsal oleh KH' Ma'shum dan Hisab hakiki
oleh KH.Wardan. Metoda perhitungannya berdasarkan
teori-teori. dalam 2.3 Hisab hakiki kontemporer yaitu ilmu hisab yang moceren' astronoml nerhitungannya berdasarkan ilmu alat-al at ffiil;ilk;ionit*poter dan menggunakan oengan ml htsab ilmu Perbedaan moderen. elektronika
ilmu hisab dua golongan yang lain ialah koreksi-koreksi posisi bulan serta matahari lebih komplek dan lebih teliti. Buku-buku yang termasuk golongan ini antara lain Nautical Almanac, Astronomical Almanac, bukubuku astronomi oleh New Comb, Islamic Calender, Astronomic Formuly for Calcolator. Departemen Agama dalam menghisab awal Ramadhan dan awal Syawal berpedoman kitab khulashah wafiyyah, Badi'atul Mitsal, Hisab hakiki dan buku-buku ilmu astronomi moderen.
Prosedur dan mekanisme Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa penemtuan awal Ramadhan dan Syawal mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat Islam Indonesia. Sementara itu di Indonesia
berkembang bermacam-macam aliran dalam metoda penentuannya. Maka pemerintah dalam hal ini Departemen
Agama membentuk Badan Rukyat Hisab dengan tugas pokok memberikan pertimbangan kepada Menteri Agama daiam menentukan hari-hari besar Islam dan dalam menentukan awal Ramadhan, Syawal dan hari raya Idul Adha. Badan rukyat Hisab tersebut memiliki team teknis yang bertugas untuk menyiapkan data-data hisab bagi badan tersebut. Anggota team ini terdiri dari orang-orang yang menganut berbagai metoda hisab yang berkembang di Indonesia. Team ini menyiapkan hasil hisab dari aliran-aliran yang berkembang di Indonesia.
Mekanisme penentuan hari-hari besar Islam dan awal Ramadhan serta Syawal adalah sebagai berikut : 3.1 Team menghisab awal bulan Hijriyyah dengan menggunakan berbagai metoda yang berkembang di Indonesia. Hal ini kemudian diserahkan kepada Badan Rukyat Hisab.
3.2 Badan Rukyat Hisab mendiskusikan hasil hisab team tersebut kemudian menentukan awal bulan qamariyah termasuk awal Ramadhan serta Syawal dan hari raya '[dul Adha.
t24
t25
3.3 Setelah mempertimbangkan keputusan Badan Rukyat Hisab tersebut Menteri Agama menetapkan hari-hari Besar Islam. 3.4 Khusus untuk awal Ramadhan dan Syawal Departemen Agama mengadakan sidang itsbat kedua bulan tersebut yang dihadiri oleh anggota Badan Rulqyat Hisab, pejabat_ pejabat Departemen Agama dan peninjau dari Kedutaan Negara-negara Islam di Jakarta. Setelah mendengar laporan tentang hasil rukyat bdan pendapat-pendapat dari sidang serta dengan memperhatikan keputusan Baan Rukyat Hisab, Menteri Agama menetapkan awal Ramadhan atau satu Syawal.
Penentuan Awal Syawal
l4l2 H
Untuk menentukan awal Syawal l4I2 H. Badan Rukyat dan untuk menentukan awal Syawal berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan oleh team teknis. Setelah mengkaji data-data tersebut Badan Rukyat dan Hisab tersebut memutuskan bahwa hari raya idul frtri 1412 H. akan jaruh pada tanggal 5 April 1992, karena hilal menurut perhitungan para ahli hisab dan astronomi pada tanggal 3 April 1992 tidak dapat dirukyat meskipun ijtima' terjadi pada jam 12.01 WIB, pada waktu terbenam matahari hilal di bawah ufuk untuk sebagian besar wilayah Indonesia kecuali untuk Aceh dengan ketinggian 45 menit yang menurut pengalaman dan teori tidak mungkin dilihat. Namun demikian untuk memenuhi sabda Nabi serta Pengecekan, Departemen Agama memerintahkan 303 Pengadilan Agama untuk mengadakan rukyat.pengadilan Agama mulai dari Ambon hingga Aceh semuanya melaporkan bahwa mereka tidak dapat melihat hilal meskipun cuaca cukup baik. Tetapi Pengadilan Agama Gresik melaporkan bahwa ada tiga orang kyai melaporkan melihat hilal di Ujung pangkah pada 5 derajat lintang utara dan mereka telah disumpah Ketua Pengadilan Agama. Kantor wilayah NU Jawa Timur takan bahwa ada tiga orang kyai di Ujungpangkah melihat hilal dengan ketinggian 2.48 derajat selama I I menit 2 detik dan mereka telah disumpah. Dari lokasi rulqyat Ujungpangkah Ketua
Hisab Departemen Agama mengadakan sidang
Pengadilan Agama Gresikmelaporkan ada tigaorang kyai yang melaporkan merihat h'ar dengan posisr yang berbeda dan lama melihat yang berbeda pura. vu"g p"Jurna meraporkan bahwa ia melihat hilal sekejap, d"ngun t.i"ggiun setengah pandangan di dekat branjanlang (band;an-;;;:?;;o udang dan ikan di tengah-tengahnya
ada limpunyu;. furnanya merah, sebesar o-ri'gun -"r*ruJr,iiur ketinggian l'5 derajat *u-u t.il-ing-kuningan serama -"rurt dua menit di sebelah utara terbenurnrnutut uri, sebesar satu iari Arab' Yang ketiga menyatakan merihat satu
jari yang
kedua melaporkan Lahwa iu
hirar seLma ri-" .J"tt dengan ketinggian derajat aiseuetatr utara matahari dan -dua wama putih kebiru_biruan,_sebesar seperemp at jariArab. Ketua Pengadilan Agama menolak m""yumiuf,
;b"d;;;;;k* l, oru'* ;r;;; pada waklu terbenam matahari i Sementara itu uJu laporan a".i s.r"riT:";:ffi1*ilfH-; orang mereka tidak dapat menunjukkan kefaaa memberikan kesaksian
bahwa -"."ku metitrat tritat selama satu menir pada waktu terb;;;; mahharidan kesaksian tersebut ditolak oleh pengadilan Agama. LaporanJaporan terseLut dianaiisa --- Oepartemen Agama, - oiet dengan kesimpulan sebagai U"ritut
Pernyataan pengurus Wilayah
,
NU Jawa Timur tidak
dapat diterima, sebab tidak sesuai ;";g;; .,i.n'., aslinya. Sumber aslinya menyatakan bahwa mereki _"fifru, sekejap lima menit dengan _ketinggian. sekitar f .j-i*E.t, sedang pW NU menyatakan menyatakan mereka meli'hat aengan" k;;rd;; 2.48 d,eralat selama sebelas teUii. P"T{?rlul ketiga saksi -"nit tersebut tidak dapat diterima sebab warna hilal itu tidak merah Oan Uesarnfa tiaak j;;; disamping alasan vang digunutun "d;* Agama pengadilan ili,1u Gresik' Lebih-rebih mereka menyatatan bahwa mereka terah disumpah oleh Ketua,pengadilan';fi Gresik, sedang yang bersangkutanmenyatakantidak. e-----Kesaksian dua orang di Bekasi juga tidak diterima sebab menurut pengalaman serta teori hilal iulit dilihat il;;;'k;; terbenam matahari, apalagi O."gk.iirggi* % derajat. Berdasarkan alasan_alasan
j"r."Uui,-!"rtu
laporan-laporan team rulryat pengadilan Agama dari Ambon hingga Aceh dan
126
r27
MEKANISME PEIYETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN, SYAWAL DAI\ DZULIIIJJAH DI INDONESIA
hasil perhitungan hisab tersebut hilal tidak terlihat pada tanggal 29 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 3 April 1992' Maka awal Syawal ditetapkan jatuh pada tanggal 5 April 1992 dengan istikmal bulan Ramadhan.
Penutup Dengan adanya kasus perbedaan penetapan awal Syawal l4l2 H. perlu diadakan reassesment serta memantapkan
konsensus kaidah-kaidah penentuan awal ramadhan, syawal dan
hari raya haji dan menyempurnakan organisasi Badan Rukyat Hisab serta anggota musyawarah itsbat hilal. Hal ini perlu dilakukan karena kejadian tersebut memberikan isyarat terjadinya perubahan dalam lingkungan baik di bidang sosial, politik dan iptek.
lI. Hasbullah Mursyid I.Pendahuluan
Memenuhi permintaan Saudara Direktur pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, atas nama Dirjen pembinaan Kelembagaan Agama Islam, dalam menyiapkan makalah ini, pemapar dalam berupaya turut serta memikirkan mekanisme penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia, berangkat dari permasalahan-permasalahan yang terkait dengan mekanisme tersebut.
I.
II. Permasalahan dan Analisa permasalahan Permasalahan-permasalahan Fiqhiyah Permasalahan-perrnasalahan Fiqhiyah terkait langsung dengan mekanisme penetapan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah, karena ia menyangkut ibadah dalam syariat Islam. Sebagaimana kita maklumi, berbicara ilmu fiqh, berarti kita akan berhadapan dengan pandangan-pandangan dan
2.
128
pendapat-pendapat menurut mazhab-mazhab, menurut aqwalul fuqaha, dan sebagainya. Berhubung dengan itu, berbicara tentang mekanisme mengenai penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, tidak akan terhindar dari masa-il fiqhiyah yang perlu dipecahkan dengan suatu kesepakatan terlebih dahulu sebelum merumuskan Mekanisme penetapan awal bulanbulan yang disebut diatas tadi. Permasalahan-permasalahan Non Fiqhiyah Murni Permasalahan-perrnasalahan butir kedua ini dapat kita pisahkan atas dua hal pula, yaitu : 2. I Permasalahan-permasalahan teknis Misalnya : Kemungkinan ilusi dalam pengamatan hilal ; kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam hisab (perhitungan posisi hilal) secara ashonomik (ilmil falak): teori-teori penghitungan astronomik menurut
129
diuji dalamuji coba posisi hilal yang vung tioi*",i[ titi-ieoripenghitung ilmu astronomt ketinggalan dari perkembangan suatu kitab pegangan yang belum
sendiri.
teknis : Permasalahan-permasalahan non 2.2 ""J""rt contohDisamping permasalahan teknis sebagaimana diluar diatas tadi, mungkin saja ada faktor-faktor contoh
teknis yang rnempeigaruhi' Misalnya :
adayya.
menghadapi keinginan rn"r,urnpitttutt ]ati diri kekompok yang
t"foilpot lain;
adanya mgmgntum tertentu
politik;
adanya
menyrburkan gelombang-gelombang sebagainya' miskomunikasiian salah faham dan perludibahas Hal-hal yung *t*pakan masa-il fiqhiyah
dandiadakankesepakatanolehpaTafuqhaha.
permasalahani"Jurrgtun hal-hal yang terkait dengan perlu dibahas astronomi' permasalahan teknis hisab yang fuqhaha oleh para puf.-aiUiAang hisab-itu'fakar
belum tentu pakar pula pula sebaliknYa'
-dalam
hisab astronomi' Begitu
hal-hal . yang "9" - TYl.t spektrumnya jauh lebih Fiqhiyah, astronomi oun Noi t,ras mencakup peisoalan-persoalan mekanisme
Selanjutnya
*t"g""ui
komunikasida"hubunganmasyarakat;jug-a pihak yang terkait.untuk menyangkut tt"Jiuutt
'"-t'u persoalan Agama mendudukkan persoalannya sebagai dan teknis asffonomi'
III. 1.
Kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan
Kesepakatan dalam masalah Fiqhiyah Badan Hisab dan Rukyat Banyak hal yang diperlukan dalam
dengan masalah-masalah Departemen Agama i'I b"'k""uan fiqhiyah. menetapkan awal Sebagaimana dimaklumi, dalam hisab disamping aliran ada R";;#;, Syawal dan Dzulhlijah p"*"iitttutt Lrdonesia dalam hal ini aliran rukyat, ,"du"gku"
130
Departemen Agama RI, melalui Badan Hisab dan Rukyat bertekad turtuk mengkombinasikan antata hisab dan rulcyat' Dalam hal terjadi kesamaan bila menurut hisab dimungkan rukyat sedangkan memang terjadi rulqyat dalam kenyataan (rulqyat Bil f il) tentu saja tidak ada permasalahan' ' I.iu-.r' bila menurut hisab tidak mungkin rukyat' tetapi ada kesaksian melihat hilal, kita dihadapkan pada altematif untuk memilih hisab atau memilih rulcyat. walaupun demikian masih ada jalan tengah, yaitu bila para pakar hisab bersepakat sampai
batai mutawatir untuk memperkirakan
tentang ketidalanungkinan rukyat berdasarkan hisab qat'i, maka hilal pada waktu hari yang bersangkutan kesaksian
-etitt"t
ditolak kesaksiannya. Sebaliknya bila para pakar hisab tidak mencapai batas mutawatir untuk bersepakat atau hisabnya tidak mempergunakan mukaddimah-mukaddimah (premisze) yang qat'i atau (ilmu pasti) maka kesaksian melihat hilal dapat diterima. Juga peilu diputuskan tentang kewenangan untlk mengitsbatkan awal Ramadhan, Syawal danDzulhijjah berada pada instansi mana? Bila mengikuti mazhab Syafii bahwa L"*.tu'gu' itsbat itu ada pada "qadli" atau ulil Amri, maka bagimasyarakat umum umat Islam sudah menjadi jelas bahwa mJreka ierpedoman kepada pengumuman pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama RI. Bagaimana pun hal serupa itu perlu diputuskan dan disepakati oleh para pakar fuqaha yang bersangkutan.
Demikian pula tentang msalah mathla' dan kedudukan Indonesia sebagai satu wilayah kedaulatan negara dan Pemerintah yang dipersatukan dalam satu mathla' dengan penyesuaian waktu lokal untuk masing-masing daerah, hal-hal r"*pu itupun memerlukan kesepakatan para pakar fuqaha alau paling tidak mengkonfirmasikan hal-hal yang telah merupakan kesepakatan fuqaha di Indonesia hingga hari ini' Guna kristalisasi pendapat pata fuqaha yang pakar, mungkin diperlukan suatu pertemuan atau munajarah para fuqaha dalam bentuk badan hisab dan rukyat yang diperluas yang mencakup baik fuqaha penganut hisab maupun fuqaha penganut *Ly-?t' Munaj arah tersebut diseleng garakan bekerj asama dengan
131
MUI'
2.Kesepakatan-kesepakatan dalam masalah-masalah Hisabiyah Terdapat pula hal-hal yang memerlukan kesepakatan para pakar hisab dalam Badan Hisab dan Rukyat' Misalnya telJ1e
L"rupu tinggi minimal bulan untuk mungkin dirukyat (dilihat dengan -uiu). Juga tentang imkan rukyat (mungkin hilal terlihat) ada yang hanya sekedar menghitung perkiraan ijtima' (konjungsi), yaitu saat dimana matahari dan bulan menempati posiil yung .u*u pada ekliptika, pada saat sebelum matahari ierbenam. Ada pula yang menghitung tenggang waktu antar,a ijtima dan saat ierbenam matahafi dengan terbenam hilal pada saat terbenam matahari; ada pula yang menghitung selisih azimuth antara bulan dan matahari serta tinggi hilal; ada pula yang hanya menghitung ketinggian hilal sesudah ghurub (t"rU"nu-j matahari tanpa memperhitungkan kondisi lainnya' Mengenai'kadar tinggi bulan minimal itupun ada perbedaan pendapat.
'
Demikian pelik dan banyaknya masalah-masalah yang erkaitan dengan hisab itu, kiranya para pakar dalam Badan Hisab dan Rukyat perlu mengadakan uji coba mengenai
persyaratan-persyaratan imkanurnrlcyat tersebut sebagai suatu p"tt.titiutt yang sistematik dan empirik oleh para pakar yang
t"rrungkututt baik dengan metoda induktif maupun deduktif' Oerigan demikian, iekali lagi dirasakan perlunya kelompok pakar h-isab dalam Badan-badan Hisab danRulcyat disamping kelompok pakar fiqh. Mungkrn diperlukan munajarah para pakar ahli hisab untuk mendiskusikan dan mengambil kesimpulan-kesimpulan' YanE kemudian dijadikan bahan untuk penyususnan pedoman bagi ahli hisab di Indonesia , YanE merupakan sejauh mungkin hasil kesOpakatan bersama.
3.Masalah-masalah Bukan Fiqhiyah dan Bukan Ilisab Berkenaan dengan masalah-masalah yang non fiqhiyah dan non hisab (non falaqiyah), yang terkait dengan aspek-aspek
t32
sosiologis, pemapar akan memusatkan perhatian pada masalah komunikasi dan informasi. a) Dalam konteks ini kiranya perlu keterpaduan sfiategi komunikasi antara instansi terkait. pengalaman pada Idul Fitri yang lalu ada kesenjangan dalam nat itu. Pengumuman TVRI mengenai hasil rapat Badan Hisab
dan Rukyat yang dipimpin oleh Menteri Agama RI telah selesai pada jam 20.00 WIB, tetapi baru disiarkan oleh TVRI pada jam 10.30 WIB, sehingga mungkin banyak umat atau masyarakat yang tidak mengikuti dan tidak mengetahuinya. b) Bahasa atau isi pesan (message) perlu bervariasi tergantung kepada jenis kfialayak yang menjadi komuikan. Paling tidak perlu dibedakan antara dua jenis khalayak : 1) para ahli hisab, 2) paru fuqaha, 3)Umat umum atau yang awwam mengenai hisabdan rukyat, walaupun pakar dibidang lain. Menjelang Idul Fitri yang baru lalu terlihat adanya komunikasi yang lcurang tepat dalam -ur. -"di" mengenai keputusan-keputusan Badan Hisab dan Rukyat disekitar ketentuan ldul Fitri l|lzlF.. Misalnya: Pemberitaan seolah-olah Departemen Agama RI teiah menetapkan bahwa hari Idul Fitri akan berlangsung pad^ hari e4 tanggal 5 April tgg} aengai berdasarkan hisab. padahal yang benar ialah: Menriut perkiraan hisab hilal mustahil dapat dilihat (dirukyat) pada waktu terbenam matahari Kamis malam fum,ai tanggal 4 April 1992. Sedangkan penetapan Idul Fitri masih akan dikeluarkan setelah dilakukan-upaya rukyat (melihat hilal) dibeberapa tempat di wilayah nepuUiit Indonesia. Namun pengumuman yang ieluar balam mass media hanya menonjolkan perkiraan hisab saja. Malahan TVRI sendiri tidak lengkap menyiarkan pengumuman Menteri Agama RI pada tanggal 4 April 1992 jam 10.30, sehingga dapat menimUutt
P{y" hisab
t33
Kesenjangan tersebut muncul karena uraian secara teknis ilmu hisab kurang dipahami oleh redaksi yang merupakan brooker antara komunikator dan l*ralayak runum.
Berhubung dengan hal tersebut diperlukan upaya-upaya utuk mengatasi kesenjangan tadi. Misalnya : briefing kfiusus kepada para pemimpin redaksi mengenai sistim kombinasi hisan dan rukyat yang dianut oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Agama RI. Mungkin juga perlu penataran bagi para wartawan yang meliput berita di Departemen Agama RI mengenai astronomi dan sistim yang dianut Departemen Agama
3)
Hubungan masyarakat dan informasi yang makin terpadu mengenai kebijakftan Departemen Agama RI yang mengkombinasikan hisab dan upaya rukyat, dengan mengingat jenis-jenis khalayak yang awwam dan yang pakar.
Demikian sekedar saran penyempurnaan terhadap langirah_ dan kebijakkan Badan Hisab dan Rukyat yurrg rJu-u ]anghkah ini sudah baik. Namun dinamika masyarakat dan momentum sosial tertentu mendorong peningkatan dua jawaban yang sepadan.
Semoga
Allah
Subhanahuwataala menunjuki
kearah jalan kebenaran dan persatuan.
RI dalam menetapkan (mengitsbatkan) awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah c) Pendekata-pendekatan sosiologis dengan para pimpinan organisasi kemasyarakatan yang berciri Islam dengan tinjauan fiqh dan al-hisab. Hal tersebut meliputi seminar, kegiatan hubungan masyarakat yang makin terpadu antara instansi dan organisasi, pertemuan-pertemuan yang diperluas dan sebagainya.
Penutup Langkah-langkah sebagaimana digariskan dalam makalah
posisi Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam kiranya sudah baik dan perlu dilanjutkan. Bila diinginkan peningkatan dan penyempurnaan, pada garis besamya dapat disarankan ahwa: 1) Keanggotaan badan Hisab dan Rukyat sebaiknya diperluas meliputi kelompok fiqh dan kelompok ilmil
"
2)
hisab.
Sewaktu-waktu diadakan musyawarah dan munajarah yang diperluas dengan wakil-wakil para Ulama Fuqaha dan pakar hisab, yang resmi ditunjuk oleh organisasiorganisasi keagamaan Islam di Indonesia.
134
135
kita
selalu
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN, SYAWAL DAN DZULHIJJAH
K.H.Ibrahim
r3i-rt1*t,.,, j!__{,l (,s14'
Hosen
At_ oyJ,'.-L
".rr-.r.C4r:-lrlt
Pendahuluan Persoalan bulan qamariyah, terutama Ramadhan dan Syawal merupakan persoalan klasik yang senantiasa aktual. ,.klasikl,. Karena persoalan ini semenjak masa-mas a awar Islam sudah mendapatkan perhatian dan pemikiran cukup mendalam Jan serius dari para pakar Hukum Islam (fuqaha) ,n*grngui rurrgu,
berkaitan erat dengan salah ,uiu ^kewajibai,
";"il;;
melahirkan sejumlah pendapat yang bervariasi. Dan dikata[In "aktual", karena hampir disetiap tahun, terutama saat menjelang tiba bulan Ramadhan dan Syawal demikian j"gu D;ulirul;h, persoalan ini selalu-mengandung polemik berkeianjangun Oun
serius berkenaan dengun p"nguplikasian p.nAuput_p""ndapat tersebut sehingga nyaris rn.ngur-a- persatuan dan kesatuan nampaknya salah satu hal yu"g K::".H?I, -.naorong uepertemen Agama ^ RI menyelenggarakan Seminar Sehar'i tentang Hisab Rukyat guna memperoleh pedoman k";t
mengenai persoalan tersebut.
ini tidak dimaksudkan untuk memperuncing permasalahan, melainkan untuk mengajak ,._ru piill melakukan telaah, kajian dan penelitian ulang secara mendalam, obyektif dan seksama dengan penuh tanggung jawab dalam rangka mencari kebenaran dan kemasl ahaiin, i.iringgu setiaf pensyari'atan Hukum Islam dapat kita pahami secara=t-epat dan benar serta mendudukannyu ."iu.u proporsional dan bag;im;;; seharusnya kita menerapkannya. Tulisan
Tentang bulan eomariyah Telah disepakati bahwa jumlah bulan . Qomariyah dalam satu tahun adalah 12 bulan sebagaimana diteglaskan dalam aa At: Taubah :36.Bulan-bulan tersebut, ada ya:ng berisi 29 haii dan ada"pula yang 30 hari. Ini dapat dilihat daram rraois Naui, riwayat Bukhari, dari Ibnu Umar yang berbunyi :
L+f ?
uidt
E_.;-r:
"Kami adalah un*?l yang ummi, tidak dapat menulis dan tidak ,;il;il;;;,. nu,un adalah sekian ada yang ii'i^ridan ada pula yang 30 f;;1,:.ot"r.Maksudnya dapat menghitung/tidak
Hadis ini menunjukkan bahwa Ilmu Hisab dalam menentukan Nabi tidak mempergunakan u*uiiutun, tetapi juga tidak menunjukkan adanya larangan A"*]tiun. Sungguh suatu 1111"1 :ulsuJ itu dikalansan masyarakat Arab l4q:r!.-9;eiie"i'*"r.u mu Hi sab b"l; ;;;;"k ;;;";ui,f],",,ro, Diantara keduabetas
b"h, ;";;;;;;:]ang
pahng mendapat perhatian Islam adalah Urfun'-."nu_'uAnun, Syawal dun Dzu lhijj ah. Sebab. d i da-l
amnya
haji atas umat rslam_(ltl;As dengan masalah puasa
t;;;;;;i"*aj
Al:ffiffi
iban berp uasa dan
l8s,le7). Berkenaan
Ramidil, ;il;wayat Abu Daud dar] Aisyah r.u -"ni.l"$1", fV"Ui-.uffi"_"_perhatikan (akhir) buran Sya'ban melebihi b"i;;fii;T y'#g rain, kemudian ia berpuasa karena melihat d;i"ii.T"irlonun. Apabila hilal terhalang awan, ia mlnsfitlp-;ilr*#;tan
selanj urnya ia berpuasa.
H"dfi ;;:;;u"otun,
menjadi 30 hari.
*,?;)\);r.,
-tPt4a.
+--,r,
a^.-ILJL (ir-;sctt
"Berpuasalah Our.-11,
melifltnV (hilat Ramadhan) dan tui"nu'-.r,hatny (hirar syawar Kemudian apabit*a terhaiang-p;;;ilffi;u ). oleh awan, maka sempurnakankan bilangan uutan si";il", jb r,"ri berbukarah (meneakhiri puasa)
136 137
Sementara termasuk ta'
,ai;rl;,bj3j-
f##t;s
.
'
\; 'Yt-*:l rt'-'*n*&:,
JIL*JI
hilal "Janganlah berpuasa sampai \amu melihat melihatnya n"--"Jft*l dan' janganlah berbuka sampai kamu terhalang kamu apabila (hilal bulan Syu*ut) femu{i1 dan Bulfiari (HR untuknya maka'kadarkanlah (bulan
l*"J*""aung,
Muslim dari Ibnu Umar)'
untuk menentukan Dalam hadis diatas, tampaklah bahwa dan diakhiri' Nabi hanya awal bulan, saat mana puasa dimulai yaitu ru'yah (melihat hilal)' Tetapi menggunakan .u* puio't* -merupakan satu-satunya pedoman?' Dapat *'vah ini menjadi' "p"ii""rt pengertian "Jyuftl . dislni dikembangkan kah hisab gilirannya pada misalnya "imkanur rir'yah" hin-gga akan yang inilah ;;iilffi tiru ati uaiU' itternatif.r .' ersoalan dibicarakan Pada bagian berikut'
sebagian fuqaha Berdasarkan zahir hadis diatas' Ramadhan harus alhir bulan berpendirian, p""tn*ut awal dan yang
u.rau'a'tun "ru'yah" atau melihat bulan baik t" 29- Apabila ru'yah tidak berhasil'
dilakukan puau f,u'i
gangguan
terjadi ttii"f belum bisa dilihai maupun karena istikmal berdasarkan harus Uulan cuaca, maka penet"p"" Menurut "*"i han)' 30 bulan menjadi ir*"v"*pt*ttun titu"gutt arti kaitannva dengan puasa rnl daLm ;;lo;g""'ini ru'yah Artinya tidak dapat bersifat ta'abbudi/gair-ma'qutat-ma-'na' tidak dapat diperluas 11" dirasionalkan, pttig"*iu""V" huttyu terbatas pada
t"**
itu
golongan lain mengatakan "ru'yah" disini
qul i /ma' qul al-ma, dapat dirasionalkan, diperluas
dan dikembangkan. sehingga ia dapat diartikan antara lain "mengetahui" sekalipun bersifat zanni (dugaan kuat) tentang adanya hilal, kendatipun tidak mungkin dapat dilihat misalnya berdasarkan hisab falaki. Namun di antara pendapat golongan kedua ini, yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan "ru'yah" harus diartikan "imkannur ru'yah" artinya hlal dapat dilihat (Lihat Qalyubi IL49) Dengan kata lain,yang dimaksud dengan "ruyah" ialah segala ilal yang dapat memberikan dugaan kuat (zann) bahwa triLt tetatr ada diatas ufuk dan mungkin dapat dilihat. Karena itu
menurut Imam Qalyubi, awal bulan dapat ditetapkan
berdasarkan hisab qathi yang menyatakandemikian' Tentang kapan hilal dapat dilihat,perhitungan hisab falaki dalam masalah ini sangat diperlukan, dan mengenai ini para Ahli Hisab tidak sependapat, sekalipun mereka sepakat bahwa ru'yah hanya mungkin dapat dilakukan setelah ijtima. Sebab, hal ini berkaitan erat dengan posisi hilal diatas ufuk barat setelah matahari terbenam. Posisi hilal ini, menurut mereka, berkisar antara tiga keadaan : 1) Pasti tidak mungkin dapat dilihat (istihalah amr'yah) 2) Mungkin dapat dilihat (imkanu ar ru'yah)
biru'yah) (Lihat Bayan Lin 201-202), Hasyiah Syarwani 'ala Tuhfah al-uhtaj
3) Pasti dapat dilihat (al-qath'u
Ru'yah dan Hisab
;id;il;
aq
dikembangkan' Sehlngga penggTtlann{u demikian secara dan "melihat O"ngu"*utu ?t*iuttg" -dengan tidak dapat digunakan' mutlak perhitungan hisab falaki
Nas [I: III:373 dan Nihayah al muntaj III:148)
dalam keadaan hilal tidak dapat diru'yah cuaca , mendung misalnya,Fuqaha gangguan disebabkan berbeda pebdapat. Perbedaan ini bersumber dari hadis riwayat Ibnu Umar diatas, yakni dalam mengartikan kata-kata "maka kadarkanlah" (faqduru lahu). Menurut mayoritas Fuqaha, kata itu harus diartikan dengan "sempurnakanlah bilangan bulan (Sya'ban,Ramadhan) tiga puluh hari" sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah hadis riwayat lain tegasnya, manakala ru'yah tidak mungkin dapat dilakukan, maka jalan keluarnya bukan berpegang pada hisab, melainkan pada istikrnal'
Selain
itu
139
138
Tetapi menurut golongan !ain,- kala kata terseblt -huTt hitunglah bulan ittl diartiKtjn "fa'uddhuhi bil "Jisab" maksudnya dan{ iith"t Bidavah al Mujtahid ' r : 284 ;;;k";;i*b oleh lain antata ut Pendap Vurq-gt\"*rr!lh" Vlt296). Vf"i*" dan lain-lain' il""-Stt"ii, rvf,rttuif Ui" AbidIah, Ibnu Qutaibah sebagian dari positif ir,i--ulrrir_"lrrir ini mendapat sambrrtan hisab ilmu bahwa ulama masa kini, A"*"i pertimbangan (falak) kini telah mengalami kemajuan pesat dan baik sehingga dapat dipertanggung jawabkan' :f#ffi' l;;- ;k*;rtny" gai&it al Mutii (lihat Bayan Lin Syait<*r
O"*itiun
dijelaskan
Nas,tr:201) Imam Y*g perlu mendapat perhatian disini ialah bahwa mayoritas kelompok Svuni }u"g dalam hal ini termasuk oleh Ibnu Swaij, disebut sengrti berpendapa! 0ffi*)-"*ata cuuca bagi- yang maka mendung/berawan, dalam keadaan d:ry:l mengituti aliran hisab hendaklah ta berpuasa hilal hisab perhitungan menlrut ;;;il;"" paoa hisau apabila Mujtahid'1284)' O"p'J ai-'Vutt ltittut Bidayatul terdapat dua Memang dalam rrrr'n"U Syani sebenarnya dan aliran^yang aliran. Aliran yang hanya mengal:ui ruyah Aliran j"F1. [rt"-p*"tt*-"ttguit'i ru'yah, T*gatui {saU,. antara ka'iangan Muta'ak*rHririn.mazhab Svafii ;;;; al tuhfah kitahnya' dalam lain Ibnu Hajar al fttu-i (w'974Q' berpuasa wajib tidak Vt.rfrtuS,tU'1i4, *rtlfiu lain disebutkan' sebelum matahari terbenam' il;;k"" melihat hilal Ramadhansudah tinggi yang sgan9linVa a"tt hilal sekalipun terdapat "*utt ia dapat dilihat secara pasti' Artinya ,,i,tuya
ii;k
u*"r,
"a" harus tetaP istikmal'
dikaitkan Hal ini karena, menurutnya kewajiban- Puasa menjadi yang dan dengan ru'yah t"taun *ut"ftari terbenam Dalam hilal' i"i ialah ru'vahnva' bukan ;;;il; iabm rt"i imam iu3ar menyinggung -pendapat -Asnawi kontels ini Ibnu ^;;j;; d""e"n"v"' Maksudnva'dalam keadaan tidak perlu istilonal' seperti itu menurui i*uii et"u*i ini juga
ffififfi
Imam'Ibbadi' Syarwali demikian qathi hilal hisab menurut lebih jauh menjeiaskan apabila tidak seandainya dan dipastikan uau ,"t"Uil"tUenam matahari mencukupi' sudah ada awan Oaput Ai*,at, mata hal demikian
Sejalan dengan
e*"*i
140
yang Dengan kata lain, puasa sudah diwajibkan' Pendapat inilah MUI' Fatwa kemudian dipegangi oleh Keputusan Komisi Aliran teaua dari kalangan muta'akhlfiirin mazhab Syafii' antara lain Imam Qalyubi (lihat Keterangan diatas), Imam Ramli (w.1004H, Al'Ibbadi dan Syarwani dan as Subki (w.756). Menurut mereka, bagi ahli hisab dan orang yang mempercayainya walib melaksanakan puasa berdasarkan hisabnya. ketika Imam Ramli ditanya, kapankah hisab itu dapat
dipegangi dan dalam posisi hilal (lihat keterangan dimuka) UagJrma"atah?. Ia menjawab, bahwa hisab tersebut berlaku uniuk semua posisi (lihat Nihayah : 148 dan Hasyiah Syarwani:373) Pendapat Imam Ramli ini nampaknya cukup longgar karena ia mengicui pula keabsahan penggunaan hisab bagi kewajiban puasa d--alam keadaan posisi hilal tidak mungkin di ru'yah' Sementara itu Imam'Ibbadi mengatakan :apabila hisab qathii menunjukkan hilal tidak dapat diru'yah, maka kesaksianr orang yangmelihatnyaharusditolak.Iniberatibahwahasilhisabyang meriunjukkan hilal berada dalam poisisi pertama (lihat keterangan dimuka) tidak dapat dipegangi dan dengan demikian puasa iiduk dib"narkan. Pendapat ini sejalan denganlmam Qalyubi sebagaimana disebutkan diatas.Dalam mengomentari piniaput tersebut ia mengatakan, inilah pendapat yang kuat dan pengingkaran terhadapnya merupakan kesombangan dan kecongkakan (lihat Qalyuni II:49)' Pendapat senada dikemukakan pula oleh Imam Subki' Menurutnya, jika berdasarkan hisab qathi kesaksian orang yang melihat ttitut itu tidak benar, maka kesaksiannya harus ditolak. Sebab, syarat diterimanya kesaksian ialah, bahwa apa yang disaksikannya itu merupakan hal yang mungkin terjadi menurut akal (logis), adat kebiasaan dan syara'. Oemitianlah pendapat-pendapat tentang penggunaan ru'yah dan hisab dalam penetapan awal Ramadhan. Dan uraian tersebut
jelaslah bahwa masalah itu merupakan masalah khilafiah. Atau klasik dengan lain termasuk Hukum Islam kategori Fiqg yang
diperselisihkan di kalangan Fuqaha sebagai akibat adanya perbedaan ijtihat yang mereka tempuh. Selain itu' juga dapal disimputtcan bahwa pendapat yang dipegangi mayoritas Fuclaha
t41
ialah bahwa penetapan awal Ramadhan, demikian juga syawal, haruslah dengan ru yah. Namun untuk mengetahui kapan *'y1h dapat dilakulan dengan tepat tentu sangat bergantung pada hisab. Sehingga jika berdasarkan hisab qathi ru'yah tidak dapat dilakukan -ut - kesaksian tentang ru'yah harus ditolak dan dipandang bohong. Jadi, antara keduanya sangat berkaitan erat dan saling membutuhkan.
Kini timbul pertanyaan,jika ru'yah
sudah ditetapkan disuatu
negeri/daerah, sej auhmanakah ketetapan berlaku?'Maksudnya, jik"a awal bulan sudah ditetapkan disuatu negeri/daerah apakah lni berlaku pula untuk daerah-daerah lain sehingga semua ummat Islarrrharus mentaatinya, ataukah hanya berlaku untuk daerah setempat?.Jawaban terhadap persoalan ini biasanya dikaitkan dengan hadis Kuraib riwayat Muslim' Muslim miriwayatkan, Kuraib melihat hilal Ramadhan di Sistem,syriar) pada malam Jum'at karenanya ia dan penduduk negeri setempat, termasuk Mu'awiah, berpuasa dikeesokan haiinya. Ketika ia pulang ke Madinah ternyata disana hilal baru
terlihat pada malam Sabtu. Mengenai hal ini ibnu Abbas menyatakan, bagi penduduk madinah berlaku ru'yah madinah. "Demikian tuntunan rasullah' katanya mene gaskan'
Atas dasar hadis ini para ulama berbeda pendapat' Imam nawawi ketika mengomentari hadis ini mengemukakan sejumlah pendapat ulama mazhab Syafii' Antara- lain
berpendapai *,yutt (ketetapan awal Ramadhan) disuatu daerah hanya beilatu untuk daerah yang bersangkutan dan yang dekat dengannya dalam radius kurang dari masafah al-qasr atau hanya untuk daerah yang satu mathla', sementara itu pendapat lain
menyatakan uertatu universal dalam arti berlaku untuk seluiuhdunia. Menurut pendapat ini mengapa Ibnu Abbas tidak mengamalkan berita yang disampaikan Kuraib, disebabkan hal itu tirmasuk kesaksian (syahadah), sedangkan kesaksian tidak dapat ditetapkan berdasarkan seorang saksi' Namun disamping haitersebut merupakan ijtihad Ibu abbas yang tidak mempunyai kekuatan mengikat, juga jika ditinjau dari sudut zahir hadis, tindakan tersebut menunjukan bahwa ru'yah tidak berlaku untuk daerah yang berjauhan (lihat syarah Muslim,VII:188-197 dan al-Majnu vi;298-303). Enam pendapat yang dikemukakan
t42
Nawawi disana, dan ini juga merupakan pendapat luar kalangan syafiiyah, dapat disimpulkan menjadi tiga pendapat: Pertama, setiap negeri/daerah mempunyai mathla' masingmasing. Karenanya, ru'yah disuatu daerah tidak berlaku untuk daerah lain, dekat maupun jauh. Dengan kata lain ru'yah hanya berlaku lokal untuk daerah yang sama mathla'nya) Kedua, ru'yah yang terjadi didaerah mana saja berlaku untuk seluruh kawasan muka bumi, sekalipun berjauhan. Menurut pendapat ini ru'yah berlaku untuk seluruh dunia (internasional) Ketiga, ru'yah disuatu negeri/daerah hanya berlaku untuk negeri setempat dan yang berdekatan dengannya.(lihat Bayan lin Nas :II:203). Pendapat terakhir ini merupakan pendapat tengah-tengah dan paling kuat dalam mazhab syafii. Penentuan tentang dekat dan jauhnya suatu daerah terdapat perbedaan pendapat. Kesemuanya dapat diringkaskan menjadi dua teori , masafah al qasr dan mathla'. Daerah yang masih dalam lingkungan masafah al-qasr radius kurang lebih 80 l
Sebagaimana dikemukakan dimuka, penetapan awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan rukyah atau
hisab ataupun gabungan keduanya. Jika dilakukan takhrij (analogi) terhadapnya, maka penetapan bulan Dzulhijjahpun dapat didasarkan pada pedoman tersebut. Tetapi apakah dalam persoalan teori mathla; atau tidak sehingga pelaksanaan Idul Adha dapat dilakukan secara internasional dalam waktu yang bersamaan/ Dalam hal ini masalahnya berbeda, tidak sama. Ulama telah konsensus bahwa dalam pelaksanaan Idul Adha
hanya dikenal teori mathla', dimana masing-masing negeri Islam berlaku mathla' setempat. Atas dasar ini maka pelaksanaan shalat idul Adha di Indonesia, misalnya tidak dibenarkan menghikuti negara lain yang berbeda mathla'nya.
t43
Mengenai hal ini Ibnu abidin disana dapat disimpulkan bahwa persoalan pelaksanaan Idul Adha tidak sama dengan masalah penetapan awal Ramadhan dan Syawal (yang menurut Jumhur tidak dikenal teori mathla' sebab, dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal masalahnya adalah puasa, sedangkan
disini (bulan Dzulhijah/Idul Adha ) masalahnya adalah puasa, dan Qurban. Jadi dalam hal ini kembali kepada mathla' masing-masing sebagaimana shalat maktubah.
Siapakah yang berhak menetaPkan?
Kita kembali
kepersoalan penetapan awal/akhir bulan
penetapan awal/alJrir Ramadhan ini merupakan persoalan fiqh yang bersifat kemasyarakatan sebagaimana disinggung diatas, maka demi tercapainya kemaslahatan umum, keseragaman dan
kebersatuan umat, pemerintah perlu turut campur tangan dan
inilah satu-satunya yang berwenang menetapkan serta mengumumkan awal/akhir Ramadhan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka apabila pemerintah (Qadi,Hakim) telah menetapkan dan tentunya harus berdasarkan laporan pihak yang dapat dipercaya dan data-data akurat serta mengumumkan maka ketetapan ini berlaku umum dan mengikat Dan atas dasar ini pernyataan perorangan tidak dibenarkan. Berkenaan dengan hal ini, Fuqaha mazhaz Syafii
Ramadhan. Dari uraian disana dapat dipahami bahwa hal tersebut termasuk masalah fiqh atau ijtihad. Sesuai dengan
mensyaratkan, ketetapan awal/akhir Ramadhan
status dan wataknya, fiqh yang zanni (kebenarannya relatif) ini tidak mengikat, karena ia adalah pendapat individu. Oleh karena itu bagi orang awam bebas memilih dan mengikuti pendapat
maupun atas dasar hisab, maka semua masyarakat harus
manasaja yang dipandang sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan zaman, sejalan dengan kaedah "Al-Ami 7a mazhabu lahu " orang awam tidak mempunyai mazhab. Dan atas dasar itu pula maka ulama sepakat bahwa ru'yah seseorang hanya berlaku bagi dirinya dan mereka mempercayainya. Demikian juga hasil hisab seseorang hanyalah berlaku baginya dan yang meyakini kebenarannya. Artinya kedua hal ini tidak berlaku
khalayak/masyarakat umum. Mengingat hal ini merupakan persoalan umum, atau Hukum Islam yang bercorak kemasyarakatan, maka jika dibiarkan sebagaimana adanya dan setiap orang boleh memilih masing -masing, tentu kebingungan dan kesimpang siuran dalam masyarakat tidak dapat dihindari. Berkaitan dengan persoalan semacam ini Hukum Islam telah memberikan pedoman tersendiri yang menjamin terciptanya
untuk
kesatuan dan menghindar keresahan.
Ilmu Fiqh (Hukum Islam) telah mengatur bahwa dalam perioalan yang berstfat kemasyarakatan perlu dan dibenarkan campur tanganUlil Amri/pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam kaedah yang telah populer,"Hukmul Hakim iizamun wa yarfa'ul khilaf'. Keputusan Hakim /pemerintah itu mengikat dan menyelesaikan perbedaan pendapat. Oleh karena persoalan
144
harus
diputuskan, dilakukan oleh Pemerintah. Dan apabila pemerintah telah memutuskan baik atas dasar laporan kesaksian ru'yah
(lihat mematuhinya Syarwani,flI: 3 T6,Nihayah,III: 433-43s)
antara I
49
lain
Hasyiah
dan al-Fiqh' alal Mazahib,I:
Sementara itu, jumhur (Hanafi,Maliki dan Hambali) yang tidak mensyaratkan harus ditetapkan pemerintah, tetapi jika
pemerintah menetapkannya, maka ketetapannya inipun bersifat
mengikat
bagi
Mazahlb,I:434-435) Dari penjelasan
masyarakat umum
(lihat
ini dapat diketahui bahwa
al-fiqh'alal
antara mazhab
Syafii dan jumhur dalam hal ini terdapat titik temu. Yaitu manakala pemerintah telah menetapkan awal/akhir Ramadhan maka semua umat Islam/masyarakat umum harus tunduk pada ketetapan tersebut. Dan dengan demikian persoalan ini telah terjawab.
Mengenai sejauhmanakah ketetapan ini berlaku, apakah hanya untuk daerah yang satu mathla' saja ataukah dapat berlaku universal? Sebagaimana disinggung diatas, persoalan ini hanya terdapat dalam mazhab Syafii.dan untuk ini Ibnu Hajar telah mengemukakan, Apabila Pemerintah sekalipun berbeda mazhab dengan kita, mazhab Syafii telah menetapkan (adanya ) hilal dan mengumumkan untuk masyarakat maka sekalipun berlainan mathla' kita harus mentaati dan beramal
t45
tt$Tf:l?h ).
ini sejalan sesuai dengan ketetapan tersebut, dan yarfa' (lihat Tuhfah,III: Khilaf ul l{a't
il; ilfik-rt
383
maka perselisihan tentang mathla' harus itu mengikat Oit"tu*pi"gkasn, karena keputusan Pemerintah jika Indonesia di Untuk Jun -"r,y"lEsaikan perbedaan pendapat' p"*ri"iuft telah memutuska-n, maka keputusan itu berlaku
Berdasarkan
ini
wilayah sekalipun berlainan mathla'' dan mengenai p""ouiun penetapan awal Dzulhijah
irnl* t"t"-tt f.-uOiun
terhadap p"lutrurruut, tail eOita, maka berdas.arkan Takhrij dilakukan perlu inipun inasalah Ramadhan, penetapan aka seragam Pemerintah' Dengan .utu itti umat Islam lndonesia Fitri dan Idul shalat a;il mengawali ibadah puasa Ramadhan, ini Islam umat Idul Adha. Keseragaman dan kesatuan amaliah mempekokoh ,u"gui Jip"rlukan lalam rangka menggalang dan
ukhuwah islamiYah.
CATATAN PERIIITUNGAN POSISI DAN PENGAMATAN HILAL DALAM PENENTUAN KRITERIA PEI.{AMPAKAN HILAL Moedji Roharto Abstrak Informasi global astronomi yang bertautan dengan pengamatan dan perhitungan posisi hilal disampaikan dalam'turi"san iniPaparan informasi ini diharapkan daplt menyatukan visi tentung persoalan hilal dalam penentuan kritiria visibilitas hilal. Pendahuluan
Ada tiga persoalan .kesepakatan
pokok yang dihadapi dalam mencari menggunakan t
penentuan posisi bulan Metode perhitungan
Perhitungan posisi bulan dan matahari tidak terlepas dari teori. geosentris (epicycle) atau heliosentris mendasari modei perhitungan kedua benda langit tersebut. posisi bulan maupun matahari yang dihitung oleh kedua model teori tersebut aoatah posisi geosentris. Dalam astronomi metode perhitungan p*i"
bulan yang dipergunakan dalam almanac NautikJ *uupun Astronomical Almanac mempergunakan teori EW Brown (1 8e6).
Metode Brown kemudian diperbaiki sekitar tahunl954 (Improved Lunar Ephemeris tgiz-tgsg; Nauticar Almanac office; washington iss+1. Metode urruti,ir, analisis deret tanpa memperhitungkan gangguan planet dikembangkan oleh IviC Guttzwiller dan DS Schmidt gThe motion of the moon as
r46
147
----_ll
.{
Hill, brown and Eckert; Astronomical pup"tt of the American Ephemeris, vol XXm part i;Wutfti"g,o" (1986). Sejak tahun 1984 the Astronomical computed by method of
i1-unu"-*"nggunuiu' Simultaneous Numerical
lntegration
DE2OO|LE200: Konstanta yang dipergunakan mengac-u International Astronomical union IAU (19760. Metode
p.ittit ntgu" posisi bulan tersebut masih terus berkembang' Dan aimanak lainnya seperti yang dikeluarkan oleh
;;;."y;
departelen Meteorologi India mengacu
perkembangan
yang secara Almanak Nautika atau the Astronomical Almanac dahulu' hi storis mengmban gkan perhitungan terlebih perhitungan informasi Bagi periula bisa m"-pttg"ttakan perkembangan Lu*r"irr"" (1991). Sedangkan untuk _teori perhitungan'posisi bulan yang mutakhir bisa dibaca dalam 'lr4oshier (lleZ;. Untut< keperluan praktis pengguunaan teori yang s,rdah ada cukup memadai dan dapat dipergunakan keperluan pengamatan praktis dan juga sebagai acuan seba'gai
uiutr"p"*uu"ding
tagi
yang ingin mengembangkan- metode
perhiiungan yuttg tuitt. Perbaikan teori dan metode perhitungan fui*utr,ritutt untuk mengurangi kekurangcermatan gntuk
posisi bulan jangka panjgg (skala ribuan ta!g) fenentuan 'lvlisalnya untuk penentuan gerhana bulan dalam tempo 8000 tahun.
Formula penentuan posisi bulan dan matahari yang telah yang praktis disederhanakan untuk keperluan perhitungan O and Montenbruck' diberikan dalam beberapa buku seperti Meeus'J (1988); Pfleger, T (1989);luffet-Smith,P (1981);Chapront Tauze, M and Chapront,J (1991)' Cara tabulasi
dan dipertoleh dari pengamatan astronomi. Terus terang masih kehilangan jejak untuk menelusuri balik penyusunan tabel-tabel tersebut. Sebagian tabel-tabel tua mungkin disusun berdasarkan teori epicycle dan dikombinasi dengan pengamatan astronomi yang lebih baru pada zaman al Battani (-929), as Sufi (903-
986),al Biruni (1048),Ibn as Salah (-1154) atau Ulugh Bek (1394-1449). Contoh presentasi posisi bulan dan rnatahari dalam posisi dan waktu dapat dilihat dalam almanak Nautika (terbit tiap tahun), the Astronomical Almanac (tiap tahun), Sullamun Nayyirain (abad Z0), Fathurrauf Almanan (...),Badi'atul Mitsal (...),New Comb (...) Dalam menggunakan tabel yang perlu diingat selain langkahJangkah dalam tabel juga makna angka dalam tabel (batas keberlakuan, ketelitian dan sebagainya) dan arti angka yang diperoleh dari
perhitungan. S oftware/p
eranti lunak
Selain itu juga ada beberapa software (peranti lunak) untuk menentukan posisi bulan dan matahari. perlu komputer untuk
bisa mengetahui hasil perhitunganya. Seperti Mawaqit
versi1.1.(untuk menentukan arah kiblat, waktu shalat, ijtima, posisi bulan dan matahari, penetapan awal bulan dengan kriteria tinggi bulan > 5o), Astrolnfo versi l.l.(menghitung posisi ^bulan bulan, matahari dan planet, terbit dan tengelam matahaii,
dan planet sangat presisi/cermat), Almanac for computer (menghitung posisi bulan dan matahari, terbit dan terbenam matahari).
Adanya peranti lunak tersebut menguntungkan, karena dengannya dapat melakukan perhitungan yang cepat dan teliti dan memungkinkan untuk telaah jangka punlung. perbedaan perhitungan antar peranti lunak bergantung pada teori koreksi
yang Karena langkah penentuan posisi geosentris bulan komputer' akurat sangat poanjang dan memerlukan alat bantu Untuk keperluin ptuktit disediakan berbagai macam taU.et-(1j) lebih sehingga perhitungan posisi bulan dan matahari menjadi ."a"rf,Irru dan dapat dilukukutt dengan kalkulator' Penyajian orit tabel-tabel tersebut tidak terlepas dari penggunaan teori yang akurat astronomi bulan maupun matahari dan konstanta
memberi kesempatan pengglrnanya untuk belajar tiUih iauh kemungkinan-kemungkinannya masih terbuka luas. Bebeiapa catatan pekerjaan yang masih perlu dilakukan adalah telaah perbandingan ketelifian antar peranti lunak dan tabel
t48
t49
dan formula yang dipergunakan. Dan 6agi yang ingin mengembangkan peranti lunak yang ramah untuk dipakai dan
rencana perhitungan. Memanfaatkan peranti ]unak untuk jangka panjang an?r
Telaah hilal jangka panjang' persoalan.iu-"gh iirlJtt p"t urrgguiurr'Islam dan prospek hilal' penampakan suatu penggunaan dalam ryt"11 funj attg' I'IItr pada Contoh hasil penggriraan Astrolnfo dalam tabel
p."g"-"t""
lampiran.
Algoritma Penentuan awal bulan bulan baru Penentuan waktu ijtima'atau konjungsi atau Waktu matahari terbenam dan bulan terbenam bulan pada saat matahari terbenam' Posisi -
-;;;;
posisi bulan pada saat, matahari terbenam dapat penampakan dilalukin piakiraan visibilitas hilal dengan kriteria hilal; i. g"du tingga bulan dan matahari - Beda azimutbulan dan matahari 3. Jarakbusurbulan dan matahari
2
4. Umur bulan 5. Luas
hilal
(hternational Lunar 6.Garis batas penanggalan bulan ,ILDL Rukyat Depag R Hisab 1984, Badan Date Line)' I.inut
itllt
dan BMG. dan kriteria Pengkajian lebih kritis dalam formulasi dalam p"n"n iui garit batas sebagai pergantian tanggal Llender Islam masih perlu dikembangkan'
:(H-l)x12+Bl
11
LI = Lunasi Islam = Tahun Hijriyah
H
BI = Bulan Islam (Muharram = l, Safar = 2, \apigl ayal = 3, Rabiul akhir: 4, jumadil awal : 5, jumadil akhir: 6, Buju! T.?, lVu't_qh = 8, Ramadhan = 9, Syawal = 10, Zulqa'dah = I i
dan
Zulhijah:
12)
Contoh: Ramadhan 1414 H (H:1414 . dan
BI:9)
bersesuaian dengan
lunasi Islam 16965.
Penomoran lunasi
ini untuk
mempermudah dalam
perbandingan dan analisis persoalan dan sekaligus merupakan
sesuatu yang menarik melihat usia tegaknya Islam atau fenomena lain dengan skala lunasi Islam. Fenomena Toposentris dan Geosentris (teori dan Geometri) Rencana pengamatan hilal dilakukan setelah mengetahui waktu ijtima' dan beberapa perhitungan diperlukan untuk mengetahui posisi hilal pada waktu matahari terbenam. Perhitungan posisi hilal akan mengurangi waktu yang terbuang untuk mencari lokasi hilal dan tinggal berkonsentrasi pada pengamatan hilal. Pada bab ini akan dibahas tentang konsep fenomena toposentris dan fenomena geosentris, terbit terbenam dan tinggi obyek langit. Pembahasan ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman persepsi tentang tinggi hilal baik dari perhitungan maupun pengamat. Apakah tinggi yang dilaporkan oleh seorang pengamat hila1 sama dengan tinggi geosentris
bulan? Apa yang dimaksud tinggi bulan dalam kriteria
Informasi tambahan
Aziz Lunasi Islam dan lunasi astronomi (Ilyas dan -1991); almanac)' Satu unflrk lunasi astronomi lihat the Astronomical penampakan hilal ke lu;;i irr"* "A"f"f, satu siklusIslam adalah penomoran ot ramoakan hilal berikutnya' Lunasi I Muharram 1 sejak dari r""*a beratrnan Hijriah (lunasi Islam ni 1)'
itffi il;ir}i"-
rio
penetapan awal bulan? Dalam pengamatan hilal, tinggi dan waktu pengamatan hilal merupakan informasi yang perlu dicatat selain bentuk dan warna bila memungkinkan. tr'enomena Toposentris
Untuk keperluan pengamatan hilal diperlukan kondisi langit yang redup. Langit yang redup terjadi bila matahari terbenam. Meredupnya senja akan memberi kesempatan mata manusia
l5l
karena itu pengetul"T tentalg untuk bisa melihat hilal' Oleh *"-tll terbenam lan apakah b"1"" oenentuan waktu *"Oft"ti terbenam' Fenomena il;waktu.matahari ilH;;;;;;;; bumi' Pjrmukaan bola otefr Jengamat.diatS diamati yang pada mengacu p"ne"tuJ;;";;i;lan dan hatahari Sedangkan pusat bumi atau geosentris'
sebaliknya untuk matahari pada kedudukan jarak zenit 89o masih terang diatas horizon (arak zenit besar busur dihitung dari zenit pengamat kebenda langit, pada lingkaran besar yang melewati zenit dan benda langit). Didkripsi lebih detail dapat dilihat pada Tabel Iva pada lampiran'
diperhatikan Ada beberapa ;;;:"ktt yang perlu 'dd* dihitung dengan
ru"gt vang *"fiill"utt*i#ltsgi ;t"au langit' Koreksi akibat ;Gi dn' !#u acuan geosentris horizon pengamat 'atau o'tl' oaralaks horizon, ;;l"i;;t bulan atau bundaran |J#tr ";;il; f;idan semidiameter agar pembicaraan diketahui p"t1" matahari. for"t i-to'Lttiiti dilaporkan pengamat tentang tinggi
hihl
;;;*ilggt bulanlle
alfiir toposentris iwalaupun hasil adalah tinggi benda langii Sebagai kecil)' n"tu"ay vang koreksi itu hanva tersebut kedudukan tono;tttttts pembanding t'u'if p"""gu;utq pftru memperhitungkan faktor
*:;;fftn*
bulan geoserr*""'"u'i-'""ti'it koreksi tersebut'
Paralaks horizon umunmya adalah geosentris' Penentuan posisi benda langit sebigai acuan' Dalam kenyataanya menggunakan p"t;l bola bumi' Fenomena terbit pengamat berada langit termasuk fenomena toposentris dan terbenamnyu G"Ai bumi'
;;; ft;-;;'d;
karena mengacu
dJafu g#st
;;;
plmukaan
bintan g p erb g da'?n rca1!1jan iienimbulkan paralaks
.d1
i;;h" *perti
Untuk obvek pengamat d""**T#;;' ainltuttn berdasar kedudukan irorizon vu"g btt''"ffi;qi t;lq j"rrgun"f.d.ra,rm' tingi toposentris' Pendek geosentris ru*u jauh vans -diamati 'tidak kata pengamat;;'""';;il-""9v9t terhadap i kedudukan yang n"lempennasururrr."ln seperti g dekat giiyan ouvtt lan kedfudukan g"o'#oi t]^ riu*t"' paralaks koreksi matahan bulan, koreksi 'rLiil Y{t'k koma delapan detik ig'a"-delapan horizon cukup bumi mencapai lo'Jadi andaikan bisa bulan busur),tapi untuk jarak zenit ;;da kedudukan tidak memp.-r"i di permukaan bumi, ggosudah tidak keliliatan oleh pengamat
il;-'td"k
k;k
il;i;*itk";:.
;'tk"ill'l""
152
Refraksi angkasa Pengamat berada dipermukaan bumi yang diselubungi oleh angkasa. Cahaya benda langit yang sampai kemata pengamat me-lewati angkasa dan akan mengalami gangguan (peredupan, turbulensi dan pembelokan).
Angkasa
bumi bersifat membelokkan cahaya atau
membiaskan atau merefaksi cahaya (bergantung pada panjang gelombang). Akibat refraksi kedudukan benda langit menjadi
iebih tinggi dari seharusnya bila dihitung
denganposisi
geosentris.bleh karena itu walaupun matahari telah mencapai jarak zenit 90o matahari masih berada diatas horizon. Makin dekat dengan horizon makin besar sudut refraksinya (34")' Sketsa sedirhana diperlihatkan gambar 4 pada lampiranB. Besar sudut refraksi fungsi dari tinggi benda langit diperlihatkan dalam tabel iVb pada lampiran dicuplik dari Montenbruck & Pfleger (1989).
Diameter sudut benda langit Diameter linier bulan dan matahari hampir tidak berubah, akan tetapi karena jarak bulan dan matahari berubah dari saat kesaat diameter bundar.bulan dilangit juga berubah' Untuk fenomena terbenam bulan dan matahari informasi diameter bundar bulan diperlukan untuk koreksi posisi geosentris dalam menentukan terbit dan terbenamnya benda langit' Penentuan posisi bulan dan matahari secara geosentris mengacu pada pusat bundaran bulan dan matahari, fenomena terbJnamnya bulan dan matahari adalah terbenamnya seluruh bundaran matahari dan bulan dari horizon pengamat (horizon toposentris), oleh karena itu diameter sudut bulan dan matahari peilu dipertimbangkan. Jadi walaupun jarak zenit matahari
153
sudah 90o setengah bundar matahari masih diatas horizon. Diameter sudut bulan dan matahari bergantung pada jarak bulan dan matahari, rata-rata sekitar 32 menit busur dan semi diametemya l6 menit busur. Kriteria tinggi untuk terbiVterbenamnya benda langit hasil kombinasi fenomena toposentris untuk pengamat pada ketinggian permukaan air laut diberikan dalam tabel IVc pada lampiran.
DIP Kedalaman horizon Penentuan terbit dan terbenam biasanya mempergunakan kedudukan pengamat pada ketinggian permukaan air laut. Bila pengamat mengambil lokasi lebih tinggi, horizon pengamat akan memperlihatkan kaki langit yang lebih dalam. Akibatnya pengamat yang berada ditempat yang lebih tinggi digunung misalnya diharapkan akan mempunyai kesempatan lebih lama dalam mengamati obyek dibandingkan dengan yang berada di horizon pengamat pada tempat yang lebih rendah, dan dapat mengamati obyek langit yang seharusnya tidak terlihat oleh pengamat yang berada pada ketinggian permukaan air laut. Dan bahkan obyek langit yang lebih rendah bisa diamatinya. Deskripsi skematis diperlihatkan dalam gambar 5 pada lampiran B.
Catatan Pengamatan hilal
Hilal termuda atau bulan sabit termuda yang masih bisa diamati dengan mata bugil setelah ijtimaikonjungsi masih merupakan obyek buruan dalam penentuan awal bulan Islam. Selain itu sebagian yang lain tertarik berburu hilal termuda
untuk dapat memecahkan rekor/prestasi pengamatan hilal
termuda yang pernah dicapai sebelumnya dan sebagian yang
lain tertarik berburu hilal untuk memperkaya dunia ilmu pengetahuan.
Sulitnya mendeteksi hilal dengan mata bugil dikarenakan kedudukan bulan berdekatan dengan matahari dan terang hilal
r54
terlalu lemah dibandingkan dengan terang angkasa bumi yang menyebar cahaya matahari. Rentang dinamik terang hilal dan terang langit tidak mudah dijangkau oleh mata manusia yang secara reflek pupil mata mengatur jumlah energi foton yang masuk ke retina. pada saat langit terang diafragma mengecil dan berarti makin sedikit foton cahaya hilal yang sampai ke retina mata dan makin sulit untuk dikenali oleh mata manusia. Untuk pengalaman praktis dapat dilakukan pengamatan bulan kesiangan atau bulan tua pada saat pagi sebelum matahari terbit dan setelah matahari
terbit' makin tua umur bulan makin sulit dikenali dilangit walaupun pada saat matahari belum terbit obyek tersebut dengan mudah dikenal oleh mata bugil.
Pengamatan sistemastis akan memberi informasi telaah batas ambang visibilitas hilal. oleh karena itu pengamatan hilal menunggu kesempatan meredupnya senja diafragma mata pengamat langit malam akan membesar. Membesarnya
diafragma mata berarti makin banyak foton daricahaya hiial yang bisa dikoreksi oleh lensa mata sehingga mempunyai kesempatan untuk bisa dikenali oleh mata manusia bila jumiah foton sudah melewati suatu ambang batas pengenalan obyek. Berapa batas ambang pengenalan obyek oleh mata manusia normal? Apakah batas ambang tersebut sama untuk semua manusia? Kalau tidak, berapa besar deviasinya?
Kesempatan untuk mengamatinya sangat singkat hanya beberapa menit setelah matahari terbenam karena saat ijtima' kedudukan bulan dan matahari dilangit sangat berdekatan. Kondisi kecerahan langit dekat horizon umumnya relatif jelek dibanding dengan cuaca didekat zenit. Hal ini dapat dimengerti karena arah pandang mata manusia ke horizon u[an *"n"mbus
lapisan angkasa bumi yang lebih tebal dan berakibat lebih banyak mengamati ketidakstabilan angkasa. Awan tipis juga akan banyak menghadang arah pandang manusia tL otyet langit diarah horizon. Beberapa persyaratan tentang keberhasilan dalam pengamatan hilal diketahui dari pengalamai pengamatan hilal dan pengetahuan yang bertautan dengan penampakan hilal. Antara lain bulan berada diatas horiion pengamat setelah matahari terbenam, luas hilal lebih dari l%,
155
tinggi hilal >4"(sampai 10") bergantung pada beda azimut bulan dan matahari, makin dekat dengan matahari semakin tinggi persyaratan kedudukan hilal pada saat matahari terbenam agar memungkinkan bisa dilihat, atau umur bulan tidak kurang dari 14 jam setelah konjungsi. Persyaratan itu ada yang masih perlu dikonfirmasi dan diuji ditempat lain, di Indonesia
misalnya. Koleksi catatan (yang benar,cermat
dan
lengkap)tentang keberhasilan, ketidak-berhasilan atau keraguraguan pengamatan hilal merupakan informasi dasar yang sangat penting tntuk menentukan analisis penentuan kriteria penampakan hilal. P endekntan p engamatan atau
pengalaman empiris
Hilal diamati dengan mata bugil manusia lewat jendela
informasi visual. Mata bugil sebagai detektor mempunyai sensitivitas yang sama daerah visual, kecuali malam hari sensitivitas bergeser kearah merah. Kontras hilal terhadap latar depan langit senja sangat lemah. Seberapa jauh kesanggupan mata sebagai detektor sanggup memilah cahaya hilal dan
hilal dengan mata bugil secara sistematis dan dibanyak tempat perlu dilakukan dan dibahas lebih komprehensif dan didiskusikan baik keberhasilan maupun Pengamatan
ketidakberhasilannya. upaya perbaikan dalam persiapan .i;; metodologr dan sebagainya perlu terus dikimburrgkun ug", ini mempunyai makna bagi ilmu pengetahuan *uupL -tradili bagi keperluan agama.
Pengujian batas_ ambang yang ditemukan Danjon
(
1
93O)(pembahasan detail dapat dilihai dalam purwanti, tggi),
kriteria penampakan hilal yang telah diformulasikan
pengamatan
tidak bisa segera dilihat. pengamatan
yang
konsisten dalan jangka panjang akan mengu.npulkun data yani berguna untuk mendeteksi pengaruh variasi musim terhalai
visibilitas hilal. Tujuan akhir untuk menyeresaikan atau
memperkecil kontroversi dalam pengamatan hilal. Profes ionalisme dalam pengamatan
cahaya senja?
da-n
keberhasilan yang lyaL biasa dibeberapa tempat seperti yang pernah dicapai oleh Julius schmidt oulan r5,4jam) da'Rou".t c.victor (bulan l3jam 28menit dapat dilihat dengan binokuler) perlu diuji ditempat yang berbeda seperti di lndonesia. Hasil
hilal
Daya tarik hilal termuda atau bulan tertua yang bisa diamati oleh mata bugil manusia. Menarik karena jarang sekali ditemui penampakkannhya. Bagi pemerhati langit akan cepat sekali rnengukur prestasi dan pengalamannya untuk bisa melihat tandan bulan yang lebih tipis dari biasa yang pemah dilihatnya. Ada perasaan kepuasan dalam memecahkan rekor termuda. Akibat daya tarik ini kadang-kadang laporan pengamatan hilal kurang akurat dan meragukan. Hal semacam ini tidak terjadi di Indonesia saja, diluar negeri seperti di Ingns atau di Amerika bisa terjadi contoh tentang persoalan pengamatan hilal diluar negeri bisa dilihat dalam Schaefer, Ahmad dan Dogget (1993). Karena menarik perhatian banyak orang sehingga banyak yaiig berpartisipasi secara amatiran secara tidak sengaja atau lebih serius untuk mencari hilal karena bisa memecahkan rekor yang pernah dicapai manusia sebelumnya. Dan juga para pemburu komet pada senja hari biasanya dengan tidak sengaja mengamati bulan yang sangat tipis tersebut.
Kekeliruan itu mungkin terjadi (bigi yang tioat ue.-rtrasilpun seharusnya perlu dipertanyakan -"ngupu tidak berhasil?). Pengamat hilal sebaiknya tidak mernpunyai beban p"ruruun untuk bisa berhasil atau tidak berhasil aaram -"ngu-uti hiiui. Berhasil atau tidak semuanya punya peluang yang sama. Ragu_ ragupun juga sebuah hasil dari pengamatan, tidak usah dipaksakan. Kejujuran dan judgement- yang tepat dalam pengamatan hilal sangat penting, karena akan berpengaruh pada kualitas koleksi data pengamatan hilal. kotetsi data pengamatan itu merupakan investasi ilmu pengetahuan masa
156
157
Hilal termuda merupakan obyek langit yang sulit diamati
dengan mata bugil, tipis cahayanya di atas ambang kemampuan daya lihat mata bugil manusia. Sorotan khusus tigi p"ngi_;i
yang berhasil mengamati hilar termuda menia-ar' rui'ah. Pertanyaan yang sering muncul apakah obyek yang Uertrusii diamati benar hilal atau obyek yang rain yang disanlka hilal?
persoalan (dunia akhirat) dan s-ek{igus memperjelas ltu pengamat Beban perasaan kontroversi p",'gu"'utut hilal' akhir Sva'ban' hiial akhir biasanya akan lahir;;;;"g"*atan Z"iqa'dat.' nutnuinu" judgement yang ^';;"gJ;""dan akhir berbeda akan memberi
depan
juga berbeda' Derajat kesiapan berbeda, daya hilat p""gutnutu" pengamatan yang singkat akan -terlatih' mental pengamat pada"watttu sikap independen lebih baik bagi pei!a;;t d"s terpengaruh mudah tidak
ffi;;;:.,g;p",1;^"fi;t"t'itentu benar' jangan pengamat yanf ;t"y" Vuttg,UA"-
oleh hilal a-da iekan yang bisa melihat berkata melihat hilal karena melihat hilal jangan ragu-ragu ;il;; sebaliknya bila vakin *""luiutu" berhasil melihat hilal' p'of"tionalisme sangat diperlukan Pendek tuo t":":utan Ju" it'gotong obvek langit vang sulit' untuk pengamatan il;it;; jangan juga mempersulit kehidupan Sulitnya pengamatanhilal berkaitan erat dengan kita. Pembentukk;^;idp Ltt"U"tmata bugil masih akan prospek pengamatan hilal dengan tentang "*""iU"ti 'toit'iUu'i Uagi dunia ilmu pengetahuan luas' sangat yang neseri visibilitas hilal di ;k";6' Indonesia akan lokasi diuanvak p'orttio"ut pengamatan htf i;;;; di Islam umat pada Indonesia merupakan
;;;fu
to"t"o"'i"'nut i'tu-
bumi lain dan dunia ilmu pengetahuan' TeleskoP dan Pemotretan hilal
untuk dapat memperoleh Pengabadian hrlal akan bermanfaat juga menekuninya' Selain itu gambaran Uugi ptmulu yang ingin
akanbermanfaat'""*tU'utto:"diskusihilaltermudayang praldis penggunaan
t-fru aiuUuAihtt' Untuk keperluan dengan interface kamera dan teleskop kecil yarfi-Aif""gtupl bulan (Rose'1993) pada perlengkapan n"*t'i t^itf ft*"t-*tan dipergunakan sebagai pedoman' iabel V puau fu*pl*" a"p"t cuaca didekat horizon perlu Namun perlu diingat keadaan lama pemotretan' Variasi dipertimbangtu"';i1"k-'p"*"*"" drlakukan apabila beberapa tempo ;;;"1;; lebalknva pemotretan hilal (obyek wahunya rn"-u"gliinttu"' Pengalaman dan digali terus utuk mencapal yang tergolong t"inl p"tfu dica-ri
*""gf.i"
r58
tingkat keberhasilan yang tinggi. Pointing teleskop yang cermat diperlukan untuk bisa dengan cepat menemukan hilal. Hasil pemotretan hilal yang tipis dapat dilihat dalam majalah astronomi Sky and Teleskop atau yang lainnya. Sebagai contoh misalnya Ashbrook (197 L),(197 2),(197 3),(1978),dan ( I 979) di Cicco (1989). Pengamatan bulan dengan teknik inframerah Pengamatan bulan dapat dilakukan dengan wahana antariksa
seperti pengamatan bulan dalam daerah informasi sinar X pertama kali oleh ROSAT (Trumper,!992) dan dengan pengamatan hilal dengan roket yang dilengkapi coronagraph (1966) (Koomen, Tosey, Seal Jr,1967). Pengamatan hilal landas bumi dengan mata
bugil
dan
teleskop optik hanya memanfaatkan informasi dari langit melalui jendela cahaya kasatmata (daerah panjang gelombang antara 3200-8800 angstrom). Dan mata manusia peka pada daerah panjang gelombang kuning (5500 angstrom). Walaupun angkasa bumi tidak transparan terhadap semua panjang gelombang namun masih banyak jendela lain yang memungkinkan
untuk eksplorasi langit antara lain jendela untuk
cahaya
iframerah, microwave.
Ide pengamatan hilal dengan inframerah adalah untuk meyakinkan bahwa obyek yang sedang diamati adalah hilal bukan yang lainnya. Bundaran bulan yang bulat memancarkan radiasi inframerah, cahaya yang tidak tampak oleh mata manusia. Teknik pengamatan inframerah tergolong sulit dan mahal. Pengamatan bulan dalam inframerah dan radar telah dilakukan pada tahun I970an dan sampai sekarang pengamatan bulan dalam inframerah masih dilakukan oleh beberapa grup astronom. Namun tidak ada laporan pengamatan inframerah untuk bulan mati (mugkin posisi pengamatan sulit, kesempatan singkat dan lokasi dekat horizon kurang menguntungkan untuk fotontri inframerah yang cermat) Ada catatan bahwa pengamatan bulan post midnight perlu detektor yang lebih sensitif. Pengamatan inframerah untuk bulanmati di ekstrapolasi dengan pengamatan inframerah pada 1s9
saat gerhana bulan total. Pengamatan inframerah bulan dilakukan pada daerah panjang gelombang 8-20micron. Dengan detector IR Mercury doped, Ge detector didinginkan sampai 2 K (liquid hidrogen). Informasi tentang temperatur bulan diperlihatkan pada tabel VI lampiran A. Telaah detail pengamatan dan emisi inframerah bulan dapat dibaca pada makalah Winter 81972) dan Shorthill dan Saari (1972)
Kesimpulan dari pengamatan inframerah bahwa emisi inframerah bulan tidak homogen. Kondisi temperatur permukaan bulan pada saat pengamatan hilal, daerah bulan yang
tidak tercahayai mempunyai temperatur antara 20 sampai 100 K, untuk daerah yang akan terkenai cahaya mempinyai temperatur sekitar 90 K dan bagian yang terkenai cahaya mempunyai temperatur sekitar 400 K. Pengamatan dengan inframerah selain mahal juga hanya bisa dipergunakan disatu lokasi saja, jadi kesempatan pengamatan disuatu lokasi lebih kecil dibandingkan dengan pengamatan dibanyak lokasi. Umur detektor elektronik tidak panjang (< 7 tahun) juga merupakan tambahan biaya operasional' Aspek positif pengamatan hilal dengan teknik inframerah adalah pengalaman pengamatan inframerah obyek astronomi yang tergolong sangat sulit dan bahkan bila bisa melakukan pengukuran inframerah (idak hanya mendeteksi saja) hilal, hasil pengukuran tersebut masih akan memberi kontribusi pada dunia ilmu pengetahuan.
hilal perlu dicari
dengan
hilal
dengan mata bugil? pelajaran yang bisa aiamll Aari keberhasilan roket coronagraph itu adalah perbedaan metode pengamatan untuk obyek yang sama (hilal termuda) bisa menghasilkan sesuatu yang berbeda. Untuk mancari kriteria penampakan hilal perlu ada acuan yang taat azas atau pegangan dasar metode penentuan hilal dengan ukuran yang uisatilihat dengan mata bugil manusia, kalau tidak persoalan tidak akan selesai karena kita akan terjebak mendiikusikan "hilal yang
berbeda"
Konsentrasi penyelesaian persoalan hilal sebaiknya mengacu pada hilal yang dipergunakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu ukuran hilal yang bisa dilihat denganmata bugil. upaya ilu dan teknologi dalam mencari kriteria visibilitas hi-lal yang disepakati untuk keperluan penentuan awal bulan dalam kalender Islam yang tertib dan mempunyai konsistensi tradisi Islam dari zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang dan
yang akan datang adalah untuk mencari dasar .irt"Besaran terukur hilal
?
Kontroversi yang masih sering terjadi dalam pengamatan hilal baik antar pengamat maupun antar pengamat dan prediksi perhitungan perlu penjelasa yang lebih baik' Selain proses pencarian kriteria visibilitas hilal juga mencari dasar yang lebih kokoh atau konfirmasi yang sudah ada atau menemukan suatu kriteria yang lebih kokoh. Kesepakatan adopsi kriteria penampakan hilal sebagai dasar penentuan awal bulan perlu dicapai setelah melalui upaya eksplorasi ilmu pengetahuan tentang hilal.
160
hilal dengan roket yang dilengkapi
penanggalan Islam yang lebih kokoh.
Mencari kriteria penampakan hilal
Mengapa kriteria penampakan
Pengamatan
coronagraph pemah dilakukan oleh Koomen, tousey dan SeJ Jr pada 12 November 1966. eksperimen tersebut berhasil mendeteksi hilal pada jarak 2 dari matahari memecahkan rekor (pengamatan hilal yang paling dekat dengan matahari ) limit Danjon (1930) yang mengatakan bahwa hilar fidak dapai dilihat pada kedudukan bulan dan matahari lebih dekat dari io . Apakah keberhasilan itu akan mengganti kriteria pengamatan
Kriteria visibilitas hilal termuda perlu dinyatakan dalam
besaran yang diperoleh dari pengamatan (besaran yang terukur)
antara lain tinggi, azimut, jarak busur bulan dan matahari beserta definisi teknik pengamatan dan catatan tambahan bila ada.
Pengkajian masing-masing kriteria dan implikasi jangka gTjalg bagi penetapan ILDL (garis batas pergantian tanglal Islam)
l6l
Posisi
(l). (2). (3). Fotometri (4). (5).
Beda tinggi bulan dan matahari Beda azimutbulan dan matahari Jarak busur bulan dan matahari Luas hilal
Umur hilal Umur (der: ll.bul (t) * Lmth (t)] derajat
Lbul (t) : bujur ekliptika bulan pada saat t Lmth (t) = bujur ekliptika matahari pada saat t
Istambul dan sebagainya. penampakan hilal fungsi dari tinggi hilal dan azimut. Metode dedul
. Menurunkan perumusan penyebab hilal termuda bisa tampak oleh mata bugil. Posisi hilal, daya hilal yang bergant*g puAu jarak ke matahari, ilmu pengetahuan tentang uiiion, meteorologi, angkasa bumi dan lain sebagainya. Membuat rnodel dan membandingkan dengan data pengamatan unfuk menguji keberhasilannya. untuk lebih detaif bisa aititrat dalam schaefer (1988) dan Bruin (1977).
Bila dinyatakan dalan hari : Umur (hari;: umur (der) hari
Kesimpulan
12,9 Fase, F
F:
Yz
[(1
-
cos{umur (der)}]
Ada dua metode untuk mencari kriteria visibilitas penampakan hilal. Kedua metode tersebut adalah metode induksi dan metode deduksi. Metode induksi mempunyai kemungkinan adanya warna validitas lokal yang diuniversilkan. Metode deduksi juga bergantung pada informasi penelitian pendukung lainnya. Kedua metode tersebut diharapkan dapat mempunyai titik temu dengan hasil pengamatan hilal. Pertemuan hasil dari kedua metode tersebut akan memperkokoh dasar ilmu pengetahuan dalam penanggalan Islam. Pencapaian itu tidak terlepas dari kontribusi pengamatan hilal yang profesional. Metode induksi
. Masih banyak pekeq'aan penelitian untuk memperkokoh dasar iptek bagi pencarian kriteria hilal dalam perrentuan u*ai bulan Islam. Pertemuan ilmu falak untuk evaluasi perkembangan hasil-hasil pemikiran dan penelitian dalam negeri maupun dunia intemasional masih dipeilukan. Daftar pustaka ------,,1981, Almanac Hisab Rukyat, Badan Hisab Rukyat Departemen
--:
Agama-Proyekpembinaan Badan peradilan Agama Islam
l992,Minit,Musyawarah Jawatankuasa -penyelarasan Rukyat dan Islam Negara Brunei Darussalam,Indonesia M"l;tii; ;; J3e*iSingapura ke4 tentang penentuan Taqwim Hijriyah iUtq4UZttSgi_ 2020M san simulasi rukyat
----,
l993,Ephemeris
}Iisab dan Rukyat 1994, Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama RI Ashbrook,J 1971, Sky & Telescope August lg1l,Tg 1972, Sky & Telescope Februari, 1gi2,g5 Ashbrook,J 1973, Sky & Telescope June,1973,40i Ashbrook,J 1979, Sky & Telescope April, 1976,403 Ashbrook,J 1978, Sky & Telescope April l97g,i5g
lrlf*"f,{
Merumuskan pengalaman empiris keberhasilan pengamatan ,hilal. Mencari korelasi keberhasilan pengamatan hilal dengan besaran terukur yang diperoleh dari pengamatan (beda tinggi bulan dan matahari, besar luas hilal dan sebagainya). Contoh kriteria yang dikembangkan oleh Ilyas dan Depag RI dan astronom muslim lainnya pada masa silam, Al Biruni, kriteria
t62
-presetation
Bretagnon,P,Simon,Jl and Laskar i tsss of ew solar and Planetary Tables of inter for historical calculation,JHA XVI,39_50 Bruin F,l 977,Vistas in Astron,2l,33 I Di Cicco D,l989,Sky & Telescope,s ept 19g9,322 Chapron Tauze M and Chapront J, lgbg Astron Astrophy,l90,342
r63
Chapron Tauze M and Chapront J, 1991, Lunar tables and Program for 40008C to AD 8000, Willmann Bell,inc.,Richmond,Virginia Danjon, A 1993 ,Ann Obs Strasbourg,3,l39 Danjon, A,1932 L'Astronomie 46,17 Danjon,A,l936,Buletin de la Societe Astronomique de France, 50,57 Doggett, LE Kaplan GH Seidelman, 1991 Almanac for Computer for year. Duffet-Smith,P lg88,Practical Astronomy with your alculation third edition,Cambridge University press,Cambridge Hedervan P l983,in RM Genet (ed) Solar System Photometry,Willmann Bell inc,Richmond, Virginia p 4-l Ilyas,M, I 984,Islamic Calender,Times,Qibla,Berita,Kuala lumpur Ilyas,M,and Aziz l99l Intemational Islamic Calender for Asi Pasific region l41l-1415 H ,Universitas Sains Malaysia
Ilyas,M,and Ismail Z 1992, Toward a Unified word Islamic Calender ,Universitas Sains Malaysia and organitation of islamic Standing
Committee in scientific and Technological Cooperation (COMTECH) Koomen ,MJ,Tousey,R and Seal Jr,1967, in A Dollfus (ed) Cospar moon and Planet II a session of ajoint open meeting of working group, I,II and V of the tenth plenary meeting of Cospar, London, 26-27 luly 1967, North Holland Publ.Co Netherland Lawrence, Jl,lggl,Introduction to Basic Astronomy with PC (Chp 7-8)
Seminar Sehari Lembaga Pendidikan Al Huda, yayasan pTDI, Lembaga Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dan {arian umum pos Kota). Rose,P,1993 Astronomy Now, June 1993,21 Schaefer, B E, Ahmad IA and Dogget LR, eJR.Astron Soc, 34,53
Seidelmann,PK (editor),!993,Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac, US Naval observatory-University Science Book. Shothill, RW and Saari, JM, 1972, lnfrared observation on the Ecklipsed Moon in advances Astronomy Astrophysics, 149 Sprott,J C,l99l, Q.J.R Astron Soc,33,165 Tumasoftware, l989,Astron Info versi 1.0, Sephyir Service
Wesrfall,J.E,l993,in j Muirden. Sky Watcher's handbook, (observing the Modern Moon), WH Freeman Spektrum,Oxford Whitmell,CT., 1972, The Observatory, 34 pp.203,305 -306,37 4-37 s Winter,Df,l972,Infrared Emission from the Surface of the Moon in Advances Astron Astrophys,203.
Lampiran Tabel I Waktu Ijtima
Willmann Inc,Richmoon,Virginia Link,F,l97l,Photometry of Lunar Surface, presented in the NATO advanced study Intitude on Lunar Studies, Patras, Greece, Sep 1971 . Meeus,J,lg82,Astronornical Formulae for calculators,3'd ed,Willman-
Alfiir
Akhir Syaban
T4I4H
Bell,Virginia
Ramadhan
Meeus,J,lg83,Astronomical Tables of the Sun, Moon and Planet,Willman-
Bell,Virginia Montenbruck,O and Pfleger,T lgSg,Astronomy on Personal Computer (translated by S Dunlop ) Springer-Verlag, Berlin (255 pp+x) Moshier,Sl, I 992,Astron Astrophys, 262, 613 Newhall,XX,Standish,EM, Williams J C,1983 Ashon Ashophys, 125'150 Nurahmad, 1993, Peran Geodesi dalam penentua awal bulan lslam, Skripsi jurusan Geoesi ITB Preis, WH Teukolsky,S.A Vetterling WT and Flannery'BP l992,Numerirical Recipes in C, (in pascal+ in Fortran), Cambridge Univesity press Purwanto, 1992, Vrsibilitas Hilal sebagai acuan Penyusunan kalender Islam, Skripsi Jurusan Astronomi lTB. Putro WS, Mustapa, AJ Mulyana,AK',Ramdani,D, Yaranara,K. dan Khafi (astronomical Club Al Farhani-ICMI Belanda) , 19..'.,Mawaqit versi l'0 " (programkomputerlsofuare) Raharto, M, 1990, Kriteria Astronomi tentang penampakan hilal (makalah disampaikan dalam evaluasi hisab rukyat Departemen Agama) Raharto, M, 1990, Lembaga observatorium Bosscha ITB dalam penetapan I
Ramadhan,
I
Syawal dan
l0
Dzulhijjah, (makalah disampaikan pada
r64
Aktir l4l4
Zulqa'dah
H
t4t4H
Lunasi Islam
16.965
16.966
r6.968
-unasi Astr.
880
881
883
10/02/1994
12/03/1994
lt/05/t994
21.30.52
12.05.35
00.07.34*
t0/02/1994
1203-1994
tt/05n994
.Meeus
(l)
Info
l.l
(2)
Mawaqit
l-l
(3)
Ast
:rc (4) faqwim (5) Astr.l994 (6)
21.32
14.06
00.08
tal02n994
12103n994
n/0s/1994
21.32
14.06
00.08
l0/02/r994
t2/03n994
t1/05/1994
21.41
14.06
00.08
t0/02/1994
12/03/1994
tt/05/1994
21.32
14.07
00.08
t0t02/1994 21.30
t2/03/1994
tt/05/t994
*Semua waktu dalam Tabel I dinyatakan Oaiam
165
14.04 Wfg
00.07
1)
Meeus, J,I983, Astronomical Tables of the Sun, Moon and Planets,
Willmann Bell,Inc
2) 3) 4) 5) 6)
Tumasoftware, 1989, Astro Info versi I .0, Zephyr Service Putro et al.(Astronomical Club Al Farghani-ICMI Belanda) IIC (Intemasional Islamic Calender), Ilyas and Azis (1991) Anonim, (1992), Minit-Musyawarah Jawatan Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam Negara Brunei Darussalanl Indonesia, Malaysia dan Singapura ke 4 The Astronomical Almanac 1994
Tabel
Bulan terbenam Selisih (menitl
(wrB)
18.44
18.20
18.03
18.10
-0.7
t7l;22:12
),2
j:04
l: l8:45
)O:52:22
t66''33:14
i:47 :17
l:09:17
176:54:39
t,4
l3:03
:55:07
\:59:.17
!66:56:l I
),5
7:38
5:53:33
5l:49
132:30:l I
):00:00
!l:39:56
l4:00:41
53:01
153:32:19 151
:38:490
l:28:29
13;29:,10
):00:00
t3:29:18
l:32:35
1414 H (12-03-1994)
lln
i65:35:49
l:53:08
l:14:21
\4h
152:38:42
):00:00
t3:32:59
lln
)58:31:56
):26:22
t-a<."1',
l9:'24:07
i:40:25
,.90:.34:27
\4tr
)50:31 :02
):00:00
t3:'12:13
l7:52:42
):53:19
187:54:2O
L = lintang dan B = bujur ekliptika (derajat : menit detik) RA = Asensio Rekta (am: menit; detik) dan Dec = deklinasi (derajat: menit: detik) h = tinggi dan AZ: azimut (derajat menit detik)
III
Ramadhan
:
Iluminasi-persentasi luas bulan yang bercahaya umur bulan (iam: menit)
Um:
(13-03-1994)
18.09
18.44
35
17.46
r8.15
29
Tabel IVa
Akhir Zulqa'dah (11-05-
tge4) Bulan terbenam
L:30:07
!2:10:59
24
1414H
*)
l0:50
l:59:24
{.khir Zulqaid4h 1414 H (l l-05-1994)
t4t4H
t4r4H
).16
132:35:00
vftr
vlh
Akhir Sya'ban
Alfiir
t64:45:37
lln
]ln
(wrB)
"tt-02-1994) Akhir Ramadhan 1414 H (t2-03-1994)
Jm
W
)ec
{khir Syaban l4l4 H (l I -02-1994\
\khir R4lnadhan
Matahari
il
RA
3
\khir Ramadhan l4l4 H (1243-1994\
Tabel II Wakhr terbenam Matahari dan Bulan (Pelabuhan Ratu)
terbenam
III
Posisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam (Pelabuhan Ratu)
7
menit lebih dahulu dari Matahari, tanda positif
menunjukkan Matahari terbenam lebih dahulu baru disusul oleh Bulan'
(iarak rata-rata l (paralaks horison) 1.8 detik busur 184400 km i7 menit busur
l50x 10 km
Vlatahari Julan
p = arc sin (6378/d)
Tabel IVb
t66
r (tinesi)
l0
R(koreksi)
i'3I "
l0'15'
r67
l9'7"
!5'56u
\4'
Tabel [Vc
Tabel VIb
r tinggi geosentris
Vlatahari terbit/terbenam
i0 menit
lulan terbiVterbenam
)8 menit busur
lintang dan planet
14
menit busur
r(K)
Lamda* (maksimum dalam
4iqron)
100
12,75
100
il
to
t55 *) brightness maximum @ta-[ nodyEidiatofl
Tabel V
{sA 400 r/2s
{sA !30
t/60 t/30
1/8
lratio*) i,6
100
t/15
t/t5
ll
t/4 t/2
t/8
l/4 t/2
16
t2
I
t2 +5
+
54
l6
120
)0 ratio
perbandingan antara focus dan diameter obyektifteropong
Atau mempergunakan formula t (detik:0,1 x (f ratio)2 iASA t tempo pemotretan (untuk bulan berumur 3 hari dan 25 hari) lihat Westfall (1993)
:
Tabel Via Kondisi Bulan Mic Eclipse Full moon
20
Quartir
3s8
Anti solar point
120
Before sun rise Eclipse
70-90
407
200 (fist enter umbra)
168
t69
KEPUTUSAI\[ SESSION KE DELAPAN KOMITE PENYATUAN KALENDER HIJRIAH PEIIENTUAN AWAL BULAI\ QAMARIYAH DAi\ HARII{ARI BESAR ISLAM DI JEDDAI{ KERAJAAN SAUDI
ARABIA 18-20 RAJAB WAKTU PADA TENGGANG NOVEMBER 1998 B is m
1419 HJ7-9
ill a h ir r ah m a n i r r a h im
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, shalawat dan salarrr tetap memancar pada utusan yang termulia, Nabi kita
Muhamma.ddanpadakeluarganya,Sertasahababryasekalian' Berkat pertolongan Allah dan keutamaanNya serta limpahan kemurahan dari kerajaan Saudi Arabia cq'Departemen
p"*99T-q Kehakiman, begitu pula karena undangan dari Amanat lJmum, Organisasi konferensi Islam (OKI) diselenggarakanlah session ke delapan Komite Penyatuan Kalendei Hijriyah di kota Jeddah pada tenggang waktu antara 18-20 Rajab-l4|gH,bertepatan dengan 7-9 Nopember 1998 M' Upacara pembukaan diselenggarakan diruang pertemuan universitas Malik Abdul Aziz di Jeddah atas perkenan yang Mulia al-Maliki Al-Amir Naif bin Abdul AzizMenteri Dalam
Tinggi Syekh Shaleh bin Muhammad Al-Luhaidan. Pidato beliau ini disambut oleh Mufti Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Organisasi Ulama, syekh Abdul Aziz bin Bazz, dan presentasi dari Mufti Republik Arab Mesir Syek*r Nashruddin farid Wasil. Sesudah itu berlangsunglah session-session Musyawarah dan tukar pendapat dengan jalan membacakan paper-paper sebagai berikut: 1) Pandangan tentang penyatuan Umat Islam dibawah Pancaran Kalender Hijriah, yang didasarkan pada lahimya Hilal sebelum terbenamnya matahari 2) Penetapan hari Jum'at sebagai hari libur mingguan bagi seluruh kaum muslimin 3) Pandangan tentang berimbangnya penetapan masuknya awal bulan dengan ru'yah. 4) Pandangan tentang perselisihan pendapat mengenai perbedaan mathla'dalam penyatuan Umat Islam, apakah ru'yah suatu negeri sudah cukup dipakai untuk seluruh negeri, atau masing -masing negeri berpegang pada ru'yahnya sendiri. 5) Masalah lahimya hilal dan pandangan tentang pendapat yang menyatakan bahwa lahirnya hilal itu qath'i atau
6)
dhanni. Pandangan tentang permasalahan imka
ru'yah setelah
lahimya hilal.
Negeri.
Upu"utu pembukaan dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-quran. Sesudah itu disampaikanlah pidato-pidato sambutan, masing-masing dari Yang Mulia Pimpinan Umum Organisasi Konferensi Islam, Mufti Kerajaan Saudi Arab11 Yalg Mulia Ketua Majelis Pengadilan tinggi dan Yang mulia Menteri Kehakiman saudi Arabia. Upacara pembukaan ini disudahi dengan pidato pengarahan
olehYangMuliaAl-MalikiAl-AmirNaifbinAbdulAziz Menteri Dalam Negeri. Kemudian para peserta pindah ternpat ke ruang "Istana Konferensi" (ionfeience Palace)' Disitu para peserta memulai kegiatan-kegiatannya, dengan didahului presentasi-presentasi yaig disamfaikan oleh yang Mulia Ketua Majelis Pengadilan
Ikut serta dalam session ini beberapa Pakar Hukum Islam dan Pakar Astronomi yang mewakili negara-negara
1. Kerajaan Yordania 2. Uni Emirat Arab 3. Republik lndonesia 4. Republik Islam kan 5. Bahrain 6. RepublikNasionalis 7. Republik Turki 8. Republik Tunisia 9. RepublikNasionalis
Bangtladesh
Aljazair
10. Kerajaan Saudi Arabia
:
dengan syarat bahwa terbenamnya bulan terjadi setelah
11. RePublik Senegal 12. RePublik Sudan 13. RePublikhaq 14. Qathar 15. Kuwait 16. MalaYsia 17. RePublik Arab Mesir 18. RePublikNigeria
terbenamnya malahari, menurut waktu Makkah A1-
Mukarramah,atau negara-negara yang lain, yang mengalami malam hari yang sama sebagiannya, yang memungkinkan hilal dapat diru'yah, sebagai bukti masuknya bulan. Ketentuan itu akan dilakukan oleh Komite Khusus yang mempersiapkan perhitungan guna 2)
Ikut serta pula dalam session ini
Organisasi Persatuan Fiqh
Malik Islam Jeddah dan beberapa Pakar Astronomi universitas Universitas Ilmu Pengetahuan Malaysia di Penang'
S;;,
unlversitasMalikbinAbdulAziz,yangikutmelibatkandiri dalam kesibukan session ini.
Setelah dilakukan pembahasan dari masing-masing gaqer' yang dikemukakan paia sidang komite dan setelah dilakukan
dialog, juga setelah terjadi pertukaran pend9nlt, Hijriah ini ffiailah .".rriotit" delapan, Penyatuan Kalender p"ai t"t"ttendasi berikui : Sebenarnyalah session ke delapan Komite Penyatuan Kalender Hijriah untuk menentukan p""""t"* p"i-rrluutt awal bulan Qamariah dan Hari-hari Besar irlam, mempedomani keputusan Mu'tamar Penentuan Awal gdutt qamaiiiah yang diselenggarakan di Istambul' pada bulan dan Nop"-i". 1g7gM, din Kepuiuian lVlu'tamar Perwakafan di Kuwait' Urusan Agama yang lain yang diselenggarakan
i"t"
Islam yang lain' Malaysia -pin dan di Negara-negara nomo] memperhatikan Keputusan Persatuan Fiqh Islam di diadakan yang e ,yuitZ,yang dilahirkan aatam session ke 3' M' e-ou"iutt"n l4O7 Hbertepatan dengan tahun 1986 c(q) yang bur, *"tnttjuk pula pada kiputusan nomor 16 ayat 8 dan keputusan dilahirkan dalam Mitamar Fiqh Islam yang ke 8
no*o, 25
ayat 25c yang dilahirkan dalam session ke 25
Mu'tamar Islam Menteri-menteri Luar Negeri' Sessioninimembuahkanrekomendasisebagaiberikut: 1) Menyiapkan perhitungan Penyatuan Kalender Islam' yang mengikat negara-negara Islam' yang didasarkan padi saat iatrirnya trilalsebelum terbenamnya matahari'
t72
penyusunan kalender tersebut. Menentukan hari jum'at sebagai hari yang resmi di seluruh negara Islam
libur mingguan
Menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan dan masuknya bulan Dzulhijjah cukup dengan jalan ru'yah syariyyah yang terbebas dari dusta, baik secara ilmiah atau rasional, ataupun secara indrawi sesuai dengan firman Al1ah SWT: (Maka barangsiapa menyaksikan masuknya bulan itu, berpuasalah), dan dengan mengamalkan sabda Nabi SAW (Berpuasalah kamu sekalian karena melihat hilal,dan berbukalah kamu sekalian karena melihat hilal. Kemudian bila hilal itu tertutup awan sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban itu 30 hari). Dan sabda Nabi SAW (Jangan kamu sekalian berpuasa sebelum kamu melihat hilal) 4) Menerbitkan majalah ilmiah yang mjemuat Topik Astronomis yang ditulis oleh cendikiawan dan Ulama dari berbagai disiplin ilmu Syariah dan Astronomi 3)
dengan
tiga bahasa (Arab,Ingris dan Perancis).
Kemungkinan keterkaitan dalam penerbitan majalah ini akan menjadi sempurna bila didukung oleh Organisasiorganisai, Persatuan Fiqh Islam, Organisaso Konferensi Islam,Lermbaga Penelitian Ilmu Falak dikota Al-Malik
Abdul Aziz Al-Ilmiah, Universitas Ilmu Pengetahuan Malaysia di Penang dan semua Persatuan Fiqh Islam dan lembagalembaga Ilmiatg di negara-negara Islam. s) Memegangi pendapat yang disepakati oleh pesrta yang terdiri dari Ulama Falak, yang terdiri dari 12 orang, sebagai anggota delegasi dari negara-negara peserta, yang mjengatakan bahwa lahirnya hilal bersifat qathi
173
bukan dhanni, yang harus diperhatikan
dalam
penetapan terj adinya ru'yatul hilal
6\
Membentuk Komite Ilmiah Khusus yang bertugas meneliti program khusus satelit buatan yang Islami, seperti diusulkan oleh Mufti Republik Mesir Dr'Syekh Nashr Farid Muhammad Wasil, sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Organisasi Konferensi Islam tentang Pembentukan komite itu'
Pada vpacaft penutupan session-session, Yang Mulia
Menteri Kihakiman Kerajaan Saudi Arabia Dr.Abdullan bin Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syekh menyampaikan rasa terima kadsih yang memdalam kepada Yang Mulia Raja Fahd bin Abdul Aziz, pemelihara kedua masjid Al-Haramain, kepada yang Mulia Ketua Pelaksana dan kepada yang terhormat wakil
Ke1* II pelaksana atas kesetiaannya melangsungkan sessionsession dan pelayanannya terhadap para tamu, serta sambutannyayang sangat ramah terhadap para delegasi'
Sekitar penetapan awal Bulan Qamariah di Indonesia B i s mil I a hir r o h m an i r r o h im
Setelah terj adi kesenj angan sidang-sidang Komite Penyatuan Kalender Uiiiiah. Pemerintah Republik 1:rdonesia menyambut gembira upubilu Komite Penyatuan Kalender Hijriah bermaksud
tetry"t"ttggarakan sidang ke 8 dikota Jeddah' Demikian pula kaum Muslimin di Indonesia sangat mensyukuri dan berteima kasih kepada Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, yang telah bersedia untuk membantu terselenggaranya session yang ke 8 dari sidang -sidang Komite Penyatuan Kalender Hijriah' Sebenarnyalah Komite Penyatuan Kalender Hijriah ini telah
melangsungkan sidang-sidangnya secara berulang kali' Sidang yang pertama dilaksanakan dikota Istambul pada tanggal2T-29 itof"*U", 1978. dan yang ke 7 dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 27 luni-l Juli 1987. Sesudah terselenggara sidang yang ke 7ini, terjadilah kemacetan dalam waktu yang cukup lama' Maka bila Komite Penyatuan Kalender Hijriah sekarang telah siap untuk menyelenggarakannya lagi, kami menyampaikan
174
syukur Alhamdulillah dengan menumpahkan harapan agar agar supoaya Allah SWT memberikan bimbinganNya dan semoga
membuahkan keputusan-keputusan
yang berfaedah bagi
kemashlahatan kaum muslimin.
Baik pula dikemukakan bahwa setelah te{adinya kemacetan sidang-sidang dan setelah lama menunggu pemberitahuan adanya kegiatan Komite Penyatuan Kalender Hijriah, Indonesia bersama-sama dengan negara-negara ASEAN mengadakan sidang berkali-kali guna menyatukan langkah penyatuan penetapan awal bulan Qamariah terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah seperti penetapan bulan Ramadhan sebagai pelaksanaan kewajiban berpuasa, penetapan awal bulan Syawal untuk memenuhi ketentuan berhari raya dan penetapan awal bulan Dzulhijjah untuk menentukan Idul Adha. Dalam sidangnya yang berulang kali, yang dihadiri oleh delegasi negara-negara Brunei Darussalam, lndonesia, Malaysia,dan Singapura, telah terjadi persepakatan tentang penetapan imka Ru'yah guna penetapan awal bulan Hijriah dengan syarat-syarat tertentu : l) Penetapan awal bulan Qamariah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan pelaksanaan ibadah tertentu, dan tidak berhubungan dengan hari-hari besar Islam, ditetapkan dengan Ru'yah atau hhisab denan syarat agar jarak sudut ketinggian hilal pada saat matahari terbenam tidak kurangt dari 2 derajat 2) Adapun penetapan awal bulan Qamariah yang ada
sangkut pautnya dena ibadah tertentu dan ada hubungannya dengan hari-hari besar Islam, seperti
penentuan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal
dan awal bulan Dzulhrjah diharuskan dengan
3)
memperhatikan ru'yah dan hisab secara serenpak dengan syarat ketinggian hilal pada saat matahari terbenam tidak kurang dari 2 derajat dengan tambahan syarat bahwa tenggang waktu antara terjadinya ijtima dan terbenamnya matahari tidak kurang dari 8 jam. Tiap+iap anggota diharuskan menyampaikan hasil ru'yah masing-masing dan menyerahkan pelaksanaan
t75
itsbat awal bulan qamariah kepada otoritas dari masing-masing negara.
Kami meyakini bahwa ketentuan ini tidaklah bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Komite Penyatuan Kalender Hijriah pada sidangnya yang pertama di Istambul yang menyatakan bahwa untuk kemungkinan terjadinya ru'yah harus dipenuhi dua syarat yang fundamental, yaitu: a. Jarak sudut antara matahari dan bulan, tidak boleh kurang dari 8 derajat, setelah terjadinya ijtima dengan pengertian bahwa permulaan ' hilal dilihat berkisar antara 7-8 derajat, akan tetapi disepakati untuk memegangi 8 derajat atas dasar kehati-hatian. Ketinggian hilal dari ufuk tidak boleh kurang dari 5 derajat pada saat matahari terbenam. Ketentuan itu dapat diperkuat kebenarannya bila ketinggian hilal di Indonesia dan negara-negara ASEAN sudah mencapai 2 derajat, maka ketinggian itu akan menjadi 5 derajat di negaranegara sekitar laut tengah dan ketinggian itu akan bertambah di negara-negara sekitar laut Atlantik. Berdasarkan ketetapan-ketetapan yang diberikan oleh negara-negara ASEAN yang bersangkutan dengan penentuan awal bulan qamariah dan dengan memperhatikan kaidah imkan ru'yah kami sampaikan ke hadapan sidang jadwal penentuan awal bulan qamariah yang bersangkutan dengan pelaksanaan ibadah danyangberhubungan dengan hari-hari besar Islam dari tahun 1998-2020M, yang bertepatan dengan tahun 1419-1441 H. Disamping itu perkenankanlah kami menyampaikan harapan pada Ketua Sidang Komite Penentuan Kalender Hijriah, agarsudi kiranya menerima usul sidang Istambul untuk
b.
Pehyatuan Kalender
Hijriah dapat ditaati oleh
Al*rirnya kami mengharapkanagar supaya Allah melimpahkan keridhaanNya dan memancarkan cahaya Islam pada sidangsidang komite ini, kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Jakarta
Nopember 1998
Delegasi Indonesia
l.lDrs. H. Taufiq, SH.
MH
2.Drs.H.AbdurRachim
setiap
anggota/sebagai pelaksana dari keputusan itu, lagi pula agar berkenan kiranya menambah anggota baru terdiri dari negaranegara ASEAN dan negara-negara lain yang ingin ikut serta dalam memperkuat Komite Penyatuan Kalender Hijriah ini.
t76
l
t77
BEBER,A.PA FAKTOR YAI{G MENYEBABKAN
DITOLAKIryA LAPORAN RUKYAT Drs. H. Wahyu Widiana, MA Pendahuluan
Idul Fitri sejak dulu memang sering terjadi, baik antara pemrintah (baca Departemen Agama) dengan sebagian masyarakat, maupun antara golongangolongan dikalangan masyarakat itu sendiri. Nampaknya perbedaan itu merupakan suatu hal yang lumrah, walaupun Perbedaan penetapan
sebetulnya tidak dikehendaki. Namun demikian, perbedaan Idul Fitri dua tahun yang lalu secara berturut-turut sangat menarik
untuk dikaji. Ini merupakan fenomena baru yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dahulu, umumnya perbedaan itu disebabkan karena menurut perhitungan hisab hilal telah wujud, namun tidak berhasil dirukyat. Akibatnya orang yang berpegang pada hisab berlebaran satu hari lebih dulu dari orang yang berpegang pada rukyat. Pada dua tahun terakhir adalah sebaliknya. Orang yang berpegang pada rukyat justru berlebaran lebih dulu dari orang yang berpegang pada hisab. Ini disebabkan karena menurut hisab, hilal masih dibawah ufuk, namun ada beberapa orang yang melaporkan telah berhasil melihat hilal. Sebagian masyarakat menerima laporan tersebut, dan sebagiannya menolak. Departemen Agama sendiri menolah laporan hasil rukyat tersebut. Ada beberapa alasan mengapa laporan hasil rukyat ditolak. Alasan-alasan tersebut adalah bahwa laporan yang sampai kepada Hakim Pengdilan Agama tidak meyakinkan bahkan menimbulkan keraguan, keterangan yang di;aporkan tidak sesuai degan ilmu hisab yang mu'tabar, dan konsekuensinya Hakim Pengadilan Agama tidak mengitsbatkan kesaksian tersebut.(1)
Itsbat Hakim Dalam kitab Al Fiqh 'Ala Mazahib Al Arba'ah disebutkan bahwa ulama-ulama Syaf iyah mensyaratkan adanya itsbat
hakim/pemerintah untuk penetapan hasil rukyat dan penetapan wajibnya puasa atau berbuka. Sedangkan Mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali tidak mensyaratkannya. Namun demikian, menurut ketiga mazhab tersebut jika hakirr/pemerintah telah
menetapkannya, maka seluruh kaum muslimin wajib mengikutinya, sebab keputusan Hakim akan menghilangkan perbedaan (2). Secara eksplisit dalam kitab itu ditulis, dalam hal ini sudah "muttafaq' alaih"(3), semuanya sepakat. Di Indonesia, Presiden yang dipilih oleh MPR yang mayoritas mewakili umat Islam, menunjuk Menteri Agama sebagai pembantu Presiden yang diberi wewenang mengurusi masalah-masalah yang berkaitan dengan Agama termasuk penentuan hari raya Idul Fitri (4). Untuk melaksanakan tugasnya, Menteri Agama setiap tahun memerintahkan Pengadilan Agama seluruh Indonesia untuk melaksanakan rukyat yang harus dilaporkan malam itu juga dengan interlokal melalui petugas khusus penerima laporan (5). Laporan-laporan dari Pengadilan Agama dibahas oleh Sidang Itsbat yang dipimpin oleh Menteri Agama dan dihadiri oleh wakil-wakil dari ormas Islam, MUI, instansi teknis terkait, para ahli hisab rukyat dan undangan lainnya. Dengan demikian di lndonesia, pelaksanaan penetapan I Syawal tersebut, tidak saja sesuai dengan keterangan fiqh terutama fiqh syafi'tyah, tetapi juga ditetapkan melalui demokratis yang melibatkan unsur-unsur ulama, para ahli hisab rukyat dan ahli-ahli disiplin ilmu lainnya, seperti Meteorologi & Geofisika, Planetarium dan Dinas Oseanografi.
Ada beberapa keuntungan mengapa hasil rukyat harus diitsbatkan oleh Hakim. Pertama, itsbat Hakim diperlukan untuk mendapatkan keabsahan. Kalau hasil rukyat dikatakan sebagai alat bukti yang akan drjadikan dasar dalam penetapan hakim, maka alat bukti tersebut haruslah terlebih dahulu diuji kebenarannya. Pengujian kebenaran hasil rukyat disii tidaklah diperlukan terlalu mendetail, yang jelas cukup meyakinkan hakim bahwa apa yang dilaporkan adalah benar dan tidak meragukan. Nabi sendiri jika menerima laporan rukyat, dan masih ragu terhadap pelapor, beliau "meneliti" identitas pelapor, dengan bertanya tentang keislamnya (6).
179
Kedua, itsbat Hakim diperlukan untuk mencegah kerancuan sistem pelaporan. Pelaksanaan rulcyat merupakan hak dan sekaligr.rs kewajiban kaum muslimin. Para ulama dari berbagai mazhab, kecuali golongan dari Hanabilah, menyatakan bahwa rulryat adalah wajib kifayah (7)' Oleh karena itu kaum muslimin tidak dilarang, bahkan dianjurkan utuk melaksanakan rukyat. Pelaksanaan rukyat bukan monopoli penguasa atau ulamasaja' Namun demikian, bukan berarti setiap laporan dari kaum muslimin otomatis harus diterima kebenaranny4 dan dijadikan dasar untuk penetapan satu Ramadhan atau satu Syawal. Jika
setiap laporan harus diterima kebenarannya tanpa melalui pemeriksaan dan itsbat Hakim maka masyarakat akan mudah dikacaukan oleh laporan-laporan bahkan isyu-isyu yang tidak
benar. Seminar Sehari Hiab Rukyat tentang Pemantapan Kaedah-kaedah Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah (8) menyatakan antara lain "I-aporan Rukyat diteliti kebenarannya oleh Hakim Pengadilan Agama".
Ketiga, itsbat Hakim diperlukan untuk menyatukan umat. Dengan disyaratkannya itsbat Hakim dalam penerimaan hasil rulcyat seperti dikatakan oleh ulama-ulama Syaf iyah, rnaka berarti laporan rukyat yang tidak diitsbatkan tidak sah. Dengan demikian, penetapan pemerintah yang wajib diikuti oleh seluruh kaum muslimin akan bertumpu pada suatu dasar yang kuat, yaitu laporan yang telah diitsbatkan, bukan kepada sembarang laporan yang tidak melalui pemeriksaan dan itsbat Hakim. Jika hal ini berjalan, maka persatuan umat akan tercapai, sebab laporan-laporan yang tidak melalui dan tidak dibenarkan Hakim dengan sendirinya akan tertolak.
Hal-hal Yang meragukan masalah mengapa laporan hasil rukyat tidak diterima dan tidak diitsbatkan oleh Hakim, padahal si pelapor yakin telah melihat hilal dan berani untuk disumpah. Jawabnya sederhana : Hakim tidak yakin terhadap kebenaran laporan
Kini timbul
tersebut. Keyakinan hakim merupakan faktor yang sangat penting dalam menetapkan suatu putusan. Sudah barang tentu,
180
keyakinan itu timbul didasarkan pada konsep-konsep ilmu yang dimiliki atau kenyataan empiris yang ia alami. Dari dua kasus Idul fitri yang lalu nmpaknya ada beberapa hal yang dapat meragukan Hakim untuk dapat menerima kebenaran laporan rukyat. Pertama adalah faktor cuaca. pada saat dilaksanakan rukyat di Ujung Pangkah Gresik menjelang Idul Fitri L4l2 H, keadan cuaca sangat jelek, awan tebal menutupi ufuk barat sehingga matahari saat terbenam tidak terlihat. Dalam suasana seperti itu dikatakan ada beberapa orang yang telah melihathilal sementara sebagian besar peserta rukyat lainnya tidak melihat (9). Demikian pula keadaan di Cakung
Bekasi dalam pelaksanaan rukyat Syawal 1413 H yang lalu (10). Dikedua peristiwa tersebut, hakim berada ditempat rukyat bersama-sama para peserta lainnya. Cahaya hilal menjelang awal bulan sangatlah lemah dan sangat tidak kontras dengan warna langit yang melatar belakanginya, apalagi,umurnya baru beberapa jam setelah terjadi ijtima. Disamping itu, posisi hilal setelah ijtima masih sangat dekat dengan matahari, sehingga pengaruh sinar matahari terhadap mata si pengamat masih sangat dominan. Besarnya sinar hilal, yang, yang berumur sekitar 4 jam pada tanggal23 aret 1993 saat matahari terbenam di Cakung, baru mencapai 0,00199 bagian sinar hilal yang mungkin untuk dapat dilihat (11). Keadaan cuaca dan besarnya sinar yang dipantulkan oleh hilal itu sendiri disamping faktor lainnya sangat memperbesar kemungkinan hilal untuk dapat dilihat. lainnya yang dapat mampengaruhi hilal untuk dapat - -Faktor dilihat adalah jarak hilal dari ufuk (irtifa'), selisih azimuth arftara matahari dan bulan (difference in azimuth),3rmur bulan setelah ijtimalq jarak sudut bulan dan matahari (angular distanca) dan selisih waktu ghurub matahari dan ghurub bulan (12). Ukuran yang dikemukakan oleh para ahli observasi berbeda satu sama lain, terganhurg dari pengalaman mereka dalam melakukan observasi. Yang jelas, ukuran tersebut masih jauh diatas pengalaman terlihatnya hilal di Indonesia. Sebagai contoh, faktor ketinggian hilal minimu yang dapat dijadikan ukuran t'rtuk dapat terlihabrya hilal adalah 5 dirajat dengan
181
dari 2 derajat 48 menit sebab I derajat berarti 4 menit waktu, atau 15 menit busur sama dengan 1 menit waktu. Saadoe'ddin Djambek pemah mengemukakan bahwa hasil poerhitungan hisab dapat menyatakan satuan busur sampai detik, bahkan dapat lebih kecil lagi, yang masih belum dapat disamai laporan pelaksanaan rukyat karena kita masih belum mempunyai alat yang cukup untuk itu (17). Ini berarti bahwa laporan hasil rulcyat sulit untuk enyatakan satuan derajat sampai detail. Jika kita perhatikan tujuan rukyat, penyebutan bilangan derajat secara detail kurang diperlukan. Laporan rukyat cukup menyebutkan perkiraan ketinggian hilal dalam satuan derajat
syarat jarak hilal dari matahari 8 derajat. Llkuran ini dijadikan syarat oleh Koferensi Penyatuan Kalender Hijriah tahun 1978 di Istambul (13). Di Indonesia sendiri sering dilaporkan hilal dapar
terlihat dibawah ketinggian 5 derajat sampai
2
detajat. Dan
pengalaman-pengalaman di Indonesia masih dipertanyakan oleh
Ini
menunjukan bahwa melihat hilal menjelang tanggal satu bulan Qomariah adalah sangat sulit. Kita sering terkecoh oleh keadaan awan dan sinar di ufuk barat. Drs. Darsa S, seorang astronomer Indonesia dan menjabat sebagai Direktur Planetarium dan Observatorium Jakarta menyatakan didepan sidang Itsbat penentuan 1 Syawal 1413 H bahwa sinar lampu para nelayan ditengah laut dapat mengecoh mata seolah-olah sinar tersebut tampak sepert I hilal. Pengalaman-pengalaman mudah terkecohnya mata si pengamat dibuktikan pula oleh ahli Planetarium selama 4 hari berturut turut sejak tanggal 1 sampai 4 Juli 1992 dan dihadiri oleh
para ahli astronomi.
bulat, sebab perkiraan tersebut dapat diukur dengan
sekitar 20 orang para ahli hisab rukyat dari Indonesia, Singapura dan Malaysia (14). Tidak kalah menariknya, pengalaman terkecohnya mata penyair Taufiq Ismail yang mengira awan sebagai hilal pada saat dilaksanakan rulcyat di Iowa Amerika Serikat oleh masyarakat Islam disana (15). Ini semua menunjulkan bahwa kita harus berhati-hati dalam
umum seperti ukuran derajat dalam penerimaan
t82
laporan
rulcyat(19).
Ketiga, adalah tentang bentuk dan posisi hilal. Penyebutan bentuk dan posisi hilal seperti "hilal terlihat disebelah utara atau selatan tempat terbenam matahari dan menghadap keatas agak ke utara atau ke selatan", dan sebagainya, hanyalah untuk
menerima laporan melihat hilal. Disini pulalah pentingnya itsbat dari seorang hakim yang mengetahui teori-teori serta trampil dalam praktek-praktek hisab rukyat. Kedua, hal yang dapat meragukan seorang hakim atau siapa saja yang mengetahui teori observasi adalah ketinggian hilal yang dilaporkan oleh orang yang menaku telah melihat hilal. Pada Idul Fitri 1413 H, dilaporkan hilal telah terlihat dengan ketinggian 2 derajat 48 menit busur selama l lmenit. Rulqyat tersebut dilakukan tanpa mempergunakan alat ukur satuan
derajat yang detail seperti thedolit atau teleskop (16). Lalu tirpbul pertanyaan, alat apakah yang dipergunakan untuk mengukur ketinggian hilal sampai sedetail itu. Pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Ada dugaan bahwa ketinggian tersebut merupakan data hasil hisab, bukan data hasil rukyat. Dugaan ini semakin kuat setelah melihat hubungan ketinggian hilal dengan lama hilal. Lama hilal terlihat 11 menit merupakan konversi
alat
sederhana seperti gawang lokasi, busur derajat, mistar radial bahkan hanya dengan bantuan tangan yang diulurkan secara lurus hidepan wajah atau mata si pengamat dan mempedomani lebar jari tangan sebagai ukuran derajat(l8). I-aporan detail akan menyulitkan si pelapor dan tidak diperlukan untuk kepentingan rukyat. Oleh karena itu Seminar Sehari Hisab Rukyat menyarankan Departemen Agama (baca : Pengadiian Agama) untuk tidak mensyaratkan hal-hal yang sulit diketahui
'
membantu meyakinkan Hakim dalam menerima kebenaran laporan rulryat. Penyebutan bentuk dan posisi hilal tersebut tidak perlu detail, atau bahkan jika tidak yakin posisinya dari matahari atau dari titik barat lebih baik untuk tidak disebutkan. Penyebutan data tersebut bukan merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi oleh si pelapor rukyat. Namun demikian, penyebutan bentuk atau posisi hilal yang salah dan diyakini si pelapor, akan membuat keraguan Hakim untuk menerima laporan tersebut. Dalam kasus I Syawal l4l3 , telah datang ke panitia Sidang ltsbat, tiga orang kaum muslimin yang baru selesai melaksanakan rukyat di komplek PLTU ancol Jakarta Utara. Para pelapor menyatakan bahwa malam hari itu setelah
183
matahari terbenam 8 (delapan) orang telah melihat hilal sekitar satu setengah derajat dengan posisi hilal yang telunkup, dengan
membuat gambar posisi hilal yang "tanduk"nya mengarah kebawah. Para pelapor membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa hilal yang dilihatnya berbentuk demikian (20). Dari kasus itu, jelas bahwa bentuk hilal yang dilaporkan akan menimbulkan keraguan Hakim atau si penerima laporan atas kebenaran isi laporan secara keseluruhan. Walaupun si pelapor yakin bahwa yang dilihahrya adalah hilal, apalagi 8 orang telah melihatnyadalam bentuk yang sama, yaitu hilal telungkup, namun ilmu pengetahuan dan logika akan menolaknya. Hilal adalah tidak lain dari bagian bulan yang menerima sinar dari matahari. Hilal terlihat melengkung seperti sabit disebabkan poisisi bulan berada diantara bumi dan matahari, dan sudut pandang antara bulan dan matahari tidak besar. Akibatnya bagian bulan yang terkena sinar matahari tampak seperti sabit. Semakin besar sudut pabdang antara matahari dan bulan semakin besar bagian bulan yang kena sinar matahari tampak dari bumi. Pada saat sudut pandang hampir mencapai puncaknya, yaitu 180 derajat, pada saat itu permukaan bulan yang kena sinar matahari hampir seluruhnya tampak dari bumi. Dalam keadaan seperti itu, bulan tampak sebagai piringan yang bulat penuh, yaitu terjadi pada saat bulan purnama (21). Dari keterangan itu dapat diambil kesimpulan bahwa bulan terlihat dari bumi karena ia menerima sinar dari matahari. Oleh karena itu, pada saat bulan sabit, bagian hilal yang tebal ada diarah yang dekat dengan matahari. Jadi jika matahari selesai terbenam, hilal yang kelihatan akan tampak melengkung dengan "tanduk"nya mengarah ke atas, bukan telungkup mengarah kebawah. Dukungan hisab
rya hal yang meragukan menambah keyakinan Hakim untuk menolak laporan melihat hilal. Hal-hal yang meragukan pada kasus Idul Fitri yang lalu dilengkapi dengan Banyuk
tidak adanya dukungan hasil hisab yang mu'tabar.
184
Laporan rukyat, dianggap tidak sesuai dengan hasil hisab hakiki bittahkik/qo thi (22). Data hisab untuk I syawal l4l2 H hampir sama dengan I Syawal l4l3 H, bahkan untuk 1 Syawal l4l4IJ tahun depan. Data tersebut menunjukkan bahwa ijtima terjadi pada tanggal 29 Ramadhan sebelum matahari terbenam. Pada saat matahari terbenam, menurut sistim hisab Almanak nautika, New Comb, Jean Meeus,. Hisab Hakiki, Al Khulashah Al Wafiyah, Nurul Anwar, Menara kudus dan Islamic Calender, posisi hilal masih dibawah ufuk; sedangkan menurut sistim Sullamun Nayyirain, Fathur Rofiil Manan dan Al-Qowaidul Falakiyah, hilal sudah diatas ufuk (23). Sistim-sistim hisab kelompok pertama (yang menyatakan hilal masih dibawah ufuk), dalam langkah langkah perhitungannya sudah menmpergunakan ilmu ukur segi tiga bola (Spherical Trigonometry), mamasukkan koreksikoreksi yang cukup banyak, memperhitungkan posisi pengamat (Lintang dan Bujur tempat) dan posisi matahari dan bulan seperti deklinasi dan sudut waktu. Adapun sistim-sistim hisab kelompok kedua (yang menyatakan hilal sudah diatas ufuk), tidaklah demikian. LangkahJangkahnya masih sangat sederhana dengan sistim tabel tanpa mempergunakan logaritma atau rumus-rumus segi tiga bola. Ketiga sistim hisab dari kelompok kedua menentukan langkah perhitungan tinggi hilal (irtifaul hilal) dengan cara yang sama yaitu mencari selisih saat ghurubusy syamsi dengan saat ijtima, lalu dibagi dua. Hasilnya merupakan tinggi hilal (dalam derajat) saat matahari terbenam (24). Kitab Sullamun Nalyirain itu sendiri menyatakan bahwa perhitungan itu merupakan perkiraan (25). Oleh karena itu dalam menjelaskan batas hilal untuk dapat dilihat, kitab ini mengemukakan pendapat yang menyatakan bahwa minimal ketinggiannya harus 9 derajat, 7 derajat atau 6 derajat, selanjutnya dikatakan tidak ada ketentuan pasti (26). Dari proses perhitungan dan data yang dipergunakan, bahwa kelompok kedua hanyalah merupakan perhitungan taqribi yang sangat bermanfaat untuk menentukan perkiraan secara cepat. Sedangkan sistim-sistim dari kelompok pertama merupakan sistim-sistim perhitungan yang lebih teliti, sebab selain rumusrumusnya sudah mempergunakan ilmu ukur segitiga bola, juga
185
koreksi-koreksi yang dipakai cukup banyak' Apalagi sistim Almanak Nautika, yani di lrdonesia dikembangkan oleh H.Saadoeddin Djambek, mempergunakan data yang up to date
yangditerbitkansetiaptahun.AlmanakNautikaitusendiri iikJuatkatt oleh Dinas Oseonografi TNI Angkatan Laut sebagai reproduksi dari The Nautical Almanac yang diterbitkan
olehtqasama Royal Greenwich Observatory England
df Y! (27).
Naval o-bservatoryuSA, dan dipakai secara Intemasional Almanac Nautika, selain dipergunakan oleh jurusan astronomi ITB, planetarium, Badan meteorologi & Geofisika dan para navigator, juga merupakan rujukan Departemen Agama dalam ,n.nyutntt hari-hari libur nasional dan kalender Islam' Sistim-sistim hisab kelompok pertama diatas secara tidak
langsungdiakuiolehSKMenteriAgamaNo84tahun1993 yang terrlarrg penetapan Tanggal I Syawal 1413 H sebagai hisab
mu'tabar. Hal ini disebabkan secaraeksplisit sK Menteri Agama tersebut menolak laporan rukyat dari Bekasi dengan salah satu alasannya adalah "tidak sesuai dengan hisab yang mu'tabar"' Sebetulnya cukup banyak qaul ulama yang menyatakan
jika hisab qottrl naat menyatakan hilal tidak mungkin diruky; maka kesaksian seseorang telah melihat hilal harus ditolak (28). Demikian pula para ulama terkemuka pernah
bahwa
bermusyawarah di Lembang tahun 1956 dan merumuskan suatu
ketentuan bahwa bila hisab menyatakan hilal belum mungkin untuk dapat dilihat, lalu ada orang melaporkan telah melihat hilal, maka kesaksian itu hanya berlaku bagi orang atau orangorang yang melihat aja, tidak untuk umum. Kesaksian tersebut ditolak oleh Pengadilan Agama (29). Tujuan ketentuan tertentu adalah untuk menghilangkan kesimpangsiuran berita -berita
Penutup Dengan ditolaknya laporan hasil rukyat
Catatan kaki
l) Surat keputusan Menteri Agama RI no 84 tahun 1993 tentang Penetapan tanggal I Syawal l4l3H. 2) Abdunahman Al Jaziri, kitabul Fiqh'Ala Madzahibil Arba'ah juz I, Darul Fiqri, Beirut, tanpa tahun hal.55l 3) 4) 5)
periiiwa 1
6)
7)
186
Ibid Keputusan Presiden no 251 tahun 1967 tentang Hari hari libur Perintah rukyat tahun 1993 adalah berupa surat Direktur Pembinaan Menteri Agam No Badan Peradilan Agama Islam, EV1HK.}3.2lA2/26193 tanggal S Januari 1993. Pengadilan Agama adalah unit kerja di lingkungan Departemen Agama yang sejah zaman dahulu melakukan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan hisab rukyat, disamping melaksanakan tugas pokoknya menerima, memeriksa dan
An
mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Belakangan dipertegas oleh putusan Ketua mahkamah Agung no 004/SWIll92 tanggal 24 Februari 1992 bahwa salah satu tugas
untuk mengacau masyarakat beragama (30)' mungkin hanya -Syawal
kesaksian rulcYat Yang meragukan'
Syawal dua tahun
berturut-turut tidak dapat diterjemahkan bahwa Departemen Agama tidak menggunakan dasar rukyat dalam menetapkan 1 Syawal dan 1 Ramadhan. Departemen Agama senagai pengayom seluruh umat beragama selalu berusaha memadukan perbedaan-perbedaan dan mengakomodasikan pihak-pihaj yang berbeda. Hisab dan rukyat dipandang sebagai dua cara yang tidak saling bertentangan. Keduanya jika dilakukan dengan bgenar akan saling menguatkan satu sama lain dan akan memperoleh hasil yang sama. Sungguh tepat apa yang telah ditetapkan dalam rangkuman Hasil Seminar Sehari Hisab Rukyat tahun1992 bahwa "tanggal 1 Ramadhan dan I Syawal ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan pada pelaksanaan rukyat yang sesuai dengan hisab yang akurat (haqiqi bittahqi/qothi) dan kepada hisab tersebut".
rukyat yang dimuat dalam harian-harian, yang maksudnya
dua tahun berturut-turut menggambarkan ada kesepakatan sistim hisab mana yang belum masih bahwa dianggap hakiki bittahkiki atau qothi yang dapat menolak
I
Kepaniteraan Hukum adalah melaksanakan hisab rukyat, sedangkan di pengadilan Tinggi Agama adalah melakukan pembinaannya. Hadits riwayat Abu Daud dari ikrimah dari Ibnu Abbas, Asy Syaukani, ailul Authorjuz Iv, musthofa al Bady al Halaby, Mesir tanpa tahun hal 209 Abdurrahman Al Jaziri,Loc Cit
187
g)
9) l0). 1l)
Seminar sehari hisab rukyat tentang penetapan Kaidah-kaidah penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah diselenggarakan tanggal 27 April 1992 di Jakarta diikuti oleh peserta-peserta dari unsur ormas Isiam,departemen Agama, Instansi teknis terkait dan para ahli hisab rukyat. Seminar ini dilajutkan dengan Musyawarah Evaluasi Pelaksanaan kegiatan Hisab Rukyat sampai tanggal 2Mei 1992 di Tugu,Bogor Wawancara dengan H Zainal Abidin Abubakar, Sh bekas ketua PTA surabaya yang mengikuti rukyat di Ujung Pangkah Laporan ketua Pengadilan Agama Bekasi No.PA.il5NHK'03'2/385/93 tenlang hasil rukyat hilal awal Syawal 1413 H. ketua sendiri memimpin langsung pelaksanaan rukyat di Cakung. Data ukuian hilal menjelang awal bulan Qamariyah 1991 sampai 2020 yang dipersiapkan khusus untuk delegasi Indonesia pada Musyawarah Keempat Jawatan Kuasa Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam Negara Bruei darussalam, Indonesia,Malaysia dan Singapura di Jakarta tanggal I sampai 5
Juli 1992'
12) Muhamjad llyas,
A
to Astronomical Calculation of & Qibla, Berita Publishing SDN'BHD,Kuala
Modem Guide
Islamic Calendar, Times Lumpur,1984,hal 82-1 I
l.
13) Konierensi diikuti oleh Wakil dari
19 negara dan 3 organisasi Islam
ini
lain memutuskan pembentukan Komisi Penyatuan Kalender Hrjriyah yang beranggotakan l0 megara yaitu : Aljazair, Bangladesh, antara
Indonesia, Irak, Qatar, Kuwait, Mesir, Saudi Arabia, Tunis dan Turki' Komisi tersebut telah bersidang selama 7 kali, yang terakhir di Jakarta tahun 1987. Hasil-hasil yang telah dicapai adalah perhitungan tahun Hijriyah sampai tahun 1991. Sampai sekarang pertemuan-pertemuan terseLut masiir belum berjalan lagi, sejak terjadinya kasus perselisihan
2l)
W.Schroeder,Practical Aatronomy,Wamor Laurl€,London
22) Istilah
hisab hakiki bittahqiq/qoht'i muncul pada Seminer Sohut
27 April
ilmu Ukur Bola.
23) Ditbinbapera Islam,Himpunan Dokumen Penetapan Tanggal
Jakarta3l Maret 1993
17)
1413 H Saadoeddin jambek, Penetapan tanggal
I
I
Syawal
Al Mansyuriyah, Jakarta, tanpa tahun, hal 8; Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abd.Hamid, Fathur Roufil Manan, Menara Kudus, Kudus, tanpa tahun, hal 14; Abd Fatah Sayid at Turhy, Al Qowaidul Falakiyah, Al Mattabah asy Syabiyah, Beirut, tanpa tahun, hal Madrasah Khairiyah
58
25) Muh.Manshur bin Abd Hamid, Ibid 26) Ibid hal 9 27) Dinas Hidro Oseanografi THI AL ,Almanak Nautika l993,Iakarta
1992
hal 1-3 28) Al qolyubi,Hasyiatani ala Syarh Al Maliki, juz I, Musthofa al Baby al Sahalaby Waauladuhu, Mesir, 1956, hal 49.; Ahmad Muh Syakir, Awailusy Syuhuril Arabiyah, Musthofa al Baby Sahalaby Waauluduhu, Mesir, 1939, hal 9 29) Saadoeddin Djambek,Loc Cit
30)
rbid
dan
Syawal
bulan Qomariyah di Indonesia,
makalah yang disampaikan pada Musyawarah Alim Ulama dan Ahli
8)
ZO; Oalam kejadian tersebut, penulis sebagai Seketaris Panitera ikut menerima para pelaPor
188
I
24) Muh Manshur bin Abdul Hamid, Sullamun Nayyirain, risalah, I
Hisab Rukyat, di Jakarta tanggal 5-6 luli 1974 Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, Pedoman Tehnik Rukyat' fzikirta, 1983/1984, hal 27-36; Bahagian Hal Ehwal Islam, Beberapa aspek Astronomi, Bahagian Hal Ehwal Islam, Kuala Lumpur, 1986, hal 21. 19) Lihat no 8
t
lllnb
l4r3 H
Taqwim Islam Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura, Jakarta, tanggal 1-5 Juli l992,hal5 f S) Taufiq Abdullah, Rukyah di Bukit Ladang Jagung lowa, Harian Pelita,
16) Ditbinbapera Islam,Himpunan Dokumen Penetapan Tanggal
123.
1992, dikemukakan oleh KH Noor Ahmad SS. Pesantren Kriyan Jepara dan Drs.H.Taufiq, SH untuk menunjukkan sistim dari kitab-kitab yang telah ada mempergunakan kaidah-kaidah Rukyat
Irak-Kuwait
14) Minit Musyawarah Keempat Jawatan kuasa Penyelarasan Rukyat
l9!6,hrl
r32
189
HIJRIAH : PEIYETAPAI\ TANGGAL 1 SYAWAL 1414 BEBERAPA KEMUNGKINAN Drs. H. WahYu Widiana' MA Pendahuluan dua tahun Peristiwa perbedaan penetapan tanggal I syawal ,".iu berturui turut masih segar diingatan kita- pada y"tg 1412 iuiin WgZ,Mentri Agama menetapkan tanggal 1 Syawal sebagian il^ij""rti"trt pada harinhad, s Apiil 1995, sementaraDemikian i992' April 4 Sabtu, pada hari
ilt
trity"tit",
BAB
berlebaran
1413 tahun 199i, Mentri menetapkan I Svawal il;;;J; jatuh sementara 1993' pada hari Kamis, 25 Maret iiiiriri, pada hari ;;i;; masy'arakat ada vang sudah berbuka 1993' konis memang'
pada hari Selasa, 23 Matet hukum yang sama' Umat Islam yang sama' tinggal pada daerah bahkan tiga hari hari dua tout"ritrt yung i;'*u-pada
ii"i,i,u"f*""
;"dil; yang berbeda. sepertl rnl " ft"rnurrg, ada yang -yaigmengatakan bahwa perbedaan -"ruputu""'hal
*ujut, - sebab merupakan lapangan
merasa bahwa perbedaan fiilrubiyurt. Namun slbetulnya,kita tidak, tetangga kita tersebut cukup memprihatintan. Betapa makan dan minum' *b.lth sudair bertakbir, shalat 'ied'puasa atau sebalilnya' r"-""ot" kita masih terus melakukan s"mucum ini tidak V"tt f.Ufft *.rry"dihkun lagi, perbeduatt saling dan j;;;s ;;"imbulkan adanva ialing mengejek pada pertentanean. d11 menyalahkan, yang akhirnya menjurus keadaan seperti.ini ;;trffi;; umat.-Walau'bagairnanapun' dan hanya akan Islamiyah ;il;, merugikan u}Jruwai tidak senang kepada Islam' *.igttt*gti'tt pihak-pihak yang Islam masih umat Keadaaan tersebut *"nggu*butkut bahwa sependapat bahwa belum dapat bersatu, *fiuupttn kita semua kewajiban kita semua'. m€njaga persatuan adalah merupakan Lalu, bagaimanakah kemungkinan penetapan- !u"gg?l^l Maret 1994 Svu*ui'r+fiUqrintt yang akanlatuh pada bulan 1 SV-ayal penetapan ini? akankah teaaaannya"sama dengan Islam p"A"-i"ftt" lggz din igglt ' Atau'akankah semua umatDalam sama?' yang 'tnJonrriu idul fitri pada saat 1
-.ruyutu,,
190
PENETAPAN AWAL BULAN SYAWAL RAMADHAN, DAN DZULHIIIAH
TINJAUAN DATA 1 SVAWAL I4I4 H DENGAN ACUAN HASIL TTISAB Darsa. Sukartaredia
tidak akurat. Perhifi,rngen ketinggien hital dltrhlen datgan menggunakan ufuk riar'i dirnakeudhn uaqt. kepaluen
Pendahuluan
paralaks bulan, refralsi cahaya, scmidiametcr bulcn dan tetinggian mata pengamat. Jika koreksi tidak dilalarkan, maka hasil ferhitungan berlaku untuk di pusat bumi, bukan bagi
Kedudukan rembulan pada tanggal 29 Ramadhan 1414 H yang jatuh pada tanggal 12 Maret 1994 saat matahari terbenam
iruttipi. sama dengan kedudukannya pada akhir Ramadhan ijtima tahun lal,r, yaitu pada tanggal 23 Maret 1993' Waktu 14:14 WIB dan pada tahun fuJu an"" iqq: terjaai pada pukul ini pukul 14:05 WIB. Waktu ijtima itu suatu saat yang sama
hasil bagi seluruh tempat didunia dan oleh karena itu berbagai perhitungan Hasil sama' p"ihit rrrgun waktu ijtima seharusnya yurrg ut irut biasanya kalau ada perbedaandibawah 1 menit' Maret b"U""tupu sumber aimanak astronomi pada tanggal 12 1994 ijtima terjadi jam (14:05 + 00:01) WIB' Uniuk menunjukan apakah hilal rembulan pada tanggal,l2 itu sudah berada di atas ufuk atau belum, penulis menggunakan ilmu ukur bola dan data ephemeris astronomi 1994' ferhitungan 'eerhitrrrlatt dikoreksi oleh paralaks rembulan, refraksi cahaya, pengamat semi diameter rembulan, sementara ketinggian mata di dari permukaan laut dianggap nol' Ketinggian hilal dihitung. iZ t"-p"t yang terdapat didalam wilayah Nusantara' Rembulan padasaatmata=hariterbenamdibeberapatempatyangdipilihitu terada di sebelah utara matahari, dengan selisih azimut antara 4o ,6
osampai 5o.
p"trfuirrutut . Koreksi-koreksi aepotti diacbuthn dldepan heru: aiUt*un sesuai dengan pengaruh yang dlaklbatken olch
pengamat di permukaan bumi.
-
Pada 12 tempat yang telah ditentukan hasil perhitungan dengan cara tersebut diatas seperti pada tabel berikut : Ketinssian hilal 2l'4.alet1994 120 135 T L\B 907 105 T T +10 oJ,r -00.6 -10.0 -1 0.5 08 -20.3 0 -1",3 -1".4 -1 -10 -1o,8 -2",2 -2,6 -30 .0 L: lintang tempet Ketinggian mata diatas permukaan laut :0
B : bujur tempat;
Dari tabel diatas terlihat bahwa ketinggian hilal pada 12 Maret atatt 29 Ramadhan unii;li seluruh Indonesia masih negatif, sekalipun pada hari itu ijtima terjadi sebelum matahari terbenam.
Ketinggian hilal di Indonesia Posisi benda langit dinyatakan dengan acuan tata koordinat
atau bola langit. Oleh karena itu jarak antara dua benda langit tata perubahan tempat sebuah benda langit adalah unsut-unsur koordinat horizon' 'Didalam ephemeris astronomi letak setiap benda tlg1t oleh dinyatakan daiam tata koordinat ekuator atau ekliptik. dihitung akan langit tur"nu itu jika ketinggian benda harus berdasarkan data-data yang ada pada ephemeris'
Untuk Mekah ketinggian hilal pada hari yang sama 3o,04 (Djoni Dawanas,1994) dan ijtima bertepatan dengan jam 10:05 waktu setempat.
Bulan Lebih Dahulu terbenam Seperti di tahun lalu ijtima pada allrir Ramadhan ini terjadi pada iiang har, yaitu pukul 14:05 WIB. Pada saat itu matahari dan bulan berada pada bujur ekliptika. Banyak yang mengira bahwa ijtima terjadi sebelum matahari terbenam, maka pada saat matahari terbenam hilal pasti wujud. Pendapat seperti itu
digunakanrumus.rumusilmuukurbola.Bilatidak,hasilnyapun 206
201
tT
tidak selalu benar, karena masih tergantung kepada posisi bulan, tempat pengamat (lintang tempat) dan tanggal kejadian. Dalam waktu antara tanggal 22 Desember dan 22 Juni
matahari bergeser tempatnya dari selatan ke utara. Bujur ekliptika matahari sebelah utara bagi seluruh tempat di Indonesia pada sore hari lebih rendah dari matahari sendiri. oleh karena itu ketinggian bulan pada waktu ijtima lebih rendah dari matahari, karena rembulan berada di sebelah utara matahari. Daftar ephemeris menunjukkan, sejak ijtima sampai waktu matahari terbenam perubahan sudut jam, matahari 15"0,2 tiap jam, sedangkan rembulan 14" 34,1 tiap jam. Perubahan sudut jam bulan lebih kecil daripada matahari dan kejadian berlangsung pada 12 Maret (antara 22 Desember dan 22 Junl), maka kesemuanya itu membuat rembulan terbenam lebih dahulu daripada matahari. Jika ijtima terjadi jauh lebih pagi memang akan teq'adi sebaliknya untuk keadaan di bumi ini. hanya dengan menggunakan rumus-rumus segitiga bola kita dapat menghitung ketinggian secara eksak. Jadi, secara singkat karena bulan terletak di sebelah utara matahari pada akhir Ramadhan ini dan waktu ijtima untuk keadaan sekarang terlalu dekat ke saat matahari terbenam, menyebabkan ketinggian hilal negatif. Penampakan Hilal Batas penampakan atau visibilitas hilal termuda hanya dapat diperoleh melalui pengamata (empiris). Hal ini telah diteliti para ahli sejak beberapa abad silam dan menghasilkan kriteria penampakan hilal. Dalam astronomi tercatat adnya laporan pengamatan hilal termuda, yaitu pada umur bulan 13 jam 56 menit setelah ijtima (Sky and Telescope tahun 1972). Hasil pangamatan yang dapat direkam dengan film pada umunurya didapat untuk bulan berumur lebih 21 jam. Akan tetapi sekalipun panampakan hilal ditentukan oleh umurnya, para peneliti melihat penampakan itu sangat erat hubungannya dengan selisih azimut antara bulan dan matahari atau jarak sudut bulan-matahari. Dalam penelitian itu data-data diperoleh dari pengamat dengan mata telanjang dan yang
208
menggunakan binokuler. Data yang dikumpulkan masing_ masing oleh Fortherningham, Maunder dan dalam Indian Ephemeris (Ilyas, 1984) secara umum menunjukkan bahwa ketinggian paling kecil penampakan hilal adalah 6. , terjadi kalau selisih azimut matahari dan bulan 23" . Harga ketinggian itu makin besar untuk selisih azimut makin kecil, dan men;adi sekitar l0o ,4 sampai 12" pada selisih azimut 0. (bulan persis tegak diatas matahari). Sedangkan secara teoritis baik menurut Maunder dan Bruin maupun menurut Ilyas ketinggian hilal yang mungkin terlihat mendekati harga minimum 4o , yaitu jarak sudut matahari-bulan lebih dari 50. Mereka mendapatkan sudut itu minimum 10o ,5. Jika didasarkan kepada kriteria yang dijelaskan diatas, keadaan hilal pada tanggal 12 Maret 1994 jelas tidak mungkin dapat diamati (terlihat), karena tidak mencapai batas minimum kriteria manapun.
... -,/-rt/\
\fr
o
-/{
,".r_r)
L
209 tll
Persamaan dan Perbedaan Hasil Hisab Berdasarkan rekapitulasi data hisab awal bulan Syawal Fodhennohem
:>_ \ lndaan
r = .9
perbedaan
si
stem perhitungannya.
Hasil perhitungan waktu ijtima yang bersumber
I .q
Jarak sadul Maleheti . Bulan
2t0
l4l4
H yang dihimpun oleh Direktorat Pembinaan Badan peradilan Agama Islam Departemen Agama, dari 16 sumber yang dihimpun terdapat 4 penghisab yang menghasilkan waktu ijtima pada 12 Maret 1994 sangat jauh berbeda dari 14:05 WIB, dengan selisih lebih dari 15 menit. Diantaranya ada yang berbeda lebih dari 1 jam. Perbedaan itu sangat besar kemungkinan dari data epoh yang tidak akurat karena belum terkoreksi oleh presesi bumi. Kecuali itu masih juga ada pada
Almanak Nahdhatuk Ulama, Sullamunnayyirain, Fathurrau Fil Manan, Qowaidul Falakiyah dan Nurul Anwar berbeda cukup mencolok dengan data kami maupun I I sumber lainnya yang terus dikembangkan dalam astronomi modern. perbedaan itu berarti perbedaan pula dengan data yang terdapat pada berbagai ephemeris yang beredar dan diakui ketelitiannya didunia. Dengan demikian jelas dirasa perlu untuk mengevaluasi sumber dan sistem yang berbeda jauh itu agar ditemukan cara untuk mengoreksinya, bila mungkin. Hasil perhitungan ketinggian hilal pada 12 Maret 1994 dat'. hampir seluruh sumber yang lima itu menunjukkan angka positif, malah ada yang mencapai 2o 29", sementara sumber yang lain semuanya negatif untuk hampir di seluruh Indonesia. Tampaknya diwaktu mendatang harus ada kegiatan yang menggalang semua pihak (ahli falak Indonesia) untuk mempelajari sistem paling maju yang berkembang sekarang, agar kita tidak terlalu ketinggalan. Masalahnya ketepatan itu mutlak penting agar hasilnya betul-betul mempunyai arti dan bermanfaat. Generasi yang akan datang akan menyalahkan kita bila kita membiarkan perbedaan itu tanpa ada upaya untuk memperbaikinya. Jika tidakpun, mengingat hal itu jelas merupakan kebutuhan, sementara dunia komunikasi dan sarana pertukaran ilmu akan berkembang makin cepat, maka akan muncul kelompok-kelompok cendikiawan muslim seperti telah
2tl
dimulai sekarang. penggalangan dan pemanfaatan
potensi seperti itu seharusnya sudah dirasakan perlunya sejak sekarang.
Rukyat Hilal
Dengan pendapat tidak ada yang dianggap lebih penting atau sebaliknya antara hisab dan rukyat, penulis mencoba membuat makalah ini dengan acuan hasil hisab, karena hal itu sudah bisa dibuat jauh sebelumnya, sedangkan rulcyat baru dilaksanakan dengan menanti waktunya datang. walaupun demikian penulis
Isue yang menyatakan bahwa Indonesia ada kelompok yang
mengacu pula pada pengalaman atau data empiris yang
melulu berpegang pada hisab dan menganggap tidak perlu diadakan rulcyat atau juga yang sebaliknya diwaktu mendatang
berkaitan dengan rukyat, yakni tentang visibilitas hilal. Hanya dengan mengacu kepada data-data yang sudah ada itulah kita
tidak akan populer. Sebaliknya dengan bertambahnya
dapat memperkirakan apa yang bakal terjadi, kecuali yang ditentukan oleh seleksi alam.
pengetahuan masyarakat tentang kedua hal itu, orang akan mengatakan hisab dan rukyat merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Artinya dua-duanya sama-sama dipraktekkan atau diamalkan dan dunia iptek dengan sendirinya akan memasuki keduanya. Tanda-tanda bahwa masyarakat ilmuwan tidak puas terhadap cara dan hasil rukyat, karena meragukan, sudah ada dan cukup beralasan.Hal ini harus dijadikan tolok ukur untuk menyadari bahwa masyarakat makin berfikir logis dan majrt. Cara-cara yang dilakukan selama ini sudah dianggap tidak cocok lagi atau
tidak tepat dengan perkembangan iptek sekarang. alternatifaltematif pemecahan masalah yang terkait pada pelaksanaan rukyat, seperti halnya juga pada hisab yang dikemukakan
Kepustakaan Djoni Dawanas, Kemungkinan
penampakan Hilal untuk Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal 1414H; makalah pada Koordinasi Pelaksanaan Hisab Rukyat, Tugu 3l Januari-l Pebruari 1994. Ilyas Mohamad, A Moder Guide to Astronomical Calculations of Islamic Calender, Times and Qibla, Berita Publishing Sdn,Bhd, 1984. Joseph Ashbrook, Sky and Telescope,February 1972. Sky and Telescope, June 1973. Almanak Nautika tahun 1994, dikeluarkan oleh TNI-AL, Dinas . Hidro-Oseanografi. Meeus, Jean, Astronomical Tables of the Sun, Moon and Planets, Willmann-
Bell Inc., 1983.
sebelum ini, tidak perlu dibatasi atau disepelekan. Rukyat hilal yang dilaksanakan pada tanggal 12Maret 1994,
bila dilihat dari sudut teori kemungkinan (ilmu manusia) ada kemungkinan tidak sempurna atau gagal karena cuaca buruk. Tetapi jika kita berasumsi cuaca akan seratus persen jernih, kemungkinan tampak atau tidaknya berdasarkan data hisab (ilmu manusia) seperti telah dihimpun itu, secara objektif lebih besar kemungkinannya tidak tampak karena belum wujud. Jadi,
kemungkinan tidak berhasil itu cukup besar. Jika hilal tidak terlihat pada 12 Maret, hilal perlu dirukyat pula pada 13 Maret, jika" kita hendak mengecek ketelitian hasil hisab, walaupun sudah tidak diperlukan lagi bagi penetapan 1 Syawal l4l4H.
Penutup
212
213
KEMUNGKINAN PENAMPAKAI\ HILAL UNTUK
PENDNTUAN AWAL RAMADHAN DAN SYAW AL I4I4 H
Djoni N. Dawanas H Pendahuluan
Hilal adalah bulan sabit yang pertama kali dapat dilihat dengan mata bugil setelah terjadi konjungsi (ijtima')' Untlk mengamati hilal syarat utamanya adalah Bulan harus berada diatas ufuk pada saat Matahari terbenam. Kalau syarat pertama
maka akan sia-sia saja mengamati hilal' Karena itu supaya pengamatannya efektif dan efisien, diperlukan pengetahuan mengenai posisi hilal pada waktu akan diadakan pingamatan. Akan tetapi walaupun menurut hila! hilal sudah berada diatas ufuk, namun belum tentu juga hilal tersebut dapat diamati. Banyak faktor yang mempengaruhi penampakan hilal, selain keadaan cuaca saat pengamatan faktor iain adalah, kemampuan mata manusia, kecerlangan langit senja, paralal
ini tidak dipenuhi,
beberapa orang.
Kecerlangan langit senja akan mempengaruhi pengamatan hilal, kondisi langit yang redup akan memberikan kesempatan kepada mata manusia untuk dapat melihat hilal dengan baik'' Kondisi langit yang redup itu terjadi pada saat Matahari terbenam, karena itu untuk dapat melihat hilal dengan baik
pengamat yang ada dipermukaan Bumi menyebabkan terjadinya paralaks horison. Dalam pengamatan benda-benda langit yang jauh seperti bintang-bintang, perbedaan acuan antara pusat Bumi dan permukaan Bumi ini tidak berpengaruh, tetapi untuk pengamatan benda-benda langit yang dekat seperti Matahari dan Bulan, efek paralaks horison ini sangat berpengaruh sekali. Sebagai contoh koreksi paralaks horison untuk Matahari sekitar 9", tetapi untuk Bulan bisa mencapai 1o. Dalam perjalannya ke permukaan Bumi, cahaya bendabenda langit akan melewati angkasa Bumi. Angkasa Bumi ini bersifat membiaskan atau merefraksikan cahaya, dan akibatnya, pengamat di Bumi akan melihat benda-benda langit lebih tinggi dari seharusnya. Efek refraksi angkasa Bumi akan semakin besar di dekat horison yaitu sekitar 34".
Dalam pengamatan hilal, ketinggian pengamat dari permukaan laut akan mempengaruhi pengamatan. Pengamat yang berada pada lokasi yang lebih tinggi, akan mempunyai horison (ufuk) pengamat yang lebih dalam daripada pengamat yang berlokasi ditempat yang lebih rendah. Akibatnya, pengamat ditempat yang lebih tinggi akan mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk mengamati benda-benda langit yang berada disekitar horison. Besar jarak sudut antara Bulan dan Matahari serta ketinggian hilal di atas ufuk (atau beda azimut antara Bulan dan Matahari serta ketinggian hilal diatas ufuk) pada saat Matahari terbenam (lihat gambar l), sudah lama diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi pengamatan hilal. Karena itu untuk keberhasilan dalam pengamatan hilal diharapkan para pengamat hilal nlengetahui terlebih dahulu besarjarak sudut antara Bulan dan Matahari serat tinggi hilal diatas ufuk pada saat Matahari terbenam.
diperLukan pengetahuan cara penentuan waktu Matahri terbenam. Pen garuhkecerlangan langit senj a dalam pen gamatan hilal ini akan dapat diperkecil apabila beda sudut antara Bulan dan Matahari cukuP besar.
Perbedaan acuan dalam penentuan posisi benda-benda langit
yang menggunakan pusat Bumi sebagai acuannya dan posisi
2t4
215
yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, orang-orang Babilonia Kuno menyimpulkan bahwa biasanya hilal mulai dapat dilihat setelah umur Bulan lebih dari 24 jam setelah konjungsi. Dengan pengandaian bahwa Bulan dan Matahari terpisah dalam bujur langit dengan kecepatan setengah derajat per jam,maka kriteria orang Babilonia untuk menentukan awal bulan adalah sebagai berikut: Awal bulan dimulai jika beda as s ensiorekta antara Bul an dan Matahari s ekurang-kurangny a 12'. Menurut Ilyas (1984), kriteria ini masih dipakai oleh para ahli hisab sampai abad XV. Forteringham (1910) menurunkan kriteria penampakan hilal berdasarkan hasil pengamatan beberapa orang di Yunani. Kriteria Forteringham ini kemudian diperbaiki oleh Maunder
(19i Gambar I
Bola langit yang memperlihatkan saat Matahari terbenam, 0 adalah Bumi, B adalah Bulan dan M adalah Matahari. Azimut Matahari dinyatakan panjang busur dari titik utara sampai titik X, sedangkan azimut Bulan dinyatakan oleh panjang busur dari titik utara sampai titik Y. Beda azimut Bulan dan Matahari, dinyatakan oleh busur XY, tinggi Bulan dari ufuk (horison) dinyatakan oleh busur BY, sedangkan jarak sudut antara Bulan dan Matahari, dinyatakan oleh busur BM.
Kriteria Penampakan Hilal Diatas telah disinggung bahwa jaraj sudut antara Bulan dan Matahari (atau beda azimut antara Bulan dan Matahari) serta tinggi hilal saat Matahari terbenam merupakan faktor yang mqnentukan keberhasilan pengamatan hilal. Dari kedua faktor ini para peneliti berusaha menentukan kriteria, yaitu pada jarak sudut dan ketinggian berapakah hilal dapat diamati dengan mata bugil. Penentuan kriteria ini sudah sejak lama dilakukan sejak zaman Babilonia Kuno. Berdasarkan data pengamatan hilal
2t6
1) yang selanjutnya dikembangkan lagi dalam Indian
Ephemeris (1979). Ketiga kriteria ini diperlihatkan dalam tabel l.Dari tabel ini dapat dibaca bahwa hilal akan tampak apabila tinggi Bulan dari ufuk dan beda azimut antara Bulan dan Matahari (dAz) lebih besar daripada nilai-nilai yang ada dalam tabel tersebut.
Selisih Azimuth 0" 50
100 150
230
Tinooi Bulan dari ufuk Maunder Forherinqham 11" 12 100,5 1 1",9 11".4 9o,5 1
8',0
1',0
60
7,70
lndian Eph 100,4 100
9',3 80,0 60,2
Danjon (7932, 1936) mengadakan penelitian terhadap hasil pengamatan bulan sabit muda, yang telah dilakukan bertahuntahun. Dari hasil penelitiannya ini Danjon memberikan kriteria penampakan hilal berdasarkan jarak sudut Bulan dan Matahari yaitu, hilal akan tampak apablla jarak sudut Bulan dan Matahari lebih besar dari 7" (lihat juga Purwanto, 1992). Hasil penelitian Danjon ini selanjutnya diperbaiki oleh Ilyas (1988) yang mengatak4n bahwa hilal akan dapat dilihat apabila jarak sudut antara Bulan dan Matahari lebih besar dari 10,5o.
217
Konferensi Kalender Isram di Istambur pada tahun r97g seperti yang dikutip oleh Dizer (19g3) menetapkan kriteria sebagai berikut : Awar bulan dimutrai jika jarak'busur an,ara -a' Bulan dan Matahari tebih besar dari ai, finggi buran dari ufuk pada saat Matahari terbenam lebih besar airf 5". sampai saat ini di Indonesia belum ada kriteria khusus mengenai penampakan hilal ini. Walaupun demikian, berdasarkan data yang ada, Departemen Agima RI (Depag) ta-mpaknya menggunakan kriteria tinggi hilal minimal Z; Aiata's ufuk mar'I sebagai patokan awal bulan. Akan tetapi kriteria ini juga tampaknya tidak selalu diikuti, karena meskipun tinggi hilal kurang dari2o,tetapi ada laporan keberhasilan *t yut yo:rig sah, maka laporan tersebuit akan dijadikan patokan untui penetapan awal bulan seperti yang terjadi pada penentuan tanggal I Ramadhan 1390 H (1970 M). pada-wakfu itu yaitu tanggal 30 Oktober lgT0,Depagmenerima laporan bahwa hilal dapat dilihat, sehingga Depag menetapkan I Ramadhan 1390 H jatuh pada tanggal 3l oktober tgzo. Namun berdasarkan perhitungan kami, pada tanggal 30 Oktober 1970 itu, ketinggian hilal diatas ufuk pada waktu Matahari terbenam adalah, 0""it; 34" (0",23) dan jarak sudut antara Buran dan Matahari adalah 5o 07' 39*, jadi posisi Bulan diatas ufuk masih dibawah 2". Apabila kita bandingkan dengan kriteria-kriteria yang lain, tampaknya kriteria yang dipakai oleh Depag sangat meragukan karena j auh dibawah kriteria-kriteria lainnya.
Hilal untuk I Ramadhan dan I Syawal
l4l4}d
Seperti telah dibicarakan diatas untuk dapat melihat hilal dengan baik dan supaya pengamatan tidak sia-sia diperlukan posisi Bulan pada saat Matahari terbenam. Daia posisi {ata Bulan ini hanya dapat diperoleh dengan perhitungan (hisab). Karenl itu untuk pengamatan hilal guna penentuan tanggal I Ramadhan dan I Syawal l4l4 H, telah dihitung posisilplosisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam serta waktu terjadinya ijtima' (konjungsi) dengan menggunakan komputer untuk beberapa kota di Indonesia. Hasirnya diperlihatkan pada tabel 2, dan sebagai pembanding, daram taber tersebut dibeiikan
juga posisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam untuk kota Mekkah.
Dari tabel I dapat dilihat bahwa untuk awal Ramadhan l4l4 H, ijtima' teqadi pada tanggal 10 Februari 1994 jam2l:30 WIB atau 22:30 WITA atau 23:30 WIT, jadi pada sore tanggal l0 Februari 1994 di seluruh wilayah Indonesia, hilal tidak mungkin diamati. Dengan demikian karena tanggal 10 Februari lgg4 berkesesuaian dengan tanggal2g Sya'ban 1414, maka bulan Sya'ban digenapkan menjadi 30 hari (istihnal), jadi I Ramadhan l4l4H akan jatuh pada 12 Februari 1994. Apabila kita bandingkan ketinggian Bulan dan beda azimut Bulan-Matahari pada tanggal I I Februari 1994 dengan kriteria Fortheringhem, Maunder dan Indian Ephemeris, maka untuk seluruh wilayah Indonesia, pada tanggal I I Februari 1994, hilal tidak memenuhi syarat untuk dilihat. Sedangkan apabila kita bandingkan dengan kriteria Istambul dan Danjon, maka pada tanggal 11 Februari 1994 hilal memenuhi syarat untuk dilihat. Karena itu untuk menguji perhitungan dan juga sebagai bahan menentukan kriteria yang cocok untuk Indonesia, ada baiknya pada tanggal 11 Februari 1994 dilakukan rukyat. Sebagai acuan untuk mengamati hilal ini, pada gambar 2 diperlihatkan posisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam untuk Jakarta dan sekitamya.
Untuk kota Mekkah ijtima' awal Ramadhan l4l4 H terjadi l0 Februari 1994 jam 17.30 waktu setempat. pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan adalah 4,17 berarti pada waktu itu Bulan masih berada dibawah ufuk, jadi tidak mungkin dilakukan rukyat. Sedangkan untuk tanggal I I Februari 1994, beda azimut dan jarak sudut Bulan-Matahari dan ketinggian Bulan diatas ufuk pada saat Matahari terbenam, memenuhi semua kriteria diatas. Jadi pada tanggal l l Februari 1994, hilal sangat mungkin unhrk dapat dilihat. Dengan demikian, I Ramadhan l4l4 untuk Saudi Arabia, seharusnya jatuh pada tanggal 12 Februari 1994. Ijtima' awal Syawal untuk seluruh wilayah Indonesia terjadi pada tanggal 12 Maret 1994 jam 14.05 WIB atau 15.05 WITA atau 16.05 WIT. Pada saat Matahri terbenam, ketinggian Bulan masih dibawah ufuk kecuali untuk Banda Aceh yaitu sekitar pada tanggal
2t9 218
0o,01. Akan tetapi walaupun di Banda Aceh Bulan sudah diatas
ufuk, namun .""utu keseluruhan kombinasi ketinggian Bulan, dengan beda azimut atau jarak sudut tidak memenuhi kriterialaiteria penampakan hilal di atas, jadi pada tanggal 12 Maret 1994, hilal tidak mungkin diamati. Karena pada tanggal 12 Maret 1994 berkesesuaian dengan tanggal 29 Ramadhan 1994, maka otomatis bulan Ramadhan digenapkan 30 hari, jadi 1 Syawal l4l4 a?'anjatuh pada tanggal 14 Maret 1994' Sebagai gambaran, pada gambar 3 diperlihatkan posisi Bulan - dan il4atahari pa-da saat Matahari terbenam tanggal 12 Maret 1994 untuk Jakarta.
Apabila kita bandingkan ketinggian Bulan, beda azimut dan jaraksudut Bulan untuk tanggal 13 Maret 1994 dengan laiteria iortheringham, Muder dan Indian Ephemeris, maka yang *"-"nthi syarat untuk penampakan hilal hanyalah untuk Banda Aceh saja. Sedangkan apabila kita bandingkan dengan kriteria Istambul, Danjon dan Ilyas, seluruh kota di Indonesia memungkinkan untuk melihat hilal. Karena itu untuk pengujian hasil perhitungan dan penetapan kriteria mana yang berlaku di Indonesia, ada baiknya pada tanggal 13 Maret 1994 dilakukan juga rukyat. Sebagai acuan untuk mengamati hilal ini, pada gu*t* 4 diperliha-tkan posisi Bulan dan Matahari saat matahari
Kesimpulan
pembicaraan diatas mengenai kemungklnrn hilal untuk menentukan awal Ramadhan drn Syawal l4l4IF. dapat ditarik kesimpulan berikut : 1. Untuk seluruh wilayah Indonesia pada tanggal l0 Februari lg94 saat Matahri terbenam, hilal tidak mungkin untuk bisa dilihat, karena ijtima' baru terjadi
Dari
penampaka-n
pada jam 21.30
2. 3.
4.
terbenam.
Untuk Me*&ah, ijtima awal Syawal l4I4 H terjadi pada tanggal 12 Maret 1994 jam 10.05 waktu setempat' Pada waktu Matahari terbenam, ketinggian hilal sudah mencapai 3o,04 diatas ufuk. waktupun Bulan masih berada diatas ufuk pada
saat Matahari terbenam, namun kombinasi ketinggian Bulan dengan beda azimut atau jarak sudut tidak memenuhi semua kitJria penampakan hilal diatas, jadi hilal tidak mungkin dapat diamati, kecuati iita menggunakan }riteria yang ada di Indonesia (?). Untuk tanggal 13 Maret 1994, koordinasi ketinggian Bulan dengan beda azimut atau dengan jarak sudut memenuhi semua laiteria penampakan hilal'
220
WIB' Untuk Melftah, tanggal 10 Februari 1994 juga hilal tidak mungkin dapat diamati, karena masih berada dibawah ufuk. Untuk seluruh wilayah Indonesia, kecuali Banda Aceh, pada tanggal 12 Maret 1994 saat Matahari terbenam, kedudukan Bulan masih berada dibawah ufuk, jadi hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sedangkan untuk Banda Aceh, meskipun pada saat Matahari terbenam Bulan sudah diatas ufuk, namun masih jauh dibawah kriteriakriteria penampakan hilal, jadi juga tidak mungkin hilal dapat dilihat. Untuk Mekkah, tanggal 12 Maret 1994 saat Matahari terbenam, Bulan sudah berada diatas ufuk. Tetapi karena ketinggian Bulan pada waktu itu masih jauh dibawah kriteria-kriteria penampakan hilal yang ada, maka hilal juga tidak mungkin untuk dilihat. Saran
l.
Meskipun pada tanggal 11 Februari 1994 dan tanggal 13 Maret 1994 pengamatan hilal tidak diperlukan lagi, namun ada baiknya pengamatan terus dilakukan untuk menguji ketelitian perhitungan dan juga sebagai bahan penentuan kriteriapenampakan hilal di Indonesia. Selain itu, pengamatan hilal pada tanggal 11 Februati L994 sangat menarik, karena ketinggian Bulan dan beda azimutnya atau jatak sudutnya tidak memenuhi kriteria Fortheringham, Mauder dan lndian Ephemeris, tetapi memenuhi kriteria Istambul dan Danjon.
221
laporan penampakan hilal . ke gambarl sketsa dari hilal dengan disertai Depag, harus relatif terhadap posisinya yang dilihatnya serta untuk diperlukan ini Hal ivlatahari dan titik Barat. hilal benar-benar itu memeriksa apakan yang dilihatnya
2. Ada baiknya setiap
atau bukan.
3.
Untuk ketenangan beribadah dan juga demi kerukunan antar sesama umat Islam di Indonesia, ada baiknya apabila Departemen Agama menetapkan harus adanya klsesuaian antara hisab dan rukyat. Artinya perlu mempertegas bahwa hissb dan rukyat keduanya harus menghasilkan hilal yang sama. Dengan kata lain, hasil p"riit rgo, harus dapat dibuktikan dengan rulqtat dan juga dimungkinkan dari -hisil rutEat yang dilalukan harus Sehingga kriterianya' beserta hisab perhitungan hilal melihat yang mengaku jika iuatu waktu ada yang kriteria dan padahal menurut perhitungan hisab sudah ditetapkan hilal tersebut tidak mungkin dapat dilihat, maka pengakuan tersebut harus ditolak' (LYallaahu a'lam)
ASPEK T'ISIS DALAM PELAKSANAAN RUKYAT DIDAERAH JAKARTA DAI\ SEKITARNYA PADA AWAL BULAN SYAWAL I4I4H Hendar Gunawan, Tajan, Edy Sukanto
Abstrak Aspek fisis dalam pelaksanaan rukyat meliputi kondisi fisika alam yang menyangkut keadaan atmosfer dan lingkunganya. Penampakan hilal oleh mata tergantung dari intensitas cahaya bulan atau ketinggian bulan >5 derajat Kedudukan hilal dengan ketinggian 0 derajat pada saat matahari terbenam untuk akhir Ramadhan, awal Syawal l4l4H atau tanggal 12 Maret 1994 M diwilayah Indonesia dan sekitarnya dinyatakan oleh garis batas tanggal '(ketinggian nol), yang melalui daerah Aceh Selatan. Diwilayah Indonesia tanggal 12 Maret 1994 M umurmya hilal masih dibawah ufuk sehingga dimungkinkan hilal pada tanggal 13 Maret 1994 M sudah diatas ufuk. Khususnya di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 12Maret 1994 M secara hisab masih dibawah ufuk (-l derajat 14 menit) sedangkan pada tanggal 13 Maret 1994 M menunjukkan ketinggian hilal 8 derajat 2,7 menit.
Kondisi fisis dari atmosfer yang ditunjukkan oleh faktor
cuaca
menunjukkan bahwa pada bulan Maret 1994 M untuk Jakarta dan sekitarnya pada pagi hari umumnya cerah, sedangkan pada sore hari terdapat peluang cuaca berawan/hujan. Jakarta Selatan pada sore hari umumnya berawan dan hujan, sedangkan Jakarta Utara cerah/berawan. Aspek lingkungan seperti polusi udara untuk Jakarta dan sekitamya yang
disebabkan oleh asap menunjukkan bahwa didaerah Tangerang dan Pulogadung terjadi pencemaran asapoleh pabrik. Konsentrasi polutan didaerah
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta rata-rata diatas ambang 260 ppm terdapat didaerah Bandengan, Glodok dan Ancol. Adanya polutan tersebut akan mengganggu visibility
Anonlm, 1979, Indiana Astronomical Ephemeris, India Dept'of Met, New Delhi.
Anonim, 1981, Almanak Hisab
dan
dalam pelaksanaan rukyat didaerah Jakarta dan sekitamya.
Rukyat, Proyek Pembinaan Badan
Peradilan Agama Islam, Jakarta
Anonim, 1983, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qomariyah,
ProYek
Pembinaan Badan Peradilan Agama, Jakarta Danjon, A, 1932, L'Astronomie 46,57 Danjon, e, f S:0, Bulletin de la Societe Astronomique de France, 50,57
Fotheringham, JK,19i0, on The Smallest Visible Phase Mon.Not.RoY Asffon. Soc,'/0, 527
of the
Ilyas, M., 1984, islamic Calendar,Times & Qibla, Berita, Kuala Lumpur
Moon'
iiyur, fr4., tggg, Llmiting Altitude Separation in the New Moon's
First 206'133 Astrophys, Visibility Criterion, Astron. Mauder, EW,1911, JBAA' 2l'355 purwanio,19b2, Visibilitas Hilal sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam' Skipsi Sarjana Astronomi, Jurusan Astronomi, ITB'
)))
Aspek fisika dalam pelalsanaan rukyat meliputi keadaan
dan lingkungan yang dapat mempengaruhi pengamatan hilal. Berbagai syarat kebolehnampakan hilal telah atmosfer
Dizir, M,'1gg3, A calculation Method for Visibility curve of the Moon, Kandili ObservatorY.
Pendahuluan
banyak diteliti antara lain resolusi Istambul tahun 1978, ketetapan kenampakan hilal dalam melaksanakan rukyat. Umumnya ketetapan kebolehnampakan hilal didasarkan pada tinggi bulan, beda azimut dan umur bula. Akan tetapi faktor penentu seperti kondisi atmosfer disekitar tempat pengamatan perlu diperhatikan. Keberhasilan pengamatan
benda langit umurmya sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer kfiususnya kondisui cuaca yang dipengaruhi oleh
223
unsur-u;6ur tekanan udara, suhu udara, kelembaban udara, polusi ud"ru, arah dan kecepatan angin yang menyebabkan terjadifr'ye- fenomena cuaca seperti hujan, kabut dan lainlain' Fenomena tersebut akan mempengaruhi jarak pandang secara mendatar atau terhalangnya benda langit yang dilihat oleh
cotg Az = -sin p cotg t + coap tg d cocec t
dengan
seseorang.
Aspek lingkungan seperti polusi udara khususnya untuk daerah Jakarta dan sekitarnyayang disebabkan oleh pencemaran
asap pabrik atau kendaraan bermotor menyebabkan terjadinya sinar yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan observasi hilal. Jadi keberhasilan pelaksanaan
pembiasan
rulcyat sangat dipengaruhi oleh fallor posisi benda langit fteiinggian hilal, beda azimut, umur bulan) dan keadaan fisis alam sekitarnya. Dalam tulisan ini dibahas penelitian tentang kebolehnampakkan hilal ditinjau dari perhitungan tinggi bulan' beda azimut dan faktor lingkungan didaerah Jakarta dan sekitarnya.
Perhitungan posisi hilal pada akhir bulan Ramadhan dan awal bulan SYawal l4l4II Perhitungan posisi hilal pada akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal l4l4 H didasarkan pada rumusan segitiga bola yang secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
Az:
azimut bulan
p : lintang tempat pengamatan d : deklinasi bulan t = sudut jambulan
Kedudukan bulan dengan ketinggian 0 pada saat matahari terbenam pada tempat-tempat didunia khususnya wilayah Indonesia ditentukan berdasarkan data Nautical almanac. Kedudukan tersebut dinyatakan oleh garis batas tanggal akfiir Ramadhan dan awal Syawal 1414 H atau tanggal 12Maret1994 yang melalui daerah Aceh Selatan. Di wilayah Indonesia umurnnya sebagian besar hilal masih dibawah ufuk pada saat matahari terbenam, kecuali Aceh Utara dengan ketinggian hilal lebih kurang +5 manit. Garis batas tanggal dapat dilihat pada gambar 1. Sedangkan posisi bulan pada tanggal 12 Maret 7994 dapat dilihatpada gambar 2. Tgl
Waktu
Waktu
terbenam
terbenam
mthr (WIB'
bulan (WIB)
18.07
18.02
Azimut
Deklinasi
mthr
bulan
mthr
bulan
Posisi bulan
Tinggi
saat mthr
bulan
terbenam bulan utara
t2
318,7
0 27,7
266 42,3
269 32,4
I
13.9
mthr bulan utara
Sin h: Sin p Sin d + Cos p Cos d Cos t Dengan
h = tinggi bulan
p : lintang tempat Pengamat d = deklinasi bulan t = sudutjambulan kordlasi paralaks, refraksi, semidiameter dihitung dengan mengambil data dari Almanak Nautika dan Astronomical Almanac. Koreksi ketinggian ufuk ditentukan dengan menghitung ketinggian pada mean sea level' Azimut bulan dihitung berdasarkan Pada rumus:
224
l3
18.07
t8.42
2 55.t
4 t2.9 267 05.8
274 15.0
8 02.7
mthr
Kondisi cuaca Sering dialami bahwa pada suatu saat sangat sulit melihat benda langit yang jauh pada siang hari. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel kecil yang berada diudara. Partikel-partikel ini meliputi hidrometeor (fog, mist, hujan dan lain-lain) atau litometeor (debu, asap dan sebagainya). Suatu benda langit kurang dapat dilihat dengan baik karena sinar yang terpencar atau dipantulkan oleh benda itu diserap oleh partikel-partikel tersebut yang berada diudara. Tetapi yang paling dominan mengurangi penglihatan adalah proses
225
pemencaran (scattering). Dalam keadaan berkabut (hazy) ata:u berdebu (dusty) maka sebagian besar sinar dipencarkan oleh partikel-partikel tersebut sebelum mencapai mata pengamat' Faktor-faktor dominan cuaca yang mempengaruhi
penglihatan adalah awan dan hujan, kabut dan mist, polusi udara.
Pengaruh awan dan hujan
Awan menyebabkan beberapa peristiwa optis. Fenomena ini disebabkan oleh refraksi, reflesi dan difraksi sinar oleh komponen awan. Peristiwa optis tersebut antara lain halo, parheia, crepcuscular dan glory Hujan (tetes-tetes air, partikel-partikel es) menyebabkan berkurangnya visibility. Penglihatan dalam kondisi hujan terganggu dari ukuran butir tersebut dalam suatu volume udara. Hujan ringan hanya berpengaruh kecil terhadap visibility 3-10 km, sedangkan hujan lebat mengurangi visibility menjadi 50500 meter. Jumlah curah hujan yang diamati selama i0 tahun (1984s/d 1993) untuk 14 loikasi didaerah Jakarta dan sekitarnya arfiara lain Bendungan hilir, Pakubuwono, Ciledug, Cengkareng, Jelambar dan lainJain dihitung untuk jumlah h huian rata-ratabulan Januari, Februari dan Maret No.Stasiun
2 J
Nama stasiun
lendunsan Hilir )akubuwono iledus
No.Stasiun
Rawamangun
9
Ianiune Priuk
l0
]MG laiawali Selatan
lenskareng
il
5
Ielambar
T2
6 ,|
ioete
fangerang
13
:{alim PK
Bekasi
14
Depok
Hasil perhitungan dinyatakan oleh grafik jumlah curah hujan rata-rataielama 10 tahun dari tahun 1984s/d 1993 yang terlihat pada gambar 3.
Kecenderungan jumlah curah hujan dari bulan Januari ke Maret di beberapa tempat di Jakarta menurun' Curah hujan
226
ll
sedangkan hari hujan minimal terjadi distasiun Jelambar, denngan jumlah hari hujan 9,4 intensitas curah hujan dapat dilihat pada histogram gambar 5. Kabut (FOG) dan nist Kabut biasanya terdiri dari tetes- tetes air dan pada keadaan tertentu dapat disertai adanya kristal-laistal es. Pembentukan kabut terjadi bilamana ada udara basah diatas permukaan yang lebih dinginh. Kabut merupakan penghalang visibility yang sangat efektil karena pengaruhnya terhadap semua sinar berwarna sama. Mist mempunyai proses fisis yang sama dengan kabut. Perbedaan terletak pada jarak penglihatan. Jika visibility kurang dari I lon, fenomena tersebut disebut kabut.
Nama stastun
8
4
normal untuk bulan Maret berdasarkan ketentuan WMO sebesar 232 mm. Dari data pengamatanh ternyata daerah-daerah dengan curah hujan normal meliputi stasiun 1,2,3,8,12,13. Curah hujan dan 14. dibawah normal meliputi stasiun 4,5,6,7 ,9 ,10, Sedangkan curah hujan diatas normal terjadi di stasiun 13. Jumlah hari hujan didaerah Jakarta dan sekitamya selama 10 tahun terakhir ditunjul&an oleh histogram gambar 4. Jumlah hari hujan rutz-rata bulan Maret selama l0 tahun, yang terbesar distasiun Ciledug dengan jumlah hari 18,8
Posisi udara
Dibeberapa kota kemungkinan visibility berkurang karena adanya partikel-partikel minyak diudara yang bersumber dari kendaraan bermotor. Udara kabur sering terjadi asap indushi atau karena adanya daerah yang kebakaran. Partikel-partikel asap yang besar jatuh kepermukaan bumi, sedangkan partikelpartikel kecil yang sama dengan partikel mist atau kabut akan melayang diudara. Hampir sebagian besar bahan terbakar menghasilkan partikel-partikel karbon. Asap yang mengandung partikel karbon akan menimbulkan haze yang hitam. Campuran asap dan kabut disebut smog, yang sangat mengurangi visibility.
)1.1
Konsentrasipartikeldebudiudaraberdasarkanhasilanalisis 7 stasiun pengamat polusi udara Badan Meteorologi dan Geofisika, yaitu eUC, Ancol, Bandengan,Glodok' Yg:-f
Halimdan-Ciledugselama13tahun(tahun1980s/d1992) me""nj"kka" bahwa konsentrasi suspended particulate matter (SPMirata-ratd tahunan (p gram/cm3) terbesar adalah stasiun batas dtoAot sebesar 522,81t gram /cm3 yang temyata diatas gram/cm3) ambang yang ditetapkan (batas ambang 260p dan gram/cm3disusui daerah Bandengan sebesar 4591t atau PK konsentrasi polutan pallng rendah di daerah Halim SPM ratasebesar 164,281t gram/cm3. Histogram konsentrasi pada dilihat dapat rata selama 13 iahun di Jakarta dan sekitarnya gambar 6
Analisis kualitatif
hilal dari.resolusi Istambul tahun Ig78 menunjukkan bahwa ketinggian hilal yang dapat lengkung) diobservasi jitu t 5o dengan beda azimut fiarak bulan dan matahari diantara '7" sarnpai dengan 8'' -!ari Syarat kebolehnampaktcan
d;;d;
kebolehnampal&an ;emerintah Malaysia menunjukan umur bulan hilal jika t-i"ggi bulan 5,5", beda azimut 7,5o dengan pengalaman Pemerintah 8 j am. Ketetapan tersebul berdasarkan di Jakarta Infuonesia dari data hilal yang terlihat khususnya 2" atau lebih dapat sangat bervariasi bahkan dengan ketinggian 2 Desember tanggal priok ,.rfiftu, seperti di Ancol/TanJun'g Selatan Jakarta igOl, S Oktober 1975 dan 31 Agustus 1981, 3i Juli 1981 dan di Cakung tanggal 13 Oktober 1975' "**"f 29 Agustus 1984 dan tanggal 5 Oktober 1975' 0'gada s.a3t PJrhitungan kedfudukan hilal dengan ketinggian 1414 H Syawal matahari terbenam untuk alhir Ramadhan-awal dinyatakan atau tanggal 12 Maret 1994 M di wilayah Indonesia Pada tanggal 13 otetr garis Uatas, melalui daerah Aceh Selatan' di atas Marei 1gg4 M di seluruh wilayah Indonesia, hilal sudah maksimal 9" ufuk (minimal ketinggian 6o 48' di Merauke dan 53' di Banda Aceh).
228
Dari syarat kenampakan Istambul, ketetapan Malaysia dan pengalaman Indonesia hilal dapat dipastikan dapat terlihat di seluruh wilayah Indonesia jika cuaca baik dan lingkungan (polusi udara) tidak banyak tercemar. Di Jakarta khususnya pada tanggal 13 Maret 1994 M ketinggian hilal 8 02',7, bcda azimut 7 09' dengan umur bulan 28,5 jam. Hasil penelitian jumlah curah hujan rata-rata selama l0 tahun untuk bulan Maret didaerah Bendungan Hilir, Pakubuwono, Ciledug, Rawamangun, Cipete dan HalimPK dapat dikelompokkan daerah Jakarta bagian Selatan yang umunmya curah hujan
normal sedangkan daerah-daerah Cengkareng,
Jelambar, Tangerang, Tanjung Priuk dan sebagainya atau kelompok utara umurTmya curah hujan dibawah normal. lntensitas hujan ratarata yang kecil selama l0 tahun pada bulan Maret didaerah Tanjung Priuk, Cengkareng dan Ciledug, sehingga dapat menunjukkan kemungkinan cuaca baik/hujan tidak lebat.
Berdasarkan prakiraan cuaca pada tanggal 13 Maret 1994 M pada pagi hari umurmya Jakarta dan sekitamya cerah, sedangkan pada sore hari terdapat peluang cuaca berawan/hujan. Jakarta bagian selatan pada sore hari umumnya berawan dan hujan, sedangkan Jakarta utara cerah./berawan. Dari keadaan tersebut diatas, hilal dimungkinkan dapat terlihat
jika diadakan rulcyat di daerah Jakarta bagian
utara.
Konsentrasi suspended perticulate matter (SPM) dari gambar
6 untuk penelitian selama 13 tahun terlihat bahwa daerah Glodok dan Bandengan sudah di atas ambang, sehingga penglihatan melalui daerah ini akan terganggu. Kesimpulan
Dari analisis kuantatif dengan memperhatikan faktor-faktor ketinggian hilal, beda azimut, umur bulan, keadaan cuaca dan
faktor lingkungan (polusi udara) dapat disimpulkan
sebagai
berikut : Kebolehnampakan hilal dapat dirukyat pada tanggal 13 Maret 1994 M di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya di Jakarta dengan ketinggian hilal 8 derajat 3 menit, beda azimut 7 derajat 9,3 menit, dan umur bulan 28,5 jam.
229
Pelaksanaan rulcyat dengan memperhatikan faktor polusi udara dan keadaan cuaca didaerah Jakarta dan sekitamya dapat
dilaksanakan didaerah Jakarta bagian utara, dengan menghindari arah penglihatan melalui daerah Glodok dan Bandengan.
POSISI BULAN : 12 MARET 1994 (18.07 WIB)
Daftar pustaka Badan Meteorologi dan Geofisika, Garis Batas awal bulan Qomariah
t4t4lr415H (1994M). Badan Meteorologi dan Geofisika, Almanak BMG 1994 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama ,1981,Almanak Hisab dan Rukyat.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama , 1992, Kumpulan makalahmakalah pada Pertemuan Ilmiah Terbatas tentang Aspek-aspek yang berhuibungan dalam Rukyatul hilal. Dinas Hidro Oseanografi TNI AL, Almanak Nautika 1994 Nautical Almanac office uS Naval observatory, The Astonomical Almanacv
BULAN
MATAHARI
for the year I 994.
POSISI BULAN : 13 MARET 1994 (18.07
WB)
C**8127',
Gambar 1 Garis batas awal bulan Syawal
230
Aspck Ftsis
fubm Pebksnun
Rulyat di DaerahJalcaru dan SeHtarnya
500 450 400 350 300 250 200
658 gf;E EEI
150 100
a o\ o\
$l (fJ3
50 0
1234
5 6 7 8 9 1011121314
Ft
@
f-tr
c{€
T-E
i
O
-? HE
!-A
t-
o
EE
8E a.g
oturzg f\;
.oJ tO
q"E'
E
€
E E c{
Fo
o a
567891011121314 LOKASI
(r,
233
o.)
O!
z zo
x a
z
@
OP XP >Q a'
I
a !
a o c
I
ANCOL BANDENGANGLOOCK
MONAS {ALIM P
CILEDUK
Lokasi Gambar 6. 13 tahun Hiuogram konsentrasi SPM rata-rata selarna
(1980'
1993)
spu
Ali, A.Yusuf. The Holy eur'an Text, Translation and :Amana Corp
tt
Commentary, USA
Aziz al Zindani,Abdul majid bin Alqur'an dan As Sunah tentang IpTEK, cet I,Jakarta :Gema Insani press,l 997
Azra Azyumardi.Pergolakan politik Islam dari Fundamentalisme lvlodemisme hingga post modernisme,cetl Jakarta,1996 .. _ Al-Bahiy, Muhammad.pemikiran
terjemahan,Jakarta :Rasalah,
I 9 g5
Islam dan
perkembangannya,
Baiquni,Achmad.Alqur'an dan Ilmu pengetahuan kealaman, cet l, yogyakarta :Dana Bhakti prima yasa,l997. Baker, Robeth H, Astronomy A Texbookfor unhiversity and coilege students, cet IV, Canada: D.Van Nostrand Company, Toronto, 1930 Brill's EJ.Fist Encyclopaedi Hukum Islam, cet ll,Leiden : EJ Brill,r993, vor
III
BAB
Dahlan,Abdul Azis'Ensiklopedi Hukum Isram, cet I, Jakarta :pr. Ichtiar Baru van Hoeve,l977 jilidz Depag RI, Al-Qur'an dan terjemahannya (Medinah :mujamma Khadim alHaramain asy-Syarifain, l4l I H)
Dizer'M.A.calculation Methode for The visibirity curve
of rhe Moon, Istambul :Kandili Observatory, I gg3 Djambek, Saadoeddin, Almanak djamiliyah, cet I, Jakarta: Tintamas,l 953 ---------,Hisab Awal Bulan, Tintamas, Jakarta, 1976. Freeman Grenville,GSp.The Muslim and christian calendars, cet I, New York : oxford University press,l963 Hadikusuma, Djamawi. Mengapa Muhammadiyah Memaka Hisab? Dimuat dalam Suara Muhammadiyah, IV (Februari 1973)
Hamidy, Mu'amal (ed).Menuju Kesatuan Hari Raya,cet I,surabaya: Bina Ilmu,1995
Ilyas, Muhammad, Islamic Calender, Time
& eibla, Befita publishing SDN,BHD, Kuala Lumpur, 1984 New Moon's Visibility and Internationar Isramic carender for The Asia Pasific Region 1407-l42lH cet I penang :USM,14l4H _ Ruskanda,Farid. 100 Masalah Hisab dan Rukyit telaah syari'ah,sains dan Teknologi, cet l,Jakarta :Gema Insani press, I 996
Ash-Shiddiqie,Hasbi.Koleksi Hadis hadis Hukum, cet iii,bandung Ma'arif,19'19
: pt ar-
Perbedaan Mathla' Tidak mengharuskan Kita Berlainan Hari pada lemulai Puasa, Yogyakarta: Lajnah Ta'lif wa an_Nasyr Fakultas Syari,ah
IAIN Sunan Kahjaga, l97l Shiddiqi,Nourouzzaman.Fiqh Indonesia penggagas dan gagasannya, cet I, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, I 997
Syakir,Ahmad Muhammad. Awali asy-Syuhur al-Arabiyah, Terjemahan KH Mahrous Ali,cet l,surabaya : pustaka progresif,lgg3
76
TEKNOLOGI HISAB RUKYAT
TEKNOLOGI UNTUK PELAKSANAAI\ RUKYAH S.
Farid Ruskanda Abstrak
Rukyah bulan untuk keperluan penentuan awal
Ramadhan dan Syawal merupakan suatu kegiatan pengamatan yang pada hakekatnya menggunakan mata. Untuk membantu indera ini, bantuan tehnologi sangat bermanfaat. Pada tulisan ini dibahas permasalahan telnis dalam
rukyat, serta alternatif teknologi
untuk mangatasinya. Dan akhirnya diuraikan pula teknologi yang akan digunakan dalam proyekTELESKOP RUKYAH yang dirancang oleh ICMI orsat Kawasan PUSPIPTEK dan sekitamya yang bekerja sama dengan Orsat Pasar Jumat dan sekitarnya.
Pendahuluan Dua pertemuan ilmiah telah digelar dalam tahun 1993 untuk
membahas upaya-upaya untuk berperan serta dalam menjembatani berbagai perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal. Diskusi panel Teknologi Rukyah telah diselenggarakan oleh ICMI Orsat Kawasan PUSPIPTEK dan
sekitarnya pada tanggal
4
September 1993, dan selanjutnya
disusul oleh "Seminar Nasional Penentuan Tanggal
I
Syawal
Hijriyah" yang diselenggarakan oleh Unit Pengamalan Islam (UPI) Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada tanggal 11 Oktober 1993. pada dasarnya kedua pertemuan ilmiah yang menyajikan pembicara dari kalangan ilmuwan, peneliti, pejabat
pemerintah dan terutama para kyai dan pemuka ornas keislaman, telah mencapai mufakat bahwa pada dasarnya Syari'at Islam sangat mendukung penggunaan teknologi dalam pelaksanaan rukyah, sepanjang tidak memberatkan umat.
77
Secara populer dapat dikatakan bahwa teknologi adalah cara
sistematik untuk menyelesaikan masalah.
Jadi
untuk
menentukan teknologi yang tepat, perlu diketahui masalahnya terlebih dahulu. Untuk kasus yang sedang dibahas, maka yang perlu dikenali terlebih dahulu adalah permasalahan teknis yang dihadapi dalam pelaksanaan rulcyah. Permasalahan-permasalahan teknis yang telah dikenali kemudian disusun menurut prioritasnya, untuk mengantisipasi kemungkinan tak semua permasalahan
teknis dapat diselesaikan sekaligus oleh suatu teknologi' Pertimbangan Syari'ah Islam sangat penting dalam hal ini, sehingga upaya yang dilakukan dengan menggunakan teknologi
yang dimaksud tidak bertentangan dengan ketentuan Syari'ah Islam.
Permasalahan teknis dalam pelaksanaan rukyah
hulu dan acuan dalam perumusan permasalahan teknis ini, suatu Hadits yang telah dijadikan dalil oleh hampir Sebagai
semua ulama adalah Hadits Shahih "Berpuasalah kalian setelah
me"rulqrah" bulan dan ber-Idul Fitrilah setelah me"rulq/ah"' Jika langit tertutup awan' maka "kadar"kanlah kepadanya."(H. S.R.Bul*rari) Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang istilah "rulq/ah'; dan'okadar", namun suatu kesimpulan penting dapat dirumuskan yaitu : penentuan awal Ramadhan dan Syawal dilakukan berdasarkan hasil rukyah kecuali jika langit mendung. Jadi rulryah hanya dilakukan jika langit cerah dan tak ada yaig menghalangi pandangan, yang menurut istilah teknisnya disebut good visibility. Jadi walaupunseandainya telah ditemukan teknologi untuk merukyah bulan dalam keadaan mendung, namun sepanjang Syari'ah Islam belum dapat menerimanya. Maka upaya penggunaan teknologi rukyah ini sebaiknya ditangguhkan. Sikap ini didasarkan pada kenyataan bahwa "Teknologi Rukyah Mendung" ini akan jauh lebih mahal dari "Teknologi Rukyah Cerah" disamping belum tentu bahwa teknologi yang mahal ini dapat diterima oleh semua kalangan umat Islam. Padahal misi utama penggunaan
78
Teknologi untuk keperluan Rukyah adalah untuk dapat menyatutan umat Islam, setidak-tidaknya dalam pelaksanaan Ibadah Puasa. Sebelum dapat merumuskan permasalahan tek4is, maka kita perlu mengetahui bagaimana rukyah dilaksanakan' Rukyah udututt pengamatan mata terhadap bulan yang baru saja terbit yaitu rendah iiatas ufuk, sebagai pertanda awal bulan Qomariah
Ramadhan dan Syawal. Pengamatan dilakukan pada saat matahari terbenam. Bulan baru itu berbentuk sabit,karena itu
disebut "bulan sabit" (hilal). Bulan sabit ini walaupun merupakan benda langit terbesar yang dapat diamati malam hari, seben amya tak ieberapa besar dan hanya membentuk
sudut setengatr-derajat 3aja. Karena baru saja terbit, maka hilal ini sangat lemah cahayanya dan hanya muncul sejenak saja sebeluri terbenam lagi dan terbit keesokkan harinya' Bulan sendiri berjarak sekita; 400.000 km dari bumi' Pada saat rukyah
yaitu ketila matahari terbenam, walaupun matahari
sudah
Lerada dibawah ufuk, cahaya rembang petang masih terang dan memberikan rona warna kuning jingga sampai merah' Rona warna rembang petang ini sangat kuat dan disebabkan karena
cahayadarimatahariyangwalausudahberadadibawahufuk, ,ru-.rn dibeloltcan dengan-peristiwa hamburan (scattering) oleh butiran-butiran yang ada di atmosfir. Dari pembahasan pelaks anaan rukyah yang telah dikemukakan' dapai dirumuskan beberapa permasalahan teknis sebagai berikut: 1. Bulan yangjauh, sudut pandang yang kecil (0,5)' 2. Cahayayang lemah 3. Gangguan latar belakang dari cahaya rembang petang Sedangkan permasalahan keempat, yaitu kendlll c11c.a dikeluark-an daii daftar permasalahan menurut dalil Syari'ah Islam. Karena dalam keadaan hujan, bahkan mendung (fa in
ghumma'alaikum) maka kita tidak diperitahkan melakukan *tyutt. Peng "kadar"an dilaksanakan sebagai gantinya'
79
dipantulkan oleh lapisan cer,min, maka tentu saja ada sebagian
terserap, sehingga mengurangi kekuatannya. Cahaya akan tampak lebih redup. Ini salah satu kerugian penggunaan
Teknologi untuk Rukyah dalam keadaan cerah Berdasarkan ketiga permasalahan yang telah dirumuskan
dalam bagian yang lalu, maka teknologi yang
dapat
mengatasinya dibahas secara terperinci dalam bab ini.
Melihat benda jauh dan tampak kecil
Untuk melihat benda yang jauh dan tampak kecil (karena sudut pandangnya kecil, dalam hal rulqyah bulan :0,5o), maka diperlukan teknologi yang dapat mendekatkan pandangan atau memperbesar sudut pandangan. Sebenarnya kedua fungsi itu identilq benda tampak jauh karena sudut pandangnya kecil. Benda jauh akan terlihat dekat, kalau kita mendekatinya. Mengapa ? karena dengan mendekatinya maka sudut pandangnya jadi lebih besar. Jika tanpa teknologi, maka sasaran untuk memperbesar sudut pandang itu hanya dapat dicapai dengan mendekatinya. Semua ini tak perlu dilakukan jika kita menggunakan teknologi. Jadi supaya bulan tampak besar, tak perlu kita terbang mendekatinya, cukup dengan menggunakan teknologi teleskop (teropong). Teknologi yang secara harfiah berarti cara untuk melihat'(scope) benda jauh (tele). Sebagaimana halnya tele-phone untuk mendengarkan suara (phone) ditempat jauh, telekomunikasi untuk berkomunikasi dengan orang yangjauh.
Teleskop atau sering disebut teropong umurnnya menggunakan komponen optik seperti lensa, cermin dan prisma untuk menjalankan fungsinya alat ini dibedakan antaranya dari pembesaran sudutnya. Perbesaran sudut ini menyatakan berapa kali diperbesarnya sudut pandang yang masuk ke alat ini. Jadi
pembesaran 10 kali digunakan untuk melihat bulan, maka sudut pandang yang masuk adalah
fika teleskop dengan
setengah derajat. Sedangkan sudut pandang yang keluar adalah sepuluh kalinya, sebesar 10 x 0,5o : 5 derajat. Dengan teropong ini maka bulan akan tampak sepuluh kali lebih besar. Dalam mencapai fungsinya, teleskop menggunakan lensa-lensa, cermin maupun prisma. Jika cahaya melewati bahan gelas atau
teknologi teleskop. Kerugian lain adalah karena sudut pandangnya lebih kecil dari mata biasa, maka bila arah benda yang terlihat masih harus
dicari, mata manusia akan lebih mudah mendapatkannya. Namun setelah arah pandangan terhadap benda yang dijadikan sasaran sudah diperolah, maka dengan menggunakan teleskop pandangan akan tampak lebih jelas, karena tampak lebih dekat. Melihat benda dengan cahaya lemah Cahaya dari
hilal masih paling luat dibandingkan
konvensional dengan menggunakan mata secara langsung. Untuk menyelesaikan masalah lemahnya cahaya ini maka
digunakan teknologi Pelipat-gandaan Cahaya (Light hrtensification). Dengan menggrurakan suatu komponen yang dinamakan image intensifier maka kekuatan (intensitas) cahaya dilipatgandakan sampai 50.000 kali. Dengan teknologi yang telah dikuasai Indonesia sejak tahun 1980 ini, maka intensitas citra hilal yang teiah didekatkan oleh teleskop kemudian dilipatgandakan kecerahannya sehingga puluhan ribu kali lebih terang. Keuntungan dari teknologi Pelipatgandaan Cahaya ini adalah selain dapat melipatgandakan cahaya tampak atau cahaya yang terlihat oleh mata (visible light), teknologi ini juga dapat melipat-gandakan cahaya yang tak tampak, seperti cahaya inframerah. Jadi kita juga dapat menyebutkan Teleskop yang dilengkapi dengan image Intensifier sebagai Teknologi Inframerah Plus. Mengapa Plus, karena selain memperkuat Inframerah, juga dapat memperkuat cahaya tampak, bahkan juga Gelombang Ultraviolet seperti pada Teknologi Intensified Charge Couple Device.
81
80
dengan
cahaya dari bintang-bintang bahkan dibandingkan dengan planet-planet tata surya kita. Namun demikian, terutama untuk pandangan mata secara langsung, cahaya ini masih sangat lemah, sehingga menyulitkan pelaksanaan rulcyah secara
Pengamatan dalam latar belakang cahaya rembang petang
(Twiligh) Cahaya rembang petang lazimnya mulai tampak dalam warna cahaya kuning keemasan, selanjutnya berubah menjadi jingga kemudian merah. Kemudian tepat pada saat awal waktu "Sftliut Isya cahaya ini menghilang. Rembang petang ini memang iak selalu tampak terang pada setiap petang' Wlna cahaya-rembang petang ini tergantung pada besarnya butiran partiilel di uJ* yang menghamburkan cahaya matahari i".benam. Makin besar butiran di atmosfir, wamanya akan mendekati merah. Makin kecil butirannya warnanya makin mendekati kuning. Sedang kekuatan cahayanya tergantung Uutyutttyu partikel di udara. Bila partikel merupakan partlryl p"rr."-u, lingkungan, maka makin tercemar udaranya makin kuat cahaya rembang PetangnYa. Masalah cahaya rembang petang
ini sangat mengganggu' yang tipis itu tampak hilal karena akan makin membuat hal itu tenggelam dalam cahaya latar belakang, untuk mengatasi
aigu"akan filtir (tapis) yang disebut filter subtraksi (subtraction filter) warna sehingga semua cahaya yang sewarna a"ngu" cahaya rembang petang di"blokir", ditahan sehingga tak Walaupun cahaya yang sewarna -u*k kedalam pengamatan. sendiri, namun tak usah kuatir itu hilal ini termasuk berasal dari juga mengandung warna-warna masih karena cahaya dari hilal lain dan tahaya inframerah. Dengan kombinasi Image Intensifier, maka masalah kekuatan cahaya yang makin kecil setelah melalui "blokade" oleh filter subtrasi ini dapat teratasi.
,nu[i
Intensifier 18 mm, maka hilal akn terlihat masing-masmg ,"U"r". seperempat dan sepersepuluh pandangan' Jadi jika hasil pada layar televisi, maka hilal akan pengamatan ditayangkan --utittg-*using
seperempat dan sepersepuluh kemudian dapat direkam Hasil-pengamatan besar layar lV. kamera, atau melalui dengan folonya rn"t"t,ri video-tape, dibuat semua glmbar langsung video-printer yang dapat menvetak yang terekam dalam video tape atau ditayangkan di televisi'
iu-iut
mengisi
Kesimpulan Teknologi Rukyah yang akan digunakan terutama mengatasi jauhnya Oun'ta-put kicilnya hilal serta cahayanya yang lemah' f"motogi yang dipilih adalah Teleskop *aS9 Inlensifier g"rrerusi"keduu tS tn* atau25 mm, dengan objektif 500 mm f/4 petang Itur,r ZOO mmfl2}.Kemudian gangguan cahaya rembang filter sebagai latar belakang akan diatasi dengan penggunaan jingga merah' atau kuning, subtraksi untuk wama Teknologi ini tidak dirancang untuk pengamatan dIuT keadaan mindung, karena menurut Syari'at Islam, perintah rukyah tak berlaku dalam keadaan cuaca buruk, dan peng"kadaran" diperintahkan sebagai gantinya
Perancangan Teleskop Penguatan Citra untuk Rukyah
'Walaupun eksperimen masih terus dilakukan' namun diperkirakan bahwa teknologi yang akan dipakai adalah
Teleskop Image Imtensifier yang dikombinasikan dengan Filter Subtratsi Warna (kuning, jingga atau merah)' Untuk objektif teleskop digunakan lensa dengan panjang fokus 500 1-ata1,lOO *- a"rgaribukaan rana sebesar masing-masing f/8.0 dan fll.7.
Dengan kedua objektif dan menggunakan tabung image
82
83
Untuk mengetahui apa jenisnya, dimana lokasinya, berapa
TEKNOLOGI RUKYAH AWAL BULAN RAMADHAI\ DAN SYAWAL SECARA OBYEKTIF Zalbawi Soejoeti Pendahuluan Pada beberapa tahun terakhir, l*rususnya di Indonesia ada tanggal 01 baik bulan Ramadhan maupun Syawal lebih dari I (saiu). Walaupun sebetulnya hal tersebut terjadi sudah berabadabad lamanya, tetapi rasa-rasanya sangat mengetuk hati dan pikiran. Apakah pada zaman sekarang ini dimana IPTEK sudah iedemikian majunya, ummat Islam masih kesulitan menentukan tanggal 01 bulan Qomariah. Yang lebih memilukan lagi adalah perbedaan tanggal 0l bulan Syawal. Karena tanggal 01 ini ditandai dengan ungkapan rasa syukur dengan menggemakan takbir, tahlil dan tahmid yang dilakukan "sekarang" dan "besok", sehingga setiap orang tahu ada perbedaan itu. Untung Nabi kita menegaskan bahwa perbedaan pendapat itu membawa rahmat, sehingga menghibur
kita dan dapat dipetik hikmahnYa.
'.rr.rf i d Ylil
Perkembangan IPTEK seperti sekarang ini akan mempernudah manusia untuk melihat (merukyah) dan/atau menghitung (menghisab) suatu obyek. Melihat dan/atau *etrghitong baik posisinya maupun kandungan yang ada didalamnya Sebagai misal, dalam memahami dan mencoba mengamalkan firman Allah dalam surat Al-A'raf, ayat 10:
a.9 t
Xtt
& tt t6i ,$tts^4u,,rt'r g,t'&-,
Artinya ;'sungguh Kami (Allah) telah menempatkan kamu (manusia) dimuka bumi dan telah Kami sediakan bagi kamu dimuka bumi ini berbagai sumber penghidupan, (tetapi sayang) sedikit kamu berqrukur".
84
j um lahnya"ma' ayisy" (sumber penghidupan) tersebut, sekarang
telah dikembangkan teknologi remote sensing. Dengan teknologi remote sensing
ini
orang akan dengan mudah
mengetahui, walaupun didaerah yang sangat remote, yang akan
sangat sulit dijamah manusia, jenis sumber alam, dimana lokasinya dan berapa jumlahnya. Dengan demikian akan mempermudah pula bagi manusia untuk kegiatan selanjutnya, yaitu mengambil, mengolahnya dan memanfaatkannya untuk kesej ahteraan ummat manusia "Rahmatan lil' alamin" IPTEK merupakan salah satu alat yang efektif untuk penyempurnaan ibadah kita kepada Allah. Rsulullah sendiri bersabda
rl."r,
:
.;;z;!t ,t,i.-.-!S?.5tlL
liji f ,
Artinya : "Barang siapa menghendaki kebahagiaan didunia maka raihlah dengan ilmu pengetahuan (IPTEK) dan barang siapa menghendaki kebahagiaan akherat maka raihlah dengan ilmu pengetahuan (IPTEK), dan barang siapa menghendaki kebahagiaan kedua-duanya (dunia dan akherat) maka raihlah dengan ilmu pengetahuan (IPTEK). Alam semesta merupakan "aytt)' Allah Diantara tanda-tanda Kekuasaan Allah (ayat-ayat Allah) adalah alam semesta ini. Banyak sekali firman Allah dalam AlQur'an yang menunjuk alam semesta ciptaanNya ini sebagai ayat-ayatNya (tanda bukti Kekuasaan dan kemurahanNya). Tetapi kalau kita perhatikan penunjukkan ayat-ayatNya ini, selalu diakhiri dengan kata-kata "Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu Kami tujukan kepada orang-orang yang "berilmu pengetahuan", "yang mau berfikiT", "11?ng mau mengerti","yang berakal" dan seterusnya". Sebagai contoh firman Allah dalam surat
Ali Imran ayat
190
:
85
*f-,
;ir, *!r " fl ."ili;],f:S, :ii,
dan matahari merupakan sumber dari radiasi tersebut. Radiasi ini dipancarkan kesegala arah, termauk kebumi dan kebulan.
Artinya : "Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat bukti Kekuasaan Allah (ayat-ayat Allah) bagi orang yang berilmu pengetahuan (ulul albab).
Dengan memperhatikan firman Allah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa ummat Islam harus menjadi ummat yang
pandai, ummat yang berilmu pengetahuan, ummat yang menguasai IPTEK. Dengan menguasai IPTEK, InsyaAllah akan
mempermudah kita dalam mema'rifati Kemahakuasaan Allah dan dalam melaksanakan tugas kekhalifahan kita. Khusus dalam masalah matahari dan bulan, yang sekarang menjadi topik pembicaraan kita, Allah berfirman dalam surat Yunus, ayat5:
J r- o rXL lr r t,;)lt. p,rjlr ;^; 6 iir p J:t .iJ L Il {tJ I i irl .;,li gr,-.' L.r.Jlr a,a:J,lt r rr ( o : ,,=rrt-.s,r.frygfle rr^i tr"L:l
r
Artinya ;"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanNya manzilah-manzilah (orbit) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan pehitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melaikan dengan hak. Dia menjelaskan tandatanda (kekuasaan dan KebesaranNya) kepada orang-orang yang mau mengerti".
'
Ayat Allah yang dinunjukkan dalam surat Yunus ayat 5 ini, yang ditujukan kepada orang-orang yang mau mengerti ini, menyebutkan bahwa matahari memancarkan "dliyaa" dan bulan memancarkan dan memamtulkan"nur".Dliyaa adalah radiasi gelombang elektro magnetit yang dipancarkan oleh matahari
86
Oleh bulan,radiasi gelombang elektro magnit ini sebagian dipantulkan dan sebagian diserap kemudian dipancarkan berwujud panas.sebagianradiasi pantulan dan atau pancaran ini sebagian sampai di bumi kita, sehingga bulan tampak oleh mata
kita, karena sebagian radiasi pantulan tersebut terletak pada gelombang tampak yaitu pada gelombang antara 0,4p - A,1p dan radiasi ini disebut dengan cahayatampak (visible light). Diluar panjang gelombang tersebut juga sampai di bumi, tetapi tidak dapat dilihat oleh mata, karena mata kita tidak peka terhadap radiasi diluar 0,4p - 0,7p. Oleh karena itu apabila bulan tertutup awan, maka kita tidak dapat melihat bulan tersebut, walaupun ada radiasi pada gelombang milro (milao wave). Apabila kita dapat membuat sensor yang peka terhadap gelombang mikro, maka bulan tersebut dapat "dilihat" oleh sensor kita itu. Sensor ini banyak ragarnnya, tergantung dari jenis/bahan sensor yang kita buat tersebut. Kita dapat membuat sensor yang
peka terhadap radiasi tampak (visible light), infra merah pantulan (reflected infrared), inframerah termal (thermal infrared) atau gelombang mikto (mikto wave). Hal ini semua dapat terjadi karena sunnatullah. Sunatullah yang juga merupakan ayat Allah ini diciptakn tidak sia-sia, pasti ada gunanya. Dalam surat Ali Imran, ayat l9l Allah berfirman :
)U"
tr I i.c"ili L $,
Artinya : "Ya Tuhan kami apa yang Engkau ciptakan itu tidak sis-sia (pasti ada gunanya)". Sedangkan di surat Yunus ayat 5 disebutkan
,!-tl
!1
crr
r
s .irr ;U
87
t
:
Artinya
:"
Allah tidak menciptakan hal yang demikian itu
melainkan dengan hak".
Cara penentuan tanggal0l bulan Ramadhan dan bulan Syawal
Cara penentuan tanggal 01 bulan Ramadhan dan bulan Syawal yang ditempuh oleh ummat Islam, antara lain sebagian umrnat Islam dengan cara menghitung (hisab) dan sebagian lain
dengan cara melihat bulan (rukyah). "mazhab" hisab menggunakan dalil surat Yunus ayat 5. dan memang posisi
bumi, bulan dan matahari setiap saat dapat dihitung dengan mudah. Artinya ' "Apabila kamu melihat tanggal (hilal) maka berpasalah dan apabila kamu melihat tanggal (hilal) maka berbukalah. Jika penglihatanmu tertutup oleh awan, maka kadarkankah bulan itu Sedangkan "mazhab"rulq/at mendasarkan dalilnya pada sabda Nabi, antara lain : .J
lrrriur{b
ioYlr"bi rs;irli.li . lt e-t o2,.tv'rrtil, li.Jl rll.p &
6;
Artinya : "Apabila kamu melihat tanggal (hilal)
berpasalah dan apabila kamu melihat tanggal (hilal) berbukalah. Jika penglihatanmu tertutup oleh awan, kadarkankah bulan itu.
:L rlJu &
,s?
/-"
maka maka maka
oy 4;) t ,r;L &r; t tr td, t+Jl t lt)' dr# yt grF
Artinya : "berpuasalah kamu karena melihat tanggal (hilal) dan berbukalah kamu karena melihat tanggal (hi1al).Apabi1a terhalang penglihatanmu oleh awan' maka sempurnakankan bilangan bulan Sya'ban 30 hari.
88
Merulcyah dengan mata telanjang ternyata tidak lebih mudah dari menghisab. Bukan saja karena terlutup awan, dimana awan ini merupakan masalah utama (big Problem) bagi negara tropis seperti Indonesia ini, tetapi juga faktor lain seperti polusi misalnya, sehingga menyesatkan mata. Pernah terjadi orang dengan mata telanjang menyatakan
melihat bulan dan berani disumpah, tetapi menurut hisab dikatakan tidak mungkin terlihat karena bulan belum wujud (bulan dibawah ufuk saat matahari terbenam). Yang terlihat seperti bulan itu bukan bulan. Hal-hal seperti ini yang akan dicoba untuk didekati dengan IPTEK. Mata telanjang kita yang sering dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektifitas dicoba untuk dibantu dengan alat (sensor) yang dapat "melihat" lebih objektif. Bahkan benda yang "dilihat" dapat direkam dan juga disambung ke TV sehingga dapat disaksikan oleh jutaan orang melalui layar TV. Atas dasar ini diajukan suatu usulan Proyek dengan tema "I-Jsulan Proyek Teknologi Rukyah Awal Bulan Ramadhan dan
Syawal secara Obyellif'. Diharapkan apabila semua yang diusulkan ini dapat direalisir akan dapat membantu menyatukan ummat Islam dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal yang sangat didambakan oleh kita semua itu. Tetapi apabila belum, setidak-tidaknya akan jmenambah ilmu kita dalam memahami ajaran Islam. Dan kita tetap bersl'ukur karena "perbedaan pendapat akanmembawa rahmat", begitu sabda Nabi. Jika perbedaan itu masih tetap ada Insya Allah kita akan mendapatkan rahmat, bukan perpecahan yang dilarang oleh Agama.
Usulan proyek disampaikan Kepada Wakil Presiden Dalam pengajian dan pengkajian yang diadakan oleh ICMI ORSAT Pasar Jum'at,pada hari Kamis, 10 Juni 1993 di Fakultas Teknik UMJ dibahas masalah cara penentuan awal bulan qamariah yang selama ini dilakukan oleh umat Islam. Sebagai pemrasaran adalah Koordinator ICMI ORSAT DR,Ir.S.Farid Ruskanda,M,Sc,APU.Bagian paling penting dari hasil bahasan, Kawasan
Serpong,
Puspitek
89
yaitu kemungkinan dapat dibuabrya suatu sensor yang dapat membantu untuk merukyah hilal, disampaikan didalam khutbah Jum'at di Kantor Wakil Presiden, Jl Merdeka Selatan oleh Koordinator ICMI Pasar Jum'at,pada tanggaT l l Juni 1993. Dalam shalat Jum'at tersebut hadir antara lain Wakil Presiden, Menteri Kehutanan, Menteri Kependudukan, diantara para pejabat dan umat Islam karyawan Kantor Wakil Presiden. Setelah shalat Jum'at selesai, wakil Presiden menyatakan tertarik dengan ide pembuatan sensor tersebut dan memerintahkan kepada imam dan khotib dalam acara Jum'atan tersebut yang kebetulan sebagai Koordinator ICMI ORSAT Pasar Jum'at, untuk menyampaikan proposal kepada Wakil Presiden. Proposal yang telah disampaikan kepada Wakil Presiden tersebut,pada kesempatan ini disampaikan untuk dibahas secara lebih luas.
dengan perekaman video kamera
disini,
J.
radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan oleh bulan (disini bulanmerupakan sumber radiasi)' Sistem aktif, yaitu dengan menyoroti bulan denganLASER' Dengan teknologi ini radiasi yang diterima sensor adalah gabungan radiasi yang dipancarkan bulan yang berasal dari
matahari dan yang berasal dari LASER CO2 yang kita tembakkan dari bumi ke bulan, dimana kedua-duanya merupakan radiasi infra merah. Sistem 1,2 dan3 ini tidak dapat menembus awan 4. Sistem "kebal cuaca" yaitu dengan menggunakan sensor yang peka terhadap radiasi gelombang nikro, dimana radiasi ini mampu menembus awan, mialnya sensor RADAR' Dasar pemikiran
antara
1)
1" Bagaimana mengatasi
keterbatasan kemampuan mata manusia, serta mengatasi masalah-masalah alam, sehingga mempermudah menyaksikan (merukyah)hilal Bagaimana merekam hasil penyaksian hilal tersebut.
memancarluaskan penyaksian hilal, sehingga dapat disaksikan secara langsung oleh jutaan ummat Islam di Indonesia, bahkan diASEAN.
Beberapa alternatif penyelesaian masalah, dengan memilih teknologi yang efisien dan dengan mengantisipasi tanggapantanggapan berbagai pihak berdasarkan tinjauan syari'ah Islam, adalah dengan menggunakan antara lain seperti 1. Sistem teleskop (teropong) cahaya tampak (visible light), yang terletak pada panjang gelombang sekitar : 0,4trt - 0,71t 2. Sistem teleskop infra merah termal (radiasi panas), yang terletak pada panjang gelombang sekitar : 3p - 5p atau 8pr :
-41t.
Kedua sistem ini dilengkapi penyempurnaan citra hilal dengan menggunakan komputer, dan dikombinasikan
Sensor yang paling ideal adalah RADAR, karena dengan sensor ini walaupun hilal tertutup awan, hilal tersebut dapat dilihat. Hanya saja sensor ini harganya sangat tinggi dan pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu yang lama.
Namun demikian apabila umat Islam yang "berfaham" rulryah menganggap sah melihat hilal dengan bantuan sensor, maka teknologi ini walaupun harganya tinggi, tetapi murah dibandingkan dengan kesatuan umat yang nilainya "tidak dapat dinilai"
2. 3. Bagaimana menayangkan dan
90
keperluan
ini merupakan sistem dari sensor adalah yang diterima radiasi pasif, artinya
Perumusan masalah dan cara mengatasinya Beberapa masalah yang perlu dikemukakan lain adalah :
TV untuk
penayangan langsung. Kedua sistim
2)
Sistem teropong cahaya tampak mempunyai kepekaan yang sama seperti mata kita. Sedangkan teleskop Infra merah termal, peka terhadap radiasi termal, misalnya sensor InSb peka terhadap radiasi pada panjang gelombang : 3 -5 dan sersor HgCdTe peka terhadap radiasi pada panjang
gelombang : 8 -14. Pada radiasi termal ini masih ada kemungkinan untuk dapat menembus awan yang sangat tipis. Kedua sensor ini dapat dibuat cukup kompak dan ringan, sehingga mudah dibawa ketempat yang cerah untuk merukyah hilal. Disamping itu sensor ini tiak terlalu mahal, harganya hanya sekitar Rp. 1 25.000'000,-
9l
infra merah Untuk langkah pertama, sistem teleskop kamera selanjutnya diusulkan unluk dibuat. Untuk itu penyempurnaan langsung bahkan atau CO2 LASER Ja|; dipertimbangkan RADAR.
BAGAN SISTEM TEROPONG RUKYAII OBYEKTIF
DENGAN INFRAMRAI{
PenutuP tergantung Keberhasilan dari penerapan teknologi ini sangat dan para pudu turrggupan dan penerimaan umat Islam umumnya i,lu-u klir*.rryu. iur",tu itu Penyelenggataan seminar dan
pi.t rri panel iidak kurang pentingnya dibandingkan dengan dua ini dilakukan kegiatan pengembangan teknoiogi, Pertemuan kaii, yait" se6elum dan sesudah sistem dituntaskan'
Keterangan
l. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
:
Hilal (bulan sabit) Cermin parabola, untuk menampung cahaya dari bulan Cermin datar, untuk membelokkan cahaya bulan Lensa Fresnel inframerah, untuk memproyeksikan ke kamera Kamera inframerah, untuk merekam citra bulan Personal komputer, untuk memproses citra bulan Videotape, untuk merekam citra hilal Kamera pemancar
TV
Antena untuk pemancaran TV
93
92
DAI\ AKIIIR RUKYAH UNTUK PENENTUAN {WAL Arr DAI\ sYARI', ru,rvraonn N vmNunut
iN?fit"rl.
Rukyah Menurut Pandangan Syari'ah
K.II. Ma'ruf Amin Pendahuluan
Dewasainikitasudahberadapadaeraiptek'Danpada
meningkatkan kesejahteraan t"rryutuurrnya, iptek telah berhasil saja, hal ini AatamUerUagai.aspeknya. Tentu
iliJrp#fisia
menuntut kita agar
yang berwawasan iptek' -.ttifiti poli pikir penguasaan terhadap iptek
Dilihat dari sisi syari;ah, fardhu *utuh, artinya di antara -;;;k
umat Islam dalam
" memadai, harus mampu menguasai-iptek'.Oleh jumlah yang
iptek ikut mengambil peran bukan hulYu ju[a dalam masalah ibadah' dalam masalah -"'"-i"ft, tetapi dan alhir Ramadhan' kftususnya dalam menentukan awal berbagai masalah Tingkat akurasi i;;k e"l""t memprediksi sebab itu' wajar Oleh selama ini lebih *J"a"ttuti kenyataan' iptek" banyak jika iptek menilai t"ty"ft'; aigandang dari sudut t"t"mut'ut' sehingga perlu mendapat dukungan
't"t""" i*, iajar kalau
;;;;;"d."g iptek.
keikutsertaaniptek
dasarnya mendukung -u*"f Semua pihak pada a"" alhir Ramadhan' Namun harus dalam menentukan ini masih terdapat kesalahpahaman
diakui bahwa ,"-"Jutu ulfr pTu" rulcyah dalam hal bahwa iptek akan ;il"t"btl utfii' nu-uanutt' Puduh"l' svari'ah telah ;;;;;;" u*ur a*u**l dan ahkir Ramadhan ditentukan oleh menetapkan Uufr*u perlu adanya informasi ru'yatul hilal atat istikmal' sehingga iptek' jelas atas peran yang akan dimainkan syari'ah :lqyu Dalam puau iti ferlu dipahami tahwa
'
rnu'amalah' Sahnya suatu ibadah ibadah berbeda d";;J;h"ya p?tt""gft*" l
cukup atas dasar
kenyataan yang
berdas-arkan -sesungguhnya -"'.r:-"f"ft 'i*ft;-;;rf'harus sematat' Artrnya, tidak hanya sisi lahiriahnya
Perbedaan penilaian tetapi juga keadaa-n' yut'g t"t"ngg"h"Vu' tersebut dapat dimengerti' syari'ah terhadap t"Ot'u" masalah antara manusia dengan kareana ibadah tn""Vu"gtut hubungan
94
berkaitan Rabbnya ftablum minallah), sedangkan mu'amalah minannas)' dengan hutungan antar manusia (hablum
Syari'ah telah menetapkan rukyah atau istikmal dan mengakhiri $"ty"*pu-aan hitungan) untuk mengawali Rasulullah SAW' baik
ilasa Ramadhan ,"ruuid""gan petunjuk demikian' kewajiban ,".utu qauliyah mauprm n'liyah' Dengan hilal (ru'yatul il; dihentii
Riututtat SAW ketika menerima kesaksian Ibnu mengallriri puasa' Umar dan'Arabi.)Ulgk mengawali -dan r;;;;il"utu tiaut -bnuntui cara lain selain rukvah dan
;i;;k""
tfkmal, meskipun tingkat akurasinya masih dipermasalahkan' dianut syari'ah Tuntutan tersebut ,..,iul dengan piinslp yang masalah dengan dalam menilai sah atau tidaknya zian,berbeda dengan jika sesuai sudah ,n r;u*ur*t yang baru dianggap sah ti
kenyataan..
kenyataan' errduikutu sahnya ibadah harus didasarkanL atas tentang contoh Sebagai kesulitan' maka akan timbul berbagai
;h"y"
shalat. Shalat diunggup sah
jika suci
badannya'
kesucian pakaiannyaL dan tempatnya dari najis' Apabila tingkat d"an sesungguhnyl yang tersebut harus sesuai dengan kenyataan
akan shalat atas dasar zhin,makasetiap orang yang dan diperiksa terlebih dahulu badannya' pakaiannya dengan alat mutakhir yang dapat
,iO"t."t.p harus
tempat shalatnya
hal tersebut mernbuktikan secara pasti dan nyata bahwa ketiga bersih dari najis. sudah Allah SWT Prinsip syari'ah iersebut merupakan kemurahan
ug-- u*ut irlya tidak mengalami kesulitan' Namun'
dalam
sesuai dengan nTasalah mu'amalah, syari'a=h menuntut harus mu'amalah baru dianggap sah jika sudah
kenyataarr. Artinya, masalah pemilikan' sesuai dengan kenyataan' Sebagai contoh
95
perolehannya sah menurut barulah dianggap sah kalau proses syari'ah. proses yang tidak sah' Kepemilikan yang diperoleh melalui dari pengadilan atau walaupun sudah memperoleh nengelaJran syari'ah tidak menurut instansi lain yang b";;;";g' ttdptutt : ..it. ["r ini sesua-i dengan hadits Nabi SAWmungkin saja ketika' "Saya adalai seorang manusia' p"rr"n'gt'"iaan" kalian' sqya telah -mengambil menyelesaikan ';;;;;^"; yang savd ambil didasarkan iang'ketrru' Keputusan el ah d ibZr *an oleh kedua b atas ket erangor-n"';': o;[trn ii" r' -pi"n",lebih pandai Exo ioai o7o'g'yolg fidak berhak yoy, orang, dalam memberikan' i"iirZisrn dari keliru Oleh.berhak' -berhak sehingga saya rnengambil keputusql ):ang 'karena tidqk
i",
'i"ii ii"s 'untuk lid;k sudah saya walaupun buian"haknya'
saya harap itu, "rr*ioiiitryo [o'"'o"
ia mengambilnva berarti ;;;tkt";' i;rena kalau tetap api neraka'" (Al Um' 6:202)' RukYah Dalam Sorotan lPtek
selalu Iptek sesuai dengan waiak dan. pengalamannya dari sisi akurasi dan menilai aur, ,n"tgutti* segala t"ryuP. 0",'gl"Lit7*y oleh karena itu' wajar kalau kedekatannyu
yang memiliki iptek memandang;t""in sebagai. sesuatu maka iptek tersebut' kelemahan' etu" Ltut pJnilaian
banyak peran dalam hal penentuan awal berkeinginan untuk -*t"*Uif yaflg telah dilakukannya dan alhir Ramadhan ibagaimana ini dalam berbagai aspek keqlatan'
menuntut agar vang lebih efisien ;ilvJ;;g!""ukutt estimasihisab merasa tidak kemudian dan hasilnv" l"bih pemandu' dan pembantu cukup kalau hanya"i"tf""gti sebagai zaman dari terus menerus karena ilmu hisab V""g U"it"mbang. tingginya ke arah semakin ke zaman memiliki t"?""a"t""gan Terutama setelah proaumya' tingkat akurasi d;;;;;ata'i alat-alat Pada tahap pertania'
p"ilr;;
-"lului ilmu hisab'
ilil"li;;"
yang lebih modern' ului "Lt"tt"ti dan cara perhitungan yang perhitungan yang lebih mutakhir' itu' pada tahap berikutnva hisab semakin cermat' o;; il;;;;
ditemukanny
u
rukyah tersebut harus ditolak. iu*urut berikutnya datang
objektif. Tawaran
ini
dari teknologi rulcyah secara tampaknya lebih bersahabat karena
*ulu.rpr'rn dasar penilaiannya sama' namun posisi yang diambil adalah sebagai mrtra dari ru'yah bil fi'li tanpa alat' A{inya' keduanya berjalan seiring, kecuali jika sudah ada kesepakatan '/i dengan dari paia ulama untuk menjadikan hasll ru'yah bil fi ilat'(nazharah) sebagai dasar penentuan awal dan akhir Ramadhan.
Tanggapan Ulama
saya
rcIqh memberinya sep'o'tong
t.iu-u
menuntut untuk menjadi penentu buknn sekadar menjadi pembantu dan pemandu. Artinya' hasil rulcyah harus diuji Lb"rrurunnya oieh hisab. Apabila hasil rukyah sesuai dengln hasil hisab, maka hasil rukyah dapat diterima' Namun' apabila hasil rukyah tersebut berbeda dengan perhitungan hisab' maka
Pada prinsipnya ulama tidak berkebaratan atas ikut sertanya iptek daiam pror"t penentuan awal dan akhir Ramadhan' yang sepanjang tidak mengabaikan ketentuan syari'ah' Hanya nu*r-aiplnami adalah syari'ah tidak ingin memberatkan umat khususnya dalam masalah ibadah.
Namun, ketika hisab ingin menjadi penentu timbul
perselisihan di kalangan ulama sendiri, khususnya dari kalangan 'syaf iyah, karena kalangan Malikiyah, Hanafiyah tidak dapat menerimakehadiran hisab secara mutlak, baik untuk perorangan maupun dalam lingkup umum bagi seluruh umat Islam' Imam Subki, Abbadi dan Qalyubi misalnya, mewakili arus pendapat yang mendukung tuntutan hisab tersebut' Imam Subki jlka ada satu atau dua orang bersaksi melihat bulan
-.nyututurr, sedang
-"n,r-*t
hisab tidak mungkin, maka kesaksian tersebut
ditolaf ('anatutthalibin, 2 : 2 I 6). Pendapat senada dikemukakan oleh ,q.bbadi, yang mengatakan bahwa sekalipun nara y-k9i lcbih tersebut terdiri dari orang-orang adil' Kemudian Qalyubi mempertegas bahwa pendapat Imam Subki dan Abbadi tersebut dan menolaknya adalah suatu kesombongan .ungut
3"Iur,
(mi'anadah wa mukbarah) (Qalyubi, 2:49)'
97
96
ini ditolak oleh dan Al-Khatib Ramli mayoritai ulama yang dimotori Imam Pendapat Imam Subki dan kawan-kawan
Syarbaini. tvtenurut Ar-Ramli, yang seharusnya diterima adalah kesaksianrukyah, karena hisab telah diabaikan oleh syari'at Muhtaj, 3 : 3 5 I ). (I,{ihayatul ' Pendapat yang sama dikemukakan oleh Al-Khatib yang
menjelaskan 6ahwa menurut pendapat yang mu'tamad (yang harus dijadikan pegangan), syahadah-\ah yang harus diterima, karena pendapuf ahii hisab tidak diperhitungkan oleh syari'ah (idz ta'ibrata liqaulil hussab) (I'anatutthalibin, 2: 16)' Nlenurult paia ulama, pendapat Abbadi dianggap sebagai pendapat yang iemah (dha'tfl (Bujairimi Fathul Wahab, 2:64)'
ialan'tengah kemudian ditawarkan oleh Imam Ibnu Hajar sebagai berikut : syahadah dapat ditolakjika dengan penjeiasan 'atrii hisab sepakat. Namun, kalau tidak terjadi semira kesepakatan, maka syuhudah tidak dapat ditolak (tuhfatul lulukni, 3:382). Ru'yah bil fi'li dengan menggunakan alat dtantga na13 {nazhirah) sampai saat ini belum ada kesepakatan dan Ru'yah" Hisab Methode "Penyerasian ulama dan seminar ini menunda baru-baru ulama yang diselenggarakan Nahdathul yang lebih jelas' forum pada maslalah tersebut untuk dibahas
Namun demikian, ada beberapa pendapat yang dapat dijadikan acuan: 1. Pendapat Ibnmu Hajar yang menyatakan tidak boleh rukyah dengan menggunakan alat sebangsa kaca (nahwi mir' atin) (Tuhfatul Muhtaj, 3 : 3 8 2)' 2. Pendapat Asy-Syarwani yang menjelaskan bahwa- yang dimaksud denga sebangsa kaca adalah air, ballur (benda yang berwarna putih seperti kaca), dan alat yang mendekatkan yang jauh atau memperbesar yang kecil'
Namun kemudian Asy-Syarwani
3.
3 :3
j 2)'
Pendapat yang lebih tegas dikemukakan oleh Al Muthi'i. Ia menyatakan : "Ru'yah bil fi''li dengan mempergunakan alat (nazharah) tetap dapat diJglma karenayangterlihatmelaluialattersebutadalahhilalitu
98
Adapun yang dikemukakan oleh grru kami adalah tidak boleh berpegang kepada rukyah di air atau dibelakang kaca, maksudnya adalah melihat dengan posisi terbalik. Dan cara melihat seperti itu dapat menimbulkan kekeliruan, sebab bintang pun dapat terlihat seperti bulan. Oleh karena itu, tidak dapat diterima. Sedangkan melihat dengan alat pada hakikahrya sama dengan melihat kuman dengan menggunakan mikroskop (nazharatul qir'ah) (Mizanul I'tidal, 35).
Kesimpulan
1.
Pada prinsipnya syari'ah tidak menolak keilartsertaan
iptek dalam proses penentuan awal dan
akhir
Ramadhan, selama tidak bertentangan dengan syari'ah
atau mengabaikan petunjuk yang telah diberikan syari'ah. Namun, syari'ah tidak menuntut sejauh itu
2.
mengemukakan
pendapatnya sendiri bahwa walaupun menggunlkan alat tetap nnasih bisa disebut sebagai rulcyah (HasyiatusY SYarwani,
sendiri (ainul hilal) bulcan yang lain. Frmgsi alat hanya untuk membantu penglihatan dalam melihat yang jauh atau sesuatu yang kecil."
3.
supaya tidak memberatkan umat. Penggunaan teknologi rukyah secara objektif sebagai pendamping dari ru'yah bil fi'li tanpa alat, seperti yang selama ini dilakukan, dapat dilaksanakan. Namun karena sampai sekarang belum ada kesepakatan para ulama tentang boleh atau tidaknya hasil nr 'yah bil Ji'li dengan menggunakan alat, maka sebaiknya diadakan berbagai pertemuan dengan paru ulama untuk
mernberikan informasi yang lebih jelas dan lebih lengkap tentang cara kerja alat tersebut agar parculama lebih memahaminya. Sangat baik jika organisasi yang selama ini telah melaksanakan ru'yah bil fi'li diberikan alat tersebut agar memperoleh perbandingan arirtara hasil rukyah tanpa alat dengan rukyah dengan alat. Misalnyp para perukyah di lingkungan Nahdhatul Ulama yang selalu mengadakan rukyah secara terus-merenus pada setiap a}hir bulan qamariah.
99
.Tsaniah
Kalmder Pembandine
Kalender Islam
Depag/4N
IIC/Ilyas
Tahun 1414-1416 H
UrfiA(hair
yaban
(Juni 1993-Aoril 1996)
l4l4
H
Awal
bulan SIGN
Panjang
Awal
Pie
Awal
Pis
Awal
Pis
t7
30
t7
29
l6x
29
l5
29
30
30
l5
30
l5
29
13-01-1994
14x
30
13
30
l4x l3
t2
30
llx
30
13x
26
1242-1994
30 hari
13x
29
Syawal
l4-03-1994
30 hari
l4
30
l4
29
30
l2x
30
29
t2
30
llx llx
Pis
Awal
Pis
Awal
Pie
12x
30
l3-04-1994
29 hari
Dzrlhiiiah
r245-1994
30 hari
l3 l3x
1415 H
Awalbulan SIGN
Panjang
Awal
29 hari
l1
30
t3
29
30 hari
llx
29
l0
30
9x
29
29 hari
9
30
9
29
7x
30
6x
29
Syaban Rarnadhan L
lSyawal I
lDzulqadah
lr',.,,,",,ror
Awal bulan SIGN H rtuhanam 3l-5-1995 * 30-06-1995 * ihafar ** Labiul Awal 29-07-1995 28-08-1995 * t.Tsani 26-09-1995 ** umadil Ula 416
30 hari
8
29
7
29hai
7
29
6x
30
5x
30
29 hari
5
30
5
29
4x
29
30 hari
5x
29
4
30
3x
30
29 hari
3
30
3
29
2x
29
30 hari
')
29
I
30
3lx
30
30 hari
3
30
3
29
2x
29
zghari
2
30
lx
30
3lx
30
29
30x
30
29hari
2x
30
I
Panjang
Awal
Pis
Awal
Pis
Awal
Pie
3l
29
3l
29
30x
30
29 hari
30
30
29x
30
29x
29
30 hari
30x
29
29
30
28x
30
27x
29
25x
30
29 hari
28
30
28
29
30 hari
27x
29
26
30
100
r.*:*
= sulit dirukyat
** = Kans..fifty_fifty"
29
29
30 hari
* : mudah dirukyat
30
Dzulqa'dah
Rajab
wal
29
Ramadhan
J.Tsaniah
29
30
30 hari
Jumadil Ula
30
l6x l4x
29
29 hari
RTsani
20
29
30 hari
Rabiul Awal
30
20
30
I 5-12-1993
Shafar
29
2lx
l8x l7x
l5-1 l-1993
Muharram
23
29
30
Rajab
I l-06-1994 * l0-o7_tgg4 *** 09-08-1994 r 07-09-1994 *t 0?-10-1994 * 05-ll--1994 * 04-12-1994 *** 03-01-1995 * 0l-02-1995 +'* 03-03-1995 * 0244-1995 | ol-05_1995 ***
30
22
l9x
I.Tsaniah
Syaban
23
30
20x
20x
29 hari
29
22
hai
30
29
l7-10-1993
24x
29
29
2t
30
30 hari
21
30
l7x
23-12-1995 22-Ot-1996
l9x
2l
29
24
30
29 hari
l8
30
29
2t-07-1993
29hai
24
20
lhafar
l8-09-1993
30
29 hari
2l
30
R.Tsani
30
24-11-1995
29 haf,
20x
29
29
30 hari
30
l9
25x 23x
20-04-r996
2lx
29
30
21-03-1996
29
20
25x
29
22
30 hari
29
2lx
29hari
l9-08-1993
26
30 hari
2246-1993
Rabiul Awal
Ramadhan
29hari
20-02-1996
VIuhan-am
Iumadil Ula
Rajab
26-10-1995
l0l
29
AWAL PERAN ASTRONOMI DALAM PENENTUAN BULAN IIIJRIAH Purwanto Dan D.N Dawanas Abstrak berbagai as99k- Vang Masalah penentuan awal bulan hijriah melibatkan
secara komplek' Misalnva dalam.n191,t1i:l1t]-l?."]'j111' sosial politik serta aspeK llmlal' r.rin"g *alUutkan aspek fiqih (hukum Islam)'
,uriig U"rtuii"n
awal bulan Hijriah berperan'sebagai atat bantu dalam penentuan perbedaan diharapkan asironomi keterlibatan dtngun dari sisi ilmiah, sehinggu Islam kalender. penyusunan umat Islam dalam penentuan hari raya maupun beberapa dkkemukakan ini tulisan dalam dapat dipersatukan. ouou "nr".nva, asffonomi dalam rangka penv{}l1 awal bulan bulan Hijriah ditentukan Hijriah. Dikalangan umat Islam Indonesia' awal astronomi digolongkan Biasanya hisab' dan rukyat yaitu l;ilg;" auu "u."] it*i ttitu[ namun dalam tinjauan ini penulis menempatkan
nrn"'"".i
ffi;l#iJi;fib.;iil ;;d;
[.rornpor
hisab' astroiromi sebagai penengah antara rukyat dan
Pendahuluan berbeda Dalam dua tahun terakhir umat Islam Indonesia tahun pada yaitu pendapat dalam menentukan hari Idul fitri' terjadi dapat titZig dan l4l3 H. Perbedaan ini diperkirakantinjauan fiqih Dalam H' I4l4 lagi pada penentuan IdulFitri bulan termasuk masalah l"J"t"t" Isiam), penentuan awal didalamnya. )iirrr"a"r, yang"diperbolehkan adanya perbedaan kemasyarakatan' sosial ekan tetapi Jita ditinjau dari segi p"tU"a"."' iersebut sering menimbulkan " keresahanitu" tidak' Oleh karena dimasyarakat ,Yan1tampak nyata maupun penyeragaman kalender kesatuan penentuan hari IduiFitri, atau
bagi umat Islam' Islam pada umumnya' jelas lebih maslahat aspekaspek yang melibatkan penentuan hari raya umat Islam politik' maupun sosial bersifat kompleks, mulai dari aspek fiqih' if-i"i. Penulis membatasi pembicaraan dalam penekanan tak lupa "tp"t 'aspet sesuai dengan judul tulisan ini' dengan
ilmiah, sedikit menyinggung
utp"t lain yang tentunya
berkaitan
dengan perbidaan yang terjadi dimasyarakat' kemajuan ilmu Masyarakat awam sering beranggapan bahwa perbedaan sehingga pesat' dan teknologi saat ini sedemikian merupakan Islam alwal bulan vang dihadapi umat ;;;Jt; saat orang irorri. Banyak orang bertanyatanya, mengapa
i.rut,
102
lain(non islam) sudah dapat menginjakkan kaki dibulan, umat Islam masih meributkan adanya hilal (bulan sabit baru) atau tidak setiap awal bulan (setidak-tidaknya getiap awal Ramadhan dan Syawal)?. Para ahli hukum Islam (ulama.) tentu jauh lebih memahami persoalan ini dibanding masyarakat awam, Berdasarkan perintah Nabi Muhammad SAW, yang mengharuskan melihat hilal ketika akan melaksanakan dan mengakhiri ibadah shaum,
maka kebanyakan ulama berpendapat bahwa rukyat (pengamatan hilal), tetap harus dilakukan, meskipun berdasarkan perhitungan tentang posisi bulan dan matahari yang sudah cukup teliti mengatakan bahwa bulan berada dibawah ufuk. Hal ini disebabkan karena mereka berpendapat bahwa mengamalkan perintah Nabi berarti ibadah.
Kemajuan ilmu dan teknologi tentunya,tidak boleh ditolak oleh umat Islm namun harus ditempatkan sesuai proporsinya. Sebagai contoh bahwa ulamapun tidak menafikan ilmu pengetahuan, kami kutipkan penyataan KH Ma'ruf Amin (1993) dari PB Nahdhatul Ulama, sebagai berikut: "Dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah NU berpegang pada rukyat sesuai dengan pendapat mereka. Sikap Nahdhatul Ulama tersebut tidak berati mgabaikan ilmu hisab, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, bahkan justru memanfaatkan seopimal mungkin untuk memperoleh hasil ru'yah yang lebih sempurna. Oleh Nahdhatul Ulama hisab ditempatkan pada posisi pemandu dan pembantu. Kesalahan penempatan posisi akan membawa dampak yang sangat luas dan dapat merusak tatanan yang sudah disepakati oleh Aimmatul Mujtahidin serta Jumhur Salaf dan Khalaf." "Semua kebijakkan Nahdhatul Ulama harus berpegang pada prinsip tersebut, oleh karena itu Nahdhatul Ulama tidak dapat menerima pendapat yang mensyaratkan penerimaan ru'yah yang harus sesuai dengan dengan hasil hisab qathi. Sebab pendapat tersebut sama dengan mencampakkan ru'yah. Kaiau hasil ru'yah yang diterima harus sama dengan hisab qathi, maka melakukah ru'yah adalah tahsilul hasil. Dan bila ru'yah yang tidak sesuai dengan hisab akan ditolak, maka ru'yah tersebut sebenarnya tidak ada gunanya."
103
ull'Y* berkaitan dengan Aspek ilmiah dalam penentuan hrstitut selama inilcami tekuni di astronomi, bidang if*t Vu"g kami bukan ulama' namun Tekologi Bandung' fnflt-Jp"" sering gor*il iu' juruYn AstronomiSyawal observatorium
#at-Ramadhan atau menerima p",tu"yuui-i""t"ttg yang Bahkan tidak sedikit orang
menurut astronomr'
***9mi
mempersatukan
mempertanyakan, apa itlu" lalam dalam penentuan awal bulan umat yang masih u"tftJ"-UtOa berbahagia memperoleh ini?. oleh karena sebatas kemampuan kesempatan ini, untuk -""g"*"kuk"t a"p" diberikan astronomi dalam kami, tentang tono'Ui'" V^""g awal bulan Hijriah'
*;;i;gat_
f.n"nt"u"
Antara rukyat' I{isab dan Astronomi blhwa umat Islam di Indonesia Tidak dapat 'disangkal lagi' Hijt:tit dengan dua cara' yaitu rukyat menetapkan u*ur ut'iii bulan sabit baru (hilal) dan hisab. Rukvat ffi"t;;;;;In tJrbenam tanggal 29 ulan ntll1, oada saat (sesudah)-iriahari matahart
i:il"r*"';t"Jututut'
nerhig1e.a1
posi si bul an dan
rtijtiirt u:lg* mencari kapan saat untuk perki.uu" u*liffi posisi bulan saat matahari ijtima (konjungsi) serta dimana dipakai ;;;" u4riatr'-ulsab biasanva terbenam pada tangg;;;; sendiri itu hisab ittt"dans untuk pedo*un ru"6ui' ""*"t ini' kondisi oJl:: Me"ngingat dijadikan patokan ;:il;;;I rukyat Hisab Aglma yang lemadukan maka sikap Departemen yang merupakan suatu sikap untuk penentuan awal bulan
oUtlfitl"*,
u:1::o*,,L'fo' sering digolongkan dalam juga dilakukan astronomi meskipun ,"u""u'iyu iutu* seienis dengan rukyat' ptin:tply" pengamatan ,u"*"i;" p"iun asffonomi sebagai Tulisan ini uermatJud minletaitcun p.n.ngutt anlatahisab dan rukYat' benda-benda'langit Sebagai
ffii"*
-"*n:tiari
"uuut'g astronomi mendapat tempat serta segala f"t'J*""u ungku'u' Islam' Hal ini dapat
umat tumbuh yang subur dikalangan avat-avat Al-qu'ran yang uania5, dimengerti *t";;;; serta untuk memperhatikan langit memerintahttu" ul-ui Islam 104
t"nT-qul kejadian-kejadian yang ada padanya-sebagai bahan A.llah ketaqwaan-kepada. urrtrt meningkatkan feimanan dan peristiwadan konsep Islam, benda-benda
SWT. Dalam
(ayat-ayat) peristiwa langit semata-mata merupakan tanda-tanda Allah SWT' lung ttt""u"iut tun Keagungan dan Kekuasaan erat dengan L"Uittju"f, lagi, ibadah aatam Islam seringberkaitan
arah astronomi. Cintoh yang nyata ialah dalam penentuanbulan awal penentuan dalam serta kiblut, waktu-waktu tftutut, yang sedangkita bicarakan sekarang ini hijriah Kemajuan ilmu pengetahuan pernah mencapal masa nama-nama keemasannya di zaman Islam, dengan munculnya pelopor ilmuwan muslim yang sampai sekarang diakui sebagai Jal""t ilmu pengetahuan dan teknologi, mialnya : Ibnu HaYtsam matematik), Al Battani (ahli ifiii optitl, etkftu*utizmi (ahli lainlain. Akan tetapi dengan jatuhnya
)rtto"o-i),' Ou"
estafet kekuasaan Islam oleh orang-orang Barat' maka dan (Eropa ilmu beralih ketangan Barat f"rt"-Uu"gu" -Untrrnglah masih ada sisa-sisa peninggalan -ilmu itn"tttul. -zaman Islam dahulu, diantaranya ilmu hisab pengetarr-uan dari
di Indonesia' Akan V""E ait"t"Uangkan dipesantren-pesantren perhitungan hisab akurasi ietaii letas harus diakui bahwa yang telah astronomi ilmu traOisionat iauh lebih kasar dibanding bermaksud tidak Jit"*u""gi*" oleh dunia barat tersebut. Kami menonjolian ilmu pengetahuan dan teknologi dari orang-orang namun Uarat yuttg notabene kebanyakan adalah Non Islam' dan telnologi sebagai umat yang menghargai ilmu-pengetahuan yang astronomi ilmu suaitr selayaknya kita- memanfaatkan telahberkembangpesattersebutuntukkemaslahatanumat. Bukankah ada hadits yang berbunyi "Hikmah (ilmu orang pengetahuan) itu adalah barang yang hilang kepunyaan f"ri*un, maia dimanapun ia mendapatkannya' ia lebih berhak atasnya'.
ragu-ragu Dengan uraian diatas, maka hendaknya kita tidak bantu alat satu salah lagi u;;uk menerima astronomi sebagai diantaranya umat' ya:ng dapat digunakan untuk kemslahatan ir"i,it *i*p"rr=ut rkun awal bulan Hijriah atau Kalender Islam.
Sebenarnya astronomi telah dimanfaatkan untuk untuk kemaslahatan lain, misalnya : penggunaan satelit banyak
105
pergantian muslm'
gerhana' telekomunikasi, perkiraan
P":klt1* lainlain' Semoga Denentuan u,ur'' nuruiTu"'*uttu'ilutut'.dan masalahpenentuan d"rrnun lebih berper;""* "*"""t"1 {alam tita idam-idamkan dapat hijriah trl,;'.;r;t;'vang u*u'i brrlun segera terwujud'
Pengamatan Astronomi
astronomi juga
dimuka' Seperti telah disinggung oenda langit' vang pada u*J" 'dalam dilakukan pengamat;;?3tnia*
;n;-;r,;
1'
bulan, beda
Perancis pernah seoang ahli astronomi dari -p""liti""-L"ttg""ui Andre Danjon, bulan sabit'Danjon (1932-
-.;;;;k*mengamatr lu-*u -t"iiup 1936)
bulan berbentuk sabit
m.elUentuk sudut ukurannya aari u;ung"tt" ujung liOat terdapat pemotongan' *i""g"rt fi"gkara:n tigo altujut)' tetapi pendek
Lebih tipis bulan ;t"t"' (pemotongannyu l"bfi ;;;;tj' dengan pengamatan itiit bulan sabit berikut ini'
lebih
t'ko'uttttvu {;k" kita uj i Fenomena. tersebut dapat
tttiaiti '
atau dapat diteliti pada foto
;fy*;;::**l .i'[';'JB!. f iltlil':fr pengaTil"T':.::T'*1."?*uti
pada
sabit untuk meng"y:: bulan uiutunvu-ailakukan 'Jtr'io astronomr sedangkan - peneamatan ll,)#'t"i^. Misalnva sala' ;as"e.oYli" slauit jika dilakukan tidak terblil;;"d" adalah perhatian astronom langit fenomena ,""* benda '""*"i-J""tk bulan berotasi (#t;ffiilui-gt't'unu)dengansecara khusus lain (bintang-uintulji"it* .il;t.-sehingga okultasi bulan dengan T"-:"t11 didirikan ,.ruto t"*uig" International planet-planet' yuitt' The ' bintang-bintu"g ui"t" di Tokvo' Jepang' Lunar occultation ;;":";;ilt11aua*u" selama bertahun-tahun !:l* Dengan data penffi""'p"iiti ribuan tahun)' para astronom atau (bahkan *"""upu'"'ui"luti sifat geral bulan' Dengan dapat memb*' """tnit^i;;;"g model' sehin gga posr sr o"p"ld**nkairsuatu tersebut bulan analisis Saat ini prediksi posisi dltentffi;t#;; dapat sarnpar bulan dapat mencapai ketelititian
;k";l
:H;' ;;;;;
;;;
""*t
sudah sangat
r"ri?iit
t"fit;';;'ht"gga
U"sur
( 1 /3
600 deraj at)'
tarik merupakan suatu daya Pengamatan Ut'tu" sabit berhasil ada astronom
(rekor) tersendiri b"gi "";;;;;"id" ltl akan *:"1'udi suatu catatan Ut'tun-i"'*tda' ( mengamati Dicicco 1 9 89)' ;i#il;lidah'-tvtenurut g diabadik"" yan Victor' dipecahkan oleh Rober rekor pengam"Jii;i-;"""uq pud' .'** 13 jam 28 menit htl"l yang berha'il '"t"';;;;; dilakukan di dengan *"r*J;ifi^;";k'i; ^Peneamatan J""'g* ukuran hilal dari Amerika o"u" tii'J*"i 60 derajat tanpa terputus' ujung keujung t"ttiiu't
: ffi t:t:,
tidak mencapai setengah 1. Foto bulan sabit yang ukurannyabosccha dengan bantuun linskaran. Foto aiuuut ti l['8*utodu*ol"lt M Raharjo' pukul 05 30 telJskopUnitron (diameter ti't-'"t"*t'S7c*) ttuttu- kunjungi (ijtimak) 16 Agustus tS93' ilft"'aiiu*
Gambar
pagi, tanggal
membentuk sudut 180 Seharusnya panJang hilal selalu. ta van g samp ai kema d";;;;; j;k;ii a.il "i" ol"' g,'un gun : +uJu dun uu:"vut data bulan sabit baru'
kita. Dengan *"ng"*i"iriun menyimpulkal bafwl' sedikit data bulan t"biil;;;[ubunion oleh jarak relutil' pemotongan ulung-ujur['t''itut Oit"ntukan of light) sertu (arc cahaya bulan matahuri yung al;but busur L)' panjang hilal ditentukun lebar hilal ltu ,.nii'l tit"gtft' dengan rumus berikut :
107 106
Sin (Lt})..
aL
sin
d
cos
......(1)
Dengan d adalah sudut pengurangan (deficiency arc), dan adalah panJang hilal (length ofthe crescent).
Jadi,
jika d = aL, maka seluruh hilal
L
akan dipotong atau
cahaya hilal akan habis (mustahil dapat dilihat). Dengan mengestrapolasi data yang dikumpulkan maka Danton menyimpulkan bahwa hilal tidak mungkin dapat dilihat pada jarak busur cahaya (aL) 7 derajat atau kurang.
Limit Danjon ini telah dievaluasi oleh Schaefer (i991)
dengan kesimpulan bahwa penyebab terpotongnya "tanduk" hilal adalah karena cahayanya tidak dapat ditangkap mata kita, atau intensitas cahaya ujung-ujung hilal dibawah batas ambang
kita. Dengan kesimpulan ini Schaefer menyatakan bahwa setiap pengakuan keberhasilan melihat hilal
kemampuan mata
yang kondisinya kurang dari limit Danjon harus ditolak, meskipun jika kondisi hilal melebihi limit Danjon tidak menjamin dapat dilihat. Limit Danjon berlaku juga untuk pengamatan diluar angkasa maupun dipesawat terbang. Untuk pengamatan dengan alat optik (teleskop, binokuler), limit Danjon hanya turun sedikit saja (tidak sampai setengah derajat).
Qurra, Abdurrahman As-Sufi, A1 Biruni) abad (Nashiruddin At-Tusi), sampai abad XV (Al-Kasani).
Limit Danjon hanya memberikan petunjuk tentang kondisi hilal yang mustahil dapat dilihat mata kita, namun tidak menjelaskan kriteria hilal yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dilihat. Dengan data pengamatan hilal selama bertahun-tahun, orang-orang Babilonia kuno menyimpulkan bahwa biasanya hilal mulai terlihat jika umurnya sudah lebih dari 24 jam sejak konjungsi. Dengan asumsi bahwa bulan dan
M
Para ahli astronomi modern memberikan kriteria sederhana yang diturunkan secara empirik, yaitu :"Bulan mulai terlihat jika fraksi (bagian) bulan yang tercahayai dan menghadap ke bumi sudah mencapai I%o (dari keselurusan permukaan bulan)". Agar bagian yang tercahayai mencapai 1% dari seluruh
permukaan bulan, maka sekurang-kurangnya jarak bulan matahari sekitar lI,5oA. Fothemgham (1910) menurunkan kriteria penampakan hilal berdasarkan hasil pengamatan beberapa orang di Yunani. Kriteria Fotheringham ini kemudian diperbaiki oleh Maunder (1991) yang selanjutnya dikembangkan lagi dalam Indian Emphemeris (1979). Ketiga kriteria ini diperlihatkan dalam tabel berikut ini.
Tabel
: Kriteria penampakkan berdasarkan
Fotheringham
(1910), Maunder (1979) dan ephemeris (1979).
Selisih Azimuth 0o
Kriteria hilal
XIII
5o
100 150
23
Tinqqi Bulan dari ufuk Maunder Forherinqham 11" 12 10..5 11".9 9o,5 11..4 1
10,0
7.7"
lndian Eoh 10..4 100
90.3
80,0
8".0
6o
60,2
Dr. Muhammad Ilyas menurunkan lcriteria penampakan hilal
berdasarkan data pengamatan hilal selama bertahun{ahun yang
matahari terpisah pada bujur langit dengan kecepatan setengah derajat perjam, maka kriteria hisab orang Babilonia untuk menentukan awal bulan adalah sebagai berikut : "Awal bulan
dipublikasikan dalam banyak jurnal astronomi. Menurut Ilyas (1984, 1988), hilal pertama kali dapat dilihat jika bujur cahayanya sekurang-kurangnya 10,5 derajat (pada beda azimut 0 derajat). Jika beda azimut bulan-matahari lebih dari 0 derajat, maka kriteria tersebut akan lebih besar lagi. Untuk lebih jelasnya kriteria Ilyas digambarkan dibawah ini.
r08
109
dimulai jika beda bujur langit bulan dan matahari (arc of separation, as) sekurang-kurangnya 12 detajat". Menurut Ilyas 91984),lcriteria ini masih terpakai sampai oleh para ilmuwan muslim pada abad IX-XI M (Al-Battani, Al Farghani,Tsabit bin
Perhitungan Astronomr pengamatan bendaUntuk pegangan ahli astronomi dalam menunjuikkan yang dibuat suatu tabel benda langit, biasanya -ru*i' setiap- saat' Tabel. atau almanak ;;;"; l"riau-u""au dikalangan astronom saat mt i"pi"-"titl yang palinglerkenal setiap tahun adalah The Astronomi"cal Almanac' diterbitkan United States ,"U"g"i hasil kerjasama Nautical Almanac office' Majesty's Her dengan Naval Observatory, Washington, Observatory' Royal Greenwich Nautical -Cu*triOg".Almanac Office, terjadinya Dalam tabel ini antaialaindimuat waktu
I c U
6 t
a zo o =
SUN AZIMUTH SEPAMTION
'
MOON
yang biasanya antarabulan dan matahari (new moon) month). Derajat ;;";,:rk"" awal bulan qamariah (newalmanak ini sekitar kesalahan penentuan waktu kbnjungsi dalam
d;J""g.;
(')
bulan dan r"i""g"tt m"nit. Selain rtu dimuat pula posisi dapat dicapai
matahari selama setahun. untuk posisi matahari busur' sedangkan presisi (ketelitian sampai t"p"""'utut cletik l"t*t potlti bulan "hanya"sepersepuluh detik busur' 2
9 d @
o b
\ 2 o o
di Istambul pada tahun 1978 Konfrensi kalender Islam sebagat (1981) mgnefagkan kriteria seoerti dikutip ofeft Oizer cahava bulan]usur berikut :,,Awal b"t; ;;Ji^l :ft^ja1ak d a"t"1i1 dan tinggi bulan saat matahari ,"ku'u"g-ttli';"*t1 5 deraiat"' Keputusan matahari terbenam
t"f""""tU-t"?lg"Yu "iliiJ"it
ini sebenarnvu t"ru'
ffi;;i;;;;;""
rcr"*
t*g'":t}
iaitu'"au "-t::^delegasi pernah'diterapkan di Iradonesta'
hasil Mengingat p"rryuru"un uirnunut astronomimerupakan p;;a;i;""gerak be,tda-benda langit' maka sebenamya kitapun karena iufut -.tututun perhitungan sendiri' agartetapi perhitungan iuttor-funor korekii yang perlu dimasukan maka setidakmencapai ketelitian yun{ auput diandalkan ' Computer Personal tidaknya perlu menghit tttg d"ttgutt b1n!1an kalkulator akan mamakan iPqL l;"a jika dilakuk"an dengan (misal waktu terlalu lama dan kemungkinan kesalahannya gerak Persamaan karena :salah pijit tomlol") akan lebih besar' buku-buku banyak dalam benda-benda langit dapat ditemui Meeus Jean oleh astronomi, diantaranya yang ditulis, bukunya dalam (1985),seorang matematiku** Btlgiu ' Meeus bulan )"""g";uk"ka; algoritma untuk penentuan fase-fase posisi bulan serta penentuan i;;fit laru, kuartiidu" pu*u*a) algoritma Meeus dan matahari. Penentuan konjungsi dengan posisi sedangkan menit' 2 ;;"; ;"tapai ketelitian sekitai bujur (untuk sudur detik bulan dapat mencapai ketelitian 10 geosentrik lintang (untuk g"or""*il bulan) aan I Aetit busur
bulan).
lll 110
*
hukum atau daerahdaerah yang satu kesatuan wilayah barat penampakan pertama
untuk menentukan Kita bersyukur bahwa metoda astronomi sudah dijadikan salah tor,l,rrrgrir"rta posisi Lulan dan matahari Rldalam penetapan awal-awal satu rujukan Departernen egu*u nJpug srtrdah menggunakan .a]1a1ak Hijriah. Saat
i"i bulan p"rl"r*ur, untuk Nautika a*
J]n";
'--s'"iuij.rtnva
jrka kita
konsisten menerapkan
dan
masalah penentuan awal memanfaatkan ilmu astronomi dalam lriteria bulan hijriah, kita harus pula mempertimbangkan limit yaitu tampak' tritat musiahil ;;;;.p;l"t hiial (atau kriteria demikian Dengan b;il yang diajukan oleh para astronom' hijriah *"r,i.rruttu" , agat penyatuan awal-awal bulan ini. ililJ 'a"p"iL*"pJi, *utu i"iu diperiratikan butir-butir berikut *" rupa' sehingsa tlap i eg. lalendJr disusun sedemikian "hilal tidak mustahil awal bulan ai-t'tul dengan kriteria Islam yang kalender dapat dirukyat" 'Pada contoh bulan,,1'"lgl awal dilampirkan, penulis menghitung.
ketentuankondisihilalsetidak-tidaknyamelebihilimtt aL Danjon (aL>:Tderajat)' Cara penentuan dA' Cos aL = cos dh cos (2) Dengan dh adalah selisih tinggi
(Arc of
Vision)
dan dA
bulan
dan matahari
adalah selisih azimut
keduanYa.
2.
berkaitan dengan Pada penentuan awal bulan yang
tTt"k ibadah, tetap harus dilakukan rukyat hilal hasil hisab' Jika temyata rukyat
membuktikan perlu dipaksakan tidak berhasil, maka awal bulan tidak telah disu1t11 yang sama dengan pada kalender . sepertr keadaan t"il.f""-v"' berdasarkan hisab' Dalam itu SAW' ini kita wajib mengamalkansabda Rasullah had' 30 . ;;;g;""p"k* bulan sebelumnva menjadi didunia manapun tempat 3. f"U3.iutliu" rukyat disuatu
ini jika rn".upuitu" penampakan
.pertama'menandai garis batas awal bahwa daerah t"ir"u,rf dilewati oleh pula untuk bulan hijriah". Penampakan tersebutberlaku
lain
disebelah
(tid"k;;i;t' untuk daeiah sebelah timurnya)' garis ;;;" tersebut bukan sekedar ufuk' Garis batas
tersebut.
"wJ iitut
yang memis"hk;;
bull
*uttu konjungsi serta posisi ini Almanak Nautika ,nurufruri, yang d;i;- ketiga rnutulutt .,kembai=an" The Astronomical Almanac ai;"b.ri .eUagui
yang digunakan astronom'
daerah
4.
aiutut ufuk atau dibawah
daerah-daerah yang
tapi secara p"til*gu" TtrypukT penampakkan hilal' mempunyai t#;'nfr-nfty" untuk hilal masih dapat Penggunaan atat uniut pengmatan tersebut tidak ditolerir sepanjang kemampuan alat telanjans. A\a1 terlalu jaut, setisi[nva dengan. mata fungsi alat haruslah tetapi seperti ;;;;-it"gsi liisab', p"emandu dan pembantu rukyat ditempatkan 'ffiui dengan mata telanjang'
Fitri Tiniauan sekitar perbedaan Idul
metoda penentuan awal Dengan memperhatikan beragamnya umat Islam' kita dapat bulan yang berkembang dikalangan dalam penentuan ;;;";kit""kan bahwa aian terjadi perbedaan diberitakan media massa' Idul Fitri | 41 4 H. Sebagaiman i t?"U l4l4 H bertepatan Menteri Agama *"""iuitutt ary! faTadhan ini
petruari lgg4' Tanggal 1 Ramadhan dengan Sabtu, fZ ti"1 Isl-a"m seluruh Indonesia' dianggap sudah di"o"d;9rti dalam pemantauan penulis ' bahkan seluruh ASEIN' Namun *""gu*uti shaumnya pada hari temyata ada umat Iti;; t"d karena Arab Saudi Jum'at, 11 Pebruari ffi; M'han"mereka tersebut' "dan menurut ;;;";;pk"" u*ul 'hat'm pada tanggal dapat berlaku untuk fiqh" hasil rukyat t'itd ai"'uto tempatjika awalnya berbeda' seluruh dunia. S"d;i;;"p"i aipastikan jika pun dapat berbeda' Kecuali maka akhir shaum R;;;h"" ;it", at.u sut'al" shaum 30 hari sedangkan yang v""g melaksanakan selama Z9hari' shaumnya t"tutu"gu" ianya kota Bandung' pada Penulis metatutan' ftiftt*"s"1 .:"'"k seiak 12 Pebruari tanggal 29 Ramadtan'1414 fr lainit"nn berdasalrkan- data pada Thc lgg4), konjungsi tta^"ft ter1adi' y ear 1994' konj ungl terl'adi Astronomical Almairll' r-'it'" ur atau 14'05 WIB' Akan - p"Lf oz-'os tanggal 12 Maret iii+ terbenam 6menit lebih tetapi untuk po'i'i Bandung bulan 113
t12
l4l4IJ
rukyat hilal dapat dahulu dari matahari, sehingga mustahil 30 hari dan hari Idul berhasil. Bulan Ramadhan dilenapkan Senin 14 Maret tnn! ilil;yt Alf*t jututt bertepatin dingan secara astronoml-, i;il uau yuttg bertanya-tanya, mengapa fitri vrtr:'seakan akan sudah dipastikan' ;;;;p;t;"'tai hasil rukvat?'Bukankah ada ahli hisab vang ;;;;;;"t"ggu tanggal 12 Maret 1994 saat ;;;";;k"; biilan diatas ufuk pada jelaskan nya dengan argumen *"lunu.i terbenam?.Kami akan sebagai "-- berikut.:
diatas' dalam pembahasan maupun astronomi ditempatkan terpisah dari rukyat
1: i"p"tti telah dikemukakan
hisab. Vte,,giniat perhitungan astronomi m"ncupai keieliiian yang sangat
tinggi' kami
sudah Vakt]l
pada bahwa pori,i bulan t'ttttt't seluruh Indonesia kondisi dalam tanggal'12 Maret 1994 insya Allah kata lain' ahli MUSTAHIL Oepef DILIHAT' Dengan bulan hisab boleh saja tidak sepakat menyatakan ahli astronomi dibawah ,rfuk-ala,, diatas uiuk, tetapi bahwa untuk mereka' sepakat dalam perhitungan terbenam bulam Indonesia seiuruh ibukata piopinsi di lebihdahuluatausetidak-tidaknyabersamaandengan matahari sehingga hilal mustahil dapat dilihat' merupakan 2. Para ulama mel'ig"mutatan bahwa rukyataltat:"itkT perintah Rasullah SAW' Yanq. fr1ru1 dalam p.r,"niuutt awal bulan hi3riah' teru!ry1 -aw.atTidak boleh awal RamJhan, Syawal dan Dzulhijjah' penentuan rukyat' kita lupakan bahwa selain dengan (menggenapran awal bulan dapat pula dengan istikmal
bulan30r'u'l).s.au"gkanistikrnalinibersifatmutlak
(dengan sebab apapun yang menghalangi-terlihatnya hilal), r.Uugui*u"a diterrrukatun oleh Dr'abdullah Nashih 'Ulwan berikut ini'
'
t!,!.-r li!- JVI 1lt t& )9,
9,e' Ol++ll
oly
l
laif )-Jl,
'il l' 1' o;f: qtlt d
p
,ft^; t
.1tJt
V:2 y'l
')'''l cd).: s\,.r.r i rr l;Uii ,fut o V, *r) btsb ,*# l.r,
3.
"Penyempurnaan bulan Sya'ban 30 hari (adalah penentu awal Ramadhan) jika secara mutlak rulqyat hilal tidak dapat terlaksana, oleh sebab ghaim (mendung) atau semacamnya (sebab-sebab lainnya), sesuai dengan sabda Rasullah SAW yang diriwayatkan Syaikhan (BukJraary-Muslim): Shaumlah karena melihat hilal dan berbukalah karena melihat pula. Jika hilal tertutup atasmu, sempurnakanlah bilangan Sya'ban 30 hari "' Penentuan secara istikmal ini telah disepakati untuk penetapan 1 Ramadhan l4l4 H di Indonesia' Karena astronom yakin bahwa tanggal 29 Ramadhan l4I4 H hilal mustahil dilihat, maka Insya Allah penentuan awal Syawal juga ditetapkan atas dasar istikrnal (penggenapan) bulan Ramadhan 30 hari. Jika ada yang memulai shaum sejak tanggal tl Pebruari, maka sebenamya bukan berdasarkan rukyat' Berita tentang awal shaum di Saudi jatuh hari Jum'at sudah beredar sejak Kamis sore, jadi sebenamya dasar penetapan di Saudi juga istikmal. Dengan demikian jika nanti mereka berlebaran hari Ahad, 13 Maret 1994, maka dasamya bukan karena rukyat hilal melainkan penggenapan Ramadhan 30 hari. Mereka berdalil bahwa rukyat disuatu tempat dapat diberlakukan diseluruh dunia, tapi apakah istilanal disuatu tempat juga berlaku diseluruh dunia? Adapun jika mereka berlebaran hari Sabtu, 12 Maret 1994, dengan dasar rukyat (shaumnya 29 hatl) maka secara ilmu, rulcyat
tersebut harus ditolak karena dilakukan sebelum konjungsi.
Demikianlah beberapa pokok pikiran yang dapat kami kemukakan untuk menjelaskan peran astronomi dalam penent.uan awal bulan hijriah' Khususnya untuk penetapan I
115
114
yang terdapat datang!.Mohom maaf atas segala kekurangan dalam tulisan ini. Wallahu a' lamu bish-shawaab Daftar Pustaka
(Laporan) Drs.H.A.Baidhowi , Kasi Hisab dan Rukyat
Ulama dalam Amin,KHM,l993,Pokok pokok Kebijakkan Nahdhatul Makalah pada Dzulhijjah' dan Syawal Penetapan awat Ramiai,an, 1993)'Jakarta Seminar Sehari Mengenai Hisab iukyat (19 Agustus
Dept of Met'New Delhi Anonim,l979,Indian Astronomical Ephemeris 'lndia year 1994 for Almanac Astronomical enonim,tgg+,The Danjon, A.,1932 L'Astronomie 46,57 O*:"",n,f S:6,Buletin de la Societe Astronomique de France' 50'57the Moon' Method for Visibility Curve of
;;;M iss:,n
Calculation
Kandili Observatory. of the Moon 'MonNot Fortheringham,JK,lglO,on The Smallest Visible Phase Roy Ashon.Soc70,527 lumpur tiyur,fri, t lA+,tslamic Calender,Times,Qibla,Rerita'Kuala Visibility tl8b,Llmlting Altituie Separation in the new Moon'fist
iiy"t,ftll,
criterion,Astron,Astrophys,206, Maunder, EW<1 9l l,JBAA,2 1,355
I33
Meeus,J,1985,ertono-r"ui--'Formulae Bell,Virginia Ulwan,AN,
I
g83,Fadlaailut
for
Ramadhan
Saalam,Jedah.
116
wa
MEMBURU GERHANA MATAHARI CINCIN
calculators'3'd ed'Willman-
Ahkaamuh,
cet
3,Darus
(DITBINBAPERAIS) Motto : Dan Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikian ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai kemanzilah terakhir)
kembalilah dia sebagai bentuk tandan tua. Tidaklah mungkin matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edamya.*QS. 36:38-40)
Menurut data astronomi (ilmu falak), gerhana matahari cincin (GMC) akan melewati dan terlihat di wilayah Indonesia pada tanggal 22 Agustus 1998.GMC irri merupakan gerhana matahari ke 38 dari 7I gerhana matahari Seri Soros I35 yang melewati wilayah lndonesia, dan akan melewatinynlagi pada saat 3x siklus Soros (sekitar 54 tahun) yaitu GMC tanggal22 September 2052,yang melewati Nusa Tenggara Timu. Gerhana matahad atau khusufusy-syamsi terjadi karena ketika bulan mengelilingi bumi, pada garis edarnya rnemotong ecliptika, posisi bulan berada diantara matahari dan bumi. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam tidak menyia-nyiakan kejadian alam yang langka ini untuk dijadikan sebagai salah satu bahan kajian dan observasi, terutama untuk mengecek akurasi data hisab/perhitungan dari berbagai sistim hisab yang dihimpun dan ada pada Ditbinbapera Islam. Tim observasi Ditbinbapera Islam yang terdiri dari Drs.H.Hariri YS,SH,sebagai Ketua (lokasi Dumai-Pekanbaru) dengan dua anggota Tim masing-masing Drs HA Baidhowi (lokasi Siborong borong Tapanuli Utara) dan Drs.H Assadurrahman (lokasi sipirok Tapanuli Selatan) telah melaksanakan observasi GMC ini. Tempat yang menjadi sasaran observasi dipilih dari sembilan lokasi yang mempunyai kemungkinan terjadi GMC
117
dengan maksimum tinggi masing-masing 93o/o, yaitu Tahuna, Durnai dan Bengkalis. Tim Ditbinbapera Islam ini melakukan observasi bersama Tim dari InstitutTeknologi Bandung (ITB) dibawah pimpinan
Dr.Mujiharto (wilayah Dumai), sedangkan untuk tim wilayah Medan-Sumut bersama-sarna tim dari Planetarium
Observatorium DKI lakarta dibawah pimpinan Drs'Darsa S' Kegiatan ini dikoordinasikan dengan Pengdilan Tinggi Agama Pelianbaru dipimpin oleh Ketuanya Drs'H'Habiburrahman, SH,M.Hum. dan PA Dumai serta PTA Medan, dipimpin oleh Drs.H.Arso,SH.hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan, dengan anggota Drs.Hamid Pulungan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Balige dan Drs'H.Husni AR Ketua Pengadilan Agama Pematang Siantar serta Drs.Hasan Basri Harahap, Ketua
Tabel /rekapitulasi data GMC/Gerhana sebagian (GMS) 22 Agustus 1998 dari berbagai sistem/ data hisab adalah sebagai berikut: REKAPTTULASI DATA GMC/GMS 22 AGUSTUS 1998 DARI BERBAGAI SISTII\{/DATA HISAB iistem/data .lO
\wal GMC
3M (P.l)
u.l)
;IBOLGA ,.SIDEM
)6;10;42
)7; I
)6;10;42
l7;17;34
)7;1 8;
T.PRAP
)6;10;34
\7;17;53
okasi
Pengadilan Agama Padangsidempuan. I
l.t 1.2 1.3
\KHIR
vlAX
risab dengan
JMC/MIT iMC/S
\KHIRGM u.4
u.2)
u.3
)7;18;18
l'l;19;44
)8;38;48
l8
)7;19;44
)8;38;48
)7;18;49
)7;20;04
)8;40;21
17;17;49
)7;19:20
)8;37; I 5
TB 7;10
l6;35
1.4
].SITOLI
)6;l 0;56
)7;
1.5
TARUT
)6;10;38
)7;17;36
)7;
l8;19
)'l;19;20
)8;38;58
1.6
)UMAI
)6;10;40
)7;19;01
)7;19;59
)7;21;22
)8;43;16
]5;43
)6;33
)7;23
09;03
)9;03
C5l52
)6;40
)7;28
09;1 5
)9;15
19;1
]ULUGH 2 2.1
WARHAR MEDAN
2.2
P.BARU
3
\IURUL ANWAR
3.1
MEDAN
o5;3 3
)6;27;30
)7 .)7
09;1
3.2
P.BARU
05:,4 I
16;34;30
J'l ;28
09;1 5
19;1 5
09;23
J9;23
1
1
SULLAM 4
NAYYIR
07;17
J7;17
]8;20
5
PBNU
05;35
C6;46; I 5
07;57;30
l0;20
10;20
6
LF NU JATIM 05;26
06;28
07;30
09;32
09;32
7
NASA PR
8 A.N s"d-\4atahari
118
06;10;15,4
07;l 4; I 4,8 07;15;51,8 07;17;28,1 10:'57l'54,7
06:10
07:l 6
07:17:34
07:19:08
l0:57
= t5"8t',7 .Bulan = l5'9",7New Moon= 09:14:09 WIB (NASA)
15'48"
15'6"
ll9
09:03
wIB (AN)
baik tim Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa sesuai gerhana Stpt;;k *up'"" Siborongboiang dap4 melihat kgntak untuk dengan tabei yang tercaltum diatas' Sedangkan terdapat karena melihatnya dapat tidak ;;i GMC;teaua"tim masih awan dan pada saat berlangsung awal gerhana' matahari keadaan dalam sudah terbit rendah bahkan saat matahari Siporok gerhana.Gerhana matahari baru bisa terlihat oleh tim Siborong-borong iuAu p"tol 06.55 WIB. Sedangkan Tim melihal gerhana mulai pukul06'55 WOB' oleh Untuk waktu *"rr.r*t jadwal seperti yang dikeluarkan perbedaan ada tidak hampir NASA lfg, Atmanak Nautika dan matahari/umbra dengan hasil pengamatan, seperti akhir gerhana data dari kitabifiZ> terjadipada pukul -masihOg.lg Wm, kecuali banyak perbedaan antara hasil kiiab' ilmu falak perhitungan dengan hasil pengamatan GMC'
BAB
MEKANISME PENENTUAN AWALBULAN
t20
MEKAIUSME PEI\,ENTUAN AWAL BULAN RAMADH.A,N DAN SYAWAL Drs. H. Taufiq, SH. MH Pendahuluan Penentuan awal Ramadhan dan Syawal mendapat perhatian
khusus dari masyarakat Islam,
sejak masa Rasulullah SAW
hingga kini, karena keterkaitannya dangan ibadah puasa, kegiatan ekonomi, sosial dan politik. Bahkan ia dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan keamanan masyarakat. Oleh karena itu para ahli hukum Islam menentukan
norrna-norrna yang mengatur tata cara - penentuan awal Ramadhan dan Syawal tersebut. Ahli hukum Islam menentukan lembaga-lembaga mana yang berwenang melakukannya, prosedur dan mekanismenya. Negara-negara Islam serta negaranegara yang sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, termasuk negara Republik Indonesia memedomani norrna-norrna hukum Islam tersebut. Rasulullah SAW memberikan pedoman kepada umat Islam bagaimana memulai berpuasa serta mengakhirinya. Beliau memberikan pedoman bahwa berhubung masyarakat Arab pada masa itu, belum menguasai ilmu astronomi dan matematika dan sesuai dengan ketentuan bahwa umur bulan qamariyah ifi 29 atau 30 hari, maka penentuan awal Ramadhan dan Syawal berdasar rukyat (melihat dengan mata bugil) hilal atau menyempurnakan umur bulan Sya'ban atau Ramadhan menjadi 30 hari (apabila hilal tidak terlihat pada akhir bulan-bulan tersebut). Hal ini sesuai dengan tradisi bangsa Arab pada masa itu. Sementara itu Al-Qur'an memberikan peran serta isyarat bahwa peredaran bulan, bintang dan matahari dapat dijadikan pedoman untuk menentukan awal bulan qamariyah. Kemudian para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam menerapkan serta menjabarkan pesan-pesan Al-Qur'an dan hadis tersebut seiring dengan kemajuan sain dan teknologi dikalangan masyarakat Islam pada masanya. Sebagian ulama berpendapat
121
dan Syawal itu bahwa untuk menentukan awal Ramadhan lain yang .U"tpTdupll cukup hanya dengan hisab' Sedang Syawal dan bahwa untuk menentukan awal Ramadhan hisab yang hisab dan berdasarkan rulcyat yang didukung didukung rukYat. Situasi tersebut diatas terdapat
di dalam masyarakat.Islam
Agama sejak berdirinya' Indonesia. oleh karena itu Departemen bulan
penentuan awal mengatur prosedur serta mikanisme qamariyah lainnya' Ramadhan serta Syawal dan bulan-bulan keamanan dan Hal ini dilakukan ,,,t*k -""1u*in ketentraman' yang
Indonesia ketertiban masyarakat dalam negara
45' berdasarkan Pancasila dan UUD singkat prosedur dan Tulisan ini akan *.ttg*uitu" dengan itu a\an diuraikan juga dengan mekanisme tersebut. Oisa'mpittg singkat mengenai
p""-""*"n aial bulan Syawal 1412 sebagai
pelengkaP'
Paradigma dan dasar-dasar dan awal Syawal Dalam menentukan awal bulan Ramadhan bahwa rulcyat paradigma Departemen egama- menggunakan hisab dan hasil densan yang benar tidak akan UEi"tttu"gu" hasil dengan bertent"angan sebaliknya. npuUifa f'asil rukyai kedua-duanya mungkin salah satunya salah atau
i-t]r*, *"t" salah.
Departemen Agama dalam Berdasarkan paradigma tersebut bulan Ramadhan dan Syawal
menangani
p"n*u"-
awal
Uoautltmtt prinsip-prinsip antara lain: penentuan awal bulan 1. Rukyat vung aulpui-iijuAft* dasar yang memenuhi syaratRamadhan au,, i'vu*ut, yaitu rukyat syarat sebagai berikut : ' i.1. Rukyat t"t*U"t harus diitsbatkan oleh hakim p"r,guAif* egu*a setelah diteliti dari segi syari'at dan ini sesuai dengan pendapat ahli segi ilmu hd;;;i terbukti fiklh seUagai berikut : "puasa wajib karena berdasarkan hilal dapai- airutvut' dihadapan hakim dijelaskan kesaksian';";;"d vang adil sebagaimana tersebut hakim dimuka d;;;"; iittttui pernyataan
t22
bahwa hilal terbukti dapat dilihat. Puasa tersebut wajib
atas semua penduduk dimana hilal tersebut terlihat" (I'anah juz I:216)."dan terbuktinya terlihafirya hilal bagi orang yang tidak melihat sendiri itu dengan kefutusan huli-; (Syarwani alat Tuhfah juzIll:374)' .t.Z. nukyat tersebut tidak bertentangan dengan hasil perhitungan ahli hisab qathi. Hal ini sesuai dengan p"ttOupal ahh fikih sebagai berikut : "didalam kitab Mughni oleh Al Khathib terdapat ketentuan bahwa kaiaur seandainya seorang atau dua orang saksi menyatakan -.iihut hilal sedangkan hasil hisab menyatakan bahwa hilal tidak mungkin dilihat, maka menurut Imam As-Subuki persaksian tersebut tidak dapat diterima sebab hisab mempunyai nilai qahti' ,"durrg nilai persaksian hanya merupakan persangkaan kuat, dan persangkaan kuat tidak dapat mengalahkan juzl:216)' sesuatu yang mempunyai nilai pasti"'(I'anah halangan ada karena dirulcyat 1.3. Apabila hilal tidak dapat sedang lain-lain, polusi dan seperti mendung, awan, dirulqyat' mungkin menurut perhitungan hisab hilal maka awal Ramadhan ditetapkan berdasarkan imkanur rukyat. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli fiqih sebagai berikut : "kalau seandainya hisab qlthi menunujulkan bahwa hilal telah wujud dan mungkin dirukyai sesudah terbenam matahari, tetapi tidak dapat dirukyat bil fi'li maka sepatutnya penentuan awal Ramadhan tersebut dicukupkan dengan hasil hisab tersebut. Yang dimaksud dengan tidak dapat dirukyat bil fi'li ialah tidak dapat dilihat dengan mata bugil, karena hilal tertutup mendung atau partikel-partikel juz lainnya yang menutupi hilal"(Syarwani alat Tuhfah
nI:374).
Ilmu hisab yang
berkembang
di
Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu : 2.1. Hisab hakiki taqribi yaitu hisab yang bersumber dari data-data yang dikumpulkan dan disusun oleh Ulugh
Beyk. Data serta metoda perhitungan hisab ini berdasarkan teori geo sentris. Titik nol meridiannya t23
terletak disuatu tempat yang disebutJaziratul Khalidah' London. trtiia hilalnya dihitung dari titik pusat Uutcan
bumi bukan dipermukaan bumi dan berdasarkan
patokan bahwa bulan bergerak ke arah timur rata-rata rataiZ deraiat. Karena perhitungannya berdasarkan maka ."t"'A"ti alat yang digunakan masih sederhana'
waktu i"iil"tti hasii pe-rhitungun gerhananya padaterbukti padatinggil 1l Maret 1992 iitni" matahari jam' meleset dua
2.2
.
Hisab hakiki tahkiki yaitu hisab yang metoda perhitungannya berdasarkan teori-teori astronomt modern din ilmu ukur segitiga bola serta berdasarkan p"ngu-ututt baru. Buku ying termasuk golongan hisab i"i laitu Khulashah el-wafiyyah, oleh K'H'Zubair' Badi'atul Mitsal oleh KH' Ma'shum dan Hisab hakiki
oleh KH.Wardan. Metoda perhitungannya berdasarkan
teori-teori. dalam 2.3 Hisab hakiki kontemporer yaitu ilmu hisab yang moceren' astronoml nerhitungannya berdasarkan ilmu alat-al at ffiil;ilk;ionit*poter dan menggunakan oengan ml htsab ilmu Perbedaan moderen. elektronika
ilmu hisab dua golongan yang lain ialah koreksi-koreksi posisi bulan serta matahari lebih komplek dan lebih teliti. Buku-buku yang termasuk golongan ini antara lain Nautical Almanac, Astronomical Almanac, bukubuku astronomi oleh New Comb, Islamic Calender, Astronomic Formuly for Calcolator. Departemen Agama dalam menghisab awal Ramadhan dan awal Syawal berpedoman kitab khulashah wafiyyah, Badi'atul Mitsal, Hisab hakiki dan buku-buku ilmu astronomi moderen.
Prosedur dan mekanisme Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa penemtuan awal Ramadhan dan Syawal mempunyai kedudukan yang penting dalam masyarakat Islam Indonesia. Sementara itu di Indonesia
berkembang bermacam-macam aliran dalam metoda penentuannya. Maka pemerintah dalam hal ini Departemen
Agama membentuk Badan Rukyat Hisab dengan tugas pokok memberikan pertimbangan kepada Menteri Agama daiam menentukan hari-hari besar Islam dan dalam menentukan awal Ramadhan, Syawal dan hari raya Idul Adha. Badan rukyat Hisab tersebut memiliki team teknis yang bertugas untuk menyiapkan data-data hisab bagi badan tersebut. Anggota team ini terdiri dari orang-orang yang menganut berbagai metoda hisab yang berkembang di Indonesia. Team ini menyiapkan hasil hisab dari aliran-aliran yang berkembang di Indonesia.
Mekanisme penentuan hari-hari besar Islam dan awal Ramadhan serta Syawal adalah sebagai berikut : 3.1 Team menghisab awal bulan Hijriyyah dengan menggunakan berbagai metoda yang berkembang di Indonesia. Hal ini kemudian diserahkan kepada Badan Rukyat Hisab.
3.2 Badan Rukyat Hisab mendiskusikan hasil hisab team tersebut kemudian menentukan awal bulan qamariyah termasuk awal Ramadhan serta Syawal dan hari raya '[dul Adha.
t24
t25
3.3 Setelah mempertimbangkan keputusan Badan Rukyat Hisab tersebut Menteri Agama menetapkan hari-hari Besar Islam. 3.4 Khusus untuk awal Ramadhan dan Syawal Departemen Agama mengadakan sidang itsbat kedua bulan tersebut yang dihadiri oleh anggota Badan Rulqyat Hisab, pejabat_ pejabat Departemen Agama dan peninjau dari Kedutaan Negara-negara Islam di Jakarta. Setelah mendengar laporan tentang hasil rukyat bdan pendapat-pendapat dari sidang serta dengan memperhatikan keputusan Baan Rukyat Hisab, Menteri Agama menetapkan awal Ramadhan atau satu Syawal.
Penentuan Awal Syawal
l4l2 H
Untuk menentukan awal Syawal l4I2 H. Badan Rukyat dan untuk menentukan awal Syawal berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan oleh team teknis. Setelah mengkaji data-data tersebut Badan Rukyat dan Hisab tersebut memutuskan bahwa hari raya idul frtri 1412 H. akan jaruh pada tanggal 5 April 1992, karena hilal menurut perhitungan para ahli hisab dan astronomi pada tanggal 3 April 1992 tidak dapat dirukyat meskipun ijtima' terjadi pada jam 12.01 WIB, pada waktu terbenam matahari hilal di bawah ufuk untuk sebagian besar wilayah Indonesia kecuali untuk Aceh dengan ketinggian 45 menit yang menurut pengalaman dan teori tidak mungkin dilihat. Namun demikian untuk memenuhi sabda Nabi serta Pengecekan, Departemen Agama memerintahkan 303 Pengadilan Agama untuk mengadakan rukyat.pengadilan Agama mulai dari Ambon hingga Aceh semuanya melaporkan bahwa mereka tidak dapat melihat hilal meskipun cuaca cukup baik. Tetapi Pengadilan Agama Gresik melaporkan bahwa ada tiga orang kyai melaporkan melihat hilal di Ujung pangkah pada 5 derajat lintang utara dan mereka telah disumpah Ketua Pengadilan Agama. Kantor wilayah NU Jawa Timur takan bahwa ada tiga orang kyai di Ujungpangkah melihat hilal dengan ketinggian 2.48 derajat selama I I menit 2 detik dan mereka telah disumpah. Dari lokasi rulqyat Ujungpangkah Ketua
Hisab Departemen Agama mengadakan sidang
Pengadilan Agama Gresikmelaporkan ada tigaorang kyai yang melaporkan merihat h'ar dengan posisr yang berbeda dan lama melihat yang berbeda pura. vu"g p"Jurna meraporkan bahwa ia melihat hilal sekejap, d"ngun t.i"ggiun setengah pandangan di dekat branjanlang (band;an-;;;:?;;o udang dan ikan di tengah-tengahnya
ada limpunyu;. furnanya merah, sebesar o-ri'gun -"r*ruJr,iiur ketinggian l'5 derajat *u-u t.il-ing-kuningan serama -"rurt dua menit di sebelah utara terbenurnrnutut uri, sebesar satu iari Arab' Yang ketiga menyatakan merihat satu
jari yang
kedua melaporkan Lahwa iu
hirar seLma ri-" .J"tt dengan ketinggian derajat aiseuetatr utara matahari dan -dua wama putih kebiru_biruan,_sebesar seperemp at jariArab. Ketua Pengadilan Agama menolak m""yumiuf,
;b"d;;;;;k* l, oru'* ;r;;; pada waklu terbenam matahari i Sementara itu uJu laporan a".i s.r"riT:";:ffi1*ilfH-; orang mereka tidak dapat menunjukkan kefaaa memberikan kesaksian
bahwa -"."ku metitrat tritat selama satu menir pada waktu terb;;;; mahharidan kesaksian tersebut ditolak oleh pengadilan Agama. LaporanJaporan terseLut dianaiisa --- Oepartemen Agama, - oiet dengan kesimpulan sebagai U"ritut
Pernyataan pengurus Wilayah
,
NU Jawa Timur tidak
dapat diterima, sebab tidak sesuai ;";g;; .,i.n'., aslinya. Sumber aslinya menyatakan bahwa mereki _"fifru, sekejap lima menit dengan _ketinggian. sekitar f .j-i*E.t, sedang pW NU menyatakan menyatakan mereka meli'hat aengan" k;;rd;; 2.48 d,eralat selama sebelas teUii. P"T{?rlul ketiga saksi -"nit tersebut tidak dapat diterima sebab warna hilal itu tidak merah Oan Uesarnfa tiaak j;;; disamping alasan vang digunutun "d;* Agama pengadilan ili,1u Gresik' Lebih-rebih mereka menyatatan bahwa mereka terah disumpah oleh Ketua,pengadilan';fi Gresik, sedang yang bersangkutanmenyatakantidak. e-----Kesaksian dua orang di Bekasi juga tidak diterima sebab menurut pengalaman serta teori hilal iulit dilihat il;;;'k;; terbenam matahari, apalagi O."gk.iirggi* % derajat. Berdasarkan alasan_alasan
j"r."Uui,-!"rtu
laporan-laporan team rulryat pengadilan Agama dari Ambon hingga Aceh dan
126
r27
MEKANISME PEIYETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN, SYAWAL DAI\ DZULIIIJJAH DI INDONESIA
hasil perhitungan hisab tersebut hilal tidak terlihat pada tanggal 29 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 3 April 1992' Maka awal Syawal ditetapkan jatuh pada tanggal 5 April 1992 dengan istikmal bulan Ramadhan.
Penutup Dengan adanya kasus perbedaan penetapan awal Syawal l4l2 H. perlu diadakan reassesment serta memantapkan
konsensus kaidah-kaidah penentuan awal ramadhan, syawal dan
hari raya haji dan menyempurnakan organisasi Badan Rukyat Hisab serta anggota musyawarah itsbat hilal. Hal ini perlu dilakukan karena kejadian tersebut memberikan isyarat terjadinya perubahan dalam lingkungan baik di bidang sosial, politik dan iptek.
lI. Hasbullah Mursyid I.Pendahuluan
Memenuhi permintaan Saudara Direktur pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, atas nama Dirjen pembinaan Kelembagaan Agama Islam, dalam menyiapkan makalah ini, pemapar dalam berupaya turut serta memikirkan mekanisme penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia, berangkat dari permasalahan-permasalahan yang terkait dengan mekanisme tersebut.
I.
II. Permasalahan dan Analisa permasalahan Permasalahan-permasalahan Fiqhiyah Permasalahan-perrnasalahan Fiqhiyah terkait langsung dengan mekanisme penetapan awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah, karena ia menyangkut ibadah dalam syariat Islam. Sebagaimana kita maklumi, berbicara ilmu fiqh, berarti kita akan berhadapan dengan pandangan-pandangan dan
2.
128
pendapat-pendapat menurut mazhab-mazhab, menurut aqwalul fuqaha, dan sebagainya. Berhubung dengan itu, berbicara tentang mekanisme mengenai penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, tidak akan terhindar dari masa-il fiqhiyah yang perlu dipecahkan dengan suatu kesepakatan terlebih dahulu sebelum merumuskan Mekanisme penetapan awal bulanbulan yang disebut diatas tadi. Permasalahan-permasalahan Non Fiqhiyah Murni Permasalahan-perrnasalahan butir kedua ini dapat kita pisahkan atas dua hal pula, yaitu : 2. I Permasalahan-permasalahan teknis Misalnya : Kemungkinan ilusi dalam pengamatan hilal ; kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam hisab (perhitungan posisi hilal) secara ashonomik (ilmil falak): teori-teori penghitungan astronomik menurut
129
diuji dalamuji coba posisi hilal yang vung tioi*",i[ titi-ieoripenghitung ilmu astronomt ketinggalan dari perkembangan suatu kitab pegangan yang belum
sendiri.
teknis : Permasalahan-permasalahan non 2.2 ""J""rt contohDisamping permasalahan teknis sebagaimana diluar diatas tadi, mungkin saja ada faktor-faktor contoh
teknis yang rnempeigaruhi' Misalnya :
adayya.
menghadapi keinginan rn"r,urnpitttutt ]ati diri kekompok yang
t"foilpot lain;
adanya mgmgntum tertentu
politik;
adanya
menyrburkan gelombang-gelombang sebagainya' miskomunikasiian salah faham dan perludibahas Hal-hal yung *t*pakan masa-il fiqhiyah
dandiadakankesepakatanolehpaTafuqhaha.
permasalahani"Jurrgtun hal-hal yang terkait dengan perlu dibahas astronomi' permasalahan teknis hisab yang fuqhaha oleh para puf.-aiUiAang hisab-itu'fakar
belum tentu pakar pula pula sebaliknYa'
-dalam
hisab astronomi' Begitu
hal-hal . yang "9" - TYl.t spektrumnya jauh lebih Fiqhiyah, astronomi oun Noi t,ras mencakup peisoalan-persoalan mekanisme
Selanjutnya
*t"g""ui
komunikasida"hubunganmasyarakat;jug-a pihak yang terkait.untuk menyangkut tt"Jiuutt
'"-t'u persoalan Agama mendudukkan persoalannya sebagai dan teknis asffonomi'
III. 1.
Kesepakatan-kesepakatan yang diperlukan
Kesepakatan dalam masalah Fiqhiyah Badan Hisab dan Rukyat Banyak hal yang diperlukan dalam
dengan masalah-masalah Departemen Agama i'I b"'k""uan fiqhiyah. menetapkan awal Sebagaimana dimaklumi, dalam hisab disamping aliran ada R";;#;, Syawal dan Dzulhlijah p"*"iitttutt Lrdonesia dalam hal ini aliran rukyat, ,"du"gku"
130
Departemen Agama RI, melalui Badan Hisab dan Rukyat bertekad turtuk mengkombinasikan antata hisab dan rulcyat' Dalam hal terjadi kesamaan bila menurut hisab dimungkan rukyat sedangkan memang terjadi rulqyat dalam kenyataan (rulqyat Bil f il) tentu saja tidak ada permasalahan' ' I.iu-.r' bila menurut hisab tidak mungkin rukyat' tetapi ada kesaksian melihat hilal, kita dihadapkan pada altematif untuk memilih hisab atau memilih rulcyat. walaupun demikian masih ada jalan tengah, yaitu bila para pakar hisab bersepakat sampai
batai mutawatir untuk memperkirakan
tentang ketidalanungkinan rukyat berdasarkan hisab qat'i, maka hilal pada waktu hari yang bersangkutan kesaksian
-etitt"t
ditolak kesaksiannya. Sebaliknya bila para pakar hisab tidak mencapai batas mutawatir untuk bersepakat atau hisabnya tidak mempergunakan mukaddimah-mukaddimah (premisze) yang qat'i atau (ilmu pasti) maka kesaksian melihat hilal dapat diterima. Juga peilu diputuskan tentang kewenangan untlk mengitsbatkan awal Ramadhan, Syawal danDzulhijjah berada pada instansi mana? Bila mengikuti mazhab Syafii bahwa L"*.tu'gu' itsbat itu ada pada "qadli" atau ulil Amri, maka bagimasyarakat umum umat Islam sudah menjadi jelas bahwa mJreka ierpedoman kepada pengumuman pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama RI. Bagaimana pun hal serupa itu perlu diputuskan dan disepakati oleh para pakar fuqaha yang bersangkutan.
Demikian pula tentang msalah mathla' dan kedudukan Indonesia sebagai satu wilayah kedaulatan negara dan Pemerintah yang dipersatukan dalam satu mathla' dengan penyesuaian waktu lokal untuk masing-masing daerah, hal-hal r"*pu itupun memerlukan kesepakatan para pakar fuqaha alau paling tidak mengkonfirmasikan hal-hal yang telah merupakan kesepakatan fuqaha di Indonesia hingga hari ini' Guna kristalisasi pendapat pata fuqaha yang pakar, mungkin diperlukan suatu pertemuan atau munajarah para fuqaha dalam bentuk badan hisab dan rukyat yang diperluas yang mencakup baik fuqaha penganut hisab maupun fuqaha penganut *Ly-?t' Munaj arah tersebut diseleng garakan bekerj asama dengan
131
MUI'
2.Kesepakatan-kesepakatan dalam masalah-masalah Hisabiyah Terdapat pula hal-hal yang memerlukan kesepakatan para pakar hisab dalam Badan Hisab dan Rukyat' Misalnya telJ1e
L"rupu tinggi minimal bulan untuk mungkin dirukyat (dilihat dengan -uiu). Juga tentang imkan rukyat (mungkin hilal terlihat) ada yang hanya sekedar menghitung perkiraan ijtima' (konjungsi), yaitu saat dimana matahari dan bulan menempati posiil yung .u*u pada ekliptika, pada saat sebelum matahari ierbenam. Ada pula yang menghitung tenggang waktu antar,a ijtima dan saat ierbenam matahafi dengan terbenam hilal pada saat terbenam matahari; ada pula yang menghitung selisih azimuth antara bulan dan matahari serta tinggi hilal; ada pula yang hanya menghitung ketinggian hilal sesudah ghurub (t"rU"nu-j matahari tanpa memperhitungkan kondisi lainnya' Mengenai'kadar tinggi bulan minimal itupun ada perbedaan pendapat.
'
Demikian pelik dan banyaknya masalah-masalah yang erkaitan dengan hisab itu, kiranya para pakar dalam Badan Hisab dan Rukyat perlu mengadakan uji coba mengenai
persyaratan-persyaratan imkanurnrlcyat tersebut sebagai suatu p"tt.titiutt yang sistematik dan empirik oleh para pakar yang
t"rrungkututt baik dengan metoda induktif maupun deduktif' Oerigan demikian, iekali lagi dirasakan perlunya kelompok pakar h-isab dalam Badan-badan Hisab danRulcyat disamping kelompok pakar fiqh. Mungkrn diperlukan munajarah para pakar ahli hisab untuk mendiskusikan dan mengambil kesimpulan-kesimpulan' YanE kemudian dijadikan bahan untuk penyususnan pedoman bagi ahli hisab di Indonesia , YanE merupakan sejauh mungkin hasil kesOpakatan bersama.
3.Masalah-masalah Bukan Fiqhiyah dan Bukan Ilisab Berkenaan dengan masalah-masalah yang non fiqhiyah dan non hisab (non falaqiyah), yang terkait dengan aspek-aspek
t32
sosiologis, pemapar akan memusatkan perhatian pada masalah komunikasi dan informasi. a) Dalam konteks ini kiranya perlu keterpaduan sfiategi komunikasi antara instansi terkait. pengalaman pada Idul Fitri yang lalu ada kesenjangan dalam nat itu. Pengumuman TVRI mengenai hasil rapat Badan Hisab
dan Rukyat yang dipimpin oleh Menteri Agama RI telah selesai pada jam 20.00 WIB, tetapi baru disiarkan oleh TVRI pada jam 10.30 WIB, sehingga mungkin banyak umat atau masyarakat yang tidak mengikuti dan tidak mengetahuinya. b) Bahasa atau isi pesan (message) perlu bervariasi tergantung kepada jenis kfialayak yang menjadi komuikan. Paling tidak perlu dibedakan antara dua jenis khalayak : 1) para ahli hisab, 2) paru fuqaha, 3)Umat umum atau yang awwam mengenai hisabdan rukyat, walaupun pakar dibidang lain. Menjelang Idul Fitri yang baru lalu terlihat adanya komunikasi yang lcurang tepat dalam -ur. -"di" mengenai keputusan-keputusan Badan Hisab dan Rukyat disekitar ketentuan ldul Fitri l|lzlF.. Misalnya: Pemberitaan seolah-olah Departemen Agama RI teiah menetapkan bahwa hari Idul Fitri akan berlangsung pad^ hari e4 tanggal 5 April tgg} aengai berdasarkan hisab. padahal yang benar ialah: Menriut perkiraan hisab hilal mustahil dapat dilihat (dirukyat) pada waktu terbenam matahari Kamis malam fum,ai tanggal 4 April 1992. Sedangkan penetapan Idul Fitri masih akan dikeluarkan setelah dilakukan-upaya rukyat (melihat hilal) dibeberapa tempat di wilayah nepuUiit Indonesia. Namun pengumuman yang ieluar balam mass media hanya menonjolkan perkiraan hisab saja. Malahan TVRI sendiri tidak lengkap menyiarkan pengumuman Menteri Agama RI pada tanggal 4 April 1992 jam 10.30, sehingga dapat menimUutt
P{y" hisab
t33
Kesenjangan tersebut muncul karena uraian secara teknis ilmu hisab kurang dipahami oleh redaksi yang merupakan brooker antara komunikator dan l*ralayak runum.
Berhubung dengan hal tersebut diperlukan upaya-upaya utuk mengatasi kesenjangan tadi. Misalnya : briefing kfiusus kepada para pemimpin redaksi mengenai sistim kombinasi hisan dan rukyat yang dianut oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Agama RI. Mungkin juga perlu penataran bagi para wartawan yang meliput berita di Departemen Agama RI mengenai astronomi dan sistim yang dianut Departemen Agama
3)
Hubungan masyarakat dan informasi yang makin terpadu mengenai kebijakftan Departemen Agama RI yang mengkombinasikan hisab dan upaya rukyat, dengan mengingat jenis-jenis khalayak yang awwam dan yang pakar.
Demikian sekedar saran penyempurnaan terhadap langirah_ dan kebijakkan Badan Hisab dan Rukyat yurrg rJu-u ]anghkah ini sudah baik. Namun dinamika masyarakat dan momentum sosial tertentu mendorong peningkatan dua jawaban yang sepadan.
Semoga
Allah
Subhanahuwataala menunjuki
kearah jalan kebenaran dan persatuan.
RI dalam menetapkan (mengitsbatkan) awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah c) Pendekata-pendekatan sosiologis dengan para pimpinan organisasi kemasyarakatan yang berciri Islam dengan tinjauan fiqh dan al-hisab. Hal tersebut meliputi seminar, kegiatan hubungan masyarakat yang makin terpadu antara instansi dan organisasi, pertemuan-pertemuan yang diperluas dan sebagainya.
Penutup Langkah-langkah sebagaimana digariskan dalam makalah
posisi Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam kiranya sudah baik dan perlu dilanjutkan. Bila diinginkan peningkatan dan penyempurnaan, pada garis besamya dapat disarankan ahwa: 1) Keanggotaan badan Hisab dan Rukyat sebaiknya diperluas meliputi kelompok fiqh dan kelompok ilmil
"
2)
hisab.
Sewaktu-waktu diadakan musyawarah dan munajarah yang diperluas dengan wakil-wakil para Ulama Fuqaha dan pakar hisab, yang resmi ditunjuk oleh organisasiorganisasi keagamaan Islam di Indonesia.
134
135
kita
selalu
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN AWAL BULAN RAMADHAN, SYAWAL DAN DZULHIJJAH
K.H.Ibrahim
r3i-rt1*t,.,, j!__{,l (,s14'
Hosen
At_ oyJ,'.-L
".rr-.r.C4r:-lrlt
Pendahuluan Persoalan bulan qamariyah, terutama Ramadhan dan Syawal merupakan persoalan klasik yang senantiasa aktual. ,.klasikl,. Karena persoalan ini semenjak masa-mas a awar Islam sudah mendapatkan perhatian dan pemikiran cukup mendalam Jan serius dari para pakar Hukum Islam (fuqaha) ,n*grngui rurrgu,
berkaitan erat dengan salah ,uiu ^kewajibai,
";"il;;
melahirkan sejumlah pendapat yang bervariasi. Dan dikata[In "aktual", karena hampir disetiap tahun, terutama saat menjelang tiba bulan Ramadhan dan Syawal demikian j"gu D;ulirul;h, persoalan ini selalu-mengandung polemik berkeianjangun Oun
serius berkenaan dengun p"nguplikasian p.nAuput_p""ndapat tersebut sehingga nyaris rn.ngur-a- persatuan dan kesatuan nampaknya salah satu hal yu"g K::".H?I, -.naorong uepertemen Agama ^ RI menyelenggarakan Seminar Sehar'i tentang Hisab Rukyat guna memperoleh pedoman k";t
mengenai persoalan tersebut.
ini tidak dimaksudkan untuk memperuncing permasalahan, melainkan untuk mengajak ,._ru piill melakukan telaah, kajian dan penelitian ulang secara mendalam, obyektif dan seksama dengan penuh tanggung jawab dalam rangka mencari kebenaran dan kemasl ahaiin, i.iringgu setiaf pensyari'atan Hukum Islam dapat kita pahami secara=t-epat dan benar serta mendudukannyu ."iu.u proporsional dan bag;im;;; seharusnya kita menerapkannya. Tulisan
Tentang bulan eomariyah Telah disepakati bahwa jumlah bulan . Qomariyah dalam satu tahun adalah 12 bulan sebagaimana diteglaskan dalam aa At: Taubah :36.Bulan-bulan tersebut, ada ya:ng berisi 29 haii dan ada"pula yang 30 hari. Ini dapat dilihat daram rraois Naui, riwayat Bukhari, dari Ibnu Umar yang berbunyi :
L+f ?
uidt
E_.;-r:
"Kami adalah un*?l yang ummi, tidak dapat menulis dan tidak ,;il;il;;;,. nu,un adalah sekian ada yang ii'i^ridan ada pula yang 30 f;;1,:.ot"r.Maksudnya dapat menghitung/tidak
Hadis ini menunjukkan bahwa Ilmu Hisab dalam menentukan Nabi tidak mempergunakan u*uiiutun, tetapi juga tidak menunjukkan adanya larangan A"*]tiun. Sungguh suatu 1111"1 :ulsuJ itu dikalansan masyarakat Arab l4q:r!.-9;eiie"i'*"r.u mu Hi sab b"l; ;;;;"k ;;;";ui,f],",,ro, Diantara keduabetas
b"h, ;";;;;;;:]ang
pahng mendapat perhatian Islam adalah Urfun'-."nu_'uAnun, Syawal dun Dzu lhijj ah. Sebab. d i da-l
amnya
haji atas umat rslam_(ltl;As dengan masalah puasa
t;;;;;;i"*aj
Al:ffiffi
iban berp uasa dan
l8s,le7). Berkenaan
Ramidil, ;il;wayat Abu Daud dar] Aisyah r.u -"ni.l"$1", fV"Ui-.uffi"_"_perhatikan (akhir) buran Sya'ban melebihi b"i;;fii;T y'#g rain, kemudian ia berpuasa karena melihat d;i"ii.T"irlonun. Apabila hilal terhalang awan, ia mlnsfitlp-;ilr*#;tan
selanj urnya ia berpuasa.
H"dfi ;;:;;u"otun,
menjadi 30 hari.
*,?;)\);r.,
-tPt4a.
+--,r,
a^.-ILJL (ir-;sctt
"Berpuasalah Our.-11,
melifltnV (hilat Ramadhan) dan tui"nu'-.r,hatny (hirar syawar Kemudian apabit*a terhaiang-p;;;ilffi;u ). oleh awan, maka sempurnakankan bilangan uutan si";il", jb r,"ri berbukarah (meneakhiri puasa)
136 137
Sementara termasuk ta'
,ai;rl;,bj3j-
f##t;s
.
'
\; 'Yt-*:l rt'-'*n*&:,
JIL*JI
hilal "Janganlah berpuasa sampai \amu melihat melihatnya n"--"Jft*l dan' janganlah berbuka sampai kamu terhalang kamu apabila (hilal bulan Syu*ut) femu{i1 dan Bulfiari (HR untuknya maka'kadarkanlah (bulan
l*"J*""aung,
Muslim dari Ibnu Umar)'
untuk menentukan Dalam hadis diatas, tampaklah bahwa dan diakhiri' Nabi hanya awal bulan, saat mana puasa dimulai yaitu ru'yah (melihat hilal)' Tetapi menggunakan .u* puio't* -merupakan satu-satunya pedoman?' Dapat *'vah ini menjadi' "p"ii""rt pengertian "Jyuftl . dislni dikembangkan kah hisab gilirannya pada misalnya "imkanur rir'yah" hin-gga akan yang inilah ;;iilffi tiru ati uaiU' itternatif.r .' ersoalan dibicarakan Pada bagian berikut'
sebagian fuqaha Berdasarkan zahir hadis diatas' Ramadhan harus alhir bulan berpendirian, p""tn*ut awal dan yang
u.rau'a'tun "ru'yah" atau melihat bulan baik t" 29- Apabila ru'yah tidak berhasil'
dilakukan puau f,u'i
gangguan
terjadi ttii"f belum bisa dilihai maupun karena istikmal berdasarkan harus Uulan cuaca, maka penet"p"" Menurut "*"i han)' 30 bulan menjadi ir*"v"*pt*ttun titu"gutt arti kaitannva dengan puasa rnl daLm ;;lo;g""'ini ru'yah Artinya tidak dapat bersifat ta'abbudi/gair-ma'qutat-ma-'na' tidak dapat diperluas 11" dirasionalkan, pttig"*iu""V" huttyu terbatas pada
t"**
itu
golongan lain mengatakan "ru'yah" disini
qul i /ma' qul al-ma, dapat dirasionalkan, diperluas
dan dikembangkan. sehingga ia dapat diartikan antara lain "mengetahui" sekalipun bersifat zanni (dugaan kuat) tentang adanya hilal, kendatipun tidak mungkin dapat dilihat misalnya berdasarkan hisab falaki. Namun di antara pendapat golongan kedua ini, yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan "ru'yah" harus diartikan "imkannur ru'yah" artinya hlal dapat dilihat (Lihat Qalyubi IL49) Dengan kata lain,yang dimaksud dengan "ruyah" ialah segala ilal yang dapat memberikan dugaan kuat (zann) bahwa triLt tetatr ada diatas ufuk dan mungkin dapat dilihat. Karena itu
menurut Imam Qalyubi, awal bulan dapat ditetapkan
berdasarkan hisab qathi yang menyatakandemikian' Tentang kapan hilal dapat dilihat,perhitungan hisab falaki dalam masalah ini sangat diperlukan, dan mengenai ini para Ahli Hisab tidak sependapat, sekalipun mereka sepakat bahwa ru'yah hanya mungkin dapat dilakukan setelah ijtima. Sebab, hal ini berkaitan erat dengan posisi hilal diatas ufuk barat setelah matahari terbenam. Posisi hilal ini, menurut mereka, berkisar antara tiga keadaan : 1) Pasti tidak mungkin dapat dilihat (istihalah amr'yah) 2) Mungkin dapat dilihat (imkanu ar ru'yah)
biru'yah) (Lihat Bayan Lin 201-202), Hasyiah Syarwani 'ala Tuhfah al-uhtaj
3) Pasti dapat dilihat (al-qath'u
Ru'yah dan Hisab
;id;il;
aq
dikembangkan' Sehlngga penggTtlann{u demikian secara dan "melihat O"ngu"*utu ?t*iuttg" -dengan tidak dapat digunakan' mutlak perhitungan hisab falaki
Nas [I: III:373 dan Nihayah al muntaj III:148)
dalam keadaan hilal tidak dapat diru'yah cuaca , mendung misalnya,Fuqaha gangguan disebabkan berbeda pebdapat. Perbedaan ini bersumber dari hadis riwayat Ibnu Umar diatas, yakni dalam mengartikan kata-kata "maka kadarkanlah" (faqduru lahu). Menurut mayoritas Fuqaha, kata itu harus diartikan dengan "sempurnakanlah bilangan bulan (Sya'ban,Ramadhan) tiga puluh hari" sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah hadis riwayat lain tegasnya, manakala ru'yah tidak mungkin dapat dilakukan, maka jalan keluarnya bukan berpegang pada hisab, melainkan pada istikrnal'
Selain
itu
139
138
Tetapi menurut golongan !ain,- kala kata terseblt -huTt hitunglah bulan ittl diartiKtjn "fa'uddhuhi bil "Jisab" maksudnya dan{ iith"t Bidavah al Mujtahid ' r : 284 ;;;k";;i*b oleh lain antata ut Pendap Vurq-gt\"*rr!lh" Vlt296). Vf"i*" dan lain-lain' il""-Stt"ii, rvf,rttuif Ui" AbidIah, Ibnu Qutaibah sebagian dari positif ir,i--ulrrir_"lrrir ini mendapat sambrrtan hisab ilmu bahwa ulama masa kini, A"*"i pertimbangan (falak) kini telah mengalami kemajuan pesat dan baik sehingga dapat dipertanggung jawabkan' :f#ffi' l;;- ;k*;rtny" gai&it al Mutii (lihat Bayan Lin Syait<*r
O"*itiun
dijelaskan
Nas,tr:201) Imam Y*g perlu mendapat perhatian disini ialah bahwa mayoritas kelompok Svuni }u"g dalam hal ini termasuk oleh Ibnu Swaij, disebut sengrti berpendapa! 0ffi*)-"*ata cuuca bagi- yang maka mendung/berawan, dalam keadaan d:ry:l mengituti aliran hisab hendaklah ta berpuasa hilal hisab perhitungan menlrut ;;;il;"" paoa hisau apabila Mujtahid'1284)' O"p'J ai-'Vutt ltittut Bidayatul terdapat dua Memang dalam rrrr'n"U Syani sebenarnya dan aliran^yang aliran. Aliran yang hanya mengal:ui ruyah Aliran j"F1. [rt"-p*"tt*-"ttguit'i ru'yah, T*gatui {saU,. antara ka'iangan Muta'ak*rHririn.mazhab Svafii ;;;; al tuhfah kitahnya' dalam lain Ibnu Hajar al fttu-i (w'974Q' berpuasa wajib tidak Vt.rfrtuS,tU'1i4, *rtlfiu lain disebutkan' sebelum matahari terbenam' il;;k"" melihat hilal Ramadhansudah tinggi yang sgan9linVa a"tt hilal sekalipun terdapat "*utt ia dapat dilihat secara pasti' Artinya ,,i,tuya
ii;k
u*"r,
"a" harus tetaP istikmal'
dikaitkan Hal ini karena, menurutnya kewajiban- Puasa menjadi yang dan dengan ru'yah t"taun *ut"ftari terbenam Dalam hilal' i"i ialah ru'vahnva' bukan ;;;il; iabm rt"i imam iu3ar menyinggung -pendapat -Asnawi kontels ini Ibnu ^;;j;; d""e"n"v"' Maksudnva'dalam keadaan tidak perlu istilonal' seperti itu menurui i*uii et"u*i ini juga
ffififfi
Imam'Ibbadi' Syarwali demikian qathi hilal hisab menurut lebih jauh menjeiaskan apabila tidak seandainya dan dipastikan uau ,"t"Uil"tUenam matahari mencukupi' sudah ada awan Oaput Ai*,at, mata hal demikian
Sejalan dengan
e*"*i
140
yang Dengan kata lain, puasa sudah diwajibkan' Pendapat inilah MUI' Fatwa kemudian dipegangi oleh Keputusan Komisi Aliran teaua dari kalangan muta'akhlfiirin mazhab Syafii' antara lain Imam Qalyubi (lihat Keterangan diatas), Imam Ramli (w.1004H, Al'Ibbadi dan Syarwani dan as Subki (w.756). Menurut mereka, bagi ahli hisab dan orang yang mempercayainya walib melaksanakan puasa berdasarkan hisabnya. ketika Imam Ramli ditanya, kapankah hisab itu dapat
dipegangi dan dalam posisi hilal (lihat keterangan dimuka) UagJrma"atah?. Ia menjawab, bahwa hisab tersebut berlaku uniuk semua posisi (lihat Nihayah : 148 dan Hasyiah Syarwani:373) Pendapat Imam Ramli ini nampaknya cukup longgar karena ia mengicui pula keabsahan penggunaan hisab bagi kewajiban puasa d--alam keadaan posisi hilal tidak mungkin di ru'yah' Sementara itu Imam'Ibbadi mengatakan :apabila hisab qathii menunjukkan hilal tidak dapat diru'yah, maka kesaksianr orang yangmelihatnyaharusditolak.Iniberatibahwahasilhisabyang meriunjukkan hilal berada dalam poisisi pertama (lihat keterangan dimuka) tidak dapat dipegangi dan dengan demikian puasa iiduk dib"narkan. Pendapat ini sejalan denganlmam Qalyubi sebagaimana disebutkan diatas.Dalam mengomentari piniaput tersebut ia mengatakan, inilah pendapat yang kuat dan pengingkaran terhadapnya merupakan kesombangan dan kecongkakan (lihat Qalyuni II:49)' Pendapat senada dikemukakan pula oleh Imam Subki' Menurutnya, jika berdasarkan hisab qathi kesaksian orang yang melihat ttitut itu tidak benar, maka kesaksiannya harus ditolak. Sebab, syarat diterimanya kesaksian ialah, bahwa apa yang disaksikannya itu merupakan hal yang mungkin terjadi menurut akal (logis), adat kebiasaan dan syara'. Oemitianlah pendapat-pendapat tentang penggunaan ru'yah dan hisab dalam penetapan awal Ramadhan. Dan uraian tersebut
jelaslah bahwa masalah itu merupakan masalah khilafiah. Atau klasik dengan lain termasuk Hukum Islam kategori Fiqg yang
diperselisihkan di kalangan Fuqaha sebagai akibat adanya perbedaan ijtihat yang mereka tempuh. Selain itu' juga dapal disimputtcan bahwa pendapat yang dipegangi mayoritas Fuclaha
t41
ialah bahwa penetapan awal Ramadhan, demikian juga syawal, haruslah dengan ru yah. Namun untuk mengetahui kapan *'y1h dapat dilakulan dengan tepat tentu sangat bergantung pada hisab. Sehingga jika berdasarkan hisab qathi ru'yah tidak dapat dilakukan -ut - kesaksian tentang ru'yah harus ditolak dan dipandang bohong. Jadi, antara keduanya sangat berkaitan erat dan saling membutuhkan.
Kini timbul pertanyaan,jika ru'yah
sudah ditetapkan disuatu
negeri/daerah, sej auhmanakah ketetapan berlaku?'Maksudnya, jik"a awal bulan sudah ditetapkan disuatu negeri/daerah apakah lni berlaku pula untuk daerah-daerah lain sehingga semua ummat Islarrrharus mentaatinya, ataukah hanya berlaku untuk daerah setempat?.Jawaban terhadap persoalan ini biasanya dikaitkan dengan hadis Kuraib riwayat Muslim' Muslim miriwayatkan, Kuraib melihat hilal Ramadhan di Sistem,syriar) pada malam Jum'at karenanya ia dan penduduk negeri setempat, termasuk Mu'awiah, berpuasa dikeesokan haiinya. Ketika ia pulang ke Madinah ternyata disana hilal baru
terlihat pada malam Sabtu. Mengenai hal ini ibnu Abbas menyatakan, bagi penduduk madinah berlaku ru'yah madinah. "Demikian tuntunan rasullah' katanya mene gaskan'
Atas dasar hadis ini para ulama berbeda pendapat' Imam nawawi ketika mengomentari hadis ini mengemukakan sejumlah pendapat ulama mazhab Syafii' Antara- lain
berpendapai *,yutt (ketetapan awal Ramadhan) disuatu daerah hanya beilatu untuk daerah yang bersangkutan dan yang dekat dengannya dalam radius kurang dari masafah al-qasr atau hanya untuk daerah yang satu mathla', sementara itu pendapat lain
menyatakan uertatu universal dalam arti berlaku untuk seluiuhdunia. Menurut pendapat ini mengapa Ibnu Abbas tidak mengamalkan berita yang disampaikan Kuraib, disebabkan hal itu tirmasuk kesaksian (syahadah), sedangkan kesaksian tidak dapat ditetapkan berdasarkan seorang saksi' Namun disamping haitersebut merupakan ijtihad Ibu abbas yang tidak mempunyai kekuatan mengikat, juga jika ditinjau dari sudut zahir hadis, tindakan tersebut menunjukan bahwa ru'yah tidak berlaku untuk daerah yang berjauhan (lihat syarah Muslim,VII:188-197 dan al-Majnu vi;298-303). Enam pendapat yang dikemukakan
t42
Nawawi disana, dan ini juga merupakan pendapat luar kalangan syafiiyah, dapat disimpulkan menjadi tiga pendapat: Pertama, setiap negeri/daerah mempunyai mathla' masingmasing. Karenanya, ru'yah disuatu daerah tidak berlaku untuk daerah lain, dekat maupun jauh. Dengan kata lain ru'yah hanya berlaku lokal untuk daerah yang sama mathla'nya) Kedua, ru'yah yang terjadi didaerah mana saja berlaku untuk seluruh kawasan muka bumi, sekalipun berjauhan. Menurut pendapat ini ru'yah berlaku untuk seluruh dunia (internasional) Ketiga, ru'yah disuatu negeri/daerah hanya berlaku untuk negeri setempat dan yang berdekatan dengannya.(lihat Bayan lin Nas :II:203). Pendapat terakhir ini merupakan pendapat tengah-tengah dan paling kuat dalam mazhab syafii. Penentuan tentang dekat dan jauhnya suatu daerah terdapat perbedaan pendapat. Kesemuanya dapat diringkaskan menjadi dua teori , masafah al qasr dan mathla'. Daerah yang masih dalam lingkungan masafah al-qasr radius kurang lebih 80 l
Sebagaimana dikemukakan dimuka, penetapan awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan rukyah atau
hisab ataupun gabungan keduanya. Jika dilakukan takhrij (analogi) terhadapnya, maka penetapan bulan Dzulhijjahpun dapat didasarkan pada pedoman tersebut. Tetapi apakah dalam persoalan teori mathla; atau tidak sehingga pelaksanaan Idul Adha dapat dilakukan secara internasional dalam waktu yang bersamaan/ Dalam hal ini masalahnya berbeda, tidak sama. Ulama telah konsensus bahwa dalam pelaksanaan Idul Adha
hanya dikenal teori mathla', dimana masing-masing negeri Islam berlaku mathla' setempat. Atas dasar ini maka pelaksanaan shalat idul Adha di Indonesia, misalnya tidak dibenarkan menghikuti negara lain yang berbeda mathla'nya.
t43
Mengenai hal ini Ibnu abidin disana dapat disimpulkan bahwa persoalan pelaksanaan Idul Adha tidak sama dengan masalah penetapan awal Ramadhan dan Syawal (yang menurut Jumhur tidak dikenal teori mathla' sebab, dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal masalahnya adalah puasa, sedangkan
disini (bulan Dzulhijah/Idul Adha ) masalahnya adalah puasa, dan Qurban. Jadi dalam hal ini kembali kepada mathla' masing-masing sebagaimana shalat maktubah.
Siapakah yang berhak menetaPkan?
Kita kembali
kepersoalan penetapan awal/akhir bulan
penetapan awal/alJrir Ramadhan ini merupakan persoalan fiqh yang bersifat kemasyarakatan sebagaimana disinggung diatas, maka demi tercapainya kemaslahatan umum, keseragaman dan
kebersatuan umat, pemerintah perlu turut campur tangan dan
inilah satu-satunya yang berwenang menetapkan serta mengumumkan awal/akhir Ramadhan kepada masyarakat. Dengan demikian, maka apabila pemerintah (Qadi,Hakim) telah menetapkan dan tentunya harus berdasarkan laporan pihak yang dapat dipercaya dan data-data akurat serta mengumumkan maka ketetapan ini berlaku umum dan mengikat Dan atas dasar ini pernyataan perorangan tidak dibenarkan. Berkenaan dengan hal ini, Fuqaha mazhaz Syafii
Ramadhan. Dari uraian disana dapat dipahami bahwa hal tersebut termasuk masalah fiqh atau ijtihad. Sesuai dengan
mensyaratkan, ketetapan awal/akhir Ramadhan
status dan wataknya, fiqh yang zanni (kebenarannya relatif) ini tidak mengikat, karena ia adalah pendapat individu. Oleh karena itu bagi orang awam bebas memilih dan mengikuti pendapat
maupun atas dasar hisab, maka semua masyarakat harus
manasaja yang dipandang sesuai dengan kemaslahatan dan tuntutan zaman, sejalan dengan kaedah "Al-Ami 7a mazhabu lahu " orang awam tidak mempunyai mazhab. Dan atas dasar itu pula maka ulama sepakat bahwa ru'yah seseorang hanya berlaku bagi dirinya dan mereka mempercayainya. Demikian juga hasil hisab seseorang hanyalah berlaku baginya dan yang meyakini kebenarannya. Artinya kedua hal ini tidak berlaku
khalayak/masyarakat umum. Mengingat hal ini merupakan persoalan umum, atau Hukum Islam yang bercorak kemasyarakatan, maka jika dibiarkan sebagaimana adanya dan setiap orang boleh memilih masing -masing, tentu kebingungan dan kesimpang siuran dalam masyarakat tidak dapat dihindari. Berkaitan dengan persoalan semacam ini Hukum Islam telah memberikan pedoman tersendiri yang menjamin terciptanya
untuk
kesatuan dan menghindar keresahan.
Ilmu Fiqh (Hukum Islam) telah mengatur bahwa dalam perioalan yang berstfat kemasyarakatan perlu dan dibenarkan campur tanganUlil Amri/pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam kaedah yang telah populer,"Hukmul Hakim iizamun wa yarfa'ul khilaf'. Keputusan Hakim /pemerintah itu mengikat dan menyelesaikan perbedaan pendapat. Oleh karena persoalan
144
harus
diputuskan, dilakukan oleh Pemerintah. Dan apabila pemerintah telah memutuskan baik atas dasar laporan kesaksian ru'yah
(lihat mematuhinya Syarwani,flI: 3 T6,Nihayah,III: 433-43s)
antara I
49
lain
Hasyiah
dan al-Fiqh' alal Mazahib,I:
Sementara itu, jumhur (Hanafi,Maliki dan Hambali) yang tidak mensyaratkan harus ditetapkan pemerintah, tetapi jika
pemerintah menetapkannya, maka ketetapannya inipun bersifat
mengikat
bagi
Mazahlb,I:434-435) Dari penjelasan
masyarakat umum
(lihat
ini dapat diketahui bahwa
al-fiqh'alal
antara mazhab
Syafii dan jumhur dalam hal ini terdapat titik temu. Yaitu manakala pemerintah telah menetapkan awal/akhir Ramadhan maka semua umat Islam/masyarakat umum harus tunduk pada ketetapan tersebut. Dan dengan demikian persoalan ini telah terjawab.
Mengenai sejauhmanakah ketetapan ini berlaku, apakah hanya untuk daerah yang satu mathla' saja ataukah dapat berlaku universal? Sebagaimana disinggung diatas, persoalan ini hanya terdapat dalam mazhab Syafii.dan untuk ini Ibnu Hajar telah mengemukakan, Apabila Pemerintah sekalipun berbeda mazhab dengan kita, mazhab Syafii telah menetapkan (adanya ) hilal dan mengumumkan untuk masyarakat maka sekalipun berlainan mathla' kita harus mentaati dan beramal
t45
tt$Tf:l?h ).
ini sejalan sesuai dengan ketetapan tersebut, dan yarfa' (lihat Tuhfah,III: Khilaf ul l{a't
il; ilfik-rt
383
maka perselisihan tentang mathla' harus itu mengikat Oit"tu*pi"gkasn, karena keputusan Pemerintah jika Indonesia di Untuk Jun -"r,y"lEsaikan perbedaan pendapat' p"*ri"iuft telah memutuska-n, maka keputusan itu berlaku
Berdasarkan
ini
wilayah sekalipun berlainan mathla'' dan mengenai p""ouiun penetapan awal Dzulhijah
irnl* t"t"-tt f.-uOiun
terhadap p"lutrurruut, tail eOita, maka berdas.arkan Takhrij dilakukan perlu inipun inasalah Ramadhan, penetapan aka seragam Pemerintah' Dengan .utu itti umat Islam lndonesia Fitri dan Idul shalat a;il mengawali ibadah puasa Ramadhan, ini Islam umat Idul Adha. Keseragaman dan kesatuan amaliah mempekokoh ,u"gui Jip"rlukan lalam rangka menggalang dan
ukhuwah islamiYah.
CATATAN PERIIITUNGAN POSISI DAN PENGAMATAN HILAL DALAM PENENTUAN KRITERIA PEI.{AMPAKAN HILAL Moedji Roharto Abstrak Informasi global astronomi yang bertautan dengan pengamatan dan perhitungan posisi hilal disampaikan dalam'turi"san iniPaparan informasi ini diharapkan daplt menyatukan visi tentung persoalan hilal dalam penentuan kritiria visibilitas hilal. Pendahuluan
Ada tiga persoalan .kesepakatan
pokok yang dihadapi dalam mencari menggunakan t
penentuan posisi bulan Metode perhitungan
Perhitungan posisi bulan dan matahari tidak terlepas dari teori. geosentris (epicycle) atau heliosentris mendasari modei perhitungan kedua benda langit tersebut. posisi bulan maupun matahari yang dihitung oleh kedua model teori tersebut aoatah posisi geosentris. Dalam astronomi metode perhitungan p*i"
bulan yang dipergunakan dalam almanac NautikJ *uupun Astronomical Almanac mempergunakan teori EW Brown (1 8e6).
Metode Brown kemudian diperbaiki sekitar tahunl954 (Improved Lunar Ephemeris tgiz-tgsg; Nauticar Almanac office; washington iss+1. Metode urruti,ir, analisis deret tanpa memperhitungkan gangguan planet dikembangkan oleh IviC Guttzwiller dan DS Schmidt gThe motion of the moon as
r46
147
----_ll
.{
Hill, brown and Eckert; Astronomical pup"tt of the American Ephemeris, vol XXm part i;Wutfti"g,o" (1986). Sejak tahun 1984 the Astronomical computed by method of
i1-unu"-*"nggunuiu' Simultaneous Numerical
lntegration
DE2OO|LE200: Konstanta yang dipergunakan mengac-u International Astronomical union IAU (19760. Metode
p.ittit ntgu" posisi bulan tersebut masih terus berkembang' Dan aimanak lainnya seperti yang dikeluarkan oleh
;;;."y;
departelen Meteorologi India mengacu
perkembangan
yang secara Almanak Nautika atau the Astronomical Almanac dahulu' hi storis mengmban gkan perhitungan terlebih perhitungan informasi Bagi periula bisa m"-pttg"ttakan perkembangan Lu*r"irr"" (1991). Sedangkan untuk _teori perhitungan'posisi bulan yang mutakhir bisa dibaca dalam 'lr4oshier (lleZ;. Untut< keperluan praktis pengguunaan teori yang s,rdah ada cukup memadai dan dapat dipergunakan keperluan pengamatan praktis dan juga sebagai acuan seba'gai
uiutr"p"*uu"ding
tagi
yang ingin mengembangkan- metode
perhiiungan yuttg tuitt. Perbaikan teori dan metode perhitungan fui*utr,ritutt untuk mengurangi kekurangcermatan gntuk
posisi bulan jangka panjgg (skala ribuan ta!g) fenentuan 'lvlisalnya untuk penentuan gerhana bulan dalam tempo 8000 tahun.
Formula penentuan posisi bulan dan matahari yang telah yang praktis disederhanakan untuk keperluan perhitungan O and Montenbruck' diberikan dalam beberapa buku seperti Meeus'J (1988); Pfleger, T (1989);luffet-Smith,P (1981);Chapront Tauze, M and Chapront,J (1991)' Cara tabulasi
dan dipertoleh dari pengamatan astronomi. Terus terang masih kehilangan jejak untuk menelusuri balik penyusunan tabel-tabel tersebut. Sebagian tabel-tabel tua mungkin disusun berdasarkan teori epicycle dan dikombinasi dengan pengamatan astronomi yang lebih baru pada zaman al Battani (-929), as Sufi (903-
986),al Biruni (1048),Ibn as Salah (-1154) atau Ulugh Bek (1394-1449). Contoh presentasi posisi bulan dan rnatahari dalam posisi dan waktu dapat dilihat dalam almanak Nautika (terbit tiap tahun), the Astronomical Almanac (tiap tahun), Sullamun Nayyirain (abad Z0), Fathurrauf Almanan (...),Badi'atul Mitsal (...),New Comb (...) Dalam menggunakan tabel yang perlu diingat selain langkahJangkah dalam tabel juga makna angka dalam tabel (batas keberlakuan, ketelitian dan sebagainya) dan arti angka yang diperoleh dari
perhitungan. S oftware/p
eranti lunak
Selain itu juga ada beberapa software (peranti lunak) untuk menentukan posisi bulan dan matahari. perlu komputer untuk
bisa mengetahui hasil perhitunganya. Seperti Mawaqit
versi1.1.(untuk menentukan arah kiblat, waktu shalat, ijtima, posisi bulan dan matahari, penetapan awal bulan dengan kriteria tinggi bulan > 5o), Astrolnfo versi l.l.(menghitung posisi ^bulan bulan, matahari dan planet, terbit dan tengelam matahaii,
dan planet sangat presisi/cermat), Almanac for computer (menghitung posisi bulan dan matahari, terbit dan terbenam matahari).
Adanya peranti lunak tersebut menguntungkan, karena dengannya dapat melakukan perhitungan yang cepat dan teliti dan memungkinkan untuk telaah jangka punlung. perbedaan perhitungan antar peranti lunak bergantung pada teori koreksi
yang Karena langkah penentuan posisi geosentris bulan komputer' akurat sangat poanjang dan memerlukan alat bantu Untuk keperluin ptuktit disediakan berbagai macam taU.et-(1j) lebih sehingga perhitungan posisi bulan dan matahari menjadi ."a"rf,Irru dan dapat dilukukutt dengan kalkulator' Penyajian orit tabel-tabel tersebut tidak terlepas dari penggunaan teori yang akurat astronomi bulan maupun matahari dan konstanta
memberi kesempatan pengglrnanya untuk belajar tiUih iauh kemungkinan-kemungkinannya masih terbuka luas. Bebeiapa catatan pekerjaan yang masih perlu dilakukan adalah telaah perbandingan ketelifian antar peranti lunak dan tabel
t48
t49
dan formula yang dipergunakan. Dan 6agi yang ingin mengembangkan peranti lunak yang ramah untuk dipakai dan
rencana perhitungan. Memanfaatkan peranti ]unak untuk jangka panjang an?r
Telaah hilal jangka panjang' persoalan.iu-"gh iirlJtt p"t urrgguiurr'Islam dan prospek hilal' penampakan suatu penggunaan dalam ryt"11 funj attg' I'IItr pada Contoh hasil penggriraan Astrolnfo dalam tabel
p."g"-"t""
lampiran.
Algoritma Penentuan awal bulan bulan baru Penentuan waktu ijtima'atau konjungsi atau Waktu matahari terbenam dan bulan terbenam bulan pada saat matahari terbenam' Posisi -
-;;;;
posisi bulan pada saat, matahari terbenam dapat penampakan dilalukin piakiraan visibilitas hilal dengan kriteria hilal; i. g"du tingga bulan dan matahari - Beda azimutbulan dan matahari 3. Jarakbusurbulan dan matahari
2
4. Umur bulan 5. Luas
hilal
(hternational Lunar 6.Garis batas penanggalan bulan ,ILDL Rukyat Depag R Hisab 1984, Badan Date Line)' I.inut
itllt
dan BMG. dan kriteria Pengkajian lebih kritis dalam formulasi dalam p"n"n iui garit batas sebagai pergantian tanggal Llender Islam masih perlu dikembangkan'
:(H-l)x12+Bl
11
LI = Lunasi Islam = Tahun Hijriyah
H
BI = Bulan Islam (Muharram = l, Safar = 2, \apigl ayal = 3, Rabiul akhir: 4, jumadil awal : 5, jumadil akhir: 6, Buju! T.?, lVu't_qh = 8, Ramadhan = 9, Syawal = 10, Zulqa'dah = I i
dan
Zulhijah:
12)
Contoh: Ramadhan 1414 H (H:1414 . dan
BI:9)
bersesuaian dengan
lunasi Islam 16965.
Penomoran lunasi
ini untuk
mempermudah dalam
perbandingan dan analisis persoalan dan sekaligus merupakan
sesuatu yang menarik melihat usia tegaknya Islam atau fenomena lain dengan skala lunasi Islam. Fenomena Toposentris dan Geosentris (teori dan Geometri) Rencana pengamatan hilal dilakukan setelah mengetahui waktu ijtima' dan beberapa perhitungan diperlukan untuk mengetahui posisi hilal pada waktu matahari terbenam. Perhitungan posisi hilal akan mengurangi waktu yang terbuang untuk mencari lokasi hilal dan tinggal berkonsentrasi pada pengamatan hilal. Pada bab ini akan dibahas tentang konsep fenomena toposentris dan fenomena geosentris, terbit terbenam dan tinggi obyek langit. Pembahasan ini dimaksudkan agar terdapat keseragaman persepsi tentang tinggi hilal baik dari perhitungan maupun pengamat. Apakah tinggi yang dilaporkan oleh seorang pengamat hila1 sama dengan tinggi geosentris
bulan? Apa yang dimaksud tinggi bulan dalam kriteria
Informasi tambahan
Aziz Lunasi Islam dan lunasi astronomi (Ilyas dan -1991); almanac)' Satu unflrk lunasi astronomi lihat the Astronomical penampakan hilal ke lu;;i irr"* "A"f"f, satu siklusIslam adalah penomoran ot ramoakan hilal berikutnya' Lunasi I Muharram 1 sejak dari r""*a beratrnan Hijriah (lunasi Islam ni 1)'
itffi il;ir}i"-
rio
penetapan awal bulan? Dalam pengamatan hilal, tinggi dan waktu pengamatan hilal merupakan informasi yang perlu dicatat selain bentuk dan warna bila memungkinkan. tr'enomena Toposentris
Untuk keperluan pengamatan hilal diperlukan kondisi langit yang redup. Langit yang redup terjadi bila matahari terbenam. Meredupnya senja akan memberi kesempatan mata manusia
l5l
karena itu pengetul"T tentalg untuk bisa melihat hilal' Oleh *"-tll terbenam lan apakah b"1"" oenentuan waktu *"Oft"ti terbenam' Fenomena il;waktu.matahari ilH;;;;;;;; bumi' Pjrmukaan bola otefr Jengamat.diatS diamati yang pada mengacu p"ne"tuJ;;";;i;lan dan hatahari Sedangkan pusat bumi atau geosentris'
sebaliknya untuk matahari pada kedudukan jarak zenit 89o masih terang diatas horizon (arak zenit besar busur dihitung dari zenit pengamat kebenda langit, pada lingkaran besar yang melewati zenit dan benda langit). Didkripsi lebih detail dapat dilihat pada Tabel Iva pada lampiran'
diperhatikan Ada beberapa ;;;:"ktt yang perlu 'dd* dihitung dengan
ru"gt vang *"fiill"utt*i#ltsgi ;t"au langit' Koreksi akibat ;Gi dn' !#u acuan geosentris horizon pengamat 'atau o'tl' oaralaks horizon, ;;l"i;;t bulan atau bundaran |J#tr ";;il; f;idan semidiameter agar pembicaraan diketahui p"t1" matahari. for"t i-to'Lttiiti dilaporkan pengamat tentang tinggi
hihl
;;;*ilggt bulanlle
alfiir toposentris iwalaupun hasil adalah tinggi benda langii Sebagai kecil)' n"tu"ay vang koreksi itu hanva tersebut kedudukan tono;tttttts pembanding t'u'if p"""gu;utq pftru memperhitungkan faktor
*:;;fftn*
bulan geoserr*""'"u'i-'""ti'it koreksi tersebut'
Paralaks horizon umunmya adalah geosentris' Penentuan posisi benda langit sebigai acuan' Dalam kenyataanya menggunakan p"t;l bola bumi' Fenomena terbit pengamat berada langit termasuk fenomena toposentris dan terbenamnyu G"Ai bumi'
;;; ft;-;;'d;
karena mengacu
dJafu g#st
;;;
plmukaan
bintan g p erb g da'?n rca1!1jan iienimbulkan paralaks
.d1
i;;h" *perti
Untuk obvek pengamat d""**T#;;' ainltuttn berdasar kedudukan irorizon vu"g btt''"ffi;qi t;lq j"rrgun"f.d.ra,rm' tingi toposentris' Pendek geosentris ru*u jauh vans -diamati 'tidak kata pengamat;;'""';;il-""9v9t terhadap i kedudukan yang n"lempennasururrr."ln seperti g dekat giiyan ouvtt lan kedfudukan g"o'#oi t]^ riu*t"' paralaks koreksi matahan bulan, koreksi 'rLiil Y{t'k koma delapan detik ig'a"-delapan horizon cukup bumi mencapai lo'Jadi andaikan bisa bulan busur),tapi untuk jarak zenit ;;da kedudukan tidak memp.-r"i di permukaan bumi, ggosudah tidak keliliatan oleh pengamat
il;-'td"k
k;k
il;i;*itk";:.
;'tk"ill'l""
152
Refraksi angkasa Pengamat berada dipermukaan bumi yang diselubungi oleh angkasa. Cahaya benda langit yang sampai kemata pengamat me-lewati angkasa dan akan mengalami gangguan (peredupan, turbulensi dan pembelokan).
Angkasa
bumi bersifat membelokkan cahaya atau
membiaskan atau merefaksi cahaya (bergantung pada panjang gelombang). Akibat refraksi kedudukan benda langit menjadi
iebih tinggi dari seharusnya bila dihitung
denganposisi
geosentris.bleh karena itu walaupun matahari telah mencapai jarak zenit 90o matahari masih berada diatas horizon. Makin dekat dengan horizon makin besar sudut refraksinya (34")' Sketsa sedirhana diperlihatkan gambar 4 pada lampiranB. Besar sudut refraksi fungsi dari tinggi benda langit diperlihatkan dalam tabel iVb pada lampiran dicuplik dari Montenbruck & Pfleger (1989).
Diameter sudut benda langit Diameter linier bulan dan matahari hampir tidak berubah, akan tetapi karena jarak bulan dan matahari berubah dari saat kesaat diameter bundar.bulan dilangit juga berubah' Untuk fenomena terbenam bulan dan matahari informasi diameter bundar bulan diperlukan untuk koreksi posisi geosentris dalam menentukan terbit dan terbenamnya benda langit' Penentuan posisi bulan dan matahari secara geosentris mengacu pada pusat bundaran bulan dan matahari, fenomena terbJnamnya bulan dan matahari adalah terbenamnya seluruh bundaran matahari dan bulan dari horizon pengamat (horizon toposentris), oleh karena itu diameter sudut bulan dan matahari peilu dipertimbangkan. Jadi walaupun jarak zenit matahari
153
sudah 90o setengah bundar matahari masih diatas horizon. Diameter sudut bulan dan matahari bergantung pada jarak bulan dan matahari, rata-rata sekitar 32 menit busur dan semi diametemya l6 menit busur. Kriteria tinggi untuk terbiVterbenamnya benda langit hasil kombinasi fenomena toposentris untuk pengamat pada ketinggian permukaan air laut diberikan dalam tabel IVc pada lampiran.
DIP Kedalaman horizon Penentuan terbit dan terbenam biasanya mempergunakan kedudukan pengamat pada ketinggian permukaan air laut. Bila pengamat mengambil lokasi lebih tinggi, horizon pengamat akan memperlihatkan kaki langit yang lebih dalam. Akibatnya pengamat yang berada ditempat yang lebih tinggi digunung misalnya diharapkan akan mempunyai kesempatan lebih lama dalam mengamati obyek dibandingkan dengan yang berada di horizon pengamat pada tempat yang lebih rendah, dan dapat mengamati obyek langit yang seharusnya tidak terlihat oleh pengamat yang berada pada ketinggian permukaan air laut. Dan bahkan obyek langit yang lebih rendah bisa diamatinya. Deskripsi skematis diperlihatkan dalam gambar 5 pada lampiran B.
Catatan Pengamatan hilal
Hilal termuda atau bulan sabit termuda yang masih bisa diamati dengan mata bugil setelah ijtimaikonjungsi masih merupakan obyek buruan dalam penentuan awal bulan Islam. Selain itu sebagian yang lain tertarik berburu hilal termuda
untuk dapat memecahkan rekor/prestasi pengamatan hilal
termuda yang pernah dicapai sebelumnya dan sebagian yang
lain tertarik berburu hilal untuk memperkaya dunia ilmu pengetahuan.
Sulitnya mendeteksi hilal dengan mata bugil dikarenakan kedudukan bulan berdekatan dengan matahari dan terang hilal
r54
terlalu lemah dibandingkan dengan terang angkasa bumi yang menyebar cahaya matahari. Rentang dinamik terang hilal dan terang langit tidak mudah dijangkau oleh mata manusia yang secara reflek pupil mata mengatur jumlah energi foton yang masuk ke retina. pada saat langit terang diafragma mengecil dan berarti makin sedikit foton cahaya hilal yang sampai ke retina mata dan makin sulit untuk dikenali oleh mata manusia. Untuk pengalaman praktis dapat dilakukan pengamatan bulan kesiangan atau bulan tua pada saat pagi sebelum matahari terbit dan setelah matahari
terbit' makin tua umur bulan makin sulit dikenali dilangit walaupun pada saat matahari belum terbit obyek tersebut dengan mudah dikenal oleh mata bugil.
Pengamatan sistemastis akan memberi informasi telaah batas ambang visibilitas hilal. oleh karena itu pengamatan hilal menunggu kesempatan meredupnya senja diafragma mata pengamat langit malam akan membesar. Membesarnya
diafragma mata berarti makin banyak foton daricahaya hiial yang bisa dikoreksi oleh lensa mata sehingga mempunyai kesempatan untuk bisa dikenali oleh mata manusia bila jumiah foton sudah melewati suatu ambang batas pengenalan obyek. Berapa batas ambang pengenalan obyek oleh mata manusia normal? Apakah batas ambang tersebut sama untuk semua manusia? Kalau tidak, berapa besar deviasinya?
Kesempatan untuk mengamatinya sangat singkat hanya beberapa menit setelah matahari terbenam karena saat ijtima' kedudukan bulan dan matahari dilangit sangat berdekatan. Kondisi kecerahan langit dekat horizon umumnya relatif jelek dibanding dengan cuaca didekat zenit. Hal ini dapat dimengerti karena arah pandang mata manusia ke horizon u[an *"n"mbus
lapisan angkasa bumi yang lebih tebal dan berakibat lebih banyak mengamati ketidakstabilan angkasa. Awan tipis juga akan banyak menghadang arah pandang manusia tL otyet langit diarah horizon. Beberapa persyaratan tentang keberhasilan dalam pengamatan hilal diketahui dari pengalamai pengamatan hilal dan pengetahuan yang bertautan dengan penampakan hilal. Antara lain bulan berada diatas horiion pengamat setelah matahari terbenam, luas hilal lebih dari l%,
155
tinggi hilal >4"(sampai 10") bergantung pada beda azimut bulan dan matahari, makin dekat dengan matahari semakin tinggi persyaratan kedudukan hilal pada saat matahari terbenam agar memungkinkan bisa dilihat, atau umur bulan tidak kurang dari 14 jam setelah konjungsi. Persyaratan itu ada yang masih perlu dikonfirmasi dan diuji ditempat lain, di Indonesia
misalnya. Koleksi catatan (yang benar,cermat
dan
lengkap)tentang keberhasilan, ketidak-berhasilan atau keraguraguan pengamatan hilal merupakan informasi dasar yang sangat penting tntuk menentukan analisis penentuan kriteria penampakan hilal. P endekntan p engamatan atau
pengalaman empiris
Hilal diamati dengan mata bugil manusia lewat jendela
informasi visual. Mata bugil sebagai detektor mempunyai sensitivitas yang sama daerah visual, kecuali malam hari sensitivitas bergeser kearah merah. Kontras hilal terhadap latar depan langit senja sangat lemah. Seberapa jauh kesanggupan mata sebagai detektor sanggup memilah cahaya hilal dan
hilal dengan mata bugil secara sistematis dan dibanyak tempat perlu dilakukan dan dibahas lebih komprehensif dan didiskusikan baik keberhasilan maupun Pengamatan
ketidakberhasilannya. upaya perbaikan dalam persiapan .i;; metodologr dan sebagainya perlu terus dikimburrgkun ug", ini mempunyai makna bagi ilmu pengetahuan *uupL -tradili bagi keperluan agama.
Pengujian batas_ ambang yang ditemukan Danjon
(
1
93O)(pembahasan detail dapat dilihai dalam purwanti, tggi),
kriteria penampakan hilal yang telah diformulasikan
pengamatan
tidak bisa segera dilihat. pengamatan
yang
konsisten dalan jangka panjang akan mengu.npulkun data yani berguna untuk mendeteksi pengaruh variasi musim terhalai
visibilitas hilal. Tujuan akhir untuk menyeresaikan atau
memperkecil kontroversi dalam pengamatan hilal. Profes ionalisme dalam pengamatan
cahaya senja?
da-n
keberhasilan yang lyaL biasa dibeberapa tempat seperti yang pernah dicapai oleh Julius schmidt oulan r5,4jam) da'Rou".t c.victor (bulan l3jam 28menit dapat dilihat dengan binokuler) perlu diuji ditempat yang berbeda seperti di lndonesia. Hasil
hilal
Daya tarik hilal termuda atau bulan tertua yang bisa diamati oleh mata bugil manusia. Menarik karena jarang sekali ditemui penampakkannhya. Bagi pemerhati langit akan cepat sekali rnengukur prestasi dan pengalamannya untuk bisa melihat tandan bulan yang lebih tipis dari biasa yang pemah dilihatnya. Ada perasaan kepuasan dalam memecahkan rekor termuda. Akibat daya tarik ini kadang-kadang laporan pengamatan hilal kurang akurat dan meragukan. Hal semacam ini tidak terjadi di Indonesia saja, diluar negeri seperti di Ingns atau di Amerika bisa terjadi contoh tentang persoalan pengamatan hilal diluar negeri bisa dilihat dalam Schaefer, Ahmad dan Dogget (1993). Karena menarik perhatian banyak orang sehingga banyak yaiig berpartisipasi secara amatiran secara tidak sengaja atau lebih serius untuk mencari hilal karena bisa memecahkan rekor yang pernah dicapai manusia sebelumnya. Dan juga para pemburu komet pada senja hari biasanya dengan tidak sengaja mengamati bulan yang sangat tipis tersebut.
Kekeliruan itu mungkin terjadi (bigi yang tioat ue.-rtrasilpun seharusnya perlu dipertanyakan -"ngupu tidak berhasil?). Pengamat hilal sebaiknya tidak mernpunyai beban p"ruruun untuk bisa berhasil atau tidak berhasil aaram -"ngu-uti hiiui. Berhasil atau tidak semuanya punya peluang yang sama. Ragu_ ragupun juga sebuah hasil dari pengamatan, tidak usah dipaksakan. Kejujuran dan judgement- yang tepat dalam pengamatan hilal sangat penting, karena akan berpengaruh pada kualitas koleksi data pengamatan hilal. kotetsi data pengamatan itu merupakan investasi ilmu pengetahuan masa
156
157
Hilal termuda merupakan obyek langit yang sulit diamati
dengan mata bugil, tipis cahayanya di atas ambang kemampuan daya lihat mata bugil manusia. Sorotan khusus tigi p"ngi_;i
yang berhasil mengamati hilar termuda menia-ar' rui'ah. Pertanyaan yang sering muncul apakah obyek yang Uertrusii diamati benar hilal atau obyek yang rain yang disanlka hilal?
persoalan (dunia akhirat) dan s-ek{igus memperjelas ltu pengamat Beban perasaan kontroversi p",'gu"'utut hilal' akhir Sva'ban' hiial akhir biasanya akan lahir;;;;"g"*atan Z"iqa'dat.' nutnuinu" judgement yang ^';;"gJ;""dan akhir berbeda akan memberi
depan
juga berbeda' Derajat kesiapan berbeda, daya hilat p""gutnutu" pengamatan yang singkat akan -terlatih' mental pengamat pada"watttu sikap independen lebih baik bagi pei!a;;t d"s terpengaruh mudah tidak
ffi;;;:.,g;p",1;^"fi;t"t'itentu benar' jangan pengamat yanf ;t"y" Vuttg,UA"-
oleh hilal a-da iekan yang bisa melihat berkata melihat hilal karena melihat hilal jangan ragu-ragu ;il;; sebaliknya bila vakin *""luiutu" berhasil melihat hilal' p'of"tionalisme sangat diperlukan Pendek tuo t":":utan Ju" it'gotong obvek langit vang sulit' untuk pengamatan il;it;; jangan juga mempersulit kehidupan Sulitnya pengamatanhilal berkaitan erat dengan kita. Pembentukk;^;idp Ltt"U"tmata bugil masih akan prospek pengamatan hilal dengan tentang "*""iU"ti 'toit'iUu'i Uagi dunia ilmu pengetahuan luas' sangat yang neseri visibilitas hilal di ;k";6' Indonesia akan lokasi diuanvak p'orttio"ut pengamatan htf i;;;; di Islam umat pada Indonesia merupakan
;;;fu
to"t"o"'i"'nut i'tu-
bumi lain dan dunia ilmu pengetahuan' TeleskoP dan Pemotretan hilal
untuk dapat memperoleh Pengabadian hrlal akan bermanfaat juga menekuninya' Selain itu gambaran Uugi ptmulu yang ingin
akanbermanfaat'""*tU'utto:"diskusihilaltermudayang praldis penggunaan
t-fru aiuUuAihtt' Untuk keperluan dengan interface kamera dan teleskop kecil yarfi-Aif""gtupl bulan (Rose'1993) pada perlengkapan n"*t'i t^itf ft*"t-*tan dipergunakan sebagai pedoman' iabel V puau fu*pl*" a"p"t cuaca didekat horizon perlu Namun perlu diingat keadaan lama pemotretan' Variasi dipertimbangtu"';i1"k-'p"*"*"" drlakukan apabila beberapa tempo ;;;"1;; lebalknva pemotretan hilal (obyek wahunya rn"-u"gliinttu"' Pengalaman dan digali terus utuk mencapal yang tergolong t"inl p"tfu dica-ri
*""gf.i"
r58
tingkat keberhasilan yang tinggi. Pointing teleskop yang cermat diperlukan untuk bisa dengan cepat menemukan hilal. Hasil pemotretan hilal yang tipis dapat dilihat dalam majalah astronomi Sky and Teleskop atau yang lainnya. Sebagai contoh misalnya Ashbrook (197 L),(197 2),(197 3),(1978),dan ( I 979) di Cicco (1989). Pengamatan bulan dengan teknik inframerah Pengamatan bulan dapat dilakukan dengan wahana antariksa
seperti pengamatan bulan dalam daerah informasi sinar X pertama kali oleh ROSAT (Trumper,!992) dan dengan pengamatan hilal dengan roket yang dilengkapi coronagraph (1966) (Koomen, Tosey, Seal Jr,1967). Pengamatan hilal landas bumi dengan mata
bugil
dan
teleskop optik hanya memanfaatkan informasi dari langit melalui jendela cahaya kasatmata (daerah panjang gelombang antara 3200-8800 angstrom). Dan mata manusia peka pada daerah panjang gelombang kuning (5500 angstrom). Walaupun angkasa bumi tidak transparan terhadap semua panjang gelombang namun masih banyak jendela lain yang memungkinkan
untuk eksplorasi langit antara lain jendela untuk
cahaya
iframerah, microwave.
Ide pengamatan hilal dengan inframerah adalah untuk meyakinkan bahwa obyek yang sedang diamati adalah hilal bukan yang lainnya. Bundaran bulan yang bulat memancarkan radiasi inframerah, cahaya yang tidak tampak oleh mata manusia. Teknik pengamatan inframerah tergolong sulit dan mahal. Pengamatan bulan dalam inframerah dan radar telah dilakukan pada tahun I970an dan sampai sekarang pengamatan bulan dalam inframerah masih dilakukan oleh beberapa grup astronom. Namun tidak ada laporan pengamatan inframerah untuk bulan mati (mugkin posisi pengamatan sulit, kesempatan singkat dan lokasi dekat horizon kurang menguntungkan untuk fotontri inframerah yang cermat) Ada catatan bahwa pengamatan bulan post midnight perlu detektor yang lebih sensitif. Pengamatan inframerah untuk bulanmati di ekstrapolasi dengan pengamatan inframerah pada 1s9
saat gerhana bulan total. Pengamatan inframerah bulan dilakukan pada daerah panjang gelombang 8-20micron. Dengan detector IR Mercury doped, Ge detector didinginkan sampai 2 K (liquid hidrogen). Informasi tentang temperatur bulan diperlihatkan pada tabel VI lampiran A. Telaah detail pengamatan dan emisi inframerah bulan dapat dibaca pada makalah Winter 81972) dan Shorthill dan Saari (1972)
Kesimpulan dari pengamatan inframerah bahwa emisi inframerah bulan tidak homogen. Kondisi temperatur permukaan bulan pada saat pengamatan hilal, daerah bulan yang
tidak tercahayai mempunyai temperatur antara 20 sampai 100 K, untuk daerah yang akan terkenai cahaya mempinyai temperatur sekitar 90 K dan bagian yang terkenai cahaya mempunyai temperatur sekitar 400 K. Pengamatan dengan inframerah selain mahal juga hanya bisa dipergunakan disatu lokasi saja, jadi kesempatan pengamatan disuatu lokasi lebih kecil dibandingkan dengan pengamatan dibanyak lokasi. Umur detektor elektronik tidak panjang (< 7 tahun) juga merupakan tambahan biaya operasional' Aspek positif pengamatan hilal dengan teknik inframerah adalah pengalaman pengamatan inframerah obyek astronomi yang tergolong sangat sulit dan bahkan bila bisa melakukan pengukuran inframerah (idak hanya mendeteksi saja) hilal, hasil pengukuran tersebut masih akan memberi kontribusi pada dunia ilmu pengetahuan.
hilal perlu dicari
dengan
hilal
dengan mata bugil? pelajaran yang bisa aiamll Aari keberhasilan roket coronagraph itu adalah perbedaan metode pengamatan untuk obyek yang sama (hilal termuda) bisa menghasilkan sesuatu yang berbeda. Untuk mancari kriteria penampakan hilal perlu ada acuan yang taat azas atau pegangan dasar metode penentuan hilal dengan ukuran yang uisatilihat dengan mata bugil manusia, kalau tidak persoalan tidak akan selesai karena kita akan terjebak mendiikusikan "hilal yang
berbeda"
Konsentrasi penyelesaian persoalan hilal sebaiknya mengacu pada hilal yang dipergunakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu ukuran hilal yang bisa dilihat denganmata bugil. upaya ilu dan teknologi dalam mencari kriteria visibilitas hi-lal yang disepakati untuk keperluan penentuan awal bulan dalam kalender Islam yang tertib dan mempunyai konsistensi tradisi Islam dari zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang dan
yang akan datang adalah untuk mencari dasar .irt"Besaran terukur hilal
?
Kontroversi yang masih sering terjadi dalam pengamatan hilal baik antar pengamat maupun antar pengamat dan prediksi perhitungan perlu penjelasa yang lebih baik' Selain proses pencarian kriteria visibilitas hilal juga mencari dasar yang lebih kokoh atau konfirmasi yang sudah ada atau menemukan suatu kriteria yang lebih kokoh. Kesepakatan adopsi kriteria penampakan hilal sebagai dasar penentuan awal bulan perlu dicapai setelah melalui upaya eksplorasi ilmu pengetahuan tentang hilal.
160
hilal dengan roket yang dilengkapi
penanggalan Islam yang lebih kokoh.
Mencari kriteria penampakan hilal
Mengapa kriteria penampakan
Pengamatan
coronagraph pemah dilakukan oleh Koomen, tousey dan SeJ Jr pada 12 November 1966. eksperimen tersebut berhasil mendeteksi hilal pada jarak 2 dari matahari memecahkan rekor (pengamatan hilal yang paling dekat dengan matahari ) limit Danjon (1930) yang mengatakan bahwa hilar fidak dapai dilihat pada kedudukan bulan dan matahari lebih dekat dari io . Apakah keberhasilan itu akan mengganti kriteria pengamatan
Kriteria visibilitas hilal termuda perlu dinyatakan dalam
besaran yang diperoleh dari pengamatan (besaran yang terukur)
antara lain tinggi, azimut, jarak busur bulan dan matahari beserta definisi teknik pengamatan dan catatan tambahan bila ada.
Pengkajian masing-masing kriteria dan implikasi jangka gTjalg bagi penetapan ILDL (garis batas pergantian tanglal Islam)
l6l
Posisi
(l). (2). (3). Fotometri (4). (5).
Beda tinggi bulan dan matahari Beda azimutbulan dan matahari Jarak busur bulan dan matahari Luas hilal
Umur hilal Umur (der: ll.bul (t) * Lmth (t)] derajat
Lbul (t) : bujur ekliptika bulan pada saat t Lmth (t) = bujur ekliptika matahari pada saat t
Istambul dan sebagainya. penampakan hilal fungsi dari tinggi hilal dan azimut. Metode dedul
. Menurunkan perumusan penyebab hilal termuda bisa tampak oleh mata bugil. Posisi hilal, daya hilal yang bergant*g puAu jarak ke matahari, ilmu pengetahuan tentang uiiion, meteorologi, angkasa bumi dan lain sebagainya. Membuat rnodel dan membandingkan dengan data pengamatan unfuk menguji keberhasilannya. untuk lebih detaif bisa aititrat dalam schaefer (1988) dan Bruin (1977).
Bila dinyatakan dalan hari : Umur (hari;: umur (der) hari
Kesimpulan
12,9 Fase, F
F:
Yz
[(1
-
cos{umur (der)}]
Ada dua metode untuk mencari kriteria visibilitas penampakan hilal. Kedua metode tersebut adalah metode induksi dan metode deduksi. Metode induksi mempunyai kemungkinan adanya warna validitas lokal yang diuniversilkan. Metode deduksi juga bergantung pada informasi penelitian pendukung lainnya. Kedua metode tersebut diharapkan dapat mempunyai titik temu dengan hasil pengamatan hilal. Pertemuan hasil dari kedua metode tersebut akan memperkokoh dasar ilmu pengetahuan dalam penanggalan Islam. Pencapaian itu tidak terlepas dari kontribusi pengamatan hilal yang profesional. Metode induksi
. Masih banyak pekeq'aan penelitian untuk memperkokoh dasar iptek bagi pencarian kriteria hilal dalam perrentuan u*ai bulan Islam. Pertemuan ilmu falak untuk evaluasi perkembangan hasil-hasil pemikiran dan penelitian dalam negeri maupun dunia intemasional masih dipeilukan. Daftar pustaka ------,,1981, Almanac Hisab Rukyat, Badan Hisab Rukyat Departemen
--:
Agama-Proyekpembinaan Badan peradilan Agama Islam
l992,Minit,Musyawarah Jawatankuasa -penyelarasan Rukyat dan Islam Negara Brunei Darussalam,Indonesia M"l;tii; ;; J3e*iSingapura ke4 tentang penentuan Taqwim Hijriyah iUtq4UZttSgi_ 2020M san simulasi rukyat
----,
l993,Ephemeris
}Iisab dan Rukyat 1994, Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama RI Ashbrook,J 1971, Sky & Telescope August lg1l,Tg 1972, Sky & Telescope Februari, 1gi2,g5 Ashbrook,J 1973, Sky & Telescope June,1973,40i Ashbrook,J 1979, Sky & Telescope April, 1976,403 Ashbrook,J 1978, Sky & Telescope April l97g,i5g
lrlf*"f,{
Merumuskan pengalaman empiris keberhasilan pengamatan ,hilal. Mencari korelasi keberhasilan pengamatan hilal dengan besaran terukur yang diperoleh dari pengamatan (beda tinggi bulan dan matahari, besar luas hilal dan sebagainya). Contoh kriteria yang dikembangkan oleh Ilyas dan Depag RI dan astronom muslim lainnya pada masa silam, Al Biruni, kriteria
t62
-presetation
Bretagnon,P,Simon,Jl and Laskar i tsss of ew solar and Planetary Tables of inter for historical calculation,JHA XVI,39_50 Bruin F,l 977,Vistas in Astron,2l,33 I Di Cicco D,l989,Sky & Telescope,s ept 19g9,322 Chapron Tauze M and Chapront J, lgbg Astron Astrophy,l90,342
r63
Chapron Tauze M and Chapront J, 1991, Lunar tables and Program for 40008C to AD 8000, Willmann Bell,inc.,Richmond,Virginia Danjon, A 1993 ,Ann Obs Strasbourg,3,l39 Danjon, A,1932 L'Astronomie 46,17 Danjon,A,l936,Buletin de la Societe Astronomique de France, 50,57 Doggett, LE Kaplan GH Seidelman, 1991 Almanac for Computer for year. Duffet-Smith,P lg88,Practical Astronomy with your alculation third edition,Cambridge University press,Cambridge Hedervan P l983,in RM Genet (ed) Solar System Photometry,Willmann Bell inc,Richmond, Virginia p 4-l Ilyas,M, I 984,Islamic Calender,Times,Qibla,Berita,Kuala lumpur Ilyas,M,and Aziz l99l Intemational Islamic Calender for Asi Pasific region l41l-1415 H ,Universitas Sains Malaysia
Ilyas,M,and Ismail Z 1992, Toward a Unified word Islamic Calender ,Universitas Sains Malaysia and organitation of islamic Standing
Committee in scientific and Technological Cooperation (COMTECH) Koomen ,MJ,Tousey,R and Seal Jr,1967, in A Dollfus (ed) Cospar moon and Planet II a session of ajoint open meeting of working group, I,II and V of the tenth plenary meeting of Cospar, London, 26-27 luly 1967, North Holland Publ.Co Netherland Lawrence, Jl,lggl,Introduction to Basic Astronomy with PC (Chp 7-8)
Seminar Sehari Lembaga Pendidikan Al Huda, yayasan pTDI, Lembaga Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dan {arian umum pos Kota). Rose,P,1993 Astronomy Now, June 1993,21 Schaefer, B E, Ahmad IA and Dogget LR, eJR.Astron Soc, 34,53
Seidelmann,PK (editor),!993,Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac, US Naval observatory-University Science Book. Shothill, RW and Saari, JM, 1972, lnfrared observation on the Ecklipsed Moon in advances Astronomy Astrophysics, 149 Sprott,J C,l99l, Q.J.R Astron Soc,33,165 Tumasoftware, l989,Astron Info versi 1.0, Sephyir Service
Wesrfall,J.E,l993,in j Muirden. Sky Watcher's handbook, (observing the Modern Moon), WH Freeman Spektrum,Oxford Whitmell,CT., 1972, The Observatory, 34 pp.203,305 -306,37 4-37 s Winter,Df,l972,Infrared Emission from the Surface of the Moon in Advances Astron Astrophys,203.
Lampiran Tabel I Waktu Ijtima
Willmann Inc,Richmoon,Virginia Link,F,l97l,Photometry of Lunar Surface, presented in the NATO advanced study Intitude on Lunar Studies, Patras, Greece, Sep 1971 . Meeus,J,lg82,Astronornical Formulae for calculators,3'd ed,Willman-
Alfiir
Akhir Syaban
T4I4H
Bell,Virginia
Ramadhan
Meeus,J,lg83,Astronomical Tables of the Sun, Moon and Planet,Willman-
Bell,Virginia Montenbruck,O and Pfleger,T lgSg,Astronomy on Personal Computer (translated by S Dunlop ) Springer-Verlag, Berlin (255 pp+x) Moshier,Sl, I 992,Astron Astrophys, 262, 613 Newhall,XX,Standish,EM, Williams J C,1983 Ashon Ashophys, 125'150 Nurahmad, 1993, Peran Geodesi dalam penentua awal bulan lslam, Skripsi jurusan Geoesi ITB Preis, WH Teukolsky,S.A Vetterling WT and Flannery'BP l992,Numerirical Recipes in C, (in pascal+ in Fortran), Cambridge Univesity press Purwanto, 1992, Vrsibilitas Hilal sebagai acuan Penyusunan kalender Islam, Skripsi Jurusan Astronomi lTB. Putro WS, Mustapa, AJ Mulyana,AK',Ramdani,D, Yaranara,K. dan Khafi (astronomical Club Al Farhani-ICMI Belanda) , 19..'.,Mawaqit versi l'0 " (programkomputerlsofuare) Raharto, M, 1990, Kriteria Astronomi tentang penampakan hilal (makalah disampaikan dalam evaluasi hisab rukyat Departemen Agama) Raharto, M, 1990, Lembaga observatorium Bosscha ITB dalam penetapan I
Ramadhan,
I
Syawal dan
l0
Dzulhijjah, (makalah disampaikan pada
r64
Aktir l4l4
Zulqa'dah
H
t4t4H
Lunasi Islam
16.965
16.966
r6.968
-unasi Astr.
880
881
883
10/02/1994
12/03/1994
lt/05/t994
21.30.52
12.05.35
00.07.34*
t0/02/1994
1203-1994
tt/05n994
.Meeus
(l)
Info
l.l
(2)
Mawaqit
l-l
(3)
Ast
:rc (4) faqwim (5) Astr.l994 (6)
21.32
14.06
00.08
tal02n994
12103n994
n/0s/1994
21.32
14.06
00.08
l0/02/r994
t2/03n994
t1/05/1994
21.41
14.06
00.08
t0/02/1994
12/03/1994
tt/05/1994
21.32
14.07
00.08
t0t02/1994 21.30
t2/03/1994
tt/05/t994
*Semua waktu dalam Tabel I dinyatakan Oaiam
165
14.04 Wfg
00.07
1)
Meeus, J,I983, Astronomical Tables of the Sun, Moon and Planets,
Willmann Bell,Inc
2) 3) 4) 5) 6)
Tumasoftware, 1989, Astro Info versi I .0, Zephyr Service Putro et al.(Astronomical Club Al Farghani-ICMI Belanda) IIC (Intemasional Islamic Calender), Ilyas and Azis (1991) Anonim, (1992), Minit-Musyawarah Jawatan Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam Negara Brunei Darussalanl Indonesia, Malaysia dan Singapura ke 4 The Astronomical Almanac 1994
Tabel
Bulan terbenam Selisih (menitl
(wrB)
18.44
18.20
18.03
18.10
-0.7
t7l;22:12
),2
j:04
l: l8:45
)O:52:22
t66''33:14
i:47 :17
l:09:17
176:54:39
t,4
l3:03
:55:07
\:59:.17
!66:56:l I
),5
7:38
5:53:33
5l:49
132:30:l I
):00:00
!l:39:56
l4:00:41
53:01
153:32:19 151
:38:490
l:28:29
13;29:,10
):00:00
t3:29:18
l:32:35
1414 H (12-03-1994)
lln
i65:35:49
l:53:08
l:14:21
\4h
152:38:42
):00:00
t3:32:59
lln
)58:31:56
):26:22
t-a<."1',
l9:'24:07
i:40:25
,.90:.34:27
\4tr
)50:31 :02
):00:00
t3:'12:13
l7:52:42
):53:19
187:54:2O
L = lintang dan B = bujur ekliptika (derajat : menit detik) RA = Asensio Rekta (am: menit; detik) dan Dec = deklinasi (derajat: menit: detik) h = tinggi dan AZ: azimut (derajat menit detik)
III
Ramadhan
:
Iluminasi-persentasi luas bulan yang bercahaya umur bulan (iam: menit)
Um:
(13-03-1994)
18.09
18.44
35
17.46
r8.15
29
Tabel IVa
Akhir Zulqa'dah (11-05-
tge4) Bulan terbenam
L:30:07
!2:10:59
24
1414H
*)
l0:50
l:59:24
{.khir Zulqaid4h 1414 H (l l-05-1994)
t4t4H
t4r4H
).16
132:35:00
vftr
vlh
Akhir Sya'ban
Alfiir
t64:45:37
lln
]ln
(wrB)
"tt-02-1994) Akhir Ramadhan 1414 H (t2-03-1994)
Jm
W
)ec
{khir Syaban l4l4 H (l I -02-1994\
\khir R4lnadhan
Matahari
il
RA
3
\khir Ramadhan l4l4 H (1243-1994\
Tabel II Wakhr terbenam Matahari dan Bulan (Pelabuhan Ratu)
terbenam
III
Posisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam (Pelabuhan Ratu)
7
menit lebih dahulu dari Matahari, tanda positif
menunjukkan Matahari terbenam lebih dahulu baru disusul oleh Bulan'
(iarak rata-rata l (paralaks horison) 1.8 detik busur 184400 km i7 menit busur
l50x 10 km
Vlatahari Julan
p = arc sin (6378/d)
Tabel IVb
t66
r (tinesi)
l0
R(koreksi)
i'3I "
l0'15'
r67
l9'7"
!5'56u
\4'
Tabel [Vc
Tabel VIb
r tinggi geosentris
Vlatahari terbit/terbenam
i0 menit
lulan terbiVterbenam
)8 menit busur
lintang dan planet
14
menit busur
r(K)
Lamda* (maksimum dalam
4iqron)
100
12,75
100
il
to
t55 *) brightness maximum @ta-[ nodyEidiatofl
Tabel V
{sA 400 r/2s
{sA !30
t/60 t/30
1/8
lratio*) i,6
100
t/15
t/t5
ll
t/4 t/2
t/8
l/4 t/2
16
t2
I
t2 +5
+
54
l6
120
)0 ratio
perbandingan antara focus dan diameter obyektifteropong
Atau mempergunakan formula t (detik:0,1 x (f ratio)2 iASA t tempo pemotretan (untuk bulan berumur 3 hari dan 25 hari) lihat Westfall (1993)
:
Tabel Via Kondisi Bulan Mic Eclipse Full moon
20
Quartir
3s8
Anti solar point
120
Before sun rise Eclipse
70-90
407
200 (fist enter umbra)
168
t69
KEPUTUSAI\[ SESSION KE DELAPAN KOMITE PENYATUAN KALENDER HIJRIAH PEIIENTUAN AWAL BULAI\ QAMARIYAH DAi\ HARII{ARI BESAR ISLAM DI JEDDAI{ KERAJAAN SAUDI
ARABIA 18-20 RAJAB WAKTU PADA TENGGANG NOVEMBER 1998 B is m
1419 HJ7-9
ill a h ir r ah m a n i r r a h im
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, shalawat dan salarrr tetap memancar pada utusan yang termulia, Nabi kita
Muhamma.ddanpadakeluarganya,Sertasahababryasekalian' Berkat pertolongan Allah dan keutamaanNya serta limpahan kemurahan dari kerajaan Saudi Arabia cq'Departemen
p"*99T-q Kehakiman, begitu pula karena undangan dari Amanat lJmum, Organisasi konferensi Islam (OKI) diselenggarakanlah session ke delapan Komite Penyatuan Kalendei Hijriyah di kota Jeddah pada tenggang waktu antara 18-20 Rajab-l4|gH,bertepatan dengan 7-9 Nopember 1998 M' Upacara pembukaan diselenggarakan diruang pertemuan universitas Malik Abdul Aziz di Jeddah atas perkenan yang Mulia al-Maliki Al-Amir Naif bin Abdul AzizMenteri Dalam
Tinggi Syekh Shaleh bin Muhammad Al-Luhaidan. Pidato beliau ini disambut oleh Mufti Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Organisasi Ulama, syekh Abdul Aziz bin Bazz, dan presentasi dari Mufti Republik Arab Mesir Syek*r Nashruddin farid Wasil. Sesudah itu berlangsunglah session-session Musyawarah dan tukar pendapat dengan jalan membacakan paper-paper sebagai berikut: 1) Pandangan tentang penyatuan Umat Islam dibawah Pancaran Kalender Hijriah, yang didasarkan pada lahimya Hilal sebelum terbenamnya matahari 2) Penetapan hari Jum'at sebagai hari libur mingguan bagi seluruh kaum muslimin 3) Pandangan tentang berimbangnya penetapan masuknya awal bulan dengan ru'yah. 4) Pandangan tentang perselisihan pendapat mengenai perbedaan mathla'dalam penyatuan Umat Islam, apakah ru'yah suatu negeri sudah cukup dipakai untuk seluruh negeri, atau masing -masing negeri berpegang pada ru'yahnya sendiri. 5) Masalah lahimya hilal dan pandangan tentang pendapat yang menyatakan bahwa lahirnya hilal itu qath'i atau
6)
dhanni. Pandangan tentang permasalahan imka
ru'yah setelah
lahimya hilal.
Negeri.
Upu"utu pembukaan dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-quran. Sesudah itu disampaikanlah pidato-pidato sambutan, masing-masing dari Yang Mulia Pimpinan Umum Organisasi Konferensi Islam, Mufti Kerajaan Saudi Arab11 Yalg Mulia Ketua Majelis Pengadilan tinggi dan Yang mulia Menteri Kehakiman saudi Arabia. Upacara pembukaan ini disudahi dengan pidato pengarahan
olehYangMuliaAl-MalikiAl-AmirNaifbinAbdulAziz Menteri Dalam Negeri. Kemudian para peserta pindah ternpat ke ruang "Istana Konferensi" (ionfeience Palace)' Disitu para peserta memulai kegiatan-kegiatannya, dengan didahului presentasi-presentasi yaig disamfaikan oleh yang Mulia Ketua Majelis Pengadilan
Ikut serta dalam session ini beberapa Pakar Hukum Islam dan Pakar Astronomi yang mewakili negara-negara
1. Kerajaan Yordania 2. Uni Emirat Arab 3. Republik lndonesia 4. Republik Islam kan 5. Bahrain 6. RepublikNasionalis 7. Republik Turki 8. Republik Tunisia 9. RepublikNasionalis
Bangtladesh
Aljazair
10. Kerajaan Saudi Arabia
:
dengan syarat bahwa terbenamnya bulan terjadi setelah
11. RePublik Senegal 12. RePublik Sudan 13. RePublikhaq 14. Qathar 15. Kuwait 16. MalaYsia 17. RePublik Arab Mesir 18. RePublikNigeria
terbenamnya malahari, menurut waktu Makkah A1-
Mukarramah,atau negara-negara yang lain, yang mengalami malam hari yang sama sebagiannya, yang memungkinkan hilal dapat diru'yah, sebagai bukti masuknya bulan. Ketentuan itu akan dilakukan oleh Komite Khusus yang mempersiapkan perhitungan guna 2)
Ikut serta pula dalam session ini
Organisasi Persatuan Fiqh
Malik Islam Jeddah dan beberapa Pakar Astronomi universitas Universitas Ilmu Pengetahuan Malaysia di Penang'
S;;,
unlversitasMalikbinAbdulAziz,yangikutmelibatkandiri dalam kesibukan session ini.
Setelah dilakukan pembahasan dari masing-masing gaqer' yang dikemukakan paia sidang komite dan setelah dilakukan
dialog, juga setelah terjadi pertukaran pend9nlt, Hijriah ini ffiailah .".rriotit" delapan, Penyatuan Kalender p"ai t"t"ttendasi berikui : Sebenarnyalah session ke delapan Komite Penyatuan Kalender Hijriah untuk menentukan p""""t"* p"i-rrluutt awal bulan Qamariah dan Hari-hari Besar irlam, mempedomani keputusan Mu'tamar Penentuan Awal gdutt qamaiiiah yang diselenggarakan di Istambul' pada bulan dan Nop"-i". 1g7gM, din Kepuiuian lVlu'tamar Perwakafan di Kuwait' Urusan Agama yang lain yang diselenggarakan
i"t"
Islam yang lain' Malaysia -pin dan di Negara-negara nomo] memperhatikan Keputusan Persatuan Fiqh Islam di diadakan yang e ,yuitZ,yang dilahirkan aatam session ke 3' M' e-ou"iutt"n l4O7 Hbertepatan dengan tahun 1986 c(q) yang bur, *"tnttjuk pula pada kiputusan nomor 16 ayat 8 dan keputusan dilahirkan dalam Mitamar Fiqh Islam yang ke 8
no*o, 25
ayat 25c yang dilahirkan dalam session ke 25
Mu'tamar Islam Menteri-menteri Luar Negeri' Sessioninimembuahkanrekomendasisebagaiberikut: 1) Menyiapkan perhitungan Penyatuan Kalender Islam' yang mengikat negara-negara Islam' yang didasarkan padi saat iatrirnya trilalsebelum terbenamnya matahari'
t72
penyusunan kalender tersebut. Menentukan hari jum'at sebagai hari yang resmi di seluruh negara Islam
libur mingguan
Menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan dan masuknya bulan Dzulhijjah cukup dengan jalan ru'yah syariyyah yang terbebas dari dusta, baik secara ilmiah atau rasional, ataupun secara indrawi sesuai dengan firman Al1ah SWT: (Maka barangsiapa menyaksikan masuknya bulan itu, berpuasalah), dan dengan mengamalkan sabda Nabi SAW (Berpuasalah kamu sekalian karena melihat hilal,dan berbukalah kamu sekalian karena melihat hilal. Kemudian bila hilal itu tertutup awan sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban itu 30 hari). Dan sabda Nabi SAW (Jangan kamu sekalian berpuasa sebelum kamu melihat hilal) 4) Menerbitkan majalah ilmiah yang mjemuat Topik Astronomis yang ditulis oleh cendikiawan dan Ulama dari berbagai disiplin ilmu Syariah dan Astronomi 3)
dengan
tiga bahasa (Arab,Ingris dan Perancis).
Kemungkinan keterkaitan dalam penerbitan majalah ini akan menjadi sempurna bila didukung oleh Organisasiorganisai, Persatuan Fiqh Islam, Organisaso Konferensi Islam,Lermbaga Penelitian Ilmu Falak dikota Al-Malik
Abdul Aziz Al-Ilmiah, Universitas Ilmu Pengetahuan Malaysia di Penang dan semua Persatuan Fiqh Islam dan lembagalembaga Ilmiatg di negara-negara Islam. s) Memegangi pendapat yang disepakati oleh pesrta yang terdiri dari Ulama Falak, yang terdiri dari 12 orang, sebagai anggota delegasi dari negara-negara peserta, yang mjengatakan bahwa lahirnya hilal bersifat qathi
173
bukan dhanni, yang harus diperhatikan
dalam
penetapan terj adinya ru'yatul hilal
6\
Membentuk Komite Ilmiah Khusus yang bertugas meneliti program khusus satelit buatan yang Islami, seperti diusulkan oleh Mufti Republik Mesir Dr'Syekh Nashr Farid Muhammad Wasil, sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Organisasi Konferensi Islam tentang Pembentukan komite itu'
Pada vpacaft penutupan session-session, Yang Mulia
Menteri Kihakiman Kerajaan Saudi Arabia Dr.Abdullan bin Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syekh menyampaikan rasa terima kadsih yang memdalam kepada Yang Mulia Raja Fahd bin Abdul Aziz, pemelihara kedua masjid Al-Haramain, kepada yang Mulia Ketua Pelaksana dan kepada yang terhormat wakil
Ke1* II pelaksana atas kesetiaannya melangsungkan sessionsession dan pelayanannya terhadap para tamu, serta sambutannyayang sangat ramah terhadap para delegasi'
Sekitar penetapan awal Bulan Qamariah di Indonesia B i s mil I a hir r o h m an i r r o h im
Setelah terj adi kesenj angan sidang-sidang Komite Penyatuan Kalender Uiiiiah. Pemerintah Republik 1:rdonesia menyambut gembira upubilu Komite Penyatuan Kalender Hijriah bermaksud
tetry"t"ttggarakan sidang ke 8 dikota Jeddah' Demikian pula kaum Muslimin di Indonesia sangat mensyukuri dan berteima kasih kepada Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, yang telah bersedia untuk membantu terselenggaranya session yang ke 8 dari sidang -sidang Komite Penyatuan Kalender Hijriah' Sebenarnyalah Komite Penyatuan Kalender Hijriah ini telah
melangsungkan sidang-sidangnya secara berulang kali' Sidang yang pertama dilaksanakan dikota Istambul pada tanggal2T-29 itof"*U", 1978. dan yang ke 7 dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 27 luni-l Juli 1987. Sesudah terselenggara sidang yang ke 7ini, terjadilah kemacetan dalam waktu yang cukup lama' Maka bila Komite Penyatuan Kalender Hijriah sekarang telah siap untuk menyelenggarakannya lagi, kami menyampaikan
174
syukur Alhamdulillah dengan menumpahkan harapan agar agar supoaya Allah SWT memberikan bimbinganNya dan semoga
membuahkan keputusan-keputusan
yang berfaedah bagi
kemashlahatan kaum muslimin.
Baik pula dikemukakan bahwa setelah te{adinya kemacetan sidang-sidang dan setelah lama menunggu pemberitahuan adanya kegiatan Komite Penyatuan Kalender Hijriah, Indonesia bersama-sama dengan negara-negara ASEAN mengadakan sidang berkali-kali guna menyatukan langkah penyatuan penetapan awal bulan Qamariah terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah seperti penetapan bulan Ramadhan sebagai pelaksanaan kewajiban berpuasa, penetapan awal bulan Syawal untuk memenuhi ketentuan berhari raya dan penetapan awal bulan Dzulhijjah untuk menentukan Idul Adha. Dalam sidangnya yang berulang kali, yang dihadiri oleh delegasi negara-negara Brunei Darussalam, lndonesia, Malaysia,dan Singapura, telah terjadi persepakatan tentang penetapan imka Ru'yah guna penetapan awal bulan Hijriah dengan syarat-syarat tertentu : l) Penetapan awal bulan Qamariah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan pelaksanaan ibadah tertentu, dan tidak berhubungan dengan hari-hari besar Islam, ditetapkan dengan Ru'yah atau hhisab denan syarat agar jarak sudut ketinggian hilal pada saat matahari terbenam tidak kurangt dari 2 derajat 2) Adapun penetapan awal bulan Qamariah yang ada
sangkut pautnya dena ibadah tertentu dan ada hubungannya dengan hari-hari besar Islam, seperti
penentuan awal bulan Ramadhan, awal bulan Syawal
dan awal bulan Dzulhrjah diharuskan dengan
3)
memperhatikan ru'yah dan hisab secara serenpak dengan syarat ketinggian hilal pada saat matahari terbenam tidak kurang dari 2 derajat dengan tambahan syarat bahwa tenggang waktu antara terjadinya ijtima dan terbenamnya matahari tidak kurang dari 8 jam. Tiap+iap anggota diharuskan menyampaikan hasil ru'yah masing-masing dan menyerahkan pelaksanaan
t75
itsbat awal bulan qamariah kepada otoritas dari masing-masing negara.
Kami meyakini bahwa ketentuan ini tidaklah bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Komite Penyatuan Kalender Hijriah pada sidangnya yang pertama di Istambul yang menyatakan bahwa untuk kemungkinan terjadinya ru'yah harus dipenuhi dua syarat yang fundamental, yaitu: a. Jarak sudut antara matahari dan bulan, tidak boleh kurang dari 8 derajat, setelah terjadinya ijtima dengan pengertian bahwa permulaan ' hilal dilihat berkisar antara 7-8 derajat, akan tetapi disepakati untuk memegangi 8 derajat atas dasar kehati-hatian. Ketinggian hilal dari ufuk tidak boleh kurang dari 5 derajat pada saat matahari terbenam. Ketentuan itu dapat diperkuat kebenarannya bila ketinggian hilal di Indonesia dan negara-negara ASEAN sudah mencapai 2 derajat, maka ketinggian itu akan menjadi 5 derajat di negaranegara sekitar laut tengah dan ketinggian itu akan bertambah di negara-negara sekitar laut Atlantik. Berdasarkan ketetapan-ketetapan yang diberikan oleh negara-negara ASEAN yang bersangkutan dengan penentuan awal bulan qamariah dan dengan memperhatikan kaidah imkan ru'yah kami sampaikan ke hadapan sidang jadwal penentuan awal bulan qamariah yang bersangkutan dengan pelaksanaan ibadah danyangberhubungan dengan hari-hari besar Islam dari tahun 1998-2020M, yang bertepatan dengan tahun 1419-1441 H. Disamping itu perkenankanlah kami menyampaikan harapan pada Ketua Sidang Komite Penentuan Kalender Hijriah, agarsudi kiranya menerima usul sidang Istambul untuk
b.
Pehyatuan Kalender
Hijriah dapat ditaati oleh
Al*rirnya kami mengharapkanagar supaya Allah melimpahkan keridhaanNya dan memancarkan cahaya Islam pada sidangsidang komite ini, kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Jakarta
Nopember 1998
Delegasi Indonesia
l.lDrs. H. Taufiq, SH.
MH
2.Drs.H.AbdurRachim
setiap
anggota/sebagai pelaksana dari keputusan itu, lagi pula agar berkenan kiranya menambah anggota baru terdiri dari negaranegara ASEAN dan negara-negara lain yang ingin ikut serta dalam memperkuat Komite Penyatuan Kalender Hijriah ini.
t76
l
t77
BEBER,A.PA FAKTOR YAI{G MENYEBABKAN
DITOLAKIryA LAPORAN RUKYAT Drs. H. Wahyu Widiana, MA Pendahuluan
Idul Fitri sejak dulu memang sering terjadi, baik antara pemrintah (baca Departemen Agama) dengan sebagian masyarakat, maupun antara golongangolongan dikalangan masyarakat itu sendiri. Nampaknya perbedaan itu merupakan suatu hal yang lumrah, walaupun Perbedaan penetapan
sebetulnya tidak dikehendaki. Namun demikian, perbedaan Idul Fitri dua tahun yang lalu secara berturut-turut sangat menarik
untuk dikaji. Ini merupakan fenomena baru yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dahulu, umumnya perbedaan itu disebabkan karena menurut perhitungan hisab hilal telah wujud, namun tidak berhasil dirukyat. Akibatnya orang yang berpegang pada hisab berlebaran satu hari lebih dulu dari orang yang berpegang pada rukyat. Pada dua tahun terakhir adalah sebaliknya. Orang yang berpegang pada rukyat justru berlebaran lebih dulu dari orang yang berpegang pada hisab. Ini disebabkan karena menurut hisab, hilal masih dibawah ufuk, namun ada beberapa orang yang melaporkan telah berhasil melihat hilal. Sebagian masyarakat menerima laporan tersebut, dan sebagiannya menolak. Departemen Agama sendiri menolah laporan hasil rukyat tersebut. Ada beberapa alasan mengapa laporan hasil rukyat ditolak. Alasan-alasan tersebut adalah bahwa laporan yang sampai kepada Hakim Pengdilan Agama tidak meyakinkan bahkan menimbulkan keraguan, keterangan yang di;aporkan tidak sesuai degan ilmu hisab yang mu'tabar, dan konsekuensinya Hakim Pengadilan Agama tidak mengitsbatkan kesaksian tersebut.(1)
Itsbat Hakim Dalam kitab Al Fiqh 'Ala Mazahib Al Arba'ah disebutkan bahwa ulama-ulama Syaf iyah mensyaratkan adanya itsbat
hakim/pemerintah untuk penetapan hasil rukyat dan penetapan wajibnya puasa atau berbuka. Sedangkan Mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali tidak mensyaratkannya. Namun demikian, menurut ketiga mazhab tersebut jika hakirr/pemerintah telah
menetapkannya, maka seluruh kaum muslimin wajib mengikutinya, sebab keputusan Hakim akan menghilangkan perbedaan (2). Secara eksplisit dalam kitab itu ditulis, dalam hal ini sudah "muttafaq' alaih"(3), semuanya sepakat. Di Indonesia, Presiden yang dipilih oleh MPR yang mayoritas mewakili umat Islam, menunjuk Menteri Agama sebagai pembantu Presiden yang diberi wewenang mengurusi masalah-masalah yang berkaitan dengan Agama termasuk penentuan hari raya Idul Fitri (4). Untuk melaksanakan tugasnya, Menteri Agama setiap tahun memerintahkan Pengadilan Agama seluruh Indonesia untuk melaksanakan rukyat yang harus dilaporkan malam itu juga dengan interlokal melalui petugas khusus penerima laporan (5). Laporan-laporan dari Pengadilan Agama dibahas oleh Sidang Itsbat yang dipimpin oleh Menteri Agama dan dihadiri oleh wakil-wakil dari ormas Islam, MUI, instansi teknis terkait, para ahli hisab rukyat dan undangan lainnya. Dengan demikian di lndonesia, pelaksanaan penetapan I Syawal tersebut, tidak saja sesuai dengan keterangan fiqh terutama fiqh syafi'tyah, tetapi juga ditetapkan melalui demokratis yang melibatkan unsur-unsur ulama, para ahli hisab rukyat dan ahli-ahli disiplin ilmu lainnya, seperti Meteorologi & Geofisika, Planetarium dan Dinas Oseanografi.
Ada beberapa keuntungan mengapa hasil rukyat harus diitsbatkan oleh Hakim. Pertama, itsbat Hakim diperlukan untuk mendapatkan keabsahan. Kalau hasil rukyat dikatakan sebagai alat bukti yang akan drjadikan dasar dalam penetapan hakim, maka alat bukti tersebut haruslah terlebih dahulu diuji kebenarannya. Pengujian kebenaran hasil rukyat disii tidaklah diperlukan terlalu mendetail, yang jelas cukup meyakinkan hakim bahwa apa yang dilaporkan adalah benar dan tidak meragukan. Nabi sendiri jika menerima laporan rukyat, dan masih ragu terhadap pelapor, beliau "meneliti" identitas pelapor, dengan bertanya tentang keislamnya (6).
179
Kedua, itsbat Hakim diperlukan untuk mencegah kerancuan sistem pelaporan. Pelaksanaan rulcyat merupakan hak dan sekaligr.rs kewajiban kaum muslimin. Para ulama dari berbagai mazhab, kecuali golongan dari Hanabilah, menyatakan bahwa rulryat adalah wajib kifayah (7)' Oleh karena itu kaum muslimin tidak dilarang, bahkan dianjurkan utuk melaksanakan rukyat. Pelaksanaan rukyat bukan monopoli penguasa atau ulamasaja' Namun demikian, bukan berarti setiap laporan dari kaum muslimin otomatis harus diterima kebenaranny4 dan dijadikan dasar untuk penetapan satu Ramadhan atau satu Syawal. Jika
setiap laporan harus diterima kebenarannya tanpa melalui pemeriksaan dan itsbat Hakim maka masyarakat akan mudah dikacaukan oleh laporan-laporan bahkan isyu-isyu yang tidak
benar. Seminar Sehari Hiab Rukyat tentang Pemantapan Kaedah-kaedah Penetapan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah (8) menyatakan antara lain "I-aporan Rukyat diteliti kebenarannya oleh Hakim Pengadilan Agama".
Ketiga, itsbat Hakim diperlukan untuk menyatukan umat. Dengan disyaratkannya itsbat Hakim dalam penerimaan hasil rulcyat seperti dikatakan oleh ulama-ulama Syaf iyah, rnaka berarti laporan rukyat yang tidak diitsbatkan tidak sah. Dengan demikian, penetapan pemerintah yang wajib diikuti oleh seluruh kaum muslimin akan bertumpu pada suatu dasar yang kuat, yaitu laporan yang telah diitsbatkan, bukan kepada sembarang laporan yang tidak melalui pemeriksaan dan itsbat Hakim. Jika hal ini berjalan, maka persatuan umat akan tercapai, sebab laporan-laporan yang tidak melalui dan tidak dibenarkan Hakim dengan sendirinya akan tertolak.
Hal-hal Yang meragukan masalah mengapa laporan hasil rukyat tidak diterima dan tidak diitsbatkan oleh Hakim, padahal si pelapor yakin telah melihat hilal dan berani untuk disumpah. Jawabnya sederhana : Hakim tidak yakin terhadap kebenaran laporan
Kini timbul
tersebut. Keyakinan hakim merupakan faktor yang sangat penting dalam menetapkan suatu putusan. Sudah barang tentu,
180
keyakinan itu timbul didasarkan pada konsep-konsep ilmu yang dimiliki atau kenyataan empiris yang ia alami. Dari dua kasus Idul fitri yang lalu nmpaknya ada beberapa hal yang dapat meragukan Hakim untuk dapat menerima kebenaran laporan rukyat. Pertama adalah faktor cuaca. pada saat dilaksanakan rukyat di Ujung Pangkah Gresik menjelang Idul Fitri L4l2 H, keadan cuaca sangat jelek, awan tebal menutupi ufuk barat sehingga matahari saat terbenam tidak terlihat. Dalam suasana seperti itu dikatakan ada beberapa orang yang telah melihathilal sementara sebagian besar peserta rukyat lainnya tidak melihat (9). Demikian pula keadaan di Cakung
Bekasi dalam pelaksanaan rukyat Syawal 1413 H yang lalu (10). Dikedua peristiwa tersebut, hakim berada ditempat rukyat bersama-sama para peserta lainnya. Cahaya hilal menjelang awal bulan sangatlah lemah dan sangat tidak kontras dengan warna langit yang melatar belakanginya, apalagi,umurnya baru beberapa jam setelah terjadi ijtima. Disamping itu, posisi hilal setelah ijtima masih sangat dekat dengan matahari, sehingga pengaruh sinar matahari terhadap mata si pengamat masih sangat dominan. Besarnya sinar hilal, yang, yang berumur sekitar 4 jam pada tanggal23 aret 1993 saat matahari terbenam di Cakung, baru mencapai 0,00199 bagian sinar hilal yang mungkin untuk dapat dilihat (11). Keadaan cuaca dan besarnya sinar yang dipantulkan oleh hilal itu sendiri disamping faktor lainnya sangat memperbesar kemungkinan hilal untuk dapat dilihat. lainnya yang dapat mampengaruhi hilal untuk dapat - -Faktor dilihat adalah jarak hilal dari ufuk (irtifa'), selisih azimuth arftara matahari dan bulan (difference in azimuth),3rmur bulan setelah ijtimalq jarak sudut bulan dan matahari (angular distanca) dan selisih waktu ghurub matahari dan ghurub bulan (12). Ukuran yang dikemukakan oleh para ahli observasi berbeda satu sama lain, terganhurg dari pengalaman mereka dalam melakukan observasi. Yang jelas, ukuran tersebut masih jauh diatas pengalaman terlihatnya hilal di Indonesia. Sebagai contoh, faktor ketinggian hilal minimu yang dapat dijadikan ukuran t'rtuk dapat terlihabrya hilal adalah 5 dirajat dengan
181
dari 2 derajat 48 menit sebab I derajat berarti 4 menit waktu, atau 15 menit busur sama dengan 1 menit waktu. Saadoe'ddin Djambek pemah mengemukakan bahwa hasil poerhitungan hisab dapat menyatakan satuan busur sampai detik, bahkan dapat lebih kecil lagi, yang masih belum dapat disamai laporan pelaksanaan rukyat karena kita masih belum mempunyai alat yang cukup untuk itu (17). Ini berarti bahwa laporan hasil rulcyat sulit untuk enyatakan satuan derajat sampai detail. Jika kita perhatikan tujuan rukyat, penyebutan bilangan derajat secara detail kurang diperlukan. Laporan rukyat cukup menyebutkan perkiraan ketinggian hilal dalam satuan derajat
syarat jarak hilal dari matahari 8 derajat. Llkuran ini dijadikan syarat oleh Koferensi Penyatuan Kalender Hijriah tahun 1978 di Istambul (13). Di Indonesia sendiri sering dilaporkan hilal dapar
terlihat dibawah ketinggian 5 derajat sampai
2
detajat. Dan
pengalaman-pengalaman di Indonesia masih dipertanyakan oleh
Ini
menunjukan bahwa melihat hilal menjelang tanggal satu bulan Qomariah adalah sangat sulit. Kita sering terkecoh oleh keadaan awan dan sinar di ufuk barat. Drs. Darsa S, seorang astronomer Indonesia dan menjabat sebagai Direktur Planetarium dan Observatorium Jakarta menyatakan didepan sidang Itsbat penentuan 1 Syawal 1413 H bahwa sinar lampu para nelayan ditengah laut dapat mengecoh mata seolah-olah sinar tersebut tampak sepert I hilal. Pengalaman-pengalaman mudah terkecohnya mata si pengamat dibuktikan pula oleh ahli Planetarium selama 4 hari berturut turut sejak tanggal 1 sampai 4 Juli 1992 dan dihadiri oleh
para ahli astronomi.
bulat, sebab perkiraan tersebut dapat diukur dengan
sekitar 20 orang para ahli hisab rukyat dari Indonesia, Singapura dan Malaysia (14). Tidak kalah menariknya, pengalaman terkecohnya mata penyair Taufiq Ismail yang mengira awan sebagai hilal pada saat dilaksanakan rulcyat di Iowa Amerika Serikat oleh masyarakat Islam disana (15). Ini semua menunjulkan bahwa kita harus berhati-hati dalam
umum seperti ukuran derajat dalam penerimaan
t82
laporan
rulcyat(19).
Ketiga, adalah tentang bentuk dan posisi hilal. Penyebutan bentuk dan posisi hilal seperti "hilal terlihat disebelah utara atau selatan tempat terbenam matahari dan menghadap keatas agak ke utara atau ke selatan", dan sebagainya, hanyalah untuk
menerima laporan melihat hilal. Disini pulalah pentingnya itsbat dari seorang hakim yang mengetahui teori-teori serta trampil dalam praktek-praktek hisab rukyat. Kedua, hal yang dapat meragukan seorang hakim atau siapa saja yang mengetahui teori observasi adalah ketinggian hilal yang dilaporkan oleh orang yang menaku telah melihat hilal. Pada Idul Fitri 1413 H, dilaporkan hilal telah terlihat dengan ketinggian 2 derajat 48 menit busur selama l lmenit. Rulqyat tersebut dilakukan tanpa mempergunakan alat ukur satuan
derajat yang detail seperti thedolit atau teleskop (16). Lalu tirpbul pertanyaan, alat apakah yang dipergunakan untuk mengukur ketinggian hilal sampai sedetail itu. Pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Ada dugaan bahwa ketinggian tersebut merupakan data hasil hisab, bukan data hasil rukyat. Dugaan ini semakin kuat setelah melihat hubungan ketinggian hilal dengan lama hilal. Lama hilal terlihat 11 menit merupakan konversi
alat
sederhana seperti gawang lokasi, busur derajat, mistar radial bahkan hanya dengan bantuan tangan yang diulurkan secara lurus hidepan wajah atau mata si pengamat dan mempedomani lebar jari tangan sebagai ukuran derajat(l8). I-aporan detail akan menyulitkan si pelapor dan tidak diperlukan untuk kepentingan rukyat. Oleh karena itu Seminar Sehari Hisab Rukyat menyarankan Departemen Agama (baca : Pengadiian Agama) untuk tidak mensyaratkan hal-hal yang sulit diketahui
'
membantu meyakinkan Hakim dalam menerima kebenaran laporan rulryat. Penyebutan bentuk dan posisi hilal tersebut tidak perlu detail, atau bahkan jika tidak yakin posisinya dari matahari atau dari titik barat lebih baik untuk tidak disebutkan. Penyebutan data tersebut bukan merupakan suatu syarat yang harus dipenuhi oleh si pelapor rukyat. Namun demikian, penyebutan bentuk atau posisi hilal yang salah dan diyakini si pelapor, akan membuat keraguan Hakim untuk menerima laporan tersebut. Dalam kasus I Syawal l4l3 , telah datang ke panitia Sidang ltsbat, tiga orang kaum muslimin yang baru selesai melaksanakan rukyat di komplek PLTU ancol Jakarta Utara. Para pelapor menyatakan bahwa malam hari itu setelah
183
matahari terbenam 8 (delapan) orang telah melihat hilal sekitar satu setengah derajat dengan posisi hilal yang telunkup, dengan
membuat gambar posisi hilal yang "tanduk"nya mengarah kebawah. Para pelapor membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa hilal yang dilihatnya berbentuk demikian (20). Dari kasus itu, jelas bahwa bentuk hilal yang dilaporkan akan menimbulkan keraguan Hakim atau si penerima laporan atas kebenaran isi laporan secara keseluruhan. Walaupun si pelapor yakin bahwa yang dilihahrya adalah hilal, apalagi 8 orang telah melihatnyadalam bentuk yang sama, yaitu hilal telungkup, namun ilmu pengetahuan dan logika akan menolaknya. Hilal adalah tidak lain dari bagian bulan yang menerima sinar dari matahari. Hilal terlihat melengkung seperti sabit disebabkan poisisi bulan berada diantara bumi dan matahari, dan sudut pandang antara bulan dan matahari tidak besar. Akibatnya bagian bulan yang terkena sinar matahari tampak seperti sabit. Semakin besar sudut pabdang antara matahari dan bulan semakin besar bagian bulan yang kena sinar matahari tampak dari bumi. Pada saat sudut pandang hampir mencapai puncaknya, yaitu 180 derajat, pada saat itu permukaan bulan yang kena sinar matahari hampir seluruhnya tampak dari bumi. Dalam keadaan seperti itu, bulan tampak sebagai piringan yang bulat penuh, yaitu terjadi pada saat bulan purnama (21). Dari keterangan itu dapat diambil kesimpulan bahwa bulan terlihat dari bumi karena ia menerima sinar dari matahari. Oleh karena itu, pada saat bulan sabit, bagian hilal yang tebal ada diarah yang dekat dengan matahari. Jadi jika matahari selesai terbenam, hilal yang kelihatan akan tampak melengkung dengan "tanduk"nya mengarah ke atas, bukan telungkup mengarah kebawah. Dukungan hisab
rya hal yang meragukan menambah keyakinan Hakim untuk menolak laporan melihat hilal. Hal-hal yang meragukan pada kasus Idul Fitri yang lalu dilengkapi dengan Banyuk
tidak adanya dukungan hasil hisab yang mu'tabar.
184
Laporan rukyat, dianggap tidak sesuai dengan hasil hisab hakiki bittahkik/qo thi (22). Data hisab untuk I syawal l4l2 H hampir sama dengan I Syawal l4l3 H, bahkan untuk 1 Syawal l4l4IJ tahun depan. Data tersebut menunjukkan bahwa ijtima terjadi pada tanggal 29 Ramadhan sebelum matahari terbenam. Pada saat matahari terbenam, menurut sistim hisab Almanak nautika, New Comb, Jean Meeus,. Hisab Hakiki, Al Khulashah Al Wafiyah, Nurul Anwar, Menara kudus dan Islamic Calender, posisi hilal masih dibawah ufuk; sedangkan menurut sistim Sullamun Nayyirain, Fathur Rofiil Manan dan Al-Qowaidul Falakiyah, hilal sudah diatas ufuk (23). Sistim-sistim hisab kelompok pertama (yang menyatakan hilal masih dibawah ufuk), dalam langkah langkah perhitungannya sudah menmpergunakan ilmu ukur segi tiga bola (Spherical Trigonometry), mamasukkan koreksikoreksi yang cukup banyak, memperhitungkan posisi pengamat (Lintang dan Bujur tempat) dan posisi matahari dan bulan seperti deklinasi dan sudut waktu. Adapun sistim-sistim hisab kelompok kedua (yang menyatakan hilal sudah diatas ufuk), tidaklah demikian. LangkahJangkahnya masih sangat sederhana dengan sistim tabel tanpa mempergunakan logaritma atau rumus-rumus segi tiga bola. Ketiga sistim hisab dari kelompok kedua menentukan langkah perhitungan tinggi hilal (irtifaul hilal) dengan cara yang sama yaitu mencari selisih saat ghurubusy syamsi dengan saat ijtima, lalu dibagi dua. Hasilnya merupakan tinggi hilal (dalam derajat) saat matahari terbenam (24). Kitab Sullamun Nalyirain itu sendiri menyatakan bahwa perhitungan itu merupakan perkiraan (25). Oleh karena itu dalam menjelaskan batas hilal untuk dapat dilihat, kitab ini mengemukakan pendapat yang menyatakan bahwa minimal ketinggiannya harus 9 derajat, 7 derajat atau 6 derajat, selanjutnya dikatakan tidak ada ketentuan pasti (26). Dari proses perhitungan dan data yang dipergunakan, bahwa kelompok kedua hanyalah merupakan perhitungan taqribi yang sangat bermanfaat untuk menentukan perkiraan secara cepat. Sedangkan sistim-sistim dari kelompok pertama merupakan sistim-sistim perhitungan yang lebih teliti, sebab selain rumusrumusnya sudah mempergunakan ilmu ukur segitiga bola, juga
185
koreksi-koreksi yang dipakai cukup banyak' Apalagi sistim Almanak Nautika, yani di lrdonesia dikembangkan oleh H.Saadoeddin Djambek, mempergunakan data yang up to date
yangditerbitkansetiaptahun.AlmanakNautikaitusendiri iikJuatkatt oleh Dinas Oseonografi TNI Angkatan Laut sebagai reproduksi dari The Nautical Almanac yang diterbitkan
olehtqasama Royal Greenwich Observatory England
df Y! (27).
Naval o-bservatoryuSA, dan dipakai secara Intemasional Almanac Nautika, selain dipergunakan oleh jurusan astronomi ITB, planetarium, Badan meteorologi & Geofisika dan para navigator, juga merupakan rujukan Departemen Agama dalam ,n.nyutntt hari-hari libur nasional dan kalender Islam' Sistim-sistim hisab kelompok pertama diatas secara tidak
langsungdiakuiolehSKMenteriAgamaNo84tahun1993 yang terrlarrg penetapan Tanggal I Syawal 1413 H sebagai hisab
mu'tabar. Hal ini disebabkan secaraeksplisit sK Menteri Agama tersebut menolak laporan rukyat dari Bekasi dengan salah satu alasannya adalah "tidak sesuai dengan hisab yang mu'tabar"' Sebetulnya cukup banyak qaul ulama yang menyatakan
jika hisab qottrl naat menyatakan hilal tidak mungkin diruky; maka kesaksian seseorang telah melihat hilal harus ditolak (28). Demikian pula para ulama terkemuka pernah
bahwa
bermusyawarah di Lembang tahun 1956 dan merumuskan suatu
ketentuan bahwa bila hisab menyatakan hilal belum mungkin untuk dapat dilihat, lalu ada orang melaporkan telah melihat hilal, maka kesaksian itu hanya berlaku bagi orang atau orangorang yang melihat aja, tidak untuk umum. Kesaksian tersebut ditolak oleh Pengadilan Agama (29). Tujuan ketentuan tertentu adalah untuk menghilangkan kesimpangsiuran berita -berita
Penutup Dengan ditolaknya laporan hasil rukyat
Catatan kaki
l) Surat keputusan Menteri Agama RI no 84 tahun 1993 tentang Penetapan tanggal I Syawal l4l3H. 2) Abdunahman Al Jaziri, kitabul Fiqh'Ala Madzahibil Arba'ah juz I, Darul Fiqri, Beirut, tanpa tahun hal.55l 3) 4) 5)
periiiwa 1
6)
7)
186
Ibid Keputusan Presiden no 251 tahun 1967 tentang Hari hari libur Perintah rukyat tahun 1993 adalah berupa surat Direktur Pembinaan Menteri Agam No Badan Peradilan Agama Islam, EV1HK.}3.2lA2/26193 tanggal S Januari 1993. Pengadilan Agama adalah unit kerja di lingkungan Departemen Agama yang sejah zaman dahulu melakukan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan hisab rukyat, disamping melaksanakan tugas pokoknya menerima, memeriksa dan
An
mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Belakangan dipertegas oleh putusan Ketua mahkamah Agung no 004/SWIll92 tanggal 24 Februari 1992 bahwa salah satu tugas
untuk mengacau masyarakat beragama (30)' mungkin hanya -Syawal
kesaksian rulcYat Yang meragukan'
Syawal dua tahun
berturut-turut tidak dapat diterjemahkan bahwa Departemen Agama tidak menggunakan dasar rukyat dalam menetapkan 1 Syawal dan 1 Ramadhan. Departemen Agama senagai pengayom seluruh umat beragama selalu berusaha memadukan perbedaan-perbedaan dan mengakomodasikan pihak-pihaj yang berbeda. Hisab dan rukyat dipandang sebagai dua cara yang tidak saling bertentangan. Keduanya jika dilakukan dengan bgenar akan saling menguatkan satu sama lain dan akan memperoleh hasil yang sama. Sungguh tepat apa yang telah ditetapkan dalam rangkuman Hasil Seminar Sehari Hisab Rukyat tahun1992 bahwa "tanggal 1 Ramadhan dan I Syawal ditetapkan oleh Menteri Agama berdasarkan pada pelaksanaan rukyat yang sesuai dengan hisab yang akurat (haqiqi bittahqi/qothi) dan kepada hisab tersebut".
rukyat yang dimuat dalam harian-harian, yang maksudnya
dua tahun berturut-turut menggambarkan ada kesepakatan sistim hisab mana yang belum masih bahwa dianggap hakiki bittahkiki atau qothi yang dapat menolak
I
Kepaniteraan Hukum adalah melaksanakan hisab rukyat, sedangkan di pengadilan Tinggi Agama adalah melakukan pembinaannya. Hadits riwayat Abu Daud dari ikrimah dari Ibnu Abbas, Asy Syaukani, ailul Authorjuz Iv, musthofa al Bady al Halaby, Mesir tanpa tahun hal 209 Abdurrahman Al Jaziri,Loc Cit
187
g)
9) l0). 1l)
Seminar sehari hisab rukyat tentang penetapan Kaidah-kaidah penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah diselenggarakan tanggal 27 April 1992 di Jakarta diikuti oleh peserta-peserta dari unsur ormas Isiam,departemen Agama, Instansi teknis terkait dan para ahli hisab rukyat. Seminar ini dilajutkan dengan Musyawarah Evaluasi Pelaksanaan kegiatan Hisab Rukyat sampai tanggal 2Mei 1992 di Tugu,Bogor Wawancara dengan H Zainal Abidin Abubakar, Sh bekas ketua PTA surabaya yang mengikuti rukyat di Ujung Pangkah Laporan ketua Pengadilan Agama Bekasi No.PA.il5NHK'03'2/385/93 tenlang hasil rukyat hilal awal Syawal 1413 H. ketua sendiri memimpin langsung pelaksanaan rukyat di Cakung. Data ukuian hilal menjelang awal bulan Qamariyah 1991 sampai 2020 yang dipersiapkan khusus untuk delegasi Indonesia pada Musyawarah Keempat Jawatan Kuasa Penyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam Negara Bruei darussalam, Indonesia,Malaysia dan Singapura di Jakarta tanggal I sampai 5
Juli 1992'
12) Muhamjad llyas,
A
to Astronomical Calculation of & Qibla, Berita Publishing SDN'BHD,Kuala
Modem Guide
Islamic Calendar, Times Lumpur,1984,hal 82-1 I
l.
13) Konierensi diikuti oleh Wakil dari
19 negara dan 3 organisasi Islam
ini
lain memutuskan pembentukan Komisi Penyatuan Kalender Hrjriyah yang beranggotakan l0 megara yaitu : Aljazair, Bangladesh, antara
Indonesia, Irak, Qatar, Kuwait, Mesir, Saudi Arabia, Tunis dan Turki' Komisi tersebut telah bersidang selama 7 kali, yang terakhir di Jakarta tahun 1987. Hasil-hasil yang telah dicapai adalah perhitungan tahun Hijriyah sampai tahun 1991. Sampai sekarang pertemuan-pertemuan terseLut masiir belum berjalan lagi, sejak terjadinya kasus perselisihan
2l)
W.Schroeder,Practical Aatronomy,Wamor Laurl€,London
22) Istilah
hisab hakiki bittahqiq/qoht'i muncul pada Seminer Sohut
27 April
ilmu Ukur Bola.
23) Ditbinbapera Islam,Himpunan Dokumen Penetapan Tanggal
Jakarta3l Maret 1993
17)
1413 H Saadoeddin jambek, Penetapan tanggal
I
I
Syawal
Al Mansyuriyah, Jakarta, tanpa tahun, hal 8; Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abd.Hamid, Fathur Roufil Manan, Menara Kudus, Kudus, tanpa tahun, hal 14; Abd Fatah Sayid at Turhy, Al Qowaidul Falakiyah, Al Mattabah asy Syabiyah, Beirut, tanpa tahun, hal Madrasah Khairiyah
58
25) Muh.Manshur bin Abd Hamid, Ibid 26) Ibid hal 9 27) Dinas Hidro Oseanografi THI AL ,Almanak Nautika l993,Iakarta
1992
hal 1-3 28) Al qolyubi,Hasyiatani ala Syarh Al Maliki, juz I, Musthofa al Baby al Sahalaby Waauladuhu, Mesir, 1956, hal 49.; Ahmad Muh Syakir, Awailusy Syuhuril Arabiyah, Musthofa al Baby Sahalaby Waauluduhu, Mesir, 1939, hal 9 29) Saadoeddin Djambek,Loc Cit
30)
rbid
dan
Syawal
bulan Qomariyah di Indonesia,
makalah yang disampaikan pada Musyawarah Alim Ulama dan Ahli
8)
ZO; Oalam kejadian tersebut, penulis sebagai Seketaris Panitera ikut menerima para pelaPor
188
I
24) Muh Manshur bin Abdul Hamid, Sullamun Nayyirain, risalah, I
Hisab Rukyat, di Jakarta tanggal 5-6 luli 1974 Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, Pedoman Tehnik Rukyat' fzikirta, 1983/1984, hal 27-36; Bahagian Hal Ehwal Islam, Beberapa aspek Astronomi, Bahagian Hal Ehwal Islam, Kuala Lumpur, 1986, hal 21. 19) Lihat no 8
t
lllnb
l4r3 H
Taqwim Islam Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura, Jakarta, tanggal 1-5 Juli l992,hal5 f S) Taufiq Abdullah, Rukyah di Bukit Ladang Jagung lowa, Harian Pelita,
16) Ditbinbapera Islam,Himpunan Dokumen Penetapan Tanggal
123.
1992, dikemukakan oleh KH Noor Ahmad SS. Pesantren Kriyan Jepara dan Drs.H.Taufiq, SH untuk menunjukkan sistim dari kitab-kitab yang telah ada mempergunakan kaidah-kaidah Rukyat
Irak-Kuwait
14) Minit Musyawarah Keempat Jawatan kuasa Penyelarasan Rukyat
l9!6,hrl
r32
189
HIJRIAH : PEIYETAPAI\ TANGGAL 1 SYAWAL 1414 BEBERAPA KEMUNGKINAN Drs. H. WahYu Widiana' MA Pendahuluan dua tahun Peristiwa perbedaan penetapan tanggal I syawal ,".iu berturui turut masih segar diingatan kita- pada y"tg 1412 iuiin WgZ,Mentri Agama menetapkan tanggal 1 Syawal sebagian il^ij""rti"trt pada harinhad, s Apiil 1995, sementaraDemikian i992' April 4 Sabtu, pada hari
ilt
trity"tit",
BAB
berlebaran
1413 tahun 199i, Mentri menetapkan I Svawal il;;;J; jatuh sementara 1993' pada hari Kamis, 25 Maret iiiiriri, pada hari ;;i;; masy'arakat ada vang sudah berbuka 1993' konis memang'
pada hari Selasa, 23 Matet hukum yang sama' Umat Islam yang sama' tinggal pada daerah bahkan tiga hari hari dua tout"ritrt yung i;'*u-pada
ii"i,i,u"f*""
;"dil; yang berbeda. sepertl rnl " ft"rnurrg, ada yang -yaigmengatakan bahwa perbedaan -"ruputu""'hal
*ujut, - sebab merupakan lapangan
merasa bahwa perbedaan fiilrubiyurt. Namun slbetulnya,kita tidak, tetangga kita tersebut cukup memprihatintan. Betapa makan dan minum' *b.lth sudair bertakbir, shalat 'ied'puasa atau sebalilnya' r"-""ot" kita masih terus melakukan s"mucum ini tidak V"tt f.Ufft *.rry"dihkun lagi, perbeduatt saling dan j;;;s ;;"imbulkan adanva ialing mengejek pada pertentanean. d11 menyalahkan, yang akhirnya menjurus keadaan seperti.ini ;;trffi;; umat.-Walau'bagairnanapun' dan hanya akan Islamiyah ;il;, merugikan u}Jruwai tidak senang kepada Islam' *.igttt*gti'tt pihak-pihak yang Islam masih umat Keadaaan tersebut *"nggu*butkut bahwa sependapat bahwa belum dapat bersatu, *fiuupttn kita semua kewajiban kita semua'. m€njaga persatuan adalah merupakan Lalu, bagaimanakah kemungkinan penetapan- !u"gg?l^l Maret 1994 Svu*ui'r+fiUqrintt yang akanlatuh pada bulan 1 SV-ayal penetapan ini? akankah teaaaannya"sama dengan Islam p"A"-i"ftt" lggz din igglt ' Atau'akankah semua umatDalam sama?' yang 'tnJonrriu idul fitri pada saat 1
-.ruyutu,,
190
PENETAPAN AWAL BULAN SYAWAL RAMADHAN, DAN DZULHIIIAH
TINJAUAN DATA 1 SVAWAL I4I4 H DENGAN ACUAN HASIL TTISAB Darsa. Sukartaredia
tidak akurat. Perhifi,rngen ketinggien hital dltrhlen datgan menggunakan ufuk riar'i dirnakeudhn uaqt. kepaluen
Pendahuluan
paralaks bulan, refralsi cahaya, scmidiametcr bulcn dan tetinggian mata pengamat. Jika koreksi tidak dilalarkan, maka hasil ferhitungan berlaku untuk di pusat bumi, bukan bagi
Kedudukan rembulan pada tanggal 29 Ramadhan 1414 H yang jatuh pada tanggal 12 Maret 1994 saat matahari terbenam
iruttipi. sama dengan kedudukannya pada akhir Ramadhan ijtima tahun lal,r, yaitu pada tanggal 23 Maret 1993' Waktu 14:14 WIB dan pada tahun fuJu an"" iqq: terjaai pada pukul ini pukul 14:05 WIB. Waktu ijtima itu suatu saat yang sama
hasil bagi seluruh tempat didunia dan oleh karena itu berbagai perhitungan Hasil sama' p"ihit rrrgun waktu ijtima seharusnya yurrg ut irut biasanya kalau ada perbedaandibawah 1 menit' Maret b"U""tupu sumber aimanak astronomi pada tanggal 12 1994 ijtima terjadi jam (14:05 + 00:01) WIB' Uniuk menunjukan apakah hilal rembulan pada tanggal,l2 itu sudah berada di atas ufuk atau belum, penulis menggunakan ilmu ukur bola dan data ephemeris astronomi 1994' ferhitungan 'eerhitrrrlatt dikoreksi oleh paralaks rembulan, refraksi cahaya, pengamat semi diameter rembulan, sementara ketinggian mata di dari permukaan laut dianggap nol' Ketinggian hilal dihitung. iZ t"-p"t yang terdapat didalam wilayah Nusantara' Rembulan padasaatmata=hariterbenamdibeberapatempatyangdipilihitu terada di sebelah utara matahari, dengan selisih azimut antara 4o ,6
osampai 5o.
p"trfuirrutut . Koreksi-koreksi aepotti diacbuthn dldepan heru: aiUt*un sesuai dengan pengaruh yang dlaklbatken olch
pengamat di permukaan bumi.
-
Pada 12 tempat yang telah ditentukan hasil perhitungan dengan cara tersebut diatas seperti pada tabel berikut : Ketinssian hilal 2l'4.alet1994 120 135 T L\B 907 105 T T +10 oJ,r -00.6 -10.0 -1 0.5 08 -20.3 0 -1",3 -1".4 -1 -10 -1o,8 -2",2 -2,6 -30 .0 L: lintang tempet Ketinggian mata diatas permukaan laut :0
B : bujur tempat;
Dari tabel diatas terlihat bahwa ketinggian hilal pada 12 Maret atatt 29 Ramadhan unii;li seluruh Indonesia masih negatif, sekalipun pada hari itu ijtima terjadi sebelum matahari terbenam.
Ketinggian hilal di Indonesia Posisi benda langit dinyatakan dengan acuan tata koordinat
atau bola langit. Oleh karena itu jarak antara dua benda langit tata perubahan tempat sebuah benda langit adalah unsut-unsur koordinat horizon' 'Didalam ephemeris astronomi letak setiap benda tlg1t oleh dinyatakan daiam tata koordinat ekuator atau ekliptik. dihitung akan langit tur"nu itu jika ketinggian benda harus berdasarkan data-data yang ada pada ephemeris'
Untuk Mekah ketinggian hilal pada hari yang sama 3o,04 (Djoni Dawanas,1994) dan ijtima bertepatan dengan jam 10:05 waktu setempat.
Bulan Lebih Dahulu terbenam Seperti di tahun lalu ijtima pada allrir Ramadhan ini terjadi pada iiang har, yaitu pukul 14:05 WIB. Pada saat itu matahari dan bulan berada pada bujur ekliptika. Banyak yang mengira bahwa ijtima terjadi sebelum matahari terbenam, maka pada saat matahari terbenam hilal pasti wujud. Pendapat seperti itu
digunakanrumus.rumusilmuukurbola.Bilatidak,hasilnyapun 206
201
tT
tidak selalu benar, karena masih tergantung kepada posisi bulan, tempat pengamat (lintang tempat) dan tanggal kejadian. Dalam waktu antara tanggal 22 Desember dan 22 Juni
matahari bergeser tempatnya dari selatan ke utara. Bujur ekliptika matahari sebelah utara bagi seluruh tempat di Indonesia pada sore hari lebih rendah dari matahari sendiri. oleh karena itu ketinggian bulan pada waktu ijtima lebih rendah dari matahari, karena rembulan berada di sebelah utara matahari. Daftar ephemeris menunjukkan, sejak ijtima sampai waktu matahari terbenam perubahan sudut jam, matahari 15"0,2 tiap jam, sedangkan rembulan 14" 34,1 tiap jam. Perubahan sudut jam bulan lebih kecil daripada matahari dan kejadian berlangsung pada 12 Maret (antara 22 Desember dan 22 Junl), maka kesemuanya itu membuat rembulan terbenam lebih dahulu daripada matahari. Jika ijtima terjadi jauh lebih pagi memang akan teq'adi sebaliknya untuk keadaan di bumi ini. hanya dengan menggunakan rumus-rumus segitiga bola kita dapat menghitung ketinggian secara eksak. Jadi, secara singkat karena bulan terletak di sebelah utara matahari pada akhir Ramadhan ini dan waktu ijtima untuk keadaan sekarang terlalu dekat ke saat matahari terbenam, menyebabkan ketinggian hilal negatif. Penampakan Hilal Batas penampakan atau visibilitas hilal termuda hanya dapat diperoleh melalui pengamata (empiris). Hal ini telah diteliti para ahli sejak beberapa abad silam dan menghasilkan kriteria penampakan hilal. Dalam astronomi tercatat adnya laporan pengamatan hilal termuda, yaitu pada umur bulan 13 jam 56 menit setelah ijtima (Sky and Telescope tahun 1972). Hasil pangamatan yang dapat direkam dengan film pada umunurya didapat untuk bulan berumur lebih 21 jam. Akan tetapi sekalipun panampakan hilal ditentukan oleh umurnya, para peneliti melihat penampakan itu sangat erat hubungannya dengan selisih azimut antara bulan dan matahari atau jarak sudut bulan-matahari. Dalam penelitian itu data-data diperoleh dari pengamat dengan mata telanjang dan yang
208
menggunakan binokuler. Data yang dikumpulkan masing_ masing oleh Fortherningham, Maunder dan dalam Indian Ephemeris (Ilyas, 1984) secara umum menunjukkan bahwa ketinggian paling kecil penampakan hilal adalah 6. , terjadi kalau selisih azimut matahari dan bulan 23" . Harga ketinggian itu makin besar untuk selisih azimut makin kecil, dan men;adi sekitar l0o ,4 sampai 12" pada selisih azimut 0. (bulan persis tegak diatas matahari). Sedangkan secara teoritis baik menurut Maunder dan Bruin maupun menurut Ilyas ketinggian hilal yang mungkin terlihat mendekati harga minimum 4o , yaitu jarak sudut matahari-bulan lebih dari 50. Mereka mendapatkan sudut itu minimum 10o ,5. Jika didasarkan kepada kriteria yang dijelaskan diatas, keadaan hilal pada tanggal 12 Maret 1994 jelas tidak mungkin dapat diamati (terlihat), karena tidak mencapai batas minimum kriteria manapun.
... -,/-rt/\
\fr
o
-/{
,".r_r)
L
209 tll
Persamaan dan Perbedaan Hasil Hisab Berdasarkan rekapitulasi data hisab awal bulan Syawal Fodhennohem
:>_ \ lndaan
r = .9
perbedaan
si
stem perhitungannya.
Hasil perhitungan waktu ijtima yang bersumber
I .q
Jarak sadul Maleheti . Bulan
2t0
l4l4
H yang dihimpun oleh Direktorat Pembinaan Badan peradilan Agama Islam Departemen Agama, dari 16 sumber yang dihimpun terdapat 4 penghisab yang menghasilkan waktu ijtima pada 12 Maret 1994 sangat jauh berbeda dari 14:05 WIB, dengan selisih lebih dari 15 menit. Diantaranya ada yang berbeda lebih dari 1 jam. Perbedaan itu sangat besar kemungkinan dari data epoh yang tidak akurat karena belum terkoreksi oleh presesi bumi. Kecuali itu masih juga ada pada
Almanak Nahdhatuk Ulama, Sullamunnayyirain, Fathurrau Fil Manan, Qowaidul Falakiyah dan Nurul Anwar berbeda cukup mencolok dengan data kami maupun I I sumber lainnya yang terus dikembangkan dalam astronomi modern. perbedaan itu berarti perbedaan pula dengan data yang terdapat pada berbagai ephemeris yang beredar dan diakui ketelitiannya didunia. Dengan demikian jelas dirasa perlu untuk mengevaluasi sumber dan sistem yang berbeda jauh itu agar ditemukan cara untuk mengoreksinya, bila mungkin. Hasil perhitungan ketinggian hilal pada 12 Maret 1994 dat'. hampir seluruh sumber yang lima itu menunjukkan angka positif, malah ada yang mencapai 2o 29", sementara sumber yang lain semuanya negatif untuk hampir di seluruh Indonesia. Tampaknya diwaktu mendatang harus ada kegiatan yang menggalang semua pihak (ahli falak Indonesia) untuk mempelajari sistem paling maju yang berkembang sekarang, agar kita tidak terlalu ketinggalan. Masalahnya ketepatan itu mutlak penting agar hasilnya betul-betul mempunyai arti dan bermanfaat. Generasi yang akan datang akan menyalahkan kita bila kita membiarkan perbedaan itu tanpa ada upaya untuk memperbaikinya. Jika tidakpun, mengingat hal itu jelas merupakan kebutuhan, sementara dunia komunikasi dan sarana pertukaran ilmu akan berkembang makin cepat, maka akan muncul kelompok-kelompok cendikiawan muslim seperti telah
2tl
dimulai sekarang. penggalangan dan pemanfaatan
potensi seperti itu seharusnya sudah dirasakan perlunya sejak sekarang.
Rukyat Hilal
Dengan pendapat tidak ada yang dianggap lebih penting atau sebaliknya antara hisab dan rukyat, penulis mencoba membuat makalah ini dengan acuan hasil hisab, karena hal itu sudah bisa dibuat jauh sebelumnya, sedangkan rulcyat baru dilaksanakan dengan menanti waktunya datang. walaupun demikian penulis
Isue yang menyatakan bahwa Indonesia ada kelompok yang
mengacu pula pada pengalaman atau data empiris yang
melulu berpegang pada hisab dan menganggap tidak perlu diadakan rulcyat atau juga yang sebaliknya diwaktu mendatang
berkaitan dengan rukyat, yakni tentang visibilitas hilal. Hanya dengan mengacu kepada data-data yang sudah ada itulah kita
tidak akan populer. Sebaliknya dengan bertambahnya
dapat memperkirakan apa yang bakal terjadi, kecuali yang ditentukan oleh seleksi alam.
pengetahuan masyarakat tentang kedua hal itu, orang akan mengatakan hisab dan rukyat merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Artinya dua-duanya sama-sama dipraktekkan atau diamalkan dan dunia iptek dengan sendirinya akan memasuki keduanya. Tanda-tanda bahwa masyarakat ilmuwan tidak puas terhadap cara dan hasil rukyat, karena meragukan, sudah ada dan cukup beralasan.Hal ini harus dijadikan tolok ukur untuk menyadari bahwa masyarakat makin berfikir logis dan majrt. Cara-cara yang dilakukan selama ini sudah dianggap tidak cocok lagi atau
tidak tepat dengan perkembangan iptek sekarang. alternatifaltematif pemecahan masalah yang terkait pada pelaksanaan rukyat, seperti halnya juga pada hisab yang dikemukakan
Kepustakaan Djoni Dawanas, Kemungkinan
penampakan Hilal untuk Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal 1414H; makalah pada Koordinasi Pelaksanaan Hisab Rukyat, Tugu 3l Januari-l Pebruari 1994. Ilyas Mohamad, A Moder Guide to Astronomical Calculations of Islamic Calender, Times and Qibla, Berita Publishing Sdn,Bhd, 1984. Joseph Ashbrook, Sky and Telescope,February 1972. Sky and Telescope, June 1973. Almanak Nautika tahun 1994, dikeluarkan oleh TNI-AL, Dinas . Hidro-Oseanografi. Meeus, Jean, Astronomical Tables of the Sun, Moon and Planets, Willmann-
Bell Inc., 1983.
sebelum ini, tidak perlu dibatasi atau disepelekan. Rukyat hilal yang dilaksanakan pada tanggal 12Maret 1994,
bila dilihat dari sudut teori kemungkinan (ilmu manusia) ada kemungkinan tidak sempurna atau gagal karena cuaca buruk. Tetapi jika kita berasumsi cuaca akan seratus persen jernih, kemungkinan tampak atau tidaknya berdasarkan data hisab (ilmu manusia) seperti telah dihimpun itu, secara objektif lebih besar kemungkinannya tidak tampak karena belum wujud. Jadi,
kemungkinan tidak berhasil itu cukup besar. Jika hilal tidak terlihat pada 12 Maret, hilal perlu dirukyat pula pada 13 Maret, jika" kita hendak mengecek ketelitian hasil hisab, walaupun sudah tidak diperlukan lagi bagi penetapan 1 Syawal l4l4H.
Penutup
212
213
KEMUNGKINAN PENAMPAKAI\ HILAL UNTUK
PENDNTUAN AWAL RAMADHAN DAN SYAW AL I4I4 H
Djoni N. Dawanas H Pendahuluan
Hilal adalah bulan sabit yang pertama kali dapat dilihat dengan mata bugil setelah terjadi konjungsi (ijtima')' Untlk mengamati hilal syarat utamanya adalah Bulan harus berada diatas ufuk pada saat Matahari terbenam. Kalau syarat pertama
maka akan sia-sia saja mengamati hilal' Karena itu supaya pengamatannya efektif dan efisien, diperlukan pengetahuan mengenai posisi hilal pada waktu akan diadakan pingamatan. Akan tetapi walaupun menurut hila! hilal sudah berada diatas ufuk, namun belum tentu juga hilal tersebut dapat diamati. Banyak faktor yang mempengaruhi penampakan hilal, selain keadaan cuaca saat pengamatan faktor iain adalah, kemampuan mata manusia, kecerlangan langit senja, paralal
ini tidak dipenuhi,
beberapa orang.
Kecerlangan langit senja akan mempengaruhi pengamatan hilal, kondisi langit yang redup akan memberikan kesempatan kepada mata manusia untuk dapat melihat hilal dengan baik'' Kondisi langit yang redup itu terjadi pada saat Matahari terbenam, karena itu untuk dapat melihat hilal dengan baik
pengamat yang ada dipermukaan Bumi menyebabkan terjadinya paralaks horison. Dalam pengamatan benda-benda langit yang jauh seperti bintang-bintang, perbedaan acuan antara pusat Bumi dan permukaan Bumi ini tidak berpengaruh, tetapi untuk pengamatan benda-benda langit yang dekat seperti Matahari dan Bulan, efek paralaks horison ini sangat berpengaruh sekali. Sebagai contoh koreksi paralaks horison untuk Matahari sekitar 9", tetapi untuk Bulan bisa mencapai 1o. Dalam perjalannya ke permukaan Bumi, cahaya bendabenda langit akan melewati angkasa Bumi. Angkasa Bumi ini bersifat membiaskan atau merefraksikan cahaya, dan akibatnya, pengamat di Bumi akan melihat benda-benda langit lebih tinggi dari seharusnya. Efek refraksi angkasa Bumi akan semakin besar di dekat horison yaitu sekitar 34".
Dalam pengamatan hilal, ketinggian pengamat dari permukaan laut akan mempengaruhi pengamatan. Pengamat yang berada pada lokasi yang lebih tinggi, akan mempunyai horison (ufuk) pengamat yang lebih dalam daripada pengamat yang berlokasi ditempat yang lebih rendah. Akibatnya, pengamat ditempat yang lebih tinggi akan mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk mengamati benda-benda langit yang berada disekitar horison. Besar jarak sudut antara Bulan dan Matahari serta ketinggian hilal di atas ufuk (atau beda azimut antara Bulan dan Matahari serta ketinggian hilal diatas ufuk) pada saat Matahari terbenam (lihat gambar l), sudah lama diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi pengamatan hilal. Karena itu untuk keberhasilan dalam pengamatan hilal diharapkan para pengamat hilal nlengetahui terlebih dahulu besarjarak sudut antara Bulan dan Matahari serat tinggi hilal diatas ufuk pada saat Matahari terbenam.
diperLukan pengetahuan cara penentuan waktu Matahri terbenam. Pen garuhkecerlangan langit senj a dalam pen gamatan hilal ini akan dapat diperkecil apabila beda sudut antara Bulan dan Matahari cukuP besar.
Perbedaan acuan dalam penentuan posisi benda-benda langit
yang menggunakan pusat Bumi sebagai acuannya dan posisi
2t4
215
yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, orang-orang Babilonia Kuno menyimpulkan bahwa biasanya hilal mulai dapat dilihat setelah umur Bulan lebih dari 24 jam setelah konjungsi. Dengan pengandaian bahwa Bulan dan Matahari terpisah dalam bujur langit dengan kecepatan setengah derajat per jam,maka kriteria orang Babilonia untuk menentukan awal bulan adalah sebagai berikut: Awal bulan dimulai jika beda as s ensiorekta antara Bul an dan Matahari s ekurang-kurangny a 12'. Menurut Ilyas (1984), kriteria ini masih dipakai oleh para ahli hisab sampai abad XV. Forteringham (1910) menurunkan kriteria penampakan hilal berdasarkan hasil pengamatan beberapa orang di Yunani. Kriteria Forteringham ini kemudian diperbaiki oleh Maunder
(19i Gambar I
Bola langit yang memperlihatkan saat Matahari terbenam, 0 adalah Bumi, B adalah Bulan dan M adalah Matahari. Azimut Matahari dinyatakan panjang busur dari titik utara sampai titik X, sedangkan azimut Bulan dinyatakan oleh panjang busur dari titik utara sampai titik Y. Beda azimut Bulan dan Matahari, dinyatakan oleh busur XY, tinggi Bulan dari ufuk (horison) dinyatakan oleh busur BY, sedangkan jarak sudut antara Bulan dan Matahari, dinyatakan oleh busur BM.
Kriteria Penampakan Hilal Diatas telah disinggung bahwa jaraj sudut antara Bulan dan Matahari (atau beda azimut antara Bulan dan Matahari) serta tinggi hilal saat Matahari terbenam merupakan faktor yang mqnentukan keberhasilan pengamatan hilal. Dari kedua faktor ini para peneliti berusaha menentukan kriteria, yaitu pada jarak sudut dan ketinggian berapakah hilal dapat diamati dengan mata bugil. Penentuan kriteria ini sudah sejak lama dilakukan sejak zaman Babilonia Kuno. Berdasarkan data pengamatan hilal
2t6
1) yang selanjutnya dikembangkan lagi dalam Indian
Ephemeris (1979). Ketiga kriteria ini diperlihatkan dalam tabel l.Dari tabel ini dapat dibaca bahwa hilal akan tampak apabila tinggi Bulan dari ufuk dan beda azimut antara Bulan dan Matahari (dAz) lebih besar daripada nilai-nilai yang ada dalam tabel tersebut.
Selisih Azimuth 0" 50
100 150
230
Tinooi Bulan dari ufuk Maunder Forherinqham 11" 12 100,5 1 1",9 11".4 9o,5 1
8',0
1',0
60
7,70
lndian Eph 100,4 100
9',3 80,0 60,2
Danjon (7932, 1936) mengadakan penelitian terhadap hasil pengamatan bulan sabit muda, yang telah dilakukan bertahuntahun. Dari hasil penelitiannya ini Danjon memberikan kriteria penampakan hilal berdasarkan jarak sudut Bulan dan Matahari yaitu, hilal akan tampak apablla jarak sudut Bulan dan Matahari lebih besar dari 7" (lihat juga Purwanto, 1992). Hasil penelitian Danjon ini selanjutnya diperbaiki oleh Ilyas (1988) yang mengatak4n bahwa hilal akan dapat dilihat apabila jarak sudut antara Bulan dan Matahari lebih besar dari 10,5o.
217
Konferensi Kalender Isram di Istambur pada tahun r97g seperti yang dikutip oleh Dizer (19g3) menetapkan kriteria sebagai berikut : Awar bulan dimutrai jika jarak'busur an,ara -a' Bulan dan Matahari tebih besar dari ai, finggi buran dari ufuk pada saat Matahari terbenam lebih besar airf 5". sampai saat ini di Indonesia belum ada kriteria khusus mengenai penampakan hilal ini. Walaupun demikian, berdasarkan data yang ada, Departemen Agima RI (Depag) ta-mpaknya menggunakan kriteria tinggi hilal minimal Z; Aiata's ufuk mar'I sebagai patokan awal bulan. Akan tetapi kriteria ini juga tampaknya tidak selalu diikuti, karena meskipun tinggi hilal kurang dari2o,tetapi ada laporan keberhasilan *t yut yo:rig sah, maka laporan tersebuit akan dijadikan patokan untui penetapan awal bulan seperti yang terjadi pada penentuan tanggal I Ramadhan 1390 H (1970 M). pada-wakfu itu yaitu tanggal 30 Oktober lgT0,Depagmenerima laporan bahwa hilal dapat dilihat, sehingga Depag menetapkan I Ramadhan 1390 H jatuh pada tanggal 3l oktober tgzo. Namun berdasarkan perhitungan kami, pada tanggal 30 Oktober 1970 itu, ketinggian hilal diatas ufuk pada waktu Matahari terbenam adalah, 0""it; 34" (0",23) dan jarak sudut antara Buran dan Matahari adalah 5o 07' 39*, jadi posisi Bulan diatas ufuk masih dibawah 2". Apabila kita bandingkan dengan kriteria-kriteria yang lain, tampaknya kriteria yang dipakai oleh Depag sangat meragukan karena j auh dibawah kriteria-kriteria lainnya.
Hilal untuk I Ramadhan dan I Syawal
l4l4}d
Seperti telah dibicarakan diatas untuk dapat melihat hilal dengan baik dan supaya pengamatan tidak sia-sia diperlukan posisi Bulan pada saat Matahari terbenam. Daia posisi {ata Bulan ini hanya dapat diperoleh dengan perhitungan (hisab). Karenl itu untuk pengamatan hilal guna penentuan tanggal I Ramadhan dan I Syawal l4l4 H, telah dihitung posisilplosisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam serta waktu terjadinya ijtima' (konjungsi) dengan menggunakan komputer untuk beberapa kota di Indonesia. Hasirnya diperlihatkan pada tabel 2, dan sebagai pembanding, daram taber tersebut dibeiikan
juga posisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam untuk kota Mekkah.
Dari tabel I dapat dilihat bahwa untuk awal Ramadhan l4l4 H, ijtima' teqadi pada tanggal 10 Februari 1994 jam2l:30 WIB atau 22:30 WITA atau 23:30 WIT, jadi pada sore tanggal l0 Februari 1994 di seluruh wilayah Indonesia, hilal tidak mungkin diamati. Dengan demikian karena tanggal 10 Februari lgg4 berkesesuaian dengan tanggal2g Sya'ban 1414, maka bulan Sya'ban digenapkan menjadi 30 hari (istihnal), jadi I Ramadhan l4l4H akan jatuh pada 12 Februari 1994. Apabila kita bandingkan ketinggian Bulan dan beda azimut Bulan-Matahari pada tanggal I I Februari 1994 dengan kriteria Fortheringhem, Maunder dan Indian Ephemeris, maka untuk seluruh wilayah Indonesia, pada tanggal I I Februari 1994, hilal tidak memenuhi syarat untuk dilihat. Sedangkan apabila kita bandingkan dengan kriteria Istambul dan Danjon, maka pada tanggal 11 Februari 1994 hilal memenuhi syarat untuk dilihat. Karena itu untuk menguji perhitungan dan juga sebagai bahan menentukan kriteria yang cocok untuk Indonesia, ada baiknya pada tanggal 11 Februari 1994 dilakukan rukyat. Sebagai acuan untuk mengamati hilal ini, pada gambar 2 diperlihatkan posisi Bulan dan Matahari pada saat Matahari terbenam untuk Jakarta dan sekitamya.
Untuk kota Mekkah ijtima' awal Ramadhan l4l4 H terjadi l0 Februari 1994 jam 17.30 waktu setempat. pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan adalah 4,17 berarti pada waktu itu Bulan masih berada dibawah ufuk, jadi tidak mungkin dilakukan rukyat. Sedangkan untuk tanggal I I Februari 1994, beda azimut dan jarak sudut Bulan-Matahari dan ketinggian Bulan diatas ufuk pada saat Matahari terbenam, memenuhi semua kriteria diatas. Jadi pada tanggal l l Februari 1994, hilal sangat mungkin unhrk dapat dilihat. Dengan demikian, I Ramadhan l4l4 untuk Saudi Arabia, seharusnya jatuh pada tanggal 12 Februari 1994. Ijtima' awal Syawal untuk seluruh wilayah Indonesia terjadi pada tanggal 12 Maret 1994 jam 14.05 WIB atau 15.05 WITA atau 16.05 WIT. Pada saat Matahri terbenam, ketinggian Bulan masih dibawah ufuk kecuali untuk Banda Aceh yaitu sekitar pada tanggal
2t9 218
0o,01. Akan tetapi walaupun di Banda Aceh Bulan sudah diatas
ufuk, namun .""utu keseluruhan kombinasi ketinggian Bulan, dengan beda azimut atau jarak sudut tidak memenuhi kriterialaiteria penampakan hilal di atas, jadi pada tanggal 12 Maret 1994, hilal tidak mungkin diamati. Karena pada tanggal 12 Maret 1994 berkesesuaian dengan tanggal 29 Ramadhan 1994, maka otomatis bulan Ramadhan digenapkan 30 hari, jadi 1 Syawal l4l4 a?'anjatuh pada tanggal 14 Maret 1994' Sebagai gambaran, pada gambar 3 diperlihatkan posisi Bulan - dan il4atahari pa-da saat Matahari terbenam tanggal 12 Maret 1994 untuk Jakarta.
Apabila kita bandingkan ketinggian Bulan, beda azimut dan jaraksudut Bulan untuk tanggal 13 Maret 1994 dengan laiteria iortheringham, Muder dan Indian Ephemeris, maka yang *"-"nthi syarat untuk penampakan hilal hanyalah untuk Banda Aceh saja. Sedangkan apabila kita bandingkan dengan kriteria Istambul, Danjon dan Ilyas, seluruh kota di Indonesia memungkinkan untuk melihat hilal. Karena itu untuk pengujian hasil perhitungan dan penetapan kriteria mana yang berlaku di Indonesia, ada baiknya pada tanggal 13 Maret 1994 dilakukan juga rukyat. Sebagai acuan untuk mengamati hilal ini, pada gu*t* 4 diperliha-tkan posisi Bulan dan Matahari saat matahari
Kesimpulan
pembicaraan diatas mengenai kemungklnrn hilal untuk menentukan awal Ramadhan drn Syawal l4l4IF. dapat ditarik kesimpulan berikut : 1. Untuk seluruh wilayah Indonesia pada tanggal l0 Februari lg94 saat Matahri terbenam, hilal tidak mungkin untuk bisa dilihat, karena ijtima' baru terjadi
Dari
penampaka-n
pada jam 21.30
2. 3.
4.
terbenam.
Untuk Me*&ah, ijtima awal Syawal l4I4 H terjadi pada tanggal 12 Maret 1994 jam 10.05 waktu setempat' Pada waktu Matahari terbenam, ketinggian hilal sudah mencapai 3o,04 diatas ufuk. waktupun Bulan masih berada diatas ufuk pada
saat Matahari terbenam, namun kombinasi ketinggian Bulan dengan beda azimut atau jarak sudut tidak memenuhi semua kitJria penampakan hilal diatas, jadi hilal tidak mungkin dapat diamati, kecuati iita menggunakan }riteria yang ada di Indonesia (?). Untuk tanggal 13 Maret 1994, koordinasi ketinggian Bulan dengan beda azimut atau dengan jarak sudut memenuhi semua laiteria penampakan hilal'
220
WIB' Untuk Melftah, tanggal 10 Februari 1994 juga hilal tidak mungkin dapat diamati, karena masih berada dibawah ufuk. Untuk seluruh wilayah Indonesia, kecuali Banda Aceh, pada tanggal 12 Maret 1994 saat Matahari terbenam, kedudukan Bulan masih berada dibawah ufuk, jadi hilal tidak mungkin dapat dilihat. Sedangkan untuk Banda Aceh, meskipun pada saat Matahari terbenam Bulan sudah diatas ufuk, namun masih jauh dibawah kriteriakriteria penampakan hilal, jadi juga tidak mungkin hilal dapat dilihat. Untuk Mekkah, tanggal 12 Maret 1994 saat Matahari terbenam, Bulan sudah berada diatas ufuk. Tetapi karena ketinggian Bulan pada waktu itu masih jauh dibawah kriteria-kriteria penampakan hilal yang ada, maka hilal juga tidak mungkin untuk dilihat. Saran
l.
Meskipun pada tanggal 11 Februari 1994 dan tanggal 13 Maret 1994 pengamatan hilal tidak diperlukan lagi, namun ada baiknya pengamatan terus dilakukan untuk menguji ketelitian perhitungan dan juga sebagai bahan penentuan kriteriapenampakan hilal di Indonesia. Selain itu, pengamatan hilal pada tanggal 11 Februati L994 sangat menarik, karena ketinggian Bulan dan beda azimutnya atau jatak sudutnya tidak memenuhi kriteria Fortheringham, Mauder dan lndian Ephemeris, tetapi memenuhi kriteria Istambul dan Danjon.
221
laporan penampakan hilal . ke gambarl sketsa dari hilal dengan disertai Depag, harus relatif terhadap posisinya yang dilihatnya serta untuk diperlukan ini Hal ivlatahari dan titik Barat. hilal benar-benar itu memeriksa apakan yang dilihatnya
2. Ada baiknya setiap
atau bukan.
3.
Untuk ketenangan beribadah dan juga demi kerukunan antar sesama umat Islam di Indonesia, ada baiknya apabila Departemen Agama menetapkan harus adanya klsesuaian antara hisab dan rukyat. Artinya perlu mempertegas bahwa hissb dan rukyat keduanya harus menghasilkan hilal yang sama. Dengan kata lain, hasil p"riit rgo, harus dapat dibuktikan dengan rulqtat dan juga dimungkinkan dari -hisil rutEat yang dilalukan harus Sehingga kriterianya' beserta hisab perhitungan hilal melihat yang mengaku jika iuatu waktu ada yang kriteria dan padahal menurut perhitungan hisab sudah ditetapkan hilal tersebut tidak mungkin dapat dilihat, maka pengakuan tersebut harus ditolak' (LYallaahu a'lam)
ASPEK T'ISIS DALAM PELAKSANAAN RUKYAT DIDAERAH JAKARTA DAI\ SEKITARNYA PADA AWAL BULAN SYAWAL I4I4H Hendar Gunawan, Tajan, Edy Sukanto
Abstrak Aspek fisis dalam pelaksanaan rukyat meliputi kondisi fisika alam yang menyangkut keadaan atmosfer dan lingkunganya. Penampakan hilal oleh mata tergantung dari intensitas cahaya bulan atau ketinggian bulan >5 derajat Kedudukan hilal dengan ketinggian 0 derajat pada saat matahari terbenam untuk akhir Ramadhan, awal Syawal l4l4H atau tanggal 12 Maret 1994 M diwilayah Indonesia dan sekitarnya dinyatakan oleh garis batas tanggal '(ketinggian nol), yang melalui daerah Aceh Selatan. Diwilayah Indonesia tanggal 12 Maret 1994 M umurmya hilal masih dibawah ufuk sehingga dimungkinkan hilal pada tanggal 13 Maret 1994 M sudah diatas ufuk. Khususnya di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 12Maret 1994 M secara hisab masih dibawah ufuk (-l derajat 14 menit) sedangkan pada tanggal 13 Maret 1994 M menunjukkan ketinggian hilal 8 derajat 2,7 menit.
Kondisi fisis dari atmosfer yang ditunjukkan oleh faktor
cuaca
menunjukkan bahwa pada bulan Maret 1994 M untuk Jakarta dan sekitarnya pada pagi hari umumnya cerah, sedangkan pada sore hari terdapat peluang cuaca berawan/hujan. Jakarta Selatan pada sore hari umumnya berawan dan hujan, sedangkan Jakarta Utara cerah/berawan. Aspek lingkungan seperti polusi udara untuk Jakarta dan sekitamya yang
disebabkan oleh asap menunjukkan bahwa didaerah Tangerang dan Pulogadung terjadi pencemaran asapoleh pabrik. Konsentrasi polutan didaerah
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta rata-rata diatas ambang 260 ppm terdapat didaerah Bandengan, Glodok dan Ancol. Adanya polutan tersebut akan mengganggu visibility
Anonlm, 1979, Indiana Astronomical Ephemeris, India Dept'of Met, New Delhi.
Anonim, 1981, Almanak Hisab
dan
dalam pelaksanaan rukyat didaerah Jakarta dan sekitamya.
Rukyat, Proyek Pembinaan Badan
Peradilan Agama Islam, Jakarta
Anonim, 1983, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qomariyah,
ProYek
Pembinaan Badan Peradilan Agama, Jakarta Danjon, A, 1932, L'Astronomie 46,57 Danjon, e, f S:0, Bulletin de la Societe Astronomique de France, 50,57
Fotheringham, JK,19i0, on The Smallest Visible Phase Mon.Not.RoY Asffon. Soc,'/0, 527
of the
Ilyas, M., 1984, islamic Calendar,Times & Qibla, Berita, Kuala Lumpur
Moon'
iiyur, fr4., tggg, Llmiting Altitude Separation in the New Moon's
First 206'133 Astrophys, Visibility Criterion, Astron. Mauder, EW,1911, JBAA' 2l'355 purwanio,19b2, Visibilitas Hilal sebagai Acuan Penyusunan Kalender Islam' Skipsi Sarjana Astronomi, Jurusan Astronomi, ITB'
)))
Aspek fisika dalam pelalsanaan rukyat meliputi keadaan
dan lingkungan yang dapat mempengaruhi pengamatan hilal. Berbagai syarat kebolehnampakan hilal telah atmosfer
Dizir, M,'1gg3, A calculation Method for Visibility curve of the Moon, Kandili ObservatorY.
Pendahuluan
banyak diteliti antara lain resolusi Istambul tahun 1978, ketetapan kenampakan hilal dalam melaksanakan rukyat. Umumnya ketetapan kebolehnampakan hilal didasarkan pada tinggi bulan, beda azimut dan umur bula. Akan tetapi faktor penentu seperti kondisi atmosfer disekitar tempat pengamatan perlu diperhatikan. Keberhasilan pengamatan
benda langit umurmya sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer kfiususnya kondisui cuaca yang dipengaruhi oleh
223
unsur-u;6ur tekanan udara, suhu udara, kelembaban udara, polusi ud"ru, arah dan kecepatan angin yang menyebabkan terjadifr'ye- fenomena cuaca seperti hujan, kabut dan lainlain' Fenomena tersebut akan mempengaruhi jarak pandang secara mendatar atau terhalangnya benda langit yang dilihat oleh
cotg Az = -sin p cotg t + coap tg d cocec t
dengan
seseorang.
Aspek lingkungan seperti polusi udara khususnya untuk daerah Jakarta dan sekitarnyayang disebabkan oleh pencemaran
asap pabrik atau kendaraan bermotor menyebabkan terjadinya sinar yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan observasi hilal. Jadi keberhasilan pelaksanaan
pembiasan
rulcyat sangat dipengaruhi oleh fallor posisi benda langit fteiinggian hilal, beda azimut, umur bulan) dan keadaan fisis alam sekitarnya. Dalam tulisan ini dibahas penelitian tentang kebolehnampakkan hilal ditinjau dari perhitungan tinggi bulan' beda azimut dan faktor lingkungan didaerah Jakarta dan sekitarnya.
Perhitungan posisi hilal pada akhir bulan Ramadhan dan awal bulan SYawal l4l4II Perhitungan posisi hilal pada akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal l4l4 H didasarkan pada rumusan segitiga bola yang secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut :
Az:
azimut bulan
p : lintang tempat pengamatan d : deklinasi bulan t = sudut jambulan
Kedudukan bulan dengan ketinggian 0 pada saat matahari terbenam pada tempat-tempat didunia khususnya wilayah Indonesia ditentukan berdasarkan data Nautical almanac. Kedudukan tersebut dinyatakan oleh garis batas tanggal akfiir Ramadhan dan awal Syawal 1414 H atau tanggal 12Maret1994 yang melalui daerah Aceh Selatan. Di wilayah Indonesia umurnnya sebagian besar hilal masih dibawah ufuk pada saat matahari terbenam, kecuali Aceh Utara dengan ketinggian hilal lebih kurang +5 manit. Garis batas tanggal dapat dilihat pada gambar 1. Sedangkan posisi bulan pada tanggal 12 Maret 7994 dapat dilihatpada gambar 2. Tgl
Waktu
Waktu
terbenam
terbenam
mthr (WIB'
bulan (WIB)
18.07
18.02
Azimut
Deklinasi
mthr
bulan
mthr
bulan
Posisi bulan
Tinggi
saat mthr
bulan
terbenam bulan utara
t2
318,7
0 27,7
266 42,3
269 32,4
I
13.9
mthr bulan utara
Sin h: Sin p Sin d + Cos p Cos d Cos t Dengan
h = tinggi bulan
p : lintang tempat Pengamat d = deklinasi bulan t = sudutjambulan kordlasi paralaks, refraksi, semidiameter dihitung dengan mengambil data dari Almanak Nautika dan Astronomical Almanac. Koreksi ketinggian ufuk ditentukan dengan menghitung ketinggian pada mean sea level' Azimut bulan dihitung berdasarkan Pada rumus:
224
l3
18.07
t8.42
2 55.t
4 t2.9 267 05.8
274 15.0
8 02.7
mthr
Kondisi cuaca Sering dialami bahwa pada suatu saat sangat sulit melihat benda langit yang jauh pada siang hari. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel kecil yang berada diudara. Partikel-partikel ini meliputi hidrometeor (fog, mist, hujan dan lain-lain) atau litometeor (debu, asap dan sebagainya). Suatu benda langit kurang dapat dilihat dengan baik karena sinar yang terpencar atau dipantulkan oleh benda itu diserap oleh partikel-partikel tersebut yang berada diudara. Tetapi yang paling dominan mengurangi penglihatan adalah proses
225
pemencaran (scattering). Dalam keadaan berkabut (hazy) ata:u berdebu (dusty) maka sebagian besar sinar dipencarkan oleh partikel-partikel tersebut sebelum mencapai mata pengamat' Faktor-faktor dominan cuaca yang mempengaruhi
penglihatan adalah awan dan hujan, kabut dan mist, polusi udara.
Pengaruh awan dan hujan
Awan menyebabkan beberapa peristiwa optis. Fenomena ini disebabkan oleh refraksi, reflesi dan difraksi sinar oleh komponen awan. Peristiwa optis tersebut antara lain halo, parheia, crepcuscular dan glory Hujan (tetes-tetes air, partikel-partikel es) menyebabkan berkurangnya visibility. Penglihatan dalam kondisi hujan terganggu dari ukuran butir tersebut dalam suatu volume udara. Hujan ringan hanya berpengaruh kecil terhadap visibility 3-10 km, sedangkan hujan lebat mengurangi visibility menjadi 50500 meter. Jumlah curah hujan yang diamati selama i0 tahun (1984s/d 1993) untuk 14 loikasi didaerah Jakarta dan sekitarnya arfiara lain Bendungan hilir, Pakubuwono, Ciledug, Cengkareng, Jelambar dan lainJain dihitung untuk jumlah h huian rata-ratabulan Januari, Februari dan Maret No.Stasiun
2 J
Nama stasiun
lendunsan Hilir )akubuwono iledus
No.Stasiun
Rawamangun
9
Ianiune Priuk
l0
]MG laiawali Selatan
lenskareng
il
5
Ielambar
T2
6 ,|
ioete
fangerang
13
:{alim PK
Bekasi
14
Depok
Hasil perhitungan dinyatakan oleh grafik jumlah curah hujan rata-rataielama 10 tahun dari tahun 1984s/d 1993 yang terlihat pada gambar 3.
Kecenderungan jumlah curah hujan dari bulan Januari ke Maret di beberapa tempat di Jakarta menurun' Curah hujan
226
ll
sedangkan hari hujan minimal terjadi distasiun Jelambar, denngan jumlah hari hujan 9,4 intensitas curah hujan dapat dilihat pada histogram gambar 5. Kabut (FOG) dan nist Kabut biasanya terdiri dari tetes- tetes air dan pada keadaan tertentu dapat disertai adanya kristal-laistal es. Pembentukan kabut terjadi bilamana ada udara basah diatas permukaan yang lebih dinginh. Kabut merupakan penghalang visibility yang sangat efektil karena pengaruhnya terhadap semua sinar berwarna sama. Mist mempunyai proses fisis yang sama dengan kabut. Perbedaan terletak pada jarak penglihatan. Jika visibility kurang dari I lon, fenomena tersebut disebut kabut.
Nama stastun
8
4
normal untuk bulan Maret berdasarkan ketentuan WMO sebesar 232 mm. Dari data pengamatanh ternyata daerah-daerah dengan curah hujan normal meliputi stasiun 1,2,3,8,12,13. Curah hujan dan 14. dibawah normal meliputi stasiun 4,5,6,7 ,9 ,10, Sedangkan curah hujan diatas normal terjadi di stasiun 13. Jumlah hari hujan didaerah Jakarta dan sekitamya selama 10 tahun terakhir ditunjul&an oleh histogram gambar 4. Jumlah hari hujan rutz-rata bulan Maret selama l0 tahun, yang terbesar distasiun Ciledug dengan jumlah hari 18,8
Posisi udara
Dibeberapa kota kemungkinan visibility berkurang karena adanya partikel-partikel minyak diudara yang bersumber dari kendaraan bermotor. Udara kabur sering terjadi asap indushi atau karena adanya daerah yang kebakaran. Partikel-partikel asap yang besar jatuh kepermukaan bumi, sedangkan partikelpartikel kecil yang sama dengan partikel mist atau kabut akan melayang diudara. Hampir sebagian besar bahan terbakar menghasilkan partikel-partikel karbon. Asap yang mengandung partikel karbon akan menimbulkan haze yang hitam. Campuran asap dan kabut disebut smog, yang sangat mengurangi visibility.
)1.1
Konsentrasipartikeldebudiudaraberdasarkanhasilanalisis 7 stasiun pengamat polusi udara Badan Meteorologi dan Geofisika, yaitu eUC, Ancol, Bandengan,Glodok' Yg:-f
Halimdan-Ciledugselama13tahun(tahun1980s/d1992) me""nj"kka" bahwa konsentrasi suspended particulate matter (SPMirata-ratd tahunan (p gram/cm3) terbesar adalah stasiun batas dtoAot sebesar 522,81t gram /cm3 yang temyata diatas gram/cm3) ambang yang ditetapkan (batas ambang 260p dan gram/cm3disusui daerah Bandengan sebesar 4591t atau PK konsentrasi polutan pallng rendah di daerah Halim SPM ratasebesar 164,281t gram/cm3. Histogram konsentrasi pada dilihat dapat rata selama 13 iahun di Jakarta dan sekitarnya gambar 6
Analisis kualitatif
hilal dari.resolusi Istambul tahun Ig78 menunjukkan bahwa ketinggian hilal yang dapat lengkung) diobservasi jitu t 5o dengan beda azimut fiarak bulan dan matahari diantara '7" sarnpai dengan 8'' -!ari Syarat kebolehnampaktcan
d;;d;
kebolehnampal&an ;emerintah Malaysia menunjukan umur bulan hilal jika t-i"ggi bulan 5,5", beda azimut 7,5o dengan pengalaman Pemerintah 8 j am. Ketetapan tersebul berdasarkan di Jakarta Infuonesia dari data hilal yang terlihat khususnya 2" atau lebih dapat sangat bervariasi bahkan dengan ketinggian 2 Desember tanggal priok ,.rfiftu, seperti di Ancol/TanJun'g Selatan Jakarta igOl, S Oktober 1975 dan 31 Agustus 1981, 3i Juli 1981 dan di Cakung tanggal 13 Oktober 1975' "**"f 29 Agustus 1984 dan tanggal 5 Oktober 1975' 0'gada s.a3t PJrhitungan kedfudukan hilal dengan ketinggian 1414 H Syawal matahari terbenam untuk alhir Ramadhan-awal dinyatakan atau tanggal 12 Maret 1994 M di wilayah Indonesia Pada tanggal 13 otetr garis Uatas, melalui daerah Aceh Selatan' di atas Marei 1gg4 M di seluruh wilayah Indonesia, hilal sudah maksimal 9" ufuk (minimal ketinggian 6o 48' di Merauke dan 53' di Banda Aceh).
228
Dari syarat kenampakan Istambul, ketetapan Malaysia dan pengalaman Indonesia hilal dapat dipastikan dapat terlihat di seluruh wilayah Indonesia jika cuaca baik dan lingkungan (polusi udara) tidak banyak tercemar. Di Jakarta khususnya pada tanggal 13 Maret 1994 M ketinggian hilal 8 02',7, bcda azimut 7 09' dengan umur bulan 28,5 jam. Hasil penelitian jumlah curah hujan rata-rata selama l0 tahun untuk bulan Maret didaerah Bendungan Hilir, Pakubuwono, Ciledug, Rawamangun, Cipete dan HalimPK dapat dikelompokkan daerah Jakarta bagian Selatan yang umunmya curah hujan
normal sedangkan daerah-daerah Cengkareng,
Jelambar, Tangerang, Tanjung Priuk dan sebagainya atau kelompok utara umurTmya curah hujan dibawah normal. lntensitas hujan ratarata yang kecil selama l0 tahun pada bulan Maret didaerah Tanjung Priuk, Cengkareng dan Ciledug, sehingga dapat menunjukkan kemungkinan cuaca baik/hujan tidak lebat.
Berdasarkan prakiraan cuaca pada tanggal 13 Maret 1994 M pada pagi hari umurmya Jakarta dan sekitamya cerah, sedangkan pada sore hari terdapat peluang cuaca berawan/hujan. Jakarta bagian selatan pada sore hari umumnya berawan dan hujan, sedangkan Jakarta utara cerah./berawan. Dari keadaan tersebut diatas, hilal dimungkinkan dapat terlihat
jika diadakan rulcyat di daerah Jakarta bagian
utara.
Konsentrasi suspended perticulate matter (SPM) dari gambar
6 untuk penelitian selama 13 tahun terlihat bahwa daerah Glodok dan Bandengan sudah di atas ambang, sehingga penglihatan melalui daerah ini akan terganggu. Kesimpulan
Dari analisis kuantatif dengan memperhatikan faktor-faktor ketinggian hilal, beda azimut, umur bulan, keadaan cuaca dan
faktor lingkungan (polusi udara) dapat disimpulkan
sebagai
berikut : Kebolehnampakan hilal dapat dirukyat pada tanggal 13 Maret 1994 M di seluruh wilayah Indonesia. Khususnya di Jakarta dengan ketinggian hilal 8 derajat 3 menit, beda azimut 7 derajat 9,3 menit, dan umur bulan 28,5 jam.
229
Pelaksanaan rulcyat dengan memperhatikan faktor polusi udara dan keadaan cuaca didaerah Jakarta dan sekitamya dapat
dilaksanakan didaerah Jakarta bagian utara, dengan menghindari arah penglihatan melalui daerah Glodok dan Bandengan.
POSISI BULAN : 12 MARET 1994 (18.07 WIB)
Daftar pustaka Badan Meteorologi dan Geofisika, Garis Batas awal bulan Qomariah
t4t4lr415H (1994M). Badan Meteorologi dan Geofisika, Almanak BMG 1994 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama ,1981,Almanak Hisab dan Rukyat.
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama , 1992, Kumpulan makalahmakalah pada Pertemuan Ilmiah Terbatas tentang Aspek-aspek yang berhuibungan dalam Rukyatul hilal. Dinas Hidro Oseanografi TNI AL, Almanak Nautika 1994 Nautical Almanac office uS Naval observatory, The Astonomical Almanacv
BULAN
MATAHARI
for the year I 994.
POSISI BULAN : 13 MARET 1994 (18.07
WB)
C**8127',
Gambar 1 Garis batas awal bulan Syawal
230
Aspck Ftsis
fubm Pebksnun
Rulyat di DaerahJalcaru dan SeHtarnya
500 450 400 350 300 250 200
658 gf;E EEI
150 100
a o\ o\
$l (fJ3
50 0
1234
5 6 7 8 9 1011121314
Ft
@
f-tr
c{€
T-E
i
O
-? HE
!-A
t-
o
EE
8E a.g
oturzg f\;
.oJ tO
q"E'
E
€
E E c{
Fo
o a
567891011121314 LOKASI
(r,
233
o.)
O!
z zo
x a
z
@
OP XP >Q a'
I
a !
a o c
I
ANCOL BANDENGANGLOOCK
MONAS {ALIM P
CILEDUK
Lokasi Gambar 6. 13 tahun Hiuogram konsentrasi SPM rata-rata selarna
(1980'
1993)
spu