FORMULA ILMU HISAB JILID I Oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
Cetakan Kedua 1434 H./2013 M.
DAFTAR ISI Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………… Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………
2 4
BAB I ILMU HISAB
Ilmu Hisab ………………………………………………………………………………… Ilmu Nujum ………………………………………………………………………………… Hukum Mempelajari Ilmu Hisab ………………………………………………… Sejarah Ilmu Hisab ……………………………………………………………………… Tokoh Tokoh Hisab Indonesia …………………………………………………… Klasifikasi Hisab ……………………………………………………………………………
6 8 9 11 14 16
BAB II DASAR-DASAR EXCEL 2007
Sekilas Tentang Excel 2007 ………………………………………………………… Hirarki Perhitungan ……………………………………………………………………… Fungsi-Fungsi Formula Excel ……………………………………………………
19 21 22
BAB III ARAH QIBLAT
Arah Qiblat …………………………………………………………………………………… Pandangan Fiqh Tentang Qiblat …………………………………………………… Polemik Arah Qiblat ……………………………………………………………………… Menghitung Arah Qiblat ………………………………………………………………… Menghitung Jarak Antar Lokasi …………………………………………………… Menentukan Arah Qiblat ……………………………………………………………… Kompas Magnetik ………………………………………………………………… Bayang-Bayang Kiblat …………………………………………………………… Kiblat Day ……………………………………………………………………………… Bayangan Harian Matahari …………………………………………………… Rumus Menghitung Bayang-Bayang Kiblat ………………………… Teknis Menentukan Arah Kiblat Dg Bayangan Matahari ………
29 32 33 34 37 38 38 42 42 44 45 45
BAB IV DEKLINASI
Deklinasi, Equation Of Time Dan Semi Diameter Matahari ………… 50 Rumus Deklinasi, Equation Of Time Dan SD Matahari ………………… 51 BAB V WAKTU SHOLAT
Waktu Sholat Di Dalam Al-Qur'an Dan Sunnah …………………………… 54 Waktu Sholat Menurut Fuqoha' …………………………………………………… 58 Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
2
Hisab Awal Waktu Sholat ……………………………………………………………… 63 BAB VI KALENDER
Kalender Hijriah Urfi ……………………………………………………………………… Kalender Masehi ………………………………………………………………………… Konversi Kalender Miladi/Hijri ……………………………………………………… Kalender Jawa ……………………………………………………………………………… Pranoto Mongso …………………………………………………………………… Konversi Kalender Jawa ke Miladi ………………………………………… Konversi Kalender Miladi ke Jawa …………………………………………
68 69 72 73 75 77 79
BAB VII HIILAL RUKYAT DAN HISAB
Hilal ………………………………………………………………………………………………… Rukyat …………………………………………………………………………………………… Rukyat Global ………………………………………………………………………………… Hisab ………………………………………………………………………………………………
82 83 87 90
BAB VIII HISAB AWAL BULAN HIJRIYAH
Ijtimak …………………………………………………………………………………………… Menghitung Saat Ijtimak ……………………………………………………………… Harokat Matahari …………………………………………………………………………… Harokat Bulan …………………………………………………………………………………
93 94 98 101
BAB IX THEODOLITE
Theodolite …………………………………………………………………………………… Setting Waterpas ………………………………………………………………………… Setting Azimut / Menentukan Arah Utara Sejati ………………………… Cecking Azimut Theodolite ………………………………………………………… Aplikasi Theodolite Dalam Penentuan Arah Qiblat ………………………
106 108 109 111 112
LAIN-LAIN
Deklinasi Matahari Taqribi …………………………………………………………… Equation of time Taqribi ……………………………………………………………… Semi Diameter Taqribi ………………………………………………………………… Kalender Zaman Nabi …………………………………………………………………… Isbat Pemerintah RI 1408 H.- 1433 H. ………………………………………… Data Lintang dan Bujur Kota-Kota Besar Di Indonesia. ………………
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
114 115 116 117 119 124
3
KATA PENGANTAR
, .
, Segala puji bagi Alloh yang telah melimpahkan rohmatnya kepada kita semua sehingga kita bisa berkumpul di majelis ini. Sholawat dan salam tak lupa kami sampaikan kepada Penutup para nabi, junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Ilmu Falak atau Hisab adalah ilmu yang sangat berkaitan dan memegang peranan penting dalam kegiatan ibadah sehari-hari umat Islam, mulai dari penentuan arah kiblat, pembuatan jadwal shalat, penentuan awal Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah bahkan memprediksi kapan terjadi gerhana, saat dimana umat muslim diperintahkan mengerjakan sholat gerhana, semuanya tidak dapat lepas dari Ilmu Falak. Adalah Ironis di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim ini, Ilmu Falak mulai banyak ditinggalkan. Dulu di era 80-an ilmu falak masih di pelajari di tingkat Aliyah/SMA, tapi sekarang ilmu falak berangsur-angsur dihapus dari kurikulum sekolah, baik sekolah yang berbasis agama maupun sekolah umum. Bahkan di kalangan pesantren sendiri ilmu falak ini juga mengalami kemunduran. Padahal di sisi lain penentuan awal Romadlonn, Syawwal dan Dzul Hijjah yang masih menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung selesai hingga kini. Belum lagi ketepatan arah kiblat masjid-masjid di negeri ini yang 80% tidak tepat ke arah Ka'bah. Mengingat hal tersebut dan semakin langkanya ahli-ahli hisab di negeri kita tercinta ini dan keengganan santri maupun siswa untuk mempelajarinya dengan alasan sulitnya pelajaran ilmu hisab, padahal belajar ilmu hisab adalah tergolong fardlu kifayah, maka penulis terdorong untuk merubah paradigma tersebut dengan memperkenalkan Formula Ilmu Hisab yang
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
4
mudah dimengerti baik oleh kalangan para santri pondok maupun civitas akademika. Ilmu Hisab tidaklah sesulit yang dibayangkan, perhitungan hisab awal bulan sebelum adanya kalculator scientific maupun excel bisa memakan waktu 7 hari, akan tetapi di era teknologi ini hal tersebut bisa dikerjakan hanya sedetik dengan sekali tombol keyboard saja. Rumus algoritma hisab di buku ini sudah dalam bentuk formula sehingga bisa langsung diaplikasikan menggunakan kalkulator scientific maupun program Excel. Apa yang penulis ungkapkan di buku ini bukanlah karangan penulis akan tetapi hanyalah menyalin dari buku/kitab falak dan astronomi baik yang klasik maupun modern yang mana kebanyakan masih berbahasa asing (Arab/Inggris). Mudah mudahan jeri payah kami menyusun buku ini ada guna dan manfaatnya sehingga menjadi pahala yang bisa kami persembahkan kepada kedua orang tua kami , Ibu Asma Aqib serta Bapak Achmad Zahid Sahlan . Ampunilah segala dosa orang tua kami dan terimalah amal baik kedua orang tua kami, masukkanlah mereka kedalam surgamu bersama para nabi dan orang-orang yang sholeh. Apresiasi yang tinggi tak lupa kami sampaikan kepada istri tecinta, Khoirun Nisak yang telah merawat dan membimbing anak-anak kami sehingga sehingga terluang waktu kami untuk menyusun buku ini. Kasih dan sayang juga tak terlupakan kepada ketiga buah hati kami (Zahwah, Afrah da Nahyan ) yang telah banyak kehilangan waktu luang nan riang bersama ayahnya di masa-masa pertumbuhannya, kehilangan waktu canda dan tawa di masa manjanya seorang anak seusianya. Semoga kelak menjadi anak-anak yang sholich dan sholichah, menjadi pejuang-pejuang Islam yang mengharumkan agama, bangsa dan negara, Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dan penulis khususnya sehingga kelak bisa di download di akhirat. Kritik dan saran kami harapkan dari pembaca karena kami yakin bahwa manusia tempatnya alpa dan dosa.
Gresik, 27 Shofar 1434 H. Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
5
BAB I
ILMU HISAB
Secara garis besar ilmu perbintangan dibagi menjadi dua. 1. Ilmu Falak (Astronomi) atau lebih dikenal oleh kalangan ilmuan Islam dengan sebutan Ilmu Hisab. 2. Ilmu Nujum atau biasa disebut Astrologi. ILMU HISAB Hisab berasal dari bahasa arab yang berarti menghitung. Ilmu hisab disebut juga Astronomi, dari bahasa Yunani (astro=bintang; nomos=ilmu ) yakni ilmu perbintangan. Hisab juga biasa disebut dengan Falak artinya tempat jalannya bintang (garis edar benda-benda langit). Firman Alloh didalam Al-Qur‟an
. )33
(
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Al- Anbiya‟ 33)
)04
(.
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yaasin 40)
)3
(.
Artinya : Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaasin 38) Ilmu hisab adalah salah satu ilmu yang mempelajari perhitungan gerak benda-benda langit berdasarkan garis edarnya. Benda-benda langit yang Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
6
dimaksud adalah matahari, bulan, planet dan lain-lainnya. Ilmu hisab yang akan kita bahas disini hanya sebatas ilmu hisab yang berhubungan dengan Ibadah-ibadah syar'I, yakni sekitar perjalanan matahari dan bulan yang notabene berhubungan dengan waktu sholat fardlu, penentuan arah qiblat, gerhana bulan maupun matahari serta awal bulan qomariyah. Firman Alloh didalam Al-Qur‟an
)91
(.
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. (Al-Baqoroh 189)
)0
(
Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu, (Al-Furqon 45)
)8
(
Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (Al- Isro‟ 78)
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
7
ILMU NUJUM Sedangkan Ilmu Nujum atau disebut juga Astrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan kejadian-kejadian di bumi dengan posisi dan pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan, planet maupun bintang. Ilmu nujum sudah berkembang sejak sekitar 4000 tahun yang lalu dimulai dari Mesopotania sebuah negeri di Timur Tengah lalu berkembang ke Eropa, Amerika serta Asia Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka astrologi pun turut berkembang. Pada awalnya astrologi dan astronomi merupakan satu kesatuan ilmu, namun pada abad 17 astrologi mulai dipisahkan dari astronomi dikarenakan metode yang digunakan para astrolog tidak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Didalam ilmu astrologi gerak-gerik manusia terkondisikan oleh gerak peredaran bintang-bintang di langit, menurut para ilmuan ini tidak bisa dimengerti dan tidak bisa dibuktikan secara empirik. Bahkan di Barat astrologi tidak hanya mendapat perlawanan dari para ilmuwan tapi juga gereja karena dianggap melanggar doktrin agama Kristen. Termasuk di dalam ilmu nujum ini adalah Primbon Jowo, dimana didalamnya ramalan-ramalan nasib, hari baik, hari naas, nogo dino, dan lainnya. Ramalan tersebut biasanya berdasarkan hitung-hitungan neptu hari lahir atau terjadinya peristiwa atau berdasarkan jumlah nama dalam huruf abajadun dan tidak berdasarkan kaedah-kaedah ilmiah seperti hisab gerhana matahari. Ada banyak buku primbon jowo yang sekarang banyak beredar, diantaranya, Ramalan Joyoboyo, Betajemur Adamakna, Kunci Betaljemur, Ajimantrawara, dan lain-lainya. Ilmu hisab dalam arti ilmu nujum itulah yang haram dipelajarinya, dalam arti mempelajari untuk dipercayai, kalau tidak untuk dipercayai maka hukumnya makruh.
: : Artinya : Dari Abu Hurairah berkata, Rosululloh SAW bersabda "Barang siapa mendatangi tukang ramal (jawa : juru bade) atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka yang demikian itu mengingkari terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. HUKUM MEMPELAJARI ILMU HISAB
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
8
Ilmu hisab erat kaitannya dengan ibadah-ibadah syar'iyah seperti sholat, zakat, puasa, haji. Dengan ilmu hisab kita bisa menentukan arah qiblat, mengetahui hak waris jika diantara pewaris dan ahli waris meninggal dalam waktu yang hampir sama. Bagaimana hukumnya mempelajari ilmu hisab?. 1. Wajib jika ilmu hisab tersebut berhubungan dengan waktu-waktu sholat, arah qiblat, jatuh temponya zakat serta awal bulan. Fardlu ain jika tidak ada yang menguasi ilmu hisab dan fardlu kifayah jika diantara kita sudah ada yang bisa ilmu hisab.
Dari sayyidina Umar RA: "Dan belajarlah kalian ilmu nujum dari apaapa yang kalian bisa mengetahui arah kiblat dan jalan" Abdulloh bin Husain berkata:
. “Mempelajari ilmu falak itu wajib, bahkan diperintahkan untuk mempelajarinya, karena ilmu falak itu mencakup pengetahuan tentang kiblat dan hal-hal yang berhubungan dengan penanggalan misalnya puasa.Lebih-lebih pada masa sekarang ini, karena ketidaktahuannya para hakim (dalam ilmu hisab), punya sikap mempermudah serta kecerobohan mereka, sehingga mereka menerima kesaksian (hilal) seorang yang mustinya tidak diterima”. 2. Sunnah jika berhubungan dengan cuaca buruk, baik di darat maupun di lautan atau untuk menyambungkan silatur rohim.
":
." Dari ibnu Umar : “Dan belajarlah kalian dari ilmu nujum apa yang bisa memberi petunjuk dari cuaca buruk di daratan dan di lautan kemudian berhentilah (cukuplah sampai disitu), dan belajarlah dari Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
9
apa-apa yang menghalalkan dan mengharomkan dari wanita atas kalian dan belajarlah dari apa yang bisa menyambungkan silaturahmi kalian dan kemudian berhentilah”. 3. Haram jika bersifat ramalan semata seperti meramal nasib seseorang, meramal akan datangnya hujan atau angin puyuh dengan tanpa sebab-sebab yang ilmiyah. Apabila memprediksi datangnya hujan berdasarkan adanya tanda-tanda seperti mendung dan lainnya-lainnya maka tidak haram.
: : Dari Abu Hurairah berkata, Rosululloh SAW bersabda: "Barang siapa mendatangi tukang ramal (jawa : juru bade) atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka yang demikian itu mengingkari terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
:
,
Dari Ibnu Abbas, Rosululloh SAW bersabda : "Barangsiapa mempelajari salah satu cabang ilmu nujum maka ia telah mempelajari salah satu cabang ilmu sihir. Semakin bertambah ilmu nujum yang dipelajarinya, semakin bertambah pula ilmu sihir yang dimilikinya"
“ Peramal itu kenyataan"
dusta
walaupun
benar/sesuai
dengan
SEJARAH ILMU HISAB Ilmu hisab atau falak, merupakan ilmu yang sudah tua, yang dikenal oleh manusia, bangsa-bangsa mesir, mesopotamia, babilonia dan tiongkok, sejab abad ke-20 sebelum masehi telah mengenal dan mempelajari ilmu falak ini. yang dikenal dengan ilmu perbintangan. Menurut suatu riwayat, pembagian sepeken (seminggu) atas tujuh hari, adanya sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu Pada bagian awal sejarahnya, astronomi hanya pengamatan dan ramalan gerakan benda di langit yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Kemudian Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
10
sekitar abad ke-12 SM, di negeri Tiongkok, ilmu falak telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan. mereka telah mampu menghitung kapan akan terjadinya gerhana, serta menghitung peredaan bintang-bintang. Sekitar abad ke-4 SM, di negeri Yunani yang berada di zaman keemasannya ilmu pengetahuan, ilmu falak telah mendapat kedudukan yang sangat penting dan luas. Pada abab ke-2 Masehi, seorang ahli bintang di Iskandaria (mesir) keturunan Yunani, yang bernama Claudius Ptolomeaus (90-168 M.) telah berhasil menghimpun pengetahuan tentang bintang-bintang dalam suatu naskah yang disebut Tabril Magesthi. Naskah ini kemudian tersebar keseluruh dunia dan dijadikan dasar sebagai pedoman ilmu perbintangan selanjutnya. Ptolomeaus berpendapat, bahwa bumi tidak bergerak dan bumi dikelilingi oleh bulan, matahari dan planet-planet lainnya. Kemudian, sekitar tahun 325 Masehi, naskah itu diperluas oleh Theodoseus Keizer di Roma dan pada abad ke-9, naskah itu telah disalin orang ke dalam bahasa arab. Umat Islam pertama kali terlibat secara aktif dibidang ilmu falak pada zaman Khalifah Umaiyah. Tokoh ilmu falak yang terkenal ialah Khalid bin Yazid AlAmawi (meninggal 85H/704 M). Beliau dikenal dengan nama Hakim Ali Marwan. Di zaman Abbasiah, Khalifah Abu Jaffar Al-Mansor (754-775) adalah khalifah yang pertama memberi perhatian kepada kajian ilmu falak. Baginda mengeluarkan banyak belanja untuk penyelidikan dalam bidang ilmu falak, mendirikan sekolah astronomi di kota Baghdad. Khalifah sendiri termasuk, termasuk salah seorang ahli astronomi. Di bawah pemerintahan penggantipenggantinya, Harun Al Rasyid dan Al Ma‟mun sekolah itu mengh asilkan karya-karya penting, teori-teori kuno diperbaharui, beberapa kesalahan Ptolomeus diperbaiki. Hasil observasi yang dilakukan oleh sekolah di Baghdad telah dicatat dalam tabel yang diperiksa dengan teliti. Pada saat itu, kitab kitab astronomi dari Yunani banyak diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian yang akhirnya menghasilkan teori-teori baru. Dari sini muncul tokoh hisab di kalangan umat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu Al-Khwarizmi dengan Kitab al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan–cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robert Chester pada tahun 535 H/ 1140 M dengan judul Liber algebras et almucabala, dan pada tahun 1247 H/ 1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederic Rosen. Perkembangan kajian ilmu falak berkembang pada zaman khalifah Al-Mansor. Usaha menterjemahkan buku Sdihanta dari bahasa Sanskrit ke Bahasa Arab dilakukan oleh Mohammad Al-Fazari yang kemudian ia diberi judul “Al Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
11
Sindhindin Al-Kabir”. Buku ini menjadi panduan utama kepada orang-orang arab dalam mengkaji ilmu falak hingga ke zaman Al-Makmun. Mohammad Al-Fazari merupakan orang Islam yang pertama mencipta Astrolabe (jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Buku ini telah disalin ke bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Johannes de Luna Hispakusis. Buku terjemahan ini telah digunakan oleh universitas-universitas Eropa untuk mengejar Ilmu Bintang. Dari sinilah orang-orang Barat pertama kali mengetahui benda-benda di cakrawala. Tokoh-tokoh Ilmu Falak Islam di zaman Abbasiah lainnya ialah Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa, Thabit bin Qurrah, Al-Battani. Di zaman Al-Makmun juga telah didirikan sebuah observatorium yang digunakan untuk mengukur daya cahaya matahari. Di zamannya juga ahli falak berjaya mengukur lingkaran bumi di sebuah observatorium yang didirikan di Bukit Gaisun di Damsyek. Di zamannya juga observatorium juga didirikan di Bukit Qaisun. Di Damsyik. Di zamannya juga telah diterjemahkan Alomagest karangan mengenai Ptolemeus ke bahasa Arab. Ahli falak Islam juga telah mengamati equinox, gerhana, bintang berekor (komet) dan lain-lain Di samping itu Al-Battani (wafat kira-kira 930 M / 317H) telah melakukan penyelidikan tentang perbintangan sejak tahun 877 hingga 918M dan bukunya yang telah disalin ke bahasa Latin disusun semula dalam bahasa Arab oleh Nallino (tahun 1903M). Al-Battani telah membagi sehari menjadi 12 jam yang digunakan sekarang oleh tukang-tukang jam di Eropa. Beliau juga telah berjaya mengkalkulasi setahun sama dengan 356 hari, 5 jam 46 saat dan 24 detik. Al-Battani menduduki tempat tertinggi di kalangan Ahli Bintang dan dikatakan peranannya di kalangan umat Islam sama dengan peranan Ptolemeus di kalangan orang-orang Yahudi. Di zaman-zaman seterusnya lahir tokoh-tokoh Islam yang meneruskan kajian-kajian yang dilakukan oleh alBattani dan tokoh-tokoh lain dan telah menghasilkan berbagai penemeuan dalam bidang Ilmu Falak. Tokoh-tokoh lain yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu hisab, diantaranya: 1. Abu Ma'syar al-Falaky (272 H/ 885 M) menulis kitab yang berjudul Haiatul Falak. 2. Abu Raihan al-Biruni (363-440 H/973-1048 M) yang hidup di zaman Sultan Mahmud al-Ghaznawi dengan kitabnya Qanun al-Mas'udi, alAthar al-Baqiah yang diterjemah-kan kedalam bahasa Inggris oleh Dr. Sachan Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
12
3. Nasiruddin at-Tusi (598-673 H/1201-1274 M) yang hidup di zaman Hulagu Khan seorang Raja Monggol dengan karya monumentalnya at-Tadzkirah fi 'Ilmi al-Haiah, 4. Abdurrahman Ibnu Abu Al- Hussin Al Sufi (Ibnu Sufi), 5. Abu Yousouf Yaqub Ibnu Ishaq al-Kindi (Al Kindi), 6. Abu Abdullah Mohammad Ibnu As-Syarif Al-Idrisi (Al-Idrisi), 7. Mohammad Taraghay ibnu Shah Rukh as-Samarqondi (Ulugh Beg) (797-853 H/1394-1449 M) yang menyusun Zij Sulthani. 8. Umar al-Khayyam dan Abdul Rahman al-Hazimi yang hidup di zaman Kerajaan Turki Saljuk. Karya-karya monumental tersebut sebagian besar masih berupa manuskrip dan kini tersimpan di Ma'had al-Makhtutat al-'Arabiy Kairo-Mesir. Dari tokoh-tokoh ilmu hisab Islam tersebut, yang termasyhur adalah Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi (770-840 M) atau yang dikenal dengan sebutan Al Khawarizmi. Ilmuwan yang berjasa besar dalam memajukan ilmu pengetahuan ini lahir di Khawarizm (Kheva), kota di selatan sungai Oxus (kini Uzbekistan) pada tahun 770 M. Kedua orang tuanya kemudian pindah ke sebuah tempat di selatan kota Baghdad (Irak), ketika ia masih kecil. Al-Khawarizmi hidup di masa kekhalifahan bani Abbasiyah, yakni Al Makmun, yang memerintah pada 813-833 M. Dialah yang memplopori pembuatan Rubu' al-Mujayyab yang dikembangkan oleh Ibnu Shatir dari Syiria (abad ke 11). Astronom muslim lainnya yang sangat berjasa dalam penemuan rumus Trigonometri adalah Abul Wafa Muhammad bin Muhammad bin Yahya bin Ismail bin Abbas al-Buzjani. Ia terlahir di Buzjan, Khurasan (Iran). Trigonometri berasal dari kata trigonon = tiga sudut dan metro = mengukur. Ini adalah adalah sebuah cabang matematika yang berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigonomeri seperti sinus, cosinus, dan tangen. Di antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim, hanya 24 tokoh saja yang diabadikan di kawah bulan dan telah mendapat pengakuan dari Organisasi Astronomi Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui IAU sebagai nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun 1935, 1961, 1970 dan 1976. salah satunya Abul Wafa. Kebanyakan, ilmuwan Muslim diabadikan di kawah bulan dengan nama panggilan Barat. Abul Wafa adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama aslinya. TOKOH TOKOH HISAB INDONESIA
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
13
Dalam perkembangannya ilmu hisab banyak dikuasai oleh para ulama, termasuk ulama–ulama nusantara. Banyak tokoh-tokoh hisab di bumi nusantara ini yang berjasa besar terhadap perkembangan hisab di Indonesia. Diantara tokoh-tokoh tersebut yaitu : 1. Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Ulama kelahiran Agam Sumatera Barat ini berjasa besar mengembangkan hisab di Indonesia di abad 19-20 M. Karya beliau yang masyhur adalah al-Hussab dan Alam al-Hussab serta Raudhatul Hussab fi A'mali Ilmil Hisab. Beliau wafat di Makkah pada tahun 1334 H./1916 M. 2. KH. Achmad Badawi, Kuaman Yogyakarta, pengarang kitab Djadwal Waktu Sholat se-lama2nja dan kitab Tjara Menghitoeng Hisab Haqiqi Tahoen 1361 H, Hisab Haqiqi, dan Gerhana Bulan. 3. KH. Manshur bin Abdul Hamid, Ulama hisab kelahiran Jakarta ini bernama lengkap Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Damiri bin Abdul Muhid bin Tumenggung Tjakra Jaya ( Mataram, Jawa). Karya beliau yang mashur adalah Sulamun Nayyiraini dan Mizanul
‟Itidal. Kedua kitab sampai sekarang banyak dipelajari di dalam pesantren pesantren salaf. Data data didalam kitab tersebut masih menggunakan system Abajadun. 4. Kyai Abu Hamdan Abdul Jalil al-Kudusi dengan kitabnya yang terkenal Fathur Raufil Mannan. 5. Syeh Alamuddin Muhammad Yasin al-Padangy dengan karyanya Muhtasarul Muhaddab. 6. K.H. Zubair Umar Al-Jaelani dari Salatiga dengan kitab Al-Khulashah Al-Wafiyah, Fii Al-Falakiy Bi Jadwaali Al-Lughoritmiyyah. 7. KH.
Ma‟shum Ali, Seblak Jombang, Ahli hisab kelahiran Maskumambang Gresik ini bernama lengkap Muhammad Ma‟shum bin Ali bin Abdul Jabbar Al-Maskumambangi. Karya beliau dalam ilmu hisab ialah Ad-Durus Al- Falakiyah dan Badi‟atul Mitsal. Sampai sekarang kedua kitab ini banyak dipelajari di pesantren-pesantren salaf.
8. KH. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, Kudus Jawa Tengah, terkenal dengan Penanggalan Menara Kudusnya. 9. Saadoe‟ddin Djambek, Ahli hisab dari Minangkabau ini terkenal dengan kitabnya yang berjudul 1. Waktu dan Djadwal Penjelasan Populer Mengenai Perjalanan Bumi, Bulan dan Matahari. 2. Almanak Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
14
Djamiliyah. 3. Perbandingan Tarich. 4. Pedoman Waktu Sholat Sepanjang Masa. 5. Sholat dan Puasa di daerah Kutub. 6. Hisab Awal bulan Qamariyah. 10. Wardan Diponingrat, K.R.T. Ahli hisab dari Kauman Yogyakarta ini terkenal dengan kitabnya yang berjudul Umdatul Hasib, Persoalan
Hisab dan Ru‟jat Dalam Menentukan Permulaan Bulan, Hisab dan Falak, dan Hisab Urfi dan Hakiki. 11. Muhammad Hasan Asy‟ari Al -Pasuruani dengan karyanya Muntaha Nataijil Aqwal. 12. KH. Moh. Kholil Blandongan Gresik dengan karyanya Wasilatut Tullab 13. KH. Abdul Fattah Kauman Gresik dengan karyanya Mudzakkirotul Hisab 14. KH. Romli Hasan Kemuteran Gresik dengan karyanya Risalah
Falakiyah dan Imla‟ Falakiyyah 15. Ridlwan Sedayu Gresik dengan karyanya Taqribul Maqsud 16. KH. KH. Noor Ahmad Shadiq bin Saryani al-Jepara Jawa Tengah dengan kitabnya yang masyhur Nurul Anwar. 17. KH. Zubair Abdul Karim dari Bungah Gresik dengan kitabnya Ittifaqu Dzatil Baini. 18. KH. Achmad Ghozali, Lanbulan Sampang Madura dengan karang kitabnya : 1. Faidlul Karim, 2. Bughyatur Rofiq, 3. Anfa‟ul Wasilah, 4. Irsyadul Murid, 5. Tsamarotul fikar, 6. Taqyidat
19. Dan lain-lain
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
15
KLASIFIKASI HISAB Secara garis besar perhitungan hisab rukyat awal bulan itu ada dua, yakni hisab Urfi dan Hakiki. Hisab Urfi berdasarkan pada perhitungan rata-rata dari peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Perhitungan hisab Urfi ini bersifat tetap, umur bulan tetap pada setiap bulannya kecuali bulan Dzulhijjah. Bulan yang ganjil; gasal berumur 30 hari sedangkan bulan yang genap berumur 29 hari. Dengan demikian bulan Romadlon sebagai bulan kesembilan (ganjil) dari bulan Hijriyah selamanya akan berumur 30 hari. Sehingga hisab urfi ini tidak dapat digunakan untuk menentukan awal bulan Qomariyah secara syar‟i
Dengan kata lain hisab urfi adalah hisab matematik dan bukan hisab astronomik. Termasuk dalam kelompok hisab ini adalah Kalender Jawa Sultan Agung Mataram/kalender Jawa. Hisab Urfi ini dimulai sejak ditetapkannya oleh Kholifah Umar bin Khottob r.a. pada tahun 17 Hijriyah sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam. Hisab hakiki berdasarkan pada perhitungan peredaran bulan mengelilingi Bumi dan mempertimbangkan posisi bulan/hilal yang sebenarnya terhadap ufuk/horison. Hisab Haqiqi ini terbagi menjadi 3 tingkatan :
1. Hisab Haqīqī Taqrībī. 2. Hisab Ңaqīqī Tahqīqī. 3. Hisab Hakiki Tadqiqi/kontemporer. 1. Hisab Haqiqi Taqribi :
Metode perhitungan posisi Bulan berdasarkan gerak rata-rata Bulan mengelilingi Bumi, sehingga hasilnya merupakan perkiraan atau mendekati kebenaran(aproksi). Hisab ini kebanyakan berdasarkan acuan data Zeij (tabel astronomi) Ulugh Beik (1449 M) yang berdasarkan teori Geosentris (bumi sebagai pusat tata surya). Secara ilmiah teori ini(geocentris) telah gugur setelah Nicolas Copernicus (1473-1543 M) menemukan teori Heliosentris, bahwa Mataharilah pusat tata surya dan bukan Bumi sebagaimana yang diyakini sebelumnya. Metode ini perhitungannya hanya menggunakan penjumlahan dan pengurangan sederhana dan belum menggunakan rumus segitiga bola (spherical trigonometry). Perhitungan tinggi hilal kedua hisab tersebut hanya berdasarkan saat Maghrib dikurangi saat Ijtimak lalu dibagi dua tanpa mempertimbangkan lintasan bulan dan lintang tempat sehingga ketika posisi bulan jauh dari ekliptika tidak sesuai kenyataan di lapangan saat observasi hilal awal bulan hijriyah. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
16
Termasuk hisab haqiqi taqribi adalah : 1. Sullam an-Nayyiran ( ) karya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib bin Abdul Muhit bin Tumenggung Tjakra Jaya Al-Batawi. 2. Fath ar-Rauf al-Mannan ( ) karya Abu Hamdan Abdul Jalil bin Abdul Hamid al-Kudusi. 3. Al-Qawa‟idul Falakiyyah ( ) karya Abdul Fattah at-Thukhi alFalaky Al-Mishri 4. Asy-Syamsu wal Qamar bi Husban ( ) karya Anwar Katsir al-Malangi 5. Tadzkiratul Ikhwan ( ) karya Kyai Dahlan al-Semarangi 6. Wasilatut Tullab karya ( ) karya KH. Kholil Blandongan Gresik 7. Risalatul Falakiyah ( ) karya Kyai Romli Hasan Kemuteran Gresik 8. Jadawilul Falakiyyah ( ) KH. Qusyairi al-Pasuani 9. Risalatul Qamarain ( ) karya Kyai Nawawi Muhammad Yunus al-Kediri 10. Risalatu Syamsil Hilal ( ) KH. Noor Ahmad bin Shadiq bin Saryani al-Jepara 11. Faidul Karim ( ) karya KH. Achmad Ghozali Lanbulan Sampang Madura. Dan lain-lain 2. Hisab Haqiqi Taqiqi :
Metode perhitungan posisi Bulan berdasarkan gerak bulan yang sebenarnya. Dalam rumus perhitungannya metode ini sudah menggunakan kaedah ilmu ukur segitiga bola atau spherical trigonometry sehingga hasilnya cukup akurat. Metode ini menggunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan menggunakan perhitungan yang relatif lebih rumit dari Hisab Tahqiqi Taqribi.
Perhitungan irtifa‟ hilal (tinggi hilal), metode ini sudah mempertimbangkan nilai deklinasi bulan, sudut waktu bulan dan lintang tempat dan dikoreksi dengan Parallaks bulan, refraksi, semi diameter bulan. Adapun kitab-kitab yang termasuk ke dalam kategori Hisab Haqiqi Tahqiqi sebagai berikut: 1. Al-Mathla‟us Sa‟id ( ) karya Syekh Husain Zaid Mesir 2. Al-Manahijul Hamidiyyah ( ) karya Abdul Hamid Mursi Mesir 3. Al-Khulashatul Wafiyyah ( ) karya K.H. Zubair Umar AlJaelani Salatiga 4. Muntaha Nata‟ijil Aqwal ( ) karya Muhammad Hasan Asy‟ari Al-Pasuruani Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
17
) karya KH. Ma‟shum Ali Seblak Jombang Hisab Haqiqi ( ) karya Ki Wardan Dipo Ningrat Menara Kudus ( ) karya KH. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi Ittifaqu Dzatil Bain ( ) karya KH. Zubair Abdul Karim Bungah Gresik 9. Nurul Anwar ( ) karya KH. Noor Ahmad Shadiq bin Saryani alJepara 10. Irsyadul Murid ( ) dan Tsamarotul Fikar ( ) karya KH. Achmad Ghozali Lanbulan Sampang Madura. Dan lain-lain. 5. 6. 7. 8.
Badi‟atul Mitsal (
3. Hisab Haqiqi Tadqiqi :
Disebut juga dengan hisab asri/kontemporer. Metode perhitungan hisab ini sama dengan hisab Haqiqi Tahqiqi akan tetapi sudah menggunakan data yang up to date sesuai dengan kemajuan sains dan teknologi. Berbasiskan ilmu astronomi modern dengan koreksi dan data-data empirik yang baru serta delta T (angka ralat) dari hasil penelitian para astronom.
Dalam menghitung irtifa‟ hilal, metode ini sudah memasukkan unsur refraksi ( pembelokan cahaya karena obyek mendekati ufuk ), Aberasi ( pembiasan cahaya), Dip ( perubahan sudut karena faktor tinggi pengamat ), kelembaban udara serta kecepatan angin. Adapun kitab-kitab /metode yang termasuk ke dalam kategori Hisab Haqiqi Tadqiqi atau kontemporer adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Astronomical Algorithms, oleh Jean Meeus, Belgia Accurate Time karya Moh. Odeh ketua ICOP VSOP87 ELP2000 EW Brown Almanak Nautika Staryy Night Ascript Astro Info Ephemeris Hisab Rukyah, oleh Depag RI
Hisab Awal Bulan, oleh Sa‟adoeddin Djambek, Jakarta
New Comb, oleh LAMY, Yogyakarta Irsyadul Murid ( ) karya KH. Achmad Ghozali Lanbulan Sampang Madura 14. Al-Falakiyah karya Sriyatin Shadiq 15. Dan lain-lain
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
18
BAB II
DASAR-DASAR EXCEL 2007 Saat ini hampir semua siswa tingkat SD sampai PT sudah menggunakan komputer, baik untuk mengolah kata maupun lainnya. Dari beberapa software pengolah kata, yang paling banyak digunakan adalah Microsoft Word. Sedangkan untuk mengolah data-data numerik kebanyakan menggunakan Microsoft Excel. Dengan menggunakan excel, rumus yang panjang nan rumit akan terselesaikan dengan mudah. Termasuk juga rumusrumus Hisab-Falak. Dalam menghitung rumus rumus hisab, kita bisa menggunakan kalkulator FX-4500 PA, FX-350 HB, Karce KC-131, maupun kalkulator scientific lainnya. Akan tetapi akan lebih akurat jika kita menggunakan excel, karena nilai-nilai dibelakang koma yang lebih banyak daripada kita menggunakan kalkulator. Dengan excel kita juga bisa memasukkan rumus rumus hisab yang panjang hampir tanpa batas, tergantung besarnya memori yang terpasang di komputer. Dengan excel pula kita bisa menampilkan hasil perhitungan dengan menggunakan grafik, sehingga bentuk hilal bisa kita tampilkan sesuai dengan persentasi fraction illumination nya.
SEKILAS TENTANG EXCEL 2007 Karena materi-materi yang akan diuraikan di buku ini menggunakan media Microsoft Excel 2007 . Sebelum kita memasuki materi hisab, seperti Arah
Qiblat, Waktu Sholat, Ijtima‟, Irtifa‟, serta Gerhana ada baiknya kita mempelajari sedikit tentang seluk beluk Program Microsoft Excel 2007 . Agar kita bisa bekerja dengan Microsoft Excel dengan efektif, maka kita terlebih dahulu memahami sekilas tentang konsep yang dIgunakan oleh Excel. Konsep yang digunakan Excel, secara garis besar hampir sama dengan konsep yang digunakan oleh Lotus 123 pada era O.S. Dos. 1. Workbook : adalah sebuah file yang terdiri dari beberapa lembar kerja yang disebut dengan Workshee t atau Sheet . Secara default, workbook yang terpasang dalam Excel adalah satu dan satu workbook terdiri dari 3 sheet. Lembar kerja pertama disebut sheet1, lembar kerja kedua disebut sheet2 dan lembar kerja berikutnya disebut sheet3. Dokumen tersebut setelah disimpan disebut File. 2. Worksheet : disebut juga dengan Spreadsheet atau Sheet saja adalah tempat untuk mengetik dokumen, baik berupa data maupun rumus. Setiap sheet terdiri dari kolom dan baris, yaitu kolom A sampai kolom IV (256 kolom), dan baris 1 sampai 65536. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
19
3. Cell/Sel : adalah pertemuan antara kolom dan baris, contoh: tulisan AFRA berada pada kolom B baris kedua, dengan demikian disebut sel B2,. →Lihat Gambar 1.1. 4. Range: adalah kumpulan dari beberapa sel Contoh : B4..C4 dibaca B4 sampai C4 (yakni B4 dan C4) B6..C7 dibaca B6 sampai C7 (yakni B6,C6,B7 dan C7) Untuk lebih jelasnya lihatlah Gambar 1.1. 5. Name: adalah pemberian nama sell atau range untuk memudahkan aplikasinya kedalam rumus, misalnya cell B2 kita
beri nama dengan “dr” maka nanti
A 1 2 3 4 5 6 7
dalam memanggil cell B2 tidak lagi dengan B2 tetapi cukup dengan dr. Contoh : C3=B1+B2, bisa dengan C3=B1+dr. Untuk memberi nama sebuah sel atau range, arahkan pointer ke sel yang dimaksud, lalu klik kanan lalu pilih Name a Range lalu beri nama dengan nama yang kamu inginkan, lalu klik OK.
B
C
AFRA 3456 1254 6000 Gambar 1.1
4250 7500 450
6. Fungsi : adalah sebuah rumus yang disediakan oleh Excel untuk menyelesaikan permasalahan (perhitungan). Ada banyak sekali fungsifungsi yang terdapat dalam Excel, akan tetapi yang akan kita bahas di sini hanya sebagian saja yang sering dipergunakan untuk perhitungan hisab. Saat pertama kita membuka Microsoft Excel 2007 , yang terpampang dilayar adalah sebuah Workbook yang terdiri dari 3 worksheet. Worksheet (lembar kerja) pertama disebut sheet1, worksheet kedua disebut sheet2 dan worksheet berikutnya disebut sheet3. Di dalam worksheet itulah kita menulis dan menghitung berbagi rumus yang diperlukan, kemudian menyimpannya dengan nama yang kita kehendaki sebagai nama file yang nantinya akan berexistansi xlsx . Kita juga bisa merubah nama default dari sheet1, sheet2, maupun sheet3 tersebut dengan nama yang kita kehendaki. Untuk memasukkan data teks atau angka ke dalam worksheet Excel, langsung ketik data kedalam sel. Untuk memasukkan rumus, formula atau fungsi harus didahului dengan “=”, misalnya akan membuat sebu ah rumus di sel B5, maka arahkan pointer kel sel B5 lalu ketik = kemudian lanjutkan dengan mengetik rumusnya misal, =15x25+26x10, lalu tekan Enter. Bilangan-bilangan tersebut bisa diganti dengan alamat sel misalnya =A2xB1+C3xA5
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
20
Perlu diketahu sebelumnya bahwa penulisan argumen dalam sebuah fungsi di
dalam Ms Excel, antara argumen satu dengan lainnya dibatasi oleh “tanda baca”. Tanda baca yang dipakai tergantung pada pengaturan system operasi Windows yang dipakai. Jika system Windows kita menggunakan standar format Inggris maka separator (pemisah argumen) nya menggunakan tanda baca koma ( , ), dan Jika system Windows kita menggunakan standar format Indonesia maka separatornya titik koma ( ; ). Jika tanda baca yang dipakai untuk pemisah argumen tersebut tidak sesuai dengan system, maka maksud kita akan rumus tersebut akan berlainan dengan kalkulasi Ms Excel. Dan jika kita sudah punya file dimana pada saat
penulisan rumusnya menggunakan pemisah argumen titik koma “;”, kemudian
kita
buka
di
komputer lain yang pemisah argumennya menggunakan koma “,” maka pada sebagian kasus akan muncul pesan error
“#VALUE!”. Untuk mengatasinya setting system Windows anda dengan format Indonesia dengan langkah sebagai berikut : Start → Control Panel → Regional and Language Options → lalu klik combo box preferences dan pilih Indonesian.
HIRARKI PERHITUNGAN Dalam melakukan perhitungan, operator aritmatik excel memiliki urutan perhitungan (hirarki ) sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
() ^ / x, + dan –
Sehingga dalam menghitung sebuah rangkaian rumus, Excel mendahulukan menghitung rumus yang berada diantara dua tanda kurung, kemudian pangkat, lalu pembagian, kemudian kali, tambah dan pengurangan derajatnya sama. Contoh : C5 = 2500 / 2 ^ 3 Maka yang pertama diproses adalah 2^3 = 8 karena urutan pangkat derajatnya lebih tinggi daripada pembagian. Sehingga C5 = 2500 / 8 = 312.5 Bedakan dengan contoh ini : C5 = 2500 ^ 2 / 3 Maka yang pertama diproses adalah 2500^2 = 6250000 karena urutan pangkat derajatnya lebih tinggi daripada pembagian. Sehingga C5 = 6250000 / 3 = 2083333,333
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
21
FUNGSI-FUNGSI FORMULA EXCEL Berikut ini sebagian fungsi-fungsi yang sering dipakai dalam perhitungan hisab 1. SUM: Adalah fungsi untuk menjumlahkan bilangan dari beberapa sel atau range. SINTAX : SUM(bilanganawal:bilanganakhir) Contoh : C6 = SUM(B1:B5) Sel C6 = menjumlahkan bilangan dari sel B1 sampai B5, hasilnya = 14250. → Lihat Gambar 2.1 2. ABS: adalah fungsi untuk meng absolutkan bilangan numerik, yakni mengabaikan nilai mines (-) dari bilangan, walaupun nilai bilangan tersebut mines tetapi dianggap (+) SINTAX : ABS(bilangan)
A
B 2500 4500 3500 1500 2250 Jumlah Gambar 2.1
1 2 3 4 5 6
A 1 2 3 4 5
C
14250
B
C
-1234 -2345 -4567
1234 2345 4567
Gambar 2.2 Contoh: C2 = ABS(B2), → Mengabaikan nilai mines dari sel B2 (-1234), Hasilnya = 1234 → Lihat Gambar 2.2 3. INT: Integer , membulatkan bilangan pecahan dengan pembulatan ke bawah kedalam bilangan bulat terdekat. SINTAX : INT(bilangan) C1 = INT(B1) C4 = INT(B4)
= 23 = - 24 Lihat Gambar 2.3
4. TRUNC : Truncate, memotong Bilangan dengan desimal tertentu, tanpa ada pembulatan. SINTAX=TRUNC(bilangan;Jumlahdesimal) C1 = TRUNC (B1;0) = 23 C2 = TRUNC (B4;1) = 23.5 C3 = TRUNC (B4;2) = 23.56
Formula Ilmu Hisab I
A 1 2 3 4 5
B 23 564 23 564
C 23 23
-23 564 -23 564 Gambar 2.3
-24 -23
A 1 2 3 4
B 23 564 23 564 23 564
C 23 23.5 23.56
Gambar 2.4 → Lihat Gambar 2.4
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
22
5. MOD : Modeler , mencari sisa hasil pembagian. SINTAX : MOD(ygdibagi;pembagi) C2 = MOD(A2;B2) = Sisa hasil bagi dari 10 dibagi 4 = 2 C3 = MOD(A3;B3) = Sisa hasil bagi dari 10 dibagi 5 = 0 C4 = MOD(A4;B4) = Sisa hasil bagi dari 10 dibagi 6 = 4
→ Lihat gambar 2.5
A diba i 10 10 10
1 2 3 4 5
B emba i 4 5 6
C sisa 2 0 4
Gambar 2.5 6. ROUND adalah fungsi untuk membulatkan bilangan kedalam nilai desimal tertentu. SINTAX :ROUND(bilangan;Jumlahdesimal → Lihat gambar 2.6 C1 C2 C3 C4
= = = =
ROUND(B1;0) ROUND(B2;0) ROUND(B3;1) ROUND(B4;2)
= = = =
125 126 125.2 125.23
A 1 2 3 4 5
B 125.23 125.50 125.23 125.23
C 125 126 125.2 125.23
Fungsi ROUND ini hampir sama dengan fungsi TRUNC, perbedaannya, Gambar 2.6 kalau ROUND pembulatan bilangan kedalam nilai desimal tertentu, sedangkan TRUNC memotong bilangan dengan nilai desimal tertentu. 7. SQRT : Sequare Root , adalah untuk menghitung akar pangkat dua (
)
dari suatu bilangan. SINTAX : SQRT(bilangan). Contoh :
→ Lihat gambar 2.7
A 1 2 3 4
B 9 20 25
C 3 4 472135955 5
C1 = SQRT(B1) = akar pangkat dua Gambar 2.7 dari 9 = 3 C2 = SQRT(B2) = akar pangkat dua dari 20 = 4,472135955 C3 = SQRT(B3) = akar pangkat dua dari 25 = 5 8. RADIANS : adalah fungsi untuk merubah nilai sudut dari satuan derajat ke nilai sudut dengan satuan radian. Fungsi Radians sama dengan mengkalikan nilai tersebut dengan PI()/180.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
23
SINTAX : RADIANS(bilangan). → Lihat gambar 2.8 Contoh : C1 = RADIANS(B1) = 0,872664626 C2 = B1 x PI()/180 = 0,872664626
A
B 50 50
1 2 3
C 0 872664626 0,872664626
Gambar 2.8
9. DEGREES : adalah fungsi A B untuk merubah nilai sudut 3 141592654 1 dari satuan radian ke nilai 3 141592654 2 sudut dengan satuan derajat. 3 Fungsi Degrees sama dengan Gambar 2.9 mengkalikan bilangan tersebut dengan 180/ PI(), yakni kebalikan dari fungsi RADIANS. SINTAX : DEGREES(bilangan).
1 2 3
→ Lihat gambar 2.9
Contoh : C1 = DEGREES(B1) = 180 C2 = B1 x 180/PI() = 180
A 9 9 9
C 180 180
B C 0 412118485 0 156434465 -0 911130262 0 987688341 -0 452315659 0 15838444 Gambar 2.10
10. SIN, COS dan TAN : Sinus, Cosinus dan Tangen, untuk menghitung nilai Sinus, Cosinus dan Tangen dari sebuah sudut. SINTAX : SIN(bilangan), COS(bilangan), TAN(bilangan) . Apabila nilai sudutnya dalam satuan derajat, maka supaya dikonversi dulu kedalam radian dengan menggunakan fungsi RADIANS atau mengalikannya dengan PI()/180. → Lihat gambar 2.10 SIN(RADIANS(bilangan)) atau SIN((bilangan * PI() /180)) COS(RADIANS(bilangan)) atau SIN((bilangan * PI() /180)) TAN(RADIANS(bilangan)) atau SIN((bilangan * PI() /180)) B1 B2 B3 C1 C2 C3
= = = = = =
SIN(A1) COS(A2) TAN(A3) SIN(RADIANS(A1)) COS(RADIANS(A2)) TAN(RADIANS(A3))
Formula Ilmu Hisab I
= = = = = =
sin radian dari 9 = 0,412118485 cos radian dari 9 = -0,911130262 tangen radian dari 9 = -0,452315659 sin derajat dari 9 = 0,156434465 cos derajat dari 9 = 0,987688341 tan derajat dari 9 = 0,15838444
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
24
11. ASIN, ACOS dan ATAN : sin-1 , cos-1, dan tan-1 yaitu menghitung nilai radian Arc Sinus, Arc Cosinus dan Arc Tangen. Nilai yang dihasilkan ASIN dan ATAN berkisar antara –pi/2 (-1,570796327) sampai pi/2 (1,570796327). Sedangkan nilai yang dihasilkan ACOS berkisar antara 0 sampai Pi. SINTAX : ASIN(bilangan), atau ACOS(bilangan) atau ATAN(bilangan). Untuk menghasilkan nilai dalam satuan derjat maka gunakan fungsi Degrees, atau mengkalikan nilai tersebut dengan 180/ PI().
1 2 3
A 05 05 0,5
B C 0 523598776 30 1 047197551 60 0,463647609 26,56505118 Gambar 2.11
SINTAX: DEGREES(ASIN(bilangan))atau ASIN(bilangan * 180/pi()) DEGREES(ACOS(bilangan)) atau ASIN(bilangan * 180/pi()) DEGREES(ATAN(bilangan)) atau ASIN(bilangan * 180/pi()) →Llihat gambar 2.11
B1 = ASIN(A1) = arc sin radian dari 0,5 = 0,412118485 B2 = ACOS(A2) = arc cos radian dari 0,5 = -0,911130262 B3 = ATAN(A3) = arc tan radian dari 0,5 = -0,452315659 C1 = DEGREES (ASIN(A1)) = arc sin derajat dari 0,5 = 0,007192824 C2 = DEGREES (ACOS(A2))= arc cos derajat dari 0,5 = -0,015902223 C3 = DEGREES (ATAN(A3))= arc tan derajat dari 0,5 = -0,007894398 12. IF : Adalah salah satu dari 6 fungsi logika (IF, OR, AND, NOT, TRUE dan FALSE). Untuk mendukung fungsi logika, kita harus mengerti lebih dahulu tentang operator logika, yaitu: NO
OPERATOR
CONTOH
1
=
B1 = A1
B1 sama dengan A1
2
<
B1 < A1
B1 lebih kecil dari A1
3
>
B1 > A1
4
<=
B1 <= A1
5
>=
B1 >= A1
6
<>
B1 <> A1
B1 lebih besar dari A1 B1 lebih kecil atau sama dengan A1 B1 lebih besar atau sama dengan A1 B1 tidak sama dengan A1
Formula Ilmu Hisab I
KETERANGAN
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
25
IF berfungsi untuk melakukan analisa perbandingan dari dua buah kondisi atau lebih, kemudian mengambil keputusan dari kondisi tersebut. SINTAX : = IF(kondisi;hasil jika kondisi benar; hasil jika kondisi salah) . Contoh :
C2 = IF(B2>20;”Dewasa”;” Kecil”), artinya jika B2 lebih besar dari 20 maka C2 = Dewasa dan jika B2 lebih kecil dari 20 maka C2= Kecil. Hasilnya = Dewasa
1 2 3 4
A Nama MUID AFRAH
B Umur 36 3
C Hasil Dewasa Kecil
Gambar 2.12
C3 = IF(B3>20;”Dewasa”;” Kecil”), artinya jika B3 lebih besar dari 20 maka C3 = Dewasa dan jika B3 lebih kecil dari 20 maka C3 = Kecil. Hasilnya = Kecil
12. INDEX : Mencari data dalam range data / tabel data dengan acuan kolom dan baris yang telah ditentukan. Syntax: INDEX (tabeldata; baris, kolom) Contoh : E4 = INDEX(B1:D5,3,2) = 6500 Formula diatas Mencari data dari tabel data B1-D5 baris ke-3 kolom ke-2
A 1 2 3 4 5 6
B MUID KHOIR ZAHWAH AFROH AUFA
C 2500 4500 6500 250 478
D GRESIK MALANG MANYAR MANYAR PONDOK
E
6500
Gambar 2.13 11. VLOOKUP : Mencari data dalam range data/tabel data baris demi baris secara vertikal. SINTAX = VLOOKUP(Kriteria;Range Data;Kolom Tabel), →Lihat Gambar 2.14 E4 = VLOOKUP(MAIL,B1:D5,3) = Mencari data dg Argumen MAIL dari range data B1-D5 kolom ke 3
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
26
A 1 2 3 4 5 6
B MUID MAIL ZAHWAH AFROH AUFA
C 2500 4500 6500 250 478
D GRESIK MALANG MANYAR MANYAR PONDOK
E
MALANG
Gambar 2.14 Dalam penggunaan Vlookup, sel paling kiri dari data tabel harus urut secara alfabet, demikian juga jika data paling kiri berupa angka maka harus urut dari nilai yang paling kecil. Jadi kalau INDEX pencarian data berdasarkan nomor dan baris dari tabel data sehingga tidak bisa mencari data berdasarkan text sedangkan Vlookup berdasarkan data acuan kolom paling kiri dari tabel data dan data acuan bisa berupa angka maupun text, tetapi jika text maka tabel data harus urut secara alpabet 13. DATE : Untuk menuliskan data tanggal, bulan dan tahun. Nilai data ini hanya berlaku mulai 1900 masehi sampai 9999. Dengan format general, 1 Januari 1900 oleh fungsi Date dianggap 1, tanggal berikutnya 2 dan seterusnya sampai tanggal 31 Desember 9999, dianggap 2958465. SINTAX : DATE(tahun;bulan;tanggal).
Format date ini juga bisa ditampilkan dalam bentuk seperti “17 Agustus 2009”, arahkan pointer ke sel yang berisi date lalu klik kanan lalu pilih Format Cells
→Custom →isi
kolom Type dg teks "dd mmmm yyyy" →OK
Contoh : Sel A2=DATE(2009;12;12) Sel A3=DATE(2009;12;12) dengan format General Sel A1=DATE(2009;12;12) dengan format sel "dd mmmm yyyy" →Llihat gambar 2.14 14. YEAR : Untuk mengambil nilai tahun dari data DATE. SINTAX : YEAR(data_date) Contoh : B2=YEAR(A2)
Formula Ilmu Hisab I
=2009 →Llihat gambar 2.15
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
27
15. MONTH : Untuk mengambil nilai bulan dari data DATE. SINTAX : MONTH(data_date) Contoh : C2=MONTH(A2)
=8 →Llihat gambar 2.15
16. DAY : Untuk mengambil nilai tanggal dari data DATE. SINTAX : DAY(data_date) Contoh : E2=DAY(A2)
=12 →Llihat gambar 2.15
17. TIME : Untuk menuliskan data waktu / jam. SINTAX : TIME(jam;menit;detik) Contoh B4=TIME(21;15;46) →Llihat gambar 2.15 18. HOUR : Untuk mengambil nilai jam dari data TIME. SINTAX : HOUR(data_time) Contoh D4=HOUR(B4)
= 21 →Llihat gambar 2.15
19. MINUTE : Untuk mengambil nilai menit dari data TIME. SINTAX : MINUTE(data_time) Contoh E4=MINUTE(B4)
= 15 →Llihat gambar 2.15
20. SECOND : Untuk mengambil nilai detik dari data TIME. SINTAX : SECOND(data_time) Contoh E4=SECOND(B4)
A 1
12 Agustus 2009
2
12/08/2009
3
40159
4
= 46 →Llihat gambar 2.15
B
C
D
E
F
G
2009
8
Agustus
12
4
Rabu
21
15
46
21:15:46
5 Gambar 2.15 Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
28
BAB III
ARAH QIBLAT
Sholat menghadap ke Ka'bah disyariatkan pada tahun kedua setelah hijrah, sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis, Palestina. Selama di Madinah, Rosululloh, sholat menghadap Baitul Maqdis kurang lebih 16 bulan, kemudian menghadap Ka'bah pada hari Senin 17 Rojab tahun kedua hijrah. Saat itu rosululloh sholat di masjid Bani Salamah (Masjid Qiblatain). Firman Alloh dalam Al-Qur'an :
)411
(
Artinya : Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke qiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. kerjakan .
ARAH QIBLAT Qiblat berasal dari bahasa arab ) ( yang artinya arah. Yang dimaksud dengan qiblat adalah arah mata angin yang menuju ke Ka'bah di Makkah AlMukarraomah. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kiblat
sebagai arah ke Ka‟bah di Makkah (pada waktu sholat) sementara Ensiklopedia Hukum Islam menerjemahkannya sebagai bangunan Ka‟bah atau arah yang dituju kaum Muslimin dalam melaksanakan sebagian ibadah. Yang dimaksud dengan arah qiblat adalah arah mata angin yang menuju ke Ka'bah di Makkah Al- Mukarraomah. Posisi ka‟bah berdasarkan GPS ad alah: 21 25' 25" lintang utara, 39 49' 39" bujur timur. Para ulama sepakat bahwa menghadap ke arah qiblat adalah menjadi syarat syahnya sholat. Secara garis besar arah dibagi menjadi empat, yaitu Utara, Selatan, Timur dan Barat, akan tetapi untuk daerah di kutub utara maupun kutub selatan bumi arah hanya ada satu. Ketika kita berada di kutub utara, kita tidak akan Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
29
mendapatkan arah kecuali arah selatan, sehingga kemanapun kita memandang yang ada hanya arah selatan. Pun juga ketika kita berada di kutub Selatan, kita tidak akan mendapatkan arah kecuali arah utara, sehingga kemanapun kita memandang yang ada hanya arah utara. Hal tersebut adalah konskuensi dari bentuk bumi yang bundar seperti bola sehingga tidak mempunyai tepi.
Dalam perspektif ilmu falak, yang dimaksud dengan arah adalah arah dengan jarak terdekat , bukan arah sebaliknya (180 ). Contoh : kota Jakarta arahnya adalah sebelah barat kota Surabaya, kita tidak bisa mengatakan bahwa kota Jakarta adalah sebelah timur kota Surabaya, walaupun jika kita naik pesawat dari Surabaya ke arah timur mengelilingi dunia ini nantinya juga ketemu kota Jakarta, akan tetapi yang dimaksud arah adalah arah dengan jarak terdekat. Secara astronomi Arah Ka'bah yang berada di kota Makkah dapat diketahui dari tempat manapun di permukaan bumi ini dengan menggunakan ilmu ukur segitiga bola atau trigonometri bola ( spherical trigonometri ) yakni ilmu ukur sudut bidang datar yang diaplikasikan pada permukaan berbentuk bola yaitu bumi yang kita tempati. Untuk membayangkan arah qiblat, berikut ilustrasi segitiga bola arah qiblat dalam bola dunia. Lihat gambar 3.0.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
30
Gambar 3.0 Illustrasi arah qiblat di era sekarang bisa dilihat dengan mudah lewat internet melalui situs-situs yang menyediakannya diantaranya: http://www.qiblalocator.com/ http://rukyatulhilal.org/qiblalocator / atau menggunakan Google Earth. Website tersebut diolah berdasarkan datadata digital dari satelit sehingga arah qiblat, foto lokasi, lintang dan bujur serta jarak dari Makkah bisa dilihat dengan jelas dalam bentuk foto. Melalui situs-situs tersebut kesalahan penentukan arah kiblat sebuah masjid bisa diketahui secara umum tanpa harus faham betul masalah hisab atau falak. Berikut adalah peta arah kiblat secara global diambil dari program Accurate Times
Yang unik dari Arah Qiblat : Pada saat kita berada di titik balik ka'bah (antipodal) yakni koordinat 21° 25' 21,035" Lintang Selatan 140° 10' 25,714" Bujur Barat, kemanapun kita memandang akan menghadap ke Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
31
ka'bah. Kalau misalnya di tempat tersebut dibangun sebuah masjid maka tidak lagi diperlukan mihrob karena semua arah dimasjid tersebut menghadap ke ka'bah dengan jarak yang sama dari ka'bah. Lokasi antipodal ka'bah tersebut berada di kepulauan Tuamotu 50 km sebelah timur pulau Tematagi tepat diatas lautan dengan kedalaman yang sangat dalam, jadi tidak mungkin untuk dibangun sebuah masjid di lokasi tersebut.
PANDANGAN FIQH TENTANG QIBLAT Dalam kacamata ahli fikih tampaknya terdapat banyak ragam pendapat dalam memaknai qiblat. Penafsiran yang berbeda tersebut bermula dari pemahaman kalimat “Syatrol masjidil harom” yang ada di dalam surat Al Baqoroh ayat 144, 149, dan 150. Memahami ayat tersebut secara garis besar terbagi menjadi 2 pendapat : 1. Memaknai Syatrol masjidil harom merujuk pada bangunan fisik
Ka‟bah (ainul ka‟bah), keberadaan ainul ka‟bah sebagai kiblat bagi seluruh umat Islam di manapun berada di permukaan bumi merupakan hal yang mutlak. Pendukung pendapat ini adalah
Syafi‟iyyah dan Hanabilah. 2. Memaknai Syatrol masjidil harom sebagai jihatul ka„bah. Pendukung
pendapat ini adalah Hanafiyyah dan Malikyyah. Makna jihatul ka„bah dalam perspektif Hanafiyyah dan Malikiyyah memiliki empat variasi pemaknaan, yaitu al-jaanib, Masjidil Harom, Kota Makkah, dan Tanah Harom. Oleh karenanya, musholli tidak dikenakan takliif
(pembebanan) untuk menghadap ke ainul ka‟bah dalam hal pelaksanaan sholat. Adapun dalil Syar‟i yang dijadikannya sebagai acuan ialah merujuk kepada makna lahir dari pada Syatrol masjidil harom, disamping pula karena adanya hadits Nabi SAW dan pendapat dari sejumlah sahabat yang lebih longgar. Disamping itu, mereka mengajukan fakta empirik di kalangan sahabat yang tidak
mempertanyakan ainul ka‟bah pada saat menerima informasi perubahan arah kiblat. Adanya mashaqqoh (kesulitan) untuk menentukan posisi ainul ka‟bah juga turut serta menghiasi
munculnya pemahaman jihatul ka„bah. Setelah dilakukan upaya tarjiih dan verifikasi terhadap ragam pandangan fuqoha, dengan menggunakan pendekatan astronomi (astronomical approach), maka didapatkan sebuah konklusi yang roojih dan relevan dalam
konteks sekarang, yaitu: makna Syatrol masjidil harom sebagai ainul ka‟bah. Hal ini dikarenakan adanya pandangan dan argumentasi fuqoha yang memaknai kata Syatrol masjidil harom sebagai jihatul ka„bah tidak seirama Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
32
dan relevan dengan kaidah-kaidah astronomis. Disamping itu, jika makna Syatrol masjidil harom tersebut dinalisa dengan pendekatan historis, maka didapatkan sebuah konklusi bahwa makna Syatrol masjidil harom tersebut sesungguhnya merujuk kepada bangunan Ka‟bah, dan bukan Masjidil Harom
karena saat ayat tersebut turun, di sekeliling ka‟bah belum ada Masjidil Harom dalan arti bangunannya. jadi yang dimaksud Masjidil Harom tidak lain
adalah bangunan Ka‟bah itu sendiri. POLEMIK ARAH QIBLAT Meski definisi qiblat telah demikian jelas, namun kosakata arah kiblat telah menjadi sebuah problem tersendiri dalam ranah Indonesia belakangan ini. Di tengah maraknya kegiatan pengukuran arah kiblat, baik yang diselenggarakan petugas Kementerian Agama pusat dan daerah, petugas Badan Hisab dan Rukyat (BHR) di berbagai daerah serta sejumlah institusi terkait, terselip berita tentang resahnya masyarakat terkait tingginya jumlah masjid yang tidak mengarah ke kiblat, yakni sebesar 320.000 dari 800.000 masjid di Indonesia atau setara dengan 40 %. Aktivitas lempeng tektonik bumi yang mengakibatkan gempa bumi pun dianggap bertanggungjawab atas terjadinya pergeseran tersebut. Ramainya pergunjingan pergeseran arah qiblat akibat gempa tersebut mengakibatkan munculnya Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) No. 3 Tahun 2010 tentang arah qiblat yang sebagian isinya sebagai berikut: (3). Letak
georafis Indonesia yang berada di bagian timur Ka‟bah/Mekkah, maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap kearah barat. MUI merekomendasikan agar bangunan masjid/mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap kearah barat, tidak perlu diubah, dibongkar, dan sebagainya. Akibat fatwa tersebut timbul polemik terkait isi fatwa yang mengatakan bahwa qiblat Indonesia adalah barat, tidak usah serong ke utara maupun serong ke selatan. Beberapa ormas-ormas Islam serta lembaga-lembaga yang terkait dengan hisab dan rukyat melakukan protes kepada MUI atas munculnya fatwa MUI No.3/2010 tersebut. Bahkan IAIN Walisongo Semarang menghelat seminar nasional arah qiblat dengan judul “Menggugat Fatwa MUI
No. 03 / Th. 2010 tentang Arah Kibat” Berdasarkan ilmu topografi kalau qiblat Indonesia adalah menghadap ke barat, maka bagi wilayah Indonesia yang berada lintang utara, arah q iblatnya akan menghadap negara Kenya, sedangkan wilayah Indonesia yang berada di lintang selatan akan mengarah ke Tanzania Alhamdulillah setelah beberapa kali sharing dengan ormas-ormas Islam dan lembaga-lembaga yang terkait dengan geografi, dan astronomy akhirnya Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
33
pada tanggal 2 Juli 2010, MUI melakukan revisi terhadap fatwa No. 3/2010 tersebut dengan mengeluarkan fatwa No. 5 Tahun 2010. Di dalam fatwa Nomor 5/2010 disempurnakan menjadi "Arah kiblat umat Islam Indonesia ke arah barat laut dengan kemiringan bervariasi sesuai posisi masing-masing kawasan". Asumsi bahwa gempa bumi merupakan faktor penyebab berubahnya arah kiblat di Indonesia tergolong menyesatkan mengingat perubahan sudut akibat pergerakan kulit Bumi oleh gempa bumi tergolong sangat kecil. Dengan trigonometri segitiga bola yang mengambil asumsi Bumi berbentuk bola sempurna dalam kasus gempa Aceh 2004, yang secara teknis dinamakan gempa megahthrust Sumatra –Andaman 26 Desember 2004 dengan magnitude 9,15 Mw, memperlihatkan bahwa meski gempa tersebut menghasilkan perekahan kulit Bumi seluas 1.600 x 200 km2 di zona sumber gempa, yakni Kepulauan Andaman dan Nicobar serta Pulau Simeulue yang diikuti dengan pergeseran sejauh 20 m (rata –rata) ke arah barat dan barat daya, namun perubahan sudut arah kiblat yang diakibatkannya diakibat kannya sangat kecil. Dengan mengambil sebuah titik di Pulau Simeulue yang memiliki koordinat 2
34‟ 55,77” LU 95 57‟ 42,85” BT, maka pergeseran sebesar 20 m ke arah barat daya (azimuth 225) hanya menghasilkan sudut penyimpangan arah kiblat sebesar 0,374” detik dera jat saja. Sudut penyimpangan sekecil ini tidak signifikan jika harus diukur kembali, mengingat seandainya di tempat tersebut berdiri sebuah masjid dengan luas 100 x 100 m 2 yang sebelumnya tepat menghadap ke kiblat, akibat pergeseran tersebut maka garis shof masjid tersebut hanya perlu digeser 0,18 mm di salah satu ujungnya. Angka pergeseran ini jauh lebih kecil dibanding batas kemampuan alat ukur yang selama ini digunakan untuk untuk keperluan konstruksi, theodolite misalnya. Bila gempa terdahsyat dalam sejarah Indonesia hanya menghasilkan sudut penyimpangan arah kiblat sedemikian kecil, maka gempa –gempa lainnya yang secara magnitude lebih kecil tentu akan menghasilkan sudut penyimpangan yang jauh lebih kecil pula.
MENGHITUNG ARAH QIBLAT Untuk menghitung arah qiblat, data-data yang diperlukan hanya dua yaitu
koordinat Ka‟bah dan koordinat lokasi perhitungan (markas). Adapun koordinat ka‟bah berdasarkan GPS adalah: 21 25' 25" lintang utara, 39 49' 39" bujur timur. Dan untuk data koordinat markas perhitungan bisa didapatkan dari buku buku geografi, seperti Atlas Indonesia dan Dunia, Taqwim Standar Indonesia, Tabel Geografis Kota-kota Dunia, atau bisa dilihat di buku ini halaman 124-130.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
34
Apabila kita kesulitan mencari data lintang dan bujur tersebut, maka kita bisa mengukurnya dengan bantuan GPS ( global position system) alat navigasi berbasis satelit yang didesain untuk mengkalkulasi lintang dan bujur, serta ketinggian suatu tempat di permukaan bumi ini. Bagi yang memakai komputer bisa menggunakan Google Earth. Contoh menggunakan Google Earth Lihat gambar 3.3
Gambar 3.3 Jika data bujur dan lintang tempat yang akan kita hitung arah qiblatnya tersebut sudah ditemukan, maka selanjutnya tinggal menghitungnya dengan rumus sebagai berikut:
Cotan B = Cotan b Sin a - Cos a Cotan c Sin c Algoritma : Sisi a (a) = 90 – lintang markas Sisi b (b) = 90 – lintang ka'bah Sisi c (c) = bujur markas – bujur ka'bah Aq = tan-1 (1/tan b x sin a/sin c – cos ax 1/tan c) Az = Jika c lebih kecil dari 0 maka Az = 90 + Aq Jika c lebih besar dari 0 maka Az = 270 + Aq Contoh perhitungan arah qiblat menggunakan formula Excel dengan markas perhitungan Masjid Agung Surabaya
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
35
Data ka‟bah Data lokasi
: Lintang = 21 25' 25" LU : Lintang = 7 20' 11,91" LS
Bujur = 39 49' 39" BT Bujur = 112 42' 54,47" BT
Kemudian ikuti langkah-langkah berikut ini: 1. Memasukkan data lintang dan bujur. a.
Masukkan data lintang Ka‟bah kedalam sel C4, D4, dan E4 (C4=derajat, D4=menit, E4=detik ).
b. Masukkan data bujur Ka‟bah kedalam sel C5, D5, dan E5 (C5=derajat, D5=menit, E5=detik). c.
Masukkan data lintang markas kedalam sel C6, D6, dan E6 (C6=derajat, D6=menit, E6=detik). Jika lintang markas berada di sebelah selatan katulistiwa, maka setiap input data lintang ditambahi dengan "-" (mines), contoh lintang 7° 20' 11,91" LS maka input datanya = -7° -20' -11,91"
d. Masukkan data bujur markas kedalam sel C7, D7, dan E7. Jika bujur markas berada di sebelah barat kota Greenwich, maka setiap input data bujur ditambahi dengan "-" (mines). e.
Perlu diketahui bahwa data lintang dan bujur diatas masih dalam format derajat, ubahlah menjadi desimal, karena di dalam Excel tidak mengenal pola perhitungan dalam format derajat. Arahkan pointer kedalam sel F4 untuk merubah data lintang menjadi desimal dengan formula berikut : F4=C4+D4/60+E4/3600. = 21,42361111
» Lakukan hal yang sama terhadap data bujur Ka‟bah, lintang tempat serta bujur tempat, sehingga semua data lintang dan bujur menjadi desimal. 2. Karena fungsi trigonometri menggunakan satuan sudut radian, bukan derajat, maka dalam setiap penggunaan sin, cos dan tan supaya mengkalikannya dengan PI()/180. Untuk memudahkannya maka buatlah range name dari sebuah sel, dimana isi sel tersebut adalah PI()/180. Arahkan pointer ke sel J4 lalu isi dengan PI()/180, kemudian klik kanan lalu pilih Name a Range lalu beri nama dengan dr , lalu klik OK. 3. Menghitung ketiga sisi dari segitiga bola arah qiblat, yakni sisi a, sisi b, dan sisi c. a.
Sisi a (a) = 90°–lintang markas. Arahkan pointer ke F9 lalu isi = 97,33664167 dengan formula berikut : F9=90-F6
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
36
b. Sisi b (a) = 90°–lintang ka'bah (21,42361111). Arahkan pointer ke F10 lalu isi dengan formula berikut : F10=90-21,42361111 = 68,57638889 c.
Sisi c (c ) = bujur markas – bujur ka'bah (39,8275). Arahkan pointer ke F11 lalu isi dengan formula berikut : =72,88763056 F11=F7-39,8275
4. Menghitung arah qiblat ( Aq) dengan rumus sebagai berikut: tan-1(1/tan b x sin a/sin c – cos a x 1/tan c) . Arahkan pointer ke F13 lalu isi dengan formula berikut : ATAN(1/TAN(F10*dr)*SIN(F9*dr)/SIN(F11*dr)=24,06079055 COS(F9*dr)*1/TAN(F11*dr))*180/PI() 5. Mengkonversi arah qiblat kedalam azimut ( Az ). Lihat nilai sisi c ( c ), Jika c lebih kecil dari 0 maka Az = 90 + Aq Jika c lebih besar dari 0 maka Az = 270 + Aq Arahkan pointer ke F14 lalu isi dengan formula berikut : =294,0607905 =IF(F11<0;F13+90;F13+270) =294° 03' 39”
Kesimpulannya azimut arah qiblat Masjid Agung Surabaya adalah
294,0607905 (294° 03' 39”), yakni 24,0607905 (24° 03' 39”) dari arah barat ke utara
MENGHITUNG JARAK ANTAR LOKASI Untuk mengukur jarak antar tempat di dalam halaman rumah kita, kita bisa mengukurnya dengan menggunakan meteran, akan tetapi jika yang kita ukur berskala besar maka mustahil kita mengukurnya dengan meteran. Seperti menghitung jarak lokasi kita dengan ka‟bah di Makkah Al-Mukaromah. Untuk mengukur jarak antar lokasi kita bisa menghitungnya dengan bantuan kalkulator dengan syarat lintang dan bujur lokasi yang akan kita hitung sudah dketahui. Adapun rumusnya sebagai berikut:
E = - k M = cos-1(sin x sin k + cos x cos Km = M / 360 x 6,283185307 x 6378,388
k
x cos E )
Contoh perhitungan jarak antara Ka'bah dengan Masjid Agung Suraba ya koordinat ( : 112 42' 54,47" : -7 20' 11,91" ) Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
37
E(F20)
M(F21)
= - k = F7-F5
= 72,88763056
= cos-1(sin x sink + cos x cosk x cos E) = ACOS(SIN(F6*dr)*SIN(F4*dr)+COS(F6*dr) *COS(F4*dr)* COS(F20*dr))*180/PI()
= 76,99536459 Km(F22) = M /360 x 6.283185307 x 6378.388 = F21/360*6,283185307*6378,388
= 8571,422079km MENENTUKAN ARAH QIBLAT Setelah azimut arah qiblat sudah kita ketahui, selanjutnya adalah mengukur dan menentukannya. Yang dimaksud dengan mengukur dan menentukan azimut arah qiblat pada dasarnya adalah menentukan arah utara sejati terlebih dahulu, baru kemudian mengkalibrasikannya ke arah qiblat yang dimaksud. Ada banyak cara dan metode untuk menentukan arah utara sejati, mulai dari kompas yang sederhana, tongkat istimewa sampai dengan alat survey dan navigasi yang berbasis satelit. Berikut ini beberapa cara untuk menentukan arah qiblat : 1. KOMPAS Dari beberapa cara untuk menentukan arah utara sejati, kompas adalah pilihan yang paling mudah dijangkau, khususnya bagi yang berkantong tipis dan juga mudah pengaplikasiannya bagi yang masih amatiran di bidang hisab falak. Dari beberapa macam kompas, secara garis besar dibagi menjadi dua, yang pertama adalah Kompas Magnetik dan yang kedua adalah Kompas Digital . A. KOMPAS MAGNETIK. Ada banyak macam jenis kompas magnetik dijual di pasaran. Kompas magnetik bekerja berdasarkan pengaruh medan magnet bumi yang membuat jarum magnet yang terdapat pada kompas magnetik selalu menunjuk ke arah Utara dan Selatan. Dengan harga yang murah kita sudah bisa memiliki kompas namun dengan ketelitian yang rendah pula. Kompas magnetik yang memiliki ketelitian cukup tinggi harganya cukup mahal diantaranya jenis Suunto, Ushikata, Marine, Tamaya dan lain lain.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
38
Beberapa model Kompas Magnetik
Pengukuran dengan kompas sangat tidak dianjurkan jika bisa melakukan pengukuran dengan media yg lainya karena karakter bangunan sekarang cenderung terbuat dari beton dan lagi banyaknya medan listrik di sekitar kita, dimana akan sangat mempengaruhi penunjukan jarum kompas. Kompas magnetik ini mungkin masih relevan jika digunakan untuk daerah yang karakter bangunannya terbuat dari kayu dan jauh dari pabrik serta jaringan listrik. Berikut beberapa kondisi yang mempengaruhi kesalahan penunjukan jarum kompas Deviasi Magnetik
Deviasi adalah kesalahan baca jarum kompas yang disebabkan oleh pengaruh benda-benda logam disekitar kompas, misalnya besi, mesin atau pengaruh alat-alat elektronik yang mengandung medan magnet seperti Dinamo Listrik , Handy Talky , dan Handphone, terutama saat transmit. Deviasi dapat diabaikan bila kita yakin benda-benda berpengaruh tersebut tidak ada di sekitar kompas. Variasi Magnetik
Banyak orang yang mengira bahwa ujung jarum kompas menunjukkan arah utara sejati ( True North), padahal tidaklah demikian. Jarum utara kompas menunjukkan arah utara magnetis (Magnetic North). Jarum kompas selalu mengikuti arah medan magnet bumi, karena kompleksnya pengaruh yang ada di permukaan bumi di setiap tempat, arus magnet bumi tidak selalu menunjukkan arah utara sebenarnya. Sudut antara utara magnet ( Magnetic North) dengan utara sebenarnya (True North) dinamakan Variasi (Variation atau Deklinasi Magnetis/Magnetic Declination ). Nilai variasi ini selalu
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
39
berbeda disetiap waktu dan tempat. Lokasi magnet di Kutub Utara selalu bergeser dari masa ke masa. Kutub utara magnet Bumi pertama kali ditemukan pada tahun 1831 dan ketika diukur kembali pada tahun 1904, ternyata letaknya telah bergerak sejauh 50 kilometer. Penelitian terakhir yang dilakukan oleh The Geological Survey of Canada melaporkan bahwa posisi magnet ini bergerak kira-kira 40 km per tahun ke arah barat laut. Untuk mengetahui berapa nilai deklinasi magnetik suatu tempat di muka bumi ini berikut peta magnetic variation secara global
Untuk lebih detail dalam membaca peta deklinasi tersebut kita bisa mengunjungi website berikut: http://www.magnetic-declination.com/ Dengan bantuan web tersebut yang telah terintegrasi dengan Google Earth kita dengan mudah bisa menjelajah permukaan bumi ini layaknya menggunakan Google Earth, kalau sudah ketemu lokasi yang kita maksud, tinggal klik akan muncul nilai deklinasinya dalam format derajat dan menit. Misalnya kita arahkan kursor ke kota Gresik lalu menuju Masjid Agung Gresik dengan koordinat 112 36' 50.4 BT, 7 9' 59.6 LS lalu klik kiri satu kali akan muncul nilai deklinasi 1 19' positive, artinya arah utara yang ditunjuk kompas adalah 1 19‟' ke arah timur dari titik utara sebenarnya. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
40
Alat Bantu Menentukan Qiblat Dengan Kompas Magnetik
Karena kebanyakan ukuran diameter lingkaran kompas magnetik tidak lebih dari 15 cm, sehingga menyulitkan pembacaan nilai sudutnya. Untuk memudahkan pembacaan nilai sudut arah qiblat dibutuhkan alat bantu untuk memudahkan pembacaan sudut tersebut. Salah satu caranya adalah dengan membuat busur lingkaran yang agak besar, misalnya 50 cm Setelah busur besar tersebut siap berilah benang kira-kira 1.5m yang ujungnya dikaitkan di tengah-tengah lingkaran. Tempelkan kompas magnetik sedekat mungkin dengan titik utara busur lingkaran tersebut dengan lem. Ketika memasang kompas ditempatnya usahakan garis utara-selatan kompas sesuai/ persis dengan garis utara/selatan busur lingkaran. Kalibrasikan arah utara busur besar tersebut dengan arah utara kompas dengan memutar perlahan-lahan busur besar sampai benar-benar pas. Kalau arah utara busur sudah terkalibrasi dengan benar, kita tinggal menarik benang dari tengah lingkaran kearah yang kita kehendaki. Misalnya arah qiblat Masjid Agung Gresik 294° 02' 49 ” maka kurangilah nilai azimut arah qiblat tersebut dengan deklinasi magnetik Masjid Agung Gresik yang nilainya 1 19', hasilnya = 292° 43' 49 ” B. KOMPAS DIGITAL. Perkembangan teknologi modern banyak memunculkan alat-alat yang membantu kita dalam kehidupan sehari-hari, termasuk diantaranya kompas digital. Kompas digital bekerja berdasarkan informasi dari satelit GPS (Global Positioning Sistem) yang diolah dengan perhitungan yang rumit sehingga menghasilkan data koordinat dan arah qiblat lokasi dengan presisi. Kini telah banyak dibuat model kompas dengan menggunakan sistem digital. Bahkan sekarang, telepon mobile pun sudah banyak yang dilengkapi kompas digital tersebut. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
41
2. BAYANG BAYANG QIBLAT A. QIBLAT DAY. Menggunakan bayangan matahari pada saat Qiblat Day (hari penentuan arah qiblat), Yaumu Roshdil Qiblah . Atau istilah lain Istiwaul A’dhom.
Yakni ketika matahari berada tepat diatas ka‟bah. Dalam setahun, matahari tepat diatas ka‟bah terjadi dua kali yaitu pada tanggal 28 Mei pukul 16.18 WIB (12:18 waktu Saudi) dan pada tanggal 16 Juli pukul 16.27 WIB (12:27 waktu Saudi), kecuali pada tahun kabisat maka hari penentuan arah qiblat maju satu hari yakni 27 Mei dan 15 Juli. Pada saat itu semua bayangan benda yang berdiri
tegak lurus akan menghadap ke arah ka‟bah. Seperti kita ketahui bahwa bayangan matahari terpendek bahkan tidak ada sama sekali adalah ketika posisi matahari berada di titik zenit, sehingga bagi penduduk Makkah dan sekitaranya, momen Qiblat Day ini hampir tidak bisa dijadikan patokan untuk mengetahui arah qiblat.
Pada saat Qiblat Day, matahari benar-benar diatas Ka‟bah sehingga
benda yang berdiri tegak di sekitar Ka‟bah (Makkah) tidak menimbulkan bayangan sama sekali. Semakin dekat dengan Ka‟bah semakin sulit menggunakan momen Qiblat Day ini. Tidak semua wilayah bisa memanfaatkan fonemena Istiwaul A’dhom yang terjadi di kota Makkah ini. Penentuan qiblat pada saat Qiblat Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
42
Day ini hanya bisa digunakan oleh kaum muslimin dari tiga benua yaitu Asia, Afrika dan Eropa, sementara Amerika dan Australia tidak bisa memanfaatkan momen ini karena pada saat tersebut di Amerika matahari belum terbit dan di Australia matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Wilayah Indonesia juga bisa memanfaatkan fonemena ini kecuali Indonesia bagian timur. Secara umum negara-negara yang bisa memanfaatkan qiblat day ini hanya negara yang perbedaan waktunya tidak lebih dari 5 jam dengan waktu Makkah, atau bujurnya tidak lebih dari 90º dari Makkah ke barat mupun ke timur. Berikut peta negara-negara yang bisa menggunakan Yaumu Roshdil Qiblah. Lihat gambar 5.1
Gambar 5.1
Fenomena Istiwa Utama ( Istiwaul A’dhom) terjadi akibat gerakan semu matahari yang disebut gerak tahunan matahari (musim).
Matahari terlihat dari bumi mengalami pergeseran 23,5˚ LU sampai 23,5˚ LS. Pada saat nilai azimuth matahari sama dengan nilai azimuth lintang geografis sebuah tempat maka di tempat tersebut terjadi Istiwa Utama yaitu melintasnya matahari melewati zenith. Dalam bahasa sederhana Istiwa Utama adalah saat Dhuhur dimana nilai deklinasi matahari sama dengan lintang tempat. Dalam bahasa Jawa peristiwa ini disebut dengan Tumbuk . Tumbuk terjadi di wilayah Jawa juga dua kali. Yang pertama antara tanggal 28 Februari sampai 4 Maret, sedangkan yang kedua antara 9 Oktober sampai 14 Oktober. Pada saat tumbuk yang kedua matahari sangat menyengat karena bertepatan pada musim kemarau.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
43
Fenomena Qiblat day (28 Mei dan 16 Juli) hanya bisa disaksikan separuh dari bumi yang mendapat sinar matahari. Negara-negara yang pada saat tersebut dalam kondisi malam seperti Amerika selatan tidak bisa menyaksikannya. Ada dua hari lagi selain di dua hari tersebut (28 Mei dan 16 Juli) dimana semua bayangan benda yang berdiri tegak juga akan menghadap ke ka'bah. Yaitu pada tanggal 28 November 21.09 GMT (04.09 WIB) dan 16 Januari jam 21.29 GMT (04.29 WIB). Pada saat itu semua bayangan benda yang berdiri tegak akan menghadap ke arah ka'bah karena saat tersebut matahari tepat diatas titik balik ka'bah (antipodal) yakni koordinat 21° 25' 21,035" Lintang Selatan 140° 10' 25,714" Bujur Barat. Kalau pada saat Qiblat day (28 Mei dan 16 Juli) yang menghadap Ka'bah adalah pangkal dari bayangan bendanya akan tetapi pada saat antipodal yang menghadap ka'bah adalah ujung bayangan benda tersebut. Adapun negara-negara yang bisa menyaksikan moment tersebut meliputi Australia, Amerika Selatan, Kepulauan Hawai, Kepulauan di laut Pasifik, Indonesia Timur serta Papua Neugini. Peta negara yang bisa memanfaatkan Qiblat Day pada saat Antipodal adalah wilayah yang berwarna gelap pada Gambar 5.1. B.
BAYANGAN HARIAN MATAHARI. Disamping pada saat Qiblat Day, setiap hari kita juga bisa menentukan arah qiblat berdasarkan bayangan matahari, atau biasa disebut dengan Bayang-Bayang Qiblat. Bayangan benda yang berdiri tegak akan menghadap ke arah qiblat ketika pada perjalanannya dari timur ke barat, matahari bersinggungan dengan azimut qiblat setempat atau perlawanan azimut qiblat setempat (180°). Pada perjalanan hariannya, matahari berjalan semu dari timur ke barat dan bergeser dari utara ke selatan dan sebaliknya. Matahari bergeser ke utara maksimal 23,5° LU, dan kembali ke selatan maksimal 23,5°, LS, sehingga mengakibatkan waktu bertemunya azimut matahari dengan azimut qiblat setempat berubah setiap harinya. Saat deklinasi matahari nilainya plus (antara Maret – September) maka bayang-bayang qiblat terjadi sesudah waktu Dhuhur, jika deklinasi matahari nilainya mines (antara September – Maret) maka
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
44
bayang-bayang qiblat terjadi sebelum dhuhur. Jika bayangan qiblat terjadi sebelum Dhuhur maka ujung bayangan menghadap qiblat akan tetapi jika terjadi setelah Dhuhur maka ujung bayangannya membelakangi qiblat. Dengan metode bayang-bayang qiblat ini pengukuran arah qiblat lebih mudah dipraktikkan, bahkan yang baru belajar ilmu hisab sekalipun dan tingkat ketelitiannya juga lebih presisi dari pada menggunakan media kompas magnetik. Berikut gambaran perjalanan semu matahari yang berjalan dari timur ke barat dan bergeser sedikit demi sedikit dari utara ke selatan dan sebaliknya. Lihat gambar 6.0.
Gambar 6.0
RUMUS MENGHITUNG BAYANG-BAYANG QIBLAT.
k
= Lintang tempat = Lintang Ka'bah = Deklinasi matahari
k
Tz
= Time zone
bwd
Formula Ilmu Hisab I
e
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
= Bujur Tempat = Bujur Ka'bah = Equation of time = Tz x 15
45
Sb BQ
= tan-1(1/(1/ tan Aq x sin )) = (( cos-1(1/ tan x tan x cos Sb)) + Sb )/ 15 + (12 – e - ( - bwd ) /15)
Berikut contoh untuk menghitung bayang-bayang Arah Qiblat dengan Markas Masjid Agung Surabaya ( :11242'54,47" :-720'11,91") pada tanggal 12 Desember 2009 M. dengan memakai deklinasi dan equation of time matahari taqribi. Tabel deklinasi dan equation of time lihat halaman 114 dan 115
k k
21 25' 25" 39 49' 39" -7 20' 11,91" 112 42' 54,47"
= = = = = = = =
21,42361111 39,8275 -7,336641667 112,7151306 7 105 -23,06444 0,108523
(F26) (F27) (F29) (F30) Tz (F31) Bwd(F32) (F34) e (F35)
= = = =
Sb (F37)
= tan-1 (1/ (1/ tan Aq x sin )) = ATAN (1/(1 /TAN(F13 *dr)* SIN(F29 * dr)))* 180/PI()
BQ (F38)
= ((cos (1/tan x tan x cos Sb)) + Sb)/15+(12 – e -( - Bwd)/15) = (((ACOS(1/TAN(F29*dr)*TAN(F34*dr)*COS(F37*dr)) *180/PI())+F37)/15+(12-F35- (F30-F32)/15))
= Tz x 15 = 7 x 15 = declinasi = equation of time
= -74,0395008 -1
= 8,079897828 = 08:04:48 LT Berdasarkan perhitungan pendekatan diatas, di Masjid Agung Surabaya pada tanggal 12 Desember 2012, bayang-bayang matahari menghadap qiblat pada pukul 08:04:48 WIB.
Untuk lebih akuratnya, setelah waktu bayang-bayang diketahui sebaiknya perhitungan ini diulang kembali dengan deklinasi serta equation of time menggunakan rumus dengan acuan waktu diatas, yakni tidak lagi menggunakan deklinasi dan equation of time taqribi.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
46
3. THEODOLITE Cara lain untuk menentukan arah qiblat adalah dengan Theodolite. Theodolite adalah alat yang digunakan untuk mengukur sudut horisontal (Horizontal Angle = HA) dan sudut vertikal (Vertical Angle = VA). Alat ini banyak digunakan sebagai piranti pemetaan pada survey geologi dan geodesi. Dengan berpedoman pada posisi dan pergerakan benda-benda langit misalnya matahari sebagai acuan atau dengan bantuan satelitsatelit GPS maka theodolite akan menjadi alat yang dapat mengetahui arah secara presisi hingga skala detik busur. Pada dasarnya alat ini merupakan sebuah teleskop yang ditempatkan pada sebuah piringan pertama yang berbentuk bulat dan dapat diputar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga bisa membaca sudut horisontal. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua yang dapat diputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga bisa membaca sudut vertikal. Kedua sudut tersebut, baik vertikal maupun horisontal dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi. Setelah theodolite analog kini banyak diproduksi theodolite dengan menggunakan teknologi digital sehingga pembacaan skala jauh lebih mudah. Beberapa merk theodolite misalnya Nikon, Topcon, Leica, Sokkia, dan lain-lainnya.
Theodolite Digital Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
47
Dengan theodolite digital kita bisa mengukur arah qiblat dengan lebih presisi dari pada dengan media lainnya. Tapi kepresisian pengukuran menggunakan theodolite ini sangat ditentukan pada saat pointing arah utara theodolite terhadap titik utara sejati (True North). Pointing arah utara biasanya menggunakan acuan matahari, dengan membidik matahari di saat tertentu kemudian menghitung azimutnya, lalu mengkalibrasikan-nya dengan titik nol/utara theodolite. Walaupun tingkat presisi theodolite sangat tinggi akan tetapi jika saat pointing arah utara hanya asal-asalan, akan mengakibatkan penyimpangan yang tidak diharapkan. Tingkat ketelitian pengukuran arah qiblat dengan theodolite memang tidak diragukan lagi akan tetapi disamping pengoperasiannya membutuh-kan tenaga-tenaga profesional, juga harganya yang terlampau tinggi untuk kantong pribadi. Harga sebuah theodolite yang biasa dipakai dalam pengukuran arah qiblat saat ini seperti merk Nikon NE-102 sekitar Rp.35 juta.
TEKNIS MENENTUKAN ARAH QIBLAT MENGGUNAKAN BAYANGAN MATAHARI 1. Tentukan lokasi masjid/langgar atau rumah yang akan diukur arah kiblatnya. 2. Ambil lokasi yang bisa menerima sinar matahari, bisa di dalam masjid atau di halaman masjid. Yang penting tempat tersebut datar dan bisa mendapatkan sinar Matahari saat bayangan matahari menghadap ke arah qiblat. 3. Siapkan jam/arloji yang sudah dicocokkan/dikalibrasi waktunya secara tepat dengan GPS (global position system) atau melalui internet http://wwp.greenwichmeantime.com 4. Hitung kapan terjadainya bayang-bayang kiblat berdasarkan tanggal saat kita akan melakukan pengukuran
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
48
5.
1 meter. Akan lebih bagus jika menggunakan benang besar yang diberi bandul sehingga benarbenar tegak vertikal.
6. Tunggu sampai jam menunjukkan bahwa bayangan matahari pada saat tersebut menghadap ke arah qiblat dan amatilah bayangan matahari yang tersebut, berilah tanda menggunakan spidol, benang, penggaris atau alat lain. Maka itulah arah kiblat yang sebenarnya. Contoh : Kita akan mengukur qiblat menggunakan bayangan matahari pada tanggal 12 Desember 2012, setelah dihitung pada tanggal tersebut bayangan matahari menghadap ke arah qiblat pada pukul 08:04:48 WIB. Pasang benang beserta bandulnya pada tiang penyangga, usahakan benang bandul tidak bergerak karena terpaan angin, tunggu sampai 08:04:48 WIB ketika tepat saat tersebut tandailah bayangan matahari tersebut dengan spidol maupun penggaris. Maka itulah arah kiblat yang sebenarnya.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
49
BAB IV
DEKLINASI, EQUATION OF TIME DAN SEMI DIAMETER MATAHARI
Semua perhitungan yang berkenaan dengan matahari tidak bisa lepas dari apa yang disebut dengan Deklinasi matahari, Equation of time maupun Semi diameter matahari . Termasuk juga dalam menghitung awal masuknya waktu sholat. Karena pentingnya Deklinasi matahari, Equation of time dan Semi diameter matahari , maka sebelum kita memasuki materi-materi hisab yang berkenaan dengan matahari, terlebih dahulu kita perlu membahas apa yang disebut dengan Deklinasi matahari, Equation of time maupun Semi diameter matahari itu, juga cara perhitungannya. DEKLINASI MATAHARI : Declination of the Sun, atau biasa disebut Mailusy Syamsi ( ) adalah jarak matahari dari Equator. Nilai deklinasi plus (+) jika matahari di utara Equator dan mines (-) jika di selatan Equator. Pada tanggal 21 Juni matahari berada paling jauh di utara equator dengan harga deklinasi 23° 27' dan pada tanggal 22 Desember matahari berada paling jauh di selatan equator dengan nilai deklinasi -23° 27'. Pada tanggal 21 Maret dan 23 September matahari berada persis di equator dengan harga deklinasi 0°. Di dalam rumus-rumus hisab, deklinasi ini biasa disebut dengan symbol (delta) EQUATION OF TIME : Daqiuqut Tafawwut, Ta’diluz Zaman, Ta’dilul Waqti , atau perata waktu , adalah selisih antara waktu kulminasi matahari hakiki dengan waktu kulminasi rata-rata matahari. Pada saat posisi bumi berada di posisi terdekat dengan matahari, pergerakannya pada lingkaran ekliptika berlangsung lebih cepat daripada ketika posisi bumi jauh dari matahari. Akibatnya saat kulminasi matahari setiap hari selalu berubah, kadang persis jam 12:00, kadang kurang dan kadang lebih. Kelebihan dan kekurangannya dari pukul 12:00 inilah yang disebut dengan equation of time. Di dalam rumus-rumus hisab, equation of time ini biasa disebut dengan simbol e° (huruf e kecil). SEMI DIAMETER MATAHARI : Nisfu Qothris Syamsi adalah lebar separo piringan matahari, biasanya diperlukan dalam menghitung waktu maghrib dan terbit. Diameter matahari 32' jadi nilai separo lingkaran matahari adalah 16' . Di dalam rumus-rumus hisab, Semi Diameter Matahari ini bisa disebut dengan symbol sd Untuk menghitung waktu sholat sebenarnya deklinasi taqribi seperti di halaman 48-50 sudahlah cukup akan tetapi untuk akurasi yang lebih tinggi, tentu tidak dianjurkan, seperti untuk menghitung azimut dan altitude matahari. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
50
RUMUS DEKLINASI, EQUATION OF TIME DAN SEMI DIAMETER MATAHARI Langkah pertama untuk mendapatkan deklinasi, equation of time serta semi diameter matahari adalah menghitung JD (Julian Date) dari tanggal yang dimaksud kemudian menghitung harokat-harokat matahari dengan cara sebagai berikut : 1. Tentukan jam(Jm), menit dan detik dengan format jam (00:00:00 / 00° 00' 00") dalam waktu gmt 2. Tentukan tanggal(D), bulan(M) dan tahun(Y) yang dimaksud 3. Jika yang dihitung bulan Januari(1) atau Februari(2) maka harga bulan ditambah 12 dan harga tahun(Y) dikurangi 1. misal 17 Februari 2007 maka D=17, M=14 dan Y=2006 Misalnya menghitung deklinasi, equation of time serta semi diameter matahari pada tanggal 9 Januari 2010 pukul 17:42:21 WIB.
Contoh : lihat file “CONTOH FORMULA HISAB” sheet “Deklinasi ” TZ (F6) D (F8)
= 7 = 9
time zone tanggal
M Y
= 1 = 2010
bulan masehi tahun masehi
(F9) (F10)
Kemudian rubahlah tanggal, bulan dan tahun tersebut kedalam waktu GMT / universal date dengan menggunakan fungsi date
F13 F14 F15 F16 F17
= = = = =
DATE(F10;F9;F8) + (F11-F6/24) DAY(F13) MONTH(F13) YEAR(F13) MOD(F13;1) universal time
= = = = =
9/1/2010 9 1 2010 10:42:21
Jika bulan lebih kecil dari 3 maka bulan ditambah 12 dan tahun dikurangi 1
= 13 = 2009
M (F19) Y (F20)
= IF(F15<3;F15+12;F15) = IF(F15<3;F16-1;F16)
B (F21)
= 2-INT(Y/100)+INT(INT(Y/100)/4) = -13 = 2-INT(F20/100)+INT(INT(F20/100)/4)
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
51
JD (F22)
= INT(365,25 x(Y + 4716))+INT(30,6001 x(M+1))+ D +(UT) + B - 1524,5 = INT(365,25 *(F20 + 4716))+INT(30,6001 *(F19 + 1))+F14+(F17) + F21 - 1524,5
= 2455205,946 T (F23)
S (F25)
= (JD - 2451545) / 36525 = (F22 - 2451545) / 36525
= 0,100231241
= Frac((280,46645+36000,76983 x T) /360)x 360 = MOD((280,46645 + 36000,76983 * F23)/360;1)*360
= 288,8682859 M (F26)
= Frac((357,5291+35999,0503 x T) /360)x 360 = MOD((357,5291 + 35999,0503 * F23)/360;1)*360 6
= 5,758585271 N (F27)
= Frac((125,04 - 1934,136 x T)/360)*360 = MOD((125,04 - 1934,136 * F23) /360;1)*360
= 291,1791485 S = Wasat Syams
M = Khoshoh Syams
N = Uqdh Syams
Kemudian menghitung beberapa koreksi
Kr 1 (F29) =(17,264/3600)x SIN N+(0,206/3600)xSIN(2xN) = (17,264 /3600)* SIN(F27* Dr) +(0,206 /3600) * SIN(2 *F27* Dr) = -0,004510196 Kr 2 (F30) = (-1,264/3600)x SIN(2 x S) = (-1,264 / 3600) * SIN(2 * F25* Dr) = 0,000214891 Kr 3 (F31) = (9,23/3600)x COS N -(0,09/3600)x COS(2 x N) = (9,23 /3600)* COS(F27* Dr) = 0,000944769 - (0,09/3600) * COS(2 * F27* Dr) Kr 4 (F32) = 0,548/3600) x COS(2 x S) = (0,548 / 3600) * COS(2 * F25* Dr) = -0,000120382 Q' (F34)
= 23,43929111 + Kr3 + Kr4 -(46,815/3600)x T = 23,43929111+F31+F32-(46,815/3600)*F23
= 23,43881207 Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
52
E
(F35)
= (6898,06/3600)x SIN M +(72,095/3600) x SIN(2x M)+(0,966/3600)x SIN(3 x M)
= (6898,06/3600)*SIN(F26* Dr)+(72,095 /3600) *SIN(2*F26*Dr)+(0,966 /3600) * SIN(3 *F26* Dr)
= 0,196336984 S' (F36)
= S + E + Kr1 + Kr2 - (20,47/3600) = F25 + F35 + F29 +F30 -(20,47/3600)
= 289,0546415 Q' = Mail Kulli/Obloquity
(F37)
E = Ta'dilus Syams
S' = Thulus Syams
= sin-1(S' x SIN Q') = ASIN(SIN(F36*Dr)*SIN(F34*Dr))*180/PI()
= -22,08457203 -1
PT
PT (F39) Pt b (F40) Pt c (F41) Pt d (F42) PT(F43)
= tan (tan S' x cos Q') Jika S' antara 0-90 maka PT = PT Jika S' antara 90-270 maka PT = PT + 180 Jika S' antara 270-360 maka PT = PT + 360 = ATAN(TAN(F36*Dr)*COS(F34*Dr))*180/PI() = -69,37075219 = IF(AND(F36 >= 0; F36<= 90);F39;0) = 0 = IF(AND(F36 >=90; F36<= 270);F39+180;0) = 0 = IF(AND(F36 >=270; F36<=360);F39+360;0) = 290,6292478 = SUM(F40:F42) = 290,6292478
Jika Wasat Syam(S) dikurangi PT >5 maka PT + 360
=
PT (F44)
= IF(ABS(F25-F43)>5;F43+360;F43)
e (F45)
= (S – PT2)/15 = (F44)= (F25 -F43) / 15 = -0,117397461 = 0,267/(1- 0,017 x COS M) = 0,267 /(1 - 0,017 * COS(F26* Dr)) = 0,271593794
sd (F46)
290,6292478
Kesimpulan dari perhitungan tersebut sebagai berikut :
Deklinasi = -22,08457203 Equation of time = -0,117397461 Semi diameter = 0,271593794
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
= -22° 05' 04” = -00° 07' 03” =
00° 16' 18”
53
BAB V
WAKTU SHOLAT
Betapa pentingnya sholat, sehingga di dalam rukun Islam, Sholat menempati urutan yang kedua setelah Syahadat. Sholat adalah tiang agama sebagaimana hadits nabi SAW.
: ]21618
[)
(
Dari sahabat Umar beliau berkata : Seorang laki-laki mendatangi Rosululooh SAW dan bertanya "Sesuatu apakah yang lebih dicintai Alloh di dalam Islam?". Maka Rosululloh SAW menjawab "Yaitu melaksanakan sholat pada waktunya, barangsiapa meninggalkan sholat maka sama dengan tidak beragama, Sholat adalah tiang agama" (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi) Ibadah sholat adalah ibadah yang telah ditentukan waktunya. Dan Alloh telah menentukan waktu-waktu baginya. Firman Alloh di dalam Al- Qur‟an :
)103
(
Artinya : Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An- Nisa‟ 103) Untuk mengetahui masuknya waktu sholat tersebut Alloh telah mengutus malaikat Jibril untuk memberi arahan kepada Rosululloh SAW tentang waktuwaktunya sholat tersebut dengan acuan matahari dan fenomena cahaya langit yang notabene juga disebabkan oleh pancaran sinar matahari. Jadi sebenarnya petunjuk awal untuk mengetahui masuknya awal waktu sholat adalah dengan melihat(rukyat) matahari. Untuk memudahkan kita dalam mengetahui awal masuknya waktu sholat, kita bisa menggunakan perhitungan hisab, sehingga tidak harus melihat matahari setiap kali kita akan melaksanakan sholat. Akan tetapi sebelum kita menghitung awal masuknya waktu sholat, terlebih dahulu kita harus mengetahui kriteria-kriteria masuknya waktu sholat yang telah digariskan oleh Alloh SWT. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
54
Yang dimaksud waktu sholat dalam pengertian hisab ialah awal masuknya waktu sholat. Waktu sholat habis ketika datang waktu sholat berikutnya, kecuali waktu sholat Shubuh yang berakhir ketika munculnya matahari di ufuk timur. Waktu sholat ditentukan berdasarkan posisi matahari diukur dari suatu tempat di muka bumi. Menghitung waktu sholat pada hakekatnya adalah menghitung posisi matahari sesuai dengan yang kriteria yang ditentukan.
WAKTU SHOLAT DI DALAM AL-QUR'AN DAN SUNNAH
Sholat disyaria‟tkan di dalam Islam pada bulan Rojab tahun ke-11 kenabian, saat Rosululloh di- Isro‟ dan Mi‟rojkan ke sidrotil muntaha. Sholat diwajibkan bagi umat Islam dalam sehari semalam sebanyak lima
(5) kali, yaitu Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya‟.
)18 17 -
(
Artinya : Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu zuhur.(Ar-Ruum 1718) Firman Alloh didalam Al-Qur‟an :
)45
(
Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang; dan kalau dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayangbayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu,(AL-Furqon 45)
)114
(
Artinya : Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
55
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orangorang yang ingat. (Hud 114)
)78
(
Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat) (Al- Isro‟ 78).
)130
(
Artinya : Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang. (Thooha 130) Dari beberapa ayat Al- Qur‟an yang menerangkan kriteria-kriteria awal waktu sholat diatas kurang detail sehingga menimbulkan multi tafsir. Untuk memperkuat ayat Al-Qur‟an diatas, berikut sebagian hadits yang secara rinci dan detail menerangkan waktu-waktu sholat.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
56
Artinya : Dari Jabir bin Abdulloh, Bahwasanya Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata kepadanya : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi pun melakukan shalat Dhuhur pada saat matahari telah tergelincir. Kemudian datang pula Jibril kepada Nabi pada waktu Ashar, lalu berkata : bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Ashar pada saat bayangan matahari sama dengan panjang bendanya. Kemudian Jibril datang pula kepada Nabi waktu Maghrib, lalu berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Maghrib, pada saat matahari telah terbenam. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu Isya‟ serta berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Isya, pada saat mega merah telah hilang. Kemudian datang pula Jibril pada waktu Subuh, lalu berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Subuh pada saat fajar shadiq telah terbit. Pada keesokan harinya Jibril datang lagi untuk waktu Dhuhur, Jibril berkata : Bangunlah dan bershalatlah, maka Nabi melakukan shalat Dhuhur pada saat bayangan matahari yang berdiri telah menjadi panjang. Kemudian Jibril datang lagi pada waktu Ashar pada saat bayangan matahari dua kali sepanjang dirinya. Kemudian datang lagi Jibril pada waktu Maghrib pada saat waktu beliau datang kemarin juga. Kemudian datang lagi Jibril pada waktu Isya, diketika telah berlalu separuh malam, atau sepertiga malam, maka Nabi pun melakukan shalat Isya, Kemudian datang lagi Jibril diwaktu telah terbit fajar shadiq, lalu berkata : Bangunlah dan bershalatlah Subuh, sesudah itu Jibril berkata : Waktu-waktu di antara kedua waktu ini, itulah waktu shalat. WAKTU SHOLAT MENURUT FUQOHA' Berdasarkan ayat-ayat dan hadits yang sebagian dikutip diatas dapat disimpulkan bahwa parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan waktu sholat adalah dengan matahari. Akhirnya disimpulkan oleh para
ulama Madzahibul Arba‟ah bahwa awal waktu sholat fardlu ( 5 waktu ) dan sholat sunnah sebagai berikut :
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
57
1.
DHUHUR : dimulai ketika tergelincirnya matahari dari tengah langit(istiwa’) ke arah barat ditandai dengan terbentuknya bayangan suatu benda sesaat setelah posisi matahari di tengah langit, atau bertambah panjangnya bayangan suatu benda, sesaat setelah posisi matahari di tengah langit dan waktu Dhuhur berakhir ketika masuk waktu Ashar. Yang dimaksud tengah langit bukanlah zenit, akan tetapi tengah-tengah langit diukur dari ufuk timur dan barat.
Pada waktu zawal, yakni ketika matahari melewati garis zawal/istiwa‟ (garis langit yang menghubungkan utara dan selatan) ada tiga kemungkinan arah bayangan benda yang berdiri tegak. a.
b.
c.
Pertama : arah bayangan berada di utara benda tersebut, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit selatan, azimuth 180°. Kedua : arah bayangan berada di selatan benda tersebut, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya berada di belahan langit utara, azimuth 0°/360°. Ketiga : tidak ada bayangan sama sekali, yaitu ketika matahari melintasi zawal, posisinya tepat berada di atas zenit yakni posisi matahari berada pada sudut 90° diukur dari ufuk. Di wilayah pulau Jawa fonemena ini hanya terjadi 2 kali di dalam setahun. Yang pertama antara tanggal 28 Februari sampai 4 Maret, sedangkan yang kedua antara 9 Oktober sampai 14 Oktober, di dalam bahasa Jawa, fonemena ini disebut dengan Tumbuk
Pada saat kondisi pertama dan kedua, bayangan suatu benda sudah ada pada saat zawal, sehingga masuknya waktu dhuhur adalah bertambah panjangnya bayangan suatu benda tersebut sesaat setelah zawal. Pada kondisi ketiga, pada saat zawal, suatu benda yang berdiri tegak tidak menimbulkan bayangan sedikitpun, sehingga masuknya waktu Dhuhur adalah ketika terbentuknya/munculnya bayangan suatu benda
sesaat setelah istiwa‟/zawal. Panjang bayangan saat datangnya waktu Dhuhur ini akan berpengaruh pula pada penentuan waktu Ashar. 2. ASHAR : dimulai ketika panjang bayangan suatu benda, sama dengan panjang benda tersebut dan berakhir ketika masuk waktu Maghrib. Terkecuali pendapat Imam Abu Hanifah, bahwa masuknya waktu Ahsar ialah ketika panjang bayangan suatu benda dua kali dari panjang bendanya.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
58
Dalam perhitungan waktu Ashar panjang bayangan pada waktu Dhuhur yang merupakan panjang bayangan minimum perlu diperhitungkan, karena suatu saat mungkin panjang bayangan saat Dhuhur itu lebih panjang dari tinggi benda itu sendiri. Seperti di daerah Madinah yang lintangnya 24° 28‟, pada bulan akhir bulan Desember deklinasi matahari ± -23° sehingga pada saat Dhuhur sudut matahari sudah mencapai 47° lebih, dan tentunya pada saat Dhuhur, panjang bayangan suatu benda sudah melebihi panjang benda itu sendiri. Sehingga waktu Ashar adalah ketika panjang bayangan sebuah benda sama dengan panjang benda tersebut ditambah panjang bayangan waktu Dhuhur Adapun akhir waktu Ashar para ulama berbeda pendapat. Yaitu sampai
matahari menguning atau memerah sebagaimana hadits „Abdullah bin „Amr dan juga hadits Abu Musa RA :
:
.... “Bahwasannya Nabi SAW pernah melaksanakan sholat „Ashar pada hari pertama yang saat itu matahari masih tinggi. Dan pada hari kedua, beliau mengakhirkan shalat „Ashar hingga ada yang berkata : „Matahari telah berwarna kemerah-merahan….” [Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan An- Nasa’i]. Inilah pendapat Ahmad, Abu Tsaur, dan satu riwayat dari Malik. Adapun waktu daruratnya sampai matahari terbenam. Hal ini didasarkan hadits Abu Hurairah RA bahwasannya Nabi SAW bersabda :
. “Barangsiapa yang mendapatkan satu raka‟at shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh. Dan barangsiapa mendapatkan satu raka‟at shalat „Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
59
3.
MAGHRIB : dimulai ketika terbenamnya semua piringan matahari di ufuq barat yakni tenggelamnya piringan atas matahari di ufuk barat. Waktu Maghrib berakhir keti ka masuk waktu Isya‟
4. ISYA‟ : dimulai ketika hilangnya cahaya merah yang disebabkan terbenamnya matahari dari cakrawala dan berakhir ketika masuk waktu
Shubuh. Menurut asumsi ahli hisab kita posisi matahari pada sa‟at itu sekitar -18° dari ufuq barat, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -17.5°. sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ketika hilangnya cahaya putih yakni ketinggian matahari sekitar -19° 5.
SHUBUH : dimulai ketika munculnya Fajar Shodiq, yaitu cahaya keputih-putihan yang menyebar di ufuq timur. Menurut ahli hisab posisi matahari pada sa‟at itu sekitar -20° dari ufuq timur, sebagian pendapat lainnya berkisar -15° sampai -19.5°, munculnya fajar shodiq ditandai dengan mulai pudarnya cahaya bintang. Firman Alloh di dalam alQur'an
)49
(
Artinya : dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar) (AthThuur 49). <> Waktu terbenam/pudarnya cahaya bintang Waktu Shubuh berakhir ketika piringan atas matahari muncul di ufuq timur. 6. DLUHA : dimulai ketika ketinggian matahari sekitar satu tombak yakni
7 dziro‟, dalam bahasa ahli hisab kita ketinggian matahari tersebut sekitar 4° 30‟. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah ketinggian matahari sekitar dua tombak atau dalam ukuran ahli hisab 9°. Waktu Dluha berakhir ketika matahari tergelincir. 7.
IDUL FIHTRI & IDUL ADHA : Waktu sholat Idul Fitri & Idul Adha menurut imam Syafi‟I dimulai ketika terbitnya matahar i dari ufuk timur dan utamanya adalah pada saat masuknya waktu Dhuha dan berakhir pada saat zawal. Sementara menurut imam, Maliki, Hanafi dan Hambali masuknya waktu sholat Id adalah masuknya waktu Dhuha sampai zawal.
8.
NISFUL LAIL : Nisful Lail (separuh malam) adalah waktu yang hampir terabaikan oleh ahli hisab ketika membuat jadwal sholat, padahal waktu ini sangat erat kaitannya dengan awal waktu sholat malam serta
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
60
masuknya waktu Bermalam di Muzdalifah, Melempar Jumroh dan Mencukur rambut di dalam manasik haji. Ada sebagian kalangan yang menghitung nisful lail ini dengan acuan jam 12 malam istiwak, akan tetapi definisi tersebut tidak benar menurut syar'I. Yang dimaksud malam dalam ranah fiqh adalah waktu yang dihitung dari waktu maghrib sampai shubuh, tidak Maghrib sampai Terbit matahari. Jadi Nisful Lail adalah tengah-tengah antara Maghrib-Shubuh. Misalnya tanggal 17 Nopember 2007 untuk wilayah Gresik, waktu Mahgrib = 17:29 WIB shubuh = 3:39 WIB. Maka nisful lail = 22:33:30 WIB / 23:19:18 Istiwak.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
61
IKHTIYAT Yang dimaksud ikhtiyat adalah penambahan atau pengurangan beberapa menit dari hasil perhitungan. Untuk awal masuknya waktu sholat ditambahkan sedangkan batas akhir waktu sholat dikurangkan, seperti terbit matahari maka dikurangi. Tujuan ikhtiyat ialah untuk mengantisipasi apabila ada kesalahan dalam perhitungan. Nilai ikhtiyat berkisar antara 1-4 menit. Tetapi karena semakin presisinya perhitungan hisab saat ini maka dianjurkan untuk menggunakan ikhtiyat tidak lebih dari 2 menit kecuali waktu Dhuhur 4 menit. WAKTU IMSAK Disamping waktu ikhtiyat, khusus dalam hal ibadah puasa terdapat ketentuan (walaupun tidak wajib) waktu yang disebut Imsak. Yaitu jeda waktu sebelum masuknya waktu Shubuh berkisar sekitar 10 sampai 15 menit, untuk kehati-hatian. Jeda waktu tersebut tidaklah bertentangan dengan sunnahnya mengakhirkan sahur sebagaimana banyak diriwayatkan dalam hadits dan tersirat dalam Al-
Qur‟an
: )
(
Dari Abu Dzar beliau berkata : Bersabda Rosululooh SAW. “Ummatku akan selalu dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur” (Musnad Imam Achmad)
)187
(
" Dan makan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. " (QS. Al-Baqarah: 187) Tanda-tanda waktu Shubuh adalah yang paling sulit diamati diantara tandatanda waktu sholat lainnya, karena itu untuk menghindari batalnya puasa karena keterbatasan kita dalam mengobservasi fenomena alam yang berkaitan dengan masuknya waktu Shubuh maka seyogyanya di beri batasan Imsak untuk hati-hati. Di dalam sebuah hadits diriwayatkan :
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
62
:
Dari Zaid bin Tsabit, berkata : “Kami sahur bersama Rosululloh SAW. Kemudian kami mununaikan sholat Shubuh, dan waktu antara sahur dengan sholat sekitar 50 ayat (membaca Al-Qur‟an 50 ayat)”. Disimpulkan oleh ahli hisab bahwa jeda bacaan 50 ayat antara sahurnya Rosululloh dan waktu Shubuh tersebut sekitar 10 sampai 15 menit.
HISAB AWAL WAKTU SHOLAT Untuk menghitung awal waktu sholat data-data yang dibutuhkan sebagai berikut 1. Tanggal, Bulan dan Tahun masehi 2. Lintang, Bujur, Time Zone dan ketinggian lokasi. 3. Tabel deklinasi matahari dan equation of time Lintang : Lintang tempat / Ardlul Balad (
) atau Latitude dengan symbol . Yaitu tempat yang diukur dari khatulistiwa kearah utara dan selatan, berkisar 0° sampai 90°. Jika posisinya berada di utara khatulistiwa maka disebut Lintang Utara (LU) dan ditandai dengan (+). Sedangkan jika posisinya berada di selatan khatulistiwa maka disebut Lintang Selatan (LS) dan diberi ta ditandai dengan (-). Bujur : Bujur tempat / Thulul Balad (
), Meridian atau Longitude dengan symbol (lamda). Yaitu tempat yang diukur dari kota Greenwich London Inggris (terletak 97 km /20 mil ke arah tenggara dari kota London) kearah timur dan barat, berkisar 0° sampai 180°. Jika posisinya berada di sebelah timur kota Greenwich maka disebut Bujur Timur (BT) dan ditandai dengan (+). Sedangkan jika posisinya berada sebelah barat kota Greenwich maka disebut Bujur Barat (BB) dan ditandai dengan (-) Time Zone : Zona tempat / Farqus Sa'ah (
) Adalah pembagian waktu secara politik diukur dari kota Greenwich sebagai patokan jam 00:00. Jika di sebelah timurnya ditandai dengan (+). Secara umum time zone dibagi dalam setiap 15° yakni per 1 jam, akan tetapi ada sebagian wilayah yang hanya 7.5° yakni ½ Jam. Waktu di Indonesia dibagi menjadi 3 zone. Waktu Indonesia Barat Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
63
(WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia Timur (WIT). Waktu Indonesia Barat meliputi Sumatera, Jawa Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Waktu Indonesia Tengah meliputi Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Waktu Indonesia Timur meliputi Maluku, Papua dan Papua Barat. Waktu sholat yang pertama kali dihitung adalah awal waktu sholat Dhuhur karena waktu sholat inilah yang menjadi patokan untuk menghitung awal waktu sholat lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa awal waktu Dhuhur adalah mulai tergelincirnya matahari dari garis istiwak sedangkan waktu matahari berada di garis istiwak/posisi matahari tepat di atas langit yang membelah timur dan barat adalah jam 12:00 waktu istiwak. Untuk menkonversinya menjadi waktu daerah /Local Time maka waktu istiwak (12:00) tersebut dikurangi tafawut yakni selisih waktu istiwak dengan waktu daerah. Sebagai contoh kita menghitung waktu sholat dengan markas Surabaya, lintang -7° 15‟, bujur 112° 45„ dengan ketinggian tempat 10 meter, pada tanggal 12 Desember 2012. Contoh perhitungan di bawah ini menggunakan Microsoft Excel 2007. Tentukan lintang dan bujurnya serta time zone dan tinggi tempat.
Lintang Bujur Time zone T tempat Dip
(F5)= (F6)= (F7)= (F8)= (F9)=
-7,25 112,75 7 10 meter 1,76/60*SQRT(F8)
= 0,092760145
Dip : Kerendahan ufuk yang disebabkan tingginya tempat. Semakin tinggi tempat menyebabkan semakin rendahnya ufuq. Yakni pada saat maghrib ketika kita berada di ketinggian 0° matahari terlihat sudah terbenam akan tetapi jika kita naik ke atas dengan ketinggian tertentu maka matahari masih terlihat diatas ufuk. Dip = (1.76 / 60 ) x tinggi tempat Kemudian ambil nilai deklinasi, equation of time serta semi diameter matahari yang ada di halaman 114, 115 dan 116. Deklinasi (F11) = -23,0644 e (F12) = 0,108523 Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
64
s.d
(F13) = 0,271266
Lalu tentukan tinggi matahari pada waktu-waktu sholat yang akan dihitung. Dan tentukan bayangan waktu Ashar, satu kali panjang bayangan atau dua kali panjang bayangan kalau mengikuti Imam Abu Chanifah.
By Ashar H Mag & S
(F15) = 1 (F16) = -( s.d +(34,5/60)+ Dip)-0,0024 = -(F13+(34,5/60)+F9)-0,0024 = -0,941426145
H Isya' H Shubuh Imsak Ha Dhuha
(F17) = (F18) = (F19) = (F20) =
F
(F22) = -tan lintang x tan = -TAN(F5*Dr)* TAN(F11*Dr)
-18 -20 10 menit 4,5
= -0,054168851 G
(F23) = cos lintang x cos = COS(F5*Dr)*COS(F11*Dr)
= 0,912709127 WAKTU DHUHUR
Dz (istiwak) Dz (F25)
= 12 = 12 – e + (( tz x 15 ) - bujur )/15 = 12 – F12 +((F7*15)-F6)/15
= 11,37481033
= 11:22:29
Hasil Dz ini selanjutnya akan dipergunakan untuk menghitung waktu sholat lainnya. Dalam mengambil hasil Dz yang akan diinputkan ke waktu sholat yang lainnya, maka apabila Dz yang digunakan adalah Dz istiwak maka waktu sholat tersebut adalah waktu istiwak dan jika Dz yang diambil adalah Dz LT maka waktu sholat tersebut adalah waktu local time yakni waktu daerah seperti WIB, WITA dan WIT.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
65
WAKTU ASHAR Ha (F26)
= tan-1(1/(TAN(ABS(Lintang- ))+ By Ashar)) = ATAN(1/(TAN(ABS(F5-F11)*Dr)+F15))*180/PI()
= 38,33029293 As (F27)
= Dz + cos-1( F + sin Ha / G )/15 = F25+ACOS(F22+ SIN((F26)*Dr)/F23)*180/PI()/15
= 14,82383282
= 14:49:26
WAKTU MAGHRIB
Mg (F28)
= Dz + cos-1(F + sin H Mag /G)/15 = F25+ACOS(F22+ SIN((F16) * Dr) /F23)*180/PI()/15
= 17,65072111
= 17:39:03
WAKTU ISYA‟ Isy (F29)
= Dz + cos-1 ( F + sin H Isya' /G) /15 = F25+ACOS(F22+ SIN((F17) * Dr) /F23) *180/PI()/15
= 18,91648361
= 18:54:59
WAKTU SHUBUH
Sb (F30)
= Dz - cos-1 ( F + sin H Shubuh /G) /15 = F25-ACOS(F22+ SIN((F18)* Dr) /F23) *180/PI()/15
= 3,681627394
= 03:40:54
WAKTU THULUK / SYURUQ/TERBIT
Srq (F32)
= Dz - cos-1 ( F + sin H Mag /G)/15 = F25-ACOS(F22+ SIN((F16)* Dr) /F23) *180/PI()/15
= 5,098899552
= 05:05:56
WAKTU DLUHA
Dh (F33)
= Dz - cos-1 ( F + sin Ha Dhuha/G)/15 = F25-ACOS(F22+ SIN((F20) *Dr) /F23) *180/PI()/15
= 5,496275008
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
= 05:29:47
66
NISFUL LAIL
nL (F34)
= Mg + ((24 + Sb) – Mg) / 2 = 22,66617425 = F28+((24+F30)-F28)/2
= 22:39:59 Waktu-waktu tersebut diatas belum ditambah ihtiyat, yakni toleransi waktu untuk hati-hati. Untuk mengantisipasi apabila ada kesalahan dalam perhitungan, dianjurkan untuk menambah waktu diatas dengan 1 menit atau 2 menit, kecuali terbit maka supaya dikurangi 1 menit atau 2 menit. Khusus untuk ihtiyat waktu Dzuhur supaya ditambah 4 menit (1 derajat), karena bayangan matahari pada waktu Dzuhur adalah bayangan paling pendek diantara waktu sholat yang lainnya sehingga kalau hanya ditambah 1 atau 2 menit maka akan sangat sulit membedakannya dengan waktu zawal.
TAFAWWUT Tafawwut adalah selisih waktu Istiwak Zawaliyah dengan waktu lokal (local time). Istiwak Zawaliyah yang umum dimasyarakat disebut dengan waktu istiwak saja ialah waktu yang berpatokan bahwa jam 12 siang adalah saat matahari tepat diatas zawal. Untuk menghitung selisih waktu Istiwak dengan waktu lokal sebagai berikut :
Tfwt (F35) = (Bujur – Tz x 15) / 15 + Eq = (F6 - F7*15) / 15 + F12
= 0,625189667 <> Tz = Time zoneEq
= 00:37:31
<> Eq = Equation of time
Dengan diketahuinya nilai tafawwut suatu daerah dengan waktu lokal setempat (misalnya WIB. WITA dan WIT) maka untuk mendapatkan jam Istiwa' maka waktu Lokal Time ditambah tafawwut = waktu istiwak Contoh : Tanggal 12 Desember 2012 markas Surabaya tafawwutnya = 00:37:31 maka ketika jam lokal menunjukan pukul 14:30:00 maka jam istiwaknya tinggal menambah 00:37:31. Istiwak = 14:30:00+00:37:31 maka hasilnya jam 15:07:31 istiwak.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
67
BAB VI KALENDER
KALENDER HIJRIYAH URFI Sebelum turun ayat diatas, kalender bulan qomariyah diselaraskan dengan kalender syamsiyah sehingga dalam 3 tahun terdapat tahun yang bulannya 13 bulan hingga turun ayat tersebut pada tahun ke 10 Hijri sa‟at nabi menunaikan ibadah haji. Sebelum dan sa‟at berkembangnya Islam di jazirah arab, baik kalender Qomariyah ( Lunar Calendar) maupun Syamsiyah (Solar Calendar) sudah dikenal akan tetapi belum ada patokan tahunnya serta kaidah-kaidah yang baku yang menentukan kalender sehingga baik awal tahun maupun awal bulan serta jumlah bulan dalam setahun tidak beraturan sehingga seringkali kalender qomariyah diselaraskan dengan peredaran matahari dengan kata lain Luni Solar. Penamaan tahun banyak ditentukan oleh momen yang berkembang kala itu seperti kelahiran nabi disebut Tahun Gajah ‟Amul Fiil karena pada tahun
itulah terjadi penyerbuan pasukan Abrahah yang menyerang ka‟bah dengan bala tentara gajahnya. Tahun pertama nabi hijrah disebut dengan tahun Al Idznu karena Alloh telah memberi izin nabi untuk hijrah dan keluar dari Makkah. Tahun kedua hijrah disebut tahun Al Amru karena Alloh memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi kaum musrikin Makkah,
tahun wafatnya siti Khodijah dan Abu Tholib di sebut „Amul Huzni. dst. Pada masa kholifah Umar bin Khottob, ketika pemerintahan berjalan 2 ½ tahun, beliau mendapat kiriman surat dari Abu Musa Al- Asy‟ari (gubenur
Bashra / Iraq). Isi suratnya mempertanyakan bulan Sya‟ban yang tertera didalam dokumen-dokumen pemerintahan yang telah dikirim ke Bashra.
“Sya‟ban yang telah lewat atau Sya‟ban yang akan datang yang dimaksud didalam dokumen tersebut?”. Menurut sejarah peristiwa ini terjadi pada bulan Jumadil Akhir. Atas kejadian ini Sayyidina Umar berfikir keras untuk mencari jalan keluar guna mengatasi masalah kalender itu. Akhirnya Sayyidina Umar mengumpulkan segenap sahabat serta elit-elit pemerintahan pada hari Rabu 20 Jumadil Akhir tahun 17 dari hijrah yang bertepatan dengan 8 Juli 638 M, untuk membahas perlunya sebuah kalender yang baku. Akhirnya disepakati sebuah kalender yang berbasis bulan, Lunar
System. Diputuskan bahwa awal tahun hijri dimulai pada sa‟at nabi berangkat hijrah ke Madinah yaitu tahun 622 M. sedangkan awal bulannya
dimulai dari Muharrom, karena pada sa‟at itu berakhirnya aktivitas ibadah Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
68
haji dan menuju kehidupan yang baru. 1 Muharrom 1 H. bertepatan dengan
16 Juli 622 M. tepat pada hari Jum‟at Legi. Kalender Hijriyah Urfi : ialah kalender matematik (aritmatic calendar) yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi tanpa memperhitungkan gerak nyata benda benda langit seperti ketinggian hilal maupun azimut hilal, sehingga kalender ini kadangkala selisih 1 atau 2 hari dengan kal ender Haqiqi karena dalam kalender Haqiqi awal bulan berdasarkan ketinggian hilal yang memenuhi kriteria Imkanur Rukyah/bisa dirukyat. Karena itu maka kalender ini hanyalah kalender yang administratif dan tidak bisa dijadikan patokan
untuk penentuan awal bulan secara Syar‟i. Basithoh Dan Kabisat Kalender Hijri Urfi Dalam aturan kalender Urfi, satu bulan terdiri dari 29,530590 hari dan dalam satu tahun terdiri 354,36708 hari. Daur/siklusnya 30 tahun dengan jumlah hari 10631. dalam kurun waktu 30 tahun tersebut 19 tahun terdiri dari tahun Basithoh (354 hari dalam setahun) dan 11 tahun Kabisat (355 hari dalam setahun). Untuk mengetahui antara tahun Basithoh dan kabisat maka tahun hijriyah yang dimaksud dibagi dengan 30 lalu lihat sisanya, apabila sisanya = 0, 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, 29 maka tahun tersebut adalah tahun kabisat yakni terdiri dari 355 hari. Sedangkan apabila sisanya selain dari angka-angka diatas maka basithoh, tahun pendek (354). Contoh : 1428 mod 30 = 18, = tahun kabisat. 1427 mod 30 = 17, = tahun basithoh karena 17 tidak termasuk daftar sisa kabisat. Jumlah hari dalam sebulan kalender urfi adalah 30 hari jika bulan ganjil dan 29 hari jika bulan genap, sehingga bulan ke-9 (Romadlon) akan selalu 30 hari.
KALENDER MILADI / MASEHI Kalender Miladi/Masehi seperti yang berlaku di Indonesia sekarang ini diadopsi dari kalender Romawi. Kalender miladi mengalami perubahan beberapa kali, baik dari segi system, nama bulan, jumlah hari serta lainlainnya.. Sebelum kaisar Julius berkuasa di Romawi, kalender miladi memakai system Lunisolar . yakni mengacu pada peredaran matahari dan bulan. Tujuh bulan dari 12 bulan kalender Romawi berjumlah 29 hari, sedangkan 4 bulan lainnya berjumlah 31 hari serta satu bulan yang berjumlah 28 hari, sehingga dalam satu tahun berjumlah 355 hari. Untuk menyerasikannya dengan gambaran gerak matahari melintasi buruj Haml/Vernal Equinok yang berjumlah 365 hari maka selisih 10 hari pertahun tersebut dikumpulkan dalam 3 tahun menjadi Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
69
satu bulan. Sehingga dalam tahun ketiga terdapat bulan ke 13. dengan nama Marcedonius. Adapun urutan bulan Romawi yg menjadi cikal-bakal kalender miladi tersebut sebagai berikut : 1 Martius, 2 Aprilis, 3 Maius, 4 Junius, 5 Quintilis, 6 Sextilis, 7 September, 8 October, 9 November, 10 December, 11 Januarius, 12 Februarius. Bulan Martius adalah bulan ke-1 karena pada saat itulah matahari melintasi buruj Haml yakni pada tanggal 21 Martius. Dengan kata lain pada saat itulah nilai deklinasi matahari 0° derajat. Kemudian pada tahun 153 SM Pontivex Maximus, ketua DPR Yunani merubah/menetapkan bulan ke 11 (Januarius) menjadi bulan pertama, kemudian disusul bulan berikutnya berurutan sehingga bulan ke-6 Sexitilis(sex=6) menjadi bulan ke-delapan sedangkan bulan ke-8 October (octa = 8) menjadi bulan kesepuluh dan bulan Desember yang mestinya bulan ke-10 menjadi bulan ke 12. Julius Caesar menjadi raja Romawi tahun 63 SM. Pada tahun 47 SM Julius Caesar melakukan lawatan ke Mesir. Didalam lawatannya di Mesir Julius mendapat banyak masukan mengenai perkalenderan dari astronom Mesir, sehingga sekembalinya dari Mesir Julius berinisiatif untuk menjadikan peredaran matahari murni sebagai patokan kalender untuk memudahkan masyarakat dalam mengetahui musim tanam maupun musim panen serta perayaan ritual. Sehingga pada tahun 47 SM bersama pakar astronomy Yunani, Sosigenes merubah system kalender yang semula berpatokan pada perpaduan gerak matahari dan bulan ke system yang berbasiskan gerak matahari semata. Satu tahunya 365 hari pada tahun pendek (Basithoh) 366 hari pada tahun panjang yang terjadi 4 tahun sekali. Untuk mengenang dan mengabadikan jasa Julius maka atas usul Mark Anthony bulan ke- tujuh (bulan Quintilis) diganti/dirubah menjadi bulan Julius. Dikemudian hari kalender dengan system ini disebut kalender Julian Setelah beberapa abad berjalan ternyata kalender Julian tidak sesuai dengan
kondisi musim dan posisi matahari sa‟at melintasi buruj Haml seperti yang di harapkan Julius Caesar. Maka pada sa‟at kaisar Augustus berkuasa, kalender Julian dikoreksi dengan mengambil tahun-tahun kabisat mulai dari tahun 8 SM sampai tahun 8 M. dan menjadikan tahun 8 M menjadi tahun kabisat/tahun panjang (366 hari). Serta mengganti bulan ke 8 (bulan Sextilis) menjadi bulan Augustus dengan jumlah hari 31 hari yang mana sebelumnya 30 hari. Pada tahun 325 M terjadi perbedaan antara ahli hisab dengan dewan gereja dalam menentukan hari Paskah. Karena berdasarkan Konsili Nicea, Paskah jatuh pada hari Minggu setelah bulan purnama yang terjadi setelah matahari Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
70
melintasi buruj Haml, dan jika matahari melintasi buruj haml terjadi pada 21 Maret maka paskah diundur satu minggu. Menurut hisab Julian, tahun tersebut posisi matahari pada buruj Haml terjadi pada 21 Maret, mestinya diundur satu minggu. Akan tetapi pada kenyataannya matahari melintasi buruj haml sebelum 21 maret, akhirnya dewan gereja memutuskan Paskah tidak diundur yakni 21 Maret Setelah berjalan beberapa abad, tepatnya pada tahun 1582 M kalender Julian mulai diragukan keakurasiannya dengan gerak matahari. Karena setelah diteliti ulang, gerak semu matahari melintasi buruj haml dan kembali ke buruj haml lagi adalah 365,242199 hari yakni 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. Seperti tahun tersebut, matahari melintasi buruj haml pada tanggal 11 Maret, bukan 21 Maret. Karena pergeseran tersebut akhirnya dilakukan kalkulasi ulang atas kalender Julian, mulai 1 M sampai tahun 1582 dan terdapat selisih 17000 menit atau lebih kurang 10 hari. Karena itu maka kaisar Ugo Buogompagni / Gregorius XIII yang berkuasa kala itu bersama pakar astronomy, Christopher Clavius memotong 10 hari. Tepatnya pada hari Kamis tanggal 4 Oktober 1582 M. dengan meniadakan tanggal 5 sampai 14
Oktober 1582 M. dengan menjadika hari Jum‟at yang mestinya 5 Oktober menjadi 15 Oktober 1582 M Basithoh Dan Kabisat Kalender Miladi Peraturan kelender Gregorius sama dengan kalender Julian kecuali penentuan tahun kabisat. Dalam anggaran Gregorius, tahun kabisat ialah tahun yang habis jika dibagi 4. akan tetapi jika tahun abad/ratusan maka jadi tahun kabisat dengan syarat jika habis dibagi 400. Sehingga tahun ke 100, 200 dan 300 walaupun habis jika dibagi 4 yang menurut kalender Julian tahun kabisat, dalam kalender Gregorius tidak kabisat karena tidak habis dibagi 400. Jumlah hari dalam sebulan kalender Gregorian/miladi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Formula Ilmu Hisab I
31 hari 28(basithoh) / 29 (kabisat) 31 hari 30 hari 31 hari 30 hari 31 hari 31 hari 30 hari 31 hari 30 hari 31 hari oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
71
KONVERSI KALENDER HIJRI KE MILADI Untuk mengkonversi/merubah kalender hijri menjadi miladi maka rumus atau formulanya sebagai berikut : Y = tahun
Formula : Miladi
M = bulan
D = tanggal
= INT((11 x Y+3)/30)+354 x Y+30 x MINT((M-1)/2)+ D - 466963,5
Anggaplah kita sudah membuka software MS Excel dan berada pada Sheet1 atau sheet manapun. Misalkan dalam sel C3, C4 dan C5 masing-masing berisi data tahun, bulan dan tanggal, atau dengan kata lain data tahun, bulan dan hari (tanggal) Hijri masing-masing berada dalam sel C3, C4 dan C5. Sebagai contoh isikan dalam sel C3 dengan 1434, sel C4 dengan 2, dan C5 dengan 25. Artinya tanggal 25 Shofar 1434 H. Kemudian taruhkah formula perhitungan diatas dalam sel manapun, misalnya sel C7
Miladi (C7)= INT((11*C3+3)/30)+354*C3+30*C4 -INT((C4-1)/2)+C5-466963,5 = 41282,5 Jika prosesnya benar maka hasilnya adalah : 41282,5 dalam format general (umum) untuk merubahnya menjadi format tanggal (Date)maka klik kanan sel C7 lalu pilih Format Cells →Custom →isi kolom Type dg teks "dd mmmm yyyy" →OK maka hasilnya : 8 Januari 2013 Artinya tanggal 25 Shofar 1434 H bertepatan dg Selasa, 8 Januari 2013 M.
KONVERSI KALENDER MILADI KE HIJRI Adapun formula konversi kalender Miladi ke Hijri, tidak sesulit rumus di atas karena fungsi konversi tersebut sudah disediakan oleh Microsoft Excel. Dalam contoh ini kita gunakan data kalender Miladi di atas, yaitu data yang berada di sel C13 hasil konversi dari kalender Hijri. Data tersebut kita balik, kita konversi menjadi kalender Hijri kembali, sekaligus bisa kita gunakan untuk mengetahui akurasi formula yang sedang kita pelajari sekarang ini. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
72
Akan tetapi pada tahun 1366 H, dan setiap siklus 30 tahunan akan terjadi selisih satu hari. Coba kita ketikkan formula-formula sebagaimana di bawah ini di sel manapun misalnya di sel C14 C14 C14 C14 C14 C14 C14 C14
=TEXT(C13-1;"b2 dd-mm-yyyy") =TEXT(C13-1;"b2 yyyy") =TEXT(C13-1;"b2 mm") =TEXT(C13-1;"b2 mmm") =TEXT(C13-1;"b2 dd") =TEXT(C13;"b2 ddd") =TEXT(C13;"dddd")
= 25-02-1434 = 1434 = 02 = = 25 = = Selasa
(tanpa -1) (tanpa b2)
Catatan : b2 dalam formula ini adalah kode kelender Hijri, bukan nama sel
KALENDER JAWA Kalender atau Tahun Jawa (Anno Javanico)bermula dari kalender Saka yang system perhitungannya berdasarkan Surya Sengkala/matahari, meskipun asal kalender Saka Jawa sendiri berasal dari kalender Saka India yang mana system perhitungannya berdasarkan Surya Sengkala /matahari dan Candrasengakala /bulan yakni perpaduan bulan dan matahari atau disebut dengan lunisolar yang berkembang di India sejak tahun 78 M. Permulaan kalender Saka konon pada saat mendaratnya Ajisaka di pulau Jawa Sebagian sejarah mengatakan bahwa permulaan itu adalah saat raja Salivana (Ajisaka) naik tahta di India. Ajisaka(Ajisoko) adalah tokoh pulau Jawa yang menciptakan abjad huruf Jawa ha na ca ra ak (honocoroko). Kalender Saka yang sebelumnya menggunakan system matahari , ketika Sri Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram ketiga yang berkuasa pada tahun 1613-1645 M. merubah tahun Saka menjadi tahun Jawa, yang semula dihitung berdasarkan peredaran matahari(solar), diubah berdasarkan peredaran bulan(lunar). Sebagian sejarah menuturkan bahwa Sultan Agung tidak merubah system solar ke system lunar, tapi memang sejak awal system kalender Saka adalah lunar dan bukan solar Perubahan penanggalan berlaku untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, karena tidak termasuk daerah kekuasaan Mataram. Perubahan sistem penanggalan dilakukan hari Jumat Legi, saat pergantian tahun baru Saka 1555 yang ketika itu bertepatan dengan tahun baru Hijriyah, 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
73
Pergantian sistem penanggalan tidak mengganti hitungan tahun Saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun 1, melainkan meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung hingga saat ini. Perubahan sistem penanggalan dapat dibaca dalam buku Primbon Adji Çaka Manak Pawukon 1000 Taun yang ditulis dalam bahasa Jawa. Selain mengubah sistem penanggalan, Sultan Agung juga menyesuaikan nama bulan dan hari yang semula menggunakan bahasa Sansekerta menjadi bahasa Arab atau mirip bahasa Arab. Raditya diganti Ahad, Soma diganti Senin, Anggara diganti Selasa, Buda diganti Rabu, Respati diganti Kemis, Sukra diganti Jemuah, Tumpak/Saniscara diganti Sabtu. Hal ini menunjukkan kuatnya pengaruh penanggalan Islam dalam penanggalan Jawa. Umur bulan kalender Jawa sama dengan Kalender Hijriyah Urfi, untuk bulan ganjil umurnya 30 hari sedangkan bulan genap umurnya 29 hari. Adapun nama nama bulan serta jumla harinya sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Suro Sapar Mulud Ba'do Mulud Jumadilawal Jumadilakir Rejeb Ruwah Poso Sawal Selo Besar
30 hari 29 hari 30 hari 29 hari 30 hari 29 hari 30 hari 29 hari 30 hari 29 hari 30 hari Basithoh 29, Kabisat 30 hari
Perbedaan kalender Jawa dengan kalender Hijriyah Urfi adalah daur/siklusnya. Untuk tahun Hijriyah daur/siklusnya 30 tahun, sedangkan tahun Jawa daur/ siklusnya 8 tahun/satu windu. Dalam setiap satu windu ada 3 (tiga) tahun kabisat, yaitu tahun ke dua, ke lima dan dan ke delapan. Sedangkan yang lain adalah tahun Bashithoh. Dalam kurun waktu 120 tahun dalam kalender Hijriyah Urfi terdapat 44 tahun kabisat, sedangkan kalender Jawa terdapat 45 tahun kabisat. Oleh karena itu kerajaan di Surakarta memutuskan tahun 1.674 dan tahun 1.784 sebagai tahun bashithoh. Padahal seharusnya keduanya adalah tahun kabisat. Hal ini untuk menyesusaikan agar tahun Jawa yang sebenarnya adalah tahun Hijriyah dapat sesuai dengan asalnya, dengan diubahnya dari siklus asalnya 30 menjadi 8 tahun, maka setiap 120 tahun diadakan pemotongan 1 hari, yaitu mengubah tahun yang semula kabisat menjadi tahun bashithoh.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
74
Pertama kali tahun Jawa diberlakukan sebagai penanggalan resmi oleh Sultan Agung, yaitu pada tahun 1.555 Jawa, tanggal 1 Muharrom tahun Alif jatuh pada hari Jum'ah Legi/Ajumgi. Kemudian pada tahun 1.627 Jawa, secara resmi telah diberlakukan bahwa tanggal 1 Muharrom tahun Alif jatuh pada hari Kamis Kliwon/Amiswon, maju satu hari. Kemudian pada tahun 1.747 Jawa, tanggal 1 Muharrom tahun Alif juga diajukan satu hari menjadi Rebo Wage/Aboge, seperti yang terkenal sampai saat ini. Seharusnya sejak tahun 1.867 Jawa, sudah harus diajukan 1 hari sehingga tanggal 1 Muharrom tahun Alif, jatuh pada hari Selasa Pon/Asapon, dan besok pada tahun 1.987 Jawa, seharusnya diajukan 1 hari, sehingga tanggal Muharrom tahun Alif, jatuh pada hari Senin Pahing/Anenheng . Dan seterusnya setiap 120 tahun diajukan 1 hari. Namun oleh karena setelah berlakunya Aboge Kerajaan Mataram sudah tidak eksis lagi sehingga tidak ada lagi penguasa yang secara resmi mempergunakan kalender Jawa sebagai kalender administrasi, akhirnya orang Jawa hanya mengenal Aboge saja walaupun sudah lebih dari 120 tahun yang mestinya masuk kalender Asapon. Di dalam kalender Jawa disamping hari yang jumlahnya 7 hari ada hari pasaran yang disebut pancawara yang terdiri dari lima hari yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon. Bertemunya siklus hari yang berjumlah 7 dengan pasaran yang berjumlah 5 hari disebut Selapan (5 x 7 = 36 hari). Contoh: hari ini Selasa Legi maka 36 hari lagi (selapan) juga Selasa Legi. Satuan tahun dalam kalender Jawa memiliki nama mengikuti siklus Windu (8 tahun) yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu tahun Wawu, Jimakir, Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal dan tahun Be. Dari kedelapan tahun tersebut yang kabisat adalah Jimakir, Ehe, dan Je sedangkan tahun basithoh adalah Wawu, Alip, Jimawal, Dal, dan Be.
PRANOTO MONGSO (season of java) Disamping kalender Jawa yang berbasis bulan/lunar calendar, juga berlaku kalender untuk para petani sebagai pedoman untuk bercocok tanam yang terkenal dengan nama Pranoto Mongso. Kalender ini berdasarkan matahari/ solar calendar. Pratono Mongso, secara bahasa artinya pengaturan musim. Pranoto Mongso disusun agar mempunyai pedoman yg jelas untuk bertani, berdagang, menjalankan pemerintahan dll.
Di dalam kitab primbon ”Qamarussyamsi Adammakna”: "Pranata Mangsa puniku petangan mangsa wawaton lampahing suz. Petangan punika dede barang enggal, wiwit kina-makina inggih sampun Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
75
wonten. Ing taun masehi 1855 potongan wau kabangun malih saking mangsa kasa (mangsa 1, dhawah ing suraya 22 juni 1855. menggah jengkapi sataun wonten ing wekasaning mangsa : Sadha (mangsa 12), dhawah surya 20 juni 1856. Dados pranata mangsa taun : 1 jangkep umur dinten. Peteangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Aturan waktu musim Pranoto Mongso didasarkan pada naluri dari leluhur yang diambil dari sejarah para raja di Surakarta, yang tersimpan di musium Radya Pustaka. Menurut sejarah, sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII, yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1856, dengan urutan sebagai berikut : Kaso: Kasa (kartika) 22 Juni –1 Agustus, umur 41 hari. Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan dimulainya menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan berjatuhan. Karo: Karo (poso) 2 Agustus –24 Agustus, umur 23 hari. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga, tanah mulai merekah. Katigo: Katelu 25 Agustus–17 September, umur 24 hari. Musimnya lahan tidak ditanami, sebab panas sekali, yang mana Palawija mulai di panen, berbagai jenis bambu tumbuh. Kapat: Kapat (sitra) 18 Sepetember–12 Oktober, umur 25 hari. Sawah tidak ada tanaman, sebab musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur. Kalimo: Kalima (manggala) 13 Oktober –8 November, umur 27 hari. Mulai ada hujan, pengairan sawah diperbaiki, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Kanem: Kanem (naya) 9 November –21 Desember, umur 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya), burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
76
Kapitu: Kapitu (palguna) 22 Desember –2 Februari, umur 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir, masanya banyak penyakit. Kawolu: Kawolu (wasika) 3 Februari –28/29 Februari, jika tahun basitoh umur kawolu 26 hari dan jika tahun kabisat umur kawolu 27 hari. Musimnya padi mulai hijau, uret mulai banyak. Kasongo: Kasanga (jita) 1 Maret –25 Maret, umur 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara. Kasepuluh: Kasadasa (srawana) 26 Maret –18 April, umur 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Desto: Dhesta (pradawana) 19 April –11 Mei, umur 23 hari. Waktunya panen raya padi. Sodo: Sadha (asuji) 12 Mei –21 Juni, umur 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya tersisa dami, air pergi dari sumbernya, musim dingin, jarang orang berkeringat.
Demikian uraian singkat tentang Pranoto Mongso, yang jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, mungkin sudah banyak berubah alias tidak cocok lagi.
KONVERSI KALENDER JAWA KE MILADI Untuk menkonversi kalender Jawa ke kalender miladi maka tentukan tanggal Jawa (D), bulan Jawa (M) dan tahun Jawa (Y) yang dimaksud lalu hitunglah dengan rumus/formula dibawah ini.
Contoh : lihat file “CONTOH FORMULA HISAB” Sheet JAWA D (C3) = 18 M (C4) = 2 Y (C5) = 1946 (jimakir)
‘lihat tabel 1 ‘lihat tabel 1
AJ (C7) = Int((11x(D-512)+3)/30)+(354 x(Y-512)) +(30 x M)-Int((M - 1)/2)+ D – 385 = INT((11 * (C5 - 512) + 3) / 30) + (354 * (C5 - 512)) = 507854 + (30 * C4) - INT((C4 - 1) / 2) + C3 - 385
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
77
JD (C8) = AJ + 1948440 = C7+ 1948440 A (C9) = Int((JD - 1867216.25)/36524.25) = INT((C8 - 1867216,25) / 36524,25)
= 2456294 = 16
B (C10) = JD + 1 + A - Int(A/4) = C8 + 1 + C9 - INT(C9 / 4)
= 2456307
C (C11) = B + 1524 = C10 + 1524
= 2457831
E (C12) = Int((C - 122.1)/365.25) = INT((C11-122,1)/365,25)
= 6728
F (C13) = Int(365.25 x E) = INT(365,25 * C12)
= 2457402
G (C14)= Int((C - F)/30.6001) = INT((C11 - C13) / 30,6001)
= 14
H (C15)= Int(C - F - Int(30.6001 x G))‘tanggal miladi’ =1 = INT(C11 - C13 - INT(30,6001 * C14)) I (C16) = G – 13 ‘bulan miladi’ tetapi jika nilai G < dari 13,3 maka I = G-1 = IF(C14<13,3;C14-1;C14-13)
=1
‘tahun miladi’ J (C17) = E-4715 tetapi jika nilai I > dari 2.5 maka J = E – 4716 = IF(C16>2,5;C12-4716;C12-4715)
= 2013
Kesimpulannya tanggal 18 Sapar 1946 Jimakir bertepatan dengan tanggal 1 Januari 2013 M. Untuk mengetahui hari dan pasarannya masukkan tanggal, bulan dan tahun miladi hasil dari konversi tersebut kedalam fungsi DATE. Lalu bagilah Date tersebut dengan 7 lalu sisa hasil bagi dari Date/7 itu cocokkan dengan tabel1 dan lihat kolom hari. Sedangkan untuk pasarannya maka bagilah Date dengan 5, lalu sisa hasil bagi dari Date/5 itu cocokkan dengan tabel1 dan lihat kolom pasar.
√ Aturlah sel yang berisi sisa hasil bagi tersebut dalam format GENERAL. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
78
Contoh : C18 = DATE(tahun;bulan;tanggal)
C19
C20
= DATE MOD 7 = MOD(C18;7)
= 3 (selasa) ‘lihat tabel1’
= DATE MOD 5 = MOD(C18;5)
= 0 (kliwon) ‘lihat tabel1’
TABEL 1 NO
NAMA BULAN
TAHUN
HARI
PASAR
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Besar Suro Sapar Mulud Ba'do Mulud Jumadilawal Jumadilakir Rejeb Ruwah Poso Sawal Selo Besar
Ba Wawu Jimakir Alip Ha' Jimawal Za' Dal
Sabtu Ahad Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at
Kliwon Legi Pahing Pon Wage
KONVERSI KALENDER MILADI KE JAWA Untuk menkonversi kalender Miladi ke kalender Jawa maka tentukan tanggal Miladi (D), bulan Miladi (M) dan tahun Miladi (Y) yang dimaksud lalu hitunglah dengan rumus/formula dibawah ini.
Contoh : lihat file “CONTOH FORMULA HISAB” , pilih Sheet JAWA D (C24) M (C25) Y (C26)
=1 =1 = 2013
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
79
Jika bulan <3 maka bulan ditambah 12 dan tahun dikurangi 1 M (C28)
Y (C29)
= If M<3 then M = M+12 =IF(C25<3;C25+12;C25)
= 13
= If M<3 then Y = Y-1 = IF(C25<3;C26-1;C26)
= 2012
G (C31)
= 2-Int(Y/100)+Int(Int(Y / 100)/4) = 2 - INT(C29/100)+INT(INT(C29 / 100) /4) = -13
H (C32)
= Int(365.25 x(Y+4716))+Int(30.6001 x(M + 1))+ D-1524 + G = INT(365,25 * (C29 + 4716)) + INT(30,6001 * (C28 + 1)) = 2456294 + C24 - 1524 + C31
I (C33)
= H - 1948440 = C32- 1948440
J (C35)
= Int((30 x I+10646)/10631)+512 = INT((30 * C33 + 10646) / 10631) + 512
= 507854
'tahun' = 1946
K (C36)
= Int((11 x(I-(354 x((J-512)-1)+Int((3+11 x(J - 512))/30)))+330)/325) 'bulan' = INT((11*(C33 - (354 *((C35 - 512)-1)+INT((3+11 =2 * (C35 - 512)) / 30))) + 330) / 325)
L (C37)
= I-Int((11x(J-512)+3)/30)-354 x((J-512) -1)-Int((6 x K-1)/11)-29 x(K-1)+1 'tanggal = C33 - INT((11* (C35 - 512)+3)/30)-354 * ((C35 - 512) - 1) - INT((6 *C36-1)/11)-29 *(C36-1)+1 = 18
J (C38)
= J Mod 8 'nama tahun Jawa' = MOD(C35;8) 'lihat tabel 1'
=2 = Jimakir
Kesimpulannya tanggal 1 Januari 2013 M. bertepatan dengan tanggal 18 Sapar 1946 tahun Jimakir. Untuk mengetahui hari dan pasarannya sama dengan di bab KONVERSI KALENDER JAWA KE MILADI yakni menggunakan fungsi DATE.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
80
BAB VII
HILAL, RUKYAT DAN HISAB Perbedaan penentuan hari-hari besar Islam, khususnya Romadlon, Idul Fitri dan Idul Adha, selalu menimbulkan kebingungan di masyarakat. Puasa maupun Idul Fitri dari beberapa negara belahan bumi ini tidak seperti di Indonesia. Dalam memasuki bulan Romadlon maupun Syawal mereka satu kata, tidak ada perbedaan seperti di Indonesia yang dalam memasuki awal Romadlon saja ada 5 hari yang berbeda Alhamdulillah, dengan sikap saling menghargai sesama ummat Islam perbedaan tersebut tidak sampai pada tahap yang perlu dikhawatirkan. Namun, perbedaan tersebut tidak semestinya terus berlangsung dan kita kembangkan dengan dalih "Perbedaan diantara umatku adalah rohmat".
Allah Ta‟ala berfirman,
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (QS Ali Imran:103) Al-Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Alloh Ta‟ala memerintahkan persatuan dan melarang perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan persatuan merupakan keselamatan.”
[Al Jami‟ Li Ahkamil Qur‟an 4/159.] Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan sebuah hadist yang bersumber dari
Sa‟ad bin Abi Waqqosh, bahwa suatu hari Nabi Muhammad SAW. datang dari gunung dan melewati M asjid Bani Mu‟awiyah /Masjid Ijabah. Beliau memasuki masjid tersebut dan sholat disana serta berdo‟a sangat panjang, setelah selesai kemudian beliau berkata :
:
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
81
“Aku memohon Tuhanku tentang tiga hal, maka Alloh mengabulkan dua permintaanku dan menolak satu permintaanku: Aku memohon agar umatku tidak diadzab dengan kelaparan, maka permohonanku ini dikabulkanNya. Aku juga memohon agar umatku tidak diadzab dengan ditenggelamkan, maka permohonanku inipun dikabulkan oleh-Nya. Akupun memohon agar mereka tidak dirusak dengan perpecahan dan perbedaan pendapat, maka permohonanku yang ini tidak dikabulkan oleh Alloh SWT”. Kita harus terus berupaya untuk mendapatkan titik temu perbedaan tersebut akan halnya Rosululloh SAW sendiri sangat mengidam-idamkan persatuan umat Islam sebagimana do'a Nabi di Masjid Ijabah tersebut, walaupun itu sangat sulit diwujudkan.
HILAL Secara garis besar berbedaan penentuan awal bulan qomariyah timbul karena perbedaan metode penentuan dalam menentukan hilal, Yang pertama dengan Rukyat dan yang kedua dengan Hisab. Dari kedua metode tersebut yang dicari adalah sama yakni hilal . Hampir semua madzhab telah sepakat bahwa dalam menentukan awal bulan qomariyah yaitu dengan adanya hilal, bukan planet maupun fenomena lainnya. Firman Alloh di dalam AlQur'an.
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji" (Al-Baqoroh 189) Secara bahasa hilal artinya Bulan sabit dalam bahasa inggeris disebut dengan crescent. Namun Bulan dalam fase sabit memiliki beragam bentuk, ada yang tebal (gemuk) dan ada pula yang tipis, sehingga dalam mendifinisan hilal mereka berbeda pendapat. Dalam perspektif NU dan sebagian besar ulama-ulama salaf seperti yang dijelaskan oleh KH. Ghozali Masruri sebagai berikut : Hilal dalam bahasa arab adalah sepatah kata isim yang terbentuk dari 3 huruf asal, yaitu ha-lam-lam ( - - ), sama dengan asal terbentuknya fi‟il (kata kerja) dan tashrifnya . Hilal (jamaknya ahillah) artinya bulan Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
82
sabit, suatu nama bagi cahaya bulan/qomar yang nampak seperti sabit. dan dalam konteks hilal mempunyai arti bervariasi sesuai dengan kata lain yang mendampinginya yang membentuk isthilahi (idiom). Bangsa arab sering mengucapkan : dan artinya bulan sabit tampak. -
-
artinya seorang laki-laki melihat/memandang bulan sabit. artinya orang banyak teriak ketika melihat bulan sabit. artinya bulan (baru) mulai dengan tampaknya bulan sabit.
Jadi menurut bahasa arab, hilal adalah bulan sabit yang tampak pada awal bulan dan dapat dilihat. Kebiasaan orang arab berteriak kegirangan ketika melihat hilal. Jadi hilal adalah penampakannya bukan bulan atau qomar. Sedangkan menurut Muhammadiyah, yang disebut hilal/wujudul hilal adalah : Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari dengan syarat setelah terjadinya ijtimak/konjungsi. Berapapun ketinggian hilal diatas ufuk tidak menjadi syarat pun juga terlihat maupun tidaknya hilal juga tidak menjadi syarat. Pendapat ini biasa disebut dengan Wujudul Hilal walaupun sebenarnya yang wujud bukan hilalnya tetapi bulan/qomarnya. RUKYAT Yang dimaksud dengan rukyat adalah melihat hilal secara langsung dengan mata telanjang (naked eye) pada waktu maghrib setelah terjadinya ijtimak (conjungtion). Dan jika tidak berhasil melihat hilal maka menyempurnakan bilangan bulan 30 hari yakni Istikmal Rosululloh SAW. Bersabda :
:
Artinya : Rosululloh SAW bersabda, "Alloh telah menjadikan bagi kamu hilal sebagai tanda waktu bagi kamu, maka berpuasalah kamujika melihal hilal, dan berbukalah kamu jika melihat hilal, jika tertutup mendung maka sempurnakan bulan 30 hari" Dan banyak lagi hadits yang seirama dengan hadits diatas dengan redaksi yang berbeda, akan tetapi intinya melihat hilal secara langsung dengan mata telanjang, sehingga Para ulama empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi'I dan Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
83
Hambali) telah sepakat bahwa menentukan hilal awal bulan qomariyah adalah dengan melihat secara langsung dengan mata telanjang. Dan jika terhalang, yakni tidak terlihat maka menyempurnakan bulan 30 hari (istikmal). Berdasarkan syariat tersebut Nahdhatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam berhaluan ahlussunnah wal jamaah berketetapan mencontoh sunah Rasululloh dan para sahabatnya serta para mujtahid empat, dengan melakukan rukyat di akhir bulan hijriyah kemudian mengambil keputusan awal bulan berdasarkan rukyat tersebut, dan jika hilal tidak terlihat maka menyempurnakan bulan sebelumnya 30 hari. Sementara hisab juga tetap digunakan, namun hanya sebagai alat bantu dan bukan penentu awal bulan Hijriyah. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan rukyat adalah melihat dengan ilmu, atau dengan kata lain adalah hisab. Mereka berargumen bahwa, kata Rukyat adalah kata dasar dari Roa-Yaroo-Rukyatan yang bisa mempunyai arti Af’alul Yaqin , seperti Roaitu Zaidan Aliman, ”Saya
melihat bahwa Zaid itu orang yang berilmu”. Melihat dalam kalimat tersebut bukan berarti melihat secara materi(dengan mata), tetapi melihat dengan hati yakni dengan kata lain ”Saya mengetahui bahwa Zaid itu orang yang
berilmu”. Akan tetapi di dalam kaedah nahwu dan shorof, roa yang bisa mempunyai arti af‟alul yakin adalah roa yang mempunya dua maf‟ulbih dan terdiri dari susunan mubtada' khobar seperti contoh diatas, sedangkan kata
ru‟yat yang terdapat di banyak hadits tidak menunjukkan adanya dua maful, yang ada hanya satu maf‟ul yaitu hilal. A. Dari Rukyat Ke Rukyat Dalam menentukan awal bulan Romadlon, Syawal dan Dzulhijjah umat islam sepakat menggunakan metode rukyat dengan mata telanjang, akan tetapi pada bulan-bulan selain bulan tersebut sebagian ulama cukup dengan menggunakan hisab dan sebagian yang lainnya tetap menggunakan rukyat. Dasar–dasar ulama yang melakukan rukyat untuk setiap bulan qomariyah adalah hadits yang diriwayatkan oleh siti 'Aisyah RA.
:
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
84
Dari Aisyah RA, ia berkata: “Adalah Rasulullah SAW sangat intensif mencermati hilal pada bulan Sya‟ban, melebihi intensitas beliau akan bulan lainnya. Kemudian beliau melakukan puasa karena terlihatnya hilal bulan Romadlon. Maka ada ketika hilal terhalang awan, beliau menghitung bulan Sya‟ban 30 hari, kamudian beliau berpuasa" (HR Ahmad, Abu Daud, Daru Quthni). Hadits diatas bukan berarti Rosululloh tidak rukyat dalam bulan-bulan yang lainnya, akan tetapi intensitasnya tidak seperti dalam mencari
hilal Sya‟ban. Jadi tanggal 29 atau 30 bulan Sya‟ban dihitung berdasarkan hasil rukyat awal Sya‟ban dan bukan berdasarkan hisab semata. Tidak seperti sekarang, menentukan tanggal 29 Sya‟ban berdasarkan hisab semata kemudian melakukan rukyat untuk melihat hilal awal bulan Romadlon dan Syawal. Mestinya rukyat itu berdasarkan hasil rukyat atau istikmal bulan sebelumnya yang juga berdasarkan rukyat, bukan hisab, sehingga secara simulatan rukyat hilal itu saling terkait setiap bulannya, ini adalah pendapat yang dipegang oleh PBNU. B. Rukyat Adalah Tantangan Sainstis
Ketika berangkat untuk rukyat seringkali kita dicemooh,”Hari gini kok masih rukyat, kayak orang kuno aja, hilal itu bisa dihitung dengan sekali tombol keyboard atau kalkulator, ngapain repot- repot rukyat”. Mereka berpendapat bahwa Rosululloh memerintahkan rukyat itu karena pada saat itu para sahabat belum menguasai ilmu hisab, dan sekarang mereka mengklaim sudah menguasai ilmu hisab sehingga rukyat tidak diperlukan lagi, seperti hadits dibawah ini.
«: .»
. .»
)
«:
(
Dari Ibnu Umar beliau berkata : Rosululloh SAW bersabda “Kita adalah umat yang Ummi, tidak bisa menulis dan tidak bisa menghitung(menghitung peredaran bulan), Bulan itu begini, begini, dan begini, yakni 30. Selanjutnya berkata dan bulan itu begini, begini dan begini, sambil menyimpulkan ibu jarinya, yakni 29 hari. Beliau berkata bul an itu satu tempo 30 dan satu tempo 29 hari.” (HR Bukhori)
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
85
Ummi yang dimaksud diatas bukanlah tidak bisa membaca dan menulis/buta huruf, dalam banyak literatur hadits Rosululloh memerintahkan para penulis wahyu untuk menulis al-Qur'an diatas pelepah daun kurma, kulit binatang dan diatas batu, bahkan ada beberapa sahabat yang menulis sendiri beberapa juz dan surat yang mereka hafal dari Rosululloh. Baru pada masa Abu Bakar, beliau memerintahkan Zahid bin Tsabit untuk mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur'an yang masih berserakan tersebut menjadi satu mushaf. Jadi yang dimaksud Ummi diatas adalah secara umum, bukan berarti tidak ada yang bisa menulis, sebagian juga ada yang bisa menulis dan menghitung. Demikian juga sekarang, walaupun kita sudah banyak yang menguasai bahasa Inggris akan tetapi secara umum kita masih dianggap buta huruf menurut standar PBB, karena masih banyak yang tidak menguasai bahasa Inggris. Akhirnya ulama mengartikan bahwa 'tidak bisa menulis dan membaca' yang dimaksud adalah penulis dan pembaca ulung, ahli sastra dan sajak, sehingga Al-Qur'an itu benar-benar wahyu Alloh dan bukan karangan/produk dari Muhammad SAW.
Yang dimaksud dengan ‟kita tidak menguasai perhitungan bulan‟ adalah kita dalam arti umum, jadi secara umum pada saat itu tidak bisa menghitung bulan, akan tetapi ada juga yang bisa menghitungnnya, termasuk nabi sendiri. Dalam lanjutan hadits disebutkan "Bulan itu begini, begini, dan begini, bulan itu kadang 29 dan kadang 30" itu menunjukkan bahwa nabi mengetahui perhitungan hisab. Karena hisab itu hanyalah prediksi maka untuk memastikanya adalah membuktikannya dengan rukyat, observasi nyata dari sebuah perhitungan. Kalau dalam bahasa politik sekarang Hisab adalah Quick Count sedangkan Rukyat adalah Perhitungan Manual, perhitungan riil. Rukyat tidaklah kuno seperti anggapan sebagian orang, negaranegara maju saja yang ilmu astronominya sudah teruji dan konon sudah menginjakkan kakinya di bulan, sampai hari ini masih melakukan observasi terhadan bulan dan matahari sepanjang hari. Justru rukyat adalah sebuah tantangan sainstis untuk astonom, siapa tahu peredaran matahari dan bulan mengalami perubahan. C. Problem Rukyat Dari dua metode penentuan hilal, baik dengan rukyat maupun hisab sama sama mempunyai kelemahan maupun kelebihan. Secara syar'i Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
86
dari segi hukum fiqh metode rukyat adalah yang paling kuat daripada hisab, akan tetapi dalam praktiknya sekarang sering terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi hilal tersebut. Kesalahan kesalahan tersebut disebabkan : 1. Hilal adalah tahapan yang paling sulit dilihat diantara fase-fase bulan, karena hilal adalah cahaya bulan yang timbul karena pantulan matahari, sementara jarak antara bulan dengan matahari saat itu sangatlah dekat. Sehingga cahaya hilal yang barusan lahir tidak sebanding dengan cahaya matahari yang menyilaukan. 2. Kondisi atmosfir kita yang sekarang ini banyak polusinya. 3. Kondisi cuaca yang sering mendung dan berawan akibat tidak teraturnya cuaca akhir-akhir ini. 4. Pengetahuan yang minim tentang hilal, sehingga menyebabkan penyimpulan yang salah tentang hilal. 5. Banyaknya orang yang mencari popularitas. Dan lain-lain.
RUKYAT HILAL GLOBAL Melihat seringnya umat Islam berbeda dalam dalam penentuan awal bulan hijriyah selama ini mengakibatkan munculnya wacana penyeragaman puasa dan hari raya secara global, yakni Rukyat Global. Yang dimaksud dengan rukyat global adalah rukyat yang berlaku secara global, dalam arti rukyatul hilal di salah satu negeri muslim berlaku untuk kaum muslimin di negerinegeri lain di seluruh dunia, bukanlah rukyat lokal yang berlaku untuk satu mathla' (mazhab Syafi'i). Persatuan Islam adalah dambaan semua orang islam. Ide ini pada intinya sangat bagus, namun sayangnya, penyeragaman kadang tak difahami hakikatnya, yang seolah-olah perbedaan hanya beda waktu (jam) antara satu tempat dan tempat lain yang menjadi faktor penentu dalam bedanya penampakan hilal. Bila itu yang terpikirkan, solusinya pun hanya mendasarkan pada masalah beda waktu (jam) saja dan tidak ada perbedaan harinya. Keadaan bumi kita yang bulat dan adanya batas tanggal internasional IDL (International Date Line) dimana wilayah di Japan sudah memasuki hari Ahad misalnya, di wilayah lain Maroko masih hari Sabtu. Dan perbedaan hari ini kadang tidak terpikirkan oleh kita, sehingga kalau ini dipaksakan akan mengakibatkan umur bulan di sebagian wilayah masih 28 hari. . Perbedaan Mathla' Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
87
Satu Mathla' adalah daerah yang terbit dan terbenamnya bulan dan matahari sama, sedangkan pendapat lain satu mathla`adalah jarak diperbolehkannya sholat qoshor, yaitu kurang lebih 86.04 km. Pendapat lain mengatakan satu Mathla' adalah 24 farsakh yakni 133 km. Menurut mazhab Syafii, jika ada klaim rukyat terbukti di suatu negeri, rukyat ini hanya berlaku untuk daerahdaerah yang dekat, yaitu yang masih satu mathla'. Sedangkan negeri-negeri yang jauh, tidak terikat dengan rukyat yang terbukti di negeri tersebut. Pendapat mazhab Syafii tersebut didasarkan pada hadits Kuraib berikut
:
:
:
:
: :
: :
Dari Kuraib "Bahwa Ummu Fadhl telah mengutus dia (Kuraib) kepada Muawiyah di Sam. Dia berkata,'Maka aku tiba di Syam dan menyesaikan kebutuhan Ummu Fadhl. Ramadhan tiba dan saya ada di Syam. Saya melihat hilal malam Jumat. Kemudian saya tiba di Madinah pada akhir bulan Ramadhan, lalu Ibnu Abbas bertanya kepadaku, lalu dia menyebut persoalan hilal. Dia bertanya,'Kapan kamu melihat hilal?' Saya jawab,'Kami melihatnya malam Jumat.' Dia bertanya,'Kamu melihatnya sendiri?'. Saya jawab,'Ya. Orang-orang juga melihatnya lalu mereka berpuasa dan berpuasa juga Muawiyah.' Ibnu Abbas berkata,'Tapi kami melihatnya malam Sabtu. Maka kami tetap berpuasa hingga kami sempurnakan 30 hari atau hingga kami melihat hilal.' Saya berkata,'Tidakkah kita mencukupkan diri dengan ruk yat dan puasanya Muawiyah?' Ibnu Abbas menjawab,'Tidak, demikianlah Rasulullah SAW memerintahkan kita." (HR Jamaah, kecuali Bukhari dan Ibnu Majah). ucapan Ibnu Abbas RA yang mengikuti rukyat Madinah dan tidak mengikuti rukyat Syam, yaitu dengan perkataannya "'Tidak, demikianlah Rasulullah SAW memerintahkan kita" menjadi dalil bahwa setiap negeri mempunyai rukyat sendiri-sendiri, dan rukyat suatu negeri tidak berlaku untuk negeri yang lain, karena adanya perbedaan mathla' Rukyat Global Dipandang dari Sain Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
88
Dengan realitas bumi yang bundar ini mustahil kita bisa menyatukan hari raya dalam hari dan tanggal yang sama. Karena di dalam satu waktu yang sama di permukaan bumi ini kenyataannya terdapat dua hari, satu wilayah sudah hari Kamis (misalnya) sedangkan wilayah yang lainnya masih hari Rabo, karena bumi ini bundar adanya. Rukyat global baru bisa terrealisi ketika bumi kita ini didatarkan sedemikian rupa sehingga terbit atau terbenam matahari dan bulan terjadi dalam priode dan waktu yang sama. Dengan perbedaan hari raya bukan berarti perpecahan diantara umat Islam. Perbedaan itu wajar karena bumi yang kita tempati ini adalah bundar adanya. Misalnya: Awal Dzulhijjah 1428. Anggaplah klaim rukyat di Saudi pada hari Ahad 9 Desember 2007 itu benar, kemudian seluruh dunia mengikuti rukyat di Saudi, maka bagaimana dengan umat islam yang di Hawai yang pada saat itu masih hari Sabtu pagi. Apakah mengikuti Saudi juga dengan konsekuensi bulan sebelumnya hanya 28 hari?. Dengan rukyat global maka hampir dalam setiap 1 bulan selalu ada wilayah yang umur bulannya kurang dari 29 hari karena awal bulan berikutnya mengikuti rukyat wilayah lain yang berhasil rukyat dan secara hisab di wilayah lain tersebut memang hilal sudah wujud Karena keadaan bumi yang bundar maka penentuan awal bulan, termasuk bulan Dzul Hijjah adalah sesuai dengan mathla'nya masing-masing. Jadi bukan karena posisi jamaah haji saat di padang Arafah, seperti pemikiranpemikiran yang dilontarkan teman-teman kita dari Hizbut Tahrir Indonesia, karena kalaupun kita mengacu pada saat jama'ah haji di padang Arafah, pada kenyataannya kalau posisi kita berada di Hawai maka saat kita mulai berpuasa, jamaah haji mulai meninggalkan padang Arafah. Misalnya kontroversi awal bulan Dzulhijjah pada tahun 1428/2007, kita mengikuti ketetapan Saudi, maka waktu wuquf di Arafah adalah hari Selasa, tanggal 18 Desember 2007. Itu berarti mulai jam 12:22 WSA (awal waktu dhuhur) sampai tengah malam waktu Saudi yakni jam 23:39 WSA. Kemudian pada saat jamaah haji memasuki padang Arafah, di Hawai hari Senin jam 23:22 kemudian pada saat umat Islam di Hawai mulai puasa Arafah jakni jam 06:26, jam di Saudi menunjukkan jam 19:26 WSA dan jamaah haji mulai meninggalkan Arafah, jadi saat umat Islam di Hawai masih menjalankan ibadah puasa, jamaah haji sudah meninggalkan padang Arafah. Akhirnya perbedaan puasa, hari raya fitri dan Adha adalah sebuah keniscayaan. Kita tidak bisa memungkiri perbedaani ini. Kita berharap berbedaan ini tidak menyebabkan perpecahan umat islam. Tasamahna Fimahtalafna, Saling menghargai didalam perbedaan kita, alias, sepakat
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
89
untuk berbeda. Perbedaan itu indah, seperti taman yang beraneka bunganya. Semakin banyak ragam bunganya, semakin indah dipandangnya, HISAB Yang dimaksud hisab di sini adalah menghitung posisi hilal saat maghrib pasca terjadinya ijtimak, yakni saat dimana bulan, bumi dan matahari berada dalam bujur yang sama. Dengan hisab bisa diprediksi posisi hilal terhadap ufuk/ horison sehingga bisa membuat kesimpulan Imkanur Rukyah atau tidak. Yang dimaksud dengan Imkanur Rukyah adalah batasan-batasan hilal dapat dilihat diatas ufuk setelah terjadinya ijtimak. Ahli hisab berbeda pendapat tentang batas-batas Imkanur Rukyah. 1. Ahli hisab taqribi, sebagian ahli hisab ini mengklaim bahwa hilal bisa dirukyat jika ketinggian hilal saat maghrib diatas 2 derajat, bahkan ada yang mengklaim melihat hilal pada saat mahgrib dengan ketinggian hilal 1 derajat. Sebagian lainnya berpendapat bahwa tinggi hilal minimum yang bisa dirukyat adalah 6 derajat. 2. Limit (batas) Danjon, yang diturunkan oleh seorang ilmuwan Perancis berdasarkan pengamatannya terhadap bulan sabit (hilal). Menurut Danjon, hilal tidak mungkin teramati bila jarak busur Bulan-Matahari kurang dari 7 derajat, karena cahaya hilal tidak dapat sampai ke mata kita. Data terbaru menyatakan limitnya 6.4 derajat. 3. Kriteria MABIMS (kesepakatan Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) pada tahun 1992, yaitu: Tinggi hilal minimal 2 derajat dengan Jarak busur hilalMatahari minimal 3 derajat dan Umur hilal minimal 8 jam pada hari
ru‟yat setelah ijtimak.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
90
4. Kriteria
IICP
(International
Islamic
Calendar
Program)
yang
dikembangkan oleh M. Ilyas (1988) dari Malaysia. Imkanur Ru‟yat yang dirumuskan IICP sebagai berikut : a. Jarak busur Bulan – Matahari sebagai fungsi dari beda azimut bulanMatahari. Untuk beda azimut nol derajat, jarak busur Bulan-Matahari sekurang-kurangnya 10.5°. Jika beda azimut lebih besar dari nol derajat, maka kriteria penampakan hilal lebih besar lagi. b. Beda waktu terbenam Bulan dan Matahari, Bulan lebih lambat daripada Matahari minimum 40 menit c. Umur Bulan (dihitung sejak ijtima‟) minimum 16 jam bagi pengamat di daerah tropis, dan 20 jam bagi pengamat di daerah lintang yang lebih tinggi Problem Hisab
Walaupun perhitungan hisab dibangun berdasarkan pengamatan estafet 500 tahun lebih dengan beberapa kali mengalami koreksi sehingga menghasilkan algoritma yang akurat, dengan toleransi kesalahan yang semakin rendah. Ini terbukti dengan akurasinya dalam memprediksi gerhana, baik bulan maupun matahari dengan kesalahan perhitungan tidak lebih dari 2 menit. Akan tetapi sampai sekarang, secara hisabpun kita masih belum bisa menyatukan metode hisab mana yang bisa disepakati bersama. Kita tidak bisa menafikan adanya perbedaan hisab dalam memprediksi tinggi hilal pada awal bulan hijriyah. Saat ini system hisab yang berkembang di Indonesia lebih dari 20 metode, dimana semuanya mengklaim paling akurat. Ahli hisab yang satu menyalahkan hasil perhitungan ahli hisab yang lainnya. Dan sampai saat ini dari pemerintah RI dalam hal ini Badan Hisab Rukyat Departemen Agama belum mempunyai standar perhitungan hisab yang menjadi kesepakatan bersama para ahli hisab yang ada di Indonesia. Depag dan beberapa ormas terbesar di Indonesia, baik Muhammadiyah maupun NU juga kadang-kadang tidak konsisten dengan kriterianya sendiri. Kriteria Depag adalah jika, jika tinggi hilal 2° dan umur hilal setelah ijtimak lebih dari 8 jam. Kriteria NU jika tinggi hilal minimal 2°, sedangkan Muhammadiyah dengan wujudul hilalnya. Walaupun secara ilmiah seakan-akan dengan hisab, problem perbedan puasa dan hari raya bisa diselesaikan dengan mudah, akan tetapi dalam kasuskasus tertentu terjadi permasalahan tersendiri. Ketika ketinggian hilal berada di sekitar ambang batas (0°) dan melintasi sebuah negara kesatuan dimana satu Negara dianggap 1 mathla'. Seperti baru-baru ini terjadi di Indonesia yakni penentuan Idul Fitri 1427 dan 1428 H. juga kemungkinan besar awal Idul Fitri 1432 juga berpotensi beda karena ketinggian hilal yang di ambang batas nol derajat diatas ufuk. Di sebagian Wilayah Indonesia, tinggi hilal Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
91
masih mines, alias dibawah ufuk sedangkan untuk Wilayah Indonesia lainnya hilal sudah diatas ufuk. Perbedaan yg pernah terjadi di Indonesia bisa dilihat di hal. 119-123 PERPADUAN HISAB DAN RUKYAT Ilmu Hisab dan rukyat tidaklah bisa dipisahkan karena keduanya saling berhubungan. Setelah melakukan rukyat kemudian dianalisa dengan seksama akhirnya menghasilkan ilmu hisab. Kemudian dikoreksi lagi dengan rukyat selanjutnya sehingga menghasilkan data empirik baru sebagai koreksi atas hisab sebelumnya, ini berjalan berulang-ulang sampai sekarang sehingga perkembangan ilmu hisab mencapai tingkat keakurasian yang tinggi. Rukyat yang cermat tidaklah akan berbeda dengan hisab yang akurat. Akan tetapi kenyataan dilapangan, pelaku rukyat yang cermat tidak lebih dari 10%. Berbedanya rukyat dengan hisab karena kenyataan dilapangan, rukyat dilakukan dengan 'asal rukyat' yakni tidak didukung dengan alat-alat pendukung yang memadai, misalnya jam, alat ukur ketinggian dan azimut, ini mengakibatkan rukyat tidak fokus ke sasaran sehingga pandangan kemana-mana, potongan awanpun dianggap hilal. Maka tidaklah bisa kita melakukan rukyat tanpa mempertimbangkan perhitungan hisab terlebih dahulu, bisa-bisa rukyat hilal pada tanggal 28 bulan hijriyah.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
92
BAB VIII HISAB AWAL BULAN HIJRIYAH
IJTIMAK Untuk mendukung penentuan awal bulan hijriyah, baik untuk keperluan penentuan kalender hijriyah maupun untuk menunjang rukyat/observasi hilal dengan mata telanjang diperlukan data-data hilal secara astronomi, sehingga rukyatnya tidak serampangan/asal rukyat. Rukyat yang berkualitas adalah rukyat yang cermat dengan didukung data hisab yang akurat. Kapan rukyat dilakuan? Rukyat dilakukan saat maghrib yakni saat matahari tenggelam di ufuk barat di akhir bulan hijriyah/qomariyah dengan syarat setelah ijtimak. Syarat setelah ijtimak ini mutlak karena walaupun jika hilal pada saat maghrib sudah diatas ufuk akan tetapi ijtimak belum terjadi maka yang demikian itu tidak bisa disebut bulan baru, seperti contoh, perhitungan hisab dengan markas Teheran Iran: Ijtimak akhir bulan Jumadil Awal 1427 H. terjadi pada hari Ahad Pon Tgl. 25 Juni 2006 M. Jam 19:07:49 yakni 13 menit sesudah maghrib waktu Iran. Tinggi hilal pada saat maghrib sudah mencapai 1° 59' 24'' Ijtimak ialah saat dimana posisi matahari dan bulan berada pada meridian atau bujur langit yang sama. Ijtimak terjadi jika nilai Bujur Astronomis Matahari sama dengan nilai Bujur Astronomis Bulan. Posisi bulan saat itu berada di antara bumi dan matahari. Separo permukaan bulan menghadap matahari dan separo lainnya (yang gelap) menghadap bumi kita, sehingga pada saat ijtimak, bulan tidak bisa dilihat dari bumi. Saat Ijtimak hanya bisa dihitung secara hisab dan tidak bisa di rukyat dengan mata telanjang.
Para astronom menyebut ijtima atau konjungsi itu sebagai New Moon (bulan baru) atau disebut juga bulan mati, di dalam bahasa Jawa disebut tilem/ penileman. Dengan kata lain, konjungsi bulan terjadi saat bulan baru. Ijtimak mesti terjadi pada tanggal 28 atau 29 bulan qomariyah, dan terjadi dalam satu waktu yang sama di seluruh muka bumi meskipun berbeda koordinatnya. Kejadian ijtimak ini dalam kondisi tertentu, bisa mengakibatkan terjadinya gerhana matahari jika pada saat ijtima tersebut nilai Lintang Astronornis Bulan sama atau hampir sama dengan nilai Lintang Astronomis Matahari. Potensi terjadinya gerhana matahari ketika nilai Khishotul Ardli (Busur ecliptika yang diukur ke arah timur dari simpul naik sampai kaki lintang atronomi bulan) berada diantara 0-20 atau 160-200 atau 340-360. Berikut gambaran fase-fase bulan dalan sebulan. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
93
Bulan mengelilingi Bumi dalam waktu 29 hari 12 jam 44 menit 2.8 detik (29,5305882 hari) Waktu ini sebenarnya adalah waktu relatif untuk kita yang berada di bumi. Disebut juga sebagai Synodic Period. Jika dilihat dari luar angkasa waktu yang dibutuhkan Bulan untuk mengelilingi Bumi sebenarnya hanya 27,3217 hari (sekitar 2 hari lebih cepat) disebut sebagai Orbital Period. Mengapa Synodic Periode berbeda dengan Orbital Periode? penjelasan sederhananya adalah bahwa kita mengamati Bulan dari Bumi yang juga bergerak mengelilingi matahari. Pada setiap siklus Bulan mengelilingi Bumi, Bumi sendiri sudah bergerak dan bergeser sekitar 1 bulan dari posisi semulanya sewaktu mengorbit Matahari (dalam waktu setahun). Arah orbit Bumi pada Matahari inilah yang menyebabkan lebih panjangnya perhitungan waktu pengamatan dari Bumi.
MENGHITUNG SAAT IJTIMAK Data yang diperlukan untuk menghitung saat terjadainya ijtimak hanya dua yaitu tahun hijriyah (Y) dan bulan hijriyah (M) yang dimaksud. Jika diperlukan untuk waktu lokal maka diperlukan data lagi yaitu Time Zone (TZ) Contoh: Menghitung ijtimak akhir Muharrom 1434 H. untuk mempermudah aplikasi perhitungan silahkan buka file “CONTOH FORMULA HISAB.xlsm” yang disertakan didalam materi ini lalu pilih sheet “Awal Bulan”.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
94
Y (F7) M (F8) TZ (F3)
(tahun hijriyah) (bulan hijriyah) lihat tabel 2 (time zone)
= 1434 = 1 = 7
HY (F11) = Y +(M x 29.53)/354.3671 = F7+(F8*29,53)/354,3671 K
(F12)
= (HY – 1410) x 12 = ROUND((F11-1410)*12;0)
(hari tahun hijriyah) = 1434,083332
= 289
Jika nilai angka dibelakang koma lebih besar dari 0.5 maka K dibulatkan keatas, jika lebih kecil dari 0.5 maka dibulatkan kebawah.
T
(F13)
= K/1200 = F12/1200
(Juz Asal)
= 0,240833333
JD (F14) = 2447740,652+29,53058868 x K + 0,0001178 (julian date) x T2 = 447740,652+29,53058868*F12+0,0001178*F13^2
= 2456274,992 M
(F16) = Frac((207.9587074 + 29.10535608 x K + -0.0000333 x T2)/360)x 360 = MOD((29,10535608 * F12+207,9587074 + -0,0000333 * F13^2)/360;1)*360 (Khoshoh Syams) = 339,4066126
M' (F17) = Frac((111.1791307+385.81691806 x K +0.0107306 x T2)/360)x360 = MOD((385,81691806 * F12 +111,1791307+0,0107306 * F13^ 2)/360;1)*360 (Khoshoh Qomar) = 12,26907242 F
(F18) = Frac((164.2162296 + 390.67050646 x K + -0.0016528 x T2)/360)x 360 = MOD((390,67050646 * F12+164,2162296 + -0,0016528 * F13^2) /360;1)*360 (Chishotul Ardli) = 27,99250068
Selanjutnya menghitung Ta’dil / koreksi sebanyak 13 ta’dilan T1 (F20) = (0.1734 - 0.000393 x T) x sin M = (0,1734 - 0,000395 * F13) * SIN(F16*Dr =-0,060957149 Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
95
T2 (F21) = 0.0021 x sin (2 x M) = 0,0021 * SIN(2 * F16*Dr)
= -0,001382883
T3 (F22) = -0.4068 x sin M’ = -0,4068 * SIN(F17 *Dr)
= -0,086446203
T4 (F23) = 0.0161 x sin (2 x M’) = 0,0161 * SIN(2 * F17*Dr)
= 0,006686313
T5 (F24) = -0.0004 x sin (3 x M’) = -0,0004 * SIN(3 * F17*Dr)
= -0,00023965
T6 (F25) = 0.0104 x sin (2 x F) = 0,0104 * SIN(2 * F18*Dr)
= 0,008620468
T7 (F26) = -0.0051 x sin(M + M’) = -0,0051 * SIN(F16 *Dr + F17*Dr)
= 0,000738358
T8 (F27) = -0.0074 x sin(M – M’) = -0,0074 * SIN(F16*Dr - F17*Dr)
= 0,004015419
T9 (F28) = 0.0004 x sin(2 x F + M) = 0,0004 * SIN(2 * F18*Dr + F16*Dr)
= 0,000231665
T10(F29) = -0.0004 x sin(2 x F - M) = -0,0004 * SIN(2 * F18*Dr -F16*Dr)
= -0,000389075
T11(F30) = -0.0006 x sin(2 x F + M’) = -0,0006 * SIN(2 * F18*Dr + F17*Dr)
= -0,000557302
T12(F31) = 0.001 x sin (2 x F – M’) = 0,001 * SIN(2 * F18*Dr - F17*Dr)
= 0,000691083
T13(F32) = 0.0005 x sin (M + 2 x M’) = 0,0005 * SIN(F16*Dr + 2 * F17*Dr)
= 3,43973E-05
MT (F33) = Jumlah T1 sampai T13 = SUM(F20:F32)
= -0,128954557
JDi(F35) = JD +0.5 + MT = F14 + 0,5 + F33
(JD Ijtimak UT)
JDE(F36) = JDi – 2415019 = F35 - 2415019
(JD Ijtimak UT Excel) = 41256,36318
Formula Ilmu Hisab I
= 2456275,363
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
96
(JD Ijtimak LT Excel) = 41256,65485
WD (F37) = JDE + TZ = F36 + F3/24
JDi adalah Julian Date saat ijtimak, untuk merubahnya kedalam JD Excel maka Jdi – 2415019. Baik Jdi maupun JDE diatas masih dalam waktu Greenwich/ Universal Time(UT), untuk merubah menjadi tanggal, bulan dan tahun daerah setempat maka tinggal menambah time zone daerah setempat (WD). Untuk merubah nilai WD ke kalender Gregorian (kalender masehi yang sekarang dipakai) tinggal merubah format sel dimana nilai WD berada. Seperti contoh diatas, WD ada di sel F37 maka klik kanan F37 lalu pilih Format Cell lalu Custom lalu isi colom Type dengan " dd mmm yyyy hh:mm:ss" Untuk mengetahui harinya maka bagilah WD dengan 7, lalu sisa hasil bagi dari WD/7 itu cocokkan dengan tabel2 dan lihat kolom hari. Sedangkan untuk pasarannya maka bagilah WD dengan 5, lalu sisa hasil bagi dari WD/5 itu cocokkan dengan tabel2 dan lihat kolom pasar.
Hari(F42)
= WD mod 7 = MOD(INT(F37);7)
lihat tabel2
= 3
Kamis
lihat tabel2
= 1
Legi
Pasar(F43) = WD mod 5 = MOD(INT(F37);5)
TABEL 2 NO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
HARI
PASAR
Sabtu Ahad Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at
Kliwon Legi Pahing Pon Wage
Formula Ilmu Hisab I
BULAN HIJRIYAH Muharrom Shofarur Khoir Robi'ul Awal Robi'ul Akhir Jumadal Ula Jumadal Akhiroh Rojab Sya'ban Romadlon Syawwal Dzul Qo'dah Dzul Hijjah
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
97
Kesimpulannya : Ijtimak akhir bulan Muharrom 1434 hijriyah. terjadi pada hari Kamis Legi, 13 Desember 2012 pukul 08:42:59 GMT yakni pukul 15:42:59 WIB.
HAROKAT MATAHARI Setelah saat ijtimak diketahui, selanjutnya adalah menghitung harokatharokat matahari dan bulan. Untuk menghitung harokat-harokat matahari dan bulan tersebut diperlukan data saat maghrib/sunset pada hari ijtimak tersebut. Untuk menghitung saat maghrib sudah diuraikan di dalam materi Waktu Sholat. Lalu tentukan tanggal masehi (D) bulan masehi (M) tahun masehi yang dimaksud (Y). Untuk data tanggal, bulan dan tahun bisa diambil dari data tanggal, bulan dan tahun hasil dari perhitungan ijtimak diatas. Lalu tentukan juga lintang, bujur, time zone, dan ketinggian lokasi/markas perhitungan . Berikut ini contoh menghitung harokat matahari saat maghrib pada awal bulan Shofar 1434 H. dengan markas Balai Rukyat NU Condrodipo Gresik
Bujur :112°37'2,5"BT ■ Lintang :7°10'11,1"LS Time Zone :7 ■ Tinggi tempat 120 Dpl
■
Julian Date saat maghrib D (F70) M (F71)
= 13 ( Jika M<3 maka M+12 ) = 12 = IF(F39<3;F39+12;F39) = 12
Y (F72)
= 2012 ( Jika M<3 maka Y-1 ) = IF(F39<3;F40-1;F40)
(waktu maghrib)
= 2012 = 10,51467799
Grb (F73)
= F66
B (F75)
= 2-INT(Y/100)+INT(INT(Y/100)/4) = =2-INT(F72/100)+INT(INT(F72/100)/4) = -13
Jd (F76)
= int(365,25 x(Y+4716))+int(30,6001 x(F88+1))+D+(Grb/24)+ B -1524,5 = INT(365,25 * (F72 + 4716)) + INT(30,6001 * (F71 + 1)) +F70 + (F73 / 24) + F75 - 1524,5 = 2456274,945 = (Jd - 2451545)/36525 = =(F76 - 2451545) / 36525 = 0,129498839
T (F77)
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
98
Harokat Matahari
S (F80)
= Frac((280,46645+36000,76983 x T)/360)x 360 = MOD( (280,46645+ 36000,76983*F77)/360;1)*360
= 262,5243568 M (F81)
= Frac((357,5291+35999,0503 x T)/360)x 360 = MOD( (357,5291 + 35999,0503*F77) / 360;1)*360
= 339,3643297 N (F82)
= Frac((125,04 - 1934,136 * T)/360)*360 = MOD( (125,04 - 1934,136 * F77) / 360;1)*360
= 234,571633 S = Wasat Syams
M = Khoshoh Syams
N = Uqdh Syams
Kr1(F83)
= (17,264/3600)x SIN N +(0,206/3600)xSIN(2xN) = (17,264 / 3600) * SIN(F82*Dr) + (0,206 / 3600) = -0,003853557 * SIN(2 *F82*Dr)
Kr2(F84)
= (-1,264/3600)x SIN(2 x S) = (-1,264 / 3600) * SIN(2 * F80*Dr)
= -9,05859E-05
Kr3(F85)
= (9,23/3600)x COS N -(0,09/3600)x COS(2 x N) = (9,23 / 3600) * COS(F82*Dr) - (0,09 / 3600) * COS(2 * F82*Dr) = -0,001478049
Kr4(F86)
= (0,548/3600) x COS(2 * S) = = (0,548 / 3600) * COS(2 * F80*Dr)
Q' (F87)
= -0,000147069
= 23,43929111 + Kr3 + Kr4 -(46,815/3600)x T = 23,43929111 + F85 + F86 - (46,815 / 3600) * F77
= 23,43598197 E (F88)
= (6898,06/3600)x SIN M +(72,095/3600) x SIN(2x M)+(0,966/3600)x SIN(3 x M)
= (6898,06 / 3600) * SIN(F81*Dr) + (72,095 / 3600) * SIN(2 * F81 *Dr) + (0,966 / 3600) * SIN(3 *F81*Dr)
= -0,688736705 Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
99
S' (F89)
= S + E + Kr1 + Kr2 - (20,47/3600) = =MOD(F80 + F88 + F83 +F84 - (20,47 / 3600);360)
= 261,8259899 Q' = Mail Kulli/Obloquity δS (F90)
E = Ta'dilus Syams
S' = Thulus Syams
= sin-1(S' x SIN Q') = =ASIN( SIN(F89*Dr) * SIN(F87*Dr))*180/PI()
= -23,18389988 = tan-1 (tan S' x cos Q') Jika SA antara 0-90 maka PT = PT Jika SA antara 90-270 maka PT = PT + 180 Jika SA antara 270-360 maka PT = PT + 360
PT
Karena logikanya agak panjang maka prosesnya dengan excel dibagi dengan beberapa langkah.
Pta (F91) = ATAN( TAN(F89*Dr) * COS(F87*Dr))*180/PI() Ptb (F92)= Ptc (F93)= Ptd (F94)= PT
(F95)=
= 81,10233148 IF(AND(F89 >= 0; F89<= 90);F91;0) = 0 IF(AND(F89 >= 90; F89<= 270);F91+180;0) = 261,1023315 IF(AND(F89 >= 270; F89<=360);F91+360;0) = 0 =SUM(F92:F94) = 261,1023315
PT(F96)
= jika S dikurangi PT >5 maka PT + 360 = IF(ABS(F80-F95)>5;F95+360;F95) = 261,1023315
e (F97)
= (S – PT)/15 = (F80 -F96) / 15
= 0,094801689
= 0,267/(1- 0,017 x COS M) = 0,267 / (1 - 0,017 * COS(F81*Dr))
= 0,271316451
= 1,76 / 60 x √ Tinggi = 1,76 / 60 * SQRT(F4)
= 0,321330567
= -(s.d + (34,5/60)+ Dip) = -(F98 + (34,5 / 60) + F99)
= -1,167647018
s.d (F98)
Dip (F99) hm (F100)
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
100
t (F101)
= cos-1(-tan(Lt x tan δS+sin hm/cos Lt/cos δS) = ACOS( -TAN(Lt*Dr) * TAN(F90*Dr) + SIN(F100*Dr) /COS(Lt*Dr) / COS(F90*Dr))*180/PI() = 94,37108588
Grb lmt (F102) Grb lt (F103)
= t /15 + (12 - e) = F101 / 15 + (12 - F97)
= 18,19660404
= Grb lmt + ((Tz x 15)- Bj)/15 = F102 + ((F3*15) -Bj) / 15 = 17,68877996
Harokat Bulan
M (F106) = frac(218,31617+ 481267,88088 x T)/360)x 360 = MOD((218,31617+481267,88088*F94)/360;1)*360
= 261,9481353 A (F107) = frac(134,96292+477198,86753 x T)/360)x360 = MOD((134,96292+477198,86753*F94)/360;1)*360
= 11,66237938 F (F108) = frac(93,27283 + 483202,01873 x T)/360)x 360 = MOD((93,27283+483202,01873*F94)/360;1)*360
= 27,37340191 D (F109) = frac(297,85027 + 445267,11135 * T)/360)x 360 = OD((297,85027+445267,11135*F94)/360;1)*360
= 359,4243673 T1(F110) T2(F111)
= (22640/3600)x SIN A = (22640 / 3600) * SIN(F107*Dr)
= 1,271262981
= (-4586/3600)x SIN(A – 2 x D) = (-4586 / 3600) * SIN((F107 - 2 * F109) *Dr)
= -0,282523993 T3(F112) T4(F113)
T5(F114)
= (2370/3600)x SIN(2 x D) = (2370 / 3600) * SIN(2 * F109*Dr)
= -0,013227246
= (769/3600)x SIN(2 x A) = (769 / 3600) * SIN(2 * F107*Dr)
= 0,084577685
= (-668/3600)x SIN M Syams = (-668 / 3600) * SIN(F81*Dr) = 0,065394294
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
101
T6(F115)
= (-412/3600)x SIN(2 x F ) = (-412 / 3600) * SIN(2 * F108*Dr) = -0,093456404
T7(F116)
= (-212/3600)x SIN(2 x A - 2 x D) = (-212 / 3600) * SIN((2 * F107 - 2 * F109) *Dr)
= -0,024398398 T8(F117)
= (-206/3600)x SIN(A + M Syams - 2 x D) = (-206 / 3600) * SIN((F107 + F81 - 2 *F109) *Dr)
= 0,00778774 T9(F118)
= (192/3600)x SIN(A + 2 x D) = (192 / 3600) * SIN((F107 + 2 *F109) *Dr) = 0,0097294
T10(F119)
= (-165/3600)x SIN(M Syams - 2 x D) = (-165 / 3600) * SIN((F81 - 2 *F109) *Dr) = 0,015287721
T11(F120)
= (148/3600)X SIN(A – M Syams) = (148 / 3600) * SIN((F107 - F81) *Dr) = 0,021966636
T12(F121)
= (-125/3600)x SIN D = (-125 / 3600) * SIN(F109*Dr)
= 0,000348837
T13(F122)
= (-110/3600) x SIN(A + M Syams) = (-110 / 3600) * SIN((F107 + F81) *Dr) = 0,004765873
T14(F123)
= (-55/3600)x SIN(2 x F - 2 x D) = (-55 / 3600) * SIN((2 * F108 - 2 * F109) *Dr)
= -0,012650633 C(F124) Mo(F125)
= jumlah T1 sampai T14 = SUM(F110:F123)
= 1,054864492
= (M + C + Kr1 + Kr2 -(20,47/3600)) = (F106 + F124 + F83 + F84 - (20,47 / 3600))
= 262,9933695 A'(F126) L'(F127)
= A + T2 + T3 + T5 = F107+F111+F112+F114
= 11,43202243
= (18461/3600)x SIN F +(1010/3600)x SIN(A+F) +(1000/3600)X SIN(A-F)-(624/3600)x SIN(F – 2 x D)-(199/3600)X SIN(A-F-2 x D)-(167/3600) x SIN(A + F – 2 x D)
= (18461/3600)*SIN(F108*Dr)+(1010/3600) Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
102
*SIN((F107+F108)*Dr)+(1000/3600)*SIN((F107-F108)*Dr) -(624/3600)*SIN((F108-2*F109)*Dr)-(199/3600) *SIN((F107-F108-2*F109)*Dr)-(167/3600) *SIN((F107+F108-2*F109)*Dr) = 2,360482642 x(F128)
= tan-1(SIN Mo x TAN Q') = ATAN( SIN(F125*Dr) * TAN(F87*Dr))*180/PI()
= -23,27965741 y(F129)
= L' + x = F127+F128
= -20,91917477
&c(F130)
= sin-1(SIN(Mo x SIN(Q'x SIN(y/SIN x) = ASIN( SIN(F125*Dr) * SIN(F87*Dr) * SIN(F129*Dr) / SIN(F128 *Dr))*180/PI() = -20,8933863
PTC
= cos-1( COS Mo x COS L'/COS &c) Jika Mo >=0 dan Mo<=180 maka PTC = PTC Jika Mo >=0 dan Mo<=360 maka PTC = 360-PTC
Ptc a(F131)= ACOS( COS(F125*Dr) * COS(F127*Dr) / COS(F130*Dr))*180/PI() = 97,49611351 Ptc b(F132)= IF(AND(F125 >= 0; F125<= 180);F131;0)
= 0
Ptc c(F133)= IF(AND(F125 >= 180; F125<= 360);360-F131;0) PTc(F134)
= SUM(F132:F133)
= 262,5038865 = 262,5038865
tc(F135)
= PT - PTc + T = MOD( F95 -F134 + F101;360)
= 92,96953087
hc(F136)
= sin-1(SIN Lt xSIN &c +COS Lt xCOS &c xCOS tc) = ASIN( SIN(Lt*Dr) * SIN(F130*Dr) + COS(Lt*Dr) * COS(F130*Dr) * COS(F135*Dr))*180/PI()
= -0,201065669 p(F137)
=(384401 x(1-0,0549^2))/(1+0,0549 xCOS(A'+T1)) =(384401 *(1-0,0549^2))/(1+0,0549 * COS((F126 + F110) *Dr)) = 363760,7829
HP(F138)
= 0,9507/(p/384401) = 0,9507/(F137/384401)
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
= 1,004643842
103
s.d.c(F139) P(F140) Ref(F141)
= 0,5181/( p /384401)/2 = 0,5181/(F137/384401)/2 = 0,273748803
= Hp x COS hc = F138*COS(F136*Dr)
= 1,004637656
= 0,0167/TAN(hc + 7,31/(hc + 4,4)) = 0,0167 / TAN((F136 + 7,31 / (F136 + 4,4)) *Dr)
= 0,621234366 = hc – P + s.d.c + Ref + Dip Jika hc < 0 atau hc – P < 0 maka Hc'= hc - P hc' a(F142)= IF(OR( F136<0;F136-F140< 0);F136-F140;0) Hc '
= -1,205703325 hc' b(F143)= IF(F136-F140> 0;F136-F140+F139+F141+F99;0) = 0 hc'(F144) = SUM(F142:F143) = -1,205703325 Umur(F145) = (Grb Lt - WD) = (F103-MOD(F37;1)*24)
= 1,972440877
Azm(F146) = tan-1(-SIN Lt/TAN t)+COS Lt xTAN δS/SIN t)+ 270 = ATAN( ((-SIN(Lt*Dr) / TAN(F101*Dr)) + COS(Lt*Dr) * TAN(F90 *Dr) / SIN(F101*Dr)))*180/PI()+270 = 246,457292 Azc(F147)
= tan-1(-SIN Lt/TAN tc)+COS Lt x TAN &c /SIN tc)+270
= ATAN( ((-SIN(Lt*Dr) / TAN(F135*Dr)) + COS(Lt*Dr) * TAN(F130*Dr) / SIN(F135 *Dr)))*180/PI()+270
= 248,9069045 z(F148)
Dc(F149)
= Azc - Azm = ABS(F147-F146)
= 2,449612522
= IF(F134
= 0,093437001 AL(F150)
= cos-1(COS ABS(hc -h) x COS(ABS(Azc - Azm)) = ACOS( COS(ABS(F144 -F100) *Dr) * COS(ABS(F147 - F146)*Dr))*180/PI()=2,449907938
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
104
Cw(F151)
= (1- COS AL) x s.d.d x 60 = 0,015012796 = (1 - COS(F150 *Dr)) *F139 * 60
EL(F152)
= cos-1(COS(Mo – S') x COSL') = ACOS( COS((F125 - F89) *Dr) * COS(F127*Dr))*180/PI()
= 2,63322663 FIa(F153)
= cos-1( -COS EL) = ACOS( -COS(F152 *Dr))*180/PI()
= 177,3667734
FI(F154)
= ((1 + COS FIa) / 2)x 100 = ( (1 + COS(F153*Dr)) / 2)*100 = 0,052795241
Ms(F155)
= Grb Lt + Dc = F103+F149
Ghurub Hilal(F156)
Ra(F157)
= Ms mod 24 = MOD(F155;24)
= 17,78221696
= 17,78221696
= 1,00014-0,01671 x COS M Syms -0,00014 x COS(2 x M Syms)
= 1,00014 - 0,01671 * COS(F81*Dr) - 0,00014 * COS((2 * F81) *Dr) = 0,984396885 R(F158)
= Ra x 149597870 = F158 * 149597870
= 147263677,3
Kesimpulannya : Ijtimak akhir bulan Muharrom 1434 hijriyah. terjadi pada hari Kamis Legi, 13 Desember 2012 pukul 08:42:59 GMT yakni pukul 15:42:59 WIB. Irtifak hilal hq (hc) Irtifak hilal mr (hc") Azimut matahari (Azm) Azimut hilal (Azc) Lama hilal (Dc) Cahaya Hilal (FI)
Formula Ilmu Hisab I
= = = = = =
-0,201065669 -1,205703325 246,457292 248,9069045 00:00:00 0,00 %
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
= = = =
-0° 12' 04'' -1° 12' 21'' 246° 27' 26'' 248° 54' 25''
105
BAB IX THEODOLITE Theodolite adalah alat yang digunakan untuk mengukur sudut horisontal (Horizontal Angle = HA) dan sudut vertikal (Vertical Angle = VA). Alat ini banyak digunakan sebagai piranti pemetaan pada survey geologi dan geodesi. Dengan berpedoman pada posisi dan pergerakan benda-benda langit misalnya matahari sebagai acuan atau dengan bantuan satelit-satelit GPS maka theodolite akan menjadi alat yang dapat mengetahui arah secara presisi hingga skala detik busur. Pada dasarnya alat ini merupakan sebuah teleskop yang ditempatkan pada sebuah piringan pertama yang berbentuk bulat dan dapat diputar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga bisa membaca sudut horisontal. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua yang dapat diputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga bisa membaca sudut vertikal. Kedua sudut tersebut, baik vertikal maupun horisontal dapat dibaca dengan tingkat ketelitian sangat tinggi. Setelah theodolite analog kini banyak diproduksi theodolite dengan menggunakan teknologi digital sehingga pembacaan skala jauh lebih mudah. Beberapa merk theodolite misalnya Nikon, Topcon, Leica, Sokkia, dan lainlainnya. Dengan theodolite digital kita bisa mengukur sudut vertikal maupun horisontal dengan lebih presisi dari pada dengan media lainnya. Yang paling penting ketika menggunakan theodolite adalah pointing arah utara terhadap titik utara sejati (True North ). Pointing arah utara biasanya menggunakan acuan matahari, dengan membidik matahari di saat tertentu kemudian menghitung azimutnya, lalu mengkalibrasikannya dengan titik nol/utara theodolite. Didalam kondisi emergency, pointing arah utara juga bisa menggunakan kompas khusus yang dipasang diatas theodolite, akan tetapi cara ini sangat tidak dianjurkan karena kompas bekerja berdasarkan pengaruh medan magnet sehingga kesalahan kalibrasinya sangat tinggi, sangat disayangkan ketika kita menggunakan alat ukur yang tingkat presisinya sangat tinggi (High Precision), tetapi kalibrasinya menggunakan alat yang tingkat akurasinya rendah (Low Precision) seperti kompas. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
106
Untuk menggunakan theodolite, berikut tahapan-tahapan yang perlu dilalui agar hasilnya maksimal yakni presisi. Sebagai contoh kita menggunakan Theodolite Nikon NE-102/NE-202 yang banyak digunakan oleh KEMENAG ketika pengukuran kiblat maupun rukyat awal bulan.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
107
Agar bisa maksimal dalam menggunakan theodolite terlebih dahulu kita harus mempersiapkan segala sesuatunya secara seksama agar akurasinya benarbenar bisa dipertanggung jawabkan. SETTING WATERPAS Langkah pertama untuk mempersiapkan theodolite adalah setting waterpas . Agar setting waterpas berlangsung cepat dan akurat maka dalam prosedurnya sebagai berikut. 1. Tempatkan tripod (tiang theodolite) diatas tempat yang aman/kokoh sehingga tripod berdiri dengan stabil, tidak mudah berubah. Kondisikan tripod base plate (bidang datar tempat theodolite) sedatar mungkin, sehingga tidak miring ke kanan, kiri maupun ke depan. 2. Pasang/kaitkan benang bandul di tempatnya dengan benar, yakni dibawah tatakan tripod (tripod base plate) . 3. Pasang theodolite diatas tripod base plate dengan pola salah satu foot screws berada didepan sedangkan dua lainnya dibelakang. Lihat Gambar 8.0.
Gambar 8.0
Gambar 8.1
4. Atur garis centre theodolite, sehingga simetris diantara dua foot screws B dan C untuk memudahkan penyetelan waterpas. Lihat gambar 8,1 5. Tekan tombol Power untuk menghidupkan theodolite. 6. Putar 2 foot screws (B dan C) untuk mengatur waterpas, sehingga gelembung udara di dalam plat level (waterpas batang) benar-benar centre/timbang. Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
108
7. Lalu putar theodolite secara horisontal ke posisi 90 dr, kemudian putar foot screws A (hanya A saja dan biarkan screws B dan C) untuk mengatur kembali water pas, sehingga gelembung udara didalam plate level (waterpas batang) benar-benar centre/timbang. Putar lagi theodolite ke posisi 0 dr, lalu setting kembali foot screw B dan C, sampai waterpas benar timbang. Lihat gambar 8.2. Gambar 8.2 8. Lihat circular level (waterpas bundar), Jika prosedurnya benar maka circular level akan centre dengan sendirinya. Jika sudah benar-benar level maka, gelembung udara yang ada di dalam plate level maupun circular level akan timbang/centre, kemanapun theodolite diarahkan. Jika azimut theodolite dirubah/diputar kemudian waterpas tidak centre maka langkah 6 dan 7 perlu diulang kembali sampai pada level kemanapun theodolite diarahkan, plate level maupun circular level tetap centre. Lihat Gambar 8.3 Gambar 8.3 SETTING AZIMUT / MENENTUKAN ARAH UTARA SEJATI Ada dua cara untuk menentukan azimut theodolite yaitu dengan kompas atau matahari. Jika menggunakan kompas maka margin errornya tinggi sehingga tingkat keakurasiannya rendah. Khusus untuk lokasi-lokasi didalam gedung atau diatas konstruksi cor-coran beton sangat tidak dianjurkan menggunakan kompas. Kompas bekerja berdasarkan medan magnit sehingga akan sangat terpengaruh oleh kondisi tempat, semakin banyak logam disekitar tempat tersebut maka semakin tinggi tingkat errornya.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
109
Cara yang kedua adalah dengan acuan matahari, dengan menggunakan matahari, kita tidak terganggu oleh kondisi tempat, walupun lokasinya disekitar pabrik yang banyak logam dan medan listriknya. Yang akan diuraikan disini adalah menggunakan acuan matahari. Untuk memudahkan dalam membidik matahari sebaiknya pengukuran dilakukan di pagi hari sebelum jam 9 atau sore hari diatas jam 15 agar pengintaian matahari dengan theodolite tidak mengalami kesulitan. Jika matahari terlalu tinggi, disamping kesulitan dalam pengintaian, teleskop theodolite juga akan terhalang oleh bagian atas theodolite itu sendiri. Sebelum melakukan kalibrasi azimut theodolite, pastikan waterpas theodolite benar-benar timbang/centre. Kemudian ikuti langkah-langkah berikut ini. 1. Tutuplah objective lens/kaca depan teleskop theodolite dengan filter sehingga teleskop theodolite tidak kontak langsung dengan matahari. Anda bisa membuat filter ini dengan menggunakan bekas disket maupun negatif film 2. Buka kunci horisontal (horisontal clamp cnop) maupun vertikal (vertical clamp cnop), arahkan theodolite ke posisi matahari berada, jika sudah mendekati obyek, kunci knop horisontal dan vertikal. Atur vertikal maupun horisontal theodolite dengan menggunakan knop pengatur horisontal (horisontal tangent screw) maupun vertikal (vertical tangent screw) sehingga piringan matahari benar-benar di tengah-tengah frame target object , jika matahari terlihat kabur, maka atur focus adjustman sampai matahari terlihat dengan jelas, Lihat Gambar 8.4 Pada saat piringan matahari benar-benar di tengah-tengah frame target object maka catat waktunya, misalnya 17:01:24. Gambar 8.4
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
110
3. Setelah piringan matahari benar-benar di tengah-tengah frame target Tekan tombol reset 3 detik kemudian hitung azimut matahari pada saat tersebut dengan menggunakan software-software yang sudah ada, seperti Starry Night, Ascript, Moncal 6 dan lainnya, atau dengan rumus yang akan diterangkan di jilid dua buku ini. 4. Setelah ketemu nilai azimut matahari pada saat tersebut kemudian kurangkan dengan 360, misal azimut matahari pada 17 Agustus 2007 jam 17:01:24 adalah 278° 12’ 14” maka = 360-278° 12’ 14” = 81° 47’ 46”. Lalu arahkan theodolite ke posisi 81° 47’ 46” setelah benar-benar pas kemudian tekan reset selama 3 detik. Bulatkan nilai azimut ke dalam nilai 5" (detik derajat), karena Gradian vertikal maupun horisontal theodolite jenis Nikon NE-102/202 adalah 5", misalnya nilainya 81° 47’ 46” maka dibulatkan ke 81° 47’ 45”. 5. Jika prosedur diatas dilakukan dengan benar maka azimut theodolite kita sekarang sudah terkalibrasi dengan arah utara sejati. Selanjtunya kita bisa menggunakan theodolite untuk kepentingan hisab, baik menentukan arah kiblat maupun untuk kepentingan rukyat awal bulan. CECKING AZIMUT THEODOLITE Sebelum digunakan untuk mengukur qiblat maupun rukyat hilal, sebaiknya kita cek terlebih dahulu theodolite yang telah kita kalibrasi tadi dengan membidik matahari lagi untuk memastikan bahwa azimut theodolite sudah benar-benar adjust. Hitung azimut dan altitude matahari 10 menit yang akan datang dari sekarang. Misalnya jam sekarang 17:00, maka hitung azimut dan altitude matahari pada jam 17:10 dengan menggunakan software-software yang sudah ada, seperti Starry Night, Ascript, Moncal 6 dan lainnya, atau dengan rumus yang akan diterangkan di jilid dua buku ini. Selanjutnya arahkan vertikal dan horisontal theodolite sesuai dengan perhitungan azimut dan altitude matahari pada jam tersebut (17:10). Kalau Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
111
sudah pas, lalu tunggu sampai pukul 17:10 dan pada saat tersebut lihatlah matahari melalui lup theodolite, jika pada saat tersebut piringan matahari berada tepat di tengah-tengah target frame object , maka azimut theodolite sudah benar, dan jika piringan matahari tidak tepat di tengah-tengah target frame object maka kalibrasi theodolite perlu diulang kembali sampai azimut theodolite benar-benar tepat. APLIKASI THEODOLITE DALAM PENENTUAN ARAH QIBLAT Setelah kalibrasi azimut theodolite berjalan sukses, kita tinggal mengarahkan theodolite ke target yang kita kehendaki sesuai dengan keperluannya. Untuk menentukan arah qiblat, ikuti langkah-langkah sebagai berikut. a. Buatlah tanda titik pertama atau paku di permukaan tanah atau lantai yang berada di bawah bandul theodolite, beri nama titik tersebut dengan titik "A", Lihat Gambar 8.5 . b. Buka kunci knop horisontal (horisontal clamp cnop) lalu arahkan azimut theodolite dengan tangan ke arah qiblat lokasi tersebut yang sudah dihitung sebelumnya, misalnya 294° 03' 39”. Eratkan kembali kunci horisontal jika azimut theodolite sudah mendekati nilai azimut qiblat setempat, lalu putar pelan-pelan menggunakan knop horisontal (horisontal tangent screw) sampai nilai horisontal theodolite benar-benar pas dengan nilai arah qiblat setempat. Bulatkan nilai azimut qiblat setempat ke dalam nilai 5" (detik derajat), karena gradian horisontal maupun vertikal theodolite jenis Nikon NE102/202 adalah 5", misalnya nilai qiblatnya 294° 03' 39” maka dibulatkan ke 294° 03' 40” c. Buka kunci knop vertikal (vertical clamp cnop), lalu arahkan teleskop theodolite ke permukaan tanah atau lantai dengan obyek target kira-kira 10 meter dari theodolite. Lihatlah obyek melalui lup teleskop theodolite, atur focus adjutsman jika obyek terlihat buram atau tidak fokus, sehingga obyek di permukaan tanah atau lantai terlihat dengan jelas bersama garis silang
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
112
frame target object . Semakin jauh obyek, pengukuran semakin presisi asalkan obyek terlihat jelas dengan teleskop theodolite. Lihat Gambar 8.5.
d. Buatlah tanda titik kedua atau paku di permukaan tanah atau lantai yang bersinggungan/ bertepatan dengan garis silang dari frame target object , lalu beri nama titik tersebut dengan titik "B". Lihat Gambar 8.5 . e. Tariklah benang atau tali dari titik A ke titik B. Dari titk A ke titik B itulah hasil pengukuran arah qiblat yang barusan dilakukan. Lihat Gambar 8.5.
Referensi : Anfa'u Al-Wasilah, KH. Achmad Ghozali Ilmu Falak, H. Abdus Salam Nawawi Modul Pelatihan Rukyat Hilal, Mutoha AR. Faidl Al-Karim Al-Rouf, KH. Achmad Ghozali Ittifaqu Dzat Al-Bain, KH. Zubair Abdul Karim Al-Tafsir Al-Munir, DR. Wahbah Zuhaili Irsyad Al-Murid, KH. Achmad Ghozali Penentuan Awal Waktu Sholat, Drs. H. Sriyatin Shodiq SH. M.Ag Astronomical Algorithms, Jean Meeus, Willmann-Bell, Virginia, 1991.
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
113
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
114
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
115
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
116
KALENDER USIA NABI MUHAMMAD USIA
HIJRI
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
-53* -52 -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 40 -39 -38 -37 -36 -35 -34 -33 -32 -31 -30
Kelahiran Nabi Senin Legi 10 R. Awwal / 20 April 571 M. Senin Pon, 1 – 2 – 572 M. Sabtu Pon, 21 – 1 – 573 M. Rabu Pahing, 10 – 1 – 574 M. Ahad Legi, 30 – 12 – 574 M. Kamis Kliwon, 19 – 12 – 575 M. Senin Wage, 7 – 12 – 576 M. Sabtu Wage, 27 – 11 – 577 M. Rabu Pon, 16 – 11 – 578 M. Senin Pon, 6 – 11 – 579 M. Jum’at Pahing, 25 – 10 – 580 M. Rabu Pahing, 15 – 10 – 581 M. Ahad Legi, 4 – 9 – 582 M. Kamis Kliwon, 23 – 9 – 583 M. Senin Wage, 11 – 9 – 584 M. Sabtu Wage, 1 – 9 – 585 M. Rabu Pon, 21 – 8 – 586 M. Senin Pon, 11 – 8 – 587 M. Jum’at Pahing, 30 – 7 – 588 M. Selasa Legi, 19 – 7 – 589 M. Sabtu Kliwon, 8 – 7 – 590 M. Kamis Kliwon, 28 – 6 – 591 M. Senin Wage, 16 – 6 – 592 M. Sabtu Wage, 6 – 6 – 593 M.
24 25 26 27 28 29 30 31 32
-29 -28 -27 -26 -25 -24 -23 -22 -21*
Kamis Wage, 27 – 5 – 594 M. Senin Pon, 16 – 5 – 595 M. Jum’at Pahing, 4 – 5 – 596 M. Selasa Legi, 23 – 4 – 597 M. Sabtu Kliwon, 12 – 4 – 598 M. Kamis Kliwon, 2 – 4 – 599 M. Selasa Kliwon, 22 – 3 – 600 M. Sabtu Wage, 11 – 3 – 601 M. Kamis Wage 1 – 3 – 602 M.
Formula Ilmu Hisab I
KETERANGAN
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
117
KALENDER USIA NABI MUHAMMAD USIA
HIJRI
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
-20 -19 -18* -17 -16 -15 -14 -13 -12* -11 -10 -9 -8 -7 -6 -5 -4* -3 -2 -1* 1 2 3 4
Senin Pon, 18 – 2 – 603 M. Jum’at Pahing, 7 – 2 – 604 M. Peletakan Hajar Aswad, Senin Legi,17 R.Awal/12-4-605 M. Ahad Kliwon, 16 – 1 – 606 M. Kamis Kliwon, 5 – 1 – 607 M. Selasa Kliwon, 26 – 12 – 607 M. Sabtu Wage, 14 – 12 – 608 M. Kamis Pon, 4 – 12 – 609 M. Nuzulul Qur’anHari Senin Kliwon 17 Romadlon/2-8-611M. Jum’at Legi, 12 – 11 – 611 M. Selasa Legi, 31 – 10 – 612 M. Ahad Kliwon, 21 – 10 – 613 M. Kamis Kliwon, 10 – 10 – 614 M. Selasa Wage, 30 – 9 – 615 M. Sabtu Wage, 18 – 9 – 616 M. Rabu Pon, 7 – 9 – 617 M. Isro’ Mi’roj hari Senin legi 27 Rojab/19-3-619 M. Jum’at Legi, 17 – 8 – 619 M. Selasa Legi, 5 – 8 – 620 M. Hijrah Nabi ke Madinah Senin Pahing,14 R.Awal/5-10-621 M. Kamis Kliwon, 15 – 7 – 622 M. Umur Romadlon 30 Hari Selasa Wage, 5-7-623 M. Umur Romadlon 29 Hari Sabtu Wage, 23-6-624 M. Umur Romadlon 29 Hari Rabu Pon, 12-6-625 M.
57 58 59 60 61 62 63
5 6 7 8 9 10* 11*
Umur Romadlon 30 Hari Ahad Pahing, 1-6-626 M. Umur Romadlon 29 Hari Jum’at Pahing, 22-5-627 M. Umur Romadlon 29 Hari Selasa Legi, 10-5-628 M. Umur Romadlon 29 Hari Ahad Legi, 30-4-629 M. Umur Romadlon 29 Hari Kamis Kliwon, 19-4-630 M. Umur Romadlon 30 Haji Wada’ Jum’at Pahing/6-3-662 M. Wafat Nabi Hari Senin Legi, 14 R.Awal /8 Juni 632 M.
Formula Ilmu Hisab I
KETERANGAN
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
118
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
119
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
120
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
121
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
122
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
123
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
124
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
125
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
126
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
127
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
128
Formula Ilmu Hisab I
oleh : Ibnu Zahid Abdo el-Moeid
129