PRESENTASI KASUS
KANDIDIASIS VULVOGAGINITIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh : Windi Pertiwi, S. Ked (200703101128)
Dokter Penguji : dr. Dwi Rini Marganingsih, Sp. KK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2013
HALAMAN PENGESAHAN KANDIDIASIS VULVOVAGINITIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Panembahan Senopati Bantul
Disusun Oleh: Windi Pertiwi, S. Ked 20070310128
Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 25 Januari 2013 Oleh : Dokter Penguji
dr. Dwi Rini Marganingsih, Sp. KK
BAB I PRESENTASI KASUS 1. IDENTITAS Nama
: Nn. TYA
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 16 tahun
Alamat
: Bambang Lipuro Bantul
Nomor CM
: 98365211
Status perkawinan
: Belum menikah
2. ANAMNESIS a. Keluhan Utama : Os datang dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke dengan kiriman dari poli Kandungan dan Kebidanan dengan keluhan keputihan sejak 10 hari yang lalu. Keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi. Keputihan tersebut disertai rasa gatal sehingga aktivitas sehari-hari terganggu. Keputihan tidak berbau dan tidak berbusa. Pasien memiliki riwayat memakai sabun “sirih” untuk membersihkan kemaluan sudah 3 bulan ini, dan juga mempunyai kebiasaan memakai celana ketat. Kemaluan terasa panas disangkal, namun terasa nyeri karena pasien juga mempunyai keluhan
terdapat benjolan pada kemaluan dan didiagnosis sebagai kista Bartolini. Os menyangkal sedang hamil, mengkonsumsi obat-obat tertentu atau mengkonsumsi pil kontrasepsi. c. Riwayat Penyakit Dahulu •
Os menyangkal pernah menderita penyakit yang sama.
•
Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien.
3. PEMERIKSAAN FISIK a. Keadaan Umum
: baik
b. Kesadaran
: Composmentis
c. Vital Sign - Suhu
: afebris
- Nadi
: 68 x/menit
- Pernafasan
: 20 x/menit
- Tekanan darah
: tidak dilakukan
d. Status lokalis : Lokasi : vagina
Status dermatologis : tampak eritem pada labia mayora et minora dekstra et sinistra dan pada daerh vulva. Tak tampak adanya fluor albus. Tampak adanya benjolan di labia mayora dekstra dengan ukuran 3x2x2 cm kenyal, soliter, hiperemis, dan tidak nyeri saat palpasi.
4. DIAGNOSIS BANDING a. Kandidasis vulvovaginitis b. Trichomoniasis c. Bakterial vaginosis 5. DIAGNOSIS Kandidiasis vulvovaginitis dengan Kista Bartolini 6. PENATALAKSANAAN •
Ketokonazole 2 x 200 mg
•
Cetirizine 2 x 10 mg
•
Salep Clotrimazole 1% 2 dd ue.
BAB II TINAJUAN PUSTAKA
1. PENDAHULUAN Kandidiasis vulvovaginitis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada daerah vulva dan vagina yang disebabkan oleh adanya berbagai jenis Candida, secara sekunder bisa juga terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh seseorang, ditandai oleh adanya secret bewarna putih serta adanya rasa gatal di daerah vagina.1 Kandidiasis vulvovaginitis merupakan penyebab infeksi terbanyak kedua pada infeksi vulvovaginal, dimana pada nomor urut satu bacterial vaginosis merupakan penyebab terbanyak.2 Meskipun kemajuan terapi semakin pesat, kandidiasis vulvovaginitis tetap menjadi masalah umum di seluruh dunia, dan bisa menyerang semua strata masyarakat. Pemahaman mekanisme anti candida pertahanan hospes di vagina telah berkembang secara lambat, meskipun demikian penelitian serta penemuan factor risiko diakui cukup banyak, namun pemahaman mendasar dari mekanisme patogenik terusluput dari kita.3 Tidak adanya identifikasi cepat, tes diagnostic sederhana, dan murah terus menyebabkan adanya overdiagnosis dan underdiagnosis dari kandidiasis vulvovaginitis. Adapun faktor resko terjadinya kandidiasis vulvovaginitis, antara lain, kehamilan, penggunaan antibiotik, penggunaan corticosteroid,
immunocompromised, dan diabetes, sebagian besar dari faktor resiko di atas hampir berhubungan dengan pertahanan tubuh.4
2. ETIOLOGI Antara 85-90% dariyeast strain yang diambil sebagai sampel didapatkan adanya Candida albicans, sedang kasisanya sebanyak 12-14 % merupakan non Candida albicans, yang umum ditemukan yaitu Candida glabrata, Candida glabrata ditemukan pada 10-20 % wanita, dari 15-17% dari keseluruhan vaginitis, dan jarang yang disebabkan oleh Candida parapsilosis, Candida tropicalis, dan Candida krusei, walaupun demikian jenis kandida yang paling terkait dengan penyakit ini, selain itu juga mempunyai gejala klinis yang sama dengan Candida albicans, malah spesies ini biasanya lebih resiten terhadap pengobatan.4 Penyebab banyaknya Candida albicans yang menginfeksi vagina dibandingkan non albicans adalah faktor virulensi dari Candida albicans itu sendiri, dimana Candida albicans melekat jauh lebih kuat pada epitel-epitel vagina dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga membantu proses bertunas dan meningkatkan kolonisasi, dan juga memfasilitasi invasi kejaringan, biasanya pada suhu 370C. Albicans gagal melakukan proses bertunasnya.4
3. EPIDEMIOLOGI Kandidiasis vagina adalah penyebab paling umum dari keputihan.
Lebih dari 50% wanita yang umurnya lebih dari 25 tahun terserang kandidiasis vulvovaginitis, kurang dari 5% dari wanita mengalami kekambuhan. Infeksi biasanya karena C. albicans .Kejadian infeksi karena ragi selain C. albicans memiliki meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dari jumlah tersebut spesies non-albicans, C. tropicalis, dan C. glabrata yang paling penting.Terapi obat saat ini digunakan(misalnya, imidazoles) tidak cukup untuk membasmi spesies non-albicans. Sebuah penjelasan untuk pemilihan terakhir meningkat dari spesies mungkin merupakan terapi anti jamur disingkat (1 - untuk 3-hari rejimen) yang menekan C. albicans tapi menciptakan ketidakseimbangan flora yang memfasilitasi pertumbuhan berlebih dari spesies non-albicans spesies.5
4. PATOFISIOLOGI Candida albicans bertanggungjawab sekitar 80-92% terhadap episode kandidiasis vulvovaginitis. Baru-baru ini, peningkatan frekuensi infeksi jenis candida lain, khususnya Candida glabrata telah dilaporkan.6
Organisme
kandida mendapatkan akses ke dalam lumen vagina dan sekret terutama melalui area dekat perianal. Mekanisme pertahanan anti kandida yang efektif dalam vagina memungkinkan keberadaan jangka panjang candida sebagai organisme komensil vagina dalam fase avirulen. Kebanyakan wanita, tapi tidak semua, membawa kandida pada beberapa daerah di vagina mereka dalam hidup mereka, meskipun tanpa gejala atau tanda-tanda vaginitis dan biasanya dengan konsentrasi rendah ragi kandida.4
Serangan sporadik kandidiasis vulvovaginitis biasanya terjadi tanpa faktor predisposisi yang diketahui kecuali pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol. Adanya faktor-faktor predisposisi menyebabkan pertumbuhan jamur kandida di vagina menjadi berlebihan sehingga terjadi koloni simptomatik yang mengakibatkan timbulnya gejala gejala penyakit kandidiasis vagina. Patogenesis penyakit dan bagimana mekanisme pertahanan tuan rumah terhadap kandida belum sepenuhnya dimengerti. Pada keadaan normal, jamur candida dapat ditemukan dalam jumlah sedikit di vagina, mulur rahim dan saluran pencernaan. Jamur kandida disini hidup sebagai saprofit tanpa menimbulkan keluhan atau gejala (asimptomatis), jamur ini dapat tumbuh dengan variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH 4,5 - 6,5. Bersama dengan jamur kandida pada keadaan normal di vagina juga didapatkan basil Doderlein Lactobasilus (lactobasilus) yang hidup sebagai komensal.
Keduanya
mempunyai
peranan
penting
dalam
menjaga
keseimbangan ekosistem di dalam vagina. Doderlein berfungsi mengubah glikogen menjadi asam laktat yang berguna untuk mempertahankan pH vagina dalam suasana asam (pH 4 -5). 7,8 Pada semua kelainan yang mengganggu flora normal vagina dapat menjadikan vagina sebagi tempat yang sesuai bagi kandida untuk berkembang biak. Masih belum dapat dipastikan apakah kandida menekan pertumbuhan basil doderlein atau pada keadaan basil Doderlein mengalami gangguan lalu diikuti dengan infeksi dari jamur candida. Kenyataannya pada keadaan infeksi ini dijumpai hanya sedikit koloni doderlein. Infeksi kandida dapat terjadi
secara endogen maupun eksogen atau secara kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering karena sebelumnya memang kandida sudah hidup sebagai saprofit pada tubuh manusia. Pada keadaaan tertentu dapat terjadi perubahan sifat jamur tersebut dari saprofit menjadi patogen sehingga oleh karena itu jamur kandida disebut sebagai jamur oportunistik. Jamur kandida bersifat dimorfik, sehingga jamur kandida pada tubuh manusia mungkin ditemukan dalam bentuk yang berbeda sesuai dengan phasenya. Bentuk blastopsora ( Blastoconida) merupakan bentuk yang berhubungan dengan kolonisasi yang asimptomatik. Pada koloni asimptomatik jumlah organisme hanya sedikit, dapat ditemukan bentuk blaspora atau budding tapi tidak ditemukan bentuk pseudohypa.8 Bentuk filamen kandida merupakan bentuk yang biasanya dapat dilihat pada penderita dengan gejala-gejala simptomatik. Bentuk filamen kandida dapat menginvasi mukosa vagina dan berpenetrasi ke sel-sel epitel vagina. Germinasi kandida ini akan meningkatkan kolonisasi dan memudahkan invasi ke jaringan. Sobel dkk menunjukan secara invivo jamur kandida yang tidak mengalami germinasi atau membentuk tunas, tidak mampu menyebabkan kandidiasis vaginalis. Belum banyak diketahui bahwa enzim proteolitik, toksin dan enzim phospholipase dari jamur kandida dapat merusak protein bebas dan protein sel sehingga memudahkan invasi jamur ke jaringan. Jamur kandida dapat timbul didalam sel dan bentuk intraseluler ini sebagai pertahanan atau perlindungan terhadap pertahanan tubuh.8 Kandida dapat dibawa oleh aliran darah ke banyak organ termasuk selaput otak, tetapi biasanya tidak dapat menetap di sini dan menyebabkan
abses-abses milier kecuali bila inang lemah. Penyebaran dan sepsis dapat terjadi pada penderita dengan imunitas seluler yang lemah, misalnya mereka yang menerima kemoterapi kanker atau penderita limfoma, AIDS, atau keadaan-keadaan lain.9 Faktor yang dapat memicu kolonisasi jamur pada vagina dapat berbeda dari masing-masing faktor yang memediasi kolonisasi asimptomatik ke simptomatik vaginitis.4 Faktor pemicu dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan eksogen.9 Faktor endogen 4,9,10 a. Kehamilan, karena perubahan pH vagina b. Diabetes Mellitus, HIV/AIDS c. Pemberian antimikroba yang intensif (yang mengubah flora bakteri normal) d. Terapi progesterone, kontrasepsi e. Terapi kortikosteroid f. Immunodefisiensi
Faktor eksogen 4,9,10 a. Kebersihan diri b. Kontak dengan penderita, yang punya aktifitas seksual tinggi maupun yang tidak punya, baik muda maupun tua.
Gambar 1. Faktor resiko terjadinya Kandidiasis vulvovaginitis4
5. GEJALA KLINIS
Pada kandidiasis vulvovaginitis dapat timbul gejala berikut ini : a. Rasa gatal / iritasi serta keputihan tidak berbau atau kadang berbamasam ( asam ) b. Discharge berwarna putih seperti susu pecah dan kental c. pada vulva dan vagina terdapat tanda-tanda radang disertai maserasi, pseudomembran, fisura, lesi satelit papulo pustular. Labia mayor tampak bengkak, merah dan ditutupi oleh lapisan putih yang menunjukkan maserasi.6
Gambar 2.Kandidiasis vulvovaginitis
Gambar 3.Kandidiasis vulvovaginitis
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Mikroskopis Cara yang paling sederhana mengambil cairan vagina ialah dengan bantuan spekulum, cairan vagina diambil dari fornix vagina. Selain dari duh tubuh vagina, bahan pemeriksaan dapat pula diambil dari pseudomembran. Bahan pemeriksaan selanjutnya dibuat sediaan langsung dengan KOH 10%
atau dengan pewarnaan Gram. 8,9,11 Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai kandida dalam bentuk sel ragi (yeast form) yang berbentuk oval, fase blastospora berupa sel-sel tunas yang berbentuk germ tubes atau budding dan pseudohifa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Pada sediaan dengan pewarnaan Gram, bentuk ragi bersifat gram posistif, berbentuk oval, kadang-kadang berbentuk germ tube atau Budding. Candida albicans adalah satu-satunya ragi patogen penting yang secara invivo menunjukan adanya pseudohypa yang banyak, yang mudah dideteksi dari duh tubuh vagina dengan pewarnaan Gram. Sensitifitas pemeriksaan ini pada penderita simptomatik sama dengan biakan. 8
b. Pemeriksaan Biakan Kultur vaginal sangat bermanfaat , tapi tidak rutin diperlukan dalam diagnosis kandidiasis vulvovaginitis.11 Karena tidak rutin, kultur tidak diperlukan jika pemeriksaan mikroskopis positif, tapi kultur vagina harus dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal.4,12 Kultur vaginal dapat mengidentifikasi spesies kandida namun didapatnya Candida albicans pada kultur tidak dapat menegakkan diagnosis kandidiasis karena Candida merupakan penghuni normal dari saluran pencernaan.10 Bahan pemeriksaan dibiakan pada media Sabouraud Dextrose Agar. Dapat dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Pembenihan ini disimpan pada suhu kamar atau suhu 37o C. Koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa “yeast like colony”, warna putih kekuning-kuningan, di tengah dan dasarnya warnanya lebih tua, permukaannnya halus mengkilat dan sedikit menonjol. Untuk identifikasi spesies kandida dapat dilakukan cara-cara berikut, bahan dari koloni dibiakan pada Corn meal agar dengan Tween 80 atau Nickerson polysaccharide trypan blue ( Nickerson Mankowski agar) pada suhu 250 C, digunakan untuk menumbuhkan klamidokonida, yang umumnya hanya ada pada Candida albicans. Tumbuh dalam 3 hari. Jamur tumbuh pada biakan diinokulasi ke dalam serum atau koloid (albumin telur) yang diinkubasi selama 2 jam pada suhu 370C. Dengan pemeriksaan mikroskop tampak :germ tube” yang khas pada Candida albicans.8 Test Fermentasi. Fermentasi oleh jamur yang diambil dari spesimen dapat menghasilkan karbon dioksida dan alkohol. Produksi gas yang banyak dibandingkan
perubahan
pH
yang
signifikan
merupakan
indikasi
dilakukannya fermentasi.13 Candida albicans dapat memfermentasikan glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak terhadap sakarosa.14 Test Asimilasi. Percobaan ini dapat dilakukan untuk membedakan masing-masing spesies.8 Uji ini didasarkan pada kemampuan ragi untuk mengasimilasi senyawa organik.15 Candida parakrusei mengadakan asimilasi glukosa, galaktosa dan maltosa, sedangkan Candida krusei hanya mengasimilasikan glukosa.8
Gambar 4. Pseudohifa pada tes mikroskopik16
Gambar 5. Kultur Candida albicans pada Sabouroud Dextrose Agar16
Gambar 6. Germ tube pada tes mikroskopis16
7. DIAGNOSIS Tanda dan gejala klinis pada kandidiosis vulvaginalis meliputi pruritus vulvovaginitis, iratasi, nyeri, dispareunia, nyeri berkemih, keputihan, cairan yang bau.11,17 Karena gejala dan tanda-tanda kandidiasis vulvovaginitis tidak spesifik, diagnosis tidak dapat dibuat semata-mata berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.4 Penegakan diagnosis berdasarkan gejala klinis yang kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH yang diambil dari permukaan mukosa.10 Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang.8 Kultur
vagina sebaiknya dilakukan pada wanita
yang
menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis tapi dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginitis membutuhkan korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina.18
8. DIAGNOSIS BANDING Dibawah ini merupakan beberapa diagnosa banding dari kandidiasis vulvovaginitis: a. Trichomoniasis
Adalah penyakit infeksi saluran urogenital bagian bawah pada wanita maupun pria, dapat bersifat akut atau kronik. Disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan seksual. Trikomoniasis pada wanita yang diserang ialah dinding vagina, dapat bersifat akut maupun kronik. 19 Pada kasus akut terlihat secret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi berwarna merah yang dikenal sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dipareunia, perdarahan pascakoitus dan perdarahan intermenstrual. Bila secret banyak yang keluar dapat timbul irirtasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis. Bartholistis, skenitis dan sistitis pada umumnya muncul tanpa keluhan. Pada kasus kronik gejala lebih ringan dan sekret tidak berbusa.19
Gambar . Strawberry appearance pada trichomoniasis b. Bakterial Vaginosis:
Merupakan suatu sindrom akibat pergantian Lactobacillus spp yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri anaerob dalam kosentrasi tinggi. Gejala klinis yang bisa diperhatikan pada penyakit ini rasa gatal dan terbakar pada alat kelamin serta secret vagina berbau tidak enak.20,21
Gambar : Sekret pada bakterial vaginosis Diagnosis klinis kandidiasis vulvovaginitis dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan mikroskopik sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina. Diagnosis banding dari kandidiasis vulvovaginitis adalah vaginosis bakterial dan trikomoniasis vaginalis. Ketiga peyebab vaginitis tersebut memiliki gejala klinis yang hampir sama, tetapi berbeda pada hasil pemeriksaan. Berikut merupakan
tabel
perbedaan
ketiga
penyebab
vaginitis.
20,21
Kondisi
Kandidiasis
Tanda dan Gejala Penemuan pada
Sekret yang
pemeriksaan Sekret kental,
meningkat
seperti susu
(putih,kental),
pecah (curdy)
pH
Sediaan basah
<4.5 Pseudohifa atau spora
pruritus, disuria, rasa
Vaginosis
panas Secret yang
Sekret encer,
bacterial
meningkat
berwarna abu-
(putih,encer), bau
abu keputihan
yang menyengat.
dan homogen
>4.5
Clue cells (>20%) Pergantian flora vagina
kadang berbusa Bau amin setelah penambahan KOH pada
Trikhomoniasis Sekret yang
Sekret kuning,
meningkat
berbusa dengan
(kuning,berbusa),
atau tanpa eritem
bau menyengat
pada vagina atua
(malodorous)
serviks.
Pruritus ,Disuria Kadang akan tampak
sediaan basah >4.5 Trikhomonad motil
sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appereance
Tabel 1: Diagnosis Banding 21 Diagnosis banding dari Kandidiasisis yaitu Vaginosis bakteri dan Trikhoomoniasis vaginalis. Ketiga peyebab vaginitis tersebut memiliki gejala klinis yang hampir sama, tetapi berbeda pada hasil pemeriksaan.19,20
9. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kandidiasis vulvovagina bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari penyakitnya dan mencegah infeksi berulang. a. Pemberian Obat Anti Jamur Pengobatan kandidiasis vulvovagina dapat dilakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk yaitu : krim, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral.
1) Sistemik: 19,21,22 Obat anti jamur sistemik terdiri dari golongan azoles merupakan agen fungistatik sintetik dengan aktiviti spektrum luas. Azoles menghambat enzim fungal sitokrom P450 3A (CYP3A) dan lanosin 14αdemetilase yang diperlukan dalam proses konversi lanosterol ke ergosterol yaitu sterol utama dalam membrane sel jamur. Penurunan dari ergosterol mengubah komponen membran dari sel jamur seterusnya menghambat replikasi dari sel-sel tersebut. Azoles juga menghambat transformasi sel-sel ragi jamur kepada hifa. Obat-obat yang dapat diberikan adalah ketokonazol, itrakonazol dan flukonazol: -
Ketokonazol 400 mg selama 5 hari
-
Itrakonazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal
-
Flukonazol 150 mg dosis tunggal
2) Topikal: 21,22 Butoconazole,
clotrimazole,
miconazole,
tioconazole
dan
terconazole adalah obat topical dari golongan azoles. Obat-obat ini bekerja di sel membrane dari jamur dengan mengganggu tranportasi asam amino ke jamur. Nistatin dari golongan antibiotik polin makrolid pula bekerja dengan mengganggu permeabilitas dan fungsi transportasi di membran sel jamur. Obat-obat topical tersedia dalam bentuk krim, ointment, tablet vagina dan suppositoria diberikan secara intravaginal. Dosis dan cara pemberiannya adalah seperti berikut:
− Butoconazole 2% kream, 5 grà 3 hr − Butoconazole 2% kream, 5 gr, aplikasi intravagina tunggal − Clotrimazole 1% kream, 5 gr à 7-14 hr − Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet à 7 hr − Clotrimazole 100 mg, vaginal tablet, 2 tablet à 3 hr − Clotrimazole 500 mg, vaginal tablet, 1 tablet dalam aplikasi tunggal − Miconazole 100 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria à 7 hr − Miconazole 200 mg, vaginal suppositoria, 1 suppositoria à 3 hr − Tioconazole 6,5% ointment, 5 gr, intravagina dalam aplikasi tunggal − Terconazole 0,4% kream, 5 gr, intravaginal à 7 hr − Terconazole 0,8% kream, 5 gr, intravaginal à 3 hr − Terconazole 80 mg, vagina suppositoria, I suppositoria à 3 hr − Nistatin 100,000 unit, vaginal tablet, 1 tablet à 14 hr
b. Pencegahan Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vagina meliputi penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat, mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai, memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan
mencari dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau diluarnya.21
BAB III PEMBAHASAN
Pada pasien ini didiagnosis dengan kandidosis vulvobaginalis didasarkan pada anamnesis yang berhuungan dengan gejala yakni adanya keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi. Keputihan tersebut disertai rasa gatal sehingga aktivitas seharihari terganggu. Keputihan tidak berbau dan tidak berbusa. Anamnesis juga menunjukan adanya faktor resiko yang dimiliki oleh pasien yaitu pasien memiliki riwayat memakai sabun “sirih” untuk membersihkan kemaluan sudah 3 bulan ini, dan juga mempunyai kebiasaan memakai celana ketat. Kemaluan terasa panas disangkal, namun terasa nyeri karena pasien juga mempunyai keluhan terdapat benjolan pada kemaluan dan didiagnosis sebagai kista Bartolini. Faktor resiko ini menjadikan pasien memiliki kemungkinan untuk menderita infeksi jamur yaitu infeksi kandida. Pada kandidosis vulvovaginitis juga didapatkan keputihan yang dialami berwarna putih kekuningan dan menggumpal seperti susu basi, namun keputihan tidak berbau dan tidak berbusa, yang sesuai dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak eritem pada labia mayora et minora dekstra et sinistra dan pada daerh vulva, dengan lesi satelit di daerah sekitar labia mayora. Tak tampak adanya fluor albus. Tampak adanya benjolan di labia mayora dekstra dengan ukuran 3x2x2 cm kenyal,
soliter, hiperemis, dan tidak nyeri saat palpasi. Hasil pemeriksaan ini menunjukan infeksi yang terjadi karena infeksi kandida. Untuk diagnosis pasti kandidosis vulvovaginitis perlu untuk dilakukan pemeriksaan penunjang yakni kemudian dikonfirmasi dengan preparat KOH yang diambil dari permukaan mukosa. Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat dijumpai germ tubes atau budding dan pseudohypa sebagai sel-sel memanjang seperti sosis yang tersusun memanjang. Kultur vagina sebaiknya dilakukan pada wanita yang menunjukkan gejala kandidiasis vulvovaginitis tapi dengan pemeriksaan mikroskopis negatif dan pH vagina yang normal. Diagnosis kandidiasis vulvovaginitis membutuhkan korelasi antara gejala klinis, pemeriksaan mikroskopis, dan kultur vagina. Untuk penatalaksanaan pasien sendiri, pada pasien ini diberikan pengobatan ketokonazol yang diberikan secara oral dan topikal, pengobtan ini sudah sesuai dengan literatur yang ada. Pemberian ketokonazol sendiri berfungsi
sebagai
anti
fungi
yang
bekerja
dengan
menghambat
pembentukan glukosa sehingga jamur kandida tidak mempunyai sumber makanan.
BAB IV KESIMPULAN
Pada pasien ini didiiagnosis sebagai kandidiasis vulvovaginitis yang berdasarkan dari anamnesis dan gejala klinis yang mengarah pada kandidiasis vulvovaginitis.
Namun,
untuk
penegakan
pasti
diagnosis
kandidiasis
vulvovaginitis diperlukan adanya pemeriksaan mikroskopis dengan pemeriksaan sediaan dengan KOH 10% untuk menemukan pseudohifa. Namun jika anamnesis dan gejala klinis mengarah ke kandidiasis vulvovaginitis namun dengan pemeriksaan KOH 10% tidak didapatkan pseudohifa maka perlu untuk dilakukan pemeriksaan kultur sekret vagina. Untuk penatalaksanaan sendiri diberikan ketokonazol oral dan topika dengan tujuan sebagai anti fungi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarzuri BP, Reynold EM, Vaginal thrust. Pacena rev med fam 2007; 4(6): 121-7 2. Spence D. Vulvovaginal Candidiasis. National Center For Biology Information.2009.p.1. 3. Yan ZE. Vulvovaginal candidiasis. Clinical Prevention Services. 2012 4. Sobel, DJ. Vulvovaginal candidiasis. Lancet, 2007;369:1961-71. 5. Habif T, varicella zoozter. In: A Color Guide to Diagnosis and Therapy4 th edition. New York: McGraw-Hill;2009.p.440-2 6. Leon EM, Jacober JS, Sobel DJ, Foxman B. Prevalence and risk factors
for vaginal Candida colonization in women with type 1 and type 2 diabetes. Updated: 2002. Available from: URL: www.biomedcentral.com. Accessed may 30, 2012. 7. Sobel DJ. Vaginitis. The medicine.1997;337:1896-903.
New
England
Journal
of
8. Darmani H.E. Hubungan Antara Pemakaian AKDR Dengan Kandidiasis
Vagina Di RSUP Dr. Prngadi Medan. Updated : 2003. Available from: URL: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6376/1/D0300597.pdf. Accesed May 22,2012. 9. Simatupang M.M. Candida albicans. Updated : 2009. Available from: URL: repository.usu.ac.id. Accessed May 22,2012. 10. Wolf K, Johnson R.A. Genital Candidiasis. In Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. p.727-30. 11. Nabhan A. Vulvovaginal Candidiasis. ASJOG. 2006;3:73-9. 12. Prabha. Vaginal yeast Infection. Updated: 2012. Available from: URL: http://ehealthadvice.info. Accessed may 30,2012 13. Kaplan LD. Burning and Pruitic Vulvar rash. Updated: 2009. Available from: URL:www.consultantlive.com. Accessed may 30,2012. 14. Harningsih Dena. Kandidiasis. Updated 2010. Available from: URL:http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=kandidiasis. Accessed may 30, 2012.
15. Babic M, Hukic M. Candida Albicans And Non Alcans Species As Etiological Agent Of Vaginitis In Pregnant And Non Pregnant Women. Bosnian Journal Of Basic Medical Sciences. 2010;10(1):89-97 16. Faraji R, Rahimi MA, Rezvanmadani F, Hashemi M. Prevalence Of Vaginal Candidiasis Infection In Diabetic Women. African Journal Of Microbiology Research. 2012;6(11):2773-8. 17. Rajkumar R, Radhakrishnan S, Seenivasan C, Kannan S. Culture and Identification of Candida Albicans From Vaginal Ulcer And Separation Of Enolase on SDS-PAGE. International Journal Of Biology. 2010;2(1):8493. 18. Neerja J, Aruna A, Paraamjet G. Significance of candida culture in women with vulvovaginal symptoms. J Obstet Gynecol India. 2006;56(2):139-41. 19. Djuanda, Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6 (cetakan kedua 2011). FK UI. Jakarta p.383-388 20. Thomas P., Md. Habif, Thomas P. Habif By Mosby, Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th edition (October 27, 2003) p. 441-443 21. Linda O. Eckert.2006. Acute Vulvovaginitis. The New England Journal of
medicine.p355:1244-52. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp053720 22. H. P. Rang, M. M. Dale, J. M. Ritter, P. K. Moore. Antifungal drugs, Pharmacology Fifth Edition. Elsevier p 666-671