BAB I PENDAHULUAN
Seorang Laki-laki, usia 30 tahun. Datang ke ruang operasi dari bangsal penyakit dalam pada tanggal 22 Desember 2013. Dari hasil pemeriksaan di bangsal penyakit dalam ditegakkan diagnosis abdominal pain ec. Peritonitis. Pada saat pemeriksaan didapatkan hasil darah rutin dalam batas normal, kimia darah dalam batas normal, hasil foto abdomen 2 posisi didapatkan hasil meteorismus, DD inflamatory bowel disease dan termasuk ASA III emergency. Setelah pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan General Anesthesi. Operasi dilakukan cito pada tanggal 22 Desember 2013 jam 09.15 WIB dengan operator yaitu ahli bedah dr. Aziz, Sp.B-KBD dan ahli Anastesi dr. Hj. Ade Susanti, Sp.An.
3
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Laporan Anestesi a. Pendahuluan Tanggal
: 22 September 2013
Nama
: Tn. Hariyono
Umur
: 30 tahun
TB/BB
: 60 Kg
Jenis Kelamin : Laki-laki Diagnosis : Abdominal Pain ec. Peritonitis Tindakan
: Laparatomi
Operator
: dr. Aziz, Sp.B-KBD
Ahli Anestesi
: dr. Hj. Ade Susanti, Sp.An
4
b. Keterangan Pra-Bedah i.
Keadaan umum : tampak sakit berat Kesadaran GCS
: Compos mentis : 15 (E4 M6 V5)
Tanda vital
ii.
-
TD : 110/90 mmHg
-
HR : 81x/mnt
-
RR : 37x/mnt
-
T
: afebris
Pemeriksaan penunjang EKG
: Normal
Foto thorak
: dalam batas normal
Foto abdomen: Tampak distensi udara dalam usus besar dan kecil, free air (-), air fluid level (+), tulang : tak tampak kelainan, kesan : meteorismus, DD : iritable bowel disease. Laboratorium : Pemeriksaan darah rutin : WBC
: 9,0 . 10 3/mm3
RBC
: 4,81. 106/mm3 ( 3,80 – 5,80 )
( 3,5 – 10 )
5
HGB
: 15,2 gr/dl
( 11,0 – 16,5 )
HCT
: 44,7 %
( 35,0 – 50,0 )
PLT
: 2053/mm3
( .100 - .500 )
PCT
: .139 %
BT
: 4,5’ menit
CT
: 2’ menit
Bilirubin total
: 1,6
Bilirubin direk : 0,8 Bilirubin indirek : 0,8 SGOT
: 44
( < 200 mg/dl )
SGPT
: 44
( 0 – 42 mg/dl )
Ureum
: 23,7
( 10 – 50 mg/dl )
Kreatinin
: 0,8
( 0,6 – 1,20 )
iii.
Penyakit Penyerta
:-
iv.
Status Fisik
: ASA III E
v. vi.
Pengobatan pra-bedah : Malam pati : 1
c. Tindakan Anestesi 1. Metode
: General Anestesi
2. Premedikasi : Inj. Ranitidine 50 mg, Inj. Ondancentron 4 mg, Inj. Asam Traneksamat 1 gram
d. Anestesi Umum -
Induksi
: Sempurna
6
-
-
Medikasi
:
o
SA 0,5 mg
o
Fentanil 50 mg
o
Propofol 120 mg
o
Roculax 30 mg
o
Dexamethason 5 mg
Jumlah cairan Input RL IV 4000 cc Output (-) Urine ± 400 cc Perdarahan ± 500 cc IWL = 25 x 60 = 1500 ml/ jam
1,5
jam x 1500 ml =
2250 ml 2.2
Keadaan Selama Operasi
1. Letak penderita : terlentang 2. Intubasi
: oral, ETT no. 7,5
3. Penyulit intubasi
:-
4. Penyulit waktu anestesi : 5. Lama anestesi
: ± 1 jam 15 menit
Monitoring Perioperatif Jam
TD
Nadi
08.15
100/60 mmHg
65 x/i
09.30
82/51 mmHg
63 x/i
09.45
110/83 mmHg
90 x/i
7
2.3
10.00
110/85 mmHg
83 x/i
10.15
110/71 mmHg
79 x/i
10.30
110/63mmHg
73 x/i
Ruang Pemulihan
Pasien dipindahkan keruang pemulihan sekitar 30 menit karena pernapasan pasien baik, tidak sesak, tidak terpasang ETT/simple mask dan nadi 89 x/i. scoring aldrette 10. 2.4 o
Instruksi Anestesi Observasi tanda vital, perdarahan, urine setiap 15 menit
o
Tidur terlentang tanpa memakai bantal selama 1 x 24 jam post operasi
o
Pasien tidak boleh minum dan makan sampai sadar penuh
o
Lanjutkan terapi sesuai dr. Aziz, Sp.B-KBD.
8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
PERSIAPAN PRAANESTESI Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif/darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat
9
sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi bertujuan mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih teknik dan obat-obat anestesi yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA).1 Pada pasien ini persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi
1
:
1. penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat 2. informasi penyakit a. anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit b. riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya, asma, komplikasi transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi) c. riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia) b. makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
3.2 KLASIFIKASI ASA Klasifikasi ini penting untuk menilai keadaan penderita sebelum operasi
1,2
:
10
ASA I
: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia. ASA II
: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin terbatas. ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktifitas rutin penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. ASA V
: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
3.3
PREMEDIKASI Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum
anastesi dilakukan, dengan tujuan melancarkan anastesia. 2 Tujuan Premedikasi sangat beragaman, diantaranya :1-3 -
Mengurangi kecemasan dan ketakutan
-
Memperlancar induksi dan anesthesia
-
Mengurangi sekresi ludah dan broncus
-
Meminimalkan jumlah obat anesthetic
-
Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
-
Menciptakan amnesia 11
-
Mengurangi isi cairan lambung
-
Mengurangi reflek yang membahayakan
3.4 INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESI
Induksi Anestesia Induksi anestesia ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi anestesia dapat dilakukan dengan cara intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai. 2 Induksi Intravena Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30 – 60 detik. Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB. Suntikan propofol intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga 1 menit sebelumnya sering diberikan lidokain 1 mg/kgBB.2 Rumatan Anestesia Rumatan anestesia dapat dikerjakan secara intravena (anestesia intravena lokal) atau dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan intravena misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10 – 50
12
µg/kgBB. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infus propofol 4 – 12 mg/kgBB/jam.2 Rumatan inhalasi Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan. 2
3.5 OBAT-OBAT ANESTESI
4
1. Premedikasi : Sulfas Atropin Obat antikolinergik parasimpatis. Obat ini menimbulkan efek blokade pada ujung saraf choinergik postganglion. Penggunaan klinis Dosis 0,01 – 0,04 mg/kgBB 2. Fentanil Obat analgesik yang sangat kuat yang berupa cairan isotonic steril untuk penggunaan secara IV, zat sintetik seperti pethidin dengan kekuatan 100x morfin. Penggunaan klinis Dosis rendah 2 µg/kgBB bermanfaat dalam bedah minor tapi menimbulkan rasa sakit Dosis sedang 2 – 20 µg/kgBB sulit pembedahan
13
Dosis tinggi 20 – 50 µg/kgBB, bedah besar dan lama
Kontraindikasi Jangan diberikan kepada pasien yang diketahui pernah mengalami alergi dengan efek obat ini. 3. Induksi : Propofol
onset cepat (30 detik), duration of action pendek (5 – 10 menit)
akumulasi minimal, cepat dimetabolisme, pemulihan cepat
tidak ada komplikasi pada tempat penyuntikan
Penggunaan klinis Dosis induksi 2 – 2,5 mg/kgBB Dosis maintenece 6 – 10 mg/kg/jam Dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg Mekanisme kerja Menghasilkan efek sedatif hipnotik melalui interaksi dengan gamma-amino butyric acid (GABA), neurotransmitter inhibitori utama pada sistem saraf pusat. Kontraindikasi
pasien yang diketahui ada alergi terhadap propofol
anak-anak dibawah 3 tahun
14
sedasi pada perawatan intensive dibawah umur 16 tahun
4. Muscle relaxant : Roculax Merupakan aminosteroid monoquaternary OBNM nondepolarizing. Obat ini yang bekerja cepat dengan memblokade nicotinic cholinoreceptor pada motor end plate. Efek obat ini dapat dilawan oleh acethylcholinesterase inhibitor Penggunaan klinis Dosis 0,5 - 0,6 mg/kgBB dengan OOA 1 – 2 menit dan 30 – 45 menit Dosis maintenance 0,15 mg/kg Kontraindikasi
3.6
Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi ginjal
LAPARATOMI
5
Pengertian Laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen.
Indikasi :
Trauma abdomen
15
Peritonitis
Perdarahan saluran cerna
Sumbatan pada usus halus dan besar
Masa pada abdomen
Komplikasi :
Ventilasi paru tidak kuat
Gangguan kardiovaskuler
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3.7 PERITONITIS
6
Pengertian Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum).
Penyebab
Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu, atau usus buntu.
Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis kuman
16
Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul diperut dan mengalami infeksi
Peritonitis yang terjadi setelah pembedahan
Gejala
Muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul diperutnya
Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk pipa jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus
Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan diusus halus dan usus besar
Pengobatan
Pemberian antibiotic
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau diverticulitis
17
BAB IV ANALISIS KASUS
Persiapan yang perlu dilakukan untuk kasus-kasus yang akan dilakukan anestesi meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi : 1. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat 2. Informasi penyakit a. anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit b. riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya, asma, komplikasi transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi) c. riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
18
d. makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat anestesi) Pada kasus ini, pasien digolongkan pada ASA III emergency, karena Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin terbatas. Dan bila dibiarkan dapat menjadi buruk. Sedangkan rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu general anestesia. Pada premedikasi pasien diberikan ondancentron 4 mg, ranitidin 50 mg, dengan tujuan untuk mengurangi mual dan muntah pasca bedah. Sebelum pembedahan sebaiknya lambung dalam keadaan kosong sehingga bila terjadi reflek muntah, tidak terjadi aspirasi asam lambung. Mual dan regurgitasi dikarenakan terjadinya hipoksia selama anestesi, anestesi yang terlalu dalam tekanan tinggi karena lambung penuh atau akibat tekanan dalam rongga yang tinggi. Sedangkan pemberian asam traneksamat 1 gram bertujuan untuk meminimalisir perdarahan yang terjadi selama dilakukannya operasi. Pemberian sulfas atropin pada kasus ini bertujuan untuk mengurangi sekresi jalan nafas, selain itu juga berguna sebagai efek vagoltik. Pengobatan medikasi pada kasus ini diberikan propofol 120 mg sebagai induksi, roculax 30 mg sebagai muscle relaxant, dan dexamethason 5 mg sebagai anti inflamasi.
19
Untuk pemeliharaan diberikan sevofluran + N2O (4L) : O2 (4L) dan dilakukan intubasi dengan menggunakan ETT no.7,5. Selama operasi berlangsung diberikan cairan kristaloid RL sebagai pengganti kebutuhan cairan. Dengan perhitungan kebutuhan cairan adalah sebagai berikut :
dilakukan loading dose cairan sebelum operasi yang bertujuan untuk mengganti kehilangan cairan karena pada kasus-kasus dengan peritonitis dipekirakan defisit cairan yang timbul sebesar 1500 cc kalau baru terlihat dengan foto polos abdomen, tetapi bila telah jelas tanda klinisnya diduga defisit cairan mencapai 2500 – 3000 cc malah kalau sudah ada gejala preshock/shock diperkirakan 4000-6000 cc.
cairan pemeliharaan (maintenance) maintenance = BB x 2 cc = 60 kg x 2 cc = 120 cc
stress operasi SO = BB x 6 cc = 60 kg x 6 cc = 360 cc
output suction : ± 500 cc urine
: ± 400 cc
20
IWL
: 2250 ml
kebutuhan cairan selama operasi jam I : 120 cc + 360 cc = 480 cc jam II
: 120 cc + 360 cc = 480 cc
total cairan : 480 cc + 480 cc = 960 cc + output = 960 + 3150 = 4110 cc
BAB V KESIMPULAN
Pasien bernama Tn. H didiagnosis ”Abdominal Pain ec. Peritonitis”, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan status ASA III Emergency sehingga penyakit yang dideritanya merupakan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin terbatas. Dan bila dibiarkan dapat menjadi buruk. Selama proses berlangsung tidak ditemukan permasalahan berarti. Pre anestesi dilakukan tanggal 22 Desember 2013 pukul 09.15 WIB dan berakhir pada pukul 10.30 WIB diruang operasi OKE RSUD Raden Mattaher jambi
21
oleh ahli bedah dr. Aziz, Sp.B-KBD dan ahli anestesi dr. Hj. Ade Susanti, Sp.An. Selama operasi baik pada saat premedikasi maupun medikasi selama sampai proses anestesi selesai tidak ditemukan masalah yang berarti. Dosis yang diberikan pada saat proses anastesi sesuai dosis. Efek samping pemberian obat minimal tanpa ada permasalahan yang berarti. Selama operasi balans cairan pada pasien ini baik. Tidak terjadi ketidakkeseimbangan cairan yang dapat mengancam keselamatan pasien. Setelah selesai proses anestesi pasien langsung pindah ke ruang recovery, kesadaran pasien compos mentis dan tanda vital baik. Aldrette score 9. Pukul 11.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal bedah ruang Bedah laki-laki I. Dapat disimpulkan proses anastesi berlangsung baik tanpa ditemukan komplikasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer A, Suphrophaita, Wardani WI,Setiowulan W. Ilmu anestesi dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid ke-2. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000. 2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif FKUI. 2002. 3. Muhiman M, Thaib M.R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif FKUI. 1989. 4. Soerasdi Erassmus, Satriyanto Dwi. Obat-obat Anestesia. Bandung : 2010 5. Dari : www.dunialatkedokteran.com/2010/10/pengertianlaparatomi.html diunduh tanggal : 31 desember 2013 6. Dari : http://medicastore.com/penyakit/497/peritonitis_(radang_ selaput_rongga_perut).html diunduh tanggal : 31 desember 2013
23