21
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN MULTIPEL SKLEROSIS
Dosen Pembimbing
Shanti Rosmaharani S,Kep Ns
Disusun Oleh :
M. Dhany Rachman ( 120701078)
M. Muhlasin (120701082)
Nita Wahyu S (120701084)
Putri Rizki Widiasari (120701088)
Rike Rachmawati (120701091)
Riris Kurnia L (120701092)
Rohmah Dwi M (120701093)
Sinta Herdina P (120701096)
Siti Herawati S (120701097)
Uswatun Hasanah (120701101)
Yayuk Widyas Tutik (120701102)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KELAS 2B
STIKES PEMKAB JOMBANG
TAHUN 2013 – 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakitdimana syaraf-syaraf dari sistim syaraf pusat (otakdan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau degenerasi. Myelin, yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-syaraf dan juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf. Pada multiple sclerosis, peradangan menyebabkan myelin akhirnya menghilang. Sebagai konsekwensinya, impuls-impuls listrik yang berjalan sepanjang syaraf-syaraf memperlambat, yaitu menjadi lebih perlahan. Sebagai tambahan, syaraf-syaraf sendiri menjadi rusak. Ketika semakin banyak syaraf-syaraf yang terpengaruh, seorang pasien mengalami suatu gangguan yang progresif pada fungsi-fungsi yang dikontrol oleh sistim syaraf seperti penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan, menulis, dan ingatan.
Kira-kira 350,000 orang-orang di Amerika mempunyai multiple sclerosis. Biasanya, seorang pasien didiagnosis dengan multiple sclerosis berumur antara 20 dan 50 tahunWanita lebih rentan terjangkit MS daripada pria, MS 50% lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (3 berbanding 2). MS adalah penyakit orang dewasa muda; rata-rata usia terjadinya serangan adalah 22-39 tahun, tetapi jangkauan serangan sebenarnya sangat luas hingga mencapai kira-kira 10-59 tahun.
Rumusan Masalah
Apa definisi dari multiple sklerosis ?
Apa etiologi dari multiple sklerosis?
Apa klasifkasi dari multiple sklerosis?
Bagaimana patofisiologi dari multiple sklerosis ?
Apa manifestasi klinis dari multiple sklerosis?
Apa pemeriksaan diagnostic untuk multiple sklerosis ?
Bagaimana penatalaksanaan dari multiple sklerosis?
Apa komplikasi dari multiple sklerosis?
Tujuan
Untuk mengetahui definisi dari multiple sklerosis
Untuk mengetahui etiologi dari multiple sklerosis
Untuk mengetahui klasifkasi dari multiple sklerosis
Untuk mengetahui patofisiologi dari multiple sklerosis
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari multiple sklerosis
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk multiple sklerosis
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari multiple sklerosis
Untuk mengetahui komplikasi dari multiple sklerosis
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Multipel sklerosis yang dulu disebut juga sklerosis diseminasi adalah penyakit degeneratif, bersifat kronis dan progresif yang merusak myelin pada sususan saraf pusat (Hickey, 2008)
Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla spinalis. Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yaklni adanya material lunak dan protein disekitar serabut-serabut saraf otak. Myelin adah Substansi putih yang menutupi serabut saraf yang berperan dalam konduksi saraf normal (konduksi salutatory).
MS merupakan salah satu gangguan neurologik dimana onset terjadinya multipel sklerosis rata-rata terjadi di usia 20 dan 40 tahun. Multipel sklerosis umumnya terjadi pada usia dewasa muda dan sekitar 20% mengalami onset awal di usia 40 dan 50 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi wanita dari pada pria. sklerosis multipel berasal dari banyaknya daerah jaringan parut (sklerosis) yang mewakili berbagai bercak demielinasi dalam sistem saraf. Pertanda neurologis yang mungkin dan gejala dari sklerosis multipel sangat beragam sehingga penyakit ini tidak terdiagnosis ketika gejala pertamanya muncul.
Etiologi
Penyebab terjadi multipel sklerosis masih belum diketahui secara pasti. Namun, para ilmuwan memperkirakan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya multipel sklerosis. Penyebab MS belum diketahui secara pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun (Clark, 1991).
Kerusakan myelin pada MS mungkin terjadi akibat respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh dari serangan organisme berbahaya (bakteri dan virus).
Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
Genetik
Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
Racun yang beredar dalam CSS
Infeksi virus pada SSP
Ada beberapa Faktor-faktor pemicu dan yang dapat memperburuk (eksaserbasi ) multipel sklerosis yaitu :
Kehamilan
Infeksi yang disertai demam
Stress emosional
Cedera
Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori sklerosis multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
Relapsing Remitting sklerosis multipel
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang kemudian diikuti dengan kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit demi sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita sklerosis multipel pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali mengalami serangan hebat, jenis sklerosis multipel ini akan berubah menjadi Secondary Progressiv sklerosis multipel
Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat – saat penderita tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada tingakatan yang paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa berakhir dengan kematian.
Secondary Progressiv sklerosis multipel
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary Progresssiv sklerosis multipel.
Benign sklerosis multipel
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis multipel ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa begantung pada siapapun. Serangan – serangan yang diderita pun umumnya tidak pernah berat sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya menderita sklerosis multipel.
Patofisiologi
Neuron atau sel saraf memiliki sebuah badan sel. Terdapat dua macam serabut saraf yang keluar dari badan sel yaitu dendrit dan akson. Dendrit berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf sedangkan akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan yang lain. Akson ditutupi oleh lapisan lemak yang disebut lapisan myelin. Myelin merupakan kumpulan sel Schwan yang berfungsi melindungi akson dan memberikan nutrisi. Sel Schwan adalah sel glia yang membentuk selubung lemak. Myelin menfasilitasi dalam konduksi saraf.
Pada kasus multipel sklerosis pemicu terjadinya kerusakan myelin belum diketahui secara pasti. Namun suatu teori menyatakan bahwa adanya serangan reaksi autoimun yang disebabkan oleh infeksi virus dan toksin lingkungan serta dipengaruhi oleh faktor genetik individu. Respon imun memicu kerusakan selaput myelin yang menyelimuti saraf pusat. Proses yang disebut demyelinasi ini disertai dengan edema dan inflamasi. Adanya inflamasi kronis dan terbentuknya jaringan parut menyebabkan konduksi impuls saraf menjadi terganggu atau menjadi lambat. Antibodi myelin protein spesifik ditemukan di serum dan cairan serebrospinal pada pasien yang menderita multipel sklerosis. Sel T limfosit merusak myelin juga dilibatkan dalam proses autoimun untuk merusak myelin dan terjadi inflamasi. Remyelinasi sel saraf dapat terjadi tapi prosesnya lambat dan dapat terjadi perbaikan sehingga gejala yang terjadi dapat berkurang.
Manifestasi Klinis
Sindrom klinis pada MS secara klasik ditemukan adanya gangguan yang bersifat relaps dan remisi yang mengenai traktus-traktus sistem saraf dengan onset pada usia muda , dengan variasi gambaran klinis yang ditemukan sering beragam, variasi ini termasuk dalam hal onset usia,manifestasi awal, frekuensi, berat ringannya penyakit dan gejala sisa relaps, tingkat progresifitas dan banyaknya gejala neurology yang timbul.
Variasi gambaran klinis ini menggambarkan banyaknya atau luasnya daerah system saraf yang rusak (MS plak). Secara umum seorang dokter mencurigai suatu kasus MS bila ditemukan gejala :
Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap serangan lebih dari 24 jam dan berlangsung lebih dari 1 bulan, atau
Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama periode paling sedikit 6 bulan
Multiple sclerosis memiliki kondisi yang sangat variabel dan gejala-gejalanya bergantung pada area sistem syaraf pusat yang terserang. Tidak ada pola khusus pada MS dan setiap penderita MS memiliki kekhasan gejalanya sendiri-sendiri, yang bentuknya dari waktu ke waktu bervariasi dan tingkat keparahan serta jangka waktunya pun dapat berubah, dan semua variasi dan perubahan itu dapat terjadi bahkan pada penderita yang sama. Gejala-gejala umum tersebut adalah:
Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan pada MS (21-55%) dan berkembang/timbul hampir pada semua pasien MS. Biasanya pasien sering datang dengan keluhan rasa baal atau kesemutan dimulai pada satu kaki yang merambat keatas (ascending) pada satu sisi kemudian kesisi yang lain (kontra sisi).
Penglihatan kabur
Penglihatan membayang (diplopia)
Neuritis optikal
Pergerakan mata yang tak terkontrol
kebutaan (sangat jarang terjadi)
Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa terbakar). Hipestesi merupakan gejala yang tersering muncul. Gangguan ini dapat timbul disemua daerah distribusi, satu atau lebih dari satu anggota gerak,wajah atau badan (trunkal).
Gangguan Motorik
Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus MS dan lebih dari 60% kasus MS mempunyai gejala motorik.Gangguan motorik terjadi akibat terlibatnya traktus piramidalis yang menyebabkan kelemahan,spastisitas, gangguan gerakan tangkas, dan hiperfleksi. Gangguan ini dapat timbul akut atau kronik progresif dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak, kelemahan otot wajah, kekakuan tungkai yang dapat menyebabkan gangguan dalam berjalan dan keseimbangan atau terjadi suatu spastisitas. Latihan atau panas biasanya menyebabkan gejala memburuk.
hilang keseimbangan tubuh
Gemetar (tremor)
ketidakstabilan kemampuan berjalan (ataksia)
kekakuan anggota tubuh
gangguan koordinasi
perasaan lemah: pada kasus tertentu hal ini dapat mempengaruhi kaki dan kemampuan berjalan
kekakuan otot yang dapat mempengaruhi mobilitas dan cara berjalan
Gangguan indra perasa
perasaan geli di beberapa bagian tubuh
perasaan seperti di tusuk-tusuk jarum
kebas (paraesthesia)
perasaan seperti terbakar
nyeri dapat menyertai penyakit MS, contohnya, nyeri di wajah (seperti trigeminal neuralgia), dan nyeri otot
Gangguan kemampuan berbicara
perlambatan cara berbicara
berbicara seperti menggumam
perubahan ritme berbicara
sulit menelan (dysphagia)
Gangguan berkemih dan BAB
Gangguan berkemih merupakan salah satu gejala MS yang sering ditemukan.Pada saat awal terjadi "urgency dan frekuensi" kemudian terjadi inkontinensia urin. Konstipasi lebih sering ditemukan (39-53%) dibandingkan inkontinensia alvi. Hal diatas merupakan masalah yang serius bagi penderita MS karena dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih.
Gangguan kandung kemih meliputi: sering buang air kecil, tidak dapat buang air kecil secara tuntas atau tidak bisa menahan air kecil.
Gangguan usus meliputi: konstipasi/sembelit, dan kadang-kadang diare.
Gangguan Seksual
Gangguan seksual terjadi pada lebih dari 70% pasien MS. Disfungsi seksual merupakan gabungan dari berbagai masalah yang timbul baik masalah motorik dan sensorik maupun masalah psikologis penderita.
impoten
Berkurangnya kemampuan seksual
kehilangan gairah
Gangguan Kognitif dan Emosi
Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi,gangguan memori, dan gangguan mental terdapat pada 40-70 % pasien MS. Banyak penderita MS meninggalkan pekerjaannya akibat masalah diatas. Pada ± 10% kasus, disfungsi mental berat dan demensia dapat tejadi. Gangguan ini mungkin berhubungan dengan depresi yang dilaporkan ditemukan pada 25-50% kasus MS.
Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada MS bukan karena masalah psikologi,umur atau lamanya menderita penyakit tetapi dipengaruhi oleh jumlah lesi yang ditemukan pada gambaran MRI (Swirsky-Sacchetti T et al 1992). Atrofi otak, pembesaran ventrikel dan menipisnya korpus kalosum juga penyebab gejala gangguan kognitif diatas.
Gangguan Nervus Cranialis
Gangguan Penciuman : Gangguan penciuman sering ditemukan terjadi pada kasus MS.
Gangguan Penglihatan :
Neuritis Optika (ON) adalah gangguan penglihatan yang paling sering terjadi 14-23% kasus dan 50% ,biasanya muncul secara akut atau subakut dan unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada mata terutama dengan adanya gerakan bola mata. Neuritis Optika bilateral sangat jarang terjadi, bila ditemukan biasanya asimetris dan lebih berat pada satu mata. Neuritis optika bilateral biasanya terjadi pada anak dan ras Asia.
Gangguan Gerakan Bola Mata
Gangguan gerakan bola mata sering terjadi pada pasien MS biasanya berhubungan dengan gangguan saraf penggerak bola mata, Nervus cranial VI,III dan jarang pada nervus VI. Nistagmus adalah gejala yang paling sering muncul (Dell'Osso,Daroff,Troost,1990) berupa "jelly like nystagmus"berupa gerakan cepat dengan amplitudo kecil, pendular. Internuklear ophtalmoplegia (INO) juga sering ditemukan, dan bila ditemukan bilateral biasanya didapatkan juga adanya nistagmus vertical dan upward gaze.
Gangguan Nervus Kranial lain.
Gangguan sensasi pada wajah ,subjektif maupun objektif sering ditemukan. Ditemukannya trigeminal neuralgia pada dewasa muda mungkin merupakan gejala awal dari MS. Hemifasial spasme,paresis wajah tanpa adanya gangguan pengecap dapat ditemukan.Vertigo dilaporkan merupakan gejala yang ditemukan pada 30-50% kasus MS dan biasanya berhubungan dengan kelainan nervus kranialis, biasanya ditemukan hipo atau hiperakusis. Bisa juga terjadi gangguan pendengaran dan biasanya unilateral. Gangguan yang berhubungan dengan Nervus Kranial IX,X dan XII biasanya terjadi disfagia.dan biasanya merupakan gejala akhir yang muncul.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : Untuk mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan abnormalitas immunoglobulin.
Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk memebantu memastikan luasnya proses penyakit dan dan memantau perubahan penyakit.
CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek pengobatan.
Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih
Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.
( Mutaqin Arif, Asuhan keperawatan klien dangan gangguan system persyarafan,( 2008 ) hal 216 )
Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan atau penatalaksanaan multiple sklerosis adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.
Penatalaksanaan farmakoterapi
Terapi obat untuk fase akut :
Kortikosteroid dan ACTH : Digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf. Pemberian awal dapat dimulai dari Metilprednisolon 0.5-1 g IV selama 3 -7 hari dan dosisnya diturunkan 60mg perhari selama 3 hari berturut-turut sampai 10 mg per hari. Dosis oral dapat diberikan sama dengan IV kecuali penurunan dosis 60 mg selama 5-7 hari.
Terapi obat untuk menurunkan jumlah kekambuhan
Beta interferon ( betaseron ) : Digunakan dalam perjalanan relapsing-remittting, dan juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya eksaserbasi. Interferon tidak dapat diberikan dengan dosis tunggal tetapi harus di kombinasikan dengan 3 jenis obat yaitu alfa, beta dan gamma interferon. Alfa dan beta diproduksi dari sel yang terinfeksi virus. Beta interferon menurunkan frekuensi kambuhnya MS. Rute pemberian obat melalui subkutan dan lebih baik lagi pemberian melalui intratekal atau IM. Dosis pada orang dewasa 3-9 juta unit SC 3x/minggu selama 6 bulan. Obat lain yang dapat menurunkan frekuensi kambuhnya MS adalah : copolymer 1 dan azathioprine.
Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas. Klien dengan spastisitas beret dan kontraktur memerlukan blok saraf dan intervensi pembedahan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.
Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
Terapi obat lain : cycloscospamid, total limpoid irradiation ( TLI).
Terapi suportif
Terapi suportif diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan mempertahankan kondisi pasien agar tetap stabil. Fisioterapi dan terapi okupasi diberikan untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot serta ditambah dengan obat untuk relaksasi otot untuk mengurangi ketidaknyamanan dan nyeri karna spastik.
Blok saraf dan pembedahan : Dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan kontraktur untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
Disfungsi pernafasan
Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
Komplikasi dari imobilitas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh Kasus
Ny A usia 28 tahun datang ke poli neurologi RSCM dengan keluhan kelemahan kedua tungkai sejak ±1,5 tahun SMRS. Pada awalnya (Januari 2013) pasien merasakan kelemahan pada kaki kiri dan tangan kiri disertai rasa tebal sampai di lutut. Pasien tidak dapat bekerja lagi karena kelemahan kakinya, bila berjalan kaki kiri diseret. Rasa tebal menghilang sendiri 2 bulan kemudian tetapi rasa lemah masih tetap ada. Oleh keluarga dibawa berobat kedokter saraf dan dikatakan terkena virus, pasien diberi obat (nama obat tidak ingat) dan menurut keluarga keadaan pasien membaik. Kemudian pasien dapat bekerja lagi walaupun kelemahan tungkai masih ada. 1 bulan kemudian kaki kanan terasa lemah dan tebal diikuti oleh rasa tebal pada lengan kiri, rasa tebal dirasakan sampai dikepala. Oleh keluarga dibawa ke RS dan dirawat, pasien kemudian pulang dan dikatakan penyakit tidak dapat diobati. Pasien pulang kerumah dan berjalan sudah harus dipapah karena keempat anggota gerak sudah lemah terutama kedua tungkai. Pasien juga mulai mengeluhkan penglihatan mulai terganggu, pasien mengatakan penglihatan seperti ada kabut dan silau bila kena sinar, dan beberapa bulan kemudian pandangan pasien menjadi dobel bila melihat jauh dan pasien sering merasa berputar, keluhan penglihatan ini dirasakan pasien semakin memberat. Kelemahan kedua tungkai makin bertambah dan selama 1 tahun pasien hanya dapat duduk di tempat tidur dan menggunakan kursi roda bahkan sejak 6 bulan SMRS pasien sudah tidak dapat duduk lagi karena lemah. Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai bicara tidak jelas dan pasien mengeluh sulit menelan dan sering tersedak, disekitar mulut pasien juga dirasakan tebal. Kesulitan BAB dan BAK pasien sering ngompol dan menurut keluarga pasien sering lupa terhadap sesuatu yang sudah dikerjakan sebelumnya. Pandangan pasien juga semakin kabur. Oleh keluarga pasien dibawa ke RSCM.
1. PENGKAJIAN
IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : P
Suku / Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Ds. Bendet Cukir, Jombang
No. Register : -
Tgl MRS : 23 Mei 2014
Tgl Pengkajian : 23 Mei 2014
Diagnosa Medis : Multipel Sklerosis
I. RIWAYAT KEPERAWATAN ( NURSING HISTORY )
Keluhan utama :
Klien datang dengan keluhan kelemahan kedua tungkai sejak ±1,5 tahun SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada awalnya (Januari 2013) pasien merasakan kelemahan pada kaki kiri dan tangan kiri disertai rasa tebal sampai di lutut, rasa tebal menghilang sendiri 2 bulan kemudian tetapi rasa lemah masih tetap ada. Oleh keluarga dibawa berobat kedokter saraf dan dikatakan terkena virus, pasien diberi obat (nama obat tidak ingat). 1 bulan kemudian kaki kanan terasa lemah dan tebal diikuti oleh rasa tebal pada lengan kiri, rasa tebal dirasakan sampai dikepala, oleh keluarga dibawa ke RS dan dirawat, pasien kemudian pulang dan dikatakan penyakit tidak dapat diobati. Kelemahan kedua tungkai makin bertambah selama 1 tahun pasien hanya dapat duduk di tempat tidur dan menggunakan kursi roda.
Sejak 2 bulan SMRS pasien mulai bicara tidak jelas dan pasien mengeluh sulit menelan dan sering tersedak, disekitar mulut pasien juga merasakan tebal, oleh keluarga pasien dibawa ke RSCM.
Riwayat Kesehatan Terdahulu
Riwayat sakit kepala sejak 8 tahun yang lalu dan dirasakan di belakang kepala, pasien minum obat-obat warung. Riwayat vaksinasi : Menurut orang tua pasien tidak mendapatkan vaksinasi saat balita.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Orangtua pasien (bapak) pernah mengalami kelemahan kedua tungkai disertai rasa baal yang menjalar keatas tetapi sembuh tanpa pengobatan medis (pengobatan alternatif)
PEMERIKSAAN FISIK
TANDA – TANDA VITAL
Kesadaran : komposmentis
keadaan umum : lemah
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37 C
RR : 18 x/menit
1.6. PEMERIKSAAN PER SISTEM
Sistem Pernafasan
Anamnesa :
Hidung
Inspeksi : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret/ingus, tidak ada pemberian O2 melalui nasal/masker.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal
Mulut
Inspeksi : Sekitar bibir biasanya terdapat bintik bintik kemerahan yang membentuk gelembung yang berisi cairan.
Palpasi : Nyeri pada bagian mulut
Leher
Inspeksi : bentuk leher normal dan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
Faring
Inspeksi : tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/oedem
Area Dada
Inspeksi : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada simetris, bentuk dada normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Perkusi : bunyi paru sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler
Kardiovaskuler Dan Limfe
Wajah
Inspeksi : simetris dan konjungtiva merah muda
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
Palpasi : tidak ada pembesaran ictus cordis
Perkusi : adanya bunyi redup pada batas jantung dan tidak terjadi pelebaran atau pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal
Ekstermitas atas
Inspeksi : tidak ada varises, sianosis, clubbing finger, oedem
Palpasi : suhu akral dingin
Ekstermitas bawah
Inspeksi : tidak ada varises, sianosis, clubbing finger, oedem
Palpasi : suhu akral dingin
Persyarafan
Anamnesa : hilang keseimbangan, perubahan bicara, parastesia pada bagian wajah dan paralysis pada bagian tungkai.
Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat di beri minyak wangi dan minyak kayu putih.
Nervus II opticus (penglihatan)
Ketajaman penglihatan :
Penglihatan pasien kabur dan padangan menjadi dobel bila melihat jauh.
Nervus III oculomotorius
Tidak terdapat edem kelopak mata dan kelainan bentuk bola mata.
Nervus IV toklearis
Bentuk pupil bulat isokor, ukuran pupil 4mm/4mm dan reaksi pupil terhadap cahaya +/+
Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Reflek masester : +
Sensibiltas wajah :
Pasien tidak dapat merasakan tusukan benda tumpul dan tajam pada daerah sekitar wajah.
Nervus VI abdusen
Gerakan bola mata pasien cepat (nistagmus) dan penglihatan ganda (diplopia)
Nervus VII facialis
Pasien tidak bisa merengut dan menggembungkan pipi
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek muntah : -
Nervus X vagus
Pasien kesulitan menelan
Nervus XI aksesorius
Pasien kesulitan untuk mengangkat bahu
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, pasien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke segala arah
Reflek Fisiologis :
Bisep : -
Trisep : -
Patella : +
Archiles : +
Reflek Patologis :
Babinski : +
Brudzinski I/II : -/+
Chadok : +
Oppenhiem : +
Gordon : +
Gonda : +
Rossolimo : +
Trommer : -
Tingkat Kesadaran (Kualitas) : Composmetis
Tingkat Kesadaran (Kuantitas) :
GCS : E4M6V5 = 15
Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Enurisis/ngompol dan inkontenensia urine
Genetelia Eksterna :
Inspeksi : tidak ada oedem dan tidak ada tanda-tanda infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan atau tonjolan
Kandung Kemih
Inspeksi : Tidak ada masa atau benjolan dan tidak ada bekas jaringan parut serta tidak ada pembesaran kandung kemih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Ginjal
Inspeksi : tidak ada pembesaran pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak nyeri ketok
Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : terjadi perubahan pola makan karena disfagia dan gangguan defekasi konstipasi
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : tidak ada sariawan dan lesi
Palpasi : tidak ada oedem atau nyeri tekan
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen), tidak ada luka.
Auakultasi : peristaltic usus
Perkusi : hipertympani
Palpasi
Kuadran I
Hepar tidak terdapat hepatomegali dan nyeri tekan
Kuadran II
Gaster tidak ada nyeri tekan abdomen dan tidak terdapat distensi abdomen
Kuadran III
Tidak ada massa dan nyeri tekan
Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney
Sistem Muskuloskeletal Dan Integumen
Anamnesa : terdapat kelemahan ekstermitas pada kedua tungkai dan pasien menggunakan kursi roda
Warna Kulit
Tidak ada hiperpigmentasi dan hipopigmentasi, warna kulit sawo matang
Kekuatan Otot
3 4
1 1
Sistem Endokrin dan Eksokrin
Kepala
Inspeksi : rambut lebat tidak ada kerontokan dan alospesia
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak terpat edem non piting
Sistem Reproduksi
Payudara
Inspeksi : bentuk simetris, bersih, tidak ada masa dan tidak ada luka
Palpasi : tidak ada benjolan dan pengeluaran cairan atau darah, tidak ada nyeri tekan
Axilla
Inspeksi : tidak ada benjolan
Palpasi : tidak teraba benjolan
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran perut
Palpasi : tidak ada masa
Persepsi Sensori
Anamnesa : penglihatan pasien kabur dan ganda
Mata
Inspeksi : bentuk mata simetris
Kornea : normal berkilau transparan
Iris/pupil : warna iris hitam reflek pupil isokhor
Lensa : jernih dan transparan
Sclera : putih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakan
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NS. DIAGNOSIS :
(NANDA-I)
Hambatan Mobilitis Fisik (00085)
DEFINITION
Keterbatasan pada pergerkan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
DEFINING CHARACTERISTICS
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak- balik posisi
Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatianpada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)
Dispnea setelah beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
Tremor akibat pergerakan
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak terkoordinasi
RELATED FACTORS:
Intoleransi aktivitas
Perubahan metabolisme seluler
Ansietas
Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usai
Kontraktur
Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa
Penurunan kekuatan otot
Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan perkembangan
Ketidakyamanan
Disuse
Kalu sendi
Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
Kerusakan intregitas struktur tulang
Malnutrisi
Gangguan muskuloskeletal
Nyeri
Agens obat
Program pembatasan gerak
Keengganan memulai pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensori preseptual
ASSESSMENT
Subjective data entry
kelemahan kedua tungkai
bicara pasien tidak jelas
pasien mengeluh sulit menelan dan sering tersedak, disekitar mulut pasien juga dirasakan tebal.
Kesulitan BAB dan BAK pasien sering ngompol
menurut keluarga, pasien sering lupa terhadap sesuatu yang sudah dikerjakan sebelumnya.
Pandangan pasien juga semakin kabur dan pandangan pasien menjadi dobel bila melihat jauh
Objective data entry
Kesadaran : komposmentis
keadaan umum : lemah
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37 C
RR : 18 x/menit
Pasien menggunakan kursi roda
hilang keseimbangan dan parastesia pada bagian wajah
inkontenesia urine
DIAGNOSIS
Client
Diagnostic
Statement:
Ns. Diagnosis (Specify):
Hambatan Mobilitas Fisik
Related to:
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
III. INTERVENSI
Inisial Pasien : Ny A
Tanggal :
Diagnosa Keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik
NIC
NOC
INTERVENSI
AKTIVITAS
OUTCOME
INDICATOR
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Terapi latihan: Ambulasi
Definisi : Peningkatan dari pemberian bantuan dengan cara berjalan untuk mempertahankan fungsi tubuh selama pasien dirawat dan selama fase penyembuhan
Terapi Latihan : Mobilitas
Definisi: pergerakan tubuh baik aktif maupun pasif untuk memelihara atau mengembalikan fleksibilitas
Bantu pasien untuk duduk di tempat tidur maupun di kursi
Konsultasikan dengan tim fisioterapi untuk merencanakan latihan
Pastikan alat bantu dalam kondisi baik
Sediakan alat bantu ambulasi seperti walker (alat bantu jalan)
Jelaskan pada pasien tentang keamanan berpindah posisi serta teknik ambulasi
Bantu pasien untuk berdiri dan mempertahankan jarak langkah pada setiap ambulasi
Tingkatkan ambulasi secara nandiri dengan sedikit bantuan
Tentukan pembatasan pergerakan dan efeknya
Jelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan rencana untuk berlatih
Monitor ketidaknyamanan atau rasa sakit selam aktivitas
Posisikan pasien seoptimal mungkin dalam melakukan pergerakan aktif dan pasif
Lakukan latihan PROM atau bantu latihan AROM
Instruksikan pasien atau keluarga bagaimana cara yang sistematis melaksanakan PROM atau AROM
Dorong pasien untuk mencoba menggerakkan badan sebelum mulai ROM
Motivasi untuk tetap melakukan pergerakan walaupun di tempat tidur atau diatas kursi dorong ambulasi, jika mampu
Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman dan berikan alat bantu berjalan.
Ambulasi
Koordinasi pergerakan
Mobilitas
Berjalan dengan langkah yang pelan (4)
meningkatkan mobilitas (4)
meningkatkan kemandirian. (4)
Memperkuat kontraksi otot (3)
Mengontrol pergerakan (4)
Menyeimbangkan pergerakan (4)
Keseimbangan (4)
Koordinasi (4)
Berjalan(4)
IV. IMPLEMENTASI
TGL/JAM
IMPLEMENTASI
PARAF
membantu pasien untuk duduk di tempat tidur maupun di kursi
mekonsultasikan dengan tim fisioterapi untuk merencanakan latihan
memastikan alat bantu dalam kondisi baik
menyediakan alat bantu ambulasi seperti walker (alat bantu jalan)
menjelaskan pada pasien tentang keamanan berpindah posisi serta teknik ambulasi
membantu pasien untuk berdiri dan mempertahankan jarak langkah pada setiap ambulasi
mningkatkan ambulasi secara nandiri dengan sedikit bantuan
mnentukan pembatasan pergerakan dan efeknya
menjelaskan kepada pasien / keluarga tujuan dan rencana untuk berlatih
memonitor ketidaknyamanan atau rasa sakit selam aktivitas
meposisikan pasien seoptimal mungkin dalam melakukan pergerakan aktif dan pasif
melakukan latihan PROM atau bantu latihan AROM
meinstruksikan pasien atau keluarga bagaimana cara yang sistematis melaksanakan PROM atau AROM
mendorong pasien untuk mencoba menggerakkan badan sebelum mulai ROM
memotivasi untuk tetap melakukan pergerakan walaupun di tempat tidur atau diatas kursi dorong ambulasi, jika mampu
meevaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman dan berikan alat bantu berjalan.
V. EVALUASI
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit degenerasi yang menyerang sistem saraf pusat yaitu otak dan medula spinalis . Penyakit ini ditandai dengan adanya kelemahan, mati rasa, hilangnya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjadi pada umur 18-40 tahun. Banyak pasien yang menderita multipel sklerosis hidup normal diantara periode kambuhnya penyakit. Beberapa pasien yang penyakitnya lebih parah dibutuhkan perawatan yang intensif di rumah. Kebanyakan pasien yang menderita multipel sklerosis mengalami kelemahan, penurunan imunitas, gangguan perkemihan, disfungsi sexual, kelemahan, perubahan interaksi social. Pasien membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan penyakit yang dialaminya, dan beberapa pasien perlu dilakukan konseling dan psikotherapi untuk mengatasi perubahan tubuh yang dialaminya. Walaupun obat untuk kesembuhan belum ada namun penanganan medis dan asuhan keperawatan yang tepat diperlukan agar pasien dapat menjalani aktifitas sehari-hari dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.co.id
www.wikipedia.co.id
Scribd
Francis GS, D Pierre,Antel PJ. Neurology in Clinical Practise: Multiple Sclerosis,2nd ed, Washington, Butterworth Heinemann,1996: p 1308-35
Pirko I,Noseworthy JH, Demyelinating Disorder of The Central Nervous System.Dalam : Goetz CG : Textbook of Clinical Neurology,2nd ed, Pennsylvania, The Curtis Center Independence Square West Philadelphia,2003,p 1060-76
Multiple Sclerosis : What is Multiple Sclerosis, available from : http/www.Multiple Sclerosis.org
Nowack JW, Multiple Sclerosis, available from : http/ www,emedicine.com