MEKANISME BENZOPYRENE SEBAGAI PEYEBAB KANKER Benzo[a]pyrene disebut juga benzo[d,e,f]chrysene, 3-4 benzopyrene, 3,4benzpyrene, benz[a]pyrene, BP atau B[a]P, merupakan salah satu jenis dari PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yang memiliki 5 buah cincin alkil aromatik, berat molekul 252,3, dan rumus kimia C20H12 (Gambar 1). Bentuk padatan atau kristal dari benzo[a]pyrene berwarna kuning pucat yang dapat meleleh pada suhu 179-179,3 oC dan titik didihnya pada suhu 310-312 oC (ToxProbe Inc, 2010).
Gambar 1. Cincin aromatic benzo[a]pyrene (Wikipedia, 2010) Benzopyrene ini termasuk jenis PAH yang paling berbahaya. Secara alami, ditemukan sebagai bagian dalam material larva gunung api, terdapat dalam batu bara, jatuhan dari atmosfer yaitu airborne particulate. Benzopyrene juga dapat ditemukan sebagai salah satu kandungan di makanan dan air minum. Gomaa et al. (1993) dalam Terzi et al. (2008) menemukan kandungan benzopyrene dalam daging yang dipanggang menggunakan arang, makanan yang diasap, dan minuman. Kandungannya dalam makanan, diduga berasal dari proses pemasakannya yang menggunakan arang atau pengasapan. Ketika daging, ikan, atau makanan lain dimasak, lemak yang terkandung di dalam otot menetes dan ikut terbakar, sehingga anggota PAH, termasuk benzo[a]pyrene, terbentuk, terbawa bersama asap dan menjadi mantel bagi makanan. IARC (1983) dalam Terzi et al. (2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa proses pembakaran dengan suhu yang tinggi dapat mengurangi kandungan PAH secara signifikan, sehingga munculnya benzo[a]pyrene dalam makanan tersebut adalah karena proses absorpsi dan deposit partikel selama proses pemasakan, proses pirolisis lemak dan pembakaran arang yang tidak sempurna (IARC, 1973 dalam Terzi et al., 2008). Proses fotoksidasi Benzopyrene Benzopyrene juga disumbangakan dari aktivitas manusia seperti asap kendaraan, asap rokok serta pembakaran kayu sebagai polutan antropogenik. Delaware Health and Social Services (2009) menjelaskan aktifitas yang dilakukan manusia mengakibatkan terjadinya pelepasan benzopyrene ke udara, yang kemudian mengalami perubahan secara kimia akibat sinar matahari, sehingga benzopyrene diubah menjadi bentuk padat. Padatan benzopyrene tersebut kemudian jatuh dan mengalami proses pemecahan atau fotooksidasi.
Gambar 2. Proses pemecahan benzopyrene (Neff, 1979) Proses fotooksidasi ini akan semakin meningkat dengan meningkatnya sinar matahari, oksigen, dan temperatur. Ketiga faktor pendukung fotooksidasi tersebut banyak ditemukan di udara dan kolom air, namun tidak di sedimen. Benzopyrene yang sudah dikandung dalam sedimen akan mengalami akumulasi, tanpa terjadi proses pemecahan (Neff, 1979). Pada proses fotooksidasi, benzo pyrene diubah menjadi dione, yang merupakan salah satu bentuk turunan (dervativ) dari quinone, yaitu kelas bahan organik yang tersusun atas struktur aromatic (Moss, 1973). Dione sendiri terkadang lebih dikenal dengan sebutan diketon, yaitu bahan organik yang tersusun atas 2 grup karbonil dan berikatan dengan hidrokarbon. Meski mengalami fotooksidasi dan menghasilkan produk dione, namun tingkat toksisitas derifat benzopyrene ini diduga masih tetap tinggi dan dapat mengganggu fisiologis makhluk hidup (Reed et al., 2003). Tingkat toksisitas benzo pyrene tergantung pada bentuk transformasinya dalam tubuh makhluk hidup. Adanya cincin benzene pada struktur kimianya, memudahkan benzopyrene dan polutan jenis PAH lainnya untuk berikatan dengan oksigen dan menghasilkan ion-ion reaktif, seperti ion karbon. Anyakora et al. (2008) menjelaskan bahwa di lingkungan, benzo[a]pyrene akan berubah menjadi lemak (fat) yang bersifat mudah larut (soluble), masuk dalam tubuh organisme dana terakumulasi. Kemampuan benzo pyrene yang juga bertransformasi dalam proses fotooksidasi semakin menambah toksisitasnya. Oris dan Giesy (1986, 1987) dalam Walker (2009) menjelaskan mengapa PAH menjadi lebih toksik pada ikan dan Daphnia adalah karena terjadinya fotooksidasi akibat terpaparnya PAH dalam tubuh pada radiasi ultraviolet. Pada manusia, benzopyrene yang terdapat di udara dan asap (asap rokok, kendaraan, pembakaran) akan terhirup bersama dengan udara, benzopyrene, sedangkan benzopyrene yang berada dalam kandungan makanan akan masuk dalam tubuh melalui sistem pencernaan. Begitu pula pada organisme yang hidup di air dan sedimen, benzopyrene masuk melalui proses absorpsi dan makanan. Benzopyrene dalam tubuh akan mengalami berbagai proses, termasuk juga depurasi. Depurasi adalah kemampuan makhluk hidup untuk mengeluarkan
toksikan dalam tubuhnya. Bila toksik yang masuk dalam tubuh tidak melampaui kemampuannya untuk mendepurasi, maka toksik tidak akan terakumulasi. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka tubuh akan mengakumulasinya. Kemampuan depurasi makhluk hidup berbeda-beda, tergantung dari daya tahan tubuh, jenis, ukuran, berapa banyak polutan yang masuk, dan berapa lama makhluk hidup terpapar polutan. KEMAMPUAN BENZOPYRENE SEBAGAI ZAT KARSINOGENIK Kemampuan benzo[a]pyrene sebagai carcinogenic maupun mutagenic, ternyata sangat berkaitan. DNA yang terbentuk akibat metabolit carcinogenic berkembang menjadi mutasi pada oncogenes (gen yang bertanggungjawab pada pertumbuhan dan diferensiasi sel secara normal) atau tumor suppressor gene atau juga dikenal anti-oncogene (gene yang melindungi sel dari salah satu bagian proses menjadi kanker). Hal tersebut disebabkan karena adanya kandungan kimia yang memang mengakibatkan timbulnya kanker pada PAH, termasuk benzo[a]pyrene (Purchase, 1994 dalam Walker, 2009). Mutasi tersebut biasanya timbul pada kodon dalam HER2/neu (Human Epidermal growth factor Receptor 2, protein yang memberikan reaksi agresif lebih tinggi pada kanker payudara), myc-oncogenes (protein yang berikatan degnan DNA atau gen lainnya dan menjadi faktor transkripsi (sequence-specific DNA-binding factor), retinoblastoma (kanker yang terjadi di retina mata) (Walker, 2009). Secara umum, proses metabolismee benzopyrene dalam tubuh makhluk hidup adalah pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses metabolime benzopyrene dalam tubuh (Uno dan Makishima, 2009)
Benzopyrene mulanya dioksidasi oleh cytochrome P450, yaitu kelompok enzyme yang berfungsi mengkatalis dan mengoksidasi substansi organik, menjadi berbagai macam produk. Kelompok cytochrome P450 yang mampu mengoksidasi benzo[a]pyrene adalah Cytochrome P450, family 1, subfamily A, polypeptide 1 (CYP1A1), Cytochrome P450, family 1, subfamily A, polypeptide 2 ( CYP1A2), Cytochrome P450, family 1, subfamily B, polypeptide 1 (CYP1B1), Cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 18 (CYP2C18), Cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8 (CYP2C8), Cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9 (CYP2C9), dan Cytochrome P450, family 3, subfamily A, polypeptide 4 (CYP3A4) (Thomson Reuters, 2010). Benzopyrene 7,8-oxide kemudian mengalami metabolismee dengan bantuan Epoxide hydrolase (bagian kelompok cytochrome P450 yang berfungsi untuk detoksifikasi selama terjadi metabolisme obat). Epoxide hydrolase membuka cincin epoxide pada benzopyrene 7,8-oxide dan mengubahnya menjadi bentuk transdihydrodiol (benzopyrene 7,8-trans-diol), sehingga dapat diekskresikan dari dalam tubuh. Pada tubuh yang memiliki cyctochrome P450 1A1, keberadaan benzopyrene 7,8-trans-diol ini ternyata mengakibatkan terjadinya reaksi lain. Benzopyrene 7,8-trans-diol merupakan substrat bagi cyctochrome P450 1A1, sehingga terjadi oksidasi yang menghasilkan benzopyrene 7,8-trans-diol, 9,10oxide, yang memiliki sifat mutagenic tinggi. Pada metabolismee dalam sel, benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol, 9,10-oxide berinteraksi dengan guanine residue DNA. Mutagenic diol epoxide ini masuk ke dalam reticulum endoplasma atau ke nucleus dan berinteraksi dengan DNA, sehingga menyebabkan struktur kimia DNA berubah (DNA adducts) (Walker, 2009). DAFTAR PUSTAKA Anyakora, C., M. Arbabi, dan H. Coker. 2008. A screen for benzo(a)pyrene in fish samples from crude oil polluted environments. American Journal of Environmental Sciences, (2): 145-150 Delaware Health and Social Services. 2009. Benzo[a]pyrene. http://www.dhss.delaware.gov/dhss/dph/files/benzopyrenefaq.pdf [4 Januari 2011] Neff, J. M. 1979. Polycyclic aromatic hydrocarbons in the aquatic environment. London, Applied Science Publishers Ltd. Reed, M., M. Monske, F. Lauer, S. Meserole, J. Born, dan S. Burchiel. 2003. Benzo[a]pyrene diones are produced by photochemical and enzymatic oxidation and induce concentration-dependent decreases in the proliferative state of human pulmonary epithelial cells. Abstrack. Journal of Toxicology and Environmental Health, (66) : 1189 – 1205 Terzi, G., T. H. Çelik, dan C. Nisbet. 2008. Determination of benzo[a]pyrene in Turkish döner kebab samples cooked with charcoal or gas fire. Irish Journal of Agricultural and Food Research, (47) : 187–193 Thomson Reuters. 2010. Pathway map details : benzo[a]pyrene metabolisme. http://www.genego.com/map_2304.php ToxProbe Inc. 2010. Benzo[a]pyrene and other polycyclic aromatic hydrocarbons. http://www.toronto.ca/health/pdf/cr_appendix_b_pah.pdf
Uno, S., dan M. Makishima. 2009. Benzo[a]pyrene toxicity and inflammatory disease. Current Rheumatology Reviews, (5) : 266-271 Walker, C. H. Organic pollutants : an ecotoxicological perspective. London, CRC Press Wikipedia. 2010. Benzopyrene http://en.wikipedia.org/wiki/Benzo(a)pyrene.htm
Mekanisme Benzena menjadi senyawa toxic untuk penyakit Leukemia Mieloid Akut (LMA) Benzena didefinisikan sebagai, bahan yang mudah terbakar, cairan toksik berwarna dengan bau aromatik yang harum. Mendidih pada 80,1 ° C, dan membeku pada 5,5 ° C. Benzena adalah hidrokarbon dengan rumus molekul C 6H6.8 Pajanan benzena tertinggi di daerah lalu lintas padat kendaraan bermotor dan sekitar tempat pengisian bensin.9 Benzena telah digunakan dalam berbagai jenis industri selama lebih dari satu abad, dan merupakan salah satu yang terbanyak digunakan pada industri kimia. Benzena adalah bahan kimia yang terbentuk melalui proses alam seperti gunung berapi dan kebakaran hutan, serta melalui proses industri. Dapat ditemukan pada tingkat yang rendah dalam minyak mentah, bensin, asap kendaraan, udara perkotaan, asap rokok, dan bahkan di beberapa makanan. Benzena dapat toksik bila tertelan, terinhalasi, dan terabsorpsi melalui kulit. Di California, the acute Reference Exposure Level (REL, 6 jam) untuk benzena adalah 1300 mg / m3, dan the chronic Reference Exposure Level (REL) adalah 60 ug / m3 (OEHHA, 1999a; 2000b). Nilai REL yang akut dan kronis didasarkan pada hematotoksisitas pada kalangan pekerja yang terpajan oleh benzena. Benzena merupakan faktor risiko kedua sebagai penyebab Leukemia Mieloid Akut (LMA). Benzena sendiri tidak toksik. Tetapi harus dimetabolisme oleh enzim di hati menjadi metabolit yang berpotensi toksik. Di antara metabolit ini yang paling kuat dalam menghambat eritropoiesis yaitu tt-muconaldehyde dan 1,4-benzoquinon. Analisis biomolekuler menunjukkan bahwa metabolit benzena dapat menghambat aktivitas decatenation DNA dari topoisomerase II. Karena sifat dari topoisomerase II bergantung terhadap sulfhidril dan kemampuan beberapa metabolit benzena untuk memodifikasi kelompok sulfhidril, penghambatan aktivitas topoisomerase oleh metabolit benzena dinyatakan sebagai mekanisme penyebab LMA. Metabolisme Benzena di Tubuh Metabolisme primer benzena terjadi di hati oleh sitokrom P-450 2E1. Sitokrom P-450 2E1, mikrosomal epoksida hidrolase dan myeloperoxidase atau penurunan detoksifikasi aktivitas enzim glutathione-S-transferase dan NAD (P) H: kuinon oxyreductase semuanya secara individual telah dihubungkan dengan peningkatan kerentanan terhadap efek toksik benzena. Kebanyakan benzena oksida spontan menjadi fenol (PH), yang baik diekskresikan atau dimetabolisme lebih lanjut menjadi hidrokinon (HQ), 1,4-benzoquinon (BQ) dan 1,2,4-benzetriol (BT). Benzena oksida yang tersisa dihidrolisis untuk menghasilkan katekol (CAT) dan 1,2benzokuinon atau bereaksi dengan glutathione untuk menghasilkan S acid -phenylmercapturic (S-PMA). Di antara metabolit ini yang paling poten dalam menghambat eritropoiesis adalah 1,4-benzoquinon. Sasaran molekul kuinon dan oksigen radikal yang dihasilkan dari benzena yang paling mungkin adalah tubulin, protein histon, topoisomerase II, dan protein DNA terkait lainnya. Martyn menyatakan bahwa benzena yang dimetabolisme di hati
menjadi berbagai metabolit didistribusi ke sumsum tulang dan mengakibatkan toksisitas. Di dalam sumsum tulang, secara khusus terjadi pembentukan 1,4benzoquinone (BQ) dari hidrokinon (HQ) melalui mieloperoksidase mungkin menjadi kunci bagi benzena sebagai zat karsinogenisitas. Untuk metabolisme benzena dari mulai hati sampai sumsum tulang (Gambar 1)
Gambar 1. Metabolisme Benzena dalam tubuh Analisis biomolekuler menunjukkan bahwa metabolit benzena ini menghambat aktivitas decatenation DNA dari topoisomerase II. DNA topoisomerase II merupakan enzim yang bertanggung jawab untuk modulasi topologi DNA, yang sangat penting untuk replikasi DNA, kondensasi/dekondensasi kromosom, dan segregrasi kromosomal saat mitosis. Karena sifat topoisomerase II yang tergantung sulfhidril dan kemampuan beberapa metabolit benzena untuk memodifikasi kelompok sulfhidril, penghambatan aktivitas topoisomerase oleh metabolit benzena telah dinyatakan sebagai mekanisme penyebab LMA. Bila enzim topoisomerase II ini tidak berfungsi dengan tepat maka akan terjadi penguraian DNA (DNA strand break, DSB) dan penghapusan loop yang dapat merusak untai DNA. Kerusakan untai yang dihasilkan dari tindakan ini memiliki potensi untuk menghasilkan penyimpangan rekombinasi mitosis dengan salah bergabungnya untai DNA. DNA strand break berpotensi sangat sitotoksik dan dapat menyebabkan penyimpangan kromosom dan mengganggu integritas genom sel. Ketidakstabilan kromosom yang diinduksi oleh benzena metabolit, hidrokinon, dapat berkontribusi sebagai penyebab LMA dengan meningkatnya jumlah lesi genetik dalam sel hematopoietik. Sebuah studi pasien dengan terapi LMA mengidentifikasi korelasi yang erat antara aktivitas inhibitor DNA-topoisomerase dan penyimpangan dalam kromosom 5, 7 dan 8 . Menurut Ronda K. Baker dkk pengamatan ini dapat dijelaskan, setidaknya dengan fakta bahwa hidrokinon dan produk oksidasi utamanya, p-benzokuinon,
adalah racun spindel kuat yang mengganggu dinamika perakitan equilibrium mikrotubul dengan menghambat guanosin trifosfat (GTP) yang mengikat tubulin. Jika efek ini terjadi di stem sel atau sel progenitor awal sel klon leukemia bisa menyebabkan aktivasi protoonkogen, fusi gen, dan inaktivasi supresor gen. (gambar2) sejumlah jalur genetik benzene-induced leukemia, namun bukti yang dipelajari bahwa metabolit benzena menghasilkan perubahan genetik yang faktor penyebab leukemia myeloid, yaitu t (8; 21) dan aneuploidi kromosom 7, 8, dan 9
DAFTAR PUSTAKA Bois F.Y, Jackson E.T, Pekari K, Smith M.T. Population toxicokinetics of benzene. Environmental health perspectives Dec 1996; 104(6):1405-11