Manifestasi dan Komplikasi Cerebral Palsy 1.retardasi mental Tidak semua anak dengan serebral palsy mengalami gangguan kognitif, nyatanya pada tipe yang tersering ( spastik diplegia serebral palsy) memiliki kognitif yang normal karna lesinya berada di periventrikular substansia alba yakni diantara subtansia grisea. Bagaimanapun terdapat hubungan antara keparahan serebral palsy dengan retardasi mental. Anak dengan spastik quadriplegia serebral palsy memiliki tingkat retardasi mental yang lebih besar dibanding spastik quadriplegia serebral palsy. Faktor lain yang berhubungan dengan peningkatan gangguan kognitif termasuk epilepsi dan abnormalitas kortikal. 2.epilepsi Lebih dari 36% anak dengan serebral palsy mengalami epilepsi, dengan onset pada tahun pertama kehidupan sebanyak 70% kejang fokal dengan atau tanpa berlanjut kearah kejang kompleks adalah yang tersering yang tergambar pada EEG. Epilepsi dapat dijadikan indikator terhadap keparahan kerusakan neurologis (quadriplegia serebral palsy) atau yang melibatkan kerusakan korteks (hemiplegia serebrl palsy). Anak-anak dengan spastik displegia serebral palsy memiliki tingkat epilepsi yang rendah karena kerusakan hanya terdapat pada perivebtrikuler subtansia alba. Beberapa obat anti epilepsi terbaru dapat mengontrol kejang pada anak ini. 3.Gangguan Nutrisi dan pertumbuhan Sekitar 30% anak dengan cerebral palsy mengalami kekurangan gizi, dan kebanyakan menunjukkan pertumbuhan yang berada dibawah persentil 3. Meskipun dalam perjalannya banyak faktor yang bisa menyebabkan keterlambatan pertumbuhan. Gizi buruk adalah masalah utama yang muncul akibat dari pseudobulbar palsy. Ini semua adalah gangguan dari upper motor neuron yang mengakibatkan lemahnya kordinasi menghisap, mengunyah, dan menelan. Ditambah ladi GERD yang menyebabkan regurgitasi, muntah, dan kemungkinan aspirasi. GERD menyebabkan rasa sakit sehingga anak menolak dan sulit untuk diberi makan. Distonik dispepsia (Sandifer’s Syndrome) pada anak dengan GERD yang berat sulit dibedakan dengan kejang tonik. Pemberian segera makanan melalui NGT atau gastrostomy tube bia menjadi solusi dari masalah ini. Pemberian makanan melalui NGT biasanya digunakan untuk pemenuhan nutrisi jangka pendek. Bagaimanapun pemberian makanan melalui NGT dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan ketidaknyamanan pada hidung, sinusitis, iritasi laring. Gastrostomy tube merupakan solusi jangka panjang untuk gangguan pemberian makanan dan ini juga berhubungan dengan pengobatan dari GERD.
4. disfungsi vesika urinaria
Anak dengan cerebral palsy mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami inkontinensia, urgensi, dan infeksi. Spastik cerebral palsy berhubungan dengan kekakuan dari otot detrusor sehingga frekuensi pengosongan sedikit dan kapasitas vesika urinaria rendah. Inkontinensia terjadi pada lebih 23% anak dan berhubungan dengan penurunan kesadaran dan defisit motorik yang berat. 5. disfungsi saluran cerna Konstipasi adalah hal yang sering terjadi pada anak dengan cerebral palsy. Hal Ini terjadi dengan melibatkan banyak faktor termasuk didalamnya buruknya pemberian makanan, berkurangnya asupan cairan, dan imobilisasi. Meningkatkan konsumsi cairan, jus, buah-buahan, dan sayuran merupakan solusi jangka panjang dari masalah ini. Dianjrkan pengeluaran isi saluran cerna dengan menggunakan konbinasi lanksansia baik secara oral maupun supositoria. Setelah itu, pemberian softening agent seperti serat atau docusatesodium dengan modifikasi diet bisa menghasilkan pergerakan saluran cerna yang normal dan teratur. Buang air besar setelah makan memberikan keuntungan meningkatkan refleks dari saluran cerna dan selanjutnya dapat distimulasi menggunakan glicerin supositoria bila perlu. Dengan manajemen saluran cerna yang efektif, pergerakan saluran cerna yang teratur bisa dicapai oleh anak dengan cerebral palsy.
6. gangguan tidur Gangguan tidur adalah masalah yang sering terjadi pada anak dengan cerebral palsy. Sekitar 50% kasus biasanya diikuti dengan kelainan penglihatan. Anak dengan cerebral palsy sering mengalami gangguan pola tidur, seperti sering terbangun pada malam hari dan tidur yang terbagi. Semua ini sangat menggangu para orang tua. Obat-obatan yang meningkatkan siklus tidur-bangun kemungkinan menurunkan spastisitas dan meningkatkan prilaku keseharian. Obat-obatan hipnotik secara keseluruhan efektif untuk jangka pendek karena efeknya akan menghilang beberapa hari diakarenakan meningkatnya toleransi terhadap obat tersebut. Melatonin sekarang ini dikembangkan dengan menggunakan bahan alami sebagai obat untuk gangguan tidur. Melatonin adalah hormon yang aktif dalam keadaan gelap. Gelap merangsang hipotalamus untuk menstimulasi glandula peneal melalui jaras simpatetik sehingga meningkatkan sekresi dari melatonin. Gangguan penglihatan mengurangi kemampuan anak untuk merasakan dan menginterpretasi banyak isyarat untuk menyakan pola tidur mereka dengan lingkungan. Hal ini yang meyebabkan irama tidur-bangun anak terganggu. Sekitar 80% anak mengalami respon yang hebat terhadap pemberian 3mg melatonin saat waktu tidur dengan penurunan kegiatan terbangun dimalam hari, bangun yang terlampau cepat, dan tidur yang terlampau lambat. Obat ini mempunyai efek samping yang minimal dan tidak menimbulkan toleransi dan ketergantungn.
7. pengeluaran air liur Pengeluaran air liur terjadi pada 30% kasus. Hal ini tidak berhubungan dengan produksi saliva asalkan tidak ada lesi iritatif saat itu, seperti karies gigi dan infeksi tenggorok. Pengeluaran air liur biasanya disebabkan oleh pembukaan mulut dan/atau kesulitan mengunyah karena paseudobulbar palsy. Umumnya, hal ini tidak dapat diterima dan dapat menimbulkan aspirasi, iritasi kulit, dan kesulitan berbicara. Manajemen dari kejadian ini tidak terlalu efektif. Obat antikolinergik, seperti glycopirrolate, mengurangi salivasi dengan menghambat jaras parasimtetik. Efek samping termasuk iritabilitas, sedasi, pangdangan kabung, dan konstipasi. Scopolamine adalah obat antikolinergik lain yang tersedia sebagai skin patch. Pembuatan jalur duktus saliva secara bedah adalah pilihan, tetapi dapat menimbulkan aspirasi. Studi terbaru menyarankan bahwa injeksi botulinum ke kelenjar parotis dan submandibular dapt bermanfaat untuk mengurangi pengeluaran air liur yang berlebihan.
8. hilang pendengaran Etiologi pasti, seperti kernikterus, post-meningitis, dan rubella kongenital, meningkatkan faktor resiko ari kehilangan pendengaran. Jika tidak terdiagnosa dan tertangani secara cepat, kehilangan pendengaran dapat menggagu pertumbuhan dan rehabilitasi, demikian selanjutnya terdapat keterlambatan perkembangan. Disarankan untuk dilakukan skrining, termasuk behavioral audiometry, auditory-evoked brainstem responses (ABR), atau transient evoked otoacoustic emissions.
9. gangguan penglihatan Anak dengan cerebral palsy, terutama bayi preterm, juga meningkatkan faktor resiko gangguan penglihatan, termasuk retinopati karena prematuritas, miopia, strabismus, glaukoma, dan ambliopia. Bila tida terdiagnosa dan tertagani dengan cepat, penurunan penglihatan dapat mengganggu perkembangan dan rehabiltasi. Strabismus dapat menyebabkan ambliopia. Gangguan penglihatan dapat di terjadi di kortikal karena kerusakan lobus oksipital. Dianjurkan untuk dilakukan skrining termasuk tes ketajaman penglihatan, pergerakan mata, dan funduskopi.
10. gangguan ortopedi Spastisitas dapat menyebabkan kontraktur sendi, pemendekan otot, dan defotmitas tungkai. Komplikasi ortopedi lain membutuhkan pengamatan seper ti skoliosis dan fraktur akibat osteomalasia dan osteoporosis. Manifestasi ini sering terjadi pada gangguan motorik yang berat dan imobilisasi, seperti kuadriplegia.