36
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-1991 sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah "cerebral diplegia", sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah "Infantil Cerebral Paralysis". Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah "cerebral palsy". Nama lainnya adalah "Static encephalopathies of childhood".
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan.
Dilihat dari skala diatas bila masalah tersebut tidak teratasi maka angka mortalitas bayi akan meningkat. Jumlah bayi yang cacat akan meningkat dan tentu saja akan mempengaruhi masa depan anak tersebut. Dampak lebih lanjut suatu negara akan kehilangan para penerus bangsa.
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang berulang. Disebut Trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf Trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf Trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.
Serangan neuralgia Trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik.
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.
Neuralgia Trigeminal merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi Trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan Neuralgia Trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.
Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang cerebral palsy dan Neuralgia Trigeminal beserta asuhan keperawatannya dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah cerebral palsy dan Neuralgia Trigeminal.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada anak dengan gangguan cerebral palsy.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami definisi dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami etiologi dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami klasifikasi dari Cerebral Palsy
Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami prognosis dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari Cerebral Palsy dan Neuralgia Trigeminal.
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan system saraf yaitu cerebral palsy, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cerebral Palsy
2.1.1 Definisi Cerebral Palsy
Cerebral palsy lebih tepat dikatakan suatu gejala yang kompleks daripada suatu penyakit yang spesifik. (Kuban, 1994) Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak-anak. William Little yang pertamakali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah "cerebral diplegia", sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum. (Soetjiningsih, 1995). Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang menyebabkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif sehingga mempengaruhi belajar mengajar.
Karakteristik klinik Cerebral palsy tidak spesifik, penjelasan tentang Cerebral palsy menyangkut kerusakan fungsi motorik yang terjadi pada masa awal kanak– kanak dan ditandai dengan perubahan sifat otot yang biasanya berupa spatisitas, gerakan involunter, ataksia atau kombinasi. Walaupun pada umumnya yang terkena adalah lengan dan tungkai, namun seringkali bagian tubuh yang lain juga terkena. Keadaan ini disebabkan karena disfungsi otak dan tidak bersifat episodik atau progresif. (Swaiman, 1998).
Beberapa definisi tentang penyebab pasti Cerebral palsy masih menimbulkan kerancuan. Definisi yang ada saat ini masih sangat luas dan tidak mempertimbangkan tingkat kecacatan yang ditimbulkan. Selain itu, masih belum adanya konsensus tentang apakah seorang anak yang diketahui memiliki kelainan bawaan (contohnya penyakit metabolik, neuronal migration defect) termasuk dalam kategori Cerebral palsyatau tidak. (Swaiman, 1998).
Konsensus tentang definisi Cerebral palsy yang terbaru yaitu, Cerebral palsy adalah suatu terminasi yang umum yang meliputi suatu kelompok kelainan yang bersifat non-progresif, tetapi seringkali berubah dan menampakkan sindrom kelainan gerakan sekunder, sebagai akibat kerusakan atau anomali pada susunan saraf pusat diawal perkembangan sel–sel motorik. (Kuban, 1994; Soetjiningsih, 1995; Stanley, 2000).
Pada anak–anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan gangguan fungsi dapat berubah. Abnormalitas pada tonus motorik atau gerakan yang terjadi pada beberapa minggu atau beberapa bulan pertama kelahiran, secara teratur akan meningkat selama tahun pertama kehidupan.
Namun setelah anak berusia lebih dari satu tahun, tonus motorik menjadi berkurang, dimana kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya ia didiagnosa menderita Cerebral palsy. (Kuban, 1994) Pada penelitian yang dilakukan oleh Collaborative Perinatal Project menunjukkan bahwa hingga mereka berusia 7 tahun, hampir dua pertiga dari anak–anak yang mengalami diplegia spastik dan setengah dari anak– anak yang mengalami Cerebral palsy pada ulang tahun pertama mereka, tampak tumbuh normal atau tidak menunjukkan tanda–tanda Cerebral palsy. Padahal dibalik itu semua, secara relatif tanda–tanda motorik nonspesifik, seperti hipotonia, yang telah ada pada minggu–minggu atau bulan–bulan pertama kehidupan, berkembang menjadi spastisitas dan abnormalitas ekstrapiramidal, hingga mereka melalui usia satu atau dua tahun. Anggapan bahwa myelinasi akson–akson dan pematangan neuron dalam ganglia basalia, terjadi sebelum spastisitas, distonia dan athetosis, dapat dibuktikan. Beberapa ahli menganjurkan bahwa diagnosis definitif Cerebral palsy sebaiknya ditunda sampai anak berusia dua tahun. Jika dokter melakukan diagnosis sebelum akhir tahun pertama, maka selanjutnya diagnosa ini harus diberitahukan pada keluarga penderita sebagai suatu diagnosis yang bersifat sementara. (Kuban, 1994) Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasar keterlibatan alat gerak atau ekstremitas (monoplegia, hemiplegia, diplegia dan quadriplegia), dan karakteristik disfungsi neurologik (spastik, hipotonik, distonik, athetonik atau campuran).
2.1.2 Etiologi Cerebral Palsy
Suatu definisi mengatakan bahwa penyebab Cerebral Palsy berbeda–beda tergantung pada suatu klasifikasi yang luas yang meliputi antara lain : terminologi tentang anak–anak yang secara neurologik sakit sejak dilahirkan, anak–anak yang dilahirkan kurang bulan dengan berat badan lahir rendah dan anak-anak yang berat badan lahirnya sangat rendah, yang berisiko Cerebral Palsy dan terminologi tentang anak–anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat dan mereka yang berisiko mengalami Cerebral Palsy setelah masa kanak–kanak. (Swaiman, 1998). Cerebral Palsydapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini dalam suatu keluarga, maka kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa pranatal, perinatal dan postnatal.
Pranatal
Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan kromosom (Soetjiningsih, 1995).
Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson, 1994).
Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun (Fletcher, 1993).
Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis.
Radiasi sewaktu masih dalam kandungan.
Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain – lain).
Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan alkohol.
Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994).
Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit). (Boosara,2004).
Toksemia gravidarum.
Dalam buku–buku masih dipakai istilah toksemia gravidarum untuk kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–kejang/konvulsi dan koma). (Rustam, 1998) Patogenetik hubungan antara toksemia pada kehamilan dengan kejadian CP masih belum jelas. Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada janin. (Gilroy, 1979).
Inkompatibilitas Rh.
Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian pranatal pada salah satu bayi kembar (Soetjiningsih, 1994).
Maternal thyroid disorder.
Siklus menstruasi yang panjang.
Maternal mental retardation.
Maternal seizure disorder (Boosara, 2004).
Perinatal
Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal initerdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo–servik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partusmenggunakan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesar.(Anonim. 2002).
Perdarahan otak akibat trauma lahir
Perdarahan dan anoksi dapat terjadi bersama–sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah, sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. (Anonim, 2002)
Prematuritas
Berat badan lahir rendah
Postmaturitas
Primipara
Antenatal care
Hiperbilirubinemia
Bentuk Cerebral Palsy yang sering terjadi adalah athetosis, hal ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi pada anak–anak yang lahir dengan mengalami hiperbilirubinemia tanpa mendapatkan terapi yang diperlukan untuk mencegah peningkatan konsentrasi unconjugatedbilirubin. Gejala–gejala kernikterus yang terdapat pada bayi yang mengalami jaundice biasanya tampak setelah hari kedua dan ketiga kelahiran. Anak menjadi lesu dan tidak dapat menyusu dengan baik. Kadangkala juga terjadi demam dan tangisan menjadi lemah. Sulitmendapatkan Reflek Moro dan tendon pada mereka, dan gerakan otot secara umum menjadi berkurang. Setelah beberapa minggu, tonus meningkat dan anak tampak mengekstensikan punggung dengan opisthotonus dan diikuti dengan ekstensi ektremitas. (Swaiman, 1998).
Status gizi ibu saat hamil
Bayi kembar (Soetjiningsih, 1995)
Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. (Soetjiningsih, 1995).
Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP. (Soetjiningsih, 1995).
Kelahiran sungsang
Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan kala II sekitar 1,5 jam. Sedangkan pada multigravida, kala I : 7 jam dan kala II : 1/5 jam. Persalinan yang sukar dan lama meningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin. (Wiknjosastro, 2002).
Partus dengan induksi / alat
Polyhidramnion (Boosara, 2004)
Perdarahan pada trimester ketiga
3. Postnatal
Anoksia otak : tenggelam, tercekik, post status epilepticus.
Trauma kepala : hematom subdural.
Infeksi : meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan (Anonim,2002), septicaemia, influenza, measles dan pneumonia. (Eve, et al., 1982)
Luka parut pada otak pasca operasi (Anonim, 2002)
Racun : logam berat, CO (Soetjiningsih, 1995)
Malnutrisi (Eve, et,al., 1982)
2.1.3 Klasifikasi Cerebral Palsy
Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy, 1979;Rosenbaum, 2003)
Spastik
Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.
Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi tubuh.
Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai.
Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya. Pada CP tipe ini terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan. Otak mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan–gerakan yang dihasilkan mengalami kekuatan, irama dan akurasi yang abnormal.
Athetosis atau koreoathetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis terbagi menjadi :
Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang, terutama pada leher dan kepala.
Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan involunter, tidak terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype.
Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen ataksia.
Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk melakukan aktifitas normal (Swaiman, 1998; Rosenbaum, 2003)
Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak memerlukan pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapat bersekolah biasa, aktifitas kehidupan sehari–hari 100 % dapat dilakukan sendiri.
Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialah brace, tripod atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan sendiri dan dapat bersekolah.
Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot, dapat bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan, tetapi masih dapat bersekolah. Alat ambulasi yang tepat ialah kursi roda.
Level 4 (berat sekali)
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki, kebutuhan hidup yang vital (makan dan minum) tergantung pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi, tidak dapat ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan tidak ada.
2.1.4 Patofisiologi Cerebral Palsy
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran suci dan berat otak rendah. Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacad non progresive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi cerebral palsy dapat diakibatkan dengan suatu dasar kelainan (struktural otak: awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka/kerugian setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin atau infeksi). Dalam beberapa kasus manifestasi atau etiologi dapat berhubungan dengan daerah anatomi. Misal cerebral palsy yang berhubungan dengan kelahiran prematur yang disebabkan oleh infark hipoksia atau perdarahan dengan leukomalasia didaerah yang berdekatan dengan ventrikel lateral dalam antetoid jenis cerebral palsy yang disebabkan oleh kenikterus dan kelainan genetik metabolisme seperti gangguan mitokondria. Hemiplegia cerebral palsy sering dikaitkan dengan serangan sereberal vokal sekunder ke intra uterin atau trombo emboli perinatal biasanya akibat trombosis ibu atau gangguan pembekuan herediter (Wilson 2007)
2.1.4 Manifestasi Klinis Cerebral Palsy
Gejala Cerebral Palsy tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit. Seseorang dengan Cerebral Palsy dapat menampakan gejala kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dan berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Berikut gejala-gejala lain dari cerebral palsy :
Gangguan pada otot yaitu kaku / terlalu lemah.
Kurangnya koordinasi otot(ataksia)
Getaran atau gerakan tidak sadar
Gerakan lambat
Lebih menyukai menggunakan sisi tubuh seperti menyeret kakinya saat merangkak
Kesulitan berjalan seperti berjalan kaki atau gaya berjalan jongkok
Kesulitan menelan atau kesulitan menghisap makanan
Penundaan dalam perkembangan bicara atau kesulitan bicara.
Gejala dapat berbeda pada setiap pemderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Sebagian Cerebral Palsy sering juga menderita penyakit lain, termasuk kejang atau gangguan mental.
Penderita Cerebral Palsy derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan dan membutuhkan perawatan intensif dalam jangka panjang, sedangkan Cerebral Palsy derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. Cerebral Palsy bukan penyakit menular atau bersifat herediter. Hingga saat ini, Cerebral Palsy tidak dapat dipulihkan, walau penelitian ilmiah berlanjut untuk menemukan terapi yang lebih baik dan metode pencegahan.
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik Cerbral Palsy
Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
cerebral palsy ditegakkan.
Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal.
Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak.
Foto rontgent kepala.
Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.
2.1.6 Penatalaksanaan Cerebral Plasy
Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT,ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
Obat-obatan
Tidak ada obat untuk cerebral palsy tetapi pelatihan otot awal dan latihan khusus dapat bermanfaat dimulai sebelum anak mengembangkan kebisaan yang salah dan pola otot yang salah. Pencegahan komplikasi dan membantu individu untk menjalankan kehidupan sepenuhnya, hanya dibatasi oleh ggn otot dan ggn sensori (Wilson 2007 ).
Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada umumnya dijumpai adanya gangguan pergerakan sampai retardasi mental, dan seberapa besarnya gangguan yang terjadi bergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Dewasa ini gangguan dari pertumbuhan atau perkembangan janin dirumah-rumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini bila kehamilan dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan bayi dapat diduga bila mengetahui keadaan pada saat perinatal (lihat penyebab). Selain itu setelah diketahui dari patologi anatomi palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat terlihat pada bulan-bulan pertama setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa mungkin dapat dikurangin jika dilakukan tindakan lebih dini. Disinilah peranan perawat dapat ikut mencegah kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah:
Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko (baca status bayi secera cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama diruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan pada orang tua atau ibunya jika melihat sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa konsultasi kedokter.
2.1.7 Komplikasi Cerebral Palsy
Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek.
Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia.
Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur.
Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
Gangguan mental. Anak Cerebral Palsy tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar.
2.2 Trigeminal Neuralgia
2.2.1 Definisi Trigemianal Neuralgia
Trigeminal neuralgia sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis sejak abad ke 16. Kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri sering menimbulkan spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak meringis atau tic convulsive. Trigeminal neuralgia merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan serangan sakit yang hebat secara mendadak disertai spasme wajah dalam waktu singkat. (Rose et al, 1997 ; Sharav, 2002) Trigeminal neuralgia insidensi kejadiannya berkisar 70 dari 100.000 populasi dan paling sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia. Insidensinya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Jarang ditemukan pada usia muda. Pada usia muda lebih banyak disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple. Kasus familial ditemukan pada 4% kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan etnis serta insidensi pada wanita 2 kali lebih besar dibanding pria. (Bryce, 2004).
2.2.2 Etiologi Trigeminal Neuralgia
Di klasifikasikan sbg primer & sekunder
Primer : idiopati ( penyebab tidak spesifik).
Sekunder: (oleh kompresi pembuluh darah pada percabangan kecil arteri terjadi di dekat .
Meskipun beberapa hipotesis telah dikemukakan, penyebab neuralgia trigeminal belum dijelaskan secara penuh dalam literatur. Bagi sebagian besar pasien, penyebabnya tidak diketahui. Penyebab dilaporkan yang paling umum dari akar saraf. kompresi mekanik dari saraf trigeminal dapat terjadi sebagai saraf meninggalkan pons dan melintasi ruang subarachnoid menuju gua Meckel. Paling umum, saraf dikompresi oleh arteri utama, biasanya arteri cerebellar superior. Ketika rasa sakit dirasakan di divisi kedua atau ketiga dari saraf trigeminal, temuan biasa adalah kompresi dari bagian rostral dan anterior saraf oleh arteri cerebellar superior, jika sakit yang dirasakan dalam distribusi divisi ophthalmic, yang biasa temuan adalah kompresi saraf oleh anterior arteri cerebellar inferior. Selain itu, telah mendalilkan bahwa kompresi saraf trigeminal oleh tumor dan pembuluh darah lainnya dapat menyebabkan gangguan.
Tetapi tumor, pembuluh darah, dan malformasi arteri jarang terlibat dalam kompresi. Juga, kerusakan selubung myelin dapat menyebabkan nyeri trigeminal. Jenis kerusakan biasanya terjadi sehubungan dengan multiple sclerosis. Biasanya, sinyal yang berbeda berbaur bersama-sama, dan dengan demikian, otak dapat menafsirkan sensasi yang disebabkan oleh sentuhan ringan seperti nyeri. Karena plak demielinasi temuan umum pada otopsi pasien dengan multiple sclerosis, bahkan orang-orang yang tidak memiliki neuralgia trigeminal, pertanyaan yang telah diajukan, apakah kerusakan selubung mielin merupakan penyebab atau insidental menemukan pada pasien dengan neuralgia trigeminal dan beberapa sclerosis. kecelakaan traumatis, gigi tidak berhasil, dan berbagai infeksi dapat merusak saraf trigeminal.
Ini adalah hipotesis bahwa neuralgia trigeminal disebabkan oleh fokus abses dan resorpsi tulang dengan iritasi saraf trigeminal di rahang atau mandibula. Virus varicella, yang menyebabkan herpes zoster, kadang-kadang juga menyebabkan rasa sakit di daerah trigeminal yang sangat sulit untuk mengobati.
2.2.3 Patofisiologi Trigeminal Neuralgia
Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik utama nervus trigeminus.
Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes, dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda.
Pada orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.
Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial spasm dalam kelompok "Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity". Menurut dia, semua saraf yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan: mereka semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh banyak arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua proses yang sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar:
1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.
2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan
bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan
akibat makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan
memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada saraf yang
terkait.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri "salah tempat" yang melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut. Mengapa terjadi perpanjangan dan pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa mungkin sebabnya terletak pada predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara benar, keluhan akan hilang.
2.2.4 Manifestasi Klinik Trigeminal Neuralgia
Nyeri bervariasi, tergantung pada jenis Trigeminal Neuralgia, dan dapat berkisar dari yang tiba-tiba, berat, dan menusuk ke lebih konstan, sakit, sensasi terbakar. Berkedip intens nyeri dapat dipicu oleh getaran atau kontak dengan pipi (seperti saat mencukur, mencuci muka, atau memakai makeup), menyikat gigi, makan, minum, berbicara, atau sedang terkena angin. Rasa sakit dapat mempengaruhi area kecil dari wajah atau mungkin menyebar. Serangan nyeri jarang terjadi pada malam hari, ketika individu yang terkena sedang tidur.
Trigeminal Neuralgia dilambangkan dengan serangan yang berhenti untuk periode waktu dan kemudian kembali, tapi kondisi dapat progresif. Serangan sering memburuk dari waktu ke waktu, dengan periode bebas rasa sakit lebih sedikit dan lebih pendek sebelum mereka kambuh. Akhirnya, interval bebas nyeri hilang dan obat untuk mengontrol rasa sakit menjadi kurang efektif. Gangguan ini tidak fatal, tetapi dapat melemahkan. Karena intensitas rasa sakit, beberapa individu mungkin menghindari kegiatan sehari-hari atau kontak sosial karena mereka takut serangan yang akan datang.
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik Trigeminal Neuralgia
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan struktural dari kasus idiopatik.
Pemeriksaan tambahan baru diperlukan kalau ada keluhan neuralgia trigeminal pada orang-orang muda; karena biasanya ada penyebab lain yang tersembunyi. Itu pun perannya terbatas untuk eliminasi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan: Rontgen TMJ (temporomandibular joint) dan MRI otak (untuk menyingkirkan tumor otak dan multiple sclerosis).
Pengukuran potensial somatosensorik yang timbul setelah perangsangan nervus trigeminus dapat juga digunakan untuk menentukan kasus yang disebabkan oleh ektasis arteri sehingga dapat ditangani dengan dekompresi operatif badan saraf pada fossa posterior.
2.2.6 Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapimedikamentosa dan terapi pembedahan. Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedahhanya dipertimbangkan apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan
a. Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS
( EuropeanFederation of Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia trigeminaldengan carbamazepin ( 200-1200 mg sehari ) dan oxcarbamazepin
( 600-1800mgsehari ) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasiendinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.Dalam pedoman AAN-EFNS ( American Academy of Neurology- EuropeanFederation of Neurological Society ) telah disimpulkan bahwa: carbamazepinefektif dalam pengendalian nyeri , oxcarbazepin juga efektif, baclofen danlamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapiobat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin danvalproat.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis pemberian200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-1800 mg/harisesuai dengan pedoman pengobatan.
Tingkat keberhasilan dari karbamazepin jauhlebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun oxcarbamazepin memiliki profilkeamanan yang lebih baik. Sementera pengobatan lini kedua dapat diberikanlamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari, baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid4 – 12 mg/hari. Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan memberikanobat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi terbuka yangdisarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin, pregabalin,topiramate, levetiracetam, dan valproat.
Karbamazepine
Diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir 70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbulefek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyerimembandel, atau diubah ke oxykarbazepine.
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu
drowsiness, mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia.
Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau
agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart failure , halusinasi dan gangguan fungsiseksual.
Oxykarbamazepin
Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimanamempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dandapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosismaksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul yaitu rash , infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolitdarah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harussecara bertahap 2
Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf danmenghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari secara perlahan meningkat sampai dosis 200-400 mg/hari dibagi dua dosis.
Efek samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7-10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat jugaterjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam ataulimfadenopati indikasi Stevens - Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian segera.
Phenitoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifatanti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang darifokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalammengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.
Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal neuralgiadengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping yangditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan jugamengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan hypertrichosis
Baklofen
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapatdikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baruterdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransikarbamazepine.. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg perhari.
Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminalneuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalahmengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikansecara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atauserangan jantung.
Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnyadengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan palingsering adalah somnolen, ataksia, Fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian secara cepat harus dihindari.
b. Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan terapi pembedahan. Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi pembedahan yaitu:
Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan penyembuhan yang berarti
Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatandan gejala semakin memburuk
Adanya gambaran kelainan pembuluh darah pada MRI.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengansuntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialahrhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikangliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel.
Terapi gammaknife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus difossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervustrigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yangmenekan nervus trigeminus.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Cerbral Palsy
Diagnosa Keperawatan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan makanan (00002)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bergerak (00092)
Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi otot (ataksia) (00038)
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan diseksi arteri (00201)
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan perawatan di rumah (00126)
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat (00051)
Intervensi
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan makanan (00002)
NOC
Domain : II- physiologic Health
Classes : K. Digestion & Nutrition
Outcomes : 1008 Nutritional status : food and fluid intake
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi kurang teratasi dengan :
Asupan cairan IV
Asupan nutrisi parenteral
NIC
Domain : 1. Physiological: Basic
Classes : D. Nutrition Support
Interventions : 1030 Eating Disorders Management
Intervensi :
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Monitor adanya penurunan berat badan dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Monitor intake dan output cairan
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah dan cavitas oral
Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bergerak (00092)
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour
Classes : Q – Health Behavior
Outcomes : 1616Body Mechanics Performance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
Pasien mampu berdiri dengan benar
Pasien mampu menggunakan teknik mengangkat yang benar
Pasien mampu menjaga kekuatan otot
Pasien mampu mempertahankan fleksibilitas sendi
Pasien mampu menggunakan mekanika tubuh yang tepat
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : O. Behaviour Therapy
Interventions : 4310 Activity Therapy
Intervensi :
Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan tertentu
Berkolaborasi dengan okupasi terapis, fisik, atau rekreasi dalam perencanaan dan monitoring program kegiatan
Membantu pasien untuk memilih kegiatan dan tujuan prestasi bagi kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
Membantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi cacat di tingkat aktivitas
Mendorong keterlibatan dalam kegiatan kelompok atau terapi
Memberikan aktivitas motorik untuk meredakan ketegangan otot
Membantu pasien dan keluarga untuk memantau kemajuan sendiri terhadap pencapaian tujuan
Diagnosa : Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi otot (ataksia) (00038)
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour
Classes : Q – Health Behavior
Outcomes : 1616 Body Mechanics Performance
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil:
Tidak ditemukan adanya keseleo
Tidak adanya mobilitas gangguan pada otot
Pasien terbebas dari trauma fisik
NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk management
Interventions : 6486 Environmental Management : Safety
Intervensi :
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu.
Menghindari lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
Menempatkan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Memindahkan barang – barang yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
Diagnosa : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan diseksi arteri (00201)
NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : E – Cardiopulmonary
Outcomes : 0406 Tissue Perfusion: Cerebral
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan selama 2x24 jam ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
Tekanan intrakranial dalam batas normal
Ditemukan Angiogram serebral dalam batas normal
Tidak ditemukan penurunan kesadaran
Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan
Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
Bebas dari aktivitas kejang
Tidak mengalami nyeri kepala
NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk Management
Interventions : 6680 Vital Signs Monitoring
Intervensi :
Pantau tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
Pantau tekanan darah setelah pasien telah mengambil obat
Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan sebelum, selama dan setelah aktivitas
Memantau warna kulit, suhu, dan kelembaban
Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
Monitor level kebingungan dan orientasi
Monitor tonus otot pergerakan
Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
Diagnosa : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan perawatan di rumah (00126).
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behavior
Classes : S. Health Knowledge
Outcomes : 1803 Knowledge: Disease Process
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang karakteristik penyakit tersebut
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyebab dan faktor yang berisiko
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang efek fisiologis penyakit
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali strategi untuk meminimalkan perkembangan penyakit
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : S. Patient Education
Interventions : 5510 Health Education
Intervensi :
Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat (00051)
NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : J. Neurocognitive
Outcomes : 0903 Communication: Expressive
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :
Pasien mampu menggunakan bahasa lisan: vokal
Pasien mampu berbicara dengan jelas
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : Q. Communication Enhancement
Interventions : 4976Communication Enhancement: Speech Deficit
Pantau kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume, dan diksi
Pantau kognitif, anatomi dan proses fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara
Pantau pasien untuk frustrasi, marah, depresi, atau tanggapan lain untuk kemampuan bicara
Kenali perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
Memberikan metode alternatif komunikasi bicara
Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien
Anjurkan pasien untuk berbicara perlahan
Berkolaborasi dengan keluarga dan bahasa bicara patologi atau terapis untuk mengembangkan rencana untuk komunikasi yang efektif
Asuhan Keperawatan Trigeminal Neuralgia
Diagnosa Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan facial expression of pain (misal mata kurang berkilau,terpukul,gerakan tetap atau tersebar, meringis) (00132)
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan makanan (00002)
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi (00126)
Kecemasan berhubungan dengan worried perubahan dalam hidup(00146)
Intervensi
Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan ekspresi nyeri wajah (misal mata kurang berkilau,terpukul,gerakan tetap atau tersebar, meringis (00132)
NOC
Outcomes : 0909 Pain control
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nyeri dapat teratasi oleh klien dengan kriteria hasil:
1.Mengenali gejala nyeri
2.Mengontrol nyeri
3.Mengenal serangan nyeri
NIC
Interventions : pain management 1400
Intervensi :
Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengakui pengalaman nyeri dan menyampaikan penerimaan respon pasien terhadap nyeri
Menggunakan langkah-langkah pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi parah
Memonitor kepuasan pasien dengan managemen nyeri pada selang waktu tertentu
Menentukan frekuensi yang diperlukan untuk membuat penilaian kenyamanan pasien dan melaksanakan rencana monitoring
Memberi informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan ketidaknyamanan diantisipasi dari prosedur
Berkolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih dan menerapkan langkah-langkah nyeri non farmakologi yang sesuai
Prosedur penggunaan analgesik yang digunakan jika sesuai
Melibatkan keluarga dalam penanganan nyeri jika memungkinkan
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Diagnosa : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan untuk menelan makanan (00002)
NOC
Outcomes : nutritional status : food and fluid intake (1008)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam intake nutrisi trercukupi Kriteria :
asupan cairan
asupan makanan oral
asupan cairan IV
Asupan nutrisi parenteral
NIC
Interventions : nutrition monitoring (1160)
Intervensi :
Menentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan nurisi
Mengevaluasi menelan( misal fungsi motorik dari mulut dan lidah, reflek menelan, dan reflek muntah)
Memonitoring berat badan
Melakukan pengukuran antropometri
Mengidentifikasi kelainan pada kulit(misal memar)
Memonitor asupan kalori dan diet
Memantau keadaan mental(misal bingung, depresi dan kecemasan)
Meninjau sumber data lain yang berkaitan dengan status gizi
Diagnosa : kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi (00126)
NOC
Outcomes : knowledge : health promotion (1823)
Tujuan :dalam waktu 2 x 24 jam pasien memahami tentang informasi yang dibutuhkan.dengan kriteria hasil :
Meningkatkan prilaku kesehatan
Mengelola stres
Mengetahui resiko penyakit keturunan
NIC
Interventions : health education 5510
Intervensi :
Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam menjelaskan keyakinan kesehatan dan nilai-nilai.
Mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang tidak sehat atau mengambil risiko dari pada memberi saran untuk menghindari atau mengubah perilaku
Mengidentifikasi faktor internal atau eksternal yang dapat meningkatkan atau mengurangi
Menghindari penggunaan rasa takut sebagai strategi untuk memotivasi
Mengidentifikasi sumber daya (misal uang)
Diagnosa : kecemasan berhubungan dengan perubahan dalam hidup (00146)
NOC
Outcomes : anxiety self-control (1400)
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam kecemasan klien hilang atau berkurang dengan kriteria hasil :
intensitas cemas berkurang
Menggunakan stategi koping yang efektif
Cemas berkurang
Durasi episode termonitor
Memonitor manifestasi fisik dari kecemasan
NIC
Interventions : anxiety reduction 5820
Intervensi :
Menjelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang mungkin mungkin dialami selama prosedur
Berusaha untuk memahami perspectif pasien dari situasi stress
Memberikan informasi faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis
Mendorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan
Memberi aktivitas pengalihan untuk mengurangi ketegangan
Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Mendukung penggunaan mekaniisme pertahanan yang tepat
Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien
Anjurkan pasien pada penggunaan teknik relaksasi
Memberi obat untuk mengurangi kecemasan yang sesuia
Kaji tanda-tanda verbal dan nonverbal kecemasan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Serebral palsy merupakan kelainan motorik yang tidak progresif yang sering terdapat pada anak-anak. Penyebabnya bisa herediter, penyebab prenatal, perinatal, dan post natal. Gejala klinis berfariasi ada yang spastik, atetoid, rigid, ataksi, hipotonia, atau campuran. Ditinjau dari beratnya penyakit, terdapat kelainan dari yang ringan sampai yang berat. Penyakit ini sering pula disertai dengan retardasi mental, gangguan bicara, gangguan penglihatan, pendengaran, atau kejang-kejang. Diagnosis berdasarkan kombinasi berbagai gejala dan anmnesis yang cermat. Penatalaksanaanya memerlukan kerjasama multidisiplin. Prognosisnya tergantung pada berat ringanya kelainan.
4.2 Saran
Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih memahami asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy dan dapat mengimplementasikan dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.
Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University,
Mainz, Germany. 2007. Handbook of Clinical Neurology; Pain and hyperalgesia: definitions and theories.
J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference.
Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.
Wilkinson,M,Judith.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas kedokteran universitas IndonesiaPutz R dan Pabst R. 1997. sobota. Jakarta : EGC
Sumber : Elita Mardiani. faktor – faktor risiko prenatal dan perinatal kejadian cerebral palsy. 2006 : program studi epidemiologi program pascasarjana universitas diponegoro semarang (diakses 16 maret 2016 pukul 14:14)