MAKALAH CEREBRAL PALSY
Dosen :
dr .Indri Seta Septadina, M.Kes
Disusun oleh :
Addini Setia Ningtyas
04041381621058
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
WinthropPhelps menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan defisit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).
Bab II
Pembahasaan
A. Definisi
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak yang sedang berkembang. ( Behrman : 1999, hal 67 – 70 )
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh abnormalitas system motor piramida ( motor kortek, basal ganglia dan otak kecil ) yang ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal. ( Suriadi Skep : 2006, hal 23 – 27 ).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda ( sejak dilahirkan ) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental. ( Ngastiyah : 2000, hal 54 – 56 ).
Jadi, Cerebral (otak) cpacry ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan otak yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya akibat kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi / anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya.
DERAJAT KEPARAHAN CEREBRAL PALSY
(Gross Motor Function Classification System/GMFCS)
Derajat I : berjalan tanpa hambatan, keterbatasan terjadi pada gerakan motorik kasar yang lebih rumit.
Derajat II : berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan dalam ber-jalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat III : berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat IV : kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Derajat V : kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun sudah menggunakan alat bantu yang canggih
Klasifikasi
Cerebral Palsy dibagi menjadi 4 kelompok :
Tipe spastic atau pyramidal ( 50% dari semua kasus CP, otot-otot menjadi kaku dan lemah. Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
Hipertoni ( fenomena pisau lipat )
Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c. Kecenderungan timbul kontraktur.
d. Reflex patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut :
Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
Spastic diplegia, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
Monopologi, bila hanya satu anggota gerak.
Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
Tipe disginetik ( koreatetoid, 20% dari semua kasus CP ), otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika anak tidur.
Tipe ataksik, ( 10% dari semua kasus CP ), terdiri dari tremor, langkah yang goyah dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan gerakan abnormal.
Tipe campuran ( 20% dari semua kasus CP ), merupakan gabungan dari 2 jenis diatas, yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastic dan koreoatetoid. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional :
Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan / aktivitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
Sedang
Aktivitas sangat terbatas, penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan social-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
Etiologi
Pranatal
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit infeksi sitomegalik.
Radiasi sinar X
Malformasi Kongenital
Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal)
Perinatal
Anoreksia/Hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoreksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
Perdarahan otak
Perdarahan dan anoreksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoreksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembulu darah, enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. Terjadi ikterus bila bilirubin dalam darah lebih dari 20 mg/dl.
Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
Post natal / Pasca natal
Trauma Kapitis
Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.
Luka Parut pada otak pasca bedah.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan dari pada faktor pascanatal. Studi oleh nelson dkk ( 1986 ) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemia prenatal, faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat akhir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan Cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. Sedangkan faktor pascanatal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun. ( Hagbreg dkk, 1975 ), atau sampai 5 tahun kehidupan ( Blair dan Stanley, 1982 ), atau sampai 16 tahun ( Perlstein, Hod, 1964 )
Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :
Letak sungsang.
Proses persalinan sulit
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selamaa persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permaanen.
Apgar score rendah.
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
BBLR dan prematuritas.
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir
Kehamilan ganda.
Malformasi SSP.
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
Kejang pada bayi baru lahir.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinik Cerebral palsy bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Dengan demikian secara klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada Cerebral palsy, yaitu : spastisitas, atetosis dan ataksia.
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Golongan spastitis ini meliputi 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.padakeadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
8. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
9. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
10. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
11. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
12. Problem emosional terutama pada saat remaja.
Dari manifestasi klinis diatas tadi, terdapat ciri-ciri dari cerebral palsy, yaitu :
Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat
Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal
Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret
Ketidaknormalan bentuk otot
Lekukan pada spinal "jawbone" kepala kecil
Penangkapan
Sawan
Percakapan komunikasi
Deria yang lemah
Kerencatan akal
Masalah pembelajaran
Masalah tingkah laku
Patofisiologi
Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gry, saluran sulci dan berat otak rendah. Anoxia merupakan penyebab yang berarti dengan kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang lain. CP (Cerebral Palsy) dapat dikaitkan dengan premature yaitu spastic displegia yang disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemorrhage dalam ventrikel.
Type athetoid / dyskenetik disebabkan oleh kernicterus dan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal ganglia dan beberapa saraf nuclei cranial. Selain itu juga dapat terjadi bila gangsal banglia mengalami injury yang ditandai dengan idak terkontrol; pergerakan yang tidak dosadari dan lambat. Type CP himepharetic,karena trauma pada kortek atau CVA pada arteri cerebral tengah. Cerebral hypoplasia; hipoglicemia neonatal dihubungkan dengan ataxia CP.
Spastic CP yang paling sering dan melibatkan kerusakan pada motor korteks yang paling ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat menyebabkan pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua ektermitas. Ataxic CP adanya injury dari serebelum yang mana mengatur koordinasi, keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak terkoordinasi pada ekstremitas aras bila anak memegang / menggapai benda. Ada pergerakan berulang dan cepat namun minimal. Rigid / tremor / atonic CP ditandai dengan kekakuan pada kedua otot fleksor dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karena ada deformitas multiple yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif. Secara umum cortical dan antropy cerebral menyebabkan beratnya kuadriparesis dengan retardasi mental dan microcephaly.
Gejala
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat,bisa muncul pada saat anak berumur 3 bulan.
Gejalanya bervariasi,mulai dari kejanggalan yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat,yang menyebabkan bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda. Gejalanya selalu mengiringi tipe dari cerebral palsy. Gejala lain yang mungkin muncul adalah :
Kecerdasan dibawah normal
Keterbelakangan mental
Kejang/epilepsy (trauma pada tipe spastik)
Gangguan menghisap atau makan
Pernafasan yang tidak teratur
Gangguan perkembangan kemampauan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk , berguling ,merangkak , berjalan)
Gangguan berbicara (disatria)
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Kontraktur persendian
Gerakan menjadi terbatas
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada penderita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
Diagnosis pembanding
Mental subnormal
Retardasi motorik terbatas
Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
Kelainan persendian
Cara berjalan yang belum stabil
Gerakan normal
Berjalan berjinjit
Pemendekan kongenital pada gluteus maksimus, sastrak nemius atau hamstring
Kelemahan otot-otot pada miopati, hipotoni atau palsy erb
Lain penyebab dari gerakan involunter
Penyakit-penyakit degeneratif pada susunan saraf
Kelainan pada medala spinalis
Sindrom lain
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.
Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
Foto rontgen kepala.
Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari reterdasi mental.
Penatalaksanaan
Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.
b. Aspek non medis yang dilakukan
Untuk mengatasi kecacatan motorik yang disertai kecacatan mental memerlukan pendidikan yang khusus. Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sehat dapat diraih dengan pengobatan dan perawatan yang tepat.
c. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
d. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
e. Obat-obatan
Pasien cereebral palsy (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertaannya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memberikan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenanceanti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaanchoreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 – 10 mg pada pagi hari dan 2,5 – 5 mg pada waktu tengah hari.
f. Tindakan keperawatan
Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepada orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
g. Occupational therapy
Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
h. Redukasi dan rehabilitasi.
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersama-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
L. KOMPLIKASI
Ataksi
Katarak
Hidrosepalus
Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah, dengan suatu ketegangan IQ yang lebih rendah.
Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
Penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.
M. PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.
N. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : Berat ringannya CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20–25% penderita CP bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30–50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy".
Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.
Bab III
Penutup
KESIMPULAN
Cerebral (otak) parcy ( KeIumpuhan ) adalah suatu kelainan otak yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak dan meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya akibat kerusakan / kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi / anak dapat terjadi ketika bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai dengan epilepsy dan ketidak normalan bicara, penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan dan gangguan fungsi saraf lainnya. Cerebral palsy dapat disebabkan oleh prenatal, perinatal dan post natal da nada berbagai macam klasifikasi pada cerebral palsy. Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari.
SARAN
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami pengertian dan etiologi dari Cerebral palsy. Dengan demikian, diharapkan nantinya dapat melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap Cerebral palsy.